• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang memiliki beberapa sifat kekhususan diantaranya karena letak hutan mangrove yang sangat spesifik. Peranan ekologisnya yang khas, potensi yang bernilai ekonomis tinggi. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang dapat dipulihkan pendayagunaannya sehingga memerlukan penanganan yang tepat terutama untuk mencegah musnahnya sumber daya alam dan untuk menjamin kelestarian masa kini dan masa yang akan datang. Hutan mangrove dan hutan pantai merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai fungsi ekologis dan sosial ekonomi. Secara ekonomis, hutan mangrove dan hutan pantai merupakan sumber hutan bukan kayu bagi masyarakat setempat, disamping manfaat jasa lingkungan dan secara fisik berperan melindungi lahan pantai karena mampu memecahkan energi kinetik gelombang air laut (Alwidakdo dkk., 2014).

Walaupun ekosistem hutan mangrove tergolong sumber daya yang dapat pulih, namun bila pengalihan fungsi atau konversi dilakukan secara besar-besaran dan terus menerus tanpa mempertimbangkan kelestariannya, maka kemampuan ekosistem tersebut untuk memulihkan dirinya tidak hanya terhambat tetapi juga tidak berlangsung, karena beratnya tekanan akibat perubahan tersebut. Kerusakan hutan mangrove berdampak besar baik secara ekologi, ekonomi, maupun sosial (Ghufran, 2012).

Sedangkan Saputro (2009) mengatakan bahwa, mangrove adalah sekolompok tumbuhan, terutama golongan halopit yang terdiri atas bermacam jenis, dari suku tumbuhan yang berbeda-beda tetapi mempunyai persamaan dalam

hal adaptasi morfologi dan fisiologi terhadap habitat tumbuhannya dan genangan pasang surut air laut yang mempengaruhinya. Pengertian tersebut menunjukkan adanya makna : (1) prinsip botani yang menyangkut antara lain lifeform, taksonomi dan fisiologi tumbuhan; (2) prinsip habitat yang antara lain menyangkut struktur lingkungan (environmental setting); dan (3) prinsip laut yang antara lain menyangkut kondisi pasang-surut seperti kelas tingginya atau lamanya genangan air laut.

Taksonomi dan Morfologi Avicennia alba

Api-api hitam (Avicennia alba) mempunyai taksonomi tumbuhan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Lamiales Family : Avicenniace Genus : Avicennia

Spesies : Avicennia alba

A. alba merupakan belukar atau pohon yang tumbuh menyebar dengan ketinggian mencapai 20 m. Kumpulan pohon membentuk sistem perakaran horizontol dan akar pasak yang rumit. Akar pasak biasanya tipis, berbentuk jari (atau seperti asparagus) yang ditutupi oleh lentisel. Kulit kayu luar bewarna keabu-abuan atau gelap kecoklatan, beberapa ditumbuhi tonjolan kecil, sementara yang lain kadang-kadang memiliki permukaan yang halus. Pada bagian batang yang tua, kadang-kadang ditemukan serbuk yang tipis (Noor dkk., 2006).

Daun A. alba memiliki permukaan halus, bagian atas hijau mengkilat, bawahnya pucat. Unit dan letak daun sederhana dan berlawanan. Bentuk daun lanset (seperti daun akasia) kadang elips. Ujungnya meruncing dan berukuran 16 x 5 cm. Bunga A. alba seperti trisula dengan gerombolan bunga (kuning) hampir sepanjang ruas tandan. Letak bunga di ujung / pada tangkai bunga. Formasi bulir (ada 10-30 bunga per tandan). Daun mahkota berjumlah 4 dan bewarna kuning cerah, panjangnya 3-4 mm. Kelopak bunga berjumlah 5 dan benang sari 4. Buah

A. alba berbentuk seperti kerucut/cabe/mente yaitu bewarna hijau muda kekuningan dan berukuran 4 x 2 cm (Noor dkk., 2006).

Fungsi dan Manfaat Mangrove

Fungsi hutan mangrove dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu : 1. Fungsi Biologis/Ekologis

Hutan mangrove memiliki nilai penting sebagai kunci utama penyediaan makanan bagi organisme yang tinggal di sekitar mangrove, seperti udang, kepiting, ikan, burung, dan mamalia. Mangrove merupakan daerah mencari makanan (feeding ground) bagi organisme-organisme yang ada di dalamnya. Karena kerapatan mangrove yang memungkinkan untuk melindungi kehidupan organisme di dalamnya, maka hutan mangrove juga dijadikan sebagai tempat berkumpul dan tempat persembunyian (nursery ground atau daerah asuhan), terutama bagi anak udang, anak ikan, dan biota laut lainnya. Selain itu, dengan bentuknya yang unik, hutan mangrove juga menyediakan tempat yang sangat baik dan ideal bagi proses pemijahan (spawning ground) biota laut yang ada di dalamnya.

2. Fungsi Sosial dan Ekonomi

Upaya pengelolaaan sumber daya hutan mangrove secara lestari hendaknya sudah memperhatikan inisiatif lokal masyarakat sekitar hutan. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya proteksi terhadap kemungkinan perusakan ekosistem hutan. Dampak negatif yang mungkin akan timbul dapat ditekan apabila masyarakat di sekitar hutan mangrove dilibatkan dan diberi akses untuk mengelola hutan dengan tetap memperhatikan kelestariannya. Hasil hutan mangrove baik hasil kayu dan non kayu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahan makanan, kerajinan, obat-obatan, pariwisata. Hal ini tentu saja akan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan hasi hutan dan jasa mangrove memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar hutan. Pembangunan lokasi ekowisata mangrove dan hutan pendidikan dapat pula menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar hutan mangrove.

3. Fungsi Fisik

Hutan mangrove memiliki peran penting dalam melindungi pantai dari gelombang besar, angin kencang dan badai. Mangrove juga dapat melindungi pantai dan abrasi, menahan lumpur, mencegah intrusi air laut dan memerangkap sedimen. Fungsi fisik keberadaan hutan mangrove adalah Menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil, mempercepat perluasan lahan, mengendalikan intrusi air laut, melindungi daerah di belakang hutan mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang, dan mengolah limbah organik.

Manfaat hutan mangrove telah diketahui memiliki manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang penting dalam memelihara siklus biologi di suatu perairan. Manfaatnya dapat dibedakan atas manfat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung dikategorikan sebagai manfaat yang secara langsung dapat dirasakan kegunaannya, dan nilainya dapat dikuantifikasikan dalam pemenuhan kebutuhan manusia akan suatu produksi atau jasa pelayanan. Sedangkan manfaat tidak langsung sering kali sulit dirasakan dan dikuantitatifkan, walaupun manfaat itu sesungguhnya mempunyai nilai strategis yang sangat menentukan dalam menunjang kehudupan manusia, seperti dalam kaitannya sebagai sumber plasmanutfah, ilmu pengetahuan, pendidikan, hidrologis, iklim, dan lain sebagainya (Kusmana dkk, 2003)

Zonasi Hutan Mangrove

Arief (2003) mengatakan bahwa hutan mangrove yang masih alami pada umumnya membentuk zonasi yaitu mulai dari arah laut ke daratan berturut-turut sebagai berikut :

1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia

banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia spp. Karena tumbuh di bibir laut, jenis-jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasan ombak laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pioner karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkeraman perakaran tumbuhan jenis ini.

2. Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia dan Sonneratia. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran tanaman tetap terendam selama air laut pasang.

3. Zona Bruguiera, terletak di belakang zona Rhizophora. Pada zona ini, tanah berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam pasang naik dua kali sebulan.

4. Zona Nypa, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini sebenarnya tidak harus ada, kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir (sungai) ke laut.

Dekomposisi

Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimia yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi dan hewan tanah lainnya) atau sering disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa anorganik sederhana (Sutedjo dkk., 1991).

Sebagai suatu proses yang dinamis, dekomposisi memiliki dimensi kecepatan yang mungkin berbeda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut umumnya adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dekomposer disamping faktor bahan yang akan didekomposisi. Proses dekomposisi bahan organik secara alami akan berhenti bila faktor-faktor pembatasnya tidak tersedia atau telah dihabiskan dalam proses dekomposisi itu sendiri. Oksigen dan bahan organik, menjadi faktor kendali dalam proses dekomposisi. Kedua faktor ini terutama oksigen merupakan faktor kritis bagi dekomposisi aerobik. Ketersediaan bahan organik yang

berlimpah mungkin tidak berarti banyak dalam mendukung dekomposisi bila faktor lain seperti oksigen tersedia dalam kondisi terbatas (Sunarto, 2003).

Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong kehidupan berbagai organisme akuatik. Apabila serasah di hutan mangrove ini dapat diperkirakan dengan benar dan dipadukan dengan perhitungan biomassa lainnya, akan diperoleh informasi penting dalam produksi, dekomposisi, dan siklus nutrisi di ekosistem hutan mangrove. Analisis dari komposisi hara dalam produksi serasah dapat menunjukkan hara yang membatasi dan efisiensi dari nutrisi yang digunakan, sehingga siklus nutrisi dalam ekosistem hutan mangrove akan terpelihara (Rahajoe dkk., 2004).

Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Mangrove

Menurut Biologi Resources on Shantybio (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan mangrove adalah sebagai berikut :

Oksigen terlarut

Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan fungi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada malam hari.

Substrat

Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove. Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan berlumpur A. marina dan Bruguiera pada tanah lumpur berpasir. Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan, misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan menjadi lebih rapat. Konsentrasi kation Na > Mg > Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan Avicennia – Sonneratia – Rhizophora – Bruguiera. Mg > Ca > Na atau K yang ada adalah nipah. Ca > Mg , Na atau K yang ada adalah Melauleuca.

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi. Suhu rata-rata di daerah tropis cukup baik bagi pertumbuhan mangrove. Kusmana (2000) kisaran temperatur optimum pada pertumbuhan beberapa jenis tumbuhan mangrove, yaitu jenis Avicennia tumbuh baik pada suh 18 – 20 oC.

Salinitas

Tinggi dan waktu penggenangan air laut disuatu lokasi pada saat pasang juga menentukan salinitas. Salinitas juga merupakan salah satu faktor dalam menentukan penyebaran tumbuhan mangrove. Di samping salinitas juga menjadi faktor pembatas untuk spesies tertentu. Walaupun beberapa spesies tumbuhan mangrove memiliki mekanisme adaptasi yang tinggi terhadap salinitas, namun bila suplai air tawar tidak tersedia, hal ini menyebabkan kadar garam tanah dan air

mencapai kondisi ekstrem sehingga mengancam kelangsungan hidupnya (Dahuri, 2003).

Unsur Hara

Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri atas hara anorganik dan organik. Anorganik : P, K, Ca, Mg, Na. Organik : fitoplankton, bakteri, alga. Sedangkan kandungan unsur hara yang terdapat di dalam daun-daun berbagai jenis mangrove terdiri atas karbon, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium. Kandungan unsur hara di dalam daun-daun berbagai jenis mangrove dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Unsur Hara di Dalam Daun-daun Berbagai Jenis Mangrove

N o . Jenis Da un Kar b o n Nitro g e n Fos f o r Kali u m Kalsi u m Magne siu m 1 . Rhizop hor a 50.8 3 0.83 00 2 5 0.3 5 0.75 0.86 2 . Ceriops 49.7 8 0.38 0.0 0 6 0.4 2 0.74 1.07 3 . Avicen nia 47.9 3 0.35 0.0 8 6 0.8 1 0.30 0.49 4 Sonner 1.42 0.12 1.3 0.9 0.27 0.45

. ati a

0 8

Sumber : Laboratorium Fahutan, IPM (1997) diacu oleh Arifin (2003)

Karbon (C)

Karbon dan oksigen yang terdapat di atmosfer berasal pelepasan CO2 dan H2O. Oksigen secara beransur terbentuk karena rata-rata produksi biomassa yang menghasilkan oksigen melampaui sedikit respirasi yang mengkonsumsi oksigen, maka CO2 berpran dalam pembentukan iklim. Karbondioksida berperan besardalam proses pelapukan secara kimia batuan dan mineral (Notohadiprawiro, 1998).

Nitrogen (N)

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah terlarut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrat dengan bantuan mikroorganisme adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen. Bahan organik yang terdekomposisi adalah sumber amonia yang merupakan awal pembentukan nitrat melalui pemecahan Nitrogen organik dan anorganik yang terdapat dalam tanah dan air dengan bantuan mikroba dan jamur (Efendi, 2003). Fungsi nitrogen dalam tanah bagi tumbuhan adalah berperan dalam pembentukan protein, selain itu juga dapat memperbaiki pertumbuhan vegetatif. Tumbuhan dengan kandungan N yang cukup daunnya akan berwarna lebih hijau.

Fosfor (P)

Effendi (2003), bahwa unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang terlarut. Fosfor membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat larut dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga akuatik. Fosfor yang terdapat dalam air larut umumnya berasal dari dekomposisi organisme yang sudah mati.

Fosfor merupakan salah satu senyawa unsur hara yang penting karena akan diabsorbsi oleh fitoplankton dan masuk kedalam rantai makanan (Hutagalung dan Rozak, 1997 diacu oleh Bahri, 2007). Fosfor dalam bentuk fosfat merupakan mikronutrien yang diperlukan dalam jumlah kecil namun sangat esensial bagi organisme akuatik. Kekurangan fosfat juga dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton (Zulfitria, 2003 diacu oleh Bahri, 2007). Sumber-sumber alami fosfor diperairan adalah pelapukan batuan mineral dan dikomposisi bahan organik. Sumbangan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor (Effendi, 2003).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan hutan tropis yang tumbuh di pantai dan muara-muara sungai. Pantai dengan ombak yang tenang, dan endapan lumpur, curah hujan banyak, iklim tropis sering menyertai suasana mangrove. Indonesia memiliki untuk mangrove terluas di dunia yakni mencakup 21% dari luas total dunia. Mangrove yang tersebar di Indonesia hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, sampai ke Papua, dengan luas sangat bervariasi bergantung pada kondisi fisik, komposisi substrat kondisi hidrologi, dan iklim yang terdapat di pulau-pulau tersebut (Spalding dkk., 2010).

Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II (2011) menyatakan bahwa luas dan penyebaran hutan mangrove di Sumatera Utara sebesar 185.354,75 hektar yang terdiri atas kawasan hutan dengan kondisi rusak berat sebesar 59,584,90 hektar, kawasan hutan dengan kondisi rusak sebesar 96,797,79 hektar, dan kawasan hutan dengan kondisi tidak rusak sebesar 28,972,07 hektar. Penyebaran hutan mangrove di Serdang Bedagai sebesar 12.995,25 hektar yang terdiri atas kawasan hutan dengan kondisi rusak berat sebesar 7.962,99 hektar, kawasan hutan dengan kondisi rusak sebesar 4.524,05 hektar, dan kawasan hutan dengan kondisi tidak rusak sebesar 508,22 hektar.

Serasah yang jatuh di lantai hutan mangrove mengalami proses dekomposisi baik secara fisik maupun biologis, yang dapat menyuburkan kawasan pesisir. Serasah yang sudah terdekomposisi tersebut berguna untuk menjaga kesuburan tanah mangrove dan merupakan sumber pakan untuk berbagai jenis ikan dan Avertebrata melalui rantai makanan fitoplankton dan zooplankton

sehingga keberlangsungan populasi ikan, kerang, udang dan lainnya dapat tetap terjaga. Serasah mangrove yang terdekomposisi akan menghasilkan unsur hara yang terserap oleh tanaman dan digunakan oleh jasad renik di lantai hutan dan sebagian lagi akan terlarut dan terbawa air surut keperairan sekitarnya (Rismunandar, 2000).

Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong kehidupan berbagai organisme akuatik. Apabila serasah di hutan mangrove ini dapat diperkirakan dengan benar dan dipadukan dengan perhitungan biomassa lainnya, akan diperoleh informasi penting dalam produksi, dekomposisi, dan siklus nutrisi di ekosistem hutan mangrove. Analisis dari komposisi hara dalam produksi serasah dapat menunjukkan hara yang membatasi dan efisiensi dari nutrisi yang digunakan, sehingga siklus nutrisi dalam ekosistem hutan mangrove akan terpelihara (Mahmudi dkk., 2010).

Penelitian mengenai laju dekomposisi serasah daun mangrove api-api (Avicennia alba) yang dilakukan di Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, bertujuan untuk menghitung dekomposisi serasah yang terjadi di daerah tersebut dan mengetahui peranan serasah sebagai penyedia hara bagi biota yang hidup dipesisir pantai dengan tingkat salinitas yang berbeda dengan parameter kandungan Karbon (C), Nitrogen (N) dan Fosfor (P) yang terkandung pada serasah A. alba.

Tujuan penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk:

1. Menghitung laju dekomposisi serasah daun A. alba pada berbagai tingkat salinitas.

2. Menghitung kandungan unsur hara karbon (C), nitrogen (N) dan fosfor (P) pada serasah daun A. alba yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.

Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Dapat digunakan sebagai acuan dalam rehabilitasi ekosistem hutan mangrove. 2. Dapat digunakan sebagai satu acuan untuk penentu lokasi yang sesuai untuk

budidaya ikan dan udang.

Hipotesis Penelitian

Laju dekomposisi dan kandungan C, N, P serasah daun A. alba berbeda pada berbagai salinitas.

ABSTRACT

MEDIA OKTARI. “Decomposition of Avicennia alba litter the various levels of

Salinity in the Kampoeng Nipah Sei Nagalawan Village Sub-district of

Perbaungan”. Under Academic Supervision of KANSIH SRI HARTINI and YUNASFI.

Litter decomposition is physically and chemically alteration were modest by microorganims . The study aimed to knowing the decomposition of A. alba litter in various levels of salinity and knowing the nutrient contained of carbon (C) , nitrogen (N) and phosphorus (P) contained in the A. alba litter in the mangrove forest areas Kampoeng Nipah Sei Nagalawan Village Sub-district of Perbaungan in October 2015 - January, 2016 . The method used in this study here Olson method and then continued by statistical analysis (independent t-test). The result showed that the fastest litter decomposition was in 11 – 20 ppt salinity. The completely result of decomposition on each salinity were 2,63 on 0 – 10 ppt salinity. 2,50 on 11 – 20 ppt salinity, and 3,01 on 21 – 30 ppt salinity. The highest nutrient of carbon (C) contained in 20 - 30 ppt salinity is 18,12 % and the lowest in 0 - 10 ppt salinity is 15,43%. The highest nitrogen (N) contained in 21 - 30 ppt salinity is 2,15% and the lowest in 0 - 10 ppt salinity is 1,83%. Phosphorus (P) content is highest in 11 - 20 ppt salinity is 0,19% and the lowest in 21 - 30 ppt salinity is 0,15%. Acording on t test, nutrient of carbon (C) was the only nutrient significanly on various salinity.

ABSTRAK

MEDIA OKTARI. “Dekomposisi Serasah Avicennia alba pada berbagai Tingkat

Salinitas di Kampoeng Nipah Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan”. Dibimbing oleh KANSIH SRI HARTINI dan YUNASFI.

Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimia yang sederhana oleh mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dekomposisi serasah A. alba pada berbagai tingkat salinitas dan mengetahui kandungan unsur hara karbon (C), Nitrogen (N) dan fosfor (P) yang terdapat pada serasah A. alba di kawasan hutan mangrove Kampoeng Nipah desa sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan pada bulan Oktober 2015 – Januari 2016. Penelitian ini menggunakan metode Olson dan analisis statistik dengan uji

independent t test. Hasil penelitian menunujukkan dekomposisi serasah paling cepat terdapat pada salinitas 11 – 20 ppt. Dekomposisi serasah daun A. alba pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt, 11 - 20 ppt dan 21 - 30 ppt adalah 2,63, 2,50 dan 3,01. Kandungan unsur hara karbon (C) tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt sebesar 18,12 % dan terendah pada salinitas 0 – 10 ppt sebesar 15, 43 %. Kandungan nitrogen (N) tertinggi pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt sebesar 2,15 % dan terendah pada salinitas 0 - 10 ppt sebesar 1,83 %. Kandungan fosfor (P) tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 11 – 20 ppt sebesar 0,19 % dan terendah pada salinitas 21 – 30 ppt sebesar 0,15 %. Berdasarkan uji t test, hanya unsur hara karbon (C) yang berbeda pada berbagai tingkat salinitas.

Kata kunci: Avicennia alba, dekomposisi, salinitas, serasah.

DEKOMPOSISI SERASAH Avicennia alba PADA BERBAGAI

Dokumen terkait