• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estimasi Nilai TPW (Total Precipitable Water) di Atas Daerah Padang dan Biak Berdasarkan Hasil Analisis Data Radiosonde

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Estimasi Nilai TPW (Total Precipitable Water) di Atas Daerah Padang dan Biak Berdasarkan Hasil Analisis Data Radiosonde"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI NILAI TPW

(TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH

PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS

DATA RADIOSONDE

IRE PRATIWI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

Ire Pratiwi. G24104007. Estimasi besarnya TPW (Total Precipitable Water) di atas daerah Padang dan Biak berdasarkan hasil analisis data radiosonde.

Dibimbing oleh Idung Risdiyanto, M.Sc dan Dr. Eddy Hermawan, M.Sc.

Pembentukan awan hujan dipengaruhi dua hal penting yaitu mekanisme pengangkatan massa udara dan kandungan uap air dalam suatu kolom udara. Mekanisme pengangkatan udara sangat dipengaruhi oleh stabilitas atmosfer yang digambarkan dengan nilai Brunt Väisälä Frequency Square (N2). Sedangkan untuk mengetahui kandungan uap air dilakukan estimasi nilai TPW

(Total Precipitable Water). Estimasi TPW dilakukan di dua daerah yaitu Padang (0.88 LS, 100.35

BT) dan Biak (1.18 LS,136.12 BT) untuk mengetahui perbedaan jumlah kandungan uap air pada kedua lokasi yang berada pada garis ekuator namun memiliki karakteristik curah hujan yang berbeda. Periode pengamatan dilakukan antara bulan Maret 2007 sampai dengan Februari 2008. Untuk memperkirakan TPW digunakan data kelembaban spesifik yang diturunkan dari data radiosonde. Selanjutnya untuk analisis hubungan dengan curah hujan digunakan data curah hujan harian aktual dengan teknik korelasi silang. Hasil yang didapatkan adalah niali TPW pada Biak dan Padang konstan sepanjang tahun dengan rata-rata pada daerah Padang yaitu 50.5 mm dan pada daerah Biak yaitu 39.6 mm dan osilasi TPW pada daerah padang terjadi sekitar 60 harian dan daerah Biak sekitar 90 harian. Hasil analisis statistik antara TPW dan curah hujan daerah Padang dan Biak menunjukkan korelasi silang diantara keduanya sehingga kedua variabel ini saling berpengaruh dengan nilai maksimum 0.294 dan selang waktu (lag time) adalah 1

(3)

ESTIMASI NILAI TPW

(TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH

PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS

DATA RADIOSONDE

IRE PRATIWI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul

:

Estimasi Nilai TPW (

Total Precipitable Water

) di Atas Daerah

Padang dan Biak Berdasarkan Hasil Analisis Data Radiosonde

Nama

: Ire Pratiwi

NIM

: G24104007

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc

Dr. Ir. Eddy Hermawan, M.Sc

NIP. 132206238

NIP. 300001344

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh Hasim, DEA

NIP. 131578806

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Estimasi Nilai TPW (Total

Precipitable Water) Di Atas Daerah Padang Dan Biak Berdasarkan Hasil Analisis Data

Radiosonde”, sebagai syarat mencapai gelar Sarjana Sains pada Program Studi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini :

1. Bapak Idung Risdiyanto, M.Sc sebagai pembimbing I yang memberikan banyak ilmu dan masukan kepada penulis selama mengerjakan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Eddy Hermawan, M.Sc sebagai pembimbing II yang selalu sabar membimbing penulis dan memberi motivasi dalam pengerjaan skripsi ini.

3. Ibu, Bapak, Kakak dan kakak ipar dan seluruh keluarga besar penulis, terima kasih untuk doa, perhatian, dukungan moral dan fasilitas yang sangat besar dan membantu selama ini. 4. Bapak Halimurrahman, MT sebagai Kepala Bidang Pemodelan Iklim

5. Keluarga besar LAPAN: Bu Shinta, Pak Teguh, Pak Terson, Pak Suaydhi, Bu Ina Visa, Pak Arief beserta staf LAPAN lainnya yang selalu memberikan bantuannya.

6. Teman-teman seperjuangan, terutama Ining yang selalu memberikan dukungan penulis, Mei, Diva, Fransiska, Rini, Sisi dan teman GFM 41 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

7. Teman-teman di wisma bintang, Rira, Fera, V-ter serta adik-adik 42 dan 43

8. Kakak kelas di LAPAN dan BMG (kak Eris 36 dan mba Dian 38 yang telah membantu penulis dalam mendapatkan data)

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritikan, saran, dan tanggapan yang bersifat membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2008

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Malang, pada tanggal 26 September 1986 dari ayah Tamari dan ibu Istiani. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pendahuluan ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stabilitas Udara ... 1

2.2 Kelembaban Atmosfer... 2

2.3 Total Precipitable Water... 2

2.4 Pertumbuhan Awan Konvektif ... 3

2.5 Curah Hujan ... 3

2.6 Prinsip kerja Radiosonde... 4

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 5

3.2 Alat dan Bahan ... 5

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Identifikasi Stabilitas Atmosfer... 5

3.3.2 Estimasi TPW... 5

3.3.3 Fungsi Power Spectral Density ... 6

3.3.4 Estimasi Hubungan antara TPW dan Curah Hujan ... 6

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data Bulanan 4.1.1 Identifikasi Stabilitas Atmosfer Harian ... 7

4.1.2 Identifikasi Stabilitas Atmosfer Rata-Rata Bulanan... 9

4.2 Estimasi TPW... 10

4.3 Hubungan Antara TPW dan Curah Hujan ... 11

V. KESIMPULAN ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Nilai korelasi silang TPW dengan curah hujan daerah Padang pada periode

November 2007-Februari 2008... 12

2. Nilai korelasi silang TPW dengan curah hujan daerah Biak pada periode November 2007-Februari 2008... 12

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Radiosonde ... 4

2. Diagram alir penelitian ... 7

3. Profil vertikal N2 di daerah Padang tanggal 26 Desember 2007... 7

4. Profil vertikal RH di daerah Padang tanggal 26 Desember 2007 ... 7

5. Profil vertikal N2 di daerah Padang tanggal 26 Juni 2007 ... 7

6. Profil vertikal kelembaban relatif di daerah Padang tanggal 26 Juni 2007... 8

7. Profil vertikal N2 di daerah Biak tanggal 26 Desember 2007 ... 8

8. Profil vertikal kelembaban relatif di daerah Biak tanggal 26 Desember 2007 ... 8

9. Profil vertikal N2 di daerah Biak tanggal 26 Juni 2007 ... 9

10. Profil vertikal kelembaban relatif di daerah Biak tanggal 26 Juni 2007 ... 9

11. Profil vertikal N2 di daerah Padang bulan Desember 2007... 9

12. Profil vertikal N2 di daerah Padang bulan Juni 2007 ... 9

13. Profil vertikal N2 di daerah Biak bulan Desember 2007... 9

14. Profil vertikal N2 di daerah Biak bulan Juni 2007 ... 9

15. Power Spektral Density TPW daerah Padang periode 1 Maret 2007-29 Februari 2008... 10

16. Wavelet TPW daerah Padang Padang periode 1 Maret 2007-29 Februari 2008 ... 10

17. Energi spektral TPW daerah Biak periode 1 Maret 2007-29 Februari 2008 ... 10

18. Wavelet TPW daerah Biak periode 19 Oktober 2007-29 Februari 2008... 10

19. TPW dan curah hujan bulan Juni 2007 di daerah Padang... 11

20. TPW dan curah hujan bulan Desember 2007 di daerah Padang ... 11

21. TPW dan curah hujan bulan Juni 2007 di daerah Biak... 11

22. TPW dan curah hujan bulan Desember 2007 di daerah Biak ... 11

23. Korelasi silang TPW dengan curah hujan daerah Padang pada periode 1 November 2007 sampai dengan 29 Februari 2008 ... 12

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Curah Hujan Bulanan di Daerah Padang dan Biak Bulan Maret

2007-Februari 2008... 16

2. Pola Angin dan Curah Hujan Bulan Juni 2007 dan Desember 2007 di Wilayah Indonesia ... 16

3. Curah Hujan Harian Bulan Desember dan Juni 2007 ... 16

4. Profil Vertikal N2 di Daerah Padang... 17

5. Profil Vertikal N2 di Daerah Biak... 19

6. Profil Vertikal RH di Daerah Padang ... 21

7. Profil Vertikal RH di Daerah Biak ... 24

8. Profil Vertikal N2 pada Ketinggian 15-18 km di Daerah Padang dan Biak ... 26

9. Data TPW di Daerah Padang ... 27

10. Data TPW di Daerah Biak ... 31

11. Data Curah Hujan Daerah Padang Maret 2007-Desember 2008 ... 34

12. Data Curah Hujan Daerah Biak Maret 2007-Desember 2008 ... 35

13. Korelasi TPW dengan Curah Hujan pada Daerah Padang Panjang dan Sicincin ... 36

(10)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atmosfer bumi merupakan lapisan yang menyelimuti permukaan bumi dengan komponen penyusunnya berupa partikel-partikel halus dan ringan seperti gas, cairan dan aerosol (Handoko, 1995). Keadaan atmosfer akan mudah berubah seiring dengan proses pendinginan dan pemanasan permukaan bumi karena sebagian besar bahan pengisi atmosfer merupakan gas yang mudah mampat dan mengembang. Menurut Trewartha dan Horn (1980) 75 % dari massa atmosfer yang terdapat pada lapisan troposfer dan lapisan ini merupakan tempat terjadinya awan, hujan dan konveksi udara.

Indonesia sebagai negara maritim yang terletak di ekuator, dikelilingi oleh lautan yang hangat sehingga menyebabkan awan-awan konvektif besar dapat tumbuh di wilayah ini. Kemunculan awan-awan konvektif di wilayah tropis ini dapat mempengaruhi sirkulasi global (Renggono, 2000). Akibat adanya awan-awan tersebut, panas dari boundary layer dapat bergerak ke lapisan atmosfer atas.

Namun dengan potensi pengangkatan massa udara yang besar ini tidak semua awan yang terbentuk akan turun sebagai hujan, tergantung proses pengangkatan massa udara dan besarnya kandungan uap air yang terdapat pada kumpulan awan tersebut. Beberapa bagian dari awan yang terbentuk akan hilang karena terevaporasi kembali ke atmosfer. Sehingga perlu dikaji lebih lanjut tentang proses stabilitas atmosfer dan mekanisme pengangkatan massa udara terkait dengan pembentukan awan.

Selain itu kandungan air dalam suatu kolom udara juga perlu diketahui. Karena jumlah air yang seharusnya jatuh sebagai hujan sangat penting untuk diketahui guna memprediksi jumlah hujan yang akan jatuh sebelum kejadian hujan berlangsung. Selain itu penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui tentang pola variasi kandungan uap air dalam kolom udara dari musim ke musim sehingga osilasinya dapat diketahui di atas daerah Padang dan Biak serta karakteristik dan perbedaan diantara kedua daerah tersebut yang sama-sama terletak disekitar garis ekuator.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui besarnya TPW (total

precipitable water) berdasarkan

data hasil pengukuran radiosonde 2. Mengetahui profil vertikal atmosfer

dalam hubungannya pada proses pengangkatan massa udara di permukaan

3. Mengetahui pola osilasi TPW di daerah Padang dan Biak

4. Mengetahui keterkaitan antara TPW dengan curah hujan di permukaan pada daerah Padang dan Biak

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stabilitas Udara

Stabilitas udara (atmosfer) adalah kecenderungan udara untuk bergerak naik atau turun. Untuk menentukan stabilitas dilakukan dengan melakukan perbandingan suhu antara parsel udara dan suhu udara di sekitarnya (Ahrens 2007). Udara diasumsikan sebagai parsel yang bergerak dari suatu titik. Pergerakan parsel tersebut dapat mengikuti garis adiabatik kering apabila parsel dalam kondisi tidak jenuh (di bawah LCL) atau mengikuti garis adiabatik basah apabila parsel dalam keadaan jenuh (Stull 2004). Pada berbagai ketinggian, gaya bouyant bergantung pada perbedaan suhu antara parsel dan lingkungannya.

Stabilitas atmosfer digolongkan menjadi tiga yaitu kondisi stabil, netral dan tidak stabil. Apabila gaya bouyant yang bekerja pada parsel mempunyai arah yang sama dengan perpindahan parselnya sehingga udara antara parsel pada ketinggian awal dan pada ketinggian akhir akan tidak stabil. Akibat ketidakstabilan tersebut, parsel akan terus bergerak sehingga mengakibatkan gerakan konvektif. Suhu parsel pada kondisi ini lebih hangat dibandingkan suhu lingkungan sehingga parsel akan memiliki kerapatan yang lebih rendah dan akan terus naik sampai pada level suhu parsel sama dengan suhu lingkungan.

Pada kondisi netral enviromental lapse rate akan sama dengan adiabatic lapse rate

(11)

ESTIMASI NILAI TPW

(TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH

PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS

DATA RADIOSONDE

IRE PRATIWI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

Ire Pratiwi. G24104007. Estimasi besarnya TPW (Total Precipitable Water) di atas daerah Padang dan Biak berdasarkan hasil analisis data radiosonde.

Dibimbing oleh Idung Risdiyanto, M.Sc dan Dr. Eddy Hermawan, M.Sc.

Pembentukan awan hujan dipengaruhi dua hal penting yaitu mekanisme pengangkatan massa udara dan kandungan uap air dalam suatu kolom udara. Mekanisme pengangkatan udara sangat dipengaruhi oleh stabilitas atmosfer yang digambarkan dengan nilai Brunt Väisälä Frequency Square (N2). Sedangkan untuk mengetahui kandungan uap air dilakukan estimasi nilai TPW

(Total Precipitable Water). Estimasi TPW dilakukan di dua daerah yaitu Padang (0.88 LS, 100.35

BT) dan Biak (1.18 LS,136.12 BT) untuk mengetahui perbedaan jumlah kandungan uap air pada kedua lokasi yang berada pada garis ekuator namun memiliki karakteristik curah hujan yang berbeda. Periode pengamatan dilakukan antara bulan Maret 2007 sampai dengan Februari 2008. Untuk memperkirakan TPW digunakan data kelembaban spesifik yang diturunkan dari data radiosonde. Selanjutnya untuk analisis hubungan dengan curah hujan digunakan data curah hujan harian aktual dengan teknik korelasi silang. Hasil yang didapatkan adalah niali TPW pada Biak dan Padang konstan sepanjang tahun dengan rata-rata pada daerah Padang yaitu 50.5 mm dan pada daerah Biak yaitu 39.6 mm dan osilasi TPW pada daerah padang terjadi sekitar 60 harian dan daerah Biak sekitar 90 harian. Hasil analisis statistik antara TPW dan curah hujan daerah Padang dan Biak menunjukkan korelasi silang diantara keduanya sehingga kedua variabel ini saling berpengaruh dengan nilai maksimum 0.294 dan selang waktu (lag time) adalah 1

(13)

ESTIMASI NILAI TPW

(TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH

PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS

DATA RADIOSONDE

IRE PRATIWI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Judul

:

Estimasi Nilai TPW (

Total Precipitable Water

) di Atas Daerah

Padang dan Biak Berdasarkan Hasil Analisis Data Radiosonde

Nama

: Ire Pratiwi

NIM

: G24104007

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc

Dr. Ir. Eddy Hermawan, M.Sc

NIP. 132206238

NIP. 300001344

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh Hasim, DEA

NIP. 131578806

(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Estimasi Nilai TPW (Total

Precipitable Water) Di Atas Daerah Padang Dan Biak Berdasarkan Hasil Analisis Data

Radiosonde”, sebagai syarat mencapai gelar Sarjana Sains pada Program Studi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini :

1. Bapak Idung Risdiyanto, M.Sc sebagai pembimbing I yang memberikan banyak ilmu dan masukan kepada penulis selama mengerjakan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Eddy Hermawan, M.Sc sebagai pembimbing II yang selalu sabar membimbing penulis dan memberi motivasi dalam pengerjaan skripsi ini.

3. Ibu, Bapak, Kakak dan kakak ipar dan seluruh keluarga besar penulis, terima kasih untuk doa, perhatian, dukungan moral dan fasilitas yang sangat besar dan membantu selama ini. 4. Bapak Halimurrahman, MT sebagai Kepala Bidang Pemodelan Iklim

5. Keluarga besar LAPAN: Bu Shinta, Pak Teguh, Pak Terson, Pak Suaydhi, Bu Ina Visa, Pak Arief beserta staf LAPAN lainnya yang selalu memberikan bantuannya.

6. Teman-teman seperjuangan, terutama Ining yang selalu memberikan dukungan penulis, Mei, Diva, Fransiska, Rini, Sisi dan teman GFM 41 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

7. Teman-teman di wisma bintang, Rira, Fera, V-ter serta adik-adik 42 dan 43

8. Kakak kelas di LAPAN dan BMG (kak Eris 36 dan mba Dian 38 yang telah membantu penulis dalam mendapatkan data)

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritikan, saran, dan tanggapan yang bersifat membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2008

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Malang, pada tanggal 26 September 1986 dari ayah Tamari dan ibu Istiani. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pendahuluan ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stabilitas Udara ... 1

2.2 Kelembaban Atmosfer... 2

2.3 Total Precipitable Water... 2

2.4 Pertumbuhan Awan Konvektif ... 3

2.5 Curah Hujan ... 3

2.6 Prinsip kerja Radiosonde... 4

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 5

3.2 Alat dan Bahan ... 5

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Identifikasi Stabilitas Atmosfer... 5

3.3.2 Estimasi TPW... 5

3.3.3 Fungsi Power Spectral Density ... 6

3.3.4 Estimasi Hubungan antara TPW dan Curah Hujan ... 6

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data Bulanan 4.1.1 Identifikasi Stabilitas Atmosfer Harian ... 7

4.1.2 Identifikasi Stabilitas Atmosfer Rata-Rata Bulanan... 9

4.2 Estimasi TPW... 10

4.3 Hubungan Antara TPW dan Curah Hujan ... 11

V. KESIMPULAN ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Nilai korelasi silang TPW dengan curah hujan daerah Padang pada periode

November 2007-Februari 2008... 12

2. Nilai korelasi silang TPW dengan curah hujan daerah Biak pada periode November 2007-Februari 2008... 12

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Radiosonde ... 4

2. Diagram alir penelitian ... 7

3. Profil vertikal N2 di daerah Padang tanggal 26 Desember 2007... 7

4. Profil vertikal RH di daerah Padang tanggal 26 Desember 2007 ... 7

5. Profil vertikal N2 di daerah Padang tanggal 26 Juni 2007 ... 7

6. Profil vertikal kelembaban relatif di daerah Padang tanggal 26 Juni 2007... 8

7. Profil vertikal N2 di daerah Biak tanggal 26 Desember 2007 ... 8

8. Profil vertikal kelembaban relatif di daerah Biak tanggal 26 Desember 2007 ... 8

9. Profil vertikal N2 di daerah Biak tanggal 26 Juni 2007 ... 9

10. Profil vertikal kelembaban relatif di daerah Biak tanggal 26 Juni 2007 ... 9

11. Profil vertikal N2 di daerah Padang bulan Desember 2007... 9

12. Profil vertikal N2 di daerah Padang bulan Juni 2007 ... 9

13. Profil vertikal N2 di daerah Biak bulan Desember 2007... 9

14. Profil vertikal N2 di daerah Biak bulan Juni 2007 ... 9

15. Power Spektral Density TPW daerah Padang periode 1 Maret 2007-29 Februari 2008... 10

16. Wavelet TPW daerah Padang Padang periode 1 Maret 2007-29 Februari 2008 ... 10

17. Energi spektral TPW daerah Biak periode 1 Maret 2007-29 Februari 2008 ... 10

18. Wavelet TPW daerah Biak periode 19 Oktober 2007-29 Februari 2008... 10

19. TPW dan curah hujan bulan Juni 2007 di daerah Padang... 11

20. TPW dan curah hujan bulan Desember 2007 di daerah Padang ... 11

21. TPW dan curah hujan bulan Juni 2007 di daerah Biak... 11

22. TPW dan curah hujan bulan Desember 2007 di daerah Biak ... 11

23. Korelasi silang TPW dengan curah hujan daerah Padang pada periode 1 November 2007 sampai dengan 29 Februari 2008 ... 12

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Curah Hujan Bulanan di Daerah Padang dan Biak Bulan Maret

2007-Februari 2008... 16

2. Pola Angin dan Curah Hujan Bulan Juni 2007 dan Desember 2007 di Wilayah Indonesia ... 16

3. Curah Hujan Harian Bulan Desember dan Juni 2007 ... 16

4. Profil Vertikal N2 di Daerah Padang... 17

5. Profil Vertikal N2 di Daerah Biak... 19

6. Profil Vertikal RH di Daerah Padang ... 21

7. Profil Vertikal RH di Daerah Biak ... 24

8. Profil Vertikal N2 pada Ketinggian 15-18 km di Daerah Padang dan Biak ... 26

9. Data TPW di Daerah Padang ... 27

10. Data TPW di Daerah Biak ... 31

11. Data Curah Hujan Daerah Padang Maret 2007-Desember 2008 ... 34

12. Data Curah Hujan Daerah Biak Maret 2007-Desember 2008 ... 35

13. Korelasi TPW dengan Curah Hujan pada Daerah Padang Panjang dan Sicincin ... 36

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atmosfer bumi merupakan lapisan yang menyelimuti permukaan bumi dengan komponen penyusunnya berupa partikel-partikel halus dan ringan seperti gas, cairan dan aerosol (Handoko, 1995). Keadaan atmosfer akan mudah berubah seiring dengan proses pendinginan dan pemanasan permukaan bumi karena sebagian besar bahan pengisi atmosfer merupakan gas yang mudah mampat dan mengembang. Menurut Trewartha dan Horn (1980) 75 % dari massa atmosfer yang terdapat pada lapisan troposfer dan lapisan ini merupakan tempat terjadinya awan, hujan dan konveksi udara.

Indonesia sebagai negara maritim yang terletak di ekuator, dikelilingi oleh lautan yang hangat sehingga menyebabkan awan-awan konvektif besar dapat tumbuh di wilayah ini. Kemunculan awan-awan konvektif di wilayah tropis ini dapat mempengaruhi sirkulasi global (Renggono, 2000). Akibat adanya awan-awan tersebut, panas dari boundary layer dapat bergerak ke lapisan atmosfer atas.

Namun dengan potensi pengangkatan massa udara yang besar ini tidak semua awan yang terbentuk akan turun sebagai hujan, tergantung proses pengangkatan massa udara dan besarnya kandungan uap air yang terdapat pada kumpulan awan tersebut. Beberapa bagian dari awan yang terbentuk akan hilang karena terevaporasi kembali ke atmosfer. Sehingga perlu dikaji lebih lanjut tentang proses stabilitas atmosfer dan mekanisme pengangkatan massa udara terkait dengan pembentukan awan.

Selain itu kandungan air dalam suatu kolom udara juga perlu diketahui. Karena jumlah air yang seharusnya jatuh sebagai hujan sangat penting untuk diketahui guna memprediksi jumlah hujan yang akan jatuh sebelum kejadian hujan berlangsung. Selain itu penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui tentang pola variasi kandungan uap air dalam kolom udara dari musim ke musim sehingga osilasinya dapat diketahui di atas daerah Padang dan Biak serta karakteristik dan perbedaan diantara kedua daerah tersebut yang sama-sama terletak disekitar garis ekuator.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui besarnya TPW (total

precipitable water) berdasarkan

data hasil pengukuran radiosonde 2. Mengetahui profil vertikal atmosfer

dalam hubungannya pada proses pengangkatan massa udara di permukaan

3. Mengetahui pola osilasi TPW di daerah Padang dan Biak

4. Mengetahui keterkaitan antara TPW dengan curah hujan di permukaan pada daerah Padang dan Biak

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stabilitas Udara

Stabilitas udara (atmosfer) adalah kecenderungan udara untuk bergerak naik atau turun. Untuk menentukan stabilitas dilakukan dengan melakukan perbandingan suhu antara parsel udara dan suhu udara di sekitarnya (Ahrens 2007). Udara diasumsikan sebagai parsel yang bergerak dari suatu titik. Pergerakan parsel tersebut dapat mengikuti garis adiabatik kering apabila parsel dalam kondisi tidak jenuh (di bawah LCL) atau mengikuti garis adiabatik basah apabila parsel dalam keadaan jenuh (Stull 2004). Pada berbagai ketinggian, gaya bouyant bergantung pada perbedaan suhu antara parsel dan lingkungannya.

Stabilitas atmosfer digolongkan menjadi tiga yaitu kondisi stabil, netral dan tidak stabil. Apabila gaya bouyant yang bekerja pada parsel mempunyai arah yang sama dengan perpindahan parselnya sehingga udara antara parsel pada ketinggian awal dan pada ketinggian akhir akan tidak stabil. Akibat ketidakstabilan tersebut, parsel akan terus bergerak sehingga mengakibatkan gerakan konvektif. Suhu parsel pada kondisi ini lebih hangat dibandingkan suhu lingkungan sehingga parsel akan memiliki kerapatan yang lebih rendah dan akan terus naik sampai pada level suhu parsel sama dengan suhu lingkungan.

Pada kondisi netral enviromental lapse rate akan sama dengan adiabatic lapse rate

(21)

enviromental lapse rate akan lebih kecil daripada adiabatic lapse rate sehingga gaya

bouyancy yang memindahkan parsel akan

memiliki arah yang berlawanan dengan perpindahannya.

Pada penentuan stabilitas udara diperlukan nilai suhu potensial. Suhu potensial merupakan suhu udara pada saat tekanan 1000 mb. Nilai suhu potensial dapat ditentukan berdasarkan nilai suhu udara berdasarkan persamaan berikut,

0.286 p 1000 T θ       = Keterangan:

θ : suhu potensial (K) T : suhu udara (K) P : tekanan udara (mb)

Penentuan stabilitas udara dilakukan berdasarkan persamaan berikut ini,

0 dz dθ>

stabil

0 dz dθ

= netral

0 dz dθ

< tidak-stabil

Keterangan:

θ : suhu potensial (K) z : ketinggian (meter)

Suatu parsel yang bergerak dalam kondisi adiabatik akan berosilasi yang menggambarkan kondisi stabilitas konvektif lapisan tersebut. Nilai osilasi digambarkan dalam frekuensi yang disebut Brunt Väisälä Frequency Square yang akan meningkat apabila kondisi lingkungan semakin stabil. Brunt Väisälä Frequency Square dirumuskan sebagai berikut, z θ θ g N2 ∂ ∂ = (Mc.Ilveen, 1986) Keterangan :

N2 : Brunt Väisälä frequency square (1/s2)

g : Percepatan gravitasi (m/s2)

θ : Suhu potensial (Kelvin=ToC+273) z : Ketinggian (meter)

T : Suhu udara (Kelvin) P : Tekanan udara (mb)

2.2 Kelembaban Atmosfer

Uap air merupakan salah satu unsur penting di atmosfer karena merupakan sumber dari segala bentuk kondensasi dan curahan, mengandung bahang laten yang

merupakan sumber energi yang penting untuk sirkulasi atmosfer, serta banyaknya uap air dan distribusi vertikal uap air di dalam atmosfer mempengaruhi kestabilan atmosfer (Prawirowardoyo, 1996)

Menurut Trewartha dan Horn (1980), uap air mempunyai jumlah yang bervariasi mulai dari 3- 4% pada daerah lembab seperti kawasan tropis sampai bernilai nol di kawasan atmosfer yang tinggi. Pada umumnya, uap air terkonsentrasi pada ketinggian dekat permukaan yaitu sekitar kurang dari 10 kilometer di atas permukaan (Arya, 1999). Hal tersebut dikarenakan uap masuk ke atmosfer melalui evaporasi air dari permukaan daratan dan lautan.

Jumlah uap air sangat beragam tergantung kondisi penguapan pada daerah yang bersangkutan. Kandungan uap air yang tinggi terdapat di atas lautan dan hutan hujan tropis yang volumenya dapat mencapai tiga atau empat persen. Demikian pula sebaliknya, pada daerah gurun, uap air hanya merupakan bagian kecil sebesar 1%.

Istilah umum yang digunakan untuk menyatakan kandungan uap air adalah kelembaban. Kelembaban menyatakan jumlah air yang ada di udara dibandingkan dengan jumlah yang dapat disimpan pada suhunya. Untuk menyatakan nilai kelembaban dapat digunakan berbagai istilah seperti kelembaban mutlak, relatif, dan spesifik. Selain itu dapat juga dinyatakan dengan tekanan uap dan mixing ratio.

Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air persatuan volume udara. Sedangkan kelembaban relatif merupakan perbandingan antara tekanan uap air aktual dengan tekanan uap air jenuh pada kapasitas udara untuk menampung uap air (Handoko,1995). Selain itu, kelembaban relatif juga dapat dihitung dari nilai mixing ratio (r) dengan membandingkannya terhadap nilai mixing ratio jenuh (rs). Kelembaban ini biasanya

dinyatakan dalam persen (%), secara matematis dapat dimyatakan dengan :

% 100 r r RH s × =

2.3 Total Precipitable Water

Total precipitable water (TPW) di

(22)

telah mengembun semua (Y. Viswanadham, 1981)

Jumlah air yang dapat diembunkan sekaligus diturunkan sebagai hujan belum dapat diketahui secara pasti, hal tersebut disebabkan stabilitas atmosfer, variasi kandungan uap air, perbedaan tekanan antara dua lapisan dan musim. Untuk mengetahui besarnya nilai TPW digunakan parameter tekanan (P), suhu (T), kelembaban relatif (RH), percepatan gravitasi bumi (g), mixing ratio (r) dan kerapatan uap air (ρ) disetiap lapisan atmosfer yang diamati.

Pengamatan melalui radiosonde atau peralatan lain memberikan pengukuran struktur vertikal atmosfer dalam bentuk tekanan P (mb), temperatur T (oC) dan kelembaban spesifik q (g kg-1) atau satuan lain yang sejenis.

Tebal atau jumlah air terkandung, dengan menggunakan data P dalam mb dan q dalam g kg-1, dapat dinyatakan dengan :

g 1 (cm)

w =

0

z

p p qdp

Persamaan ini digunakan untuk memperkirakan air terkandung di dalam suatu massa udara dengan menggunakan data kelembaban dan tekanan antara dua ketinggian (p0 dan pz) (Juaeni, 1988).

2.4 Pertumbuhan Awan Konvektif

Salah satu faktor yang penting dalam proses pembentukan awan adalah konveksi massa udara permukaan ke atas. Awan-awan konvektif yang terbentuk akibat kenaikan udara di permukaan yang relatif panas banyak dijumpai di daerah-daerah sekitar ekouator. Hal tersebut dikarenakan daerah ekuator merupakan daerah konvergensi massa udara dari dua belahan bumi (ITCZ=Inter Tropical Convergence zone).

Awan yang berkembang vertikal dihasilkan oleh kantong massa udara yang hangat dan lembab yang masih mampu naik sampai ketinggian yang cukup tinggi setelah melewati batas kondensasi. Pertumbuhan tersebut disebabkan adanya pelepasan panas laten kondensasi yang cukup besar.

Menurut Tjasyono (1981) akibat penyerapan radiasi matahari oleh permukaan tanah tidak merata (daerah berbukit, daerah tumbuh-tumbuhan dan macam-macam jenis tanah), maka pertumbuhan awan konvektif

cenderung pada daerah dengan pemanasan paling kuat. Di atas daratan pada umumnya keawanan maksimum terjadi pada siang hingga sore hari yang diakibatkan oleh proses konveksi yang kuat terutama pada daerah tropis. Sedangkan pada daerah lautan, keawanan maksimum terjadi pada malam hari pada saat ketidakstabilan meningkat karena adanya pendinginan (pelepasan energi melalui radiasi) dari puncak awan.

Lapisan inversi merupakan hambatan bagi pertumbuhan awan konvektif karena lapisan ini adalah stabil (Tjasyono 1981, diacu dalam Wahab 2005). Hanya dengan

up draft yang kuat lapisan ini dapat

ditembus oleh awan. Karena adanya lapisan inversi ini, maka bentuk awan konvektif menjadi berubah, ada kalanya seperti cerobong atau seperti balok. Apabila terdapat lapisan inversi, maka kemungkinan untuk turun hujan hampir tidak ada.

2.5 Curah Hujan

Hujan merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung di atmosfer bebas (Haryanto, 1998). Besarnya curah hujan dan lokasi turunnnya curah hujan tergantung beberapa faktor, yaitu kelembaban udara, topografi, arah dan kecepatan angin, suhu udara, dan hadapan lereng (Sandy, 1987)

Menurut Seyhan (1990) suatu curah hujan berdasarkan genetik atau asal-usulnya dapat terjadi apabila didukung oleh tiga faktor utama, yaitu kolom udara yang lembab, inti kondensasi (partikel debu, kristal garam, dan lain-lain), dan suatu sarana untuk menaikan udara yang lembab ini sehingga kondensasi dapat berlangsung sebagai akibat udara yang bertambah dingin. Proses hujan dimulai dengan udara yang naik dan kemudian temperatur akan turun dengan semakin tingginya ketinggian suatu tempat. Massa udara ini akan naik hingga mencapai titik jenuh, maka udara lembab ini akan mengalami kondensasi. Udara yang naik ini setelah melewati ketinggian kondensasi akan berubah menjadi awan, di dalamnya terjadi proses tumbukan dan penggabungan antar butir-butir air yang akhirnya meningkatkan massa dan volume.

(23)

dekat permukaan tanah dengan udara di lapisan yang lebih tinggi terjadi akibat pemanasan permukaan tanah yang intens pada siang hari dan menimbulkan arus termal (konveksi) yang memindahkan massa udara di bagian bawah ke lapisan yang lebih tinggi, sehingga memberi peluang yang besar untuk proses pengembunan. Awan yang terjadi melalui proses ini disebut awan konvektif dan dapat menghasilkan hujan dengan curahan bervariasi, namun umumnya sangat lebat.

2.6 Prinsip Kerja Radiosonde

Radiosonde merupakan salah satu alat meteorologi yang digunakan untuk mengukur data meteorologi pada lapisan vertikal atmosfer (OFCM, 1997). Parameter yang diukur antara lain tekanan, suhu dan kelembaban relatif yang ditransmisikan oleh sensor ke stasiun peneriman di permukaan. Radiosonde juga melakukan pengamatan arah dan kecepatan angin, oleh karena itu biasa juga disebut dengan rawinsonde.

Radiosonde terdiri dari dua bagian penting, yaitu seperangkat alat pengindera atau sensor dan suatu alat pemancar radio yang mengirimkan hasil-hasil pengamatan ke stasiun di permukaan dalam bentuk sinyal-sinyal radio (Tjasyono, 2004). Alat ini dinaikkan ke atas dengan menggantungkannya kepada sebuah balon yang diisi dengan gas yang lebih ringan dari udara sampai balon ini pecah. Setelah balon pecah, radiosonde akan turun ke bawah dengan menggunakan payung yang sudah tersedia.

Stasiun penerima di permukaan mengubah data yang berbentuk kode dalam tekanan, temperatur dan kelembaban. Sebagai standar, nilai tekanan harus dinyatakan dalam hekto pascal (hPa), sedangkan nilai suhu dalam derajat celcius.

WMO merekomendasikan jarak minimum antara stasiun pengamatan radiosonde yaitu sekitar 250 km pada daerah daratan atau sekitar 1000 km pada daerah lautan atau daratan yang tidak berpenduduk. Pengukuran dapat dilakukan satu sampai empat kali setiap harinya, namun secara umum dilakukan pengukuran dua kali sehari yaitu pada saat 00.00 and 12.00 UTC.

Radiosonde melakukan pengamatan tidak pada setiap lapisan atmosfer. Lapisan pengukuran radiosonde digolongkan menjadi tiga yaitu lapisan standar, signifikan dan tambahan. Prioritas pengukuran yang pertama adalah lapisan standar kemudian

lapisan signifikan dan yang terakhir adalah lapisan tambahan.

Lapisan standar merupakan lapisan isobarik yang dipilih pada tekanan 1000, 925, 850, 700, 500, 400, 300, 250, 200, 150, 100, 70, 50, 30, 20, 10 hPa. Pada lapisan tersebut, hasil pengamatan harus selalu dilaporkan. Apabila data tidak dapat mengukur pada tekanan yang sama pada tekanan standar, maka dilakukan interpolasi data.

Lapisan signifikan diambil pada saat : 1. Di permukaan

2. Ketinggian maksimum yang dapat dicapai oleh radiosonde

3. Satu lapisan antara tekanan 110 dan 100 hPa

4. Tropopause

5. Suhu maksimum dan minimum inversi serta lapisan isotermal pada lapisan di atas 300 hPa dan tebal 20 hPa

6. Suhu maksimum dan minimum pada semua lapisan inversi dengan perubahan suhu 2.5°C atau RH 20% pada tekanan lebih besar dari 300 hPa

7. Lapisan yang menunjukkan data meragukan atau hilang

Sedangkan lapisan tambahan dipilih pada lapisan antara lapisan standar dan signifikan yang mengacu pada nilai suhu dan kelembaban relatif berdasarkan skala tekanan logaritmik.

(24)

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Bidang Pemodelan Iklim Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung pada bulan Maret –Juni 2008.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan

software Microsoft Office, Matlab versi 7.1,

RAOB 5.1, serta SPSS versi 13 yang telah di-install di Bidang Pemodelan Iklim LAPAN-Bandung

Adapun bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

a. Data suhu, tekanan dan kelembaban relatif hasil pengukuran radiosonde yang diambil dari situs http://weather.uwyo.edu/upperair/seasia .html yang berupa data harian dan pengukuran setiap lapisan untuk dua daerah yaitu Padang (0.88 LS, 100.35 BT dan 3 MSL) dan Biak (1.18 LS,136.12 BT dan 11 MSL) antara Bulan Maret 2007 sampai dengan Februari 2008 pada masing-masing daerah.

b. Data curah hujan harian pada daerah Padang dan Biak untuk periode Maret 2007 sampai dengan Februari 2008.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Identifikasi Stabilitas Atmosfer

Identifikasi stabilitas atmosfer dilakukan dengan mengamati nilai Brunt Väisälä Frequency Square (BVFS) yang dirumuskan sebagai berikut,

z θ θ g N2 ∂ ∂ = 0.286 p 1000 T θ       = (Mc.Ilveen, 1986) Keterangan :

N2 : Brunt Väisälä frequency square (1/s2) g : Percepatan gravitasi (m/s2)

θ : Suhu potensial (Kelvin=ToC+273) z : Ketinggian (meter)

T : Suhu udara (Kelvin) P : Tekanan udara (mb)

Nilai N2 yang dihasilkan dari penghitungan data radiosonde digambarkan dalam profil vertikal pada masing-masing

pengukuran dan dibandingkan untuk kedua daerah yang berbeda pada periode waktu tertentu. Semakin stabil suatu kondisi udara maka nilai Brunt Väisälä Frequency square semakin besar .

3.3.2 Estimasi TPW

TPW didefinisikan sebagai jumlah air dalam suatu kolom udara jika seluruh uap air dalam kolom tersebut mengalami kondensasi (Wiesner, 1970).

Untuk menduga nilai TPW ini menggunakan formula :

= + = + = = + = = − = = = dz) p(z p ) p(z p dz z z z z dz z z z z v i i i i i i dp q g 10 dz qρ dz ρ W dengan :

W = precipitable water (mm) zi = ketinggian di i (m)

pzi = tekanan di ketinggian zi (mb)

ρ = kerapatan uap air (kg/m3) q = kelembaban spesifik

Pengamatan melalui radiosonde memberikan pengukuran struktur vertikal atmosfer dalam bentuk tekanan p (mb), temperatur T (oC) dan kelembaban relatif (RH) (%).

( )

P,T s e T) (P, e RH=       + ×

= 239.7 T 7.567.T s 6.11 10 e

(Riegel, 1992)

Keterangan :

RH = kelembaban relatif (%) e = tekanan uap aktual (mb) es = tekanan uap jenuh (mb)

T = suhu udara (oC)

Kelembaban spesifik adalah perbandingan massa uap air dengan massa udara lembab, sedangkan mixing ratio

adalah perbandingan antara massa uap air dengan massa udara kering. Berdasarkan nilai kelembaban relatif maka untuk menentukan nilai kelembaban spesifik digunakan persamaan sebagai berikut,

(25)

Keterangan :

r = mixing ratio (g/kg) q = kelembaban spesifik (g/kg) e = tekanan uap air (mb) p = tekanan udara (mb)

Massa uap air dalam satu satuan kolom udara adalah :

= z 0 vdz ρ W

dengan memasukkan persamaan hidrostatik (dp = - ρg dz), diperoleh :

− = = z 0 z 0 p p p p v qdp g 1 g dp ρ ρ W

Persamaan ini digunakan untuk memperkirakan air terkandung antara dua ketinggian di dalam suatu massa udara dengan menggunakan data kelembaban dan tekanan terhadap ketinggian (Juaeni, 1988).

3.3.3 Fungsi Spectral density

Fungsi spektral density merupakan sebuah fungsi untuk melihat sifat suatu frekuensi dalam sebuah deret data (time

series). Salah satu teknik atau metode

analisis energi spektral density yang umum digunakan adalah FFT (Fast Fourier

Transform). Deret fourier yang dapat

dirumuskan sebagai berikut.

(

)

∞ = + + = 1

0 cos sin

2 ) (

i

r

r rt b rt

a a

t F

Pada suatu selang (0,2π),(- π, π) dengan periode 2 π. Dimana :

− − = = π π π π π π π dt rt t f a dt t f a cos ) ( 1 ) ( 1 0 r=1,2,....

− = π π

π f t rtdt

bn 1 ( )sin

Sedangkan untuk fungsi dari analisis spektral density ini dapat dituliskan sebagai berikut (Christopher. 1989):

)

(

)

(

)

(

ω

ω

ω

d

dF

f

=

Dimana

F(ω) merupakan fungsi dari distribusi energi spektral

3.3.4 Estimasi Hubungan antara TPW dengan Curah Hujan

Untuk mengetahui besar nilai TPW yang dapat diendapkan sekaligus diturunkan sebagai hujan maka nilai TPW harian yang diperoleh tersebut dibandingkan dengan hasil perhitungan curah hujan aktual dilapangan di atas kota Padang dan Biak. Hubungan TPW dengan curah hujan ini diukur berdasarkan korelasi yang menunjukan keeratan diantara ke dua data tersebut. Korelasi dilakukan secara silang

(Cross Correlation Function (CCF)) untuk

menentukan lag yang memiliki korelasi yang tertinggi terhadap curah hujan. Korelasi ditunjukan oleh nilai koefisien korelasinya, yakni terletak antara -1 dan +1. Yang menjadi peubah input adalah TPW dan yang menjadi peubah respon adalah CH.

Formula perhitungan korelasi silang :

y S x S xy C (0) yy (0)C xx C (k) xy C (k) xy

r = =

dimana:

)

(

k

r

xy : korelasi silang antara deret x dan

deret y pada lag ke-k

(

)(

)

∑−

= − + −

= n k

1 t y k t Y x t X k n 1 (k) xy C

(kovarian antara deret x dan y pada lag ke-k)

(

)

= − = n 1 t 2 t

xx X x

n 1 (0) C

(standar deviasi deret x)

(

)

= − = n 1 t 2 t

yy Y y

n 1 (0) C

(standar deviasi deret y)

Untuk menguji nilai korelasi silang diatas dengan tingkat kepercayaan 95% dari dilakukan pendekatan perhitungan kesalahan baku dengan rumus :

k n

(26)

Gambar 2 Diagram alir penelitian.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Stabilitas Atmosfer 4.1.1 Identifikasi Stabilitas Atmosfer

Harian

Faktor yang menyebabkan pergerakan vertikal udara antara lain perbedaan suhu pada permukaan, efek front, perbedaan topografi, konvergensi dan divergensi (Donn, 1975).

Parameter yang digunakan untuk mengetahui kondisi stabilitas atmosfer adalah nilai Brunt Väisälä frequency square (N2). Menurut Mc.Ilveen (1986) Semakin stabil suatu kondisi udara maka nilai Brunt Väisälä Frequency square semakin besar .

Pengamatan nilai N2 dilakukan pada bulan Desember dan bulan Juni 2007. Sebagai contoh pada daerah Padang, profil vertikal N2 digambarkan sebagai berikut,

Gambar 3 Profil vertikal N2 di daerah Padang tanggal 26 Desember 2007.

Gambar 4 Profil vertikal RH di daerah Padang tanggal 26 Desember 2007

Berdasarkan gambar 3, nilai N2 cenderung konstan sekitar 0.2x10-3 sampai kenaikan yang besar pada saat mencapai tropopause. Apabila didukung dengan kondisi pemanasan permukaan yang baik dan kelembaban udara yang tinggi, maka proses pengangkatan udara bisa terjadi secara maksimal sampai batas tropopause sehingga kemungkinan terbentuk awan-awan hujan yang besar sangatlah tinggi.

N2 bernilai positif menunjukkan keadaan atmosfer yang stabil. Pada N2 yang bernilai negatif menunjukkan keadaan atmosfer yang tidak stabil dan mengakibatkan suatu parsel udara akan bergerak vertikal ke atas.

Apabila dilihat dari profil kelembaban relatifnya, kondisi di permukaan cenderung konstan lembab sampai pada ketinggian 10 kilometer diatas permukaan. Di atas ketinggian tersebut, kelembaban relatif berkurang. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar uap air akan terkonsentrasi pada ketinggian yang rendah yaitu di bawah 10 kilometer (Arya, 1999)

(27)

Gambar 6 Profil vertikal kelembaban relatif di daerah Padang tanggal 26 Juni 2007.

Berkebalikan dengan kondisi bulan Desember di daerah Padang, nilai N2 pada bulan Juni cenderung mengalami perubahan pada daerah sekitar permukaan. Kenaikan nilai N2 di dekat permukaan merupakan indikasi kestabilan yang dapat menghambat kenaikan massa udara. Hanya dengan up draft yang kuat lapisan ini dapat ditembus oleh awan (Tjasyono 1981 dalam Wahab 2005).

Pada kondisi atmosfer stabil ini, apabila tidak ada gaya up draft yang kuat sehingga massa udara yang terangkat ke atas akan kembali ke posisi semula (Stull, 2004). Apabila dilihat dari profil kelembaban relatifnya maka secara umum kondisi kelembaban pada profil tersebut cenderung berfluktuasi dan menurun seiring dengan ketinggian. Sehingga dapat dikatakan seiring dengan pertambahan ketinggian kelembaban relatifnya menjadi semakin rendah akibat kondisi atmosfer yang stabil di daerah dekat permukaan. Akibatnya kemungkinan terbentuknya awan besar adalah kecil.

Apabila ditinjau dari pemanasan permukaan, pada musim kering dengan intensitas radiasi yang besar kemungkinan terjadi pengangkatan massa udara lebih besar dibandingkan dengan musim basah, hal tersebut ditunjukkan dengan ketinggian tropopause musim kering lebih tinggi, namun kondisi kelembabanya juga berkebalikan sehingga peluang terbentuknya awan hujan akan lebih kecil walaupun faktor pemanasan permukaannya sangat mendukung.

Pada daerah biak, dengan waktu pengamatan yang sama, kondisi profil vertikal N2 pada bulan Desember, memiliki

kondisi yang sama dengan daerah Padang. Hal yang membedakan adalah profil kelembaban relatifnya. Semakin tinggi, nilai kelembaban relatif semakin rendah, sehingga keadaan secara umum lebih kering bila dibandingakan dengan daerah Padang. Hal tersebut dikarenakan oleh posisi lokal masing-masing daerah.

Gambar 7 Profil vertikal N2 di daerah Biak tanggal 26 Desember 2007.

Gambar 8 Profil vertikal kelembaban relatif di daerah Biak tanggal 26 Desember 2007.

(28)

Gambar 9 Profil vertikal N2 di daerah Biak tanggal 26 Juni 2007.

Gambar 10 Profil vertikal kelembaban relatif di daerah Biak tanggal 26 Juni 2007.

4.1.2 Identifikasi Stabilitas Atmosfer Rata-rata Bulanan

Kondisi rata-rata per bulan Desember dan bulan Juni pada daerah Padang digambarkan pada profil gambar 11 dan 12,

Gambar 11 Profil vertikal N2 di daerah Padang bulan Desember 2007.

Gambar 12 Profil vertikal N2 di daerah Padang bulan Juni 2007.

Secara umum, pada saat bulan Desember kondisi atmosfir relatif tidak stabil sehingga pengangkatan massa udara terjadi secara intensif sampai ketinggian tropopause. Didukung dengan kondisi udara yang lembab, maka peluang terbentuknya awan-awan besar seperti Cumulonimbus akan sangat besar. Sedangkan pada bulan Juni, kondisi kolom udara cenderung stabil ditunjukkan dengan nilai N2 yang relatif berubah-ubah lebih tinggi, sehingga pengangkatan massa udara kurang intensif yang mengakibatkan kondisi lebih kering.

Gambar 13 Profil vertikal N2 di daerah Biak bulan Desember 2007.

Gambar 14 Profil vertikal N2 di daerah Biak bulan Juni 2007.

(29)

rata-rata memiliki kondisi atmosfer yang tidak stabil sehingga peluang up draft yang besar sama-sama tinggi.

4.2 Estimasi TPW

Jumlah kandungan uap air yang dapat diendapkan sekaligus diturunkan sebagai hujan dihitung antara dua level tekanan. Hasil TPW berupa presipitasi yang merupakan setiap produk dari kondensasi uap air di atmosfer. Jenis presipitasi antara lain hujan, salju, hujan es, embun dan kabut. Jumlah total kandungan uap air setiap hasil pengukuran radiosonde menunjukkan bahwa massa udara yang banyak mengandung uap air diperoleh disekitar troposfer bawah (kurang dari 10 km).

Analisis selanjutnya dilakukan pada nilai TPW selama satu tahun. Nilai yang dianalisis adalah power spektral density. Teknik yang digunakan adalah dengan fast

fourier transform (FFT). Dengan teknik

FFT periode dari deret waktu yang tersembunyi dapat dilihat sehingga puncak osilasi TPW akan terlihat sebagai puncak (peak) energi spektral.

Pada daerah Padang analisis FFT dilakukan pada data selama kurang lebih satu tahun mulai 1 Maret 2007-29 Februari 2008. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut,

Gambar 15 Power Spektral Density TPW daerah Padang periode 1 Maret 2007-29 Februari 2008.

Berdasarkan gambar 15, dapat dilihat bahwa power spektral density terjadi sekitar 60 harian. Hal tersebut menunjukkan kondisi TPW yang sama akan berulang kembali pada 60 hari berikutnya. Hasil yang serupa dapat dilihat pada analisi wavelet berikut ,

Gambar 16 Wavelet TPW daerah Padang Padang periode 1 Maret 2007-29 Februari 2008.

Pada daerah Biak, juga terjadi kondisi yang sama. Dengan menganalisis nilai TPW mulai tanggal 1 Maret sampai dengan 29 Februari 2008 maka dapat terlihat nilai periode osilasi sebesar kurang lebih 90 harian. Berikut energi spektral untuk nilai TPW daerah Biak.

Gambar 17 Energi spektral TPW daerah Biak periode 1 Maret 2007-29 Februari 2008.

Gambar 18 Wavelet TPW daerah Biak periode 19 Oktober 2007-29 Februari 2008.

Apabila kedua daerah yaitu Padang dan Biak dibandingkan maka pola osilasi pada daerah Biak cenderung lebih panjang daripada daerah Padang

~60 harian

(30)

4.3 Estimasi Hubungan antara TPW dengan Curah Hujan

Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa tidak setiap waktu nilai TPW dapat diturunkan sebagai hujan berapapun nilainya baik besar maupun kecil. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan pada daerah Padang,

Gambar 19 TPW dan curah hujan bulan Juni 2007 di daerah Padang.

Gambar 20 TPW dan curah hujan bulan Desember 2007 di daerah Padang.

Secara umum, jumlah TPW baik pada bulan Desember maupun Juni relatif konstan yaitu sekitar 60 mm dengan nilai rata-rata tahunan sebesar 50.55 mm, namun nilai uap air yang diturunkan sebagai hujan lebih besar terjadi pada bulan Desember. Hal tersebut dipengaruhi faktor-faktor lain yang tergantung kondisi lokal.

Sedangkan untuk daerah Biak, terjadi juga hal yang serupa yaitu nilai TPW yang relatif konstan pada periode yang sama. Namun nilainya lebih kecil 10 mm dibandingkan daerah Padang pada bulan Desember dan Juni dengan rata-rata tahunan sebesar 39.6 mm.

[image:30.595.330.511.85.370.2]

Gambar 21 TPW dan curah hujan bulan Juni 2007 di daerah Biak.

Gambar 22 TPW dan curah hujan bulan Desember 2007 di daerah Biak.

Pada daerah Padang, hujan yang terjadi relatif tidak kontinu namun setiap kejadian hujan, intensitasnya dinilai cukup besar. Jumlah TPW kumulatif pada bulan Desember adalah 1478,79 mm dan yang diturunkan sebagai hujan adalah 461.4 mm. Sedangkan pada bulan Juni kumulatif nilai TPW adalah 1513,35 dengan jumlah hujan 283.

Di daerah Biak jumlah kumulatif TPW lebih kecil dibandingkan dengan daerah Padang, yaitu 1075,73 mm di bulan Desember dan 1209,98 mm di bulan Juni. Jumlah kumulatif yang diturunkan sebagai hujan untuk bulan Juni dan Desember relatif sama dan kontinu yaitu 229.6 dan 229.95 mm.

Analisis statistik dilakukan dengan tujuan untuk mengestimasi hubungan antara nilai TPW dan curah hujan. Metode yang digunakan adalah analisis cross-correlation

(korelasi silang). Keterkaitan diantara kedua variabel itu dapat terlihat pada grafik yang menggambarkan keduanya.

(31)

7 6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 Lag Number 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 C C F Lower Confidence Limit Upper Confidence Limit Coefficient

Korelasi TPW dan Curah Hujan Daerah Padang

Gambar 23 Korelasi silang TPW dengan curah hujan daerah Padang pada periode 1 November 2007 sampai dengan 29 Februari 2008.

Tabel 1 Nilai korelasi silang TPW dengan curah hujan daerah Padang pada periode November 2007-Februari 2008

Lag Cross

Correlation Std.Error(a) -7 -.031 .106 -6 -.098 .105 -5 -.026 .105 -4 .117 .104 -3 .067 .104 -2 .015 .103 -1 .103 .103

0 .053 .102

1 -.260 .103 2 -.294 .103

3 .036 .104

4 .070 .104

5 .011 .105

6 -.016 .105

7 .058 .106

Korelasi silang dilakukan dengan jumlah data sebanyak 121 data (n=121)

maka selang kepercayaan adalah 5 . 0

2

n yaitu

sebesar -0.182 sampai dengan 0.182. dapat dilihat dari grafik nilai korelasi silang, tidak semua nilai berada pada selang kepercayaan. Pada lag 1 melebihi selang kepercayaan yaitu -0.260 dan pada lag 2 yaitu -0.294 maka berarti terjadi korelasi positif antara nilai TPW dan curah hujan pada daerah Padang diantara 1 November 2007 sampai dengan 29 Februari 2008. Sehingga apabila terjadi kenaikan TPW, nilai curah hujan juga

akan meningkat. TPW akan terbentuk sebagai hujan dengan jeda waktu (time lag) sebesar satu hari.

Pada daerah Biak juga dilakukan analisis statistik antara TPW dan curah hujan pada periode yang sama yaitu 1 November 2007 sampai dengan 29 Februari 2008. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut, 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 Lag Number 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 C C F Lower Confidence Limit Upper Confidence Limit Coefficient

Korelasi TPW dan Curah Hujan di Daerah Biak

Gambar 24 Korelasi silang TPW dengan curah hujan daerah Biak pada periode November 2007-Februari 2008.

Tabel 2 Nilai korelasi silang TPW dengan curah hujan daerah Biak pada periode November 2007-Februari 2008

Lag Cross

Correlation Std.Error(a) -7 .136 .115 -6 .126 .114 -5 .182 .113 -4 .105 .113 -3 .030 .112 -2 .118 .111 -1 .162 .110

0 .219 .110

1 .252 .110

2 .089 .111

3 -.113 .112

4 .053 .113

5 .165 .113

6 .046 .114

7 -.004 .115

[image:31.595.120.291.96.222.2] [image:31.595.112.295.115.586.2] [image:31.595.336.507.211.340.2] [image:31.595.325.512.242.698.2]
(32)

adalah 5 . 0

2

n yaitu sebesar -0.182 sampai

dengan 0.182. Dari grafik korelasi silang di atas, maka dapat dilihat bahwa pada lag 1 dan lag 0 dengan nilai korelasi sebesar 0.252 dan 0.219 melebihi batas selang kepercayaan. Sedangkan data yang lainnya nilai korelasinya masih berada pada selang kepercayaan. Hal tersebut menggambarkan bahwa antara kedua variabel yaitu TPW dan curah hujan masih memiliki korelasi silang seperti halnya pada daerah Padang. Lag Time terbentuknya hujan pada daerah Biak juga sebesar satu hari. Nilai korelasi yang kecil menunjukkan hubungan diantara keduanya lemah. Hal tersebut disebabkan nilai TPW merupakan nilai gabungan semua dari produk presipitasi tidak hanya curah hujan tetapi juga embun dan virga. Sehingga kandungan uap air tidak menggambarkan secara langsung jumlah curah hujan di permukaan.

KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil pengukuran radiosonde, besarnya TPW (Total

Precipitable Water) pada daerah Padang

dan Biak relatif konstan sepanjang tahun dengan rata-rata pada daerah Padang yaitu 50.5 mm dan pada daerah Biak yaitu 39.6 mm

Pada kedua daerah Nilai Brunt Väisälä frequency square (N2) pada permukaan relatif konstan di bulan Desember sehingga pengangkatan massa udara bisa terjadi lebih intensif dan peluang pembentukan awan hujan lebih besar. Sedangkan pada bulan Juni terjadi hal yang sebaliknya,N2 pada permukaan cenderung berubah-ubah, sehingga proses pengangkatan massa udara kurang intensif.

Osilasi TPW pada daerah padang terjadi sekita 60 harian dan daerah Biak sekitar 90 harian.

Hasil analisis statistik antara TPW dan curah hujan daerah Padang dan Biak menunjukkan korelasi silang diantara keduanya sehingga kedua variabel ini saling berpengaruh dengan nilai maksimum 0.294 dan selang waktu (lag time) adalah 1 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Ahrens C. D. 2007. Meteorology Today : An Introduction to Weather, Climate, and

the Environment. Eight ed. Canada :

Thomson Brooks/Cole.

Arya, S. P. 1999. Air Pollution

Meteorology and Dispertion. New York

: Oxford University Press.

Donn, W. L. 1975. Meteorology. New York : Mc. Graw Hill, Inc.

Juaeni, Ina. 1988. Air Terkandung dan Hubungannya dengan Titik Embun Permukaan, Awan dan Hujan. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA – ITB. Bandung.

Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya

Haryanto, U. 1998. Pengaruh Kecenderungan perubahan Indeks Osilasi pada Curah Hujan DAS Citarum. Jurnal IPTEK Iklim dan Cuaca. No.02. Tahun 02. 1998.

Mc.Ilveen. 1986. Basic Meteorology a

Physical Outline. England : Van

Nostrand Reinhold (UK) Co.Ltd.

[OFCM] Ofice of the Federal Coordinator for Meteorological Services and Supporting Research. 1997. Federal

Meteorological Handbook No.3.

Washington DC : OFCM. http://www.ofcm.gov/fmh3/pdf/12-app-d.pdf . [16 Juni 2008]

Riegel, C.A. 1992. Fundamental of

atmospheric Dynamics and

Thermodynamics. Singapore : World

Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.

Sandy, I. M. 1987. Iklim Regional Indonesia. Jakarta: Jurusan Geografi FMIPA. UI.

Stull R . 2004. Meteorology For Scoentis

And Engineers. United states :

(33)

Viswanadham, Y. 1981. The Relationship Between Total Precipitable Water and Surface Dew Poin. Jour.of App Met. Vol. 20 No.1. p:5-12

Weisner, C.J. 1970. Hydrometeorology. Australia :School of Civil Engineering. University of New South Wales.

Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. Bandung: ITB.

Renggono, Findy. 2000. Awan Hujan di Serpong Pengamatan dengan Boundary Layer Radar. Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca Vol.1, No.1, Juni 2000.

Seyhan, Ersin. 1990. Dasar-Dasar

Hidrologi. Yogyakarta : Gajah Mada

University Press.

Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Trewartha, G.T., dan L.H. Horn. 1980. An Introduction to Climate, 5th ed.,. New York :Mc-Grawl_Hill. International Company.

Wahab, F. M. A. 2005. Estimasi Total

Precipitable Water Berdasarkan

Analisis Data Radio Acoustic Sounding

System (RASS) Di Atas Kototabang

Sumatera Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(34)
(35)

Lampiran 1 Curah Hujan Bulanan di Daerah Padang dan Biak Bulan Maret 2007-Februari 2008

Lampiran 2

Pola Angin dan Curah Hujan Bulan Juni 2007 dan Desember 2007 di Wilayah Indonesia
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)

Lampiran 9 Data TPW di Daerah Padang

Tanggal Bulan TPW

1 mar - 2 mar 52.7979 3 mar 43.1736 4 mar 53.8182 5 mar 54.6855 6 mar 44.8844 7 mar 51.3806 8 mar 45.3953 9 mar 48.143 10 mar 51.0905 11 mar 27.7812 12 mar - 13 mar 52.7032 14 mar 57.8583 15 mar 43.593 16 mar 54.7877 17 mar 49.8225 18 mar 48.8264 19 mar 54.9933 20 mar 53.1409 21 mar 56.811 22 mar 50.4132 23 mar - 24 mar 55.5028 25 mar - 26 mar 37.4052 27 mar 58.9246 28 mar 49.9643 29 mar 48.7852 30 mar 51.1657 31 mar 53.7655 1 apr 57.2435 2 apr 53.0485 3 apr 58.4889 4 apr 8.1094 5 apr 54.1353

(47)

13 mei 55.5835 14 mei 57.7097 15 mei 54.6458 16 mei 51.3819 17 mei 51.5584 18 mei 53.6477 19 mei 50.0194 20 mei 45.4804 21 mei 62.8989 22 mei 50.7525 23 mei 53.3732 24 mei - 25 mei 52.9934 26 mei 53.4666 27 mei 46.971 28 mei 52.3773 29 mei 52.3957 30 mei 56.546 31 mei 52.4028

1 juni 55.4355 2 juni 58.9404 3 juni 48.6583 4 juni 52.137 5 juni 97.5094 6 juni 36.2773 7 juni 56.4652 8 juni 55.7382 9 juni 50.0312 10 juni 55.3121 11 juni 53.6621 12 juni 54.0773 13 juni 55.6218 14 juni 56.45 15 juni 57.9762 16 juni 57.244 17 juni - 18 juni 53.4688 19 juni 55.1886 20 juni 49.0546 21 juni 22.597 22 juni 56.9154 23 juni 59.6597 24 juni 70.3847 25 juni 54.968 26 juni 45.2167 27 juni 45.655 28 juni 14.3291 29 juni 84.38 30 juni -

1 jul 45.8948

(48)

21 agst 38.5472 22 agst 51.461 23 agst 44.8064 24 agst 34.89 25 agst 49.44 26 agst 35.77 27 agst 43.58 28 agst 42.95 29 agst 45.8607 30 agst 51.3827 31 agst 41.26

1 sept 46.629 2 sept 47.9359 3 sept 50.4856 4 sept 48.455 5 sept 48.0706 6 sept 57.4763 7 sept 56.2724 8 sept - 9 sept 50.0386 10 sept 48.4329 11 sept 51.1533 12 sept 48.752 13 sept 50.3214 14 sept 51.1595 15 sept 55.513 16 sept 37.6163 17 sept 37.6163 18 sept 43.745 19 sept 49.4471 20 sept 52.9539 21 sept 52.1669 22 sept 53.3213 23 sept 29.7184 24 sept 54.5844 25 sept 52.322 26 sept 56.0024 27 sept 52.9804 28 sept 49.61 29 sept 42.0085 30 sept 51.0063

1 oct - 2 oct 59.7947 3 oct 47.5478 4 oct 51.0315 5 oct 46.0714 6 oct 48.6802 7 oct 52.3642 8 oct 49.5391 9 oct 50.4296

10 oct - 11 oct 55.7687 12 oct 50.7259 13 oct 56.6091 14 oct 53.0711 15 oct 48.8089 16 oct 52.5446 17 oct 50.1148 18 oct 53.8141 19 oct 50.74 20 oct 52.832 21 oct 54.6684 22 oct 163.9398 23 oct 42.7696 24 oct 51.0863 25 oct 48.1582 26 oct 51.0511 27 oct 56.0641 28 oct 56.8353 29 oct 59.1033 30 oct - 31 oct 51.8284

(49)

29 nov 51.8065 30 nov 49.9333 1 des 59.2968 2 des 57.8953 3 des 42.5048 4 des 30.2445 5 des 39.8605 6 des 53.4575 7 des 55.0043 8 des 61.3291 9 des 57.2648 10 des 50.2026 11 des 53.6966 12 des 46.5323 13 des 59.154 14 des 52.2758 15 des 50.0968 16 des 58.0542 17 des 53.1313 18 des 55.4869 19 des 40.1208 20 des 50.3048 21 des 49.0894 22 des 43.8738 23 des - 24 des - 25 des 54.8378 26 des 54.2872 27 des 51.7911 28 des 49.8369 29 des 54.0273 30 des 49.1437 31 des 45.9857 1 jan 49.1364 2 jan 48.7251 3 jan 44.5512 4 jan - 5 jan 49.6024 6 jan 50.5076 7 jan 52.2559 8 jan 51.8835 9 jan 51.884 10 jan 56.2156 11 jan 48.1992 12 jan 52.7561 13 jan 49.438 14 jan 51.7583 15 jan 53.845

(50)

Lampiran 10 Data TPW di Daerah Biak

Tanggal Bulan TPW 1 mar 41.9208 2 mar 46.7227 3 mar 54.7291 4 mar 51.2736 5 mar 44.1696 6 mar 48.797 7 mar 52.3463 8 mar - 9 mar - 10 mar - 11 mar - 12 mar - 13 mar 53.2109 14 mar 43.0618 15 mar 54.6987 16 mar 49.3544 17 mar 50.0555 18 mar 47.6347 19 mar 40.3353 20 mar 49.5376 21 mar 54.2675 22 mar 45.9775 23 mar - 24 mar 57.3919 25 mar 62.9125 26 mar 47.5116 27 mar 48.9974 28 mar - 29 mar 50.1202 30 mar 59.8429 31 mar 49.5986

1 apr - 2 apr 50.4861 3 apr - 4 apr - 5 apr 57.2687 6 apr 49.0452 7 apr - 8 apr 49.3073 9 apr 49.2595 10 apr 44.8328 11 apr 39.7536 12 apr 59.3011 13 apr 47.0791 14 apr 49.6551 15 apr 45.0743 16 apr 70.7775

17 apr 50.2119 18 apr 52.4818 19 apr 51.875 20 apr 45.3878 21 apr 45.5793 22 apr 48.696 23 apr - 24 apr 54.5988 25 apr 32.4474 26 apr - 27 apr 56.7274 28 apr 45.9692 29 apr - 30 apr 50.47

1 mei 51.9892 2 mei 52.7327 3 mei 56.2303 4 mei 40.6242 5 mei 51.4211 6 mei 57.5494 7 mei 52.9382 8 mei 66.6441 9 mei 47.0895 10 mei - 11 mei 61.0967 12 mei 54.2088 13 mei 41.4399 14 mei 40.0473 15 mei 45.4355 16 mei 39.1058 17 mei 46.2614 18 mei 45.8968 19 mei - 20 mei 63.9809 21 mei 49.0137 22 mei 47.6758 23 mei 55.3693 24 mei 45.4122 25 mei 48.6049 26 mei 32.053 27 mei 41.689 28 mei 42.3182 29 mei - 30 mei 44.3493 31 mei -

(51)

4 juni 47.5337 5 juni 44.286 6 juni 45.7507 7 juni 45.797 8 juni 45.7712 9 juni 48.9169 10 juni 48.9797 11 juni - 12 juni 50.3606 13 juni 53.3255 14 juni 56.1354 15 juni - 16 juni - 17 juni - 18 juni 42.4041 19 juni 52.4062 20 juni 66.3678 21 juni 50.8936 22 juni 48.248 23 juni 54.4154 24 juni 39.362 25 juni 62.3099 26 juni 46.4244 27 juni - 28 juni - 29 juni 49.9967 30 juni 54.7457 1 jul 58.4504 2 jul 49.4398 3 jul 59.7803 4 jul 46.1479 5 jul 42.6666 6 jul 36.7301 7 jul 46.9709 8 jul 40.6156 9 jul 38.5789 10 jul 52.2337 11 jul 42.6675 12 jul 41.6613 13 jul 47.753 14 jul 48.3726 15 jul - 16 jul - 17 jul - 18 jul 45.311 19 jul 52.8025 20 jul 49.2775 21 jul - 22 jul 158.6045 23 jul 46.4721

24 jul 50.1072 25 jul 51.6231 26 jul 46.0734 27 jul 44.1416 28 jul 51.7569 29 jul 46.0197 30 jul - 31 jul 50.1745

(52)

12 sept 46.0041 13 sept 27.8636 14 sept 50.1562 15 sept 47.5318 16 sept - 17 sept - 18 sept - 19 sept - 20 sept - 21 sept - 22 sept - 23 sept - 24 sept - 25 sept - 26 sept 48.1772 27 sept - 28 sept - 29 sept - 30 sept - 1 oct - 2 oct - 3 oct - 4 oct - 5 oct - 6 oct - 7 oct - 8 oct - 9 oct - 10 oct - 11 oct - 12 oct - 13 oct - 14 oct - 15 oct - 16 oct - 17 oct - 18 oct - 19 oct 67.1359 20 oct 59.6654 21 oct 50.9872 22 oct 52.3602 23 oct 64.7605 24 oct 47.7646 25 oct 51.2374 26 oct 49.1887 27 oct 47.2266 28 oct 37.2523 29 oct 54.2547 30 oct 41.4827 31 oct 52.5548

(53)

21 des 57.3733 22 des 51.342 23 des - 24 des 50.5022 25 des 56

Gambar

Gambar 1. Radiosonde
Gambar 4  Profil vertikal RH di daerah Padang tanggal 26 Desember 2007
Gambar 6  Profil vertikal kelembaban relatif
Gambar 9  Profil vertikal N2 di daerah Biak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji korelasi untuk mengetahui pengaruh minuman kopi terhadap kekuatan otot atlet sepak bola berdasarkan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di SSB PERSISAC Kota

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh konsentrasi logam merkuri (Hg) terhadap organ ginjal ikan pari kembang ( Dasyatis kuhlii ), yang

- mengenai perekonomian Nasional pada ummnnya (studi eko- nomi).. Pra-Disain Tahap Pertama akan menghasilkan perumusan yang lebih tepat dari pekerjaan. Untuk tahap

27 Januari 2007 Polisi Polres Poso menemukan senjata api dan amunisi di rumah warga dalam operasi penyisiran yang dilakukan di jalan Pulau Irian Jaya, Gebang Rejo, Poso Kota..

Mengingat di Indonesia sudah diberlakukannya MEA pada bulan Desember tahun lalu dan juga usaha pengolahan kain perca merupakan usaha penyalur hidup warga kampung Tipes

Privasi secara visual menjadi perhatian utama bagi pelaku konsep SOHO untuk dikendalikan, yang terlihat dari berperannya seluruh upaya kontrol privasi baik fisik

kerja yang telah saya selesaikan               9  Rekan kerja dalam unit kerja selalu mendukung untuk.. menyelesaikan pekerjaan secara baik dan benar              

Pada saat pembacaan ulang individu yang menerima instruksi atau hasil test mendengarkan informasi yang diberikan, mencatatnya kedalam catatan medic pasien dan kemudian membaca