• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dekomposisi

Serasah Avicennia alba mengalami dekomposisi mulai dari hari ke-15 sampai hari ke-90 yang ditandai dengan penurunan bobot kering. Penurunan bobot kering serasah A. alba pada berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada Gambar 4. Data sisa serasah A. alba yang telah mengalami proses dekomposisi 15 sampai 90 hari dengan berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 4. Sisa Serasah A. alba Rata-rata yang Telah Mengalami Proses Dekomposisi 15 Sampai 90 Hari di Lingkungan dengan Berbagai Tingkat Salinitas.

Berdasarkan data pada Gambar 4 dapat diketahui bahwa serasah A. alba

mengalami penurunan bobot kering setiap 15 hari pada lingkungan dengan tingkat salinitas yang berbeda. Pengamatan terakhir pada hari ke-90 diketahui sisa serasah A. alba pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt sebesar 10,74 g, salinitas 11 - 20 ppt sebesar 9,93 g dan salinitas 21 - 30 ppt sebesar 13,02 g bobot kering.

Faktor lingkungan diduga berpengaruh terhadap dekomposisi A. alba

terdapat beberapa kantong serasah yang tumbuh lumut pada permukaan dan dapat menghambat aktivitas pendekomposisi serasah. Menurut (Gultom, 2009) kantong

0 10 20 30 40 50 60 0 15 30 45 60 75 90 S is a S er as ah Dau n ( g) Tingkat Salinitas 0-10 ppt 11-20 ppt 21-30 ppt

serasah yang berisi daun mulai berlumut artinya terjadi proses humifikasi. Proses tersebut dipengaruhi oleh keadaan iklim yang berubah-ubah. Proses humifikasi tergantung pada kondisi tanah, aktivitas mikroorganisme, serta aktivitas manusia.

Serasah A. alba yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt, 11 - 20 ppt dan 21 - 30 ppt dengan nilai k sebesar 0,37; 0,39; dan 0,33/tahun. Dekomposisi serasah A. alba terdapat di lingkungan dapat dilihat pada Tabel 2. Adapun perhitungan dekomposisi pada ketiga tingkat salinitas dan lama masa dekomposisi dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 2. Dekomposisi Serasah Terdapat di Lingkungan dengan Berbagai Tingkat Salinitas

No. Tingkat Salinitas k (tahunˉ¹) Lama masa serasah terdapat (tahun) 1. 0 - 10 ppt 0,37 2,63

2. 11 - 20 ppt 0,39 2,50 3. 21 - 30 ppt 0,33 3,01

Berdasarkan hasil uji Independent Sample t test pada selang kepercayaan 95% diperoleh nilai Signifikansi dibawah 0,05 yaitu 0,00 (Lampiran 3) menunjukkan bahwa lama serasah terdapat (tahun) berbeda nyata pada berbagai tingkat salinitas. Berdasarkan hasil analisis nilai k terbesar pada tingkat salinitas 11 – 20 ppt. Hal ini disebabkan pada tingkat salinitas 11 - 20 ppt lebih banyak terdapat organisme dari pada salinitas lainnya. Dari ketiga tingkat salinitas yang paling cepat proses dekomposisinya yaitu pada salinitas 11 - 20 ppt karena banyak terdapat organisme laut seperti (a) cacing laut (Lumbricus terrestris), (b) kepiting (Uca pagnax), (c) siput laut (Littoraria melanostoma) kerang alang (Gelonia sp) dan bakteri. Wijiyono (2009) menyatakan, proses dekomposisi tercepat terjadi pada tingkat salinitas 11 - 20 ppt yang merupakan lingkungan optimal bagi bakteri sehingga mengakibatkan keanekaragaman bakteri dengan jenis dan jumlah

populasi paling banyak dibandingkan dengan tingkat salinitas 0 - 10 ppt dan 21 - 30 ppt.

Sisa serasah dari pengamatan hari ke-15 sampai hari ke-90 yang telah terdekomposisi mengalami penurunan bobot kering. Penurunan bobot kering dapat dilihat dari perubahan bentuk yang menunjukkan cercahan partikel yang lebih kecil menuju hari ke-90. Bentuk serasah A. alba yang mengalami dekomposisi pada tingkat salinitas 11 - 20 ppt dapat dilihat Gambar 5.

Gambar 5. Bentuk Serasah A. alba yang Mengalami Proses Dekomposisi Selama 15 Hari sampai 90 Hari pada Tingkat Salinitas 0 - 10 ppt. Pengamatan hari ke-15 (a), hari ke-30 (b), hari ke-45 (c), hari ke-60 (d), hari ke-75 (e), hari ke-90 (f).

a b

d c

Organisme yang terdapat pada kantong serasah yang diperkiran ikut berperan dalam proses dekomposisi A. alba. Jenis organisme yang ditemukan dapat dilihat pada Gambar 6. Jenis organisme yang ditemui dan ikut berperan dalam proses dekomposisi A. alba adalah kepiting (Uca pugnax) yang habitatnya tinggal dalam liang di daerah pasang surut, cacing laut (Lumbricus terrestris) yang habitatnya hidup pada tanah lembab dengan membuat liang dalam tanah. Hewan ini biasanya hidup di tempat-tempat yang teduh dan terlindung dari sinar matahari secara langsung, siput laut (Littoraria melanostoma)umumnya memiliki ukuran yang sangat kecil dan sering ditemukan menempel pada batang mangrove dan kerang alang (Gelonia sp).

Organisme tersebut berperan pada awal pendekomposisian yaitu dengan mencacah dan merobek-robek serasah daun yang kemudian dikeluarkan kembali menjadi kotoran dan diteruskan oleh bakteri dan fungi. Hal ini didukung oleh Dix dan Webster (1995) diacu oleh Yunasfi (2006) bahwa kecepatan dekomposisi serasah dipengaruhi oleh kecepatan serasah tersebut terpecah-pecah (fragmented). Pemecahan ini sebagian besar dilakukan oleh banyak hewan tanah seperti siput, cacing, larva serangga dan lain-lain. Adanya organisme tersebut menunjukkan bahwa kadar C-organik serasah dan biomassa serasah, secara tidak langsung dapat memberikan peran dalam kehadiran dan aktivitas organisme dalam ekosistem mangrove. Hal ini didukung oleh Notohadiprawiro (1998) yang menyatakan bahwa laju dekomposisi bahan organik ditentukan oleh faktor bahan organik dan lingkungan yang mempengaruhi berbagai aktivitas organisme, organisme tersebut membantu pada proses awal perombakan bahan organik dalam tanah.

Kehidupan makrobentos membutuhkan habitat berlumpur yang telah dihambat oleh perakaran pohon. Selain itu, makrobentos harus mampu hidup dengan membenamkan diri dalam lumpur di bawah pohon (Gultom, 2009). Hal ini sesuai dengan lokasi penelitian untuk tiap salinitas, dimana semua salinitas memiliki substrat yang berlumpur sehingga terdapat keanekaragaman makrobentos yang mempengaruhi proses dekomposisi.

Dekomposisi serasah daun A. alba dipengaruhi oleh makroorganisme dan mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik. Biota mangrove sendiri membutuhkan serasah daun sebagai pakan dimana makroorganisme dan mikroorganisme membutuhkan karbohidrat dan protein. Menurut (Prabudi, 2013) makrobentos merupakan makroorganisme yang berfungsi sebagai pendekomposer awal. Makrobentos dapat menguraikan bahan organik menjadi karbohidrat dan protein. Serasah daun dapat bermanfaat sebagai bahan makanan dari cacing, kepiting dan siput sehingga jumlah dari makrobentos sangat mempengaruhi dari proses laju dekomposisi serasah daun.

Gambar 6. Organisme yang Ditemukan di dalam Kantong Serasah A. alba (a) cacing laut (Lumbricus terrestris), (b) kepiting (Uca pugnax) (c) siput laut (Littoraria melanostoma), (d) kerang alang

a b

Makrobentos termasuk salah satu dekomposer awal yang mengurai sisa-sisa daun berperan dalam dekomposisi bahan organik menjadi sisa-sisa-sisa-sisa atau partikel yang lebih kecil dan dikeluarkan kembali sebagai kotoran. Gambar 6 menunjukkan beberapa jenis makrobentos yang terdapat pada kantong serasah

A. alba yang mengalami dekomposisi setiap 15 hari sekali pada berbagai tingkat salinitas. Jumlah makrobentos yang ditemui pada berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada Tabel 3 (Lampiran 5).

Tabel 3. Jumlah Keseluruhan Makrobentos pada Serasah A. alba pada Berbagai Tingkat Salinitas.

Tingkat slinitas Makrobentos Jumlah

0 - 10 ppt Cacing, kepiting, siput dan kerang alang 29 11 - 20 ppt Cacing, kepiting, siput dan kerang alang 34 21 - 30 ppt Cacing, kepiting, siput dan kerang alang 15

Perbedaan jumlah makrobentos yang ditemukan diduga karena beberapa faktor yang tidak mendukung keberadaan makrobentos tersebut seperti perbedaan tingkat salinitas, semakin tinggi tingkat salinitas maka semakin sedikit jumlah organisme yang dapat ditemukan karena tingginya tingkat salinitas bukan merupakan kondisi yang optimal bagi organisme untuk mampu bertahan hidup dan berkembang. Perbedaan jumlah organisme pada masing-masing salinitas menurut Pratama (2014) disebabkan oleh 2 Parameter yaitu Parameter Fisika antara lain suhu, kecepatan arus, instensitas cahaya, pasang surut dan gelombang. Berdasarkan Parameter Kimia disebabkan oleh pH, salinitas dan oksigen terlarut.

Kandungan Unsur Hara Karbon (C), Nitrogen (N), Fosfor (P)

Berdasarkan hasil penelitian Arifin (2003), unsur hara yang dikandung oleh daun-daun mangrove adalah karbon, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium.

Unsur Hara Karbon (C)

Unsur hara karbon pada serasah A. alba yang telah mengalami lama masa dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas dan waktu pengambilan serasah dapat dilihat pada Gambar 7 (Lampiran 4).

Gambar 7. Kandungan Unsur Hara Karbon Avicennia alba pada Berbagai Tingkat Salinitas

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa nilai persen (%) unsur hara karbon pada serasah A. alba menunjukkan perbedaan sesuai dengan lamanya pengamatan serasah di lingkungan. Kandungan unsur hara karbon pada setiap 15 hari, 60 hari dan 90 hari pada berbagai tingkat salinitas mengalami peningkatan dan penurunan. Penurunan persentase karbon disebabkan karena digunakannya sumber karbon dari serasah A. alba untuk diubah dalam bentuk biomassa oleh organisme karena tingginya kadar karbondioksida yang terkandung dalam serasah A. alba pada saat daun A. alba masih aktif melakukan proses fotosintesis. Hal ini didukung oleh Effendi (2003) yang menyatakan bahwa kadar karbondioksida di perairan dapat mengalami peningkatan akibat proses fotosintesis dan evaporasi yang terjadi. Organisme lebih menyukai kandungan karbon yang rendah, karena kandungan karbon yang rendah memiliki tekstur yang

15,43 17,16 15,58 17,27 17,43 18,12 15,86 17,91 15,64 14 14,5 15 15,5 16 16,5 17 17,5 18 18,5 0 - 10 ppt 11 - 20 ppt 21 - 30 ppt K ar b on % Tingkat Salinitas 15 hari 60 hari 90 hari

halus. Sumber utama karbon makhluk hidup berada dalam udara yaitu dalam bentuk karbondioksida dengan jumlah sekitar 0,03 % (Muslimin, 1996).

Berdasarkan hasil uji Independent t test menunjukkan pada tingkat salinitas 11 - 20 – 21 - 30 ppt diperoleh nilai signifikasi dibawah 0,05 yaitu 0,00 (Lampiran 6). Hal ini berarti tingkat salinitas 11 - 20 dan 21 - 30 ppt beda nyata terhadap unsur hara karbon.

Unsur Hara Nitrogen (N)

Menurut Hanafiah (2005), Unsur N didalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organik sisa-sisa tanaman maupun binatang, pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat) dan air hujan. Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan terhadap tanaman tergantung pada laju proses dekomposisi.

Menurut Dewi (2009), Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah terlarut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan mikroorganisme adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen. Distribusi horizontal kadar nitrat semakin tinggi menuju ke arah pantai dan kadar tertinggi biasanya ditemukan di perairan muara.

Gambar 8. Kandungan Unsur Hara Nitrogen Avicennia alba pada Berbagai Tingkat Salinitas

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa nilai persen (%) unsur hara nitrogen pada serasah A. alba menunjukkan perbedaan sesuai lamanya pengamatan serasah di lingkungan. Dari pengamatan hari ke-15 sampai ke-90 pada setiap tingkat salinitas 11 – 20 ppt mengalami penurunan dan terjadi peningkatan pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt pada hari ke-90, hal ini dikarenakan pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt organisme yang memanfaatkan nitrogen sedikit dijumpai, hal ini disebabkan salinitas yang tinggi. Hal ini didukung oleh Effendi (2003) yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya waktu, kadar nitrogen organik berkurang karena di konversi menjadi amonia. Beberapa jenis organisme memanfaatkan nitrogen pada daun dan mengeluarkan tinja (kotoran) dari organisme tersebut.

Kadar nitrogen yang terdapat pada serasah A. alba pada berbagai tingkat salinitas mengalami kenaikan dan penurunan. Naik dan turunnya kadar nitrogen pada serasah A. alba berpengaruh terhadap aktifitas mikroorganisme atau dekomposer. Kadar nitrogen yang terdapat pada serasah daun dibutuhkan mikroorganisme untuk perkembangan. Menurut Sriharti (2008) kadar nitrogen dibutuhkan mikroorganisme untuk memelihara dan pembentukan sel tubuh.

2,1 2,12 2,07 1,93 2,1 1,72 1,83 2,1 2,15 0 0,5 1 1,5 2 2,5 0 - 10 ppt 11 - 20 ppt 21 - 30 ppt Nit roge n ( % ) Tingkat Salinitas 15 hari 60 hari 90 hari

Semakin banyak kandungan nitrogen, maka akan semakin cepat bahan organik terurai, karena mikroorganisme yang menguraikan bahan kompos memerlukan nitrogen untuk perkembangannya.

Unsur Hara Fosfor (P)

Fosfor sangat penting dan dibutuhkan oleh makhluk hidup dan merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat yang berperan dalam reaksi-reaksi dan metabolisme makhluk hidup. Fosfor juga berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap, fotosintesis respirasi dan berbagai proses metabolisme lainnya pada tumbuhan (Lakitan, 1996).

Gambar 9. Kandungan Unsur Hara Fosfor Avicennia alba pada Berbagai Tingkat Salinitas.

Berdasarkan pada Gambar 9 diketahui nilai persen (%) unsur hara fosfor pada serasah A. alba menunjukkan perbedaan sesuai lamanya pengamatan serasah di lingkungan. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil, dengan kadar yang sedikit dari pada kadar nitrogen di perairan dimana unsur hara fosfor pada A. alba dibutuhkan oleh tanaman untuk proses metabolisme sehingga menyebabkan kadar unsur hara mengalami penurunan. Kadar unsur hara fosfor mengalami penurunan pada tingkat salinitas 21 - 30 pada pengamatan hari ke-60 dan 90. Menurut Muslimin (1996) sumber unsur hara fosfor di perairan berasal

0,15 0,17 0,17 0,16 0,19 0,15 0,17 0,17 0,15 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 0,18 0,2 0 - 10 ppt 11 - 20 ppt 21 - 30 ppt F os for ( % ) Tingkat Salinitas 15 hari 60 hari 90 hari

dari aliran air pada batu-batuan yang terbawa sebagai sedimen ke dasar laut, sedangkan apabila terjadi peningkatan kadar unsur hara di perairan yang terjadi pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt pada pengamatan hari ke-60, 90 dan pada tingkat salinitas 11 - 20 ppt pada pengamatan hari ke-60, di duga disebabkan oleh adanya pelepasan unsur hara P lebih besar ke perairan dari pada pelepasan fosfor ke lingkungan dan juga disebabkan karena kada fosfat yang tinggi berasal dari penguraian senyawa-senyawa organik (hewan dan tumbuhan) disertai dengan pertumbuhan lumut yang berada di perairan.

Hal tersebut juga didukung oleh Effendi (2003) yang menyatakan bahwa keberadaan fosfor yang berlebihan dapat diakibatkan oleh pertumbuhan alga diperairan. Berdasarkan hasil uji Independet sample t test pada selang kepercayaan 95% diperoleh nilai Signifikansi diatas 0,05 (Lampiran 6) menunujukkan bahwa unsur hara nitrogen (N) dan fosfor (P) pada berbagai tingkat salinitas tidak berbeda secara nyata.

Rasio C/N

Berdasarkan hasil analisis rasio karbon-nitrogen yang diperoleh pada serasah A. alba selama 90 hari pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata rasio C/N berbeda pada tingkat salinitas.

Gambar 10. Rasio C/N pada Serasah Avicennia alba

8,5 8,09 7,52 8,94 8,3 10,53 8,66 8,52 7,27 0 2 4 6 8 10 12 0 - 10 ppt 11 - 20 ppt 21 - 30 ppt Ras io C/N (% ) Tingkat Salinitas 15 hari 60 hari 90 hari

Berdasarkan Gambar 10 menunjukkan rasio C/N tertinggi pada tingkat salinitas 21 - 30 ppt yaitu pada pengamatan hari ke-90 sebesar 10,53. Hal tersebut menunjukkan hanya sedikit organisme yang dapat ditemukan dan ikut berperan dalam mempercepat proses dekomposisi. Sedangkan nilai rasio C/N terendah terdapat tingkat salinitas 11 – 20 ppt yaitu pada pengamatan hari ke-15 sebesar 8,09, semakin rendah rasio C/N maka semakin cepat laju dekomposisi. Hal ini didukung oleh Dix dan webster (1995) dalam Yunasfi (2006) yang menyatakan bahwa organisme seperti cacing laut (Lumbricus terrestris) yang berperan dalam proses dekomposisi lebih menyukai daun-daun dengan tingkat polifenol kecil dan nisbah C/N kecil, karena pada daun dengan kandungan C/N yang kecil memiliki tekstur yang lebih halus.

Menurut Permalee dkk (1990), cacing tanah juga berperan dalam menurunkan rasio C/N bahan organik, dan mengubah nitrogen tidak tersedia menjadi nitrogen tersedia setelah dikeluarkan berupa kotoran. Terdapat interaksi antara pemberian bahan organik dan cacing tanah terhadap status hara tanah terutama N dan K, dan pemberian inokulum cacing tanah juga berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan P tersedia pada tanah Ultisols (Anwar, 2007).

Dokumen terkait