KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG
SANGITAN
(
Sambucus javanica
Reinw.)
DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN
RITA RAHARDIYANTI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG
SANGITAN
(
Sambucus javanica
Reinw.)
DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN
RITA RAHARDIYANTI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
Judul Penelitian : KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN
Nama Mahasiswa : Rita Rahardiyanti
NRP : E 34101029
Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas : Kehutanan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ir. Siswoyo, M.Si. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, M.S.
Ketua Anggota
Diketahui
Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S.
RINGKASAN
Rita Rahardiyanti. E 34101029. Kajian Pertumbuhan Stek Batang Sangitan (Sambucus javanica Reinw.) di Persemaian dan Lapangan. Dibawah bimbingan : Ir. Siswoyo, M.Si. dan Ir. Ervizal A.M. Zuhud, M.S.
Salah satu metode perbanyakan tanaman secara buatan yang banyak
dilakukan adalah dengan menggunakan stek. Perbanyakan dengan stek adalah
perbanyakan tanaman dengan cara menumbuhkan akar dan pucuk dari potongan
atau bagian tanaman seperti akar, batang, atau pucuk sehingga menjadi tanaman
baru. Keuntungan utama metode stek adalah dapat menghasilkan tumbuhan yang
sempurna dengan akar, batang, maupun daun dalam waktu yang singkat dengan
hasil yang mempunyai sifat serupa dengan induknya.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui teknik perbanyakan stek
yang tepat bagi Sangitan (Sambucus javanica Reinw.), terutama mengenai
pengaruh dan efektivitas pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) IBA (Indole
Butyric Acid), NAA (Naphthalene Acetic Acid), kombinasinya, serta interaksinya
dengan pupuk terhadap pertumbuhan stek. Penelitian ini dilaksanakan di rumah
kaca dan dilanjutkan pengamatannya di lapangan. Perbanyakan bibit di rumah
kaca menggunakan rancangan faktorial 6 x 6 dengan pola acak lengkap, yaitu 6
taraf percobaan untuk faktor ZPT IBA dengan konsentrasi 0, 100, 200, 300, 400,
dan 500 ppm (part per million) serta 6 taraf percobaan untuk faktor ZPT NAA
dengan konsentrasi 0, 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm. Tiap perlakuan terdiri
dari 4 ulangan, dan setiap ulangan terdiri dari 2 stek. Jumlah keseluruhan ada 288
stek. Peubah yang diamati meliputi jumlah daun, jumlah tunas, jumlah akar,
panjang akar, persentase hidup, serta kondisi iklim setempat selama pengamatan.
Penanaman stek di lapangan menggunakan rancangan faktorial 6 x 6 x 2 dengan
pola acak lengkap, dengan 2 taraf percobaan untuk faktor pupuk (pupuk kotoran
sapi) yang terdiri dari konsentrasi pupuk 7.5% dan 0%. Tiap perlakuan terdiri dari
2 ulangan, dan setiap ulangan terdiri dari 2 stek. Jumlah keseluruhan ada 288 stek.
Peubah yang diamati meliputi penambahan jumlah daun, penambahan tinggi
Nilai respon data dianalisis dengan sidik ragam dalam selang
kepercayaan 95% dan 99%. Data yang menunjukkan respon berbeda nyata dan
berbeda sangat nyata diuji lanjut dengan menggunakan uji lanjut Duncan. Dari
hasil pengamatan di rumah kaca diketahui bahwa pertumbuhan stek terbesar
terjadi pada minggu kedua setelah perlakuan, yaitu sebesar 89.24%. Pada akhir
pengamatan di rumah kaca, jumlah stek yang hidup sebanyak 227 stek atau
sebesar 78.82% dari jumlah keseluruhan stek.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ZPT NAA dan
kombinasi antara ZPT IBA dan NAA di rumah kaca berpengaruh sangat nyata
terhadap pertumbuhan jumlah daun. Konsentrasi ZPT NAA 500 ppm dan
kombinasi antara ZPT IBA 500 ppm dengan NAA 500 ppm memberikan hasil
yang terbaik, yaitu masing-masing sebesar 5-6 helai dan 4-5 helai. Konsentrasi
ZPT IBA 400 ppm merupakan konsentrasi terbaik yang mempengaruhi
pertumbuhan jumlah tunas, yaitu sebesar 1-2 tunas. Konsentrasi ZPT IBA 400
ppm dan kombinasi antara ZPT IBA 400 ppm dan NAA 500 ppm memberikan
hasil yang terbaik terhadap pertumbuhan jumlah akar, yaitu masing-masing
sebesar 10-11 buah. Sedangkan konsentrasi ZPT IBA 100 ppm merupakan
konsentrasi terbaik yang mempengaruhi pertumbuhan panjang akar, yaitu sebesar
27-28 cm. Suhu rata-rata selama pengamatan di rumah kaca mencapai 25.5 0C
dengan kelembaban udara rata-rata mencapai 88.8%.
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa konsentrasi ZPT IBA 500
ppm, ZPT NAA 400 ppm, serta interaksinya dengan pupuk memberikan hasil
yang terbaik pada penambahan jumlah daun, yaitu masing-masing sebesar 33-34
helai, 29-30 helai, 28-29 helai, dan 27-28 helai. Konsentrasi ZPT IBA 500 ppm,
ZPT NAA 500 ppm, interaksi antara ZPT IBA 500 ppm dengan pupuk serta
interaksi antara ZPT NAA 400 ppm dengan pupuk merupakan konsentrasi terbaik
yang mempengaruhi penambahan tinggi tanaman, yaitu masing-masing sebesar
68-69 cm, 61-62 cm, 60-61 cm, dan 57-58 cm. Sedangkan penambahan jumlah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Salatiga, Jawa Tengah, pada
tanggal 13 Oktober 1982. Penulis merupakan putri kedua
dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Dali Mursito dan
Ibu Imronah Estiningsih. Jenjang pendidikan formal penulis
dimulai dari SDN Sugihan IV, lulus pada tahun 1995,
dilanjutkan dengan menempuh pendidikan di SLTPN I Salatiga dan lulus pada
tahun 1998. Jenjang pendidikan SLTA penulis jalani di SMUN I Salatiga dan
berhasil lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi dan
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten dosen mata
kuliah Dendrologi pada tahun ajaran 2003/2004 dan 2004/2005. Penulis aktif di
kepengurusan KSR PMI Unit I IPB pada periode 2002/2003, kepengurusan DKM
Ibaadurrahmaan pada periode 2002/2003, tergabung dalam UKM Koperasi
Mahasiswa, International Forestry Student Association (IFSA), serta Kelompok
Pemerhati Goa (KPG) HIMAKOVA. Penulis juga mengemban amanah sebagai
bendahara di Asrama Putri Darmaga pada kepengurusan tahun 2004 dan 2005.
Penulis pernah melakukan kegiatan magang di Taman Nasional Meru Betiri
(TNMB) pada tahun 2002. Selain itu, penulis pernah melakukan kegiatan magang
di Laboratorium Lapangan Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2003. Pada tahun
2004 penulis melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di
KPH Garut. Pada tahun 2005 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi
(PKLP) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Penulis
mendapatkan beasiswa SPP pada tahun ajaran 2001/2002, dan beasiswa PPA
pada tahun ajaran 2003/2004 dan tahun ajaran 2004/2005.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dan penyusunan
skripsi dengan judul ”Kajian Pertumbuhan Stek Batang Sangitan (Sambucus
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang merupakan syarat
kelulusan program sarjana. Hasil analisis penelitian tersebut dituliskan dalam
skripsi yang berjudul ”Kajian Pertumbuhan St ek Batang Sangitan (Sambucus
javanica Reinw.) di Persemaian dan Lapangan”. Selama penelitian dan
penyusunan skripsi, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Siswoyo, M.Si. dan Bapak Ir. Ervizal A.M. Zuhud, M.S. selaku
dosen pembimbing skripsi.
2. Bapak Dr. Ir. Supriyanto, DEA selaku dosen penguji dari Departemen
Manajemen Hutan dan Bapak Ir. Bedyaman Tambunan selaku dosen
penguji dari Departemen Hasil Hutan.
3. Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, M.S. selaku dosen pembimbing
akademik.
4. Ayah, Bunda, dan segenap keluarga atas doa dan pengertiannya.
5. Asrama Putri Darmaga atas segala fasilitas dan bantuannya.
6. Rekan-rekan cova ’38 dan keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB.
7. Segenap civitas akademika IPB.
8. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT berkenan mengaruniakan balasan yang lebih baik atas
segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap semoga
tulisan ini bermanfaat bagi pembangunan masyarakat luas pada umumnya dan
bagi pembangunan kehutanan pada khususnya.
Bogor, Desember 2005
DAFTAR ISI
3. Kandungan Kimia, Sifat Kimia, dan Efek Farmakologis ... 5
4. Kegunaan Sangitan ... 5
B. Perbanyakan Tumbuhan dengan Cara Stek... 6
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Stek... 7
D. Keuntungan Perbanyakan Tumbuhan dengan Cara Stek ... 8
E. Zat Pengatur Tumbuh ... 8
1. Persiapan Penelitian ... 12
2. Perbanyakan Bibit di Rumah Kaca... 12
3. Penanaman Bibit di Lapangan... 13
D. Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 14
2. Penanaman di Lapangan... 15
3. Analisis Data... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum... 17
B. Pengamatan di Rumah Kaca... 18
C. Pengamatan di Lapangan... 25
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 31
B. Saran... 31
DAFTAR PUSTAKA... 32
LAMPIRAN... 35
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG
SANGITAN
(
Sambucus javanica
Reinw.)
DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN
RITA RAHARDIYANTI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG
SANGITAN
(
Sambucus javanica
Reinw.)
DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN
RITA RAHARDIYANTI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
Judul Penelitian : KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN
Nama Mahasiswa : Rita Rahardiyanti
NRP : E 34101029
Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas : Kehutanan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ir. Siswoyo, M.Si. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, M.S.
Ketua Anggota
Diketahui
Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S.
RINGKASAN
Rita Rahardiyanti. E 34101029. Kajian Pertumbuhan Stek Batang Sangitan (Sambucus javanica Reinw.) di Persemaian dan Lapangan. Dibawah bimbingan : Ir. Siswoyo, M.Si. dan Ir. Ervizal A.M. Zuhud, M.S.
Salah satu metode perbanyakan tanaman secara buatan yang banyak
dilakukan adalah dengan menggunakan stek. Perbanyakan dengan stek adalah
perbanyakan tanaman dengan cara menumbuhkan akar dan pucuk dari potongan
atau bagian tanaman seperti akar, batang, atau pucuk sehingga menjadi tanaman
baru. Keuntungan utama metode stek adalah dapat menghasilkan tumbuhan yang
sempurna dengan akar, batang, maupun daun dalam waktu yang singkat dengan
hasil yang mempunyai sifat serupa dengan induknya.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui teknik perbanyakan stek
yang tepat bagi Sangitan (Sambucus javanica Reinw.), terutama mengenai
pengaruh dan efektivitas pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) IBA (Indole
Butyric Acid), NAA (Naphthalene Acetic Acid), kombinasinya, serta interaksinya
dengan pupuk terhadap pertumbuhan stek. Penelitian ini dilaksanakan di rumah
kaca dan dilanjutkan pengamatannya di lapangan. Perbanyakan bibit di rumah
kaca menggunakan rancangan faktorial 6 x 6 dengan pola acak lengkap, yaitu 6
taraf percobaan untuk faktor ZPT IBA dengan konsentrasi 0, 100, 200, 300, 400,
dan 500 ppm (part per million) serta 6 taraf percobaan untuk faktor ZPT NAA
dengan konsentrasi 0, 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm. Tiap perlakuan terdiri
dari 4 ulangan, dan setiap ulangan terdiri dari 2 stek. Jumlah keseluruhan ada 288
stek. Peubah yang diamati meliputi jumlah daun, jumlah tunas, jumlah akar,
panjang akar, persentase hidup, serta kondisi iklim setempat selama pengamatan.
Penanaman stek di lapangan menggunakan rancangan faktorial 6 x 6 x 2 dengan
pola acak lengkap, dengan 2 taraf percobaan untuk faktor pupuk (pupuk kotoran
sapi) yang terdiri dari konsentrasi pupuk 7.5% dan 0%. Tiap perlakuan terdiri dari
2 ulangan, dan setiap ulangan terdiri dari 2 stek. Jumlah keseluruhan ada 288 stek.
Peubah yang diamati meliputi penambahan jumlah daun, penambahan tinggi
Nilai respon data dianalisis dengan sidik ragam dalam selang
kepercayaan 95% dan 99%. Data yang menunjukkan respon berbeda nyata dan
berbeda sangat nyata diuji lanjut dengan menggunakan uji lanjut Duncan. Dari
hasil pengamatan di rumah kaca diketahui bahwa pertumbuhan stek terbesar
terjadi pada minggu kedua setelah perlakuan, yaitu sebesar 89.24%. Pada akhir
pengamatan di rumah kaca, jumlah stek yang hidup sebanyak 227 stek atau
sebesar 78.82% dari jumlah keseluruhan stek.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ZPT NAA dan
kombinasi antara ZPT IBA dan NAA di rumah kaca berpengaruh sangat nyata
terhadap pertumbuhan jumlah daun. Konsentrasi ZPT NAA 500 ppm dan
kombinasi antara ZPT IBA 500 ppm dengan NAA 500 ppm memberikan hasil
yang terbaik, yaitu masing-masing sebesar 5-6 helai dan 4-5 helai. Konsentrasi
ZPT IBA 400 ppm merupakan konsentrasi terbaik yang mempengaruhi
pertumbuhan jumlah tunas, yaitu sebesar 1-2 tunas. Konsentrasi ZPT IBA 400
ppm dan kombinasi antara ZPT IBA 400 ppm dan NAA 500 ppm memberikan
hasil yang terbaik terhadap pertumbuhan jumlah akar, yaitu masing-masing
sebesar 10-11 buah. Sedangkan konsentrasi ZPT IBA 100 ppm merupakan
konsentrasi terbaik yang mempengaruhi pertumbuhan panjang akar, yaitu sebesar
27-28 cm. Suhu rata-rata selama pengamatan di rumah kaca mencapai 25.5 0C
dengan kelembaban udara rata-rata mencapai 88.8%.
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa konsentrasi ZPT IBA 500
ppm, ZPT NAA 400 ppm, serta interaksinya dengan pupuk memberikan hasil
yang terbaik pada penambahan jumlah daun, yaitu masing-masing sebesar 33-34
helai, 29-30 helai, 28-29 helai, dan 27-28 helai. Konsentrasi ZPT IBA 500 ppm,
ZPT NAA 500 ppm, interaksi antara ZPT IBA 500 ppm dengan pupuk serta
interaksi antara ZPT NAA 400 ppm dengan pupuk merupakan konsentrasi terbaik
yang mempengaruhi penambahan tinggi tanaman, yaitu masing-masing sebesar
68-69 cm, 61-62 cm, 60-61 cm, dan 57-58 cm. Sedangkan penambahan jumlah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Salatiga, Jawa Tengah, pada
tanggal 13 Oktober 1982. Penulis merupakan putri kedua
dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Dali Mursito dan
Ibu Imronah Estiningsih. Jenjang pendidikan formal penulis
dimulai dari SDN Sugihan IV, lulus pada tahun 1995,
dilanjutkan dengan menempuh pendidikan di SLTPN I Salatiga dan lulus pada
tahun 1998. Jenjang pendidikan SLTA penulis jalani di SMUN I Salatiga dan
berhasil lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi dan
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten dosen mata
kuliah Dendrologi pada tahun ajaran 2003/2004 dan 2004/2005. Penulis aktif di
kepengurusan KSR PMI Unit I IPB pada periode 2002/2003, kepengurusan DKM
Ibaadurrahmaan pada periode 2002/2003, tergabung dalam UKM Koperasi
Mahasiswa, International Forestry Student Association (IFSA), serta Kelompok
Pemerhati Goa (KPG) HIMAKOVA. Penulis juga mengemban amanah sebagai
bendahara di Asrama Putri Darmaga pada kepengurusan tahun 2004 dan 2005.
Penulis pernah melakukan kegiatan magang di Taman Nasional Meru Betiri
(TNMB) pada tahun 2002. Selain itu, penulis pernah melakukan kegiatan magang
di Laboratorium Lapangan Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2003. Pada tahun
2004 penulis melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di
KPH Garut. Pada tahun 2005 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi
(PKLP) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Penulis
mendapatkan beasiswa SPP pada tahun ajaran 2001/2002, dan beasiswa PPA
pada tahun ajaran 2003/2004 dan tahun ajaran 2004/2005.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dan penyusunan
skripsi dengan judul ”Kajian Pertumbuhan Stek Batang Sangitan (Sambucus
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang merupakan syarat
kelulusan program sarjana. Hasil analisis penelitian tersebut dituliskan dalam
skripsi yang berjudul ”Kajian Pertumbuhan St ek Batang Sangitan (Sambucus
javanica Reinw.) di Persemaian dan Lapangan”. Selama penelitian dan
penyusunan skripsi, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Siswoyo, M.Si. dan Bapak Ir. Ervizal A.M. Zuhud, M.S. selaku
dosen pembimbing skripsi.
2. Bapak Dr. Ir. Supriyanto, DEA selaku dosen penguji dari Departemen
Manajemen Hutan dan Bapak Ir. Bedyaman Tambunan selaku dosen
penguji dari Departemen Hasil Hutan.
3. Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, M.S. selaku dosen pembimbing
akademik.
4. Ayah, Bunda, dan segenap keluarga atas doa dan pengertiannya.
5. Asrama Putri Darmaga atas segala fasilitas dan bantuannya.
6. Rekan-rekan cova ’38 dan keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB.
7. Segenap civitas akademika IPB.
8. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT berkenan mengaruniakan balasan yang lebih baik atas
segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap semoga
tulisan ini bermanfaat bagi pembangunan masyarakat luas pada umumnya dan
bagi pembangunan kehutanan pada khususnya.
Bogor, Desember 2005
DAFTAR ISI
3. Kandungan Kimia, Sifat Kimia, dan Efek Farmakologis ... 5
4. Kegunaan Sangitan ... 5
B. Perbanyakan Tumbuhan dengan Cara Stek... 6
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Stek... 7
D. Keuntungan Perbanyakan Tumbuhan dengan Cara Stek ... 8
E. Zat Pengatur Tumbuh ... 8
1. Persiapan Penelitian ... 12
2. Perbanyakan Bibit di Rumah Kaca... 12
3. Penanaman Bibit di Lapangan... 13
D. Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 14
2. Penanaman di Lapangan... 15
3. Analisis Data... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum... 17
B. Pengamatan di Rumah Kaca... 18
C. Pengamatan di Lapangan... 25
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 31
B. Saran... 31
DAFTAR PUSTAKA... 32
LAMPIRAN... 35
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Sangitan (Sambucus javanica Reinw. ) ... 4
2. Rata-rata penambahan jumlah daun Sangitan di rumah kaca... 18
3. Kondisi pertumbuhan Sangitan pada berbagai perlakuan... .19
4. Rata-rata penambahan jumlah tunas Sangitan di rumah kaca ... ... 20
5. Rumus Bangun ZPT IBA dan NAA ... 21
6. Kondisi perakaran Sangitan pada berbagai perlakuan ... 21
7. Grafik hubungan antara ZPT terhadap rata-rata jumlah akar... 22
8. Grafik hubungan antara ZPT terhadap rata-rata panjang akar ... 23
9. Penurunan persentase stek hidup Sangitan di rumah kaca ... 24
10. Pengaruh ZPT IBA terhadap rata-rata jumlah daun di lapangan... 26
11. Pengaruh ZPT NAA terhadap rata-rata jumlah daun di lapangan... 26
12. Pengaruh pupuk terhadap rata-rata jumlah daun di lapangan ... 26
13. Pengaruh ZPT IBA terhadap rata-rata tinggi tanaman di lapangan... 28
14. Pengaruh ZPT NAA terhadap rata-rata tinggi tanaman di lapangan ... 28
15. Pengaruh pupuk terhadap rata-rata tinggi tanaman di lapangan... 28
16. Pengaruh ZPT IBA terhadap rata-rata jumlah cabang di lapangan ... 29
17. Pengaruh ZPT NAA terhadap rata-rata jumlah cabang di lapangan... 30
18. Pengaruh pupuk terhadap rata-rata jumlah cabang di lapangan ... 30
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Tabel sidik ragam pengaruh ZPT IBA, NAA, dan kombinasinya terhadap
pertumbuhan jumlah daun di rumah kaca... 36 2. Uji Lanjut Duncan ZPT NAA terhadap pertumbuhan jumlah
daun di rumah kaca ... 36 3. Uji Lanjut Duncan kombinasi ZPT IBA dan NAA
terhadap pertumbuhan jumlah daun di rumah kaca ... 36 4. Tabel sidik ragam pengaruh ZPT IBA dan NAA dan
kombinasinya terhadap pertumbuhan jumlah tunas di rumah kaca ... 37 5. Uji Lanjut Duncan ZPT IBA terhadap pertumbuhan jumlah
daun di rumah kaca ... 37 6. Tabel sidik ragam pengaruh ZPT IBA, NAA, dan
kombinasinya terhadap pertumbuhan jumlah akar di rumah kaca ... 37 7. Uji Lanjut Duncan ZPT IBA terhadap pertumbuhan jumlah
akar di rumah kaca ... 38 8. Uji Lanjut Duncan ZPT IBA dan NAA terhadap
pertumbuhan jumlah akar di rumah kaca ... 38 9. Tabel sidik ragam pengaruh ZPT IBA, NAA, dan kombinasinya terhadap
pertumbuhan panjang akar di rumah kaca... 39 10. Uji Lanjut Duncan ZPT IBA terhadap pertumbuhan
panjang akar di rumah kaca ... 39 11. Tabel sidik ragam pengaruh ZPT IBA, NAA, kombinasinya, dan interaksinya dengan perlakuan pupuk terhadap penambahan jumlah daun di lapangan ... 39 12. Uji Lanjut Duncan ZPT IBA terhadap penambahan jumlah
daun di lapangan ... 39 13. Uji Lanjut Duncan ZPT NAA terhadap penambahan jumlah
daun di lapangan ... 40 14. Uji Lanjut Duncan pupuk terhadap penambahan jumlah daun
di lapangan ... 40 15. Tabel sidik ragam pengaruh ZPT IBA dan pupuk terhadap
penambahan jumlah daun di lapangan ... 40 16. Uji Lanjut Duncan ZPT NAA dan pupuk terhadap penambahan
jumlah daun di lapangan... 40 17. Tabel sidik ragam pengaruh ZPT IBA, NAA, kombinasinya, dan interaksinya dengan perlakuan pupuk terhadap penambahan tinggi tanaman di lapangan ... 41 18. Uji Lanjut Duncan ZPT IBA terhadap penambahan tinggi
19. Uji lanjut ZPT NAA terhadap penambahan tinggi tanaman
di lapangan ... 41 20. Uji Lanjut Duncan pupuk terhadap penambahan tinggi
tanaman di lapangan... 41 21. Uji Lanjut Duncan ZPT IBA dan pupuk terhadap penambahan
tinggi tanaman di lapangan... 42 22. Uji Lanjut Duncan ZPT NAA dan pupuk terhadap penambahan
tinggi tanaman di lapangan... 42 23. Tabel sidik ragam pengaruh ZPT IBA, NAA, kombinasinya, dan interaksinya dengan perlakuan pupuk terhadap penambahan jumlah cabang di lapangan... 42 24. Uji Lanjut Duncan pupuk terhadap penambahan jumlah
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sangitan (Sambucus javanica Reinw.) termasuk kedalam famili
Caprifoliaceae. Spesies ini merupakan tumbuhan asli Indonesia, berbentuk perdu,
dan mempunyai ketinggian antara satu sampai dengan tiga meter (Wijayakusuma,
Dalimartha, dan Wirian, 1996).
Sangitan memiliki berbagai macam manfaat, namun sejauh ini
pemanfaatannya belum dilakukan oleh masyarakat luas secara optimal. Di
Indonesia, spesies ini jarang diperhatikan banyak orang. Masyarakat sering
menganggap spesies ini sebagai gulma (Afifah, 2003). Menurut Hutapea (1994),
spesies ini mengandung berbagai macam minyak atsiri. Berbagai bagian dari
spesies ini dapat dimanfaatkan sebagai obat. Spesies ini dapat dimanfaatkan untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit, diantaranya adalah diuretik, analgesik,
pembengkakan, serta dapat melancarkan sirkulasi darah. Spesies ini juga bisa
dimanfaatkan sebagai tanaman hias di pekarangan dan juga sebagai tanaman
pagar (Wijayakusuma, et al., 1996).
Salah satu metode perbanyakan Sangitan yang sederhana, mudah, dan
cepat adalah dengan melakukan penyetekan. Penyetekan dapat didefinisikan
sebagai suatu perlakuan pemisahan atau pemotongan beberapa bagian dari
tumbuhan seperti batang, akar, daun, dan tunas dengan maksud agar
bagian-bagian tersebut membentuk akar (Rochiman dan Harjadi, 1973).
Keuntungan utama perbanyakan tumbuhan dengan cara stek adalah dapat
menghasilkan tumbuhan yang sempurna dengan akar, daun, dan batang dalam
waktu relatif singkat serta bersifat serupa dengan induknya. Dengan
mempergunakan bahan yang sedikit, dapat dihasilkan sejumlah besar bibit
tanaman yang seragam dalam ukuran tinggi, umur, ketahanan terhadap penyakit,
maupun sifat tanamannya. Di dalam dunia tumbuhan, zat pengatur tumbuh
(ZPT) berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
tersebut. Menurut Sinaga (1987), ZPT tanaman adalah senyawa-senyawa organik
selain nutrisi tumbuhan, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung,
Penggunaan ZPT dalam pembiakan tanaman dalam stek adalah untuk mengatasi
masalah pembentukan akar. Stek yang diberi perlakuan ZPT akan membentuk
akar lebih cepat dan mempunyai kualitas sistem perakaran yang lebih baik
daripada yang tanpa perlakuan ZPT (Avery dan Johnson, 1947).
Masalah pembentukan akar merupakan masalah pokok dari perbanyakan
vegetatif, terutama untuk cara stek. Dengan adanya ZPT IBA dan NAA yang
dapat merangsang pertumbuhan akar, maka perbanyakan dengan stek seringkali
menggunakan ZPT tersebut. Sampai saat ini belum diketahui dengan jelas ZPT
yang paling efektif untuk merangsang pertumbuhan akar stek batang Sangitan.
Oleh karena itu, penelitian mengenai pengaruh jenis ZPT IBA, NAA, dan
kombinasinya perlu dilakukan untuk menunjang keberhasilan dalam budidaya
Sangitan.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui pengaruh ZPT IBA, NAA, serta kombinasinya terhadap
pertumbuhan jumlah daun, jumlah tunas, persentase hidup, dan perakaran stek
Sangitan di rumah kaca.
2. Mengetahui pengaruh ZPT IBA, NAA, kombinasinya, serta perlakuan
pemupukan di lapangan terhadap penambahan jumlah daun, tinggi tanaman,
dan jumlah cabang stek Sangitan.
C. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh
pemberian ZPT IBA, NAA, kombinasinya, serta perlakuan pemupukan dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Sangitan (Sambucus javanica Reinw.)
1. Taksonomi dan Morfologi
Menurut Hutapea (1994), Sangitan mempunyai klasifikasi sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Rubiales
Family : Caprifoliaceae
Genus : Sambucus
Species : Sambucus javanica Reinw.
Sinonim Sangitan menurut Dalimartha (2000) adalah :
Sambucus chinensis Lindl., Sambucus canadensis L., Sambucus ebuloides Desv.,
Sambucus thunbergiana Bl., Phyteuma bipinnata Lour., Phyteuma
cochinchinensis Lour.
Nama Umum/Dagang : Kerak Nasi.
Nama Daerah : Kerak Nasi (Sunda), Brobos Kebo (Jawa), Abur (Aceh),
Babalat (Bengkulu), Kelak Nasi, Sangitan (Melayu),
Halemaniri (Tidore).
Nama Asing : Javanese Elder (Inggris), Shuo diao, Pa-so ma (China),
Vlier (Belanda).
Nama Simplisia : Sambuci Javanicae Herba (Herba Sangitan), Sambuci
Javanicae Radix (Akar Sangitan).
Daun Sangitan termasuk daun majemuk yang letak daunnya berseling.
Memiliki 5-9 anak daun yang letaknya berhadapan (opposite). Helaian anak daun
bertangkai, berbentuk ellips memanjang sampai lanset. Panjang daun 8-15 cm,
permukaan atas hijau tua, dan permukaan bawah hijau muda (Wijayakusuma, et
al., 1996). Menurut Hutapea (1994), pangkal daun Sangitan meruncing, ujung
daun runcing, pertulangan daun menyirip, ibu tulang daun bagian bawah
menonjol, serta permukaan daun terasa halus. Daun berbentuk lanset dengan
panjang 3-5 cm, lebar 2-3 cm, letaknya berhadapan. Afifah (2003) berpendapat
bahwa daun Sangitan memiliki daun yang unik. Lebar daun sekitar 2-3 cm,
ujungnya meruncing membuat daunnya semakin tampak sempit, dan helaiannya
seperti akan menutup.
Gambar 1. Sangitan (Sambucus javanica Reinw.)
Bunga Sangitan berukuran kecil dengan kelopak berwarna putih
kekuningan. Bunga ini berkumpul membentuk payung majemuk dan baunya
harum (Wijayakusuma, et al., 1996). Bunga Sangitan berkelamin dua, kelopaknya
berbentuk bintang, tangkai putik berbentuk silindris, kepala sari berbentuk bulat,
dan mahkotanya berwarna putih dengan bentuk corong (Hutapea, 1994). Afifah
(2003) berpendapat bahwa bunga Sangitan berwarna putih agak krem, muncul di
bagian pucuk tanaman, sehingga kelihatan menonjol. Bentuk mahkota bunga
seperti bintang, pertumbuhannya mengarah keatas, dan sekilas bentuknya mirip
payung.
Habitus Sangitan berupa perdu dengan tinggi antara 3-5 meter
(Sastrapradja, 1986). Perdu Sangitan mempunyai batang berbentuk bulat dan
mempunyai banyak cabang (Wijayakusuma, et al., 1996). Dalimartha (2000)
menambahkan bahwa batang Sangitan tegak dan berkayu. Perdu Sangitan
Buah Sangitan berbentuk lonjong dan keras (Dalimartha, 2000). Buah
Sangitan berwarna hitam bila telah masak. Bentuknya bulat, mempunyai diameter
3-4 mm. Biji buah Sangitan berjumlah 1-3 buah (Wijayakusuma, et al., 1996).
Buahnya mula-mula berwarna kuning, kemudian menjadi hijau, dan akhirnya
berwarna hitam apabila telah masak (Kloppenburg dan Versteegh, 1988). Menurut
Hutapea (1994), buah Sangitan berbentuk bulat, termasuk kedalam golongan buah
buni, dan warnanya ungu. Biji buahnya berbentuk lonjong, teksturnya keras, dan
berwarna ungu.
2. Habitat dan Penyebaran
Sangitan merupakan tanaman asli Indonesia yang dapat ditemukan pada
dataran rendah sampai dengan ketinggian 1.000 mdpl. Sangitan banyak ditemukan
tumbuh liar di daerah pegunungan, pinggiran kota pada tanah terlantar. Spesies ini
umumnya menyukai tempat-tempat yang tidak terlalu kering atau terlalu lembab
(Wijayakusuma, et al., 1996). Kloppenburg dan Versteegh (1988) mengemukakan
bahwa spesies ini hidup secara liar diatas 4.000 kaki diatas permukaan laut. Afifah
(2003) menyatakan bahwa Sangitan dapat ditemukan tumbuh liar di
pinggir-pinggir sawah dan di dalam hutan.
3. Kandungan Kimia, Sifat Kimia, dan Efek Farmakologis
Kandungan kimia yang terdapat pada Sangitan antara lain essential oil,
ursolic acid, â–sitoster ol , á–amyrin palmitate, KNO3, dan tanin. Rasa Sangitan
manis dan sedikit pahit, serta sifatnya hangat. Spesies ini masuk meridian hati
(Wijayakusuma, et al., 1996). Buah Sangitan mengandung saponin dan flavonoid,
sedang pada bagian daun dan akarnya mengandung saponin dan tanin (Hutapea,
1994). Seluruh bagian spesies ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan.
Bagian-bagian tanaman yang akan digunakan (akar, batang, daun, bunga, dan
buah) dijemur sampai kering jika akan disimpan (Dalimartha, 2000).
4. Kegunaan Sangitan
Sangitan memiliki berbagai macam manfaat. Akar Sangitan digunakan
untuk menyembuhkan frakture (tulang patah), luka terpukul, encok (rematik) dan
menyembuhkan bengkak karena penyakit ginjal, beri-beri, disentri, radang saluran
napas kronis, rubella, erysipelas (infeksi kulit akut yang disebabkan oleh
Streptococcus sp). Bunganya digunakan untuk menyembuhkan freckles (bercak
hitam di wajah), menghaluskan kulit, saraf mudah terangsang, kulit terbakar sinar
matahari. Buahnya digunakan untuk menyembuhkan diuretik (peluruh kencing),
pembersih darah, pencahar dan perangsang muntah. Seluruh bagian tanamannya
dapat dimanfaatkan sebagai obat kram/kejang pada kaki, sakit pada tulang, luka
terpukul, dan pembengkakan (Wijayakusuma, et al., 1996).
Sangitan mempunyai bentuk bunga yang menarik, sehingga dapat ditanam
sebagai tanaman hias. Selain itu, spesies ini dapat dimanfaatkan sebagai tanaman
pagar (Wijayakusuma, et al., 1996).
B. Perbanyakan Tumbuhan dengan Cara Stek
Menurut Kamus Pemuliaan Pohon (2004), stek merupakan bagian dari
batang atau bagian lain tanaman, jika diakarkan akan menghasilkan tanaman yang
utuh. Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), penyetekan merupakan suatu
perlakuan pemisahan atau pemotongan beberapa bagian dari tumbuhan seperti
batang, akar, daun, dan tunas dengan maksud agar bagian-bagian tersebut
membentuk akar. Pembiakan dengan cara ini sering dipergunakan untuk
menanggulangi tanaman-tanaman yang sulit diperbanyak dengan menggunakan
biji.
Soerianegara dan Djamhuri (1979) mengemukakan bahwa yang dimaksud
dengan stek adalah pembiakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif
yang dipisahkan dari pohon induknya. Jika bahan stek ditanam pada kondisi yang
menguntungkan untuk beregenerasi, maka bahan stek tersebut akan berkembang
menjadi tanaman yang sempurna. Menurut Purnomosidhi, Suparman, Roshetko,
dan Mulawarman (2002), perbanyakan tanaman dengan stek merupakan
perbanyakan tanaman dengan cara menumbuhkan akar dan pucuk dari potongan
atau bagian tanaman seperti akar, batang, atau pucuk sehingga menjadi tanaman
baru.
Stek merupakan bagian alat hara yang dipotong atau dipisahkan dari
induknya yang kemudian dapat tumbuh menjadi tanaman baru (Tjitrosoepomo,
keras. Panjang stek antara 5-10 cm. Bahan stek tersebut sebaiknya diambil dari
pohon induk yang subur, mempunyai pertumbuhan bunga yang bagus, dan
berdaun lebat. Bahan stek dipotong pada bagian dekat daun, karena di lokasi
tersebut berkumpul banyak cadangan makanan. Hal ini memudahkan
terbentuknya akar di bagian tersebut. Pemotongan tersebut sebaiknya
menggunakan pisau yang tajam (Atjung, 1975).
Tjitrosomo, Harran, Djaelani, Hartana, dan Sudiarta (1980)
mengemukakan bahwa stek batang banyak dipraktekkan pada tanaman tidak
berkayu. Stek batang terdiri dari potongan batang sepanjang 10-30 cm atau lebih
dengan buku-buku dan kuncup-kuncup lateral. Jika potongan-potongan itu
ditanam dalam tanah, maka akar-akar akan tumbuh dari bagian pangkal dan
kuncup yang paling atas akan tumbuh menjadi tajuk.
Stek dapat dibedakan menurut bagian tanaman yang diambil untuk bahan
stek, yaitu stek akar, stek batang, stek daun atau stek tunas daun, dan stek tunas
atau stek mata. Stek yang menggunakan batang sebagai bahan stek sangat
menguntungkan karena mempunyai persediaan makanan yang memadai
(Wattimena, 1988).
Permasalahan yang dihadapi dalam perbanyakan tanaman dengan cara
stek meliputi berbagai macam aspek, diantaranya adalah pemilihan bahan stek,
pemilihan bibit dan aplikasinya dalam penanaman di lapangan, serta jenis dan
konsentrasi hormon yang akan dipergunakan untuk memperoleh hasil yang
optimal (Subiakto, 1988).
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Stek
Rochiman dan Harjadi (1973) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi penyetekan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu faktor
tanaman, faktor lingkungan, dan faktor pelaksanaan. Faktor tanaman, meliputi :
macam bahan stek, umur bahan stek, adanya tunas dan daun pada stek, kandungan
bahan makanan stek, dan pembentukan kalus. Faktor lingkungan, meliputi : media
pertumbuhan, kelembaban, temperatur, dan aspek cahaya. Faktor pelaksanaan,
meliputi : perlakuan sebelum pengambilan bahan stek, waktu pengambilan stek,
pemotongan stek dan pelukaan, penggunaan ZPT, kebersihan alat pemotong,
kandungan bahan makanan, umur pohon induk, jenis kelamin tanaman, jenis
tanaman, bagian tanaman, musim, dan adanya perlakuan ZPT juga mempengaruhi
pertumbuhan stek (Kramer dan Kozlowsky, 1960).
D. Keuntungan Perbanyakan Tumbuhan dengan Cara Stek
Metode perbanyakan tumbuhan dengan stek banyak memberikan
keuntungan. Dengan material yang sedikit, dapat dihasilkan sejumlah besar bibit
tanaman yang seragam. Bibit tanaman yang didapatkan akan mempunyai
kesamaan didalam ukuran tinggi, umur, ketahanan terhadap penyakit, dan sifat
tanamannya. Metode stek dapat menghasilkan tanaman yang sempurna dengan
akar, daun, dan batang dalam waktu relatif singkat, serta bersifat serupa dengan
induknya (Rochiman dan Harjadi, 1973).
Subiakto (1988) mengemukakan bahwa keuntungan pembiakan tanaman
secara vegetatif terutama dengan cara stek adalah mudahnya mendapatkan bahan
biakan. Bahan biakan tersebut dapat dikumpulkan setiap saat pada waktu yang
diperlukan. Keuntungan lain yang bisa dicapai adalah pengaruh terhadap
karakteristik, fisiologis, dan genetik pada keturunannya. Karakteristik ini adalah
tidak terjadi perubahan susunan genetik dan dapat mempertahankan karakteristik
fisiologis yang diturunkan dari induk tanaman.
E. Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh tanaman adalah senyawa-senyawa organik selain
nutrisi tumbuhan, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat,
serta dapat mempengaruhi setiap proses fisiologi tumbuhan (Sinaga, 1987).
Menurut Abidin (1993), hormon tumbuhan (plant hormone) adalah zat organik
yang dihasilkan oleh tumbuhan, yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur
proses fisiologis. Hormon biasanya bergerak dari bagian tanaman yang
menghasilkan menuju ke bagian tanaman lainnya. Selanjutnya dikemukakan
bahwa zat pengatur tumbuh didalam tanaman terdiri dari lima kelompok, yaitu
auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh
yang berlainan terhadap proses fisiologis. Auksin adalah senyawa yang dicirikan
oleh kemampuannya dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel. Giberelin
keduanya. Sitokinin adalah senyawa yang mendukung terjadinya pembelahan sel.
Etilen merupakan senyawa yang sangat sederhana. ZPT ini mempunyai peranan
dalam pematangan buah. Inhibitor berfungsi menghambat dalam proses biokimia
dan fisiologis bagi aktivitas keempat zat pengatur tumbuh sebelumnya.
Penggunaan ZPT dalam pembiakan tanaman dalam stek adalah untuk
mengatasi masalah pembentukan akar. Stek yang diberi perlakuan ZPT akan
membentuk akar lebih cepat dan mempunyai kualitas sistem perakaran yang lebih
baik daripada yang tanpa perlakuan ZPT (Avery dan Johnson, 1947). Selanjutnya
dikemukakan bahwa auksin merupakan salah satu ZPT yang berperan penting
pada proses pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman.
Zat pengatur tumbuh IBA (Indole Butyric Acid) dan NAA (Naphthalene
Acetic Acid) termasuk kedalam golongan auksin. IBA dan NAA merupakan
auksin sintetis yang banyak digunakan untuk merangsang perakaran. Penggunaan
zat pengatur tumbuh ini menyebabkan pembentukan akar lebih cepat dan panjang,
membentuk suatu sistem perakaran yang kuat, kompak, dan menyerabut (Audus,
1963).
Sejumlah besar tanaman baik yang berkayu maupun yang tidak, mudah
dikembangbiakkan dengan stek. Namun masih ada sejumlah tanaman yang sukar
dibiakkan dengan cara stek. Bahkan ada yang sama sekali tidak dapat berakar.
Pada tahun 1935, teknik baru dalam pembiakan tanaman telah memanfaatkan zat
pengatur tumbuh untuk merangsang perakaran stek. Hal ini sesuai dengan
pendapat Moore (1979) yang mengatakan bahwa zat pengatur tumbuh tanaman
adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam jumlah sedikit atau konsentrasi
rendah dapat mendorong, menghambat, atau secara kualitatif mengubah
pertumbuhan dan perkembangan dengan mempengaruhi proses fisik tanaman.
F. Pupuk
Tanaman membutuhkan paling tidak 13 unsur hara penting yang
diperoleh dari dalam tanah. Unsur-unsur pupuk yang terdiri dari nitrogen, fosfor,
dan kalium sering sekali mengalami defisiensi didalam tanah. Untuk mengatasi
masalah tersebut, dilakukan usaha penambahan unsur-unsur tersebut kedalam
tanah melalui pemupukan (Hakim, Nyakpa, Lubis, Nugroho, Diha, Hong dan
dengan tujuan untuk menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan
tanaman dalam bentuk ion-ion dari unsur hara yang dapat diadsorbsi tanaman
(Foth, 1984).
Salah satu jenis pupuk alam yang sering dimanfaatkan adalah pupuk
kandang. Pemanfaatan pupuk kandang telah dimulai berabad-abad yang silam
sesuai dengan sejarah pertanian (Hakim, et al., 1986). Menurut Soepardi (1983),
pupuk kandang merupakan campuran antara kotoran padat, air kencing, dan sisa
makanan dari hewan yang dikandangkan. Kandungan hara dalam satu ton pupuk
kandang sapi terdiri atas 0.5% N, 0.25% P2O5, dan 0.5% K2O.
Hakim, et al. (1986) mengemukakan bahwa pupuk kandang merupakan
kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang tercampur dengan sisa-sisa
makanan ataupun alas kandang. Pupuk kandang dan pupuk buatan kedua-duanya
menambah bahan makanan tanaman didalam tanah. Pupuk kandang mempunyai
kandungan unsur hara yang lebih sedikit dibandingkan dengan pupuk buatan.
Namun demikian, selain dapat menambah unsur hara kedalam tanah, pupuk
kandang juga dapat mempertinggi humus, memperbaiki struktur tanah, dan dapat
mendorong kehidupan jasad renik tanah.
Pemakaian kotoran hewan selalu memperlihatkan pengaruh yang baik
terhadap pertumbuhan tanaman (Foth, 1984). Tabel berikut menunjukkan kadar
unsur hara yang dikandung oleh beberapa jenis hewan secara rata-rata.
Tabel 1. Kadar Rata-rata Unsur Hara yang Terdapat dalam Pupuk Kandang
No Jenis Hewan Bentuk Kotoran H2O* N* P2O5* K2O*
1. Sapi Padat 85 0.40 0.2 0.10
Cair 92 1.00 sedikit 1.35
Keseluruhan 86 0.60 0.15 0.45
2. Kuda Padat 75 0.55 0.30 0.40
Cair 90 1.35 Sedikit 1.25
Keseluruhan 78 0.70 0.25 0.55
3. Domba Padat 60 0.75 0.50 0.45
Cair 85 1.35 0.05 2.10
Keseluruhan 68 0.95 0.35 1.00
4. Babi Padat 80 0.55 0.50 0.40
Cair 97 0.40 0.10 0.40
Keseluruhan 87 0.50 0.35 0.40
5. Ayam Keseluruhan 55 1.00 0.80 0.40
Sumber : Foth, 1984
Keterangan : * dalam satuan % kotoran
Lebih lanjut Hakim, et al. (1986) menjelaskan bahwa dari tabel diatas
terlihat bahwa kadar hara yang terdapat didalam pupuk kandang sangat beragam.
Oleh karena itu, untuk keperluan perhitungan telah ditetapkan suatu kesimpulan
bahwa hara yang terdapat didalam pupuk kandang berkadar rata-rata 0.5% N,
0.25% P2O5, dan 0.5% K2O. Selain unsur-unsur tersebut, pupuk kandang juga
mengandung karbon, magnesium, belerang, serta unsur mikro. Unsur mikro
sangat penting dalam menjaga dan mempertahankan keseimbangan hara dari
III. METODOLOGI
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Konservasi
Tumbuhan Fakultas Kehutanan IPB dan Arboretum Tumbuhan Hutan Tropika
Indonesia IPB. Pengambilan data dilaksanakan mulai pertengahan bulan Oktober
2004 sampai dengan bulan Agustus 2005.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah potongan batang
Sangitan sepanjang 10 cm dengan diameter + 1cm dengan umur bahan induk + 2
tahun, ZPT IBA dan NAA, alkohol 95 %, tepung talk, pasir, tanah, dan pupuk
kandang (kotoran sapi 7.5%). Bahan stek diperoleh dari Balai Penelitian
Tumbuhan Rempah dan Obat, Bogor. Kotoran sapi diperoleh dari hasil
pembelian.
Alat yang digunakan yaitu gunting stek, golok tajam, paranet untuk
naungan, termometer bola basah bola kering, termometer ruang, mistar, gelas
piala, neraca sartorius, polybag ukuran 15 cm x 20 cm, ice box, kompor minyak
tanah, sprayer, kaliper, komputer, kalkulator, dan alat tulis.
C. Metode
1. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian ini meliputi tiga bentuk kegiatan, yaitu persiapan
media pertumbuhan, persiapan zat pengatur tumbuh, dan persiapan bahan stek.
Media pertumbuhan stek berupa campuran antara pasir dan tanah dengan
perbandingan 1 : 1, dengan kondisi tanah sudah disterilkan. Zat pengatur tumbuh
yang digunakan adalah ZPT IBA dan NAA dalam bentuk tepung dengan
2. Perbanyakan Bibit di Rumah Kaca
a. Penanaman Stek
Kegiatan penanaman dilakukan dalam polybag yang sudah diberi media
tanam dan ZPT. Polybag-polybag ini ditempatkan di rumah kaca Laboratorium
Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB dan peletakannya dilakukan
secara acak.
b. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan setiap hari. Kegiatan yang dilakukan adalah
melakukan penyiraman pada pagi dan sore hari dengan menggunakan sprayer.
Kegiatan penyiangan dilakukan pada saat didalam polybag tumbuh rumput
pengganggu.
c. Pengamatan dan Pengambilan Data
Dalam kegiatan pengamatan dan pengambilan data, dilakukan pencatatan
data mengenai peubah-peubah yang diamati, yakni meliputi jumlah daun, jumlah
tunas, persentase stek hidup, persentase stek berakar, serta kondisi iklim setempat
selama penelitian (suhu dan kelembaban).
Peubah-peubah tersebut diamati setiap satu minggu sekali. Pencatatan
data stek hidup dan stek berakar dilakukan pada saat penanaman stek di rumah
kaca sudah selesai.
3. Penanaman Bibit di Lapangan
a. Penanaman Bibit
Setelah siap tanam di lapang, stek dipindahkan ke Arboretum Tumbuhan
Hutan Tropika Indonesia IPB. Stek-stek ini ditanam secara acak di lapangan,
kemudian diberi label sesuai dengan perlakuan pada saat penanaman di rumah
kaca. Jarak antar stek dibuat sama dan seragam. Lubang tanam yang digunakan
berukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm. Dari 288 unit percobaan, separuh dikenakan
perlakuan dengan pemakaian pupuk kandang (kotoran sapi), dan separuh yang
lain tanpa pemakaian pupuk kandang. Pupuk yang digunakan berupa campuran
tanah dan kotoran sapi dengan komposisi tanah sebanyak 92.5% dan kotoran sapi
b. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan setiap hari. Kegiatan yang dilakukan adalah
melakukan penyiraman pada saat hari tidak hujan. Dilakukan juga kegiatan
penyiangan terhadap rumput pengganggu yang tumbuh di sekitar tanaman..
c. Pengamatan dan Pengambilan Data
Hal-hal yang diamati dalam penanaman di lapangan ini adalah
penambahan jumlah daun, penambahan tinggi tanaman, dan penambahan jumlah
cabang tanaman. Pencatatan data dilakukan setiap dua minggu sekali.
D. Rancangan Percobaan dan Analisis Data
1. Perbanyakan Bibit di Rumah Kaca
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan faktorial 6 x 6
dalam pola acak lengkap. Rancangan ini terdiri dari dua faktor yang
masing-masing mempunyai enam taraf percobaan. Setiap taraf percobaan diulang
sebanyak empat kali, dan masing-masing ulangan terdiri dari dua unit percobaan.
Jadi secara keseluruhan terdapat 288 unit percobaan.
Masing-masing faktor dirinci sebagai berikut :
Faktor A : Konsentrasi ZPT IBA
AI = 0 ppm
A2 = 100 ppm
A3 = 200 ppm
A4 = 300 ppm
A5 = 400 ppm
A6 = 500 ppm
Faktor B : Konsentrasi ZPT NAA
BI = 0 ppm
B2 = 100 ppm
B3 = 200 ppm
B4 = 300 ppm
B6 = 500 ppm
Model umum rancangan acak lengkap dengan dua faktor yang digunakan
adalah :
Yijk = U + Ai + Bj + (AB)ij + Eijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan sebagai hasil pengaruh pemberian hasil pengamatan pemberian ZPT IBA pada taraf ke-i, dan ZPT NAA pada taraf ke-j, ulangan ke-k
U = Nilai rata-rata harapan
Ai = Pengaruh faktor A ke-i (i=1,2,3,4,5,6) Bj = Pengaruh faktor B ke-j (j=1,2,3,4,5,6) (AB)ij = Pengaruh interaksi faktor A dan B Eijk = Galat percobaan
2. Penanaman di Lapangan
Penelitian di Arboretum Tumbuhan Hutan Tropika Indonesia IPB ini
dilaksanakan dengan menggunakan rancangan faktorial 6 x 6 x 2 dalam pola acak
lengkap. Rancangan ini terdiri dari tiga faktor. Faktor pertama adalah perlakuan
ZPT IBA dengan enam taraf percobaan. Faktor kedua adalah perlakuan ZPT NAA
dengan enam taraf percobaan. Faktor ketiga adalah perlakuan pupuk dengan dua
taraf percobaan. Setiap taraf percobaan diulang sebanyak dua kali, dan
masing-masing ulangan terdiri dari dua unit percobaan. Jadi secara keseluruhan terdapat
288 unit percobaan. Masing-masing faktor dirinci sebagai berikut :
Faktor A : Konsentrasi ZPT IBA
AI = 0 ppm
Faktor B : Konsentrasi ZPT NAA
BI = 0 ppm
B3 = 200 ppm
Model umum rancangan acak lengkap dengan tiga faktor yang
digunakan adalah :
Yijkl = U + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + Eijkl
Keterangan :
Yijkl : Nilai pengamatan sebagai hasil pengaruh pemberian ZPT IBA pada taraf ke-i, ZPT NAA pada taraf ke-j, dan pemberian pupuk pada taraf ke-k, pada ulangan ke-l
U : Nilai rata-rata harapan
Ai : Pengaruh faktor A ke-i (i=1,2,3,4,5,6) Bj : Pengaruh faktor B ke-j (j=1,2,3,4,5,6) Ck : Pengaruh faktor C ke-k (k=1,2)
(AB)ij : Pengaruh interaksi faktor A dan B (AC)ik : Pengaruh interaksi faktor A dan C (BC)jk : Pengaruh interaksi faktor B dan C
(ABC)ijk : Pengaruh interaksi faktor A, B, dan C Eijkl : Galat percobaan
3. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis of variance
(ANOVA). Uji lanjutan yang dipakai untuk uji beda nyata antar perlakuan adalah
uji Duncan, karena perlakuan menggunakan kontrol dan hasilnya diharapkan lebih
teliti.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan terhadap pertumbuhan stek dilakukan di Rumah Kaca
Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor, dan dilanjutkan dengan pengamatan di lapangan, yaitu di Arboretum
Tumbuhan Hutan Tropika Indonesia, Institut Pertanian Bogor. Selama
pengamatan di rumah kaca, hujan sering sekali turun. Suhu rata-rata mencapai
25.5°C dengan kisaran antara 22-28°C. Kelembaban rata-rata mencapai 88.8%
dengan kisaran antara 83-97.3%. Stek mulai mengalami kematian pada 2 MSP
(Minggu Setelah Perlakuan). Hal ini disebabkan oleh white rust (karat putih).
Gangguan ini diduga ditimbulkan oleh cendawan Puccinia horiana. Cipratan air
hujan yang jatuh dari atap memudahkan penyebaran spora dan menyerang stek,
terutama pada stek yang terletak di barisan terluar.
Tanaman yang dibudidayakan baik di rumah kaca maupun yang ditanam
di lapangan tidak lepas dari gangguan gulma (tumbuhan pengganggu). Tanaman
yang masih muda atau yang baru ditanam harus lebih mendapat perhatian.
Tanaman seperti ini mempunyai sistem perakaran yang masih terbatas sehingga
akan kalah bersaing dalam memperebutkan hara dengan gulma. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penyiangan. Selain untuk memberantas gulma, penyiangan juga
bertujuan untuk memperbaiki aerasi tanah. Suhu rata-rata selama pengamatan di
lapangan mencapai 27.25°C dengan kisaran antara 25.5-28.1°C. Kelembaban
rata-rata mencapai 85.8% dengan kisaran antara 80-90%. Selama pengamatan baik di
rumah kaca maupun di lapangan, banyak stek yang terserang busuk batang.
Penyakit ini diduga disebabkan oleh cendawan Fusarium culmorum. Stek yang
tidak tahan terhadap serangan penyakit ini akhirnya mengalami kematian. Selama
pengamatan daun stek juga diserang oleh ulat. Pengendalian terhadap hama ini
dilakukan dengan membuang ulat dari tanaman secara teratur.
B. Pengamatan di Rumah Kaca
5 .0 8
Gambar 2. Rata-rata penambahan jumlah daun Sangitan di rumah kaca
Pertumbuhan daun di rumah kaca mulai terlihat sejak satu minggu pertama
setelah perlakuan (1 MSP). Stek mengalami penambahan jumlah daun yang
terbesar pada minggu ketiga. Jumlah daun terus meningkat pada setiap
minggunya. Analisa sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
ZPT IBA dan NAA terhadap pertumbuhan jumlah daun (Lampiran 1). Hasil
analisa menunjukkan bahwa pemberian ZPT NAA dan kombinasi antara IBA dan
NAA berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan daun. Uji lanjut Duncan
untuk pengaruh ZPT NAA (Lampiran 2) menunjukkan bahwa konsentrasi ZPT
NAA yang paling baik adalah 500 ppm dengan nilai sebesar 5-6 helai, sedangkan
konsentrasi terbaik kombinasi antara ZPT IBA dan NAA (Lampiran 3) adalah
ZPT IBA 500 ppm dan ZPT NAA 500 ppm dengan nilai sebesar 4-5 helai.
Pemberian ZPT IBA tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pertumbuhan jumlah daun (lihat Gambar 2). Hal ini diduga disebabkan oleh
pemberian konsentrasi ZPT IBA yang belum tepat. Audus (1963) menyatakan
bahwa setiap jenis tumbuhan akan memberikan respon yang berbeda-beda
terhadap pemberian ZPT pada konsentrasi yang berbeda-beda pula. Selain itu,
kemungkinan stek Sangitan belum siap menerima perlakuan ZPT IBA, sehingga
tidak mampu memberikan respon terhadap zat pengatur tumbuh yang diberikan.
Lebih lanjut Audus (1963) menjelaskan bahwa pemberian ZPT pada tanaman
pada saat yang tidak tepat dapat membuat tumbuhan tidak memberikan respon
terhadap ZPT yang diberikan.
Pemberian perlakuan kombinasi antara ZPT IBA dan NAA berpengaruh
Weaver (1972), yang menyatakan bahwa kombinasi antara ZPT IBA dan NAA
akan lebih efektif pemakaiannya daripada pemberian ZPT IBA secara tunggal
maupun ZPT NAA secara tunggal. Penggunaan kombinasi antara ZPT IBA dan
NAA akan memberikan respon yang lebih baik. ZPT NAA berpengaruh sangat
nyata terhadap penambahan jumlah daun. Diduga, ZPT NAA mempunyai daya
pertahanan terhadap kondisi fisik lingkungannya yang kurang menguntungkan.
ZPT NAA cenderung stabil terhadap adanya cahaya dan tahan terhadap bakteri
pembusuk yang berasal dari lingkungan di sekitarnya (Hartmann dan Kester,
1978).
Secara keseluruhan, kondisi pertumbuhan Sangitan pada berbagai
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kondisi pertumbuhan Sangitan pada berbagai perlakuan
2. Jumlah Tunas
Pertumbuhan tunas mulai muncul sejak 1 MSP. Stek mengalami
kenaikan jumlah tunas terbesar pada minggu kedua. Pertumbuhan tunas sangat
penting bagi keberlangsungan hidup stek. Hal ini dikarenakan tunas mampu
mendorong terjadinya perakaran pada stek. Pembentukan akar sulit terjadi apabila
tunas tidak tumbuh. Tunas berperan sebagai sumber auksin, terutama bila tunas
tersebut mulai tumbuh (Hartmann dan Kester, 1978).
IBA +NAA NAA IBA
Analisa sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
ZPT IBA dan NAA terhadap pertumbuhan jumlah tunas. Hasilnya dapat dilihat
pada Lampiran 4. Hasil analisa menunjukkan pemberian ZPT IBA berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan jumlah tunas. Hal ini diduga bahwa ZPT IBA telah
mendorong stek untuk membentuk akar sehingga cadangan karbohidrat dalam
stek tetap tersedia. Uji lanjut Duncan untuk pengaruh ZPT IBA yang dapat dilihat
pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa konsentrasi ZPT IBA yang paling baik
untuk pertumbuhan tunas adalah 400 ppm dengan nilai sebesar 1-2 tunas.
Kramer dan Kozlowski (1960) mengemukakan bahwa pertumbuhan tunas
dipengaruhi oleh cadangan karbohidrat. Akar stek yang diduga telah terbentuk
akan aktif menyerap zat-zat hara dari media tanam tanam untuk melakukan proses
fotosintesis. Daun muda yang baru tumbuh aktif melakukan proses fotosintesis
membentuk karbohidrat sebagai cadangan makanan. Sedangkan pemberian ZPT
NAA maupun kombinasi antara ZPT IBA dan NAA tidak memberi pengaruh
yang signifikan terhadap pertumbuhan jumlah tunas. Hal ini diduga konsentrasi
ZPT yang dipergunakan belum tepat. Untuk tumbuhan berkayu lunak, pemberian
ZPT IBA, NAA, maupun kombinasinya akan efektif dalam merangsang
pembentukan tunas pada selang konsentrasi 500-2000 ppm (Mahlstede dan Haber,
1976).
Lebih lanjut Rochiman dan Harjadi (1973) mengemukakan bahwa ZPT
IBA bersifat lebih baik dan lebih efektif daripada ZPT NAA karena struktur
mati
IBA NAA IBA & NAA
kerja yang lebih lama daripada ZPT NAA. Kedua jenis ZPT ini mempunyai
susunan cincin yang mengandung ikatan rangkap sebagai inti, dan terdapat
rangkaian gugus karboksil (Dwidjoseputro, 1981). Berikut merupakan gambar
rumus bangun ZPT IBA dan NAA.
IBA NAA
Gambar 5. Rumus Bangun ZPT IBA dan NAA
3. Jumlah dan Panjang Akar
Secara keseluruhan, kondisi perakaran Sangitan pada berbagai perlakuan
dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi ZPT IBA,
NAA, dan kombinasinya terhadap jumlah akar stek dapat dilihat pada Lampiran 6.
Gambar 6. Kondisi perakaran Sangitan dengan berbagai perlakuan
Berdasarkan hasil sidik ragam, ZPT NAA berpengaruh tidak nyata
terhadap jumlah akar stek. Hal ini diduga karena penggunaan konsentrasi untuk
ZPT ini belum tepat. Menurut Kusumo (1984), ZPT NAA mempunyai sifat yang H
N
CH2CH2CH2COOH
lebih keras dengan selang konsentrasi yang sempit. Rangsangannya terhadap
pertumbuhan akar mendekati batas menghambat, sehingga dalam penggunaannya
harus lebih berhati-hati. Pemberian ZPT IBA berpengaruh nyata terhadap jumlah
akar stek. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa faktor tunggal ZPT IBA
memberikan hasil yang terbaik pada konsentrasi 400 ppm. Hal ini bisa dilihat
pada Lampiran 7. Hartmann dan Kester (1978) mengemukakan bahwa
pembentukan akar dipengaruhi oleh media tanam. Media tanam merupakan faktor
luar yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan perakaran. Dalam percobaan
di rumah kaca ini, stek Sangitan ditanam dalam polybag dengan media tanam
berupa campuran antara tanah dan pasir yang sudah disterilkan dengan
perbandingan 1:1. Pasir dalam media tanam memungkinkan adanya ruang pori
yang mendukung pertumbuhan akar. Pasir tersebut akan membuat tekstur menjadi
kasar dan jumlah ruang pori makronya lebih banyak daripada jumlah ruang pori
mikronya. Menurut Soepardi (1983), ruang pori makro akan membuat sirkulasi
udara dan sirkulasi air didalam tanah menjadi lancar.
Pemberian ZPT IBA yang dikombinasikan dengan ZPT NAA
berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan jumlah akar. Hal ini sesuai
dengan pendapat Weaver (1972) yang menyatakan bahwa penggunaan kombinasi
antara ZPT IBA dan NAA cenderung memberikan pengaruh yang lebih baik
terhadap perakaran stek. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi antara
ZPT IBA 400 ppm dan ZPT NAA 500 ppm memberikan hasil yang terbaik. Hal
ini bisa dilihat pada Lampiran 8. Grafik hubungan antara konsentrasi ZPT
terhadap rata-rata jumlah akar dapat dilihat pada Gambar 7.
7
100 200 300 400 500
konsentrasi ZPT (ppm)
Gambar 7. Grafik hubungan antara konsentrasi ZPT terhadap rata-rata jumlah akar
Pengaruh konsentrasi ZPT IBA, NAA, dan kombinasinya terhadap
panjang akar stek dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan hasil sidik ragam,
ZPT NAA dan kombinasi antara ZPT IBA dan NAA berpengaruh tidak nyata
terhadap pertumbuhan panjang akar. Sedangkan pemberian faktor tunggal ZPT
IBA berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan panjang akar (Lampiran
10). Konsentrasi ZPT IBA 100 ppm merupakan konsentrasi yang memberikan
hasil terbaik. Grafik hubungan antara konsentrasi ZPT terhadap panjang akar
dapat dilihat pada Gambar 8. Menurut Audus (1963), perlakuan ZPT IBA akan
menghasilkan beberapa akar yang cepat menjadi panjang dan membuat sistem
perakaran yang lebih baik.
20 22 24 26 28
100 200 300 400 500
konsentrasi ZPT (ppm)
4. Persentase Stek Hidup
Pengamatan terhadap persentase stek hidup dilakukan pada minggu
kedelapan. Stek hidup dicirikan dengan masih segarnya stek sampai akhir
pengamatan di rumah kaca. Batang stek tidak menjadi lembek, tidak mengalami
kebusukan, serta tidak menunjukkan gejala kekeringan. Pada satu MSP stek
mempunyai persentase hidup yang tinggi (100%). Seluruh stek hidup dan tidak
ditemukan gejala kekeringan ataupun kebusukan. Mulai dua MSP hingga akhir
pengamatan di rumah kaca persentase hidup semakin menurun. Penurunan
persentase stek hidup Sangitan di rumah kaca dapat dilihat pada Gambar 9.
100
Gambar 9. Penurunan persentase stek hidup Sangitan di rumah kaca
Penurunan jumlah stek hidup ini sebagian besar disebabkan oleh
kekeringan dan kebusukan pada bagian batang. Batang stek yang mengalami
kebusukan menjadi lembek. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya respon
tanaman terhadap perbedaan konsentrasi ZPT yang diberikan. Menurut Weaver
(1972), tanaman akan memberi respon terhadap pemberian ZPT yang
berbeda-beda, tergantung pada konsentrasi ZPT, keadaan tanaman, dan keadaan
lingkungan. Respon ini dapat bersifat menguntungkan dan bisa juga bersifat
merugikan.
Penurunan persentase stek hidup juga diduga oleh adanya cendawan
Fusarium culmorum. Cendawan ini menginfeksi batang sehingga menjadi busuk.
Menurut Semangun (1991), cendawan F. culmorum menyebabkan busuk pada
akar, leher akar, dan batang. Cendawan ini diduga berasal dari tanaman induk
sehingga bahan stek yang kurang steril menjadi terinfeksi. Lebih lanjut Semangun
(1991) menjelaskan bahwa dalam keadaan lembab, cendawan tumbuh dengan
cepat dan lebat seperti beledu pada permukaan jaringan suatu tanaman. Selain bisa
terbawa oleh bibit yang terinfeksi, cendawan ini bisa berasal dari media tanam
yang terinfeksi.
Secara keseluruhan kondisi pertumbuhan stek di rumah kaca tergolong
baik. Faktor suhu dan kelembaban diduga turut mendukung pertumbuhan stek.
Menurut Edmond, Senn, dan Andrews (1964), suhu udara yang rendah dan
kelembaban udara yang tinggi menyebabkan laju transpirasi berkurang, stomata
terbuka, turgiditas sel terlindungi, dan CO2 akan lebih banyak terdifusi kedalam
daun, sehingga akan mempercepat terbentuknya karbohidrat. Andriance dan
Brison (1955) mengemukakan bahwa kelembaban udara yang tinggi sangat
berguna untuk mencegah kekeringan sebelum stek berakar. Kelembaban udara
sebaiknya selalu mendekati 100% selama beberapa hari setelah stek ditanam.
C. Pengamatan di Lapangan
1. Jumlah Daun
Stek yang berdaun cenderung mempunyai kemampuan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hal ini diduga dengan adanya
pertumbuhan daun yang baik akan mempengaruhi kondisi pertumbuhan akar.
Rochiman dan Harjadi (1973) mengemukakan bahwa daun dapat menghasilkan
auksin yang mendukung pertumbuhan akar stek. Melalui daun ini pula proses
fotosintesis dapat berlangsung sehingga stek mampu menghasilkan karbohidrat
sebagai persediaan makanannya.
Pemberian faktor tunggal ZPT IBA dan pupuk memberikan pengaruh yang
sangat nyata terhadap penambahan jumlah daun di lapangan. Demikian juga
pemberian ZPT IBA yang dikombinasikan dengan pupuk, dan pemberian ZPT
NAA yang dikombinasikan dengan pupuk. Pemberian faktor tunggal ZPT NAA
berpengaruh nyata, sedangkan pemberian ZPT IBA yang dikombinasikan dengan
NAA tidak berpengaruh nyata terhadap penambahan jumlah daun. Begitu juga
dengan interaksi antara ZPT IBA, NAA, dan pupuk, berpengaruh tidak nyata
terhadap penambahan jumlah daun (Lampiran 11).
Pada 1 MST (Minggu Setelah Tanam) di lapangan, stek melakukan
penyesuaian terhadap lingkungannya. Daun-daun yang sudah terbentuk banyak
yang berubah warna menjadi kuning, dan beberapa diantaranya gugur.
Dimungkinkan pada saat penanaman di lapangan terjadi penguapan besar-besaran
akibat dari tingginya laju transpirasi. Hal ini mendukung terjadinya proses
pengguguran daun tersebut. Tidak berpengaruhnya kombinasi antara ZPT IBA
dan NAA maupun kombinasi antara ZPT IBA, NAA, dan pupuk terhadap
penambahan jumlah daun dimungkinkan karena ZPT IBA dan NAA lebih efektif
bekerja pada akar daripada pada daun. Pengaruh ZPT IBA, NAA, dan pupuk
1 0
Gambar 10. Pengaruh ZPT IBA terhadap rata-rata jumlah daun di lapangan.
1 0
Gambar 11. Pengaruh ZPT NAA terhadap rata-rata jumlah daun di lapangan.
0
Pupuk kotoran sapi 0%
2. Tinggi Tanaman
Pemberian faktor tunggal ZPT IBA, NAA, dan pupuk memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap penambahan tinggi tanaman di lapangan.
Demikian juga pemberian ZPT IBA yang dikombinasikan dengan pemberian
pupuk, dan pemberian ZPT NAA yang dikombinasikan dengan pemberian pupuk.
Sedangkan pemberian ZPT IBA yang dikombinasikan dengan NAA tidak
berpengaruh nyata terhadap penambahan tinggi tanaman. Begitu juga dengan
interaksi antara ZPT IBA, NAA, dan pupuk.
Intensitas cahaya yang sangat tinggi di lapangan diduga turut
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Curtis dan Clark (1950) mengemukakan
bahwa cahaya mempunyai efek yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tanaman
dikarenakan pengaruhnya terhadap proses fotosintesis, pembukaan stomata, dan
sintesa klorofil. Cahaya juga mempengaruhi pembesaran sel yang dapat dilihat
pada penambahan tinggi tanaman. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pertumbuhan
tinggi dapat diketahui dari bertambahnya jumlah sel, bertambahnya jumlah
protoplasma, bertambahnya jumlah struktur sel, dan bertambah besarnya ukuran
sel.
Kegiatan pemupukan pada tanaman diduga mempengaruhi penambahan
tinggi tanaman. Selain dapat menambah unsur hara yang lengkap kedalam tanah,
pupuk kandang juga dapat mendorong kehidupan jasad renik. Pupuk kandang juga
mampu menaikkan daya penahanan air. Hal ini menyebabkan air tanah
mengandung bahan-bahan mudah larut yang mudah diserap oleh bulu akar.
Pupuk kandang juga berperan dalam meningkatkan kandungan humus, dimana
humus ini dapat mempertahankan struktur tanah sehingga mudah diolah dan
mengandung banyak oksigen (Sarief, 1985). Pengaruh ZPT IBA, NAA, dan
pupuk terhadap rata-rata tinggi tanaman di lapangan disajikan pada Gambar 13,
3 0
Gambar 13. Pengaruh ZPT IBA terhadap rata-rata tinggi tanaman di lapangan.
3 0
Gambar 14. Pengaruh ZPT NAA terhadap rata-rata tinggi tanaman di lapangan
0
Gambar 15. Pengaruh pupuk terhadap rata-rata tinggi tanaman di lapangan
Pengamatan (minggu ke-)
Pupuk kotoran sapi 7.5%
Pupuk kotoran sapi 0%