SKRIPSI
OLEH :
BEATRIX NOVITASARI / 110301255 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
SKRIPSI
OLEH :
BEATRIX NOVITASARI / 110301255 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Pemberian Kombinasi IBA dan NAA Nama : Beatrix Novitasari
NIM : 110301255
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
Ir. Meiriani, MP Ir. Haryati, MP
Ketua Anggota
Mengetahui
ABSTRAK
BEATRIX NOVITASARI : Pertumbuhan Setek Tanaman Buah Naga (Hylocereus costaricensis (Web.) Britton & Rose) dengan Pemberian Kombinasi
IBA dan NAA, dibimbing oleh MEIRIANI dan HARYATI.
Salah satu upaya mempercepat pertumbuhan setek tanaman buah naga dengan menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan setek tanaman buah naga dengan pemberian berbagai kombinasi IBA dan NAA, penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dengan ketinggian ± 25 meter di atas permukaan laut, pada bulan Juli sampai September 2015. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial dengan perlakuan tanpa pemberian ZPT, IBA (500 ppm) + NAA (0 ppm), IBA (0 ppm) + NAA (500 ppm), IBA (500 ppm) + NAA (500 ppm), IBA (500 ppm) + NAA (1000 ppm), IBA (500 ppm) + NAA (1500 ppm), IBA (1000 ppm) + NAA (500 ppm) dan IBA (1500 ppm) + NAA (500 ppm) yang diulang tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian NAA tanpa IBA nyata mempercepat umur bertunas 60%, meningkatkan persentase bertunas 30% dibandingkan tanpa pemberian zat pengatur tumbuh. Pemberian kombinasi IBA 500 ppm + NAA 500 ppm nyata meningkatkan panjang tunas 25% dibandingkan tanpa pemberian zat pengatur tumbuh.
ABSTRACT
BEATRIX NOVITASARI. The growth of dragon fruit plant cuttings with plant growth regulator combinations (IBA & NAA), supervised by : MEIRIANI and HARYATI.
To increase the growth of dragon fruit plant cuttings by using the plant growth regulator. The purpose of this study was to determine the growth of dragon fruit plant cuttings by giving the various combinations of IBA and NAA, this research was conducted at the research field of Agriculture Faculty, University of Sumatera Utara with altitude ± 25 m above sea level from July to September 2015. This research used non factorial randomized block design with treatments without plant growth regulator, IBA (500 ppm) + NAA (0 ppm), IBA (0 ppm) + NAA (500 ppm), IBA (500 ppm) + NAA (500 ppm), IBA (500 ppm) + NAA (1000 ppm), IBA (500 ppm) + NAA (1500 ppm), IBA (1000 ppm) + NAA (500 ppm) and IBA (1500 ppm) + NAA (500 ppm) with three replication. The data were analyzed by using analysis of variance which
followed by Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) at = 5%.
The result showed that the giving of NAA without IBA was significantly increase the time of buds aged 60%, increase the percentage of shooting 30% if compared with the treatment without plant growth regulator. The giving of IBA 500 ppm + NAA 500 ppm combination was significantly increase the shoots length 25% if compared with the treatment without plant growth regulator.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 24 November 1993 dari ayah
Biduan Nainggolan dan ibu Asti Manurung. Penulis merupakan anak kelima dari
lima bersaudara.
Tahun 2011 penulis lulus dari SMA ST. Thomas 2 Medan dan pada tahun
yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
melalui Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih program studi
Agroekoteknologi minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan (BPP).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek) tahun 2011-2012, sebagai pengurus
Divisi Komunikasi dan Informasi UKM Fotografi USU periode 2015, sebagai
anggota UKM Kebaktian Mahasiswa Kristen (KMK) FP USU, dan sebagai
asisten praktikum di Laboratorium Dasar Agronomi (2015).
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Panca Eka
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pertumbuhan setek tanaman buah naga (Hylocereus costaricensis (Web.)
Britton & Rose) dengan pemberian kombinasi IBA dan NAA” yang merupakan
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Meiriani, MP., sebagai Ketua
Komisi Pembimbing dan Ibu Ir. Haryati, MP. sebagai Anggota Komisi
Pembimbing, yang telah memberi saran dan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini .
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Program studi Agroteknologi, serta semua rekan
mahasiswa yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih.
Medan, Desember 2015
DAFTAR ISI
Pemeliharaan Tanaman ... 22
Penyiangan ... 23
Pengambilan Data ... 23
Pengamatan Parameter... 23
Umur Bertunas (hari) ... 23
Persentase Setek Bertunas (%) ... 23
Jumlah Tunas (tunas) ... 23
Panjang Tunas (cm) ... 23
Persentase Setek Berakar (%) ... 23
Volume Akar(ml) ... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25
Pembahasan ... 31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39
Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Umur bertunas (hari) setek tanaman buah naga pada
berbagai kombinasi IBA dan NAA... 25 2. Persentase bertunas (%) setek tanaman buah naga
pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 26 3. Jumlah tunas (tunas) setek tanaman buah naga pada
berbagai kombinasi IBA dan NAA... 27 4. Panjang tunas (cm) setek tanaman buah naga pada
berbagai kombinasi IBA dan NAA... 29 5. Persentase berakar (%) setek tanaman buah naga
pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 30 6. Volume akar (ml) setek tanaman buah naga pada
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Bagan penelitian ... 44
2. Bagan letak tanaman pada plot ... 44
3. Jadwal kegiatan penelitian ... 45
4. Deskripsi varietas buah naga ... 46
5. Data pengamatan umur bertunas setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 47
6. Sidik ragam umur bertunas setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 47
7. Data pengamatan persentase bertunas setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 48
8. Sidik ragam persentase setek bertunas setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 48
9. Data pengamatan jumlah tunas 2 MST setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 49
10.Sidik ragam jumlah tunas 2 MST setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 49
11.Data pengamatan jumlah tunas 3 MST setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 50
12.Sidik ragam jumlah tunas 3 MST setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 50
13.Data pengamatan jumlah tunas 4 MST setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 51
14.Sidik ragam jumlah tunas 4 MST setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 51
15.Transformasi data pengamatan jumlah tunas 4 MST setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 52
16.Transformasi sidik ragam jumlah tunas 4 MST setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 52
17.Data pengamatan jumlah tunas 5 MST setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 53
18.Sidik ragam jumlah tunas 5 MST setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 53
19.Data pengamatan jumlah tunas 6 MST setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 54
21.Transformasi data pengamatan jumlah tunas 6 MST setek tanaman buah naga pada berbagai
kombinasi IBA dan NAA ... 55 22.Transformasi sidik ragam jumlah tunas 6 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 55 23.Data pengamatan jumlah tunas 7 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 56 24.Sidik ragam jumlah tunas 7 MST setek tanaman
buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 56 25.Data pengamatan jumlah tunas 8 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 57 26.Sidik ragam jumlah tunas 8 MST setek tanaman
buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 57 27.Transformasi data pengamatan jumlah tunas 8
MST setek tanaman buah naga pada berbagai
kombinasi IBA dan NAA ... 58 28.Transformasi sidik ragam jumlah tunas 8 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 58 29.Data pengamatan jumlah tunas 9 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 59 30.Sidik ragam jumlah tunas 9 MST setek tanaman
buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 59 31.Data pengamatan jumlah tunas 10 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 60 32.Sidik ragam jumlah tunas 10 MST setek tanaman
buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 60 33.Data pengamatan panjang tunas 2 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 61 34.Sidik ragam panjang tunas 2 MST setek tanaman
buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 61 35.Data pengamatan panjang tunas 3 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 62 36.Sidik ragam panjang tunas 3 MST setek tanaman
buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 62 37.Data pengamatan panjang tunas 4 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 63 38.Sidik ragam panjang tunas 4 MST setek tanaman
39.Transformasi data pengamatan panjang tunas 4 MST setek tanaman buah naga pada berbagai
kombinasi IBA dan NAA ... 64 40.Transformasi sidik ragam panjang tunas 4 MST
setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi
IBA dan NAA ... 64 41.Data pengamatan panjang tunas 5 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 65 42.Sidik ragam panjang tunas 5 MST setek tanaman
buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 65 43.Data pengamatan panjang tunas 6 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 66 44.Sidik ragam panjang tunas 6 MST setek tanaman
buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 66 45.Transformasi data pengamatan panjang tunas 6
MST setek tanaman buah naga pada berbagai
kombinasi IBA dan NAA ... 67 46.Transformasi sidik ragam panjang tunas 6 MST
setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi
IBA dan NAA ... 67 47.Data pengamatan panjang tunas 7 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 68 48.Sidik ragam panjang tunas 7 MST setek tanaman
buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 68 49.Data pengamatan panjang tunas 8 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 69 50.Sidik ragam panjang tunas 8 MST setek tanaman
buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 69 51.Transformasi data pengamatan panjang tunas 8
MST setek tanaman buah naga pada berbagai
kombinasi IBA dan NAA ... 70 52.Transformasi sidik ragam panjang tunas 8 MST
setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi
IBA dan NAA ... 70 53.Data pengamatan panjang tunas 9 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 71 54.Sidik ragam panjang tunas 9 MST setek tanaman
buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 71 55.Data pengamatanpanjang tunas 10 MST setek
tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA
dan NAA ... 72 56.Sidik ragam panjang tunas 10 MST setek tanaman
57.Data pengamatan persentase berakar setek tanaman
buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 73 58.Data pengamatan volume akar setek tanaman buah
naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA ... 74 59.Sidik ragam volume akar setek tanaman buah naga
ABSTRAK
BEATRIX NOVITASARI : Pertumbuhan Setek Tanaman Buah Naga (Hylocereus costaricensis (Web.) Britton & Rose) dengan Pemberian Kombinasi
IBA dan NAA, dibimbing oleh MEIRIANI dan HARYATI.
Salah satu upaya mempercepat pertumbuhan setek tanaman buah naga dengan menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan setek tanaman buah naga dengan pemberian berbagai kombinasi IBA dan NAA, penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dengan ketinggian ± 25 meter di atas permukaan laut, pada bulan Juli sampai September 2015. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial dengan perlakuan tanpa pemberian ZPT, IBA (500 ppm) + NAA (0 ppm), IBA (0 ppm) + NAA (500 ppm), IBA (500 ppm) + NAA (500 ppm), IBA (500 ppm) + NAA (1000 ppm), IBA (500 ppm) + NAA (1500 ppm), IBA (1000 ppm) + NAA (500 ppm) dan IBA (1500 ppm) + NAA (500 ppm) yang diulang tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian NAA tanpa IBA nyata mempercepat umur bertunas 60%, meningkatkan persentase bertunas 30% dibandingkan tanpa pemberian zat pengatur tumbuh. Pemberian kombinasi IBA 500 ppm + NAA 500 ppm nyata meningkatkan panjang tunas 25% dibandingkan tanpa pemberian zat pengatur tumbuh.
ABSTRACT
BEATRIX NOVITASARI. The growth of dragon fruit plant cuttings with plant growth regulator combinations (IBA & NAA), supervised by : MEIRIANI and HARYATI.
To increase the growth of dragon fruit plant cuttings by using the plant growth regulator. The purpose of this study was to determine the growth of dragon fruit plant cuttings by giving the various combinations of IBA and NAA, this research was conducted at the research field of Agriculture Faculty, University of Sumatera Utara with altitude ± 25 m above sea level from July to September 2015. This research used non factorial randomized block design with treatments without plant growth regulator, IBA (500 ppm) + NAA (0 ppm), IBA (0 ppm) + NAA (500 ppm), IBA (500 ppm) + NAA (500 ppm), IBA (500 ppm) + NAA (1000 ppm), IBA (500 ppm) + NAA (1500 ppm), IBA (1000 ppm) + NAA (500 ppm) and IBA (1500 ppm) + NAA (500 ppm) with three replication. The data were analyzed by using analysis of variance which
followed by Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) at = 5%.
The result showed that the giving of NAA without IBA was significantly increase the time of buds aged 60%, increase the percentage of shooting 30% if compared with the treatment without plant growth regulator. The giving of IBA 500 ppm + NAA 500 ppm combination was significantly increase the shoots length 25% if compared with the treatment without plant growth regulator.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Buah naga (Hylocereus sp) merupakan salah satu tanaman jenis kaktus yang
tergolong baru ditengah masyarakat Indonesia dan cukup populer karena rasanya
yang manis dan memiliki beragam manfaat untuk kesehatan. Buah naga memiliki
beragam jenis diantaranya buah naga berdaging putih, berdaging merah, dan
berdaging kuning. Buah naga berdaging merah adalah buah yang paling disukai
dibandingkan buah naga lainnya karena rasanya yang manis dan warna daging
buahnya merah dan menarik (Satria, 2011).
Tanaman buah naga awalnya dikenal sebagai tanaman hias di Taiwan,
Vietnam, dan Thailand. Kemudian setelah diketahui bahwa buahnya dapat
dimakan, semakin banyak yang mengenalnya. Bagi masyarakat di negara tersebut,
usaha budidaya tanaman buah naga terus dilakukan karena sangat mudah dan
menguntungkan (Hastuti, 2009).
Usaha perkebunan buah naga yang masih terbatas, menyebabkan produksi
buah naga masih rendah, dan hanya tersedia di pasar-pasar tertentu, seperti pasar
swalayan. Terbatasnya ketersediaan buah naga menyebabkan harga jual buah ini
cukup tinggi, sehingga tidak semua kalangan dapat menikmati manfaatnya
(Andrina, 2009).
Melihat dan mengamati perkembangan produksi dan penjualan di pasar
swalayan yang masih sering terjadi kekosongan, maka dapat disimpulkan bahwa
prospek buah naga ini sangat terbuka. Bahkan, Thailand dan Vietnam yang
merupakan pemasok buah naga terbesar di dunia, hanya mampu memenuhi
Hingga saat ini pengembangan dan penanaman buah naga di Indonesia
masih terpusat di beberapa daerah seperti pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Hardjadinata (2008) mengatakan bahwa pengembangan dan penanaman buah
naga sampai saat ini masih terpusat didaerah Jawa Timur, diantaranya Pasuruan,
Jember, Mojokerto, dan Jombang. Kondisi ini menyebabkan tanaman buah naga
belum banyak dikenal oleh masyarakat luas.
Dengan bertambahnya permintaan konsumen terhadap buah naga, maka
prospek pengembangan penanaman buah naga masih terbuka luas, yang tentunya
membutuhkan penyediaan bibit yang cukup dan berkualitas serta tepat waktu
produksinya dan pemenuhan kebutuhan akan buah naga dapat terpenuhi dengan
baik. Sehingga perlu dilakukan tindakan perbanyakan buah naga
(Shofiana et al., 2013).
Buah naga dapat diperbanyak secara vegetatif dan generatif. Sistem
perbanyakan secara vegetatif dan generatif mempunyai kelebihan dan kelemahan
masing-masingnya. Namun dalam praktiknya, orang lebih cenderung melakukan
perbanyakan secara vegetatif, yaitu dengan setek (Andrina, 2009).
Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dalam perbanyakan melalui setek,
yaitu diperoleh tanaman baru dalam jumlah yang cukup banyak dengan induk
yang terbatas, biaya lebih murah. penggunaan lahan pembibitan dapat di lahan
sempit, dalam pelaksanaannya lebih cepat dan sederhana. Namun demikian,
sistem perbanyakan setek juga mempunyai kekurangan, yaitu faktor dalam;
menyangkut sifat- sifat genetik atau pembawaan dari biji tanaman itu sendiri, dan
faktor luar; termasuk di dalamnya media tanam, suhu, kelembaban, serta
Salah satu upaya mempercepat pertumbuhan perakaran setek tanaman buah
naga dapat dilakukan dengan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) secara
eksogen. ZPT seringkali dilakukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif
dan reproduktif tanaman, misalnya Auksin yang mampu merangsang
pertumbuhan dan perakaran (Satria, 2011).
Biasanya zat pengatur tumbuh yang digunakan petani untuk memacu
pembentukan akar pada setek tanaman buah naga adalah Growtone. Growtone
mengandung bahan aktif sebagai berikut: Naftalena asetat 0,067%, metal-1
naftalena setameda 0,013%, metal-1 naftalena asetat 0,033%, idol-3 butirat 0,05%
dan tiram 4% (DMS, 2006). Namun zat pengatur tumbuh tersebut belum
menghasilkan keberhasilan setek yang tinggi, oleh sebab itu perlu diteliti bila
dipakai kombinasi dari kandungan Growtone yaitu IBA dan NAA dengan dosis
yang lebih tinggi.
Pemakaian zat pengatur tumbuh dalam pengembangan tanaman secara
vegetatif sudah banyak dikenal. Pemakaian IBA dan NAA lebih baik dari IAA
karena IBA dan NAA lebih stabil sifat kimia dan mobilitasnya di dalam tanaman,
pengaruhnya lama dan tetap berada di dekat tempat pemberian dan tak menyebar
ke bagian setek lain, tidak mempengaruhi pertumbuhan yang lain, mendapatkan
akar yang subur dengan struktur biasa, sedangkan IAA dapat tersebar ke
tunas-tunas dan menghalangi perkembangan serta pertumbuhan tunas-tunas. NAA memiliki
kisaran konsentrasi yang sempit, sedangkan IBA memiliki kisaran konsentrasi
Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui
kombinasi konsentrasi IBA dan NAA terbaik yang dapat digunakan untuk
mempercepat pertumbuhan setek tanaman buah naga.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan setek tanaman buah
naga (Hylocereus costaricensis (Web.) Britton & Rose) dengan pemberian
berbagai kombinasi IBA dan NAA.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh kombinasi IBA dan NAA pada pertumbuhan setek tanaman
buah naga (Hylocereus costaricensis (Web.) Britton & Rose).
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan kombinasi IBA dan NAA yang
sesuai pada tanaman buah naga dan data penyusunan skripsi sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan serta sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ;
Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae,
Ordo: Caryophyllales, Famili: Cactaceae, Genus: Hylocereus,
Spesies: Hylocereus costaricensis (Web.) Britton & Rose
(Britton and Rose, 1963).
Perakaran tanaman buah naga umumnya dangkal, berkisar 20-30 cm.
Namun, menjelang produksi buah, biasanya perakaran bisa mencapai kedalaman
50-60 cm, mengikuti perpanjangan batang berwarna cokelat yang tertanam di
dalam tanah. Perakaran tanaman buah naga bersifat epifit, yaitu merambat dan
menempel pada batang tanaman lain (Warisno dan Dahana, 2010).
Batang tanaman buah naga berwarna hijau kebiru-biruan atau kehitaman.
Batang berbentuk segitiga dan sukulen (banyak mengandung lendir). Dari batang
tersebut akan tumbuh cabang yang bentuk dan warnanya sama dengan batang.
Cabang tersebut berfungsi sebagai “daun” untuk proses fotosintesis. Pada batang
dan cabang tanaman, tumbuh duri-duri yang pendek dan keras. Duri terletak pada
tepi sudut batang maupun cabang dan terdiri 4-5 buah duri pada setiap titik
tumbuh (Gunasena et al., 2006).
Bunga tanaman buah naga berbentuk seperti terompet, mahkota bunga
bagian luar berwarna krem dan mahkota bunga bagian dalam berwarna putih
bersih sehingga pada saat bunga mekar tampak mahkota bunga berwarna krem
bercampur putih. Bunga memiliki sejumlah benang sari (sel kelamin jantan) yang
satu bunga terdapat benangsari (sel kelamin jantan) dan putik (sel kelamin betina).
Bunga muncul atau tumbuh di sepanjang batang di bagian punggung sirip yang
berduri. Sehingga dengan demikian, pada satu ruas batang tumbuh bunga yang
berjumlah banyak dan tangkai bunga yang sangat pendek (Renasari, 2010).
Bentuk buah ada yang bulat dan bulat panjang. Umumnya buah berada di
dekat ujung cabang atau pertengahan cabang. Buah bisa tumbuh lebih dari satu
pada setiap cabang sehingga terkadang posisi buah saling berdekatan. Kulit buah
berwarna merah menyala saat buah matang dengan sirip berwarna hijau,
berukuran 2 cm. ketebalan kulit buah sekitar 1-4 mm. Rata-rata bobot buah
umumnya berkisar 400-800 g/buah (Hardjadinata, 2008).
Daging buah berserat sangat halus dan di dalam daging buah bertebaran
biji-biji hitam yang sangat banyak dan berukuran sangat kecil. Daging buah ada yang
berwarna merah, putih, dan hitam, tergantung dari jenisnya. Daging buah
bertekstur lunak dan rasanya manis sedikit masam (Renasari, 2010).
Biji buah naga sangat banyak dan tersebar di dalam daging buah. Bijinya
kecil-kecil seperti biji selasih. Biji buah naga dapat langsung dimakan tanpa
mengganggu kesehatan. Biji buah naga dapat dikecambahkan untuk dijadikan
bibit (Winarsih, 2007).
Syarat Tumbuh Iklim
Tanaman buah naga merupakan tanaman tropis dan sangat mudah
beradaptasi terhadap lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca seperti sinar
matahari, angin, dan curah hujan. Curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan
ideal bagi tanaman ini antara 26oC-36oC dan kelembaban 70-90% (Hardjadinata, 2008).
Tanaman buah naga merah dan putih dapat tumbuh dengan baik dan
berbuah lebat serta rasanya manis memerlukan penyinaran matahari langsung
sepanjang hari (minimal 8 jam sehari). Berkurangnya intensitas penyinaran
matahari yang diterima akibat ternaungi gedung/bangunan atau tanaman lain maka
pertumbuhan tanaman dan produksinya tidak maksimal (Renasari, 2010).
Ketinggian tempat untuk pembudidayaan buah naga merah dan putih yaitu
dataran rendah sampai medium yang berkisar 0 m – 500 m dari permukaan laut,
yang ideal adalah kurang dari 400 m dpl. Di daerah pada ketinggian di atas 500 m
dpl, buah naga merah dan putih masih dapat tumbuh dengan baik dan berbuah,
namun buahnya tidak lebat dan rasa buah kurang manis. Untuk buah naga kuning,
ketinggian tempat yang cocok untuk pertumbuhan dan berproduksinya adalah di
atas 800 m dpl (dataran tinggi atau pegunungan) (Hardjadinata, 2008).
Tanah
Tanahnya harus beraerasi baik. Sementara derajat keasaman (pH) tanah
yang disukainya bersifat sedikit alkalis 6,5-7. Agar tanaman tumbuh baik dan
dapat memberikan hasil maksimal maka media tumbuhnya harus subur, gembur,
dan mengandung bahan organik tinggi dengan kandungan kalsiumnya harus
tinggi. Media tersebut tidak boleh mengandung garam (Gunasena et al, 2006).
Struktur tanah yang gembur juga meningkatkan drainase tanah sehingga
dapat mencegah genangan air. Jika drainase tanah baik, maka seluruh kehidupan
yang berada di dalam tanah berjalan dengan baik dan tanaman dapat tumbuh
yang menggenang lama karena dapat menyebabkan perakaran dan batang
membusuk. Di samping itu, bila tanaman sedang berbunga atau berbuah, maka
keadaaan air yang menggenang dan berlebihan dapat menyebabkan rontoknya
semua bunga dan buah (Renasari, 2010).
Bahan organik yang digunakan harus benar-benar matang. Bahan organik
ini berfungsi untuk menjaga kelembapan, menyangga kation dan aktivitas
mikroorganisme, serta menyediakan hara. Beberapa bahan organik yang dapat
digunakan antara lain kompos, pupuk kandang, dan sekam. Selain bahan organik,
media pun perlu dicampur dengan bahan anorganik untuk memperlancar aerasi
dan drainase serta mempertahankan dan mengubah sifat fisik media. Contoh
bahan anorganik antara lain pasir dan bubuk batu bata merah
(Warisno dan Dahana, 2010).
Setek Tanaman
Setek adalah salah satu cara pembiakan vegetatif yang paling umum
digunakan. Penyetekan didefinisikan sebagai suatu perlakuan pemisahan atau
pelepasan dengan cara memotong bagian-bagian tanaman seperti akar, batang,
daun, dan tunas dengan maksud agar bagian-bagian tersebut membentuk akar
(Kusuma, 2003).
Setek batang sebagai material sangat menguntungkan, sebab batang
mempunyai persediaan makanan yang cukup terhadap tunas-tunas batang dan akar
dan juga dapat dihasilkan dalam jumlah besar (Huik, 2004).
Perkembangbiakan dengan cara setek diharapkan dapat menjamin sifat-sifat
yang sama dengan induknya, dan waktu berbuah relatif lebih pendek.
meliputi ketahanan terhadap serangan penyakit, rasa buah, dan sebagainya
(Shofiana et al., 2013).
Petani buah naga lebih sering menggunakan setek batang karena ingin
mendapatkan rasa buah yang sama dengan induknya, namun perbanyakan dengan
cara setek batang memiliki kendala yaitu batang yang akan dijadikan setek harus
berkualitas baik. Calon batang atau cabang yang digunakan untuk bibit harus
dalam kondisi sehat dan sudah pernah berbuah minimal 3-4 kali, karena batang
yang sudah berbuah pertumbuhannya akan pesat, kokoh dan cepat betunas
(Trisnawati et al., 2013).
Budidaya tanaman buah naga dapat dilakukan dengan cara setek batang
30- 40 cm yang ditanam ditanah dan akan segera tumbuh akar dan tunas cabang.
Yang paling penting harus ekspos langsung ke matahari dan disiram secara teratur
agar batangnya tidak kempes karena kekurangan air selain itu buah naga juga
tidak dapat tumbuh dengan baik jika kelebihan air (Renasari, 2010).
Pertumbuhan setek dipengaruhi oleh interaksi faktor genetik dan faktor
lingkungan (Hartmann et al, 1990). Faktor genetik meliputi kandungan cadangan
makanan dalam jaringan setek, dan jenis tanaman. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi keberhasilan penyetekan antara lain media perakaran, kelembaban,
suhu, intensitas cahaya dan teknik penyetekan (Danu et al, 2011).
Batang yang digunakan untuk setek batang atau cabang harus dalam
keadaaan sehat, keras, tua, sudah pernah berbuah 3-4 kali dan batang atau cabang
berwarna hijau tua. Ukuran setek pada tanaman buah naga yang ideal yaitu antara
20-30 cm, tetapi juga ada yang membuat bibit dengan panjang 40 cm. Digunakan
sehingga dapat membentuk tunas baru dan tunas yang tumbuh akan cepat
membesar. Bibit yang baik yaitu bibit yang mempunyai minimal empat mata
tunas atau lebih supaya tanaman cepat menghasilkan cabang-cabang yang
produktif (Renasari, 2010).
Pada umumnya, panjang setek ialah 15-20 cm dan mempunyai 3-5 mata
tunas. Pemotongan yang rendah diberikan cara miring dibawah mata tunas untuk
meningkatkan penyerapan unsur hara. Pemotongan yang tinggi diberikan sudut
yang benar untuk mengurangi pelukaan dan sejauh ini pemotongan diatas mata
tunas mungkin untuk menghindari pengeringan. Sesudah bahan setek disiapkan
dibiarkan mengering (Bal, 2001).
Pembentukan Akar Setek
Dalam upaya pembiakan secara vegetatif dengan tujuan untuk memperoleh
persen tumbuh tanaman yang tinggi, adanya peningkatan sistim pertumbuhan
perakaran, serta bibit tanaman yang ditanam lebih mampu dan cepat beradaptasi
dengan lingkungan yang baru perlu dilibatkan pula penggunaan hormon tumbuh
akar melalui berbagi uji coba untuk mendapatkan konsentrasi yang tepat dalam
penggunaannya sehingga diperoleh hasil yang lebih baik bagi pengaturan dan
pertumbuhan tanaman (Huik, 2004).
Pembentukan akar terjadi karena adanya pergerakan ke bawah dari auksin,
karbohidrat dan rooting cofactor (zat-zat yang berinteraksi dengan auksin yang
mengakibatkan perakaran) baik dari tunas maupun dari daun. Zat-zat ini akan
mengumpul yang selanjutnya akan menstimulir pembentukan akar setek tersebut.
Akar adventif dapat timbul dari dua macam sumber, yaitu : (1) dari jaringan kalus,
Faktor penting dalam pembentukan perakaran setek, yaitu : menyediakan air
yang cukup untuk seluruh setek dan mengurangi penguapan dari bagian atas
seperti daun, persedian udara yang cukup di bagian bawah setek, perkembangan
dan pertumbuhan akar dapat terhenti jika kekurangan oksigen, dan cahaya yang
terpencar menyebar rata dan suhu optimum yang tetap. Keadaan di atas dapat
diperoleh dengan mempergunakan medium akar yang longgar dan bersifat spon,
sehingga dapat menahan air banyak tetapi aerasi cukup (Suprapto, 2004).
Pertumbuhan akar pada setek batang dipengaruhi oleh pemberian zat
pengatur tumbuh IBA, IAA, GA3, kandungan karbohidrat dan panjang bahan
setek, jumlah ruas dan daun bahan setek, posisi cabang bahan setek, waktu
pemanenan bahan setek, kondisi stress air, pemberian pupuk, radiasi sinar
matahari dan kelembaban. Diduga bahan setek pada bagian batang bibit (pangkal,
tengah dan ujung) akan mempengaruhi pertumbuhan akar setek berkaitan dengan
sistem trasnportasi fotosintat pada batang (Hidayat, 2010).
Salisburry dan Ross (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan pada tumbuhan
berlangsung terbatas pada beberapa bagian tertentu yang terdiri atas sejumlah sel
yang baru saja dihasilkan melalui proses pembelahan sel meristem. Produk
pembelahan sel itulah yang tumbuh dan menyebabkan pertumbuhan. Ujung tajuk
dan ujung akar banyak terdapat meristem. Pemberian auksin dalam konsentrasi
yang rendah akan memacu pemanjangan akar, bahkan pertumbuhan akar utuh dan
Peranan Zat Pengatur Tumbuh
Hormon pada tanaman menurut batasan adalah zat yang hanya dihasilkan
oleh tanaman itu sendiri yang disebut fitohormon dan zat kimia sintetik yang
dibuat oleh ahli kimia. Hormon tanaman (fitohormon) adalah “regulators” yang
dihasilkan oleh tanaman sendiri dan pada kadar rendah mengatur proses fisiologis
tanaman. Hormon biasanya mengalir di dalam tanaman dari tempat dihasilkannya
ke tempat keaktifannya (Huik, 2004).
Hormon tanaman didefinisikan sebagai senyawa organik bukan nutrisi yang
aktif dalam jumlah kecil. Hormon tersebut bisa dibuat tanaman (fitohormon) atau
disintesa (hormon). Fitohormon sering disebut hormon endogen, sedangkan
hormon yang disintesis disebut hormon eksogen. Jika kandungan endogen cukup
maka hormon eksogen tidak diberikan (Kusuma, 2003).
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) berfungsi sebagai pemacu dan penghambat
pertumbuhan tanaman. Penggunaan ZPT yang tepat akan berpengaruh baik
terhadap pertumbuhan tanaman namun apabila dalam jumlah terlalu banyak justru
akan merugikan tanaman karena akan meracuni tanaman tersebut. Sebaliknya jika
dalam jumlah yang sedikit maka akan kurang berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman tersebut (Ardana, 2009).
Terdapat beberapa macam zat pengatur tumbuh diantaranya yaitu auksin,
sitokinin, giberelin, dan etilen. Hartmann et al (1990) menyebutkan zat pengatur
tumbuh yang paling berperan pada pengakaran setek adalah auksin. Penggunaan
zat pengatur tumbuh auksin bertujuan untuk meningkatkan persentase setek yang
membentuk akar, memacu inisiasi akar, meningkatkan jumlah dan kualitas akar
Salah satu hormon tumbuh yang tidak lepas dari proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman adalah auksin. Hubungan antara pertumbuhan dan kadar
auksin adalah sama pada akar, batang dan tunas yaitu auksin merangsang
pertumbuhan pada kadar rendah, sebaliknya menghambat pertumbuhan pada
kadar tinggi. Kadar optimum hormon untuk pertumbuhan akar jauh lebih rendah
kira-kira 1: 100.000 dari kadar optimum untuk pertumbuhan batang (Huik, 2004).
Mekanisme kerja auksin adalah dengan menginisiasi pemanjangan sel dan
juga memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk
memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun
dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara
osmosis (Fahmi, 2014).
Cara pemberian hormon pada setek batang dapat dilakukan dengan cara
pemberian dengan perendaman, pencelupan dan tepung. Untuk metode
perendaman, konsentrasi zat pengatur tumbuh bervariasi antara 20 ppm sampai
200 ppm tergantung kemampuan jenis tersebut berakar (Hartman et al, 1990).
Dalam mengaplikasikan hormon perlu diperhatikan ketepatan dosis, karena
jikalau dosis terlampau tinggi bukannya memacu pertumbuhan tanaman tetapi
malah menghambat pertumbuhan tanaman dan menyebabkan keracunan pada
seluruh jaringan tanaman (Kusuma, 2003).
Respon tanaman terhadap zat pengatur tumbuh sangat ditentukan oleh jenis
tanaman, fase pertumbuhan tanaan, jenis zat pengatur tumbuh, kosentrasi zat
pengatur tmbuh dan cara aplikasinya. Penggunaan jenis dan konsentrasi zat
pertumbuhan tanaman. ZPT auksin memiliki sifat mudah rusak oleh cahaya
matahari secara langsung sehingga harus lebih hati – hati dalam aplikasi dan
penyimpanannya (Fahmi, 2014).
Menurut Hidayat (2010), tiga senyawa yang memiliki inti Naphathalene
berfungsi memperbanyak dan mendorong timbulnya suatu perakaran. Sedangkan
satu senyawa aktif yang mengandung Indole bermanfaat untuk memperbanyak
dan mempercepat perakaran. Thiram berfungsi sebagai pestisida.
IBA eksogen memberikan pengaruh positif pada pembentukan kalus dan
inisiasi akar. Pada penelitian ini, akar adventif yang keluar diawali dengan
pembentukan kalus. Efek dari auksin pada perkembangan meristem adalah
mendorong pembentukan jaringan kalus. Pembentukan kalus merupakan
prekursor untuk pembentukan akar adventif. Akan tetapi pembentukan jaringan
akar dan kalus akan lebih kuat dan lebih baik daripada akar yang keluar dari setek
yang tidak berkalus (Kusuma, 2003).
Hormon IBA digunakan karena perbanyakan setek mempunyai beberapa
kendala,yaitu zat tumbuh tidak tersebar merata sehingga pertumbuhan setek tidak
seragam. IBA memiliki kandungan kimia yang lebih stabil dan daya kerjanya
lebih lama sehingga dapat memacu pembentukan akar. IBA yang diberikan pada
setek akan tetap berada pada tempat pemberiannya sehingga tidak menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tunas (Shofiana et al, 2013).
Untuk menunjang keberhasilan pertumbuhan bibit pada masa aklimatisasi
dibutuhkan zat pengatur tumbuh yang dapat merangsang akar. Diantaranya adalah
jenis auksin, seperti: Naphtha-lena Acetic Acid dan Indole Buteric Acid adalah
Dichlorophenoxy (2,4-D) pada konsentrasi rendah dapat juga digunakan untuk
merangsang perakaran, tetapi menghambat pertumbuhan kuncup. Pemberian NAA
pada konsentrasi yang terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan dan
sebaliknya pada konsentrasi dibawah optimum tidak efektif
(Leopold dan Kriedmann, 1975) dalam Marzuki et al. (2008).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramadiana (2008) menunjukkan
bahwa pemberian IBA pada setek lidah mertua (Sansevieria trifasciata var.
Lorentii) dengan konsentrasi 2000 ppm mampu menghasilkan pertumbuhan akar
terbaik pada pengukuran waktu muncul akar dan jumlah akar daripada IBA
dengan konsentrasi 0 ppm, 1000 ppm, dan 4000 ppm. Sementara itu penelitian
yang dilakukan oleh Nababan (2009) menunjukkan bahwa pemberian hormon
IBA pada setek ekaliptus dengan konsentrasi 2000 ppm akan memberikan hasil
terbaik dibanding pemberian hormon dengan konsentrasi 0, 500, 1000, 4000, dan
8000 ppm (Shofiana et al, 2013).
Perakaran pada setek dapat dipercepat dengan perlakuan khusus, yaitu
dengan penambahan ZPT (zat pengatur tumbuh) golongan auksin. Auksin
merupakan ZPT yang berperan dalam proses pemanjangan sel, pembelahan sel,
diferensiasi jaringan pembuluh dan inisiasi akar (Heddy, 1996). Inisiasi akar
dalam waktu relatif singkat dan sistem perakaran yang baik, dapat diperoleh
dengan penambahan ZPT pada konsentrasi optimal (Yasman dan Smits, 1998).
Auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam pertumbuhan
dan perkembangan tanaman yaitu mempengaruhi protein membran sehingga
memperngaruhi pembentukkan akar baru, pembelahan sel dan pembentukkan
tunas (Santoso dan Nursandi, 2001).
Auksin hanya efektif pada jumlah tertentu, konsentrasi yang terlalu tinggi
mampu merusak bagian tanaman sedangkan konsentrasi hormon di bawah optimal
menjadi tidak efektif. Menurut Harjadi (2009), salah satu jenis auksin yang umum
digunakan adalah NAA (Naftalen asetik amid), penggunaan NAA pada
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tanaman berupa
kecoklatan pada pangkal setek, namun pada konsentrasi rendah sangat efektif
pada jenis tanaman tertentu.
Gamborg dan Wetter (1975) menyatakan bahwa NAA memiliki
kemampuan untuk menginduksi akar, kalus, dan tunas. NAA juga memiliki sifat
yang lebih stabil karena tidak mudah terurai oleh enzim yang dikeluarkan oleh
tanaman atau pemanasan dalam proses sterilisasi medium (Sobardini et al., 2006).
Menurut Kusumo (1984) penggunaan NAA dan IBA lebih baik daripada
IAA. Auksin NAA dan IBA memiliki sifat kimia yang lebih stabil dan
mobilitasnya di dalam tanaman rendah, sedangkan IAA dapat tersebar ke
tunas-tunas dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tunas-tunas tersebut. NAA
memiliki kisaran konsentrasi yang sempit, sedangkan IBA memiliki kisaran
konsentrasi yang lebih fleksibel.
Hasil penelitian yang dilakukan pada setek sirih merah umur 35 hari
menunjukkan bahwa pemberian NAA 50, 100, dan 200 ppm mampu
meningkatkan jumlah akar baik pada buku maupun pangkal setek. Pada
pemberian NAA 200 ppm mampu menghasilkan jumlah akar pada pangkal setek
menghasilkan jumlah akar pada pangkal setek paling sedikit yaitu, 2,37 helai
(Maulida et al., 2013).
Pada penelitian lain, penggunaan ZPT NAA pada tanaman jarak pagar
menunjukkan hasil, konsentrasi NAA mempengaruhi pertumbuhan tinggi
tanaman, diameter kanopi dan jumlah cabang serta produksi jumlah buah, bobot
100 biji dan kadar minyak tanaman jarak pagar. Pemberian NAA mampu
meningkatkan jumlah buah terpanen dan bobot 100 biji masing-masing sebesar
26,64 dan 5,07 % dan menurunkan kadar minyak sebesar 3,05 % dari kontrol.
Konsentrasi 1000 ppm NAA mampu meningkatkan 100 biji masing-masing
sebesar 35,09 dan 2,99 % dan menurunkan kadar minyak sebesar 3,58 %
BAHAN DAN METODE Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut, pada
bulan Juli sampai dengan September 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah setek batang buah naga
dengan ukuran panjang setek 20 cm, IBA dan NAA sebagai zat pengatur tumbuh,
tanah top soil sebagai media tanam, pasir sebagai bahan campuran media tanam,
kompos sebagai bahan campuran media tanam, polibag ukuran 25 x 35 cm
sebagai wadah media tanam, Dithane M-45 sebagai fungisida, aquades sebagai
pelarut IBA dan NAA, alkohol 95% sebagai pelarut, bambu sebagai tiang
naungan, paranet hitam sebagai naungan dan bahan pendukung lainnya.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul sebagai alat untuk
mengolah lahan, pisau tajam untuk memotong bahan tanam, ember plastik sebagai
wadah untuk merendam bahan tanam dengan larutan IBA dan NAA, handsprayer
sebagai alat untuk menyiram tanaman, beaker glass untuk tempat mencampurkan
IBA dan NAA, gelas ukur untuk mengukur volume air aquades yang digunakan
untuk melarutkan IBA dan NAA, timbangan analitik untuk menimbang ZPT IBA
dan NAA, penggaris untuk mengukur panjang tunas dan akar, kamera untuk
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial dengan faktor perlakuan, yaitu kombinasi
konsentrasi IBA dan NAA.
Faktor (kombinasi konsentrasi IBA dan NAA) yaitu :
B0 = 0 ppm
B1 = IBA ( 500 ppm) + NAA ( 0 ppm)
B2 = IBA ( 0 ppm) + NAA ( 500 ppm)
B3 = IBA ( 500 ppm) + NAA ( 500 ppm)
B4 = IBA ( 500 ppm) + NAA (1000 ppm)
B5 = IBA ( 500 ppm) + NAA (1500 ppm)
B6 = IBA (1000 ppm) + NAA ( 500 ppm)
B7 = IBA (1500 ppm) + NAA ( 500 ppm)
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah plot : 24 plot
Jarak antar plot : 20 cm
Jumlah tanaman per plot : 6 tanaman
Jumlah tanaman keseluruhan : 144 tanaman
Jumlah sampel per plot : 3 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut :
Yij = µ + ρi + αj + εij
i = 1,2,3 j = 1,2,3,4,5,6,7,8
Dimana:
Yij : Hasil pengamatan dari unit percobaan ulangan ke-i dengan
perlakuan kombinasi konsentrasi IBA dan NAA taraf ke-j
µ : Nilai tengah
ρi : Efek ulangan ke-i
αj : Efek perlakuan kombinasi konsentrasi IBA dan NAA ke-j
εij : Efek galat pada ulangan ke-i yang mendapat perlakuan kombinasi
konsentrasi hormon IBA dan NAA pada taraf ke-j
Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata,
dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Duncan Multiple Range Test
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan
Lahan dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya. Lahan diukur dan
dilakukan pembuatan plot dengan luas 105 cm x 85 cm dengan jarak antar plot
20 cm dan jarak antar ulangan 30 cm.
Persiapan Naungan
Naungan dibuat dengan tujuan menyeragamkan dengan lingkungan
penyetekan, dibuat dari bambu sebagai tiang dan paranet hitam 65% sebagai atap
memanjang untuk mengurangi kontak langsung dengan sinar matahari dengan
ukuran 10 x 5 x 3 meter.
Persiapan Media Tanam
Media tanam setek yang digunakan adalah tanah dicampur pasir dan
kompos dengan perbandingan 2 : 1: 1. Setelah dicampur hingga rata, media tanam
tersebut dimasukkan ke dalam polibeg ukuran 25 x 35 cm. Tanah tersebut
sebelumnya disterilisasikan dengan mencampurkan larutan Dithane M-45 dengan
konsentrasi 2 g/liter air yang dilakukan 1 minggu sebelum tanam.
Persiapan Bahan Setek
Batang yang digunakan untuk setek batang atau cabang harus dalam
keadaaan sehat, keras, tua, sudah pernah berbuah 3-4 kali dan batang atau cabang
berwarna hijau tua. Ukuran panjang batang setek yaitu 20 cm. Pemotongan
dilakukan menggunakan pisau atau gunting yang bersih, tajam dan steril. Setek
dipotong miring 45o supaya tidak terbalik juga agar akar yang muncul lebih banyak dan tumbuh seimbang. Pemotongan setek dilakukan pada pagi hari supaya
Persiapan Larutan IBA dan NAA
Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah IBA (Indole Butyric Acid)
dan NAA (Nepthalene Acetic Acid). IBA dan NAA ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik sesuai dengan perlakuan kemudian dilarutkan
dalam 1000 ml aquades.
Pemberian Larutan IBA dan NAA
Pemberian larutan ZPT IBA dan NAA dilakukan dengan cara direndam.
Bahan setek yang sudah dipisahkan menurut perlakuan kemudian dimasukkan ke
dalam wadah yang sudah berisi larutan IBA dan NAA pada masing-masing
kombinasi konsentrasi yaitu, larutan ZPT IBA (500 ppm) + NAA (0 ppm),
IBA (0 ppm) + NAA (500 ppm), IBA (500 ppm) + NAA (500 ppm),
IBA (500 ppm) + NAA (1000 ppm), IBA (500 ppm) + NAA (1500 ppm),
IBA (1000 ppm) + NAA (500 ppm), IBA (1500 ppm) + NAA (500 ppm), kecuali
pada kontrol (0 ppm) dengan menggunakan aquades selama 2 jam.
Penanaman
Setek ditanam pada polibeg yang berisi media yang telah disiapkan terlebih
dahulu, dibuat lubang agar setek tidak tergesek dengan tanah yang dapat merusak
setek. Setek ditanam secara vertikal sedalam 1/3 bagian dari panjang setek.
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan 2-3 hari sekali pada pagi dan sore hari atau sesuai
dengan kondisi lapangan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut gulma yang
tumbuh pada polibag atau daerah di dalam naungan. Dilakukan seminggu sekali.
Peubah Amatan Umur Bertunas (hari)
Pengamatan umur bertunas dilakukan setiap hari mulai pada saat tunas
muncul sampai 75% setek pada plot percobaan bertunas.
Persentase Bertunas (%)
Persentase setek bertunas dihitung dari perbandingan antara banyaknya
setek yang bertunas dibandingkan seluruh setek yang ditanam. Pengamatan
dilakukan pada akhir penelitian (10 MST).
Dengan rumus : Banyak setek yang bertunas x 100% Jumlah setek yang ditanam
Jumlah Tunas (tunas)
Pengamatan jumlah tunas dilakukan 2 minggu sekali mulai pada saat tunas
muncul sampai akhir pengamatan dengan cara menghitung setiap tunas yang
muncul pada setiap tanaman.
Panjang Tunas (cm)
Pengamatan panjang tunas dilakukan 2 minggu sekali sampai akhir
pengamatan dengan cara mengukur panjang tunas mulai dari pangkal tunas
sampai ujung tunas dengan menggunakan penggaris.
Persentase Setek Berakar (%)
Persentase setek berakar dihitung dari perbandingan antara banyaknya setek
Dengan rumus : Banyak setek yang berakar x 100% Jumlah setek yang ditanam
Volume Akar (ml)
Volume akar dilakukan setelah selesai pengamatan, yaitu dengan cara
memasukan akar ke dalam gelas ukur yang berisi air kemudian dilihat
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan pemberian kombinasi zat
pengatur tumbuh IBA dan NAA pada setek tanaman buah naga berpengaruh nyata
terhadap umur bertunas, persentase setek bertunas, panjang tunas, persentase setek
berakar tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah tunas dan volume akar
(Lampiran 5 sampai 59).
Umur Bertunas (hari)
Data pengamatan umur bertunas setek tanaman buah naga pada berbagai
kombinasi IBA dan NAA dan sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6
yang menunjukkan pemberian kombinasi zat pengatur tumbuh IBA dan NAA
berpengaruh nyata terhadap umur bertunas setek tanaman buah naga.
Umur bertunas setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi zat
pengatur tumbuh IBA dan NAA dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Umur bertunas (hari) setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Beda Rataan Duncan pada taraf α=5%.
Tabel 1 menunjukkan setek tanaman buah naga yang paling cepat bertunas
nyata dengan B5 (IBA 500 ppm + NAA 1500 ppm) tetapi berbeda nyata dengan
perlakuan yang lain. Sedangkan setek yang paling lama bertunas diperoleh pada
perlakuan B7 (IBA 1500 ppm + NAA 500 ppm) yang berbeda nyata dengan
seluruh perlakuan.
Persentase Bertunas (%)
Data pengamatan persentase bertunas setek tanaman buah naga pada
berbagai kombinasi IBA dan NAA dan sidik ragamnya dapat dilihat pada
Lampiran 7 dan 8 yang menunjukkan pemberian kombinasi zat pengatur tumbuh
IBA dan NAA berpengaruh nyata terhadap persentase bertunas setek tanaman
buah naga.
Persentase bertunas setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi zat
pengatur tumbuh IBA dan NAA dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase bertunas (%) setek tanaman buah naga pada berbagai
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Beda Rataan Duncan pada taraf α=5%.
Tabel 2 menunjukkan persentase bertunas setek tanaman buah naga
tertinggi diperoleh pada perlakuan B2 (IBA 0 ppm + NAA 500 ppm) yang berbeda
tidak nyata dengan perlakuan B0 (0 ppm), B1 (IBA 500 ppm + NAA 0 ppm), B3
berbeda nyata dengan perlakuan B5 (IBA 500 ppm + NAA 1500 ppm), perlakuan
sampai 32 yang menunjukkan pemberian kombinasi zat pengatur tumbuh IBA dan
NAA berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah tunas setek tanaman buah naga.
Jumlah tunas setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi zat
pengatur tumbuh IBA dan NAA dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah tunas (tunas) setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi IBA dan NAA
Tabel 3 menunjukkan pada 4 MST jumlah tunas terbanyak diperoleh pada
perlakuan B2 (IBA 0 ppm + NAA 500 ppm) dan terendah dengan perlakuan B0
ppm). Pada 6 MST jumlah tunas terbanyak diperoleh pada perlakuan B2
(IBA 0 ppm + NAA 500 ppm) dan B4 (IBA 500 ppm + NAA 1000 ppm) dan
terendah dengan perlakuan B0 (0 ppm) dan B7 (IBA 1500 ppm + NAA 500 ppm).
Pada 8 MST jumlah tunas terbanyak diperoleh pada perlakuan B1 (IBA 500 ppm
+ NAA 0 ppm), B2 (IBA 0 ppm + NAA 500 ppm), B3 (IBA 500 ppm + NAA 500
ppm), B4 (IBA 500 ppm + NAA 1000 ppm) dan B5 (IBA 500 ppm + NAA 1500
ppm) dan terendah dengan perlakuan B7 (IBA1500 ppm + NAA 500 ppm). Pada
10 MST jumlah tunas terbanyak diperoleh pada perlakuan B4 (IBA 500 ppm +
NAA 1000 ppm) dan terendah dengan perlakuan tanpa pemberian zat pengatur
tumbuh.
Panjang Tunas (cm)
Data pengamatan panjang tunas setek tanaman buah naga pada berbagai
kombinasi IBA dan NAA dan sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 39
sampai 56 yang menunjukkan pemberian kombinasi zat pengatur tumbuh IBA dan
NAA berpengaruh nyata terhadap panjang tunas setek tanaman buah naga.
Panjang tunas setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi zat
Tabel 4. Panjang tunas (cm) setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Beda Rataan Duncan pada taraf α=5%.
Tabel 4 menunjukkan pada 4 MST panjang tunas terpanjang diperoleh
tunas terpanjang diperoleh pada perlakuan B2 (IBA 0 ppm + NAA 500 ppm) yang
berbeda tidak nyata dengan perlakuan B3 (IBA 500 ppm + NAA 500 ppm),
B4 (IBA 500 ppm + NAA 1000 ppm) dan B5 (IBA 500 ppm + NAA 1500 ppm)
serta berbeda nyata dengan perlakuan B0 (0 ppm), B1 (IBA 500 ppm + NAA 0
ppm), B6 (IBA 1000 ppm + NAA 500 ppm) dan B7 (IBA1500 ppm + NAA 500
ppm). Pada 8 MST panjang tunas terpanjang diperoleh pada perlakuan B2 (IBA 0
ppm + NAA 500 ppm) dan B3 (IBA 500 ppm + NAA 500 ppm) yang berbeda
tidak nyata dengan perlakuan B4 (IBA 500 ppm + NAA 1000 ppm), B5 (IBA 500
nyata pada perlakuan B0 (0 ppm), B1 (IBA 500 ppm + NAA 0 ppm) dan B7
(IBA1500 ppm + NAA 500 ppm). Pada 10 MST panjang tunas terpanjang
diperoleh pada perlakuan B3 (IBA 500 ppm + NAA 500 ppm) dan B4 (IBA 500
ppm + NAA 1000 ppm) yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya tetapi
berbeda nyata dengan perlakuan B7 (IBA1500 ppm + NAA 500 ppm).
Persentase Setek Berakar (%)
Data pengamatan persentase berakar setek tanaman buah naga pada
berbagai kombinasi IBA dan NAA pada Lampiran 57 menunjukkan pemberian
kombinasi zat pengatur tumbuh IBA dan NAA persentase berakar setek tanaman
buah naga 100% berakar.
Persentase berakar setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi zat
pengatur tumbuh IBA dan NAA dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase berakar (%) setek tanaman buah naga pada berbagai
pemberian berbagai kombinasi zat pengatur tumbuh IBA dan NAA 100% berakar.
Volume Akar (ml)
59 yang menunjukkan pemberian kombinasi zat pengatur tumbuh IBA dan NAA
berpengaruh tidak nyata terhadap volume akar setek tanaman buah naga.
Volume akar setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi zat
pengatur tumbuh IBA dan NAA dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Volume akar (ml) setek tanaman buah naga pada berbagai kombinasi
Tabel 6 menunjukkan volume akar tertinggi diperoleh pada perlakuan B3
(IBA 500 ppm + NAA 500 ppm) sedangkan yang terendah pada perlakuan tanpa
pemberian zat pengatur tumbuh.
1500 ppm + NAA 500 ppm) sedangkan setek yang paling lama bertunas diperoleh
nyata dengan seluruh perlakuan. Hal ini disebabkan karena kombinasi IBA dan
NAA yang optimal yakni perlakuan B2 akan mendorong pertumbuhan akar dan
tunas, sedangkan perlakuan yang lain diduga telah melebihi nilai optimum
sehingga aktivitas pemanjangan dan pembelahan sel mengalami penurunan.
Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan Danoesastro (1964), bahwa keefektifan
zat pengatur tumbuh eksogen hanya terjadi pada konsentrasi tertentu. Pada
konsentrasi terlalu tinggi dapat merusak, sedangkan pada konsentrasi yang terlalu
rendah tidak efektif. Umur bertunas sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan akar.
Pertumbuhan akar yang cepat terjadi maka akan mempercepat umur bertunas.
Adapun mekanisme dari pertumbuhan akar yaitu : Auksin akan memperlambat
timbulnya senyawa-senyawa dalam dinding sel yang berhubungan dengan
pembentukan kalsium pektat, sehingga menyebabkan dinding sel menjadi lebih
elastis (Hastuti, 2002). Akibatnya sitoplasma lebih leluasa untuk mendesak
dinding sel ke arah luar dan memperluas volume sel. Selain itu, auksin
menyebabkan terjadinya pertukaran antara ion H+ dengan ion K+. Ion K+ akan
masuk ke dalam sitoplasma dan memacu penyerapan air ke dalam sitoplasma
tersebut untuk mempertahankan tekanan turgor dalam sel, sehingga sel mengalami
pembentangan. Setelah mengalami pembentangan maka dinding sel akan menjadi
kaku kembali karena terjadi kegiatan metabolik berupa penyerapan ion Ca+ dari
luar sel, yang akan menyempurnakan susunan kalsium pektat dalam dinding sel.
Setek tanaman buah naga tidak membutuhkan konsentrasi yang terlalu tinggi
untuk mampu merangsang pertumbuhan tunasnya, yang dapat dilihat pada
parameter persentase bertunas bahwa persentase tertinggi pada perlakuan B2 yaitu
hubungan antara pertumbuhan dan kadar auksin adalah sama pada akar, batang
dan tunas yaitu auksin merangsang pertumbuhan pada kadar rendah, sebaliknya
menghambat pertumbuhan pada kadar tinggi.
Persentase bertunas pada pemberian berbagai kombinasi zat pengatur
tumbuh IBA dan NAA yang tertinggi diperoleh B2 (IBA 0 ppm + NAA 500 ppm)
yaitu 91,7 % yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan B0 (0 ppm), B1 (IBA
500 ppm + NAA 0 ppm), B3 (IBA 500 ppm + NAA 500 ppm) dan B4 (IBA 500
ppm + NAA 1000 ppm) serta berbeda nyata dengan perlakuan B5 (IBA 500 ppm +
NAA 1500 ppm), perlakuan B6 (IBA 1000 ppm + NAA 500 ppm) dan perlakuan
B7 (IBA 1500 ppm + NAA 500 ppm) sedangkan yang terendah diperoleh pada
perlakuan B6 (IBA 1000 ppm + NAA 500 ppm) yang berbeda tidak nyata dengan
B0 (0 ppm), B1 (IBA 500 ppm + NAA 0 ppm), B4 (IBA 500 ppm + NAA 1000
ppm), B5 (IBA 500 ppm + NAA 1500 ppm) dan B7 (IBA 1500 ppm + NAA 500
ppm). Setek tanaman buah naga tidak membutuhkan konsentrasi yang terlalu
tinggi untuk mampu merangsang pertumbuhan tunasnya, yang dapat dilihat pada
perlakuan B2. Hal ini dikarenakan NAA adalah sejenis hormon auksin yang
berfungsi untuk merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru karena auksin terdapat
pada pucuk-pucuk tunas muda atau pada jaringan meristem di pucuk, hormon
auksin juga berfungsi untuk merangsang daya kerja akar sehingga dapat
memenuhi kebutuhan makanan untuk pertumbuhan tunas. Zat pengatur tumbuh
NAA dapat mempercepat proses pembentukan akar, dengan demikian setek
tanaman buah naga lebih cepat dapat menyerap air dari media, sehingga
persentase setek bertunas meningkat, namun jika konsentrasi ditingkatkan maka
(optimum), NAA 500 ppm sudah dapat merangsang pertumbuhan tunas apikal.
Leopold dan Kriedmann (1975) dalam Marzuki et al. (2008) menyatakan bahwa
pemberian NAA pada konsentrasi yang terlalu tinggi dapat menghambat
pertumbuhan dan sebaliknya pada konsentrasi dibawah optimum tidak efektif.
Jumlah tunas pada pemberian berbagai kombinasi zat pengatur tumbuh
IBA dan NAA yang terbanyak diperoleh B4 (IBA 500 ppm + NAA 1000 ppm)
yaitu 2 tunas dan terendah dengan perlakuan dengan B0 (0 ppm) yaitu 1,1 tunas.
Hal ini dikarenakan zat pengatur tumbuh yang diberikan pada setek tanaman buah
naga hanya mampu mempengaruhi kegiatan pembelahan sel tetapi belum mampu
mendorong munculnya tunas. Darnell et al (1986) menyatakan bahwa auksin
merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak proses
fisiologi seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesa
protein. Santoso dan Nursandi (2001) menyatakan bahwa auksin sebagai zat
pengatur tumbuh berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu
mempengaruhi protein membran sehingga sintesis protein dan asam nukleat dapat
lebih cepat dan auksin dapat memperngaruhi pembentukkan akar baru,
pembelahan sel dan pembentukkan tunas. Hal ini diduga karena pembentukkan
tunas-tunas baru pada setek tanaman buah naga memiliki kesamaan yaitu tumbuh
pada daerah ujung setek sehingga jumlah mata tunas tidak mempengaruhi
terhadap jumlah tunas yang dihasilkan. Selain itu, kemampuan mata tunas untuk
menghasilkan tunas dipengaruhi oleh hormon sitokinin. Hal ini ditegaskan oleh
Lakitan (1996), bahwa hormon sitokinin ditransport secara akropetal melalui
pada tanaman dan sel-sel yang membelah tersebut akan berkembang menjadi
tunas.
Panjang tunas pada pemberian berbagai kombinasi zat pengatur tumbuh
IBA dan NAA yang terpanjang B3 (IBA 500 ppm + NAA 500 ppm) dan
B4 (IBA 500 ppm + NAA 1000 ppm) yaitu 19,3 cm yang berbeda tidak nyata
dengan B0 (0 ppm), B1 (IBA 500 ppm + NAA 0 ppm), B2 (IBA 0 ppm + NAA 500
ppm), B5 (IBA 500 ppm + NAA 1500 ppm) dan B6 (IBA 1000 ppm + NAA 500
ppm) serta berbeda nyata dengan B7 (IBA 1500 ppm + NAA 500 ppm). Perlakuan
B7 memiliki panjang tunas terpendek dikarenakan kepekatan konsentrasi B7 paling
tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya, yang berbanding terbalik
dengan jumlah tunas perlakuan B7 yang lebih banyak. Proses pemanjangan sel
pada tanaman sangat dipengaruhi oleh hormon auksin, baik auksin yang disintesis
oleh tanaman itu sendiri (endogen) maupun yang diberikan ke tanaman dalam
bentuk zat pengatur tumbuh (eksogen). Auksin yang diserap oleh jaringan
tanaman akan mengaktifkan energi cadangan makanan dan meningkatkan
pembelahan sel, pemanjangan dan diferensiasi sel yang pada akhirnya membentuk
tunas dan proses pemanjangan tunas. Auksin merupakan ZPT yang berperan
dalam proses pemanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan pembuluh
dan inisiasi akar (Heddy, 1996). Auksin akan aktif dan berfungsi dengan baik
hanya pada konsentrasi rendah sehingga diperlukan ketepatan dalam konsentrasi
yang digunakan. Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan
tunas dan batang (Lakitan, 1996). Auksin (seperti IBA dan NAA) berperan dalam
mendorong perpanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xilem dan
pendapat Istika (2009) bahwa efek dari zat pengatur tumbuh dalam tanaman
merupakan fungsi dari keseimbangan zat tersebut akan mengatur pertumbuhan
pada fase tertentu.
Persentase setek berakar pada pemberian berbagai kombinasi zat pengatur
tumbuh IBA dan NAA 100% berakar. Perakaran pada setek dapat dipercepat
dengan perlakuan khusus, yaitu dengan penambahan zat pengatur tumbuh
golongan auksin. Penggunaan zat pengatur tumbuh auksin bertujuan untuk
meningkatkan persentase setek yang membentuk akar, memacu inisiasi akar,
meningkatkan jumlah dan kualitas akar yang terbentuk, serta meningkatkan
keseragaman dalam perakaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Heddy (1996)
yang menyatakan bahwa auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan
dalam proses pemanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan pembuluh
dan inisiasi akar.
Volume akar setek tanaman buah naga pada pemberian berbagai
kombinasi zat pengatur tumbuh IBA dan NAA, terbesar pada perlakuan B3
(IBA 500 ppm + NAA 500 ppm) yaitu 9,3 ml dan terkecil pada perlakuan
B0 (0 ppm) yaitu 7,3 ml. Pada perlakuan B3, zat pengatur IBA dan NAA
memberikan pengaruh yang optimal terhadap volume akar. Pertumbuhan akar
optimal bukan ditentukan oleh jumlah akar saja, namun tampilan akar juga sangat
berpengaruh, walaupun akarnya sedikit tapi lebih panjang maka volume akarnya
akan tinggi. Pertumbuhan akar dirangsang oleh konsentrasi auksin rendah
dibandingkan pertumbuhan tunas. Konsentrasi yang cocok untuk pertumbuhan
tunas menghambat pertumbuhan akar dan sebaliknya konsentrasi yang