• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan Di Kabupaten Bengkalis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan Di Kabupaten Bengkalis"

Copied!
285
0
0

Teks penuh

(1)

S U F A N D I

S E K O L A H P A S C A S A R J A N A

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Nopember 2006

(3)

ABSTRAK

SUFANDI Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten

Bengkalis. Dibimbing olehARIEF DARYANTO dan W.H. LIMBONG.

Agroindustri perdesaan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang digeluti masyarakat kecil, tak terbantahkan . Perlu diketahui sektor ini bukan saja mampu meningkatkan pendpatan pada pelaku agroindustri; meningkatkan penyerapan tenaga kerja; meningkatkan PDRB melalui peningkatan ek spor hasil pertanian tetapi juga mampu mendorong munculnya industri yang lain.

Dengan pemikiran seperti d iatas peneneliti ingin melihat persoalan agroindustri perdesaan . Selain itu kajian ini berupaya menelaah komoditas agroindustri perdesaan yang dapat dikembangkan; melihat faktor-faktor stategis internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan dan rumusan strategi pengembangan agroindutri perdesaan di Kabupaten Bengkalis. Pada akhirnya kajian yang dilakukan untuk menyusun rancangan strategi pembinaan dan pengembangan usaha agroindustri berbasis sagu secara terpad u di Kabupaten Bengkalis.

Kajian menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kegiatan pengamatan langsung dan wawancara dengan responden. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan instansi terkait antara lain Dinas Per tanian Peternakan; Dinas Perindustrian Perdagangan dan Investasi; Bappeda; BPS; Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bengkalis dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. Setelah data yang relevan dengan penelitian diperoleh maka selanjutnya data tersebut diolah, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk menentukan sub sektorbahan baku; bahan baku komoditas agroindustri; untuk mengetahui faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan; dan untuk memperoleh rumusan strategi pengembangan agroindutri perdesaan.

Dari hasil kajian pembangunan daerah dapat ditarik beberapa kesimpulan: petama berdasarkan analisis yang lakukan dengan menggunakan teknik skoring maka terpilih sub sektor perkebunan dari sub sektor perkebunan dilakukan analis is teknik skoring untuk mendapatkan basis bahan baku agroindustri maka diperoleh bahan baku yang berbasis sagu, untuk pengembangan agroindustri yang berbasis sagu dilakukan melalui strategi pembinaan dan pengembangan usaha agroindustri berbasis sagu secara terpadu.

(4)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak Cipta dilindungi

(5)

DI KABUPATEN BENGKALIS

S U F A N D I

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

S E K O L A H P AS C A S A R J A N A

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Nama Mahasiswa : S u f a n d i

NIM : A153024075

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Arief Daryanto, Mec Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjan a

Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yusman Syaukat, Mec Prof. Dr. Ir. Khairil Notodiputro, MS

(7)

merupakan anak pertama dari dua orang bersaudara, putra dari pasangan Ibrahim bin H. Ramli dan Rusni binti Basiran.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri Temiang Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis pada tahun 1979. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Selat Baru Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis pada tahun 1983, dan Sekolah Pendidikan Guru di SPG Negeri Kabupaten Bengkalis pada tahun 1986. Pada tahun 1986 bulan juli diterima pada Program S1 Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Sultan Syarif Qasim Pekan Baru dan diselesaikan pada tahun 1992.

(8)

Tiada kata yang layak penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT kecuali

rasa syukur, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan

kajian pembangunan daerah yang berjudul “Strategi Pengembangan Agroindustri

PERDESAAN di Kabupaten Bengkalis” sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Pembangunan Daerah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Pemerintah Kabupatan Bengkalis yang telah memberi kesempatan belajar

kepada penulis di Institut Pertanian Bogor.

2. Bapak Dr.Ir. Arief Daryanto, MEc dan Bapak Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong MS

selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan

yang bermafaat bagi penulis.

3. Bapak Ir. Fredian Tony, M.S dan Bapak Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec selaku

dosen mata kuliah Metodologi Kajian Pembangunan Daerah yang telah

memberikan teori dan teknik dalam penulisan.

4. Bapak Dr.Ir.Yusman Syaukat, MEc, selaku Ketua Program pada Program

Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor.

5. Kedua orangtua, Istri dan Anak -anak yang senantiasa memberikan Doa serta

dukungan moril.

(9)

penulisan maupun pengungkapan substansinya, untuk itu penulis sangat

mengharapkan kritik maupun saran yang dapat memperkaya pengetahuan

penulis dan mempertajam isi tulisan ini.

Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaaat dan semoga berkah Allah bersama

kita semua. Aamiin.

Bogor, Nopember 2006

(10)

Halaman

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Argoindustri ... 6

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN 4.1. Keadaan Geografis ... 26

V. PENENTUAN KOMODITAS AGROINDUSTRI PERDESAAN 5.1. Sub Sektor Pertanian ... 33

5.2. Sub Sektor Perkebunan ... 37

5.3. Sub Sektor Peternakan ... 39

(11)

S U F A N D I

S E K O L A H P A S C A S A R J A N A

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Nopember 2006

(13)

ABSTRAK

SUFANDI Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten

Bengkalis. Dibimbing olehARIEF DARYANTO dan W.H. LIMBONG.

Agroindustri perdesaan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang digeluti masyarakat kecil, tak terbantahkan . Perlu diketahui sektor ini bukan saja mampu meningkatkan pendpatan pada pelaku agroindustri; meningkatkan penyerapan tenaga kerja; meningkatkan PDRB melalui peningkatan ek spor hasil pertanian tetapi juga mampu mendorong munculnya industri yang lain.

Dengan pemikiran seperti d iatas peneneliti ingin melihat persoalan agroindustri perdesaan . Selain itu kajian ini berupaya menelaah komoditas agroindustri perdesaan yang dapat dikembangkan; melihat faktor-faktor stategis internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan dan rumusan strategi pengembangan agroindutri perdesaan di Kabupaten Bengkalis. Pada akhirnya kajian yang dilakukan untuk menyusun rancangan strategi pembinaan dan pengembangan usaha agroindustri berbasis sagu secara terpad u di Kabupaten Bengkalis.

Kajian menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kegiatan pengamatan langsung dan wawancara dengan responden. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan instansi terkait antara lain Dinas Per tanian Peternakan; Dinas Perindustrian Perdagangan dan Investasi; Bappeda; BPS; Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bengkalis dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. Setelah data yang relevan dengan penelitian diperoleh maka selanjutnya data tersebut diolah, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk menentukan sub sektorbahan baku; bahan baku komoditas agroindustri; untuk mengetahui faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan; dan untuk memperoleh rumusan strategi pengembangan agroindutri perdesaan.

Dari hasil kajian pembangunan daerah dapat ditarik beberapa kesimpulan: petama berdasarkan analisis yang lakukan dengan menggunakan teknik skoring maka terpilih sub sektor perkebunan dari sub sektor perkebunan dilakukan analis is teknik skoring untuk mendapatkan basis bahan baku agroindustri maka diperoleh bahan baku yang berbasis sagu, untuk pengembangan agroindustri yang berbasis sagu dilakukan melalui strategi pembinaan dan pengembangan usaha agroindustri berbasis sagu secara terpadu.

(14)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak Cipta dilindungi

(15)

DI KABUPATEN BENGKALIS

S U F A N D I

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

S E K O L A H P AS C A S A R J A N A

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

Nama Mahasiswa : S u f a n d i

NIM : A153024075

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Arief Daryanto, Mec Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjan a

Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yusman Syaukat, Mec Prof. Dr. Ir. Khairil Notodiputro, MS

(17)

merupakan anak pertama dari dua orang bersaudara, putra dari pasangan Ibrahim bin H. Ramli dan Rusni binti Basiran.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri Temiang Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis pada tahun 1979. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Selat Baru Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis pada tahun 1983, dan Sekolah Pendidikan Guru di SPG Negeri Kabupaten Bengkalis pada tahun 1986. Pada tahun 1986 bulan juli diterima pada Program S1 Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Sultan Syarif Qasim Pekan Baru dan diselesaikan pada tahun 1992.

(18)

Tiada kata yang layak penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT kecuali

rasa syukur, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan

kajian pembangunan daerah yang berjudul “Strategi Pengembangan Agroindustri

PERDESAAN di Kabupaten Bengkalis” sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Pembangunan Daerah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Pemerintah Kabupatan Bengkalis yang telah memberi kesempatan belajar

kepada penulis di Institut Pertanian Bogor.

2. Bapak Dr.Ir. Arief Daryanto, MEc dan Bapak Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong MS

selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan

yang bermafaat bagi penulis.

3. Bapak Ir. Fredian Tony, M.S dan Bapak Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec selaku

dosen mata kuliah Metodologi Kajian Pembangunan Daerah yang telah

memberikan teori dan teknik dalam penulisan.

4. Bapak Dr.Ir.Yusman Syaukat, MEc, selaku Ketua Program pada Program

Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor.

5. Kedua orangtua, Istri dan Anak -anak yang senantiasa memberikan Doa serta

dukungan moril.

(19)

penulisan maupun pengungkapan substansinya, untuk itu penulis sangat

mengharapkan kritik maupun saran yang dapat memperkaya pengetahuan

penulis dan mempertajam isi tulisan ini.

Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaaat dan semoga berkah Allah bersama

kita semua. Aamiin.

Bogor, Nopember 2006

(20)

Halaman

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Argoindustri ... 6

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN 4.1. Keadaan Geografis ... 26

V. PENENTUAN KOMODITAS AGROINDUSTRI PERDESAAN 5.1. Sub Sektor Pertanian ... 33

5.2. Sub Sektor Perkebunan ... 37

5.3. Sub Sektor Peternakan ... 39

(21)

5.6. Penentuan Bahan Baku Komoditas Agroindustri... 43

5.7. Sagu Sebagai Bahan Baku Komoditas Agroindustri di Kabupaten Bengkalis ... ... 44

5.8. Ikhtisar ... ... 47

VI. FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN UNGGULAN 6.1. Faktor-faktor Strategis dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan .. 48

6.1.1. Faktor Internal... 49

6.1.2. Faktor Eksternal ... 55

6.1.3. Evaluasi Faktor-Faktor Strategis ... 61

6.1.3.1. Evaluasi Faktor Internal ... 61

6.1.3.2. Evaluasi Faktor Ekternal ... 63

6.1.3.3. Matriks Internal Ekternal ... 66

6.1.4. Matriks SWOT ... 67

6.2. Penentuan Alternatif Strategi ... 70

6.3. Ikhtisar... ... 72

VII. RANCANGAN PROGRAM 7.1. Visi Kabupaten Bengkalis ... 75

7.2. Misi Kabupaten Bengkalis ... 75

7.3. Arah Kebijakan Pembangunan Industri Kabupaten Bengkalis ... ... 76

7.4. Rancangan Program Agroindustri Berbasis Sagu ... 77

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. kesimpulan ... ... ... 81

8.2. Implikasi Kebijakan ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(22)

1. Tujuan, Metode Analisis, Variabel, Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 17

2. Matriks Strateg i SWOT ... 22

2. Kepadatan Penduduk di Kab. Bengkalis Menurut Kecamatan, Tahun

2005 ... 27

3. Distribusi Penduduk Kabupaten Bengkalis Umur 10 Tahun ke Atas

menurut Ijazah/STTB Tertinggi Tahun 2005 ... 29

4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten

Bengkalis tahun 2004 - 2005 ... 30

5. Laju Pertumbuhan Sektoral PDRB Kabupaten Bengkalis, 2005 ... 31

6. Perkembangan Luas Panen Tanaman Bahan Makanan Menurut

Kecamatan ... 34

7. Perkembangan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut

Kecamatan ... 35

8. Perkembangan Luas Panen Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut

Kecamatan ... 37

9. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunn Rakyat Menurut

Kecamatan ... 38

10. Perkembangan Produksi Ternak Kebupaten Bengkalis Menurut

Kecamatan ... 40

11. Perkembangan Produksi Perikanan menurut Kecamatan ... 41

12. Hasil Penentuan Bobot Sub Sektor ... 42

13. Hasil analisis Penentuan Baku Komoditas Agroindustri ... 44

14. Luas Panen, Produksi Per Hektar Komoditas Tanaman Sagu di

Kabupat en Bengkalis Tahun 2001-2005 ... 45

16. Kontribusi Komoditas Sagu Terhadap PDRB Tahun 2001-2004... 45

(23)

Bengkalis Tahun 2005... 47

19. EFI Pengembangan Komoditas Agroindustri Perdesaan di Kabupaten

Bengkalis ... 62

20. EFE Pengembangan Komoditas Agroindustri perdesaan di Kabupaten

Bengkalis ... 64

21. Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri perdesaan Berbasis

Sagu di Kabupaten Bengkalis ... 68

22. Hasil Perhitungan Peringkat Strategi Pengembangan Agroindustri

Perdesaan di Kabupaten Bengkalis ... 71

23. Masalah dan Tindakan Pemecahan Masalah Strategi Penetrasi Pasar

(24)

Halaman

1. PDRB Kabupaten Bengkalis Tanpa Migas Atas Dasar Harga

Konstan 1993 Menurut Sektor 199-2003 (Jutaan Rupiah) ... 87

2. Perhitungan Penentuan Sub Sektor Bahan Baku Agroindustri dengan Menggunakan Teknik Skoring Berdasarkan Penilaiann 7 Orang

Responden . ... 88

3. Perhitungan Penentuan Bahan Baku Agroindustri dengan Menggunakan Teknik Skoring Berdasarkan Penila ian 7 Orang

Responden ... 92

4. Penentuan Kekuatan dan Kelemahan Faktor Strategis Internal Dalam

Pengembangan Agroindustri Perdesaan Berb asis Sagu dari 7 Responden .. 96

5. Penentuan Bobot Faktor Strategis Internal dalam Pengembangan

Agroindustri Perdesaan Berbasis Sagu dari 7 Responden ... 96

6. Hasil Perhitungan Rating Faktor Kekuatan dari 7 Responden... 97

.

7. Hasil Perhitungan Rating Faktor Kelemahan dari 7 Responden ... 97

8. EFI Pengembangan Komoditas Agroindustri Perdesaan Berbasis Sagu di Kabupaten Ben gkalis... 97

9. Penentuan Kekuatan dan Kelemahan Faktor Strategis Eksternal dalam Pengembangan Agroindustri Peresaan Berbasis Sagu dari 7 Responden ... 98

10. Penentuan Bobot Faktor Strategis Eksternal Dalam Pengembangan

Agroindustri Perdesaan Berbasis Sagu dari 7 Responden ... 98

11. Hasil Perhitungan Rating Faktor Peluang dari 7 Responden ... 99

12. Hasil Perhitungan Rating Faktor Ancaman dari 7 Responden ... 99

13. EFE Pengembangan Komoditas Agroindustri Perdesaan Berbasis Sagu di Kabupaten Bengkalis ... 99

14. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 1

(25)

Berkualitas) Dari 7 Responden ... 87

15. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 2 (Melaksanakan Kemitraan Antara Industri Besar/Menengah Dengan Agroindustri Perdesaan Dalam Pengembangan Agroindustri Sagu)

Dari 7 Responden... 101

16. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 3 (Pembinaan dan Pengembangan Usaha Agroindustri Berbasis Sagu

Secara Terpadu) Dari 7 Responden ... 102

17. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 4 (Penetrasi Pasar dan Pengembangan Produk Agroindustri Berbasis

Sagu) Dari 7 Responden ... 103

18. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 5 (Memperkuat Jaringan Informasi Pasar Guna Memanfaatkan Peluang

Perdagangan Antar Daerah) Dari 7 Responden ... 104

19. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 6 (Pemberdayaan Kelembagaan Pelaku Agroindustri Berbasis Sagu )

Dari 7 Responden... 105

20. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 7 (Peningkatan Intensitas Pembinaan Agroin dustri Berbasis Sagu Melalui Perluasan Penguasan Faktor Produksi Serta Pemberian Pelatihan dan Pengembangan Guna Meningkatkan Kemampuan

Usaha) Dari 7 Responden ... 106

21. Hasil Perhitungan Total Nilai Daya Tarik (TNDT) Dalam Pemilihan Strategi Pengembangan Agro industri Perdesaan di Kabupaten

Bengkalis Melalui QSPM Dari 7 Responden ... 107

(26)

Halaman

1. Proses Agroindustri ... 7

2. Kerangka Pemikiran Analisis Strategi Pengembangan Agroin dustri

perdesaan di Kaupaten Bengkalis ... 15

(27)

1.1. Latar Belakang

Era globalisasi mengakib atkan semakin komplek snya pasar yang disertai

dengan semakin terbukanya ekonomi domestik, sehingga menimbulkan adanya

ketidakpastian terhadap komoditas pertanian apabila produk-produk pertanian

tersebut tidak mampu bersaing sesuai dengan tuntutan pasar yang semakin kuat.

kondisi tersebut diperparah dengan kondisi usaha pertanian yang masih

bersifat tradisional dan pada umumnya dipasarkan dalam bentuk bahan-bahan

mentah (primary product). Dalam permasalahan tersebut harus ada upaya dalam

menjaga produk-produk dari pertanian tersebut agar dapat mempunyai nilai lebih

serta meningkatkan posisi tawarnya (bergaining position).

Untuk dapat berperan-dalam perekonomian, maka produk pertanian harus

dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar. Salah satu upaya yang dilakukan

melalui peningkatan industrialisasi produk pertanian (agroindustri) dalam bentuk

pascapanen terhadap produk pertanian secara umum.

Upaya pengembangan agroindustri tidak dapat dilepaskan dari peran

agroindustri itu sendiri yakni menciptakan nilai tambah terhadap hasil pertanian,

menarik tenaga kerja pertanian ke sektor industri, dan mendukung upaya

pembangunan pertanian.

Pengembangan agroindustri di Kabupaten Bengkalis selama ini

diperlihatkan dengan kondisi yang belum begitu berkembang, sehingga peluang

letak Kabupaten Bengkalis yang strategis tersebut tidak dapat memberikan

(28)

Secara demografis letak Kabupaten Bengkalis di Pesisir Selatan Pulau

Sumatera, merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Negara Singapura

dan Malaysia, sehingga akan memberikan dampak langsung terhadap fenomena

era globalisasi di Kabupaten Bengkalis. Dengan kondisi daerah yang didominasi

oleh hutan dan areal pertanian yang cukup luas, menuntut adanya solusi terhadap

permasalahan dalam pembangunan sektor pertanian, maka diperlukan dukungan

dari program pengembangan agroindustri perdesaan.

Selama ini pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis

banyak diwarnai oleh pengaruh birokrasi, yaitu dalam bentuk program -program

yang diterapkan pada masyarakat hanya bersifat proyek sehingga muncul

permasalahan-permasalahan di dalam pembangunan agroindustri. Atas dasar hal

tersebut, maka diperlukan suatu analisis untuk menentukan ”Bagaimana Strategi

Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis?”, agar dapat

mendukung upaya pembangunan pertanian.

1.2. Perumusan Masalah

Peluang otonomi daerah harus direspon oleh pemerintah daerah secara

bijak, terutama dalam perencanaan pembangunan dan pemanfaatan potensi

sumberdaya alam secara optimal dan terarah untuk kesejahteraan masyarakat.

Pertanian merupakan mata pencaharian sebahagian besar penduduk Kabupaten

Bengkalis. Agroindustri merupakan sektor hilir dari pertanian, dalam suatu

rangkaian agribisnis dapat diharapkan sebagai peluang pasar. Dalam

pengembangan pertanian mau tidak mau agroindustri berbasis perdesaan harus

dikembangkan. Untuk itu perlu dilihat. ”apa sumber -sumber bahan baku

(29)

komoditas agroindustri perdesaan yang akan dikembangkan di Kabupaten

Bengkalis?“.

Kekuatan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia merupakan

keunggulan komparatif yang dimiliki suatu daerah. Namun keunggulan

komparatif harus diiringi dengan keunggulan kompetitif agar dapat bersaing

dengan kompetitor dari luar daerah. Kabupaten Bengkalis dalam menghasilkan

produk-produk pertanian dapat dikatakan sudah memiliki keunggulan komparatif

bagi pengembangan agroindustri. Beberapa produk pertanian selama ini telah

diolah menjadi produk industri oleh berbagai agroindustri yang berada di

Kabupaten Bengkalis, namun dalam pemasaran produk-produk tersebut selama ini

dirasakan masih lemah dalam bersaing dengan produk dari luar, untuk itu perlu

dilihat “bagaimana faktor-faktor strategis eksternal dan internal mempengaruhi

pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis?”.

Suatu usaha atau organisasi dalam perkembangannya dipengaruhi oleh

lingkungan yang harus dihadapi baik internal maupun eksternal. Agroindustri juga

tidak terlepas dari pengaruh lingkungan , dengan mengelola faktor-faktor

lingkungan secara baik maka dapat diharapkan suatu usaha atau organisasi

memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage). Dalam rangka

pengembangan agroindustri perdesaan perlu diketahui “apa rumusan strategi

(30)

1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian

1.3.1. Tujuan Kajian

Tujuan umum dari kajian ini adalah merumuskan strategi pengembangan

agroindustri perdesaan sebagai penjabaran visi dan misi Kabupaten Bengkalis.

Tujuan khusus dilakukannya kajian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi sub sektor bahan baku agroindustri yang akan

dikembangkan di Kabupaten Bengkalis.

2. Mengidentifikasi komoditas bahan baku agroindustri perdesaan yang dapat

dikembangkan di Kabupaten Bengkalis.

3. Mengetahui faktor-faktor strategis eksternal dan internal yang

mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan d i Kabupaten

Bengkalis.

4. Memperoleh rumusan strategi pengembangan agroindustri perdesaan di

Kabupaten Bengkalis.

1.3.2. Manfaat Kajian

Manfaat dilakukan kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Teridentifikasinya sub sektor bahan baku agroindustri yang akan

dikembangkan di Kabupaten Bengkalis.

2. Teridentifikasinya komoditas bahan baku agroindustri perdesaan yang

dapat dikembangkan di Kabupaten Bengkalis.

3. Diketahuinya faktor-faktor strategis eksternal dan internal yang

mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten

(31)

4. Diperoleh rumusan strategi pengembangan agroindustri perdesaan di

Kabupaten Bengkalis.

5. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pem erintah Kabupaten

Bengkalis dalam menyusun suatu rumusan yang tepat mengenai strategi

pengembangan potensi ag roindustri perdesaan berdasarkan potensi yang

dimiliki daerah.

6. Bagi penulis dapat merupakan sarana pengembangan wawasan dalam

menganalisa suatu masalah, dalam hal ini mengenai penentuan potensi

(32)

2.1. Pengertian Agroindustri

Agroindustri adalah fase pertumbuhan setelah pembangunan pertanian

tetapi sebelum pembangunan tersebut memulai ketahapan pembangunan industri.

Sajise (1996) di acu dalam Soekartawi (2001). Jadi setelah pembangunan

pertanian, diikuti dengan pembangunan agroindustri kemudian pembangunan

industri.

Selanjutnya Austin (1992) serta Brown (1994) di acu dalam Soekartawi

(2001) mendefinisikan agroindustri sebagai pengolah sumber bahan baku yang

bersumber dari tanaman atau hewan. Dengan kata lain pengolahan adalah suatu

operasi atau rangkaian operasi terhadap suatu bahan mentah untuk diubah

bentuknya dan atau komposisinya.

Dengan definisi tersebut terlihat bahwa pelaku agroindustri berada

diantara petani (yang memproduksi hasil pertanian sebagai bahan baku

agroindustri). Untuk lebih rinci, Hicks (1995) mengatakan langkah-langkah dalam

agroindustri meliputi: (1) Upaya meningkatkan nilai tambah : (2) Menghasilkan

produk yang dapat di pasarkan atau digunakan atau dimakan : (3) Meningkatkan

daya simpan, dan (4) Menambah pendapatan dan keuntungan produsen.

Agroindustri merupakan bagian dari agribisnis dan dalam agrib isnis

terdapat tiga unsur yaitu (Handaka dan Paramawati, 2002):

1. Industri hulu pertanian, yaitu industri-industri yang menghasilkan sarana

(33)

kimia seperti pupuk, pestisida dan obat-obatan untuk komoditas pertanian,

industri perbenihan/pembibitan serta industri alat dan mesin pertanian.

2. Budidaya pertanian dalam arti luas, mencakup aspek budidaya atau produksi

tanaman pangan, perkebunan, holtikultura, peternakan dan perikanan.

Pertanian dimulai dari persiapan seperti pengolahan lahan hingga panen.

3. Industri hilir atau agroindustri, yaitu kegiatan industri pengolahan hasil

pertanian menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediate product)

maupun produk akhir (final product).

Dengan berlakunya Undang-undang otonomi daerah, daerah harus

semakin memahami potensi daerahnya masing-masing. Artinya, daerah harus

menjadi penghasil berbagai komoditas dengan asumsi tiap daaerah membangun

agroindustri berdasarkan komoditas yang mempunyai potensi lokal.

Diharapkan dengan otonomi daerah, penapsiran Undang -undang Nomor

32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 campur tangan

pemerintah dalam membentuk kebijakan (pusat dan daerah) mampu

mempengaruhi permintaan pasar, serta harus menjadi acuan dalam menerapkan

agroindustri yang mengedepankan budaya mutu. Untuk lebih memperjelas, bagan

proses agroindustri dapat dilihat pada Gambar 1 (Handaka dan Paramawati,

2002).

(34)

2.2. Pengembangan Agroindustri

Menurut Nasution (2002) Strategi dasar pengembangan agroindustri terdiri

dari beberapa tahap yaitu: (1) merubah pola pikir petani dari pola p ikir yang

berorientas i pada produk keorientasi pasar, melalui kegiatan penyuluhan,

pendidikan dan pelatihan, untuk mencetak tenaga profesional. (2) Membebas kan

semua kendala (struktur) sehingga aktivitas agroindustri dapat mencapai tingkat

yang optimal melalui pembangunan prasarana fisik, lembaga finansial yang

terjangkau oleh para pekebun.

Pengembangan agroindustri di Indonesia cukup berpeluang karena:

(1) Didukung oleh besarnya p otensi sumberdaya yang dimiliki, (2) Tuntutan

(permintaan/demand) pasar yang dari tahun ke tahun semakin meningkat,

baik di dalam negeri maupun di luar negeri, (3) Keanekaragaman produk

pertanian merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan

menjadi berbagai produk olahan (agroindustri) dan (4) Tuntutan pasar

dengan semakin meningkat permintaan terhadap bahan pangan olahan dan

dengan adanya gejala negara maju mulai meninggalkan industri pengolahan.

Merupakan peluang untuk mengembangkan agroindustri di Indonesia

(Wardoyo, 1992 di acu dalam Nasution, 2002 ).

Lebih lanjut dikatak an oleh Wardoyo (1990) salah satu yang perlu disadari

dalam pengembangan agroindustri di Indonesia mempunyai ciri yang spesifik,

akibat bervariasinya kualitas sumberdaya pola usahatani dan sistem lembaga yang

dianut masyarakat setempat pengembangan agroindustri harus memperhatikan

skala usaha, sehingga pada tingkat yang menguntungkan dan efisien dalam

(35)

yang dilakukan untuk pengembangan agroindustri dapat ditempuh dengan tiga

pola yaitu: pola usaha bes ar terintegrasi: pola kemitraan skala besar dengan petani

kecil dan pola skala rumah tangga dilingkungan petani.

2.3. Pendekatan Wilayah Dalam Pengembangan Agroindustri

Menurut Hanafiah diacu dalam Nasution (2002) bahwa perkembangan

beberapa konsep dalam pendekatan pembangunan wilayah perdesaan yang pernah

dilakukan antara lain:

1. Pengembangan Kelompok Masyarakat (Community Development)

Pengembangan kelompok masyarakat didefenisikan sebagai suatu proses,

metoda, program, kelembagaan dan gerakan yang mencakup pengikutsertakan

masyarakat dalam menanggulangi masalah yang dihadapi bersama, mendidik

dan melatih masyarakat dalam proses mengatasi masalah secara bersama-sama

serta mengaktifkan kelembanggan untuk alih teknologi kepada masyarakat.

2. Pembukaan Daerah Baru

Pendekatan pembukaan daerah baru kurang mendapat perhatian karena terlalu

mahal, meskipun dari sisi yang lain dapat memberikan hasil yang memuaskan.

3. Pembangunan Pertanian

Pendekatan ini telah berhasil dalam meningkatkan produksi, tetapi membawa

masalah lain seperti adanya polarisasi faktor produksi dan masalah

kelembagaan.

4. Pengembangan Industri Perdesaan

Pendekatan keempat ini keberhasilannya sangat diragukan karena tidak

(36)

5. Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengembangan

Pendekatan ini mengacu pada struktur dan organisasi tata ruang suatu wilayah,

maka terdapat suatu daerah pusat dan (pole of growth) dan wilayah pinggiran

(hinterland), yang mempunyai saling ketergantungan secara fungsional. Bagi

pembangunan perdesaan peranan pusat -pusat pertumbuhan selain berfungsi

sebagai pusat pelayanan, dan pemukiman, juga dapat dilihat sebagai unsur

strategis dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan perdesaan.

Pengembangan industri kecil termasuk agroindustri yang padat karya di

kawasan perdesaan dan peningkatan peran serta masyarakat perdesaan dalam

pengambilan keputusan serta pengembangan tatanan kelembagaan yang

memadai merupakan unsur-unsur pokok dalam pembangunan desa secara

terpadu.

2.4. Manajemen Strategis

Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan

untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan lintas

fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai objektifnya. Seperti yang

tersirat dalam definisi, fokus manajemen strategis terletak pada memadukan

manajemen, pemasaran, keuntungan/akunting, produksi/operasi, penelitian dan

pengembangan, serta sistem infomasi komputer untuk mencapai keberhasilan

organisasi (David, 2002).

Siagian (2001) mengatakan bahwa manajemen strategis adalah

serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen

puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam

(37)

proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahap, yaitu : perumusan strategi,

implementasi strategi dan evaluasi strategi.

Perumusan strategi termasuk mengembangkan misi, mengenali peluang

dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal,

menetapkan objektif jangka panjang, menghasilkan strategi alternatif dan memilih

strategi tertentu untuk dilaksanakan. Implementasi strategi menuntut perusahaan

untuk menetapkan objektif tahunan, melengkapi kebijakan, memotivasi karyawan

dan mengalokasik an sumberdaya sehingga strategi yang dirumuskan dapat

dilaksanakan, implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya

mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif mengubah arah

usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan

sistem informasi dan menghubungkan kompensasi karyawan dengan prestasi

organisasi. Implementasi strategi sering disebut tahap tindakan manajemen

strategis.

Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategis. Para

manajemen sangat perlu mengetahui kapan strategi tertentu tidak berfungsi

dengan baik. Evaluasi strategi terutama berarti usaha untuk memperoleh

informasi, dimana semua strategi dapat dimodifikasi dimasa depan karena

faktor-faktor eksternal dan internal selalu berubah. Ada tiga aktifitas mendasar untuk

mengevaluasi strategi, yaitu: (1) meninjau faktor-faktor eksternal dan internal

yang menjadi dasar strategi sekarang, (2) mengukur prestasi, dan (3) mengambil

tindakan korektif. Evaluasi strategi diperlukan karena keberhasila n hari ini bukan

(38)

Proses manajemen strategis dapat diuraikan sebagai pendekatan yang

objektif, logis, sistematis untuk membuat keputusan besar dalam suatu organisasi.

Proses manajemen strategis paling baik dapat dipelajari dan diterapkan

menggunakan suatu model. Setiap model menggambarkan semacam proses,

pendekatan yang jelas dan praktis untuk merumuskan, mengimplementasikan dan

mengevaluasi strategi.

Siagian (2001) berpendapat bahwa terdapat dua belas tahap yang umum

dilalui dalam proses manajemen strategis, yaitu:

1. Perumusan Misi Organisasi

Bagi suatu organisasi atau perusahaan penentuan misi sangat penting karena

misi itu bukan hanya sangat mendasar sifatnya, akan tetapi membuat

organisasi memiliki jati diri yang bersifat khas. Dengan kata lain misi adalah

faktor yang membedakan satu organisasi lainnya yang sejenis, dalam arti

bergerak dalam bidang bisnis yang serupa. Pentingnya misi juga terlihat

dengan jelas apabila diingat bahwa misi menentukan tugas -tugas utama yang

harus terselenggara dalam organisasi dalam rangka pencapaian dan tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya. Singkatnya dalam misi harus terlihat jelas

produk andalan apa yang akan dihasilkan, pasar/konsumen, cara

pemanfaatan teknologi yang akan digunakan, yang kesemuanya

menggambarkan sistem nilai dan skala prioritas yang dianut oleh para

pengambil keputusan strategis dalam organisasi.

2. Penentuan Profil Organisasi

Setiap organisasi menghadapi keterbatasan kemampuan menyediakan dan

(39)

prasarana, waktu dan tenaga kerja. Menghadapi kenyataan demikian

manajemen puncak perlu melakukan suatu analisis yang objektif agar dapat

ditentukan kemampuan organisasi berdasarkan berbagai sumber yang sudah

dimiliki atau mungkin diperolehnya, berdasarkan analisis itulah profil

organisasi ditetapkan. Profil dimaksud menggambarkan kuantitas dan

kualitas berbagai sumber yang dapat atau mungkin dikuasainya untuk

dimanfaatkan dalam rangka pelaksanaan strategi yang telah ditentukan.

Peranan profi organisasi menjadi sangat penting dalam melihat apa yang

mungkin atau tidak mungkin dikerjakan oleh organisasi.

3. Analisis dan Pilihan Strategis

Penilaian yang dilakukan secara simultan terhadap lingkungan eksternal dan

profil organisasi memungkin manajemen mengidentifikasikan berbagai jenis

peluang yang mungkin timbul dan dapat dimanfaatkan. Berbagai peluang

tersebut berupa kemungkinan yang wajar untuk dipertimbangkan. Dalam

melakukan analisis tentang berbagai kemungkinan tersebut manajemen

mutlak perlu melakukan penyaringan yang cermat sehingga terlihat

perbedaan nyata antara kemungkinan sebagai peluang dan kemungkinan

yang diinginkan. Jika proses demikian dilalui dengan tepat, hasilnya ialah

suatu pilihan yang sifatnya strategis. Suatu pilihan strategis harus bermuara

pada penggabungan antara sasaran jangka panjang dan strategi dasar

organisasi yang pada gilirannya menempatkan organisasi pada posisi yang

optimal dalam menghadapi lingkungannya dalam rangka mengemban misi

(40)

4. Penetapan Sasaran Jangka Panjang

Agar mempunyai makna operasional yang dipahami oleh semua orang

dalam organisasi, manajemen puncak harus menyatakan secara jelas apa

yang diinginkan dicapai oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu dimasa

yang akan datang, karena itulah apa yang dimaksud dengan sasaran. Pada

umumnya pencapaian sasaran melibatkan berbagai unsur organisasi,

berbagai sasaran tersebut dinyatakan secara spesifik, dapat diukur, dapat

dicapai dan konsisten dengan berbagai sasaran lain yang ingin dicapai oleh

organisasi.

5. Penentuan Strategis Induk

Untuk mencapai berbagai sasaran yang telah ditentukan, setiap organisasi

memerlukan strategi induk, yaitu suatu rencana umum yang bersifat

menyeluruh atau komprehensif yang mengandung arahan tentang tindakan

-tindakan utama yang apabila terlaksana dengan baik akan berakibat pada

tercapainya berbagai sasaran jangka panjang dalam lingkungan eksternal

yang bergerak dinamis. Dengan perkataan lain, strategi induk merupakan

suatu pernyataan oleh manajemen puncak tentang cara-cara yang akan

digunakan dimasa depan untuk mencapai berbagai sasaran yang telah

ditetapkan tersebut.

6. Penentuan Strategis Operasional

Telah umum diketahui bahwa suatu organisasi terdiri dari berbagai satuan

kerja yang dikenal dengan berbagai nomenklatur seperti departemen, divisi,

bagian, seksi dan sebagainya, yang bertanggung jawab untuk

(41)

Pemasaran, keuangan, akunting, sumber daya manusia dan berbagai fungsi

organisasi lainnya. Berbagai satuan kerja itulah yang mengoperasionalkan

rencana maupun strategi organisasi. Bagi mereka inilah strategi operasional

dibuat dan ditentukan dan atas dasar itulah mereka bekerja pada tahun

berikutnya. Satu hal yang menonjol dalam strategi operasional ialah rencana

dan program kerja yang dinyatakan dalam bentuk anggaran.

7. Penentuan Sasaran Jangka Pendek

Sasaran jangka panjang suatu organisasi atau perusahaan memerlukan

kongkretisasi. Salah satu cara melakukan kongkretisasi itu ialah dengan

melakukan periodisasi, antara lain dengan menetapkan sasaran tahunan.

Dengan perkataan lain, sasaran jangka panjang mutlak perlu dirinci dalam

sasaran jangka pendek, dalam hal ini sasaran tahunan. Karena sifatnya

rincian sasaran jangka panjang, berarti bahwa bidang-bidang sasaran jangka

panjang juga merupakan bidang-bidang sasaran jangka pendek. Hanya saja

karena jangkauan waktunya lebih dekat, rincian tersebut harus semakin lebih

jelas, kongkret, mengandung hal-hal yang sifatnya mendetail dan semakin

bersifat kuantitatif.

8. Perumusan Kebijaksanaan

Kebijaksanaan dalam kaitan ini diartikan sebagai pernyataan formal dari

pimpinan organisasi yang digunakan oleh berbagai pihak dalam organisasi

dalam menunaikan kewajiban dan memikul tanggung jawab masing-masing.

Kebijaksanaan merupakan bagian dari upaya menjamin bahwa segala

sesuatu yang terjadi dalam organisasi dimaksudkan untuk mencapai berbagai

(42)

9. Pelembagaan Strategis

Agar dalam suatu organisasi tercipta suatu persepsi tentang gerak langkah

dari semua komponen organisasi dalam rangka implementasi strategi untuk

mencapai tujuan sasaran yang telah ditetapkan harus menjadi milik setiap

orang dalam organisasi disebut dengan pelembagaan suatu strategi. Dengan

pelembagaan yang efektif berarti apapun yang terjadi dalam organisasi

selalu diarahkan pada operasionalisasi. Dengan perkataan lain pelembagaan

membuat hal-hal diatas mendarah daging disemua tingkat, kalangan dan

komponen organisasi yang bersangkutan. Sudah barang tentu pelembagaan

tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus dilakukan secara

terprogram dan berkelanjutan. Dalam pelembagaan tersebut, tiga unsur

organisasi yang mutlak mendapat sorotan perhatian adalah struktur

organisasi, gaya kepemimpinan dan kultur organisasi.

10. Penciptaan Sistem Pengawasan

Merupakan kenyataan yang tidak dapat disanggah bahwa operasionalisasi

strategi memerlukan pengawasan. Mengawasi berarti mengamati dan

memantau dengan berbagai cara sementara berbagai kegiatan operasional

sedang berlangsung. Maksudnya ialah untuk mengetahui apakah dalam

pelaksanaan terdapat penyimpangan dari rencana dan program yang telah

ditentukan sebelumnya.

11. Penciptakan Sistem penilaian

Penilaian merupakan salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dan

oleh karena itu perlu dilakukan oleh manajemen. Karena menajemen

(43)

implementasi telah selesai dikerjakan. Penilaian dilakukan dengan cara

membandingkan hasil yang dicapai dengan hasil yang seharusnya dicapai

berdasarkan rencana dan program yang telah ditetapkan sebelumnya.

12. Penciptaan Sistem Umpan Balik

Manajemen puncak sangat berkepentingan memperoleh umpan baik tentang

bagaimana strategi yang telah ditetapkan diimplementasikan. Dengan umpan

balik yang faktual, tepat waktu dan objektif, manajemen puncak

memperoleh pengetahuan tentang segi-segi keberhasilan organisasi maupun

kekurang berhasilannya atau bahkan kegagalannya. Sekaligus dapat

diketahui faktor-fakto r penyebabnya yang pada gilirannya dimanfaatkan

dalam melakukan proses manajemen strategis berikutnya.

Menurut sejarah, manfaat prinsip dari manajemen stragtegis adalah

membantu organisasi membuat strategi yang lebih baik dengan menggunakan

pendekatan yang lebih sistematis, logis dan rasional pada pilihan strategis. Hal ini

pasti berlanjut menjadi manfaat utama dari manajemen strategis.

2.5. Lingkungan Strategis

Menurut Rangkuti (2001) proses perencanaan strategis melalui tiga tahap

analisis, yaitu (1) Tahap pengumpulan data (2) Tahap analisis dan (3) Tahap

pengembalian keputusan. Tahap pengumpulan data pada dasarnya tidak hanya

sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan

pengklasifikasian dan pra analisis.

Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan

(44)

strategi eksternal, (2) Matriks faktor strategi internal dan (3) Matriks profil

kompetitif. Tahap analisis dilakukan setelah semua informasi yang berpengaruh

dikumpulkan. Ada beberapa model yang dapat digunakan yaitu : (1) Matriks

TOWS atau SWOT, (2) Matriks BCG, (3) Matriks Internal Eksternal, (4) Matriks

SPACE dan (5) Matriks Grand Strategi.

Analisis situasi atau lingkungan merupakan awal proses perumusan

strategi. Selain itu analisis situasi juga mengharuskan para manajer strategi untuk

menemukan kesesuaian strategi antara peluangpeluang eksternal dan kekuatan

-kekuatan internal, disamping memperhatikan ancaman-ancaman eksternal dan

kelemahan -kelemahan internal. Mengingat bahwa SWOT adalah akronim untuk

Strength, Weaknesses, Opportunities and Threats dari organisasi, yang semuanya

merupakan faktor faktor strategi (Hunger dan Wheelen, 2001).

Rangkuti (2001) menyatakan bahwa matriks SWOT dipakai untuk

menyusun faktor-faktor strategis perusahaan. Matriks ini dapat menggambarkan

secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan

dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.

Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan strategi, yaitu:

(1) Strategi S-O (2) Strategi S-T (3) Strategi W-O, dan (4) Strategi W-T. Analisis

SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan

strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara

(45)

2.6. Pengambilan Keputusan

David (2002) mengemukakan bahwa analis is dan intuisi menyediakan

dasar untuk membuat keputusan perumusan strategi. Quantitative Strategic

Planning Matriks (QSPM) merupakan tahap ketiga dari kerangka analisis

perumusan strategi untuk menunjukkan strategi alternatif mana yang baik. Matriks

EFE dan Matriks IFE menyediakan informasi yang diperlukan bagi QSPM.

Matriks QSPM adalah alat yang memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi

strategi alternatif secara objektif, berdasarkan pada faktor-faktor krisis untuk

sukses internal dan eksternal yang dikenali sebelumnya.

Secara konsep QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi

berdasarkan pada sejauh mana faktor-faktor sukses kritis eksternal dan internal

dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif dari setiap strategi dalam satu set

alternatif dihitung dengan menetapkan dampak kumulatif dari setiap faktor sukses

(46)

3.1. Kerangka Pemikiran

Saat ini, pemerintah Kabupaten Bengkalis sedang menggagas adanya

pengembangan beberapa komoditas unggulan guna mendongkrak peningkatan

pendapatan petani/masyarakat sekaligus memacu perekonomian daerah.

Komoditas y ang dikembangkan antara lain : Nenas, Kelapa Sawit, Karet dan Sagu.

Pola pengembangan yang akan dilaksanakan adalah dengan cara menopang

agroindustri perdesaan d i Kabupaten Bengkalis. Kerangka pemikiran analisis

strategi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis dapat

dilihat pada Gambar 2.

(47)

Untuk terlaksananya program diperlukan adanya suatu rencana strategis

sehingga program benar-benar berhasil baik dalam rangka pengembangan

ekonomi lokal/daerah dalam peningkatan pendapatan pelaku agroindustri dan

kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Untuk itu perlu dilakukan kajian

yang mendalam yang akan dilaksanakan dalam bentuk “Kajian Pembangunan

Daerah” ini, dengan alur pikir sebagaimana tertera pada G ambar 1.

3.2. Tempat dan Waktu Kajian

Penelitian ini dilak ukan di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau yang

meliputi 13 Kecamatan. Waktu pelaksanaan untuk pengumpulan data penelitian

dilakukan selama dua bulan, mulai bulan Maret sampai dengan mai 2005.

3.3. Metode Kajian

3.3.1. Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling

Sasaran penelitian adalah pengumpulan data skunder yang

menyangkut informasi mengenai sumber-sumber bahan baku agroindustri,

untuk dilakukan penilaian bobot keriteria berdasarkan pertimbangan para

ahli. Penentuan responden ahli dilakukan dengan metode purposive

sampling sebanyak 7 orang. Begitu juga untuk penentuan kekuatan

pengendali analisis SWOT dilakukan hal yang sama.

3.3.2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data skunder dilakukan dengan telaah pustaka dan data

yang diperoleh dari instansi atau dinas terkait Dinas Pertanian Peternakan,

(48)

Perencanaan Daerah, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa serta Dinas

Perindustrian Perdagangan dan Investasi Kabupaten Bengkalis dan Provinsi Riau.

3.3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data yang relevan seperti ditunjukkan pada Tabel 1, maka

selanjutnya data tersebut diolah, sehingga dapat digunakan sebagai bahan

untuk menentukan komoditas agroindustri dan menyusun strategi

pengembangannya di Kabupaten Bengkalis sesuai dengan tujuan penelitian,

sebagai berikut:

Tabel 1. Tujuan, Metode Analisis, Variabel, Jenis dan Sumber Data Penelitian

a. Metode Teknik Skoring

Teknik skoring digunakan untuk penentuan subsektor sumber bahan

(49)

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam teknik skoring adalah

sebagai berikut:

1. Mengumpulkan semua alternatif.

2. Ditentukan kriteria-kriteria penting dalam pengambilan keputusan.

3. Dilakukan penilaian terhadap semua kriteria.

4. Dilakukan penilaian terhadap semua alternatif masing-masing kriteria.

5. Dih itung nilai dari tiap alternatif.

6. Memberikan jenjang kepada alternatif berdasarkan pada nilai

masing-masing, mulai dari urutan nilai alternatif terbesar sampai yang terkecil.

Adapun kriteria-kriteria yang digunakan meliputi: (1) Ketersediaan

lahan, (2) Produktivitas lahan, (3) Keterampilan petani, (4) Teknologi;

(5) Potensi pasar, (6) Aksesibilitas, (7) Aspek kelembagaan, (8) Kebijakan

pemerintah, (9) Kondisi lingkungan/alam, (10) Aspirasi/ motivasi petani,

(11) Kemudahan/ketersediaan peralatan.

Dari 11 kriteria tersebut kepada responden diminta untuk

memberikan skor dari 1 sampai 4 (1 = tidak mendukung, 2 = kurang

mendukung, 3 = mendukung, 4 = sangat mendukung). Dalam pen ilaian ini

semua responden diasumsikan memiliki kemampuan yang sama dalam hal

pemberian skoring.

b. Evaluasi Faktor Ekternal (EFE)

Langkah kerja dalam penentuan faktor eksternal dan pembobotan

yaitu : membuat daftar peluang dan ancaman kemudian memberikan bobot

pada tiap peluang dan ancaman, (dari tidak pentin g > 0,0 sampai dengan

(50)

pada setiap peluang dan ancaman (1 = dibawah rata-rata, 2 = rata-rata,

3 = diatas rata-rata, 4 = sangat diatas rata -rata). Tahap selanjutnya kalikan

bobot dengan rating sehingga menghasilkan weight score, jumlahkan weight

score untuk mendapatkan total weight score (David, 2002).

c. Evaluasi Faktor Internal (EFI)

Menurut David (2002), langkah penutup dalam melaksanakan audit

manajemen strategis internal adalah membuat matriks Evaluasi Faktor

Internal (EFI) seperti pada Tabel 4. Alat perumusan strategi ini meringkas

dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai bidang

fungsional dari suatu usaha dan matriks ini juga memberikan dasar untu k

menggali dan mengevaluasi hubungan diantara bidang-bidang ini. Penilaian

intuitif diperlukan dalam mengembangkan matriks EFI. Matriks EFI dapat

dikembangkan dalam 5 langkah sebagai berikut:

1. Tuliskan faktor-faktor sukses kritis, gunakan 10 sampai 20 fakto r

internal terpenting, termasuk kekuatan maupun kelemahan.

2. Berikan bobot dengan kisaran dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0

(terpenting) pada setiap faktor.

3. Berikan peringkat satu sampai empat setiap faktor untuk menunjukan

apakah faktor itu mewakili kelemahan utama (peringkat = 1), kelemahan

kecil (peringkat = 2), kekuatan kecil (peringkat = 3) dan kekuatan utama

(peringkat = 4).

4. Kalikan setiap bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan nilai

(51)

5. Jumlahkan nilai yang dibobot untuk setiap variabel untuk menentukan

total nilai yang dibobot.

Berdasarkan analisis matriks faktor internal dan eksternal maka akan

dapat diketahui peluang dan ancaman yang harus direspon paling besar,

serta kekuatan yang akan dioptimalkan dan kele mahan yang akan dieleminir.

Penentuan bobot setiap variabel internal dan eksternal dapat dilakukan

dengan selang pembobotan mulai dari nilai 0,0 (tidak penting) sampai 1,0

(sangat penting), Total bobot yang diberikan harus sama dengan 1.

Penentuan rating dilakukan terhadap semua faktor strategis baik

internal maupun eksternal, yang kemudian hasilnya dirata-ratakan (mean).

Selang penilaian adalah 1 sampai 4, untuk matriks EFE nilai

mengindikasikan seberapa efektif organisasi meresponden peluang dan

ancaman, sedangkan untuk IFE mengindikasikan seberapa besar kekuatan

dan kelemahan mempengaruhi organisasi.

d. Matriks Internal dan Ekternal (IE)

Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci total nilai EFI yang

diberi robot pada sumbu x dan total nilai EFE yang diberi robot pada sumbu

y. Pada sumbu x total nilai EFI yang diberi bobot dari 1 sampai 1,99

menunjukkan posisi internal yang lemah, nilai dari 2 sampai 2,99

menunjukkan posisi internal yang sedang, nilai dari 3 sampai 4

menunjukkan posisi internal yan g kuat. Pada sumbu y total nilai EFE yang

diberi bobot dari 1 sampai 1,99 menunjukkan posisi ekternal yang rendah,

nilai dari 2 sampai 2,99 menunjukkan posisi ekternal yang sedang, nilai dari

(52)

Menurut David (2006) Adapun Arti pada masing-masing divisi

adalah sebagai berikut: (1) untuk divisi yang masuk dalam sel I,II dan IV

dapat digambarkan sebagai daerah tumbuh dan kembangkan. (2) divisi yang

masuk dalam sel III, V dan VII dapat dikelola dengan cara jaga dan

pertahankan. (3) untuk divisi yang masuk dalam sel IV, VII dan IX adalah

tuai atau divestasi. Sedangkan keterkaitan antara matriks IE dan matriks

SWOT adalah matriks IE merupakan faktor pengendali dalam melakukan

analisis SWOT.

Gambar 3. Matriks Internal dan Eksternal

e. Analisis SWOT (Strengh -Weaknes-Opportunities-Threats)

Kegiatan selanjutnya adalah analisis

Strengh-Weaknes-Opportunities-Threats (SWOT). Dalam matriks SWOT alternatif formula strategi dilakukan

dengan melakukan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan

adalah suatu teknik membandingkan suatu komponen dengan komponen

(53)

melakukan perbandingan berpasangan, antara kekuatan, peluang, kelemahan

dan ancaman.

Selanjutnya David (2006) mengatakan rerdasarkan matriks SWOT

seperti Tabel 2, dapat dikembangkan beberapa alternatif strategi sebagai

berikut:

1. Strategi ST (Strength – Threatss), yaitu dengan menggunakan kekuatan

yang ada untuk menghindari dan mengatasi ancaman dalam rangka

pengembangan agroindustri.

Tabel. 2. Matriks SWOT

2. Strategi SO (Strength–Opportunities), yaitu dengan menggunakan

kekuatan yang ada untuk memanfaatkan peluang yang ada dalam rangka

pengembangan agroindustri.

3. Strategi WO (Weaknesses–Opportunities), yaitu dengan menggunakan

peluang dimiliki untuk mengatasi kelemahan dalam rangka

(54)

4. Strategi WT (Weaknesses–Threatss), yaitu suatu upaya meminimumkan

kelemahan dan menghindari ancaman dalam rangka pengembangan

agroindustri.

f. Quantitative Strategic Planning Matrikss (QSPM)

QSPM merupakan alat yang memungkinkan untuk mengevaluasi

strategi alternatif secara objektif berdasarkan pada faktor-faktor kunci

eksternal dan internal. Data yang ada dimasukkan dalam tabel yang telah

dipersiapkan dan selanjutnya dianalisis. Menurut David (2006) untuk

menentukan strategi yang paling sesuai maka dilanjutkan dengan analisis.

Tabel Analisis Strategi dengan langkah-langkah yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

Langkah 1 : Daftarkan peluang/ancaman kunci eksternal dan kekuatan/

kelemahan internal dalam kolom kiri QSPM.

Langkah 2 : Berikan nilai/bobot untuk setiap faktor (Identik dengan nilai

yang diberikan pada matriks EFI dan EFE).

Langkah 3 : Memeriksa (pencocokkan) matriks dan mengidentifikasi

strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk

ditetapkan.

Langkah 4 : Menetapkan nilai daya tarik, yaitu 1 = tidak menarik, 2 = agak

menarik, 3 = cukup menarik, dan 4 = amat menarik.

Langkah 5 : Menghitung total nilai daya tarik, yang merupakan hasil

perkalian bobot dengan nilai daya tarik dalam setiap baris.

Semakin tinggi total nilai daya tarik semakin menarik strategi

(55)

Langkah 6 : Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Menunjukkan total

nilai daya tarik dalam setiap kolom strategi QSPM, jumlah ini

menunjukkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap

set strategi. Semakin tinggi nilai daya tarik menunjukkan

strategi itu semakin menarik.

3.4. Metode Perancangan Program

Untuk menwujudkan agroindustri perdesaan dan dapat jadi andalan bagi

perekonomian daerah maka perlu paradigma baru dalam pembangunan

agroindustri, yaitu dengan visi terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif

serta kreatif. Melalui pegembangan agroindustri yang baru tersebut

mengisyaratkan bahwa pembangunan agroindustri harus memihak pada rakyat.

Paradigma pembangunan agroindustri yang baru tersebut perlu disosialisasikan

dan diketahui oleh semua stakeholders dan pelaksanaannya harus fokus kepada

pencapaian sasaran yang diharapkan.

Dalam melakukan FGD masing-masing orang yang hadir diharpkan

berpartisipasi terhadap perancan gan program yang didiskusikan untuk

berpedoman kepada:

1. Merumuskan permasalahan dengan lebih efektif.

2. Komunikasi yang efektif diantara para pelaku yang diharapkan berperan serta

dalam program.

3. Adanya kesukarelaan antara para pelaku dalam berperan serta.

Beberapa alasan yang menyertakan masyarakat dalam pengelolaan sumber

(56)

1. Merumuskan permasalahan yang lebih efektif.

2. Terungkapnya informasi riil dan pemahaman masyarakat diluar jangkauan

ilmiah.

3. Terumuskannya alternatif penyelesaian masalah y ang secara sosial lebih dapat

diterima.

4. Terbentuknya rasa memiliki pada masyarakat terhadap rencana dan

penyelesaian program, sehingga memudahkan penerapan.

Diharapkan anggota diskusi yang hadir dalam FGD adalah stakeholder

yang mempunyai latar belakang pendidikan sesuai permasalahan yang akan

dibahas dalam suatu model perencanan yang berorientasi pada proses dengan

pendekatan bottom–up dengan menggunakan metode partisipatory¸ dalam

pelaksanaan kegiatan yang berorientasi pada proses model top down, perencaan

kegiatan dimaksud sudah dikenal dan diakui secara luas:

1. Data dikumpulkan, dikaji dan dicoba secara langsung oleh pemakai.

2. Pemecahan masalah sudah langsung dapat dicoba selama berlansung proses dikusi.

3. Menjadi meningkat penghargaan atas masalah yang dih adapi para

stakeholders, konteks kebudayaan serta perubahan kondisi.

4. Kelemahan dan kekuatan langsung dipahami oleh mereka yang ikut dalam

proses diskusi.

5. Semakin meningkat motivasi peserta untuk berpartisipasi dalam pengambilan

keputusan lantaran semakin memahami masalah yang dihadapi.

Pertalian dengan hal-hal yang dikemukakan diatas maka dalam Kajian

Pembangunan Daerah ini terutama dalam pelaksanaan pengembangan komoditas

agroindustri di Kabupaten Bengkalis, maka pendekatan atau Metoda Perancangan

Program yang akan digunakan adalah dengan “Fokus Grup Diskusi (Focus Group

(57)

4.1. Keadaan Geografis

Keadaan wilayah Kabupaten Bengkalis terletak pada posisi Timur Pulau

Sumatera antara 2º, 30 ºLintang Utara-0º,17º Lintang Utara atau 100º, 52º Bujur

Timur–102º, 10º Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Bengkalis 11.481,77 km²

yang terdiri dari pulau–pulau dan lautan. Jika dirinci luas wilayah menurut

kecamatan dan dibandingkan dengan luas Kabupaten Bengkalis, Kecamatan

Pinggir merupakan Kecamatan terluas yaitu dengan luas 2.503,47 km² (21,795%)

dan Kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Rangsang Barat dengan luas

241.60 km² (2,10%).

Batas wilay ah Kabupaten Bengkalis adalah:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Melaka.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Siak.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hilir.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Riau.

Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu dari kabupaten di Provinsi

Riau bagian kepulauan. Kabupaten Bengkalis terdiri atas wilayah daratan yang

berupa lima buah pulau besar, yaitu: Pulau Bengkalis, Pulau Rupat, Pulau Padang,

Pulau Tebing Tinggi serta Pulau Rangsang dan pulau -pulau sekitarnya. Secara

administratif Kabupaten ini terbagi menjadi 13 Kecamatan, yaitu: Kecamatan

Mandau, Kecamatan Bukit Batu, Kecamatan Rupat, Kecamatan Bengkalis,

(58)

Tebing Tinggi, Kecamatan Rupat Utara, Kecamatan Tebing Tinggi Barat,

Kecamatan Rangsang Barat, Kecamatan Siak Kecil dan Kecamatan Pinggir.

4.2. Keadaan Demografis

Kondisi Penduduk di Kabupaten Bengkalis pada tahun 2005 berjumlah

690.366 yang terdiri atas 353.926 jiwa penduduk laki-laki dan 336.440 jiwa

penduduk perempuan, tersebar pada 13 Kecamatan. Kecamatan yang terbesar

jumlah penduduknya adalah Kecamatan Mandau dengan jumlah penduduk

238.811 jiwa sedangkan yang terkecil jumlah penduduknya adalah Kecamatan

Rupat Utara dengan jumlah penduduk 11.467 jiwa.

Tingginya jumlah penduduk di Kecamatan Mandau disebabkan oleh

banyaknya pendatang sebagai akibat banyaknya perusahaan seperti Caltex di Duri

dan sebagainya yang membutuhkan tenaga kerja baik dari daerah itu sendiri

maupun dari daerah lain atau provinsi lain. Disamping itu letak Kecamatan

Mandau adalah di daerah daratan yang dapat dicapai dengan transportasi darat.

Tabel 3. Kepadatan Penduduk di Kabupaten Bengkalis Menurut Kecamatan Tahun 2005 Tebing Tinggi Barat

937.47

(59)

Tabel 3 menunjukkan Kabupaten Bengkalis yang memiliki luas 11.481.77

km2, dengan jumlah penduduk 690.366 jiwa, dengan memiliki angka kepadatan

penduduk 60 jiwa/km2. Kecamatan terpadat adalah Kecamatan Mandau dengan

kepadatan penduduk 255 jiwa/km2, disusul Kecamatan Bengkalis dengan

kepadatan penduduk adalah 135 jiwa/km2. Sementara itu kecamatan terjarang

penduduknya adalah Rupat Utara dengan kepadatan penduduk 18 jiwa/km2.

4.2.1. Pendidikan

Pasar kerja pada umumnya menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja selalu

lebih besar dari lapangan kerja yang tersedia, sehingga menimbulkan adanya

tingkat pengangguran. Selain itu, ketidak sesuaian antara tingkat pendidikan/

keterampilan yang dimiliki tenaga kerja dengan pekerjaan yang tersedia (dunia

usaha) menjadi permasalahan yang menimbulkan dampak pada perekonomian

secara makro. Berhasil atau tidaknya pembangunan suatu bangsa banyak

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduk, semakin maju pendidikan berarti

akan membawa berbagai pengaruh positif bagi masa depan diberbagai bidang

kehidupan. Sumber daya manusia yang berkualitas tentu dihasilkan oleh

pendidikan yang berkualitas pula.

Karena dengan membaiknya tingkat pendidikan setiap orang mempunyai

kesempatan untuk meningkatkan peran serta dan kemampuannya dalam

pelaksanaan pembangunan. Gambaran penduduk Kabupaten Bengkalis menurut

(60)

Tabel 4. Distribusi Penduduk Kabupaten Bengkalis Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2005

No Tingkat Pendidikan Laki- laki Perempuan Jumlah 1

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis 2006

Tabel 4 menunjukkan penduduk Kabupaten Bengkalis yang tidak sekolah

cukup banyak yaitu 29,33 persen. Penduduk perempuan yang memiliki ijazah

SD/MI lebih besar persentasenya dibandingkan laki-laki, yaitu laki-laki 28,21

persen dan perempuan 30,49 persen. Namun demikian semakin tinggi jenjang

pendidikan menunjukkan kecenderungan persentase penduduk perempuan yang

menamatkan sekolah lebih kecil dari pada penduduk laki-laki.

Distribusi jenjang pendidikan formal merupakan salah satu indikator untuk

mengetahui kualitas sumber daya manusia di wilayah Kabupaten Bengkalis.

Berdasarkan jenjang pendidikan formal tersebut dapat diuraikan: pendidikan dasar

sebesar 29,33 persen, penduduk dengan pendidikan menengah pertama sebesar

21,05 persen, Penduduk dengan Tingkat pendidikan menengah atas sebesar

19,03persen, penduduk dengan tingkat sekolah menengah kejuruan sebesar 16,17

persen, penduduk dengan pendidikan diploma III sebesar 0,92 persen, penduduk

dengan tingkat pendidikan.

Tingginya penduduk yang berpendidikan sekolah menengah merupakan

refleksi bahwa sebagian penduduk yang tamat sekolah menengah tidak

(61)

distribusi jenjang pendidikan formal diketahui bahwa sebesar 19,05 persen

angkatan kerja berada pada jenjang pendidikan sekolah menengah atas, hal ini

dapat diartikan bahwa angkatan kerja di Kabupaten Bengkalis cukup memadai.

4.2.2. Angkatan Kerja

Jumlah pekerja yang terdaftar pada Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja

Kabupaten Bengkalis selama tahun 2004 dan 2005 berjumlah 242.620 orang,

jumlah yang mencari kerja 22.935 orang, tingkat partisipasi angkatan kerja 91,36

persen sedangkan tingkat pengangguran terbuka berjumlah 8,64 persen (Tabel 5).

Tabel 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Jenis Kelamin di Kabup aten Bengkalis Tahun 2004-2005

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis Tahun 2006

Dari Tabel 5 terlihat bahwa persentase penduduk yang bekerja dari tahun

2004 mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2005, yaitu dari 91,62 persen

menjadi 91,36 persen. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka mengalami

peningkatan dari 8,36 persen pada tahun 2002 menjadi 8,64 persen pada tahun

2005. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan peningkatan kesempatan

kerja bagi penduduk Kabupaten Bengkalis.

4.2.3. Kondisi Perekonomian

Perkembangan perekonomian pada sauatu daerah antara lain dapat dilihat

(62)

besaran pertumbuhan angka distribusi persentase angka PDRB atas dasar harga

konstan dan distribusi persentase angka PDRB atas dasar harga berlaku.

Tabel 6. Laju Pertumbuhan Sektoral PDRB Kabupaten Bengkalis Tahun 2005 (persen)

No Lapangan usaha 2001 2002 2003 2004 Rata- rata

1 Pertanian 6,86 5,57 5,09 5,63 5,78

2 Pertambangan dan galian 13,91 8,16 10,75 16,25 12,22

3 Industri pengolahan 9,65 8,64 8,91 8,10 8,82

4 Listrik,air minum dan gas galian 2,19 6,23 4,69 7,18 5,05

5 Bangunan 7,74 5,39 7,46 9,34 7,47

6 Perdagangan hotel, resoran 5,61 6,15 10,82 8,66 7.79 7 Pengangkutan dan Komunikasi 7,90 10,43 8,68 12,26 9,81

8 Keuangan 11,59 12,22 10,37 13,73 11,97

9 Jasa-jasa 7,61 7,14 8,90 11,65 8,81

Pertumbuhan 7,14 6,68 8,13 8,20 7,34

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis Tahun 2006

Pertumbuhan ekonomi terendah terjadi pada tahun 2002 mengalami

penurunan, namun secara nasional pertumbuhannya mengalami peningkatan

pertumbuhan ekonomi dengan rata-rata 7,53 persen pertahun princian pada tahun

2001 sebesar 7,14 persen, tahun 2002 sebesar 6,68 persen, tahun 2003 sebesar

8,13 persen, tahun 2004 sebesar 8,20 persen dan pada tahun 2005 sebesar 7,34

persen.

Terlihat pada Tabel 6 pertumbuhan sektoral PDRB Kabupaten. Bengkalis

yang paling laju pertumbuhannya adalah sektor pertambangan dan galian diikuti

oleh sektor keuangan, pengangkutan dan komunikasi, industri pengolahan dan

jasa.

4.2.4. Perindustrian

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bengkalis menyatakan

bahwa pada tahun 2005 perusahaan industri kimia, agro dan hasil hutan sebanyak

Gambar

Gambar 2. Kerangka
Tabel 9. Perkembangan Luas Panen Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis Tahun 2001-2005
Tabel 10. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis Tahun 2001-2005
Tabel 11. Perkembangan Produksi Tern ak Kabupaten Bengkalis Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis Tahun 2001-2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah terganggu yang diambil di lahan perkebunan karet dengan tanaman sela meranti, damar, gaharu dan

Berdasarkan pada bentuklahan dan arahan penggunaan lahan, maka dapat dijelaskan bahwa daerah yang memiliki lereng datar-landai dengan tanah yang subur dan tersedia sumber air yang

kekurangannya.pendapatan dari sumber-sumber lain yang berkaitan dengan proyek atau pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini peningkatan tarif atau juga

Fuzzy Neural Network atau Jaringan Syaraf Kabur atau sistem neuro- fuzzy adalah mesin belajar yang menemukan parameter sistem kabur (yaitu, himpunan fuzzy, aturan fuzzy)

Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah meliputi: mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain,

Bagi subjek yang berprofesi sebagai perias pengantin, mengingat hasil penelitian untuk sikap profesional termasuk kategori sedang, maka saran yang dapat diberikan

Aliran darah pulmonal yang berlebihan ada pada mereka dengan gagal jantung akibat shunt besar dari kiri ke kanan, dan kekaburan difus karena kongesti vena

Telah dilakukan proses pembuatan poster media edukasi PSBB, materi pelatihan pembuatan kompos dan materi budidaya tanaman sawi. Poster media edukasi PSBB materi pelatihan