• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dekomposisi Serasah Avicennia alba pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampoeng Nipah Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dekomposisi Serasah Avicennia alba pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampoeng Nipah Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 1. Bobot kering (g) sisa serasah Avicennia alba tiap ulangan pada berbagai tingkat salinitas.

Salinitas Ulangan Lama masa dekomposisi

(hari)

0 15 30 45 60 75 90

U1 50 48.21 43.33 33.77 21.04 14.23 11.07 0-10 ppt U2 50 48.13 42.92 33.46 19.99 13.58 10.81

U3 50 48 43.07 33.83 19.86 12.98 10.33

sub total 150 144.34 129.32 101.06 60.89 40.79 32.21

rata rata 50 48.11 43.11 33.69 20.30 13.60 10.74

U1 50 47.52 42.16 32.17 19.97 13 9.71

10-20 ppt U2 50 47.31 43.53 30.1 20.03 12.85 10.15 U3 50 48.01 42.22 32.05 19.89 12.65 9.93 sub total 150 142.84 127.91 94.32 59.89 38.5 29.79

rata rata 50 47.61 42.64 31.44 19.96 12.83 9.93

U1 50 48.67 44.2 34.18 22.43 15.55 12.48

20-30 ppt U2 50 49.02 43.76 33.97 21.65 14.67 13.39 U3 50 48.88 43.87 33.76 21.77 14.92 13.18 Sub total 150 146.57 131.83 101.91 65.85 45.14 39.05

(3)

Lampiran 2. Perhitungan Laju Dekomposisi Metode Olson (1963): In (Xt/Xo) = -kt

Keterangan : X

t = Bobot kering serasah setelah periode pengamatan ke-t (g) X

0 = Bobot serasah awal (g) k = laju dekomposisi serasah

e = Bilangan logaritma natural (2,72) t = Periode pengamatan (hari)

1. Xo = 50 g Xt = 10,74 gr

t = hari setahun hari lama dekomposisi

t = 365 = 4,05 90

-4,05 k = In 10,74 50 -4,05 k = In 0,2148

-4,05 k = -1,5380

k = 0,3797

2. Xo = 50 g Xt = 9,93 gr

t = hari setahun hari lama dekomposisi

t = 365 = 4,05 90

(4)

50 Lampiran 2. Lanjutan

-4,05 k = In 0,1986 -4,05 k = -1,6164

k = 0,3991

3. Xo = 50 g Xt = 13,02 gr

t = hari setahun hari lama dekomposisi

t = 365 = 4,05 90

-4,05 k = In 13,02 50 -4,05 k = In 0,2604 -4,05 k = -1,3455

k = 0,3322

Lampiran 3. Uji independent t test Dekomposisi serasah terdapat di lingkungan dengan berbagai tingkat salinitas

Test Value = 0

T df Sig. (2-tailed) Mean

Difference

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper

(5)

Lampiran 4. Hasil analisis serasah Avicennia alba

Unsur Hara Karbon (C)

Hari Tingkat Salinitas

0 - 10 ppt 11 - 20 ppt 21 - 30 ppt

15 hari 15,43 17,16 15,58

60 hari 17,27 17,43 18,12

90 hari 15,86 17,91 15,64

Unsur Hara Nitrogen

Hari Tingkat Salinitas

0 - 10 ppt 11 - 20 ppt 21 - 30 ppt

15 hari 2,1 2,12 2,07

60 hari 1,93 2,1 1,72

90 hari 1,83 2,1 2,15

Unsur Hara Fosfor (P)

Rasio C/N

Hari Tingkat Salinitas

0 - 10 ppt 11 - 20 ppt 21 - 30 ppt

15 hari 7,34 8,09 7,52

60 hari 8,94 8,3 10,.53

90 hari 8,66 8,52 7,27

Hari Tingkat Salinitas

0 – 10 ppt 11 - 20 ppt 21 - 30 ppt

15 hari 0,15 0,17 0,17

60 hari 0,16 0,19 0,15

(6)

Lampiran 5. Jumlah organisme yang terdapat pada serasah Avicennia alba

Salinitas Kantong Hari ke- Organisme Jumlah

(7)
(8)
(9)

Lampiran 6. Lanjutan

(10)

Lampiran 6. Lanjutan

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Alwidakdo. A, A. Zikri dan K. Legowo. 2014. Studi Pertumbuhan Mangrove Pada Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Di Desa Tanjung Limau Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara. Fakultas Pertanian. Universitas 17 Agustus 1945. Samarinda.

Anwar, E.K. 2007. Pengaruh Inokulan Cacing Tanah dan Pemberian Bahan Organik Terhadap Kesuburan dan Produktivitas Tanah Ultisol. J. Tanah Trop. 12 (2) : 121-130.

Arief, A. 2003. Hutan Mangrove. Penerbit Konisius. Jakarta.

Arifin, A. 2003. Hutan Mangrove, Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit Kanisius.Yogyakarta.

Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (BPHM), Wilayah II, 2011. Potensi Mangrove Sumatera Utara. Medan.

Bahri, A.F. 2007. Analisis Kandungan Nitrat dan Fosfat pada Sedimen Mangrove yang Termanfaatkan di Kecamatan Mallusetasi Kabubaten Baru. Hasil Penilitian. Situs untuk Konsenvator Lingkungan.

Biology Resources on Shantybio. 2004. Ekosistem Mangrove. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Dahuri. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Dewi, N. 2009. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Pada Berbagai Tingkat Salinitas. [Skripsi]. USU. Medan.

(12)

Hanafiah, K. A. 2005. Dasa-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kusmana, C. 2000. Ekologi Mangrove. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Kusmana, C., S, Wilarso., I. Hilwan., Pamungkas., C. Wibowo., T. Tiryana., A. Triswanto., Yunasfi, Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Lakitan, B. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo. Persada. Jakarta.

Mahmudi, M., K, Soewardi, C., Kusmana, H., Hardjomidjojo, A, Damar. 2010. Laju Dekomposisi Serasah Mangrove dan Kontribusinya terhadap Nutrien di Hutan Mangrove Reboisasi. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Brawijaya. Jurnal Penelitian Perikanan. 2(1) : 19-25.

Muslimin, W. 1996. Mikrobiologi Lingkungan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Noor, Y. R.,M. Khazali, I N. N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlends Internasional-Indonesia Programe, Bogor.

Notahadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Parmelee, R.W., M.H. Beare, W. Cheng, P.F. Hendrix, S.J. Rider, D.A. Crossley Jr., and D.C. Coleman. 1990. Earthworm and Enchytraeids in conventional and notillage agroecosystems: A biocide approach to asses their role in organic matter breakdown. Biol. Fertil. Soils 10: 1-10.

Prabudi, T. 2013. Laju Dekomposisi Serasah Rhizophora stylosa Pada Berbagai Tingkat Salinitas. [Skripsi]. USU. Medan.

Pratama, Y. 2014. Laporan Praktikum Oseanografi. Universitas Brawijaya. Malang.

Rahajoe, J.S., H. Simbolon., dan T. Kohyama. 2004. Variasi Musiman Produksi Serasah Jenis-jenis Dominan Hutan Pegunungan Rendah di Taman Nasional Gunung Halimun. Berita Biologi 7 (1): 65-71.

(13)

Saputro, G.B. 2009. Peta Mangroves Indonesia. Jakarta: Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal).

Spalding, M., Kainuma, L, Collins. 2010. World Atlas of Mangroves Earthscan. London.

Sriharti., Salim, T.,2008. Pemanfaatan Limbah Pisang untuk Pembuatan Pupuk Kompos Menggunakan Kompos Rotary Drum. Prosseding Seminar Nasional Bidang Teknik Kimia dan Tekstil, Yogyakarta.

Sunarto. 2003. Peranan Dekomposisi dalam Proses Produksi pada Ekosistem Laut. Pengantar Falsafah Sains, Program Pascasarjana/S3 IPB. Bogor. Sutedjo, M. M., A. G. Kartasapoetra, Rd. S. Sastroatmodjo. 1991. Mikrobiologi

Tanah. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Wijiyono. 2009. Keanekaragaman Bakteri Serasah Daun Avicennia marina yang Mengalami Dekomposisi Pada Berbagai Tingkat Salinitas Di Teluk Tapian Nauli. Tesis. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA USU. Medan

Yunasfi. 2006. Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina oleh Bakteri dan Fungi pada Berbagai Tingkat Salinitas.[Disertasi]. IPB. Bogor.

(14)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 - Januari 2016 di kawasan hutan mangrove Kampoeng Nipah Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Pengambilan sampel dilakukan di Desa Nelayan, Belawan. Penimbangan serasah dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Analisis unsur hara karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P) di lakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(15)

Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini adalah serasah daun A. alba yang diambil dari kawasan hutan mangrove Desa Nelayan, Belawan Sumatera Utara.

Peralatan yang digunakan adalah Hand refractometer untuk mengukur tingkat salinitas, oven, timbangan analitik, kantong serasah (litter bag) yang berukuran 40 x 30 cm yang dibuat dari nilon, kantong plastik dengan ukuran 5 kg, tali plastik (rafia), patok bambu, amplop sampel, kertas koran, gunting, pisau

cutter dan kamera digital.

Gambar 2. Bentuk dan Ukuran Kantong Serasah

Prosedur penelitian

Penentuan zona salinitas

Penentuan zona salinitas dilakukan dengan pengukuran tingkat salinitas yang dilakukan dari arah laut menuju ke darat dengan menggunakan Hand refractometer. Lokasi penelitian terdiri atas 3 zona yaitu, zona 1 dengan salinitas 0 - 10 ppt (262 meter jaraknya dari pantai), zona 2 dengan salinitas 11 - 20 ppt (55 meter jaraknya dari pantai), zona 3 dengan salinitas 21 - 30 ppt (23 meter jaraknya dari pantai).

Nilon

(16)

Pengumpulan sampel serasah A. alba

Pengambilan sampel serasah A. alba dilakukan di Desa Nelayan, Belawan. Pengumpulan dilakukan di desa Nelayan, Belawan karena jumlah serasah daun A. alba tergolong banyak dan jumlah serasah yang dibutuhkan tersedia, berbeda dengan lokasi penelitian yang tidak ada ditumbuhi jenis A. alba

di Kampoeng Nipah Desa Sei Nagalawan yang merupakan lokasi rehabilitas mangrove. Pengambilan serasah dilakukan secara langsung dari lantai hutan dan dikumpulkan ke dalam kantong plastik berukuran 20 kg dan kemudian dikering udarakan untuk mengurangi kadar airnya dan selanjutnya dilakukan penimbangan sebelum dimasukkan ke dalam kantong serasah.

Penempatan serasah A. alba dilapangan

(17)

Gambar 3. Penempatan Kantong Serasah di Lapangan

Pengambilan sampel serasah A.alba

Pengambilan kantong serasah dilakukan 15 hari sekali, sebanyak 3 buah kantong berisi sisa serasah untuk setiap zona salinitas selama 90 hari. Kemudian serasah daun A. alba dari kantong serasah tersebut dikeluarkan dan di tiriskan (dikering udarakan), untuk selanjutnya dimasukkan kedalam kantong kertas HVS Folio. Kantong kertas yang berisi serasah daun A. alba tersebut dimasukkan kedalam oven bersuhu 70oC selama 2 x 24 jam. Setelah di oven serasah tersebut ditimbang untuk mengetahui berat keringnya. Laju dekomposisi serasah daun

A. alba dihitung dari penyusutan bobot serasah yang terdekomposisi dalam satu satuan waktu.

Analisis serasah A. alba

(18)

Analisis Data

1. Perhitungan Laju Dekomposisi

Pendugaan nilai laju dekomposisi serasah dilakukan menurut persamaan berikut Olson (1963) dalam Yunasfi (2006):

Penentuan lama masa serasah terdapat (residence time) di lantai hutan digunakan rumus (2):

1/ k

Keterangan : Xt = Berat serasah setelah periode pengamatan ke-t (g) X0 = Berat serasah awal (g)

e = Bilangan logaritma natural (2,72) t = Periode pengamatan

k = Laju dekomposisi

2. Analisis unsur hara karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P) a. Karbon (C)

(19)

Dititrasikan dengan Fe (NH4)2 (SO4) 0,5 N dari buret hingga warna berubah menjadi hijau terang. Dilakukan kerja ini lagi (tanpa daun) untuk mendapat volume titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N untuk blanko.

Perhitungan :

C-organik (%) =

Keterangan :

T = Volume titrasiFe (NH4)2(SO4) 0,5 N dengan daun S = Volume titrasiFe (NH4)2 0,5 N blanko (tanpa daun)

0,003 = 1 mL K2Cr2O7 1 N + H2SO4 mampu mengoksidasi 0,003 g C-organik 1/0,77 = Metode ini hanya 77% C-organik yang dapat dioksidasi

BCT = Berat Contoh Tanaman b. Nitrogen (N)

(20)

Perhitungan:

N daun (%) =

= mL HCl x N HCl x 11,2

c. Fosfor (P)

Diambil dengan pipet 5 ml cairan destruksi encer dari ekstraksi destruksi basah atau cairan dari ekstraksi pengabuan kering tempatkan pada tabung reaksi. Ditambahkan 10 ml reagen fosfat B biarkan ± 10 menit, kemudian diukur

transmittance (absorbence) pada spectronic dengan π 660 nm. Dilakukan pada

larutan standar 0 – 2 – 4 – 6 - 8 dan 10 ppm P, dengan cara mengambil masing-masing 5 ml dan ditambahkan 10 ml reagen fosfat B dan diukur pada spectronic (Mukhlis, 2007).

Perhitungan: P daun (%) =

= P larutan x 0,02

Analisis data ini adalah untuk melihat kandungan C, N, P serasah A. alba

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dekomposisi

Serasah Avicennia alba mengalami dekomposisi mulai dari hari ke-15 sampai hari ke-90 yang ditandai dengan penurunan bobot kering. Penurunan bobot kering serasah A. alba pada berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada Gambar 4. Data sisa serasah A. alba yang telah mengalami proses dekomposisi 15 sampai 90 hari dengan berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 4. Sisa Serasah A. alba Rata-rata yang Telah Mengalami Proses Dekomposisi 15 Sampai 90 Hari di Lingkungan dengan Berbagai Tingkat Salinitas.

Berdasarkan data pada Gambar 4 dapat diketahui bahwa serasah A. alba

mengalami penurunan bobot kering setiap 15 hari pada lingkungan dengan tingkat salinitas yang berbeda. Pengamatan terakhir pada hari ke-90 diketahui sisa serasah A. alba pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt sebesar 10,74 g, salinitas 11 - 20 ppt sebesar 9,93 g dan salinitas 21 - 30 ppt sebesar 13,02 g bobot kering.

Faktor lingkungan diduga berpengaruh terhadap dekomposisi A. alba

terdapat beberapa kantong serasah yang tumbuh lumut pada permukaan dan dapat menghambat aktivitas pendekomposisi serasah. Menurut (Gultom, 2009) kantong

(22)

serasah yang berisi daun mulai berlumut artinya terjadi proses humifikasi. Proses tersebut dipengaruhi oleh keadaan iklim yang berubah-ubah. Proses humifikasi tergantung pada kondisi tanah, aktivitas mikroorganisme, serta aktivitas manusia.

Serasah A. alba yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt, 11 - 20 ppt dan 21 - 30 ppt dengan nilai k sebesar 0,37; 0,39; dan 0,33/tahun. Dekomposisi serasah A. alba terdapat di lingkungan dapat dilihat pada Tabel 2. Adapun perhitungan dekomposisi pada ketiga tingkat salinitas dan lama masa dekomposisi dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 2. Dekomposisi Serasah Terdapat di Lingkungan dengan Berbagai Tingkat Salinitas

No. Tingkat Salinitas k (tahunˉ¹) Lama masa serasah terdapat (tahun) 1. 0 - 10 ppt 0,37 2,63

2. 11 - 20 ppt 0,39 2,50 3. 21 - 30 ppt 0,33 3,01

(23)

populasi paling banyak dibandingkan dengan tingkat salinitas 0 - 10 ppt dan 21 - 30 ppt.

Sisa serasah dari pengamatan hari ke-15 sampai hari ke-90 yang telah terdekomposisi mengalami penurunan bobot kering. Penurunan bobot kering dapat dilihat dari perubahan bentuk yang menunjukkan cercahan partikel yang lebih kecil menuju hari ke-90. Bentuk serasah A. alba yang mengalami dekomposisi pada tingkat salinitas 11 - 20 ppt dapat dilihat Gambar 5.

Gambar 5. Bentuk Serasah A. alba yang Mengalami Proses Dekomposisi Selama 15 Hari sampai 90 Hari pada Tingkat Salinitas 0 - 10 ppt. Pengamatan hari ke-15 (a), hari ke-30 (b), hari ke-45 (c), hari ke-60 (d), hari ke-75 (e), hari ke-90 (f).

a b

d c

(24)

Organisme yang terdapat pada kantong serasah yang diperkiran ikut berperan dalam proses dekomposisi A. alba. Jenis organisme yang ditemukan dapat dilihat pada Gambar 6. Jenis organisme yang ditemui dan ikut berperan dalam proses dekomposisi A. alba adalah kepiting (Uca pugnax) yang habitatnya tinggal dalam liang di daerah pasang surut, cacing laut (Lumbricus terrestris) yang habitatnya hidup pada tanah lembab dengan membuat liang dalam tanah. Hewan ini biasanya hidup di tempat-tempat yang teduh dan terlindung dari sinar matahari secara langsung, siput laut (Littoraria melanostoma)umumnya memiliki ukuran yang sangat kecil dan sering ditemukan menempel pada batang mangrove dan kerang alang (Gelonia sp).

(25)

Kehidupan makrobentos membutuhkan habitat berlumpur yang telah dihambat oleh perakaran pohon. Selain itu, makrobentos harus mampu hidup dengan membenamkan diri dalam lumpur di bawah pohon (Gultom, 2009). Hal ini sesuai dengan lokasi penelitian untuk tiap salinitas, dimana semua salinitas memiliki substrat yang berlumpur sehingga terdapat keanekaragaman makrobentos yang mempengaruhi proses dekomposisi.

Dekomposisi serasah daun A. alba dipengaruhi oleh makroorganisme dan mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik. Biota mangrove sendiri membutuhkan serasah daun sebagai pakan dimana makroorganisme dan mikroorganisme membutuhkan karbohidrat dan protein. Menurut (Prabudi, 2013) makrobentos merupakan makroorganisme yang berfungsi sebagai pendekomposer awal. Makrobentos dapat menguraikan bahan organik menjadi karbohidrat dan protein. Serasah daun dapat bermanfaat sebagai bahan makanan dari cacing, kepiting dan siput sehingga jumlah dari makrobentos sangat mempengaruhi dari proses laju dekomposisi serasah daun.

Gambar 6. Organisme yang Ditemukan di dalam Kantong Serasah A. alba (a) cacing laut (Lumbricus terrestris), (b) kepiting (Uca pugnax) (c) siput laut (Littoraria melanostoma), (d) kerang alang

a b

(26)

Makrobentos termasuk salah satu dekomposer awal yang mengurai sisa-sisa daun berperan dalam dekomposisi bahan organik menjadi sisa-sisa-sisa-sisa atau partikel yang lebih kecil dan dikeluarkan kembali sebagai kotoran. Gambar 6 menunjukkan beberapa jenis makrobentos yang terdapat pada kantong serasah

A. alba yang mengalami dekomposisi setiap 15 hari sekali pada berbagai tingkat salinitas. Jumlah makrobentos yang ditemui pada berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada Tabel 3 (Lampiran 5).

Tabel 3. Jumlah Keseluruhan Makrobentos pada Serasah A. alba pada Berbagai Tingkat Salinitas.

Tingkat slinitas Makrobentos Jumlah

0 - 10 ppt Cacing, kepiting, siput dan kerang alang 29 11 - 20 ppt Cacing, kepiting, siput dan kerang alang 34 21 - 30 ppt Cacing, kepiting, siput dan kerang alang 15

Perbedaan jumlah makrobentos yang ditemukan diduga karena beberapa faktor yang tidak mendukung keberadaan makrobentos tersebut seperti perbedaan tingkat salinitas, semakin tinggi tingkat salinitas maka semakin sedikit jumlah organisme yang dapat ditemukan karena tingginya tingkat salinitas bukan merupakan kondisi yang optimal bagi organisme untuk mampu bertahan hidup dan berkembang. Perbedaan jumlah organisme pada masing-masing salinitas menurut Pratama (2014) disebabkan oleh 2 Parameter yaitu Parameter Fisika antara lain suhu, kecepatan arus, instensitas cahaya, pasang surut dan gelombang. Berdasarkan Parameter Kimia disebabkan oleh pH, salinitas dan oksigen terlarut.

Kandungan Unsur Hara Karbon (C), Nitrogen (N), Fosfor (P)

(27)

Unsur Hara Karbon (C)

Unsur hara karbon pada serasah A. alba yang telah mengalami lama masa dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas dan waktu pengambilan serasah dapat dilihat pada Gambar 7 (Lampiran 4).

Gambar 7. Kandungan Unsur Hara Karbon Avicennia alba pada Berbagai Tingkat Salinitas

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa nilai persen (%) unsur hara karbon pada serasah A. alba menunjukkan perbedaan sesuai dengan lamanya pengamatan serasah di lingkungan. Kandungan unsur hara karbon pada setiap 15 hari, 60 hari dan 90 hari pada berbagai tingkat salinitas mengalami peningkatan dan penurunan. Penurunan persentase karbon disebabkan karena digunakannya sumber karbon dari serasah A. alba untuk diubah dalam bentuk biomassa oleh organisme karena tingginya kadar karbondioksida yang terkandung dalam serasah A. alba pada saat daun A. alba masih aktif melakukan proses fotosintesis. Hal ini didukung oleh Effendi (2003) yang menyatakan bahwa kadar karbondioksida di perairan dapat mengalami peningkatan akibat proses fotosintesis dan evaporasi yang terjadi. Organisme lebih menyukai kandungan karbon yang rendah, karena kandungan karbon yang rendah memiliki tekstur yang

(28)

halus. Sumber utama karbon makhluk hidup berada dalam udara yaitu dalam bentuk karbondioksida dengan jumlah sekitar 0,03 % (Muslimin, 1996).

Berdasarkan hasil uji Independent t test menunjukkan pada tingkat salinitas 11 - 20 – 21 - 30 ppt diperoleh nilai signifikasi dibawah 0,05 yaitu 0,00 (Lampiran 6). Hal ini berarti tingkat salinitas 11 - 20 dan 21 - 30 ppt beda nyata terhadap unsur hara karbon.

Unsur Hara Nitrogen (N)

Menurut Hanafiah (2005), Unsur N didalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organik sisa-sisa tanaman maupun binatang, pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat) dan air hujan. Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan terhadap tanaman tergantung pada laju proses dekomposisi.

(29)

Gambar 8. Kandungan Unsur Hara Nitrogen Avicennia alba pada Berbagai Tingkat Salinitas

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa nilai persen (%) unsur hara nitrogen pada serasah A. alba menunjukkan perbedaan sesuai lamanya pengamatan serasah di lingkungan. Dari pengamatan hari ke-15 sampai ke-90 pada setiap tingkat salinitas 11 – 20 ppt mengalami penurunan dan terjadi peningkatan pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt pada hari ke-90, hal ini dikarenakan pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt organisme yang memanfaatkan nitrogen sedikit dijumpai, hal ini disebabkan salinitas yang tinggi. Hal ini didukung oleh Effendi (2003) yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya waktu, kadar nitrogen organik berkurang karena di konversi menjadi amonia. Beberapa jenis organisme memanfaatkan nitrogen pada daun dan mengeluarkan tinja (kotoran) dari organisme tersebut.

Kadar nitrogen yang terdapat pada serasah A. alba pada berbagai tingkat salinitas mengalami kenaikan dan penurunan. Naik dan turunnya kadar nitrogen pada serasah A. alba berpengaruh terhadap aktifitas mikroorganisme atau dekomposer. Kadar nitrogen yang terdapat pada serasah daun dibutuhkan mikroorganisme untuk perkembangan. Menurut Sriharti (2008) kadar nitrogen dibutuhkan mikroorganisme untuk memelihara dan pembentukan sel tubuh.

(30)

Semakin banyak kandungan nitrogen, maka akan semakin cepat bahan organik terurai, karena mikroorganisme yang menguraikan bahan kompos memerlukan nitrogen untuk perkembangannya.

Unsur Hara Fosfor (P)

Fosfor sangat penting dan dibutuhkan oleh makhluk hidup dan merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat yang berperan dalam reaksi-reaksi dan metabolisme makhluk hidup. Fosfor juga berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap, fotosintesis respirasi dan berbagai proses metabolisme lainnya pada tumbuhan (Lakitan, 1996).

Gambar 9. Kandungan Unsur Hara Fosfor Avicennia alba pada Berbagai Tingkat Salinitas.

(31)

dari aliran air pada batu-batuan yang terbawa sebagai sedimen ke dasar laut, sedangkan apabila terjadi peningkatan kadar unsur hara di perairan yang terjadi pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt pada pengamatan hari ke-60, 90 dan pada tingkat salinitas 11 - 20 ppt pada pengamatan hari ke-60, di duga disebabkan oleh adanya pelepasan unsur hara P lebih besar ke perairan dari pada pelepasan fosfor ke lingkungan dan juga disebabkan karena kada fosfat yang tinggi berasal dari penguraian senyawa-senyawa organik (hewan dan tumbuhan) disertai dengan pertumbuhan lumut yang berada di perairan.

Hal tersebut juga didukung oleh Effendi (2003) yang menyatakan bahwa keberadaan fosfor yang berlebihan dapat diakibatkan oleh pertumbuhan alga diperairan. Berdasarkan hasil uji Independet sample t test pada selang kepercayaan 95% diperoleh nilai Signifikansi diatas 0,05 (Lampiran 6) menunujukkan bahwa unsur hara nitrogen (N) dan fosfor (P) pada berbagai tingkat salinitas tidak berbeda secara nyata.

Rasio C/N

Berdasarkan hasil analisis rasio karbon-nitrogen yang diperoleh pada serasah A. alba selama 90 hari pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata rasio C/N berbeda pada tingkat salinitas.

Gambar 10. Rasio C/N pada Serasah Avicennia alba

(32)

Berdasarkan Gambar 10 menunjukkan rasio C/N tertinggi pada tingkat salinitas 21 - 30 ppt yaitu pada pengamatan hari ke-90 sebesar 10,53. Hal tersebut menunjukkan hanya sedikit organisme yang dapat ditemukan dan ikut berperan dalam mempercepat proses dekomposisi. Sedangkan nilai rasio C/N terendah terdapat tingkat salinitas 11 – 20 ppt yaitu pada pengamatan hari ke-15 sebesar 8,09, semakin rendah rasio C/N maka semakin cepat laju dekomposisi. Hal ini didukung oleh Dix dan webster (1995) dalam Yunasfi (2006) yang menyatakan bahwa organisme seperti cacing laut (Lumbricus terrestris) yang berperan dalam proses dekomposisi lebih menyukai daun-daun dengan tingkat polifenol kecil dan nisbah C/N kecil, karena pada daun dengan kandungan C/N yang kecil memiliki tekstur yang lebih halus.

(33)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai dekomposisi serasah A. alba yang tertinggi diperoleh pada salinitas 11 - 20 ppt sebesar 0,39 lebih cepat dibandingkan dengan laju dekomposisi pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt sebesar 0,37 dan 21 - 30 ppt sebesar 0,33. 2. Nilai kandungan unsur hara (C,N,P) menunjukkan perbedaan pada tingkat

salinitas disebabkan oleh pengaruh organisme yang berada pada lokasi penelitian. Kandungan unsur hara karbon tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt sebesar 18,12 % dan terendah terdapat pada salinitas 0 – 10 ppt sebesar 15, 43 %. Kandungan unsur hara nitrogen tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt sebesar 2,15 % dan terendah pada salinitas 0 -10 ppt sebesar 1,83 %. Kandungan unsur hara fosfor tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 11 – 20 ppt sebesar 0,19 % dan terendah terdapat pada salinitas 21 – 30 ppt sebesar 0,15 %. Namun secara statistik kandungan unsur hara N dan P tidak berbeda pada berbagai salinitas.

Saran

(34)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang memiliki beberapa sifat kekhususan diantaranya karena letak hutan mangrove yang sangat spesifik. Peranan ekologisnya yang khas, potensi yang bernilai ekonomis tinggi. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang dapat dipulihkan pendayagunaannya sehingga memerlukan penanganan yang tepat terutama untuk mencegah musnahnya sumber daya alam dan untuk menjamin kelestarian masa kini dan masa yang akan datang. Hutan mangrove dan hutan pantai merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai fungsi ekologis dan sosial ekonomi. Secara ekonomis, hutan mangrove dan hutan pantai merupakan sumber hutan bukan kayu bagi masyarakat setempat, disamping manfaat jasa lingkungan dan secara fisik berperan melindungi lahan pantai karena mampu memecahkan energi kinetik gelombang air laut (Alwidakdo dkk., 2014).

Walaupun ekosistem hutan mangrove tergolong sumber daya yang dapat pulih, namun bila pengalihan fungsi atau konversi dilakukan secara besar-besaran dan terus menerus tanpa mempertimbangkan kelestariannya, maka kemampuan ekosistem tersebut untuk memulihkan dirinya tidak hanya terhambat tetapi juga tidak berlangsung, karena beratnya tekanan akibat perubahan tersebut. Kerusakan hutan mangrove berdampak besar baik secara ekologi, ekonomi, maupun sosial (Ghufran, 2012).

(35)

hal adaptasi morfologi dan fisiologi terhadap habitat tumbuhannya dan genangan pasang surut air laut yang mempengaruhinya. Pengertian tersebut menunjukkan adanya makna : (1) prinsip botani yang menyangkut antara lain lifeform, taksonomi dan fisiologi tumbuhan; (2) prinsip habitat yang antara lain menyangkut struktur lingkungan (environmental setting); dan (3) prinsip laut yang antara lain menyangkut kondisi pasang-surut seperti kelas tingginya atau lamanya genangan air laut.

Taksonomi dan Morfologi Avicennia alba

Api-api hitam (Avicennia alba) mempunyai taksonomi tumbuhan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Lamiales Family : Avicenniace

Genus : Avicennia

Spesies : Avicennia alba

(36)

Daun A. alba memiliki permukaan halus, bagian atas hijau mengkilat, bawahnya pucat. Unit dan letak daun sederhana dan berlawanan. Bentuk daun lanset (seperti daun akasia) kadang elips. Ujungnya meruncing dan berukuran 16 x 5 cm. Bunga A. alba seperti trisula dengan gerombolan bunga (kuning) hampir sepanjang ruas tandan. Letak bunga di ujung / pada tangkai bunga. Formasi bulir (ada 10-30 bunga per tandan). Daun mahkota berjumlah 4 dan bewarna kuning cerah, panjangnya 3-4 mm. Kelopak bunga berjumlah 5 dan benang sari 4. Buah

A. alba berbentuk seperti kerucut/cabe/mente yaitu bewarna hijau muda kekuningan dan berukuran 4 x 2 cm (Noor dkk., 2006).

Fungsi dan Manfaat Mangrove

Fungsi hutan mangrove dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu : 1. Fungsi Biologis/Ekologis

(37)

2. Fungsi Sosial dan Ekonomi

Upaya pengelolaaan sumber daya hutan mangrove secara lestari hendaknya sudah memperhatikan inisiatif lokal masyarakat sekitar hutan. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya proteksi terhadap kemungkinan perusakan ekosistem hutan. Dampak negatif yang mungkin akan timbul dapat ditekan apabila masyarakat di sekitar hutan mangrove dilibatkan dan diberi akses untuk mengelola hutan dengan tetap memperhatikan kelestariannya. Hasil hutan mangrove baik hasil kayu dan non kayu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahan makanan, kerajinan, obat-obatan, pariwisata. Hal ini tentu saja akan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan hasi hutan dan jasa mangrove memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar hutan. Pembangunan lokasi ekowisata mangrove dan hutan pendidikan dapat pula menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar hutan mangrove.

3. Fungsi Fisik

(38)

Manfaat hutan mangrove telah diketahui memiliki manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang penting dalam memelihara siklus biologi di suatu perairan. Manfaatnya dapat dibedakan atas manfat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung dikategorikan sebagai manfaat yang secara langsung dapat dirasakan kegunaannya, dan nilainya dapat dikuantifikasikan dalam pemenuhan kebutuhan manusia akan suatu produksi atau jasa pelayanan. Sedangkan manfaat tidak langsung sering kali sulit dirasakan dan dikuantitatifkan, walaupun manfaat itu sesungguhnya mempunyai nilai strategis yang sangat menentukan dalam menunjang kehudupan manusia, seperti dalam kaitannya sebagai sumber plasmanutfah, ilmu pengetahuan, pendidikan, hidrologis, iklim, dan lain sebagainya (Kusmana dkk, 2003)

Zonasi Hutan Mangrove

Arief (2003) mengatakan bahwa hutan mangrove yang masih alami pada umumnya membentuk zonasi yaitu mulai dari arah laut ke daratan berturut-turut sebagai berikut :

1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia

(39)

2. Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia dan Sonneratia. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran tanaman tetap terendam selama air laut pasang.

3. Zona Bruguiera, terletak di belakang zona Rhizophora. Pada zona ini, tanah berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam pasang naik dua kali sebulan.

4. Zona Nypa, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini sebenarnya tidak harus ada, kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir (sungai) ke laut.

Dekomposisi

Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimia yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi dan hewan tanah lainnya) atau sering disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa anorganik sederhana (Sutedjo dkk., 1991).

(40)

berlimpah mungkin tidak berarti banyak dalam mendukung dekomposisi bila faktor lain seperti oksigen tersedia dalam kondisi terbatas (Sunarto, 2003).

Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong kehidupan berbagai organisme akuatik. Apabila serasah di hutan mangrove ini dapat diperkirakan dengan benar dan dipadukan dengan perhitungan biomassa lainnya, akan diperoleh informasi penting dalam produksi, dekomposisi, dan siklus nutrisi di ekosistem hutan mangrove. Analisis dari komposisi hara dalam produksi serasah dapat menunjukkan hara yang membatasi dan efisiensi dari nutrisi yang digunakan, sehingga siklus nutrisi dalam ekosistem hutan mangrove akan terpelihara (Rahajoe dkk., 2004).

Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Mangrove

Menurut Biologi Resources on Shantybio (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan mangrove adalah sebagai berikut :

Oksigen terlarut

(41)

Substrat

Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove. Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan berlumpur A. marina dan Bruguiera pada tanah lumpur berpasir. Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan, misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan menjadi lebih rapat. Konsentrasi kation Na > Mg > Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan Avicennia – Sonneratia – Rhizophora – Bruguiera. Mg > Ca > Na atau K yang ada adalah nipah. Ca > Mg , Na atau K yang ada adalah Melauleuca.

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi. Suhu rata-rata di daerah tropis cukup baik bagi pertumbuhan mangrove. Kusmana (2000) kisaran temperatur optimum pada pertumbuhan beberapa jenis tumbuhan mangrove, yaitu jenis Avicennia tumbuh baik pada suh 18 – 20 oC.

Salinitas

(42)

mencapai kondisi ekstrem sehingga mengancam kelangsungan hidupnya (Dahuri, 2003).

Unsur Hara

Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri atas hara anorganik dan organik. Anorganik : P, K, Ca, Mg, Na. Organik : fitoplankton, bakteri, alga. Sedangkan kandungan unsur hara yang terdapat di dalam daun-daun berbagai jenis mangrove terdiri atas karbon, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium. Kandungan unsur hara di dalam daun-daun berbagai jenis mangrove dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Unsur Hara di Dalam Daun-daun Berbagai Jenis Mangrove

(43)

. ati a

0 8

Sumber : Laboratorium Fahutan, IPM (1997) diacu oleh Arifin (2003)

Karbon (C)

Karbon dan oksigen yang terdapat di atmosfer berasal pelepasan CO2 dan H2O. Oksigen secara beransur terbentuk karena rata-rata produksi biomassa yang menghasilkan oksigen melampaui sedikit respirasi yang mengkonsumsi oksigen, maka CO2 berpran dalam pembentukan iklim. Karbondioksida berperan besardalam proses pelapukan secara kimia batuan dan mineral (Notohadiprawiro, 1998).

Nitrogen (N)

(44)

Fosfor (P)

Effendi (2003), bahwa unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang terlarut. Fosfor membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat larut dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga akuatik. Fosfor yang terdapat dalam air larut umumnya berasal dari dekomposisi organisme yang sudah mati.

(45)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan hutan tropis yang tumbuh di pantai dan muara-muara sungai. Pantai dengan ombak yang tenang, dan endapan lumpur, curah hujan banyak, iklim tropis sering menyertai suasana mangrove. Indonesia memiliki untuk mangrove terluas di dunia yakni mencakup 21% dari luas total dunia. Mangrove yang tersebar di Indonesia hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, sampai ke Papua, dengan luas sangat bervariasi bergantung pada kondisi fisik, komposisi substrat kondisi hidrologi, dan iklim yang terdapat di pulau-pulau tersebut (Spalding dkk., 2010).

Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II (2011) menyatakan bahwa luas dan penyebaran hutan mangrove di Sumatera Utara sebesar 185.354,75 hektar yang terdiri atas kawasan hutan dengan kondisi rusak berat sebesar 59,584,90 hektar, kawasan hutan dengan kondisi rusak sebesar 96,797,79 hektar, dan kawasan hutan dengan kondisi tidak rusak sebesar 28,972,07 hektar. Penyebaran hutan mangrove di Serdang Bedagai sebesar 12.995,25 hektar yang terdiri atas kawasan hutan dengan kondisi rusak berat sebesar 7.962,99 hektar, kawasan hutan dengan kondisi rusak sebesar 4.524,05 hektar, dan kawasan hutan dengan kondisi tidak rusak sebesar 508,22 hektar.

(46)

sehingga keberlangsungan populasi ikan, kerang, udang dan lainnya dapat tetap terjaga. Serasah mangrove yang terdekomposisi akan menghasilkan unsur hara yang terserap oleh tanaman dan digunakan oleh jasad renik di lantai hutan dan sebagian lagi akan terlarut dan terbawa air surut keperairan sekitarnya (Rismunandar, 2000).

Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong kehidupan berbagai organisme akuatik. Apabila serasah di hutan mangrove ini dapat diperkirakan dengan benar dan dipadukan dengan perhitungan biomassa lainnya, akan diperoleh informasi penting dalam produksi, dekomposisi, dan siklus nutrisi di ekosistem hutan mangrove. Analisis dari komposisi hara dalam produksi serasah dapat menunjukkan hara yang membatasi dan efisiensi dari nutrisi yang digunakan, sehingga siklus nutrisi dalam ekosistem hutan mangrove akan terpelihara (Mahmudi dkk., 2010).

(47)

Tujuan penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk:

1. Menghitung laju dekomposisi serasah daun A. alba pada berbagai tingkat salinitas.

2. Menghitung kandungan unsur hara karbon (C), nitrogen (N) dan fosfor (P) pada serasah daun A. alba yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.

Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Dapat digunakan sebagai acuan dalam rehabilitasi ekosistem hutan mangrove. 2. Dapat digunakan sebagai satu acuan untuk penentu lokasi yang sesuai untuk

budidaya ikan dan udang.

Hipotesis Penelitian

(48)

ABSTRACT

MEDIA OKTARI. “Decomposition of Avicennia alba litter the various levels of

Salinity in the Kampoeng Nipah Sei Nagalawan Village Sub-district of

Perbaungan”. Under Academic Supervision of KANSIH SRI HARTINI and YUNASFI.

Litter decomposition is physically and chemically alteration were modest by microorganims . The study aimed to knowing the decomposition of A. alba litter in various levels of salinity and knowing the nutrient contained of carbon (C) , nitrogen (N) and phosphorus (P) contained in the A. alba litter in the mangrove forest areas Kampoeng Nipah Sei Nagalawan Village Sub-district of Perbaungan in October 2015 - January, 2016 . The method used in this study here Olson method and then continued by statistical analysis (independent t-test). The result showed that the fastest litter decomposition was in 11 – 20 ppt salinity. The completely result of decomposition on each salinity were 2,63 on 0 – 10 ppt salinity. 2,50 on 11 – 20 ppt salinity, and 3,01 on 21 – 30 ppt salinity. The highest nutrient of carbon (C) contained in 20 - 30 ppt salinity is 18,12 % and the lowest in 0 - 10 ppt salinity is 15,43%. The highest nitrogen (N) contained in 21 - 30 ppt salinity is 2,15% and the lowest in 0 - 10 ppt salinity is 1,83%. Phosphorus (P) content is highest in 11 - 20 ppt salinity is 0,19% and the lowest in 21 - 30 ppt salinity is 0,15%. Acording on t test, nutrient of carbon (C) was the only nutrient significanly on various salinity.

(49)

ABSTRAK

MEDIA OKTARI. “Dekomposisi Serasah Avicennia alba pada berbagai Tingkat

Salinitas di Kampoeng Nipah Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan”. Dibimbing oleh KANSIH SRI HARTINI dan YUNASFI.

Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimia yang sederhana oleh mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dekomposisi serasah A. alba pada berbagai tingkat salinitas dan mengetahui kandungan unsur hara karbon (C), Nitrogen (N) dan fosfor (P) yang terdapat pada serasah A. alba di kawasan hutan mangrove Kampoeng Nipah desa sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan pada bulan Oktober 2015 – Januari 2016. Penelitian ini menggunakan metode Olson dan analisis statistik dengan uji

independent t test. Hasil penelitian menunujukkan dekomposisi serasah paling cepat terdapat pada salinitas 11 – 20 ppt. Dekomposisi serasah daun A. alba pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt, 11 - 20 ppt dan 21 - 30 ppt adalah 2,63, 2,50 dan 3,01. Kandungan unsur hara karbon (C) tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt sebesar 18,12 % dan terendah pada salinitas 0 – 10 ppt sebesar 15, 43 %. Kandungan nitrogen (N) tertinggi pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt sebesar 2,15 % dan terendah pada salinitas 0 - 10 ppt sebesar 1,83 %. Kandungan fosfor (P) tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 11 – 20 ppt sebesar 0,19 % dan terendah pada salinitas 21 – 30 ppt sebesar 0,15 %. Berdasarkan uji t test, hanya unsur hara karbon (C) yang berbeda pada berbagai tingkat salinitas.

Kata kunci: Avicennia alba, dekomposisi, salinitas, serasah.

(50)

DEKOMPOSISI SERASAH Avicennia alba PADA BERBAGAI

TINGKAT SALINITAS DI KAMPOENG NIPAH DESA SEI

NAGALAWAN, KECAMATAN PERBAUNGAN

SKRIPSI

Oleh: MEDIA OKTARI

121201105 Budidaya Hutan

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(51)

DEKOMPOSISI SERASAH Avicennia alba PADA BERBAGAI

TINGKAT SALINITAS DI KAMPOENG NIPAH DESA SEI

NAGALAWAN, KECAMATAN PERBAUNGAN

SKRIPSI

Oleh: MEDIA OKTARI

121201105 BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016

(52)

Judul Penelitian : Dekomposisi Serasah Avicennia alba pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampoeng Nipah Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan.

Nama : Media Oktari NIM : 121201105 Program Studi : Budidaya Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

(53)

ABSTRACT

MEDIA OKTARI. “Decomposition of Avicennia alba litter the various levels of

Salinity in the Kampoeng Nipah Sei Nagalawan Village Sub-district of

Perbaungan”. Under Academic Supervision of KANSIH SRI HARTINI and YUNASFI.

Litter decomposition is physically and chemically alteration were modest by microorganims . The study aimed to knowing the decomposition of A. alba litter in various levels of salinity and knowing the nutrient contained of carbon (C) , nitrogen (N) and phosphorus (P) contained in the A. alba litter in the mangrove forest areas Kampoeng Nipah Sei Nagalawan Village Sub-district of Perbaungan in October 2015 - January, 2016 . The method used in this study here Olson method and then continued by statistical analysis (independent t-test). The result showed that the fastest litter decomposition was in 11 – 20 ppt salinity. The completely result of decomposition on each salinity were 2,63 on 0 – 10 ppt salinity. 2,50 on 11 – 20 ppt salinity, and 3,01 on 21 – 30 ppt salinity. The highest nutrient of carbon (C) contained in 20 - 30 ppt salinity is 18,12 % and the lowest in 0 - 10 ppt salinity is 15,43%. The highest nitrogen (N) contained in 21 - 30 ppt salinity is 2,15% and the lowest in 0 - 10 ppt salinity is 1,83%. Phosphorus (P) content is highest in 11 - 20 ppt salinity is 0,19% and the lowest in 21 - 30 ppt salinity is 0,15%. Acording on t test, nutrient of carbon (C) was the only nutrient significanly on various salinity.

(54)

ABSTRAK

MEDIA OKTARI. “Dekomposisi Serasah Avicennia alba pada berbagai Tingkat

Salinitas di Kampoeng Nipah Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan”. Dibimbing oleh KANSIH SRI HARTINI dan YUNASFI.

Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimia yang sederhana oleh mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dekomposisi serasah A. alba pada berbagai tingkat salinitas dan mengetahui kandungan unsur hara karbon (C), Nitrogen (N) dan fosfor (P) yang terdapat pada serasah A. alba di kawasan hutan mangrove Kampoeng Nipah desa sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan pada bulan Oktober 2015 – Januari 2016. Penelitian ini menggunakan metode Olson dan analisis statistik dengan uji

independent t test. Hasil penelitian menunujukkan dekomposisi serasah paling cepat terdapat pada salinitas 11 – 20 ppt. Dekomposisi serasah daun A. alba pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt, 11 - 20 ppt dan 21 - 30 ppt adalah 2,63, 2,50 dan 3,01. Kandungan unsur hara karbon (C) tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt sebesar 18,12 % dan terendah pada salinitas 0 – 10 ppt sebesar 15, 43 %. Kandungan nitrogen (N) tertinggi pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt sebesar 2,15 % dan terendah pada salinitas 0 - 10 ppt sebesar 1,83 %. Kandungan fosfor (P) tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 11 – 20 ppt sebesar 0,19 % dan terendah pada salinitas 21 – 30 ppt sebesar 0,15 %. Berdasarkan uji t test, hanya unsur hara karbon (C) yang berbeda pada berbagai tingkat salinitas.

Kata kunci: Avicennia alba, dekomposisi, salinitas, serasah.

(55)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samadua pada tanggal 25 Oktober 1994 dari ayah Alnizar, S.Pd dan ibu Marisdaleni. Penulis merupakan anak ke- dua dari enam bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SD Negeri 3 Samadua. Tahun 2009 penulis lulus dari MTsN Samadua. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tapaktuan, pada tahun yang sama masuk ke Program studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian Masuk Bersama Perguruan Tinggi. Penulis memilih program studi Kehutanan.

(56)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Dekomposisi Serasah Avicennia alba pada Berbagai

Tingkat Salinitas di Kampoeng Nipah Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan ”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Alnizar, S.Pd dan Ibunda Marisdaleni yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, doa dan harapan kepada penulis, serta membesarkan dan mendidik penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan program sarjana ini. Serta Kakak Novia Destriani, ST dan Adik tercinta Vella Selvi, Rizka Rahmadana, M. Rizal dan Raudhatul Rayyan yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi. 2. Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP dan Dr. Ir. Yunasfi , M.Si selaku Ketua

dan Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan serta kesabaran dalam proses penyusunan skripsi.

Medan, Oktober 2016

(57)

DAFTAR ISI Pengertian Hutan Mangrove ... 4

Taksonomi dan Marfologi Avicennia alba ... 5

(58)

Pengumpulan Sampel Serasah A. alba ... 17

Penempatan Sampel Serasah A. alba ... 17

Pengambilan Sampel Serasah A. alba ... 18

Analisis Serasah A. alba ... 18

Analisis Data ... 19

Perhitungan Laju Dekomposisi Serasah Daun A. alba ... 19

Analisis Unsur Hara Karbon , Nitrogen dan Fosfor ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Dekomposisi ... 22

Kandungan Unsur Hara Karbon , Nitrogen , Fosfor ... 27

Unsur Hara Karbon (C) ... 28

Unsur Hara Nitrogen (N) ... 29

Unsur Hara Fosfor (P) ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(59)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Lokasi Penelitian ... 15 2. Bentuk dan Ukuran Kantong Serasah ... 16 3. Penempatan Kantong Serasah di Lapangan ... 18 4. Sisa Serasah Avicennia alba Rata-rata yang Mengalami Proses

Dekomposisi 15 Sampai 90 Hari di Lingkungan dengan Berbagai

Tingkat Salinitas ... 21 5. Bentuk erasah Avicennia alba yang Mengalami Proses

Dekomposisi Selama 15 hari Sampai 90 Hari pada Tingkat

Salinitas 0 – 10 ppt ... 23 6. Organisme yang Ditemukan di dalam Kantong Serasah

Avicennia alba ... 26 7. Kandungan Unsur Hara Karbon Avicennia alba pada Berbagai

Tingkat Salinitas ... 28 8. Kandungan Unsur Hara Nitrogen Avicennia alba pada Berbagai

Tingkat Salinitas ... 30 9. Kandungan Unsur Hara Fosfor Avicennia alba pada Berbagai

Tingkat Salinitas ... 32 10. Rasio C/N pada Serasah Avicennia alba ... 33

(60)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kandungan Unsur Hara di dalam Daun-daun Berbagai Jenis

Mangrove ... 12 2. Dekomposisi Serasah Terdapat di Lingkungan dengan Berbagai

Tingkat Salinitas ... 23 3. Jumlah Keseluruhan Makrobentos pada Serasah Avicennia alba

(61)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Bobot Kering (g) sisa Serasah Avicennia alba tiap Ulangan pada

Berbagai Tingkat Salinitas ... 39

2. Perhitungan Laju Dekomposisi ... 40

3. Uji independent t test Dekomposisi Serasah terdapat di Lingkungan dengan Berbagai Tingkat Salinitas ... 41

4. Hasil Analisis Serasah Avicennia alba ... 42

5. Jumlah Organisme yang Terdapat pada Serasah Avicennia alba ... 43

Gambar

Gambar 1. Lokasi Penelitian
Gambar 2. Bentuk dan Ukuran Kantong Serasah
Gambar 4. Data sisa serasah  A. alba yang telah mengalami proses dekomposisi
Tabel 2. Dekomposisi Serasah Terdapat di Lingkungan dengan Berbagai Tingkat  Salinitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan paket pekerjaan pada Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Deputi IGT Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2016 , dengan ini kami

Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara pengetahuan, sikap dan iklim keselamatan kerja (komitmen manajemen) dengan perilaku keselamatan kerja (pemakaian

Pelaksanaan pendekatan kontekstual pada pembelajaran menulis kreatif puisi meliputi guru membuka pelajaran, memberi salam dan mengecek kehadiran siswa, guru mengajak siswa

tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan

Pembelajaran Project Based Learning akan dapat meningkatkan keterampilan psikomotorik serta hasil belajar siswa pada mata diklat produktif jurusan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan fisik dan perilaku dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas

Pola proses menalar deduktif diawali den- gan pemaparan peryataan umum menuju pada fenomena yang bersifat khusus. Pros- es menalar dengan menggunakan penalaran deduktif hanya ada

Berdasarkan persoalan-persoalan tersebut maka timbul permasalahan yang perlu di kaji yang berhubungan dengan potensi dan tantangan guru Bahasa Inggris dan penguasaan teknologi