1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan palawija dan sayuran yang memiliki beragam jenis
merupakan salah satu jaminan bahwa komoditas pertanian ini akan selalu
diterima di pasaran, sehingga menjadikan prospek perdagangan palawija dan
sayuran cukup menjanjikan baik untuk skala domestik maupun untuk ekspor.
Sebagian besar budidaya pertanian, khususnya palawija dan sayuran
di Indonesia masih dilakukan secara konvensional, manual dengan tenaga
manusia. Oleh sebab itu, pada masa sekarang ini kegiatan budidaya palawija
dan sayuran kurang diminati oleh generasi usia kerja. Penggunaan mesin –
mesin pertanian merupakan solusi untuk mengatasi hal tersebut. Tujuan
utama penggunaan alat dan mesin di bidang pertanian adalah meningkatkan
produktivitas kerja dan meringankan pekerjaan di bidang – bidang pertanian.
Pembuatan guludan adalah salah satu kegiatan penting dalam
budidaya palawija dan sayuran. Pembuatan guludan dapat dilakukan secara
manual dengan menggunakan cangkul, ataupun secara mekanis dengan
menggunakan mesin pembuat guludan, diantaranya yang lazim digunakan
adalah cultivator. Hasil pembuatan guludan dengan menggunakan cultivator, memiliki beberapa kelebihan, diantaranya waktu yang digunakan lebih
singkat, kebutuhan tenaga lebih ringan, hasil guludan lebih seragam dan rapih.
Kegiatan pembuatan guludan umumnya membutuhkan waktu yang
cukup lama serta tenaga yang besar. Analisis beban kerja dalam kegiatan
pembuatan guludan dapat dilakukan dengan pendekatan analisis denyut
jantung, yang kemudian dapat diperoleh nilai beban kerja kualitatif dan
kuantitatif. Melalui penelitian ini diharapkan dapat dilihat adanya perbedaan
tingkat beban kerja antara pekerjaan manual dan mekanis, sehingga diketahui
efektifitas penggunaan cultivator (mekanis) dari segi beban kerja.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat beban kerja operator
pada pengoperasian cultivator tipe Te 550 n, serta perbandingannya terhadap
2
. II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah adalah suatu usaha untuk memperbaiki dan
meningkatkan produktivitas tanah dengan memecah partikel menjadi lebih
kecil sehingga memudahkan akar tanaman mendapatkan makanan. Tujuan
pengolahan adalah menyiapkan tempat persemaian, mencegah tumbuhnya
tanaman pengganggu, memberantas gulma, memperbaiki kondisi tanah untuk
penetrasi akar, atau untuk pelumpuran tanah. Pengolahan tanah dapat
dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah penggunaan traktor
(power tiller), penggunaan tenaga hewan (pembajakan dengan kerbau), penggunaan tenaga manusia (pencangkulan), dan penggunaan cultivator
untuk membuat bedengan/guludan.
Pengolahan tanah dapat dibagi menjadi 3 tahapan. Pertama adalah
pengolahan tanah primer, disebut juga bajak, pengolahan tanah ini berguna
untuk memotong, memecah, dan membalik tanah. Kedua adalah pengolahan
tanah sekunder, dilakukan setelah pembajakan, menjadikan tanah gembur dan
rata, tata air diperbaiki, tanaman pengganggu dihancurkan dan dicampur
dengan lapisan tanah atas, dan diberikan kepadatan tertentu pada permukaan
tanah. (Daywin, 1991). Yang ketiga ini tidak selalu dikerjakan (merupakan
pilihan, sesuai kebutuhan), yaitu pembuatan bedengan atau guludan, yang
dilakukan pada masa tanam untuk beragam komoditas palawija dan sayuran,
ukurannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Beberapa fungsi pembuatan
guludan adalah memperbaiki aerasi dan drainase, memudahkan pemeliharaan
tanaman (terdapat alur), dan memperbaiki sifat fisik tanah.
B. Cultivator
Cultivator merupakan alat pertanian yang digunakan untuk mengolah dan menghaluskan tanah, baik sebelum penanaman maupun untuk
penyiangan dan menggemburkan tanah setelah tanaman sudah mulai tumbuh,
dapat juga digunakan untuk membuat guludan atau bedengan. Tanaman yang
memerlukan pembuatan guludan antara lain singkong, umbi – umbian,
3
Desain (Mesin, Tugas, Lingkungan)
Sistem Pendidikan dan Pelatihan
Persyaratan Tertentu
Meningkatkan Keamanan dan Keselamatan
Mengurangi Error
Meningkatkan Kinerja Sistem
Memperbaiki Kinerja Sistem :
Effisiensi
Produktivitas
Keselamatan dan Kenyamanan, dll
C. Ergonomika
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ergon berarti kerja dan
Nomos berarti aturan dan hukum alam. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan
kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. (Nurmianto, 2004).
Ergonomika merupakan ilmu penyesuaian peralatan dan perlengkapan
kerja dengan kemampuan esensial manusia untuk memperoleh kemampuan
yang optimum. Ergonomika juga diartikan sebagai cabang ilmu yang secara
sistematis memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan, keterbatasan
manusia untuk merancang sistem kerja sehingga orang/pekerja yang ada
didalamnya dapat hidup dan bekerja dengan baik dan mencapai tujuan yang
diinginkan dengan efektif, aman dan nyaman. Dalam batas tertentu manusia
dituntut mampu beradaptasi dengan fasilitas dan lingkungan kerjanya, tetapi
terlebih dahulu yang terpenting adalah menyesuaikan lingkungan kerja dan
fasilitas sehingga tidak melampaui batas kemampuan manusia.
4
D. Antropometri
Menurut Kroemer (1978) dalam Anindita (2003) bahwa engineering anthropometry adalah ilmu fisik terapan dalam metode pengukuran fisik manusia untuk pengembangan standar desain alat-alat teknik. Antropometri
meliputi pengukuran statik dan dinamik (fungsional), dimensi dan
karakteristik fisik ruang gerak, dan pemakaian energi sebagai fungsi dari jenis
kelamin, umur, pekerjaan, etnik, asal, dan demografi.
Antropometri adalah pengukuran tubuh manusia. Data antropometri
digunakan untuk mengetahui dimensi fisik ruang kerja, alat –alat, furnitur dan
pakaian agar terjadi kesesuaian antara manusia sebagai pengguna dan alat
yang digunakan. (Bridger,1995 pada Anindita,2003). Dimensi ruang kerja
dan panel kontrol yang tepat untuk pekerja disuatu daerah belum tentu sesuai
dengan pekerja daerah lain. Data antropometri dperlukan dalam merancang
konstruksi alat atau mesin agar operator dapat mengoperasikan dengan
nyaman, efisien dan aman.
E. Beban Kerja
Beban kerja merupakan beban seseorang ketika melakukan suatu
pekerjaan. Beban ini akan diketahui saat operator menanggapi kerja dengan
memberikan respon seperti denyut jantung yang tinggi atau keluar keringat.
(Rasyani,2001). Semakin besar beban kerja dalam melakukan suatu pekerjaan
ditandai dengan kebutuhan energi yang semakin besar pula, dengan demikian
sistem pernafasan bergerak lebih cepat, kebutuhan oksigen meningkat, denyut
jantung semakin cepat, dan terjadi peningkatan panas pada seluruh tubuh.
Pada Syuaib (2003), dikatakan bahwa fisiologi kerja adalah satu sub
disiplin ilmu ergonomika yang mengkaji tentang kondisi fisiologi yang
disebabkan tekanan eksternal saat melakukan suatu aktivitas kerja. Kajian
fisiologi kerja sangat terkait dengan beberapa indikator metabolik, yaitu :
1. Cardiovascular (Denyut Jantung) 2. Respiratory (Pernafasan)
5
Banyak peneliti ergonomika percaya bahwa meningkatnya tingkat
denyut jantung menunjukkan beban kerja baik secara fisik maupun mental,
karena adanya korelasi yang linear terhadap konsumsi energi fisik (physical energy cost). Oleh karena itu sampel data kontinyu laju denyut jantung pada suatu aktivitas berguna sebagai indikator dari beban kerja psiko-fisiologis.
Selain itu, terdapat dua faktor yang mempengaruhi kemampuan kerja fisik
manusia, yaitu faktor personal dan lingkungan. Beberapa faktor personal
adalah umur, berat badan, jenis kelamin, konsumsi rokok, gaya hidup,
olahraga, status nutrisi, dan motivasi dalam melakukan kegiatan. Sedangkan
beberapa faktor lingkungan yaitu polusi udara, kebisingan, faktor suhu udara,
dan ketinggian tempat. Terdapat dua macam terminologi beban kerja, yaitu
beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif.
F. Beban Kerja Kuantitatif
Beban kerja kuantitatif adalah nilai beban kerja yang dikuantifikasi
berdasarkan kesetaraan jumlah energi yang dihasilkan melalui proses
metabolisme seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Dalam penelitian ini,
terdapat beberapa terminologi yang digunakan terkait perhitungan beban
kerja kuantitatif, yaitu TEC (Total Energy Cost), BME (Basal Metabolic Energy), WEC (Work Energy Cost), dan WEC’ (Work Energy Cost per Weight).
F.1. TEC (Total Energy Cost)
TEC merupakan jumlah energi yang dihasilkan melalui proses
metabolisme tubuh secara keseluruhan saat melakukan aktivitas.
Prinsipnya terkait dengan proses oksidasi karbohidrat, yaitu :
C6H12O6 + O2 ---> CO2 + H2O + Energi
Jumlah energi yang dihasilkan tergantung pada bahan makanan yang
yang terbakar (teroksidasi). Sehingga jumlah energi yang dihasilkan
dapat didekati melalui perhitungan laju konsumsi O2 (VO2). Secara
umum, 1 liter oksigen menghasilkan 5 kkal energi. Pengukuran VO2
pada subjek yang sedang melakukan aktivitas relatif tidak nyaman,
6
hubungan linier antara VO2 dengan laju denyut jantung. Oleh karena
itu pengukuran laju denyut jantung dapat digunakan untuk
memperkirakan konsumsi oksigen, yang kemudian dapat dikonversi
ke dalam pengeluaran energi. (Sanders dan McCormick, 1993).
Satuan yang digunakan untuk menyatakan nilai TEC yang digunakan
adalah kkal/menit.
F.2. BME (Basal Metabolic Energy)
Menurut Syuaib (2003), BME merupakan konsumsi energi yang
diperlukan untuk menjalankan fungsi minimal fisiologisnya. Secara
umum, nilai BME dipengaruhi oleh berat badan, tinggi badan, jenis
kelamin, dan usia. Salah satu metode yang umum digunakan untuk
mengetahui nilai BME adalah dengan menghitung dimensi tubuh,
ditentukan oleh perhitungan luasan tubuh, yang kemudian dapat
dikonversi ke dalam volume oksigen (VO2). Dalam persamaan
oksidasi metabolik, diketahui bahwa setiap konsumsi 1 liter oksigen
(O2) adalah setara dengan energi tubuh sebesar 5 Kkal (Sanders dalam
Syuaib 2003). Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan
7
F.3. WEC (Work Energy Cost)
WEC merupakan jumlah energi tambahan yang dihasilkan oleh
tubuh ketika melakukan suatu aktivitas kerja. Nilai WEC diperoleh
dengan menghitung selisih nilai TEC dan BME. Satuan nilai WEC
yang digunakan adalah kkal/menit.
F.4. WEC’ (Work Energy Cost per Weight)
WEC’ merupakan nilai dari WEC yang dinormalisasi untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang diterima oleh seseorang saat melakukan kerja. Nilai WEC’ perlu dihitung untuk mengetahui nilai WEC pada masing – masing subjek dengan menghilangkan faktor berat badan. Satuan nilai WEC’ yang digunakan adalah kkal/kg.menit.
G. Beban Kerja Kualitatif
Beban kerja kualitatif adalah suatu indeks yang mengindikasikan berat
atau ringan suatu pekerjaan dirasakan oleh seseorang. Beban kerja kualitatif
dihitung sebagai rasio relatif suatu beban kerja terhadap kemampuan atau
kapasitas kerja seseorang. Dalam penelitian ini, terminologi yang digunakan
adalah IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). IRHR adalah indeks perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktivitas
atau kerja terhadap denyut jantung saat beristirahat. Tinggi rendahnya nilai
IRHR mencerminkan tingkat beban kerja kualitatif dari suatu aktivitas.
Kategori kualitatif beban kerja berdasarkan IRHR dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
Tabel 1. Kategori tingkat beban kerja berdasarkan IRHR Kategori Nilai IRHR
8
H. Metode Step Test
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk kalibrasi pengukuran
denyut jantung adalah dengan menggunakan metode step test, selain pengukuran menggunakan sepeda ergonometer. Dengan metode ini dapat
diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah
tinggi bangku dan intensitas langkah, juga lebih mudah karena dapat
dilakukan di lapang. Beban kerja yang pasti dapat diketahui dengan
mengkalibrasi antara kurva denyut jantung saat bekerja dengan beban kerja
(denyut jantung) yang ditetapkan sebelum bekerja (metode step test). Dengan metode ini, beberapa faktor individual seperti umur, jenis kelamin, berat
badan, dan tinggi badan harus diperhatikan sebagai faktor penting untuk
9
III. METODOLOGI
A. Tempat dan Waktu
Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan di lahan kering
Leuwikopo, Bogor. Pengambilan data penelitian dimulai tanggal 29 April
2009 sampai 10 Juni 2009.
B. Peralatan dan Perlengkapan 1. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini berjenis kelamin pria dalam keadaan sehat jasmani
dan rohani, dan dibagi ke dalam tiga kelompok :
a. Kelompok A : (155 ± 5) cm, 3 orang
b. Kelompok B : (165 ± 5) cm, 3 orang
c. Kelompok C : (175 ± 5) cm, 3 orang
Masing – masing subjek akan melakukan 4 (empat) kali ulangan rangkaian
pengukuran denyut jantung saat bekerja membuat guludan, baik secara
manual maupun mekanis. Objek penelitian yang digunakan adalah
cultivator tipe Te 550 n (data teknis pada Lampiran 1) dan cangkul.
Rancangan percobaan dapat dilihat pada Gambar 2.
2. Instrumentasi dan Alat Ukur
a. Heart Rate Monitor (Polar Accurex Plus). b. Heart Rate Monitor Interface.
c. Stop watch.
d. Digital Metronome. e. Time Study Sheet.
f. Bangku Step Test dengan tinggi 24 cm. g. Antropometer.
h. Thermohygrometer. i. Patok.
j. Meteran pita ( 50 m ).
k. Alat tulis, komputer, dan beberapa perlengkapan yang mendukung
10 Gambar 2. Bagan rancangan percobaan
Keterangan : U = ulangan PS = posisi stang
Kelompok C (3 orang)
U1 U2 U3 U4
PS Atas U1 U2 U3 U4
PS Tengah U1 U2 U3 U4
PS Bawah U1 U2 U3 U4
Cultivator Manual Kelompok B
(3 orang)
PS Atas U1 U2 U3 U4
PS Tengah U1 U2 U3 U4
PS Bawah U1 U2 U3 U4
Cultivator
U1 U2 U3 U4
Manual
Pembuatan Guludan
Kelompok A (3 orang)
PS Atas U1 U2 U3 U4
PS Tengah U1 U2 U3 U4
PS Bawah U1 U2 U3 U4
Cultivator
U1 U2 U3 U4
11
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu pengambilan data di
lapang dan pengolahan data. Pengambilan data di lapang bertujuan untuk
mendapatkan data primer, dan data sekunder yang diperlukan akan diperoleh
melalui literatur. Data primer diperoleh dari hasil pengukuran denyut jantung
operator traktor roda dua di lapang dan beberapa pengukuran fisik tubuh.
Proses analisis beban kerja dapat dilihat pada Gambar 4.
C.1. Pengambilan data di lapang
Data primer diperoleh melalui pengukuran dimensi tubuh
menggunakan antropometer dan timbangan, dan pengukuran denyut
jantung operator saat bekerja menggunakan alat ukur denyut jantung,
Heart Rate Monitor. Alat ini diatur agar dapat merekam denyut jantung operator setiap 5 detik untuk mengetahui tingkat beban kerja fisik yang
dialami operator saat membuat guludan dengan mengoperasikan
cultivator dan cara manual (dengan cangkul). Pengukuran denyut jantung
dilakukan pada beberapa kondisi, yaitu :
a. Pada saat membuat guludan.
b. Pada saat melakukan step test. c. Pada saat operator istirahat.
Sebelum pengukuran denyut jantung saat bekerja, diperlukan kalibrasi
denyut jantung terhadap beban kerja kepada setiap subjek dengan metode
step test (digambarkan pada gambar 3). Pengukuran saat bekerja di hari yang lain dengan hari pengukuran kalibrasi, diperlukan pengukuran step test kembali. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan kondisi fisik subjek pada hari berbeda akan berbeda juga. Pengukuran step test pada hari yang sama dengan hari kerja, cukup dilakukan satu kali dengan frekuensi
20 siklus/menit (digambarkan pada gambar 4). Pola kerja digambarkan pada
12 Gambar 3. Bagan alir kalibrasi subjek
Keterangan : Step test menggunakan bangku dengan tinggi 24 cm Pengambilan Data Subjek
Rest 1 (5~10 menit)
Rest 2 (± 5 menit)
Rest 3 (± 5 menit)
Step Test 3 (± 5 menit, 25 siklus/menit) Step Test 2 (± 5 menit, 20 siklus/menit) Step Test 1 (± 5 menit, 15 siklus/menit)
Step Test 4 (± 5 menit, 30 siklus/menit) Rest 4 (± 5 menit)
Rest 5 (± 5 menit)
13 Penelitian Pendahuluan
Data Subjek : usia, tinggi badan, berat badan, kalibrasi Step Test
Data Lingkungan : Suhu
Pengukuran Denyut Jantung
Kerja (cultivator/cangkul)
Istirahat (Rest 3) Istirahat awal
(Rest 1)
Istirahat (Rest 2) Step Test
Pengolahan Data
Perhitungan Beban Kerja
Kualitatif
IRHR
Tingkat Beban Kerja
Kuantitatif
TEC (kkal/menit)
BME (kkal/menit)
WEC (kkal/menit) Gambar 4. Bagan alir pengukuran beban kerja
Keterangan : IRHR (Increase Ratio of Heart Rate) TEC (Total Energy Cost)
14 Gambar 5. Pola kerja pengolahan untuk 1 (satu) kali ulangan pengolahan menggunakan
Cultivator
Panj
an
g Peng
ol
ahan
(18
m
, t
er
m
asuk
h
ead
li
n
e
@1.
5m
)
Lebar Pengolahan (3.5 m)
Head line Head line
15
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan hasil rekaman data
HR (denyut jantung) yang kemudian dipindahkan ke komputer
menggunakan Heart Rate Monitor Interface, lalu data tersebut diolah dan dibuat dalam bentuk grafik. Perhitungan nilai HR harus dinormalisasi
agar diperoleh nilai HR yang objektif. Normalisasi nilai HR dilakukan
dengan perbandingan HR relatif saat bekerja terhadap nilai HR saat
istirahat. Nilai perbandingan HR tersebut dinamakan IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). Perbandingan tersebut dirumuskan sebagai berikut :
Dimana : HR work = denyut jantung saat melakukan pekerjaan. HR rest = denyut jantung saat istirahat.
Untuk mendapatkan nilai beban kerja, maka diperlukan perhitungan
TECST (Total Energy Cost Step Test) yaitu energi total yang digunakan
pada saat melakukan step test, perhitungan dilakukan melalui persamaan :
Dimana : TECST = Total Energy Coststep test (kkal/menit) pada saat melakukan aktivitas dapat dilakukan dengan cara membuat
fungsi korelasi antara TECST terhadap IRHR. Dengan membuat grafik
hubungan TECST dengan IRHR maka diperoleh persamaan untuk seorang
subjek dengan bentuk umum :
Y = a X + b Dimana : Y = IRHR
16
Nilai TEC atau besarnya daya pada saat bekerja dapat diperoleh
dengan membalikkan persamaan di atas dan memasukkan nilai IRHR
objek saat melakukan kerja.
Nilai BME untuk setiap orang berbeda sesuai dengan dimensi tubuh
dan jenis kelamin. Nilai BME ekuivalen dengan nilai VO2 (volume
oksigen), yang dipengaruhi dimensi tubuh. Untuk diperoleh nilai VO2,
dapat digunakan tabel konversi BME ekuivalen VO2 berdasarkan luas
permukaan tubuh. Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Du’Bois (Syuaib,2003) :
dengan konsumsi energi akibat melakukan suatu aktivitas kerja, maka
untuk mengetahui nilai peningkatan konsumsi energi akibat melakukan
aktivitas perlu dihitung WEC (Work Energy Cost), dengan persamaan : WEC = TEC – BME
Dimana : WEC = Work Energy Cost (kkal/menit)
TEC = Total Energy Cost (kkal/menit)
BME = Basal Metabolic Energy (kkal/menit)
Konsumsi energi sebanding dengan berat badan seseorang, semakin
besar berat badan seseorang, maka konsumsi energinya semakin besar
pula, begitu sebaliknya pada saat melakukan pekerjaan yang relatif sama.
Oleh karena itu untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang
diterima seseorang saat melakukan kerja maka pengaruh berat badan
perlu dinormalisasi. Untuk memperoleh nilai WEC yang ternomalisasi (WEC’), dapat menggunakan persamaan :
WEC’ = WEC / w
Dimana : WEC’ = Work Energy Cost per Weight (kal/kg.menit)
WEC = Work Energy Cost (kal/menit)
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Spesifikasi Cultivator
Mesin pertanian yang digunakan adalah cultivator Yanmar tipe Te 550
n. Daya rata - rata motor penggerak bensin pada cultivator ini sebesar 3.5 hp
(putaran engine 1800 rpm), dan dapat diatur pada 3 posisi stang kemudi..
Roda yang digunakan pada saat pembuatan guludan adalah hexagon rotor
dengan implemen sebuah furrower.Saat digunakan cultivator diatur pada gigi ke-2, dan gas pada putaran engine ±1800 rpm. (Data teknis pada Lampiran 1).
B. Kalibrasi Subjek Penelitian (Metode Step Test)
Pengukuran denyut jantung menggunakan alat Heart Rate Monitor
(HRM) yang dipasang tepat di dada menyentuh kulit agar detak jantung
terukur, yang kemudian secara otomatis akan diterima sekaligus disimpan
oleh Data Receiver and Memory yang berupa jam tangan pada posisi terdekat dengan HRM. Pengukuran denyut jantung diatur agar terekam lima detik
sekali, dan datanya berupa laju denyut jantung yang diperkirakan per menit.
Alat yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Heart rate monitor, data receiver dan metronom
Sebelum melakukan pengukuran denyut jantung, subjek terlebih
dahulu diukur tinggi badan dan berat badannya. Hasil pengukuran dimensi
tubuh digunakan untuk menghitung luas permukaan tubuh subjek agar dapat
diketahui nilai BME, dari pendekatan volume oksigen pada tubuh yang
diperoleh dari tabel konversi BME ekuivalen VO2 berdasarkan luas
permukaan tubuh (Tabel 2.). Contoh perhitungan berikut ini diambil dari data
18
Dengan perhitungan yang sama, diperoleh data untuk kedelapan
subjek lainnya yang tercantum pada Tabel 3. berikut ini.
Tabel 3. Data dimensi tubuh subjek Kode
operator untuk mengetahui korelasi antara denyut jantung dengan
peningkatan beban kerja dimana karakteristiknya pada setiap orang, berbeda.
Tinggi bangku yang digunakan pada saat kalibrasi step test adalah 24 cm, dan menggunakan peningkatan frekuensi langkah sebanyak empat kali, yaitu
dimulai dari frekuensi 15 siklus/menit, 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, 30 siklus/menit,
dimana satu siklus terdiri dari empat langkah kaki ketika naik – turun bangku,
proses langkah step test dapat dilihat pada Gambar 7. Pengaturan langkah agar sesuai siklus menggunakan alat bantu metronom, bunyi yang
dikeluarkan diatur sebanyak empat kali frekuensi yang akan digunakan,
19 Gambar 7. Proses langkah step test
Berikut ini merupakan grafik pengukuran denyut jantung kalibrasi
step test untuk salah satu subjek (grafik untuk kedelapan subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran2, Lampiran 3, dan Lampiran 4) :
Gambar 8. Grafik denyut jantung subjek C3 saat kalibrasi step test
Pada awal pengukuran, denyut jantung subjek kurang stabil, hal ini
dapat disebabkan oleh penyesuaian subjek dengan pengukuran dan alat ukur.
Namun seiring waktu pengukuran, denyut jantung terlihat stabil. Dapat dilihat
peningkatan laju denyut jantung sesuai dengan peningkatan frekuensi step test
(peningkatan beban kerja). Begitu pula yang terjadi pada subjek lainnya,
namun masing – masing subjek memiliki nilai yang berbeda satu sama lain.
Nilai denyut jantung yang gunakan untuk perhitungan selanjutnya
merupakan hasil pemetaan dari hasil rata–rata data denyut jantung selama 30
detik (minimal 6 buah data) yang dianggap stabil pada setiap tahap aktivitas.
Setiap frekuensi step test dilakukan selama 5 menit yang diselangi 5 menit Rest
20
istirahat, kecuali istirahat pada awal pengukuran yang dilakukan selama 10
menit,karena diharapkan memperoleh nilai denyut jantung terendah seseorang
ketika tidak melakukan kerja, yang digunakan sebagai pembanding dari nilai
denyut jantung saat bekerja. Secara umum pengambilan nilai denyut jantung
(HR) saat istirahat adalah pada data yang dianggap stabil dan terendah, serta
tidak pada satu menit awal ataupun akhir. Nilai HR saat istirahat (HRrest) yang
digunakan sebagai pembanding nilai HR saat bekerja, umumnya adalah pada
saat istirahat pertama atau kedua, dimana terdapat nilai denyut jantung
terendah seseorang. Pada beberapa orang, denyut jantung istirahat terendah
diperoleh pada awal pengukuran, karena asumsinya adalah denyut jantung
terendah diperoleh ketika subjek sama sekali belum melakukan kerja. Denyut
jantung istirahat terendah yang diperoleh pada saat istirahat kedua (setelah
melakukan step test pertama) dapat disebabkan oleh adanya penyesuaian yang dilakukan pada awal pengukuran terhadap lingkungan baru dan alat yang
digunakan, sehingga mengakibatkan cukup tingginya laju denyut jantung di
awal pengukuran.
Nilai denyut jantung berbeda untuk setiap orang, walaupun pada jenis
kerja yang sama. Seperti yang telah disebutkan, kalibrasi step test diperlukan untuk menunjukkan perbedaan hubungan denyut jantung dengan peningkatan
beban kerja pada setiap subjek. Dari hasil pengukuran tersebut, nilai HR saat
bekerja (HRwork) dibandingkan dengan nilai HRrest untuk memperoleh nilai
IRHR (step test). Selain nilai IRHR, nilai TEC (Total Energy Cost, kkal/menit) yang merupakan laju konsumsi energi subjek untuk proses
metabolisme tubuh dan melakukan kerja juga perlu dihitung. Kedua nilai ini
dimasukkan ke dalam grafik yang akan membentuk garis linier, berfungsi
untuk menghasilkan suatu persamaan daya yang berbeda pada masing –
masing subjek.
Pada kalibrasi step test ini, karena menggunakan empat buah frekuensi, sehingga menghasilkan empat nilai TEC untuk masing – masing subjek.
Salah satu contoh perhitungan yang menggunakan data subjek ke-9 (C3),
21
Perhitungan yang sama dilakukan pada kedelapan data subjek yang
lain. Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh data yang tercantum pada
Tabel 4. Hubungan antara nilai IRHR dan TEC yang dipetakan dalam grafik
akan membentuk garis linier, sehingga menghasilkan suatu persamaan daya.
Sebagai contoh, grafik hubungan antara TEC dengan IRHR untuk subjek C3
dapat dilihat pada Gambar 9 (grafik untuk kedelapan subjek lainnya dapat
dilihat pada Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7. Perbedaan nilai
kenaikan IRHR terhadap beban kerja dapat dilihat dari nilai slope yang berbeda pada setiap subjek (subjek ke-9 memiliki slope 0.598), semakin curam kemiringannya maka semakin besar perubahan nilai IRHR terhadap
perubahan tingkat beban kerja, begitu pula sebaliknya.
22 Tabel 4. Data pemetaan denyut jantung dan laju konsumsi energi pada saat kalibrasi step test
SUBJEK HR (Step Test) IRHR [Y] TEC (kkal/menit) [X]
R1 ST 1 R2 ST 2 R3 ST 3 R4 ST 4 ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 A1 59.0 75.2 60.0 80.2 63.0 88.0 63.0 100.0 1.27 1.36 1.49 1.69 0.866 1.155 1.443 1.732 A2 70.2 98.2 72.8 102.5 73.0 115.2 72.7 123.8 1.40 1.46 1.64 1.76 0.925 1.233 1.542 1.850 A3 69.0 100.8 72.5 109.5 76.3 120.2 78.0 131.0 1.46 1.59 1.74 1.90 0.832 1.110 1.387 1.665 B1 70.5 94.5 74.5 102.2 77.5 106.5 81.0 121.8 1.34 1.45 1.51 1.73 0.849 1.132 1.415 1.699 B2 77.8 110.8 82.0 117.2 83.0 130.2 88.3 145.0 1.42 1.51 1.67 1.86 0.866 1.155 1.443 1.732 B3 71.2 90.7 75.5 95.7 77.7 100.2 77.5 110.8 1.27 1.34 1.41 1.56 0.891 1.188 1.486 1.783 C1 75.7 97.8 78.2 104.0 84.2 115.7 89.0 130.8 1.29 1.37 1.53 1.73 0.908 1.211 1.514 1.816 C2 75.5 105.3 82.7 118.3 85.3 126.5 87.3 140.3 1.40 1.57 1.68 1.86 1.009 1.345 1.682 2.018 C3 67.2 100.0 68.3 106.8 68.3 119.5 71.2 140.5 1.49 1.59 1.78 2.09 1.001 1.334 1.668 2.001
Tabel 5. Data persamaan daya hubungan IRHR dengan TEC Kode
Operator
Y = aX + b
a b
A1 0.482 0.828
A2 0.413 0.992
A3 0.528 1.012
B1 0.431 0.956
B2 0.514 0.948
B3 0.289 0.985
C1 0.483 0.822
C2 0.445 0.949
23
Tabel 5. menunjukkan hasil persamaan daya yang terbentuk dari
hubungan nilai IRHR dan TEC saat kalibrasi dengan metode step test untuk masing – masing subjek. Dari persamaan ini, nilai TEC saat bekerja dapat
diketahui dengan memasukkan nilai IRHR saat kerja tersebut, baik ketika
menggunakan cara manual maupun mekanis.
C. Pengukuran Beban Kerja Fisik
Pembuatan sebuah guludan umumnya dengan membentuk parit dari
kedua sisi berbeda dengan kedalaman dan lebar tertentu yang diperlukan, baik
secara manual (dengan menggunkan cangkul), maupun secara mekanis
(dengan menggunakan cultivator tipe Te 550 n). Pada penelitian ini lebar guludan yang dibuat adalah ±70 cm dengan kedalaman ±25 cm. Lahan yang
digunakan pada pembuatan guludan baik secara manual maupun mekanis
memiliki kondisi lahan yang sama, yaitu telah mengalami pengolahan tanah
primer dan sekunder. Operator yang menjadi subjek lebih terbiasa bekerja
secara manual dalam berbagai kegiatan tani, termasuk pembuatan guludan.
Waktu yang digunakan pada masing – masing kerja 3 sampai 5 menit,
dan diselangi istirahat 5 sampai 10 menit. Pengulangan kerja dilakukan
sebanyak empat kali. Istirahat di awal diperlukan untuk mendapatkan nilai
denyut jantung terendah saat istirahat sehingga diperoleh nilai HRrest yang
akan digunakan sebagai pembagi nilai HRwork pada setiap pengulangan untuk
mendapatkan nilai IRHR. Pengambilan data untuk perhitungan selanjutnya
sama seperti yang dilakukan pada data hasil kalibrasi step test. Step test yang dilakukan sebelum mulai bekerja bertujuan sebagai kontrol jika terjadi
perubahan nilai IRHR pada masing – masing subjek. Pembuatan guludan ini
dikerjakan dengan dua cara, yaitu manual (dengan cangkul), dan mekanis
(dengan menggunakan cultivator).
C.1. Manual
Pembuatan guludan yang dilakukan secara manual, dilakukan
dengan satu kali bolak – balik panjang lahan (±10 m) per ulangan,
seperti tampak pada Gambar 10. yang menunjukkan pembuatan parit
24
Hasil pengukuran waktu kerja pada seluruh subjek menghasilkan nilai
kapasitas lapang efektif untuk pembuatan guludan secara manual
sebesar 0.005 ha/jam.
Gambar10. Pembuatan guludan secara manual
Dari pengukuran yang dilakukan pada sembilan subjek, laju
denyut jantung dan hasil perhitungan lainnya berbeda satu sama lain.
Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik setiap orang
dalam menerima suatu beban kerja. Gambar 11. Menunjukkan grafik
pengukuran laju denyut jantung saat pembuatan guludan secara
manual dalam satu rangkaian pengukuran (4 kali ulangan kerja) pada
subjek ke-9. Pada setiap pengulangan kerja, titik maksimal denyut
jantung tidak berbeda pada selang yang besar dan umumnya
berbanding terbalik dengan waktu, begitu pula pada kedelapan subjek
yang lain (grafik dapat dilihat pada Lampiran 8 sampai dengan
Lampiran 16). Denyut jantung mulai naik saat subjek mulai bekerja
sampai pada titik tertentu yang kemudian relatif stabil, umumnya
waktu untuk tahap aerobik saat mulai bekerja adalah 2 – 3 menit,
kemudian denyut jantung akan mulai stabil. Pengukuran diselingi
istirahat pada setiap ulangan untuk memulihkan kondisi fisik dan pola
25 Gambar11. Grafik data pengukuran denyut jantung pada pembuatan guludan
secara manual subjek C3
Pada pengukuran beberapa subjek terdapat fluktuasi denyut
jantung saat bekerja yang tiba – tiba turun, salah satu penyebabnya
adalah subjek membetulkan cangkul yang digunakan, sehingga kerja
berhenti sejenak yang mengakibatkan turunnya laju denyut jantung.
Sedangkan adanya perbedaan denyut jantung pada setiap pengulangan
dalam satu unit kerja yang sama, dapat disebabkan oleh adanya
penyesuaian (contohnya perbedaan waktu kerja). Data pemetaan nilai
denyut jantung saat bekerja dan hasil perhitungan untuk konsumsi
energi, dapat dilihat pada Tabel 6.
26
2. Cultivator (Tipe Te 550 n)
Sebelum dilakukan pengukuran, subjek terlebih dahulu
diberitahukan cara pengoperasian cultivator, dan mencobanya agar tidak kebingungan ketika pengukuran dimulai. Satu kali ulangan
pekerjaan dilakukan dengan tiga kali bolak – balik lintasan dengan
panjang 15 m ± 3 m (headline). Hasil pengukuran waktu pada pembuatan guludan secara mekanis menghasilkan nilai kapasitas
lapang efektif sebesar 0.067 ha/jam. Proses kerja dapat dilhat pada
Gambar 12.
Posisi stang kemudi pada cultivator dapat diatur dalam tiga posisi ketinggian yaitu atas (C1), tengah (C2), dan bawah (C3), ini
berkebalikan dengan data teknisnya karena pengaturan stang kemudi
atas mengakibatkan ketinggian cultivator terendah (C3). Pada penelitian ini, pengukuran menggunakan ketiga posisi stang pada
setiap subjek. Hal ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh posisi
stang kemudi dan pengaruh tinggi subjek terhadap beban kerja.
Cultivator ini tidak memiliki tuas pengendali yang umumnya dimiliki traktor roda dua yang berfungsi mengatur kemudi saat
berbelok, sehingga dilakukan sepenuhnya oleh subjek tanpa tuas
pembantu. Untuk mengemudikannya tidak terdapat rem, hanya
terdapat tuas yang jika ditekan cultivator akan maju sesuai dengan pengaturan gas, untuk menghentikannya hanya perlu melepas
penekanan pada tuas tersebut.
Kecepatan maju pengoperasiannya diatur dengan memposisikan
gas di titik yang sama, kendalanya adalah pengunci posisi gas tidak
berfungsi dengan baik, sehingga saat pengukuran berlangsung,
kecepatan tidak selalu konstan. Untuk mengecek posisi gas selama
bekerja, kurang memungkinkan karena dikhawatirkan mengganggu
konsentrasi operator yang kemudian berpengaruh pada hasil
27
(a) Posisi stang bawah (b) Posisi stang tengah
(c) Posisi stang atas
Gambar 12. Pembuatan guludan menggunakan cultivator
Waktu yang diperlukan untuk satu kali ulangan hampir sama,
yaitu 4 – 5 menit. Masing – masing subjek memiliki nilai yang agak
berbeda, walaupun dalam satu kelompok tinggi yang sama.
Pada Gambar 13., Gambar 14., dan Gambar 15. dapat dilihat
grafik yang menunjukkan hasil pengukuran denyut jantung subjek
ke-9 (grafik subjek lain dapat dilihat pada Lampiran 8 sampai dengan
Lampiran 16) ketika melakukan kerja pembuatan guludan dengan
menggunakan cultivator dengan tiga posisi. Pada saat subjek ke-9 ini menggunakan posisi stang atas, terlihat pada ulangan ke-3 dan ke-4
(rata – rata nilai denyut jantung saat kerja pada 152.7 denyut/menit)
dengan waktu kerja yang lebih panjang mengalami penurunan denyut
jantung daripada ulangan ke—1 dan ke-2 (pada angka 151
denyut/menit dan 146.5 denyut/menit), tetapi tidak terlalu berbeda.
Pada posisi stang tengah yang terlihat adalah ulangan pertama (133.3
28
berikutnya (berkisar pada 138 denyut/menit sampai 141.2
denyut/menit), dengan waktu kerja yang relatif sama. Sedangkan pada
pengerjaan dengan posisi stang bawah, stabil pada denyut jantung di
tingkat yang hampir sama, hanya saja terlihat adanya penurunan
denyut jantung saat pertengahan bekerja pada ulangan ke-3 karena
mesin yang tiba – tiba mati, lalu dihidupkan kembali sehingga kerja
dapat dilanjutkan, dan kenaikan tiba – tiba pada ulangan ke-4 yang
disebabkan kesalahan perekaman data. Istirahat yang dilakukan pada
selang pekerjaan ke-2 dan ke-3 lebih panjang dari yang ditentukan
terjadi secara tidak disengaja, ada beberapa faktor eksternal yang
mengakibatkan hal tersebut terjadi.
Pada subjek lainnya terjadi hal yang hampir sama, kenaikan data
yang terlalu ekstrim umumnya disebabkan kesalahan perekaman data,
sedangkan penurunan denyut jantung yang kemudian naik lagi,
disebabkan subjek berhenti saat pertengahan waktu kerja karena mesin
yang mati atau terjadi slip, sehingga terdapat periode istirahat yang
tidak diharapkan. Fluktuasi denyut jantung yang terjadi saat istirahat
dapat terjadi karena subjek melakukan hal lain, karena diharapkan
pada periode istirahat, subjek tidak melakukan hal apapun kecuali
beristirahat untuk memulihkan kondisi tubuh.
Gambar 13. Hasil pengukuran denyut jantung subjek C3 pada pembuatan guludan menggunakan cultivator dengan posisi stang atas
29
Gambar 14. Hasil pengukuran denyut jantung subjek C3 pada pembuatan guludan menggunakan cultivator dengan posisi stang tengah
Gambar 15. Hasil pengukuran denyut jantung subjek C3 pada pembuatan guludan menggunakan cultivator dengan posisi stang bawah
Data hasil pemetaan dari pengukuran denyut jantung dan
perhitungan untuk mendapakan nilai jumlah energi yang dibutuhkan
seseorang untuk melakukan kerja dapat dilihat pada Tabel 7., Tabel 8.,
dan Tabel 9 Metode pengambilan data denyut jantung dan
30 Tabel 7. Data pemetaan denyut jantung pada pembuatan guludan menggunakan
cultivator posisi stang atas
Tabel 8. Data pemetaan denyut jantung pada pembuatan guludan menggunakan cultivator posisi stang tengah
Kode
Tabel 9. Data pemetaan denyut jantung pada pembuatan guludan menggunakan cultivator posisi stang bawah
31
D. Analisis Beban Kerja Fisik
Pengukuran dilakukan pada pagi hari sampai siang hari (pukul 08.00
WIB sampai pukul 13.00 WIB), dengan suhu antara 28oC – 34oC, dan lebih
kurang sama untuk setiap kali pengukuran, sehingga pengaruhnya untuk
setiap subjek diperkirakan sama.
Pengukuran denyut jantung merupakan salah satu metode pendekatan
yang dapat digunakan untuk mengukur beban kerja fisik. Nilai pengukuran
denyut jantung ini merupakan jumlah denyut jantung per satuan waktu pada
subjek bersangkutan. Nilai IRHR yang merupakan hasil perhitungan langsung
dari nilai denyut jantung terukur, menunjukkan nilai perbandingan antara
jumlah denyut jantung subjek yang terukur saat bekerja dengan jumlah
denyut jantung subjek yang terukur saat beristirahat. Dari hasil pengukuran
dimensi tubuh subjek, denyut jantung, dan hasil pemetaannya, maka dapat
dihitung konsumsi energi yang dikeluarkan oleh subjek.
Nilai TEC pada masing – masing individu diperoleh dari persamaan
perhitungan daya yang dihasilkan dari kalibrasi step test. Seperti yang telah disebutkan, setiap individu memiliki perbedaan karakteristik, salah satunya
dapat dilihat dari grafik hubungan IRHR dan TECST yang membentuk suatu
persamaan daya, yaitu Y = aX + b, dimana Y merupakan nilai IRHR dan X merupakan nilai TEC. Sehingga konsumsi energi saat bekerja dapat diketahui
dengan memasukkan nilai IRHRwork pada persamaan tersebut, tentunya sesuai
dengan subjek. Nilai ―a‖ yang dihasilkan pada grafik menunjukkan kemiringan garis linear yang terbentuk, semakin curam kemiringannya maka
nilainya akan semakin besar, begitu sebaliknya. Kemiringan tersebut
menunjukkan perubahan nilai TEC yang dipengaruhi oleh nilai IRHR,
semakin besar nilai a maka semakin kecil perubahan nilai TEC ketika nilai IRHR bertambah maupun berkurang. Nilai b yang dihasilkan dari grafik, umumnya untuk setiap individu akan mendekati angka 1 (satu). Hal ini
menunjukkan nilai laju denyut jantung subjek saat tidak bekerja sama dengan
atau mendekati laju denyut jantung saat dalam kondisi istirahat, sehingga
perbandingannya sama dengan atau mendekati nilai satu. Sebagai contoh,
32
bahwa perubahan nilai IRHR mengakibatkan perubahan nilai TEC yang
cukup tinggi. Sedangkan pada subjek ke-9 yang memiliki nilai a terbesar,
yaitu 0.598, perubahan nilai IRHR mengakibatkan perubahan nilai TEC yang
rendah.
Setelah mendapatkan nilai TEC, dapat dihitung nilai Work Energy Cost (kkal/menit) yang merupakan laju konsumsi energi yang diperlukan subjek hanya untuk bekerja, oleh karena itu nilai dari WEC merupakan hasil
pengurangan TEC dengan BME (Bassal Metabolic Energy, kkal/menit). Konsumsi energi setiap individu berbeda – beda sesuai dengan karakteristik
tubuhnya masing – masing, oleh karena itu nilai WEC perlu dinormalisasi,
yaitu dengan membagi nilai WEC dengan berat badan subjek yang melakukan kerja, sehingga diperoleh nilai WEC’ (kkal/menit.kg). Nilai WEC’ menunjukkan besarnya konsumsi energi setiap individu dalam menerima beban per satuan waktu dan per satuan berat badan.
Pada Tabel 6. sampai Tabel 8. Dapat dilihat nilai WEC’ pada subjek ke-9 (C3) paling rendah dibandingkan dengan nilai yang dimiliki oleh subjek
lain dengan nilai IRHR tidak jauh berbeda dan bukan yang terendah. Hal
tersebut dipengaruhi oleh perbedaan dari persamaan daya yang dimiliki
masing – masing individu hasil kalibrasi step test. Subjek C3 memiliki nilai a terkecil (0.289), sehingga pengaruh peningkatan IRHR terhadap peningkatan
nilai TEC (yang kemudian berpengaruh terhadap nilai WEC’) cukup rendah. Pada pengerjaan manual, nilai WEC’ pada subjek C3 tidak terendah, karena nilai IRHR yang cukup tinggi dibandingkan dengan subjek lain.
Subjek ke-6 (B3) memiliki nilai IRHR yang cukup rendah
dibandingkan dengan kedelapan subjek lainnya (dapat dilihat pada Tabel 5.
sampai Tabel 8.). Untuk pengerjaan manual, nilai IRHR subjek B3 adalah
1.70 dengan rata – rata untuk keseluruhan subjek adalah 2.01, sedangkan
pada pembuatan guludan menggunakan cultivator, nilai IRHR berturut – turut dengan posisi stang atas, tengah, dan bawah adalah 1.83, 1.85, 1.69
dengan nilai IRHR rata – rata untuk semua subjek adalah 2.18, 2.11, dan 2.09.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh tingginya penyesuaian subjek dalam
33
subjek tersebut sedang dalam masa kerja di lahan, yang diselingi dengan
waktu pengambilan data untuk penelitian ini, sehingga penerimaan beban
kerja fisik terhadap suatu pekerjaan menjadi lebih rendah dibanding subjek
lainnya. Dapat dilihat juga dari klasifikasi tingkat beban kerja pada subjek B3
yang masuk kategori sedang sampai berat.
Penyesuaian setiap individu terhadap suatu pekerjaan ataupun alat dan
mesin yang digunakan memerlukan waktu dan cara yang berbeda.
Kenyamanan tidak hanya dipengaruhi oleh kesesuaian fisik, tapi juga dari
penyesuaian dalam menggunakan alat atau mesin. Hal tersebut juga dapat
dibuktikan oleh kurangnya pengaruh berat badan seseorang terhadap
konsumsi energi yang digunakan, contohnya pada subjek ke-2 (A2, dengan
berat 55 kg), dengan subjek ke-8 (C2, dengan berat 60 kg), nilai konsumsi
energi (per satuan waktu dan berat badan) lebih besar pada subjek ke-2 yang
memiliki berat badan lebih ringan. Untuk pembahasan masing – masing kasus
pada cara kerja pembuatan guludan akan diuraikan berikut ini.
1. Pengaruh tinggi badan subjek terhadap beban kerja pada
pembuatan guludan secara manual
Pada pengukuran beban kerja pembuatan guludan secara manual
yang menggunakan cangkul dengan ukuran relatif sama, dapat dilihat
bahwa tinggi badan subjek yang berbeda sesuai dengan kelompoknya,
tidak berpengaruh terhadap beban kerja. Data menunjukkan tidak
adanya kecenderungan nilai beban kerja yang sama pada subjek dalam
kelompok tinggi yang sama. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
penyesuaian secara alami dalam penggunaan cangkul, misalnya
penyesuaian posisi tangan (jaraknya dari mata cangkul) dalam
memegang cangkul saat bekerja, agar dapat digunakan dengan
nyaman. Perbedaan tingkat beban kerja pada masing – masing subjek
lebih disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik, baik secara
34
2. Pengaruh posisi stang kemudi cultivator terhadap beban kerja pada pembuatan guludan secara mekanis
Pengaruh posisi stang kemudi terhadap beban kerja pada masing – masing kelompok tinggi subjek kurang terlihat. Berdasarkan data antropometri yang diperoleh (Nurmianto, 2004), ketinggian siku
manusia pada selang tinggi badan kelompok subjek A (155 ± 5) cm
sesuai dengan ketinggian cultivator pada posisi stang kemudi bawah (92.2 cm), B(165 ± 5) cm sesuai dengan ketinggian cultivator pada posisi stang kemudi tengah (100.3 cm), dan C (175 ± 5) cm sesuai
dengan ketinggian cultivator pada posisi stang kemudi atas (110.5 cm). Namun kesesuaian tersebut tidak membuat subjek pada kelompok A
merasakan beban kerja terendah ketika menggunakan cultivator pada posisi stang bawah, terlihat nilai konsumsi energi terendahnya tidak
pada penggunaan posisi tersebut. Begitu pula yang terjadi pada subjek
kelompok B (kaitannya dengan posisi stang tengah), dan subjek
kelompok C (kaitannya dengan posisi stang atas). Sebagai contoh,
berdasarkan acuan nilai konsumsi energi (TEC, kkal/menit), pada
operator ke-2 (A2) nilai TEC terendah adalah saat posisi stang tengah
(2.31 kkal/menit), pada operator ke-4 (B1) nilai TEC terendah adalah
saat posisi stang bawah (2.32 kkal/menit), dan pada operator ke-9 (C3)
nilai TEC terendah adalah saat posisi stang tengah (1.69 kkal/menit).
Walaupun ada subjek yang memiliki nilai konsumsi energi
terendahnya sesuai antara kelompok subjek dengan posisi stang, yaitu
hanya pada subjek ke-1 (A1) dengan nilai TEC 2.49 kkal/menit.
Posisi stang kemudi pada cultivator berpengaruh terhadap kenyamanan fisik yang dirasakan oleh operator. Pada kasus ini, beban
yang dirasakan oleh subjek saat bekerja cukup besar, sehingga
ketidaknyamanan secara fisik yang dirasakan oleh subjek tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya beban kerja yang
diterima oleh subjek tersebut. Penggunaan cultivator mengakibatkan operator untuk lebih dari sekedar mengeluarkan tenaga fisik, karena
35
digunakan, dan pengendalian (kontrol) dalam mengoperasikannya.
Untuk pengoperasian cultivator yang digunakan pada penelitian ini, diperlukan pengendalian yang cukup menguras energi karena tidak
memiliki tuas kendali untuk berbelok, sehingga selain tenaga,
diperlukan juga pemikiran bagaimana agar dapat berbelok dengan
baik dan seimbang. Penggunaan tenaga dan penyesuaian, ditambah
dengan perlunya pengendalian tersebut biasa disebut dengan beban
psiko-fisiologis yang dapat mengakibatkan besarnya beban kerja yang
terhitung.
3. Perbandingan beban kerja pada pembuatan guludan secara manual dan mekanis
Pada Tabel 10. terlihat nilai TEC per satuan waktu saat kerja
secara manual lebih kecil daripada saat penggunaan cultivator (pada subjek C3 adalah pada posisi stang atas). Namun saat variabel waktu
kerja (menit per hektar) diperhitungkan, dan satuan nilai TEC
dikonversi menjadi kilokalori per hektar, terlihat bahwa nilai TEC per
hektar menunjukkan nilai yang jauh berbeda antara pengerjaan secara
manual dengan secara mekanik. Pada kedelapan subjek lainnya (tabel
pada Lampiran 17), walaupun memiliki nilai yang berbeda, tetapi
secara umum memiliki kasus yang sama. Sehingga hasil konversi nilai
TEC menunjukkan bahwa penggunaan cultivator (mekanis) lebih menguntungkan daripada penggunaan cangkul (manual) dari segi
waktu yang dibutuhkan dan jumlah energi yang dikeluarkan.
Perbedaan konsumsi energi total subjek yang diperlukan per
hektar yang terlihat antara pembuatan guludan secara manual dengan
secara mekanis adalah lebih dari 8 kali lipat lebih besar pada
pengerjaan secara manual. Selang nilai konsumsi energi total pada
pembuatan guludan secara manual adalah 15261 kkal/ha sampai
44681 kkal/ha, dengan rata – rata 29511 kkal/ha. Sedangkan pada
pembuatan guludan secara mekanis selang nilai konsumsi energi total
adalah 1436 kkal/ha sampai 3825 kkal/ha, dengan nilai rata – rata
36
efektif (KLE, ha/jam) pada pembuatan guludan, dimana cara kerja
manual memilki nilai KLE 0.005 ha/jam, sedangkan cara kerja
mekanis memiliki nilai KLE 0.067 ha/jam. Kapasitas lapang yang
semakin besar mengakibatkan nilai konsumsi energi total (TEC) per
hektar menjadi semakin kecil. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
energi yang diberikan oleh mesin yang digunakan. Jika pada
pengerjaan secara manual, konsumsi energi yang dikeluarkan hanya
energi dari manusia, pada pengerjaan secara mekanis konsumsi energi
yang dikeluarkan adalah energi manusia dan mesin yang
disubtitusikan. Daya rata – rata pada cultivator yang digunakan adalah 3.5 Hp. Keseluruhan daya yang digunakan pada pengerjaan mekanis
adalah daya yang dikeluarkan oleh manusia dan daya subtitusi dari
mesin yang digunakan.
Tabel 10. Data hasil pemetaan denyut jantung saat pembuatan guludan subjek C3
Jenis Kerja/ulangan HR
Klasifikasi tingkat beban kerja untuk setiap pekerjaan pada masing –
masing subjek dapat dilihat pada Tabel 10. Klasifikasi beban kerja dengan
37
dengan acuan nilai IRHR (terminologi beban kerja kualitatif), tingkat beban
kerja subjek berada pada tingkat sedang sampai pada tingkat sangat berat.
Secara umum klasifikasi tingkat beban kerja pembuatan guludan
menggunakan cultivator berada pada tingkat sangat berat, hal ini selain disebabkan oleh beban fisik yang dirasakan (berjalan dan mengemudikan),
juga adanya beban psiko-fisiologis yang timbul akibat diperlukannya kontrol
dalam mengoperasikan cultivator, dan penyesuaian subjek. Hal tersebut mempengaruhi tingkat denyut jantung subjek saat bekerja secara langsung,
sehingga nilai IRHR yang merupakan nilai acuan terhitung cukup tinggi.
Perbedaan nilai IRHR yang terlihat pada masing – masing subjek
dipengaruhi oleh karakteristik masing – masing individu yang berbeda. Salah
satu yang mempengaruhi adalah tingkat penyesuaian subjek terhadap sesuatu
yang baru. Nilai IRHR dipengaruhi oleh laju denyut jantung yang terukur.
Tingginya laju denyut jantung saat kerja pada subjek dapat disebabkan oleh
gangguan eksternal dan internal. Gangguan eksternal sepeti getaran dan
kebisingan yang ditimbulkan oleh cultivator, kerja di lahan terbuka yang dekat dengan jalan raya, mesin yang beberapa kali mati atau roda yang slip
saat sedang digunakan, pengaruh dari pengambil data atau pengambil
dokumentasi. Sedangkan gangguan internal antara lain, memiliki masalah
pribadi, subjek merupakan perokok, hilangnya konsentrasi akibat gangguan
eksternal, serta waktu dan cara yang diperlukan untuk penyesuaian dalam
penggunaan cultivator (belum biasa mengoperasikan), maupun akibat dari lingkungan kerja yang baru.
Dari hasil perbandingan cara kerja pembuatan guludan, dapat terlihat
keuntungan dari masing – masing cara kerja. Penggunaan cultivator
dianjurkan ketika jumlah tenaga kerja dan waktu yang disediakan terbatas.
Keuntungan yang diperoleh adalah waktu kerja lebih singkat dan konsumsi
energi yang dirasakan oleh manusia lebih ringan (per satuan luas lahan). Pada
kasus tertentu, dimana tenaga kerja lebih mahal daripada biaya bahan bakar
dan perawatan mesin, pengerjaan secara mekanis adalah pilihan yang paling
38 Tabel 10. Klasifikasi tingkat beban kerja berdasarkan Nilai IRHR
Subjek
IRHR Klasifikasi beban kerja berdasarkan IRHR Manual Cultivator (Posisi Stang) Manual Cultivator (Posisi Stang)
C1 C2 C3 C1 C2 C3
Pembuktian dari adanya pengaruh perbedaan subjek (bukan
pengelompokkan subjek) terhadap beban kerja saat pembuatan guludan
secara manual dilakukan secara uji statistik dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (pada taraf 5 %) sebagai berikut :
Perlakuan = 9 subjek berbeda
Yij = respon nilai IRHR pada subjek ke-i dan ulangan ke-j
µ = rataan umum
τi = pengaruh subjek ke-i
i = galat pada nilai IRHR ke-i dan ulangan ke-j
Hipotesis : Ho : τ1= τ2 = ... = 0
39
menunjukkan adanya pengaruh perbedaan subjek (adanya perbedaan
karakteristik fisik) terhadap nilai IRHR pada pekerjaan manual.
Sedangkan uji statistik untuk membuktikan ada atau tidaknya
pengaruh kelompok subjek dan posisi stang kemudi cultivator terhadap beban kerja saat pembuatan guludan menggunaka cultivator dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak Terpisah sebagai berikut :
Petak Utama = Posisi stang kemudi cultivator
Anak Petak = Kelompok subjek
ijk = galat dari kelompok subjek
Hipotesis :
Petak utama = Ho : α1 = α2 = α3 = 0
H1 : α1≠ α2 ≠ α3≠ 0
Anak petak = Ho : β1= β2= β3 = 0
40
menunjukkan adanya pengaruh dari perbedaan tinggi stang terhadap besarnya
nilai IRHR pada kelompok subjek, sedangkan nilai Fhitung yang lebih besar
daripada Ftabel menunjukkan hipotesis Ho (anak petak dan interaksi) ditolak,
karena sudah cukup bukti yang menunjukkan adanya pengaruh dari kelompok
subjek terhadap nilai IRHR, dan interaksi masing - masing subjek dalam
kelompoknya terhadap nilai IRHR. Uji statistik ini membuktikan analisis
beban kerja pada kelompok subjek tidak dipengaruhi oleh ketinggian posisi
stang kemudi, tetapi lebih dipengaruhi oleh karakteristik fisik dan psikologis
dari masing – masing subjek, seperti yang telah dibahas sebelumnya.
Dengan kata lain, nilai IRHR pada pengerjaan menggunakan ketiga
posisi stang kemudi Cultivator tidak berbeda nyata. Sehingga nilai IRHR masing – masing subjek dirata – ratakan untuk pekerjaan manual (dari empat
ulangan), dan pekerjaan menggunakan Cultivator (dari rata – rata nilai IRHR setiap posisi stang). Untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh cara kerja,
41
Model : Yij = µ + τi+ βj+ i
Yij = Pengamatan pada subjek ke-i dan perlakuan ke-j
µ = rataan umum
τi = pengaruh subjek ke-i
βj = pengaruh perlakuan ke-j
i = pengaruh acak dari subjek ke-i dan perlakuan ke-j
Hipotesis : Ho : τ1= τ2 = ... = 0 ; β1= β2 = 0
H1 : τ1≠ τ2 ≠ ... ≠ 0 ; β1≠ β2≠ 0
A = 9 ; B = 2
FK = 76.93
Tabel ANOVA
SK db JK KT Fhitung F(0.05,8,8);(0.05,1,8)
A 8 0.067 0.008 0.426 3.438
B 1 0.423 0.423 21.676 5.318
G 8 0.156 0.020
T 17 0.646
Jika melihat nilai Fhitung yang lebih kecil daripada Ftabel, maka hipotesis
Ho (τ) diterima, yang menunjukkan belum cukup bukti yang menunjukkan adanya pengaruh perbedaan subjek terhadap nilai IRHR pada pekerjaan
manual dan penggunaan cultivator. Tetapi pembuktian lebih ditujukan pada nilai Fhitung yang lebih besar daripada Ftabel, dimana hipotesis Ho (β) ditolak,
karena sudah cukup bukti yang menunjukkan adanya pengaruh perbedaan
42
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Beban kerja fisik subjek pada pembuatan guludan secara manual
berdasarkan nilai IRHR (Increase Ratio of Heart Rate) berada pada selang 1.70 sampai 2.33 dengan klasifikasi beban kerja pada tingkat
sedang sampai sangat berat, dan nilai IRHR rata – rata adalah 2.01 yang
tergolong tingkat beban kerja sangat berat.
2. Beban kerja fisik subjek pada pembuatan secara mekanis (menggunakan
cultivator) dilihat dari nilai IRHR berada pada selang 1.69 sampai 2.41 dengan klasifikasi beban kerja berada pada tingkat sedang sampai sangat
berat, dengan nilai IRHR rata – rata adalah 2.13 yang tergolong tingkat
beban kerja sangat berat.
3. Konsumsi energi (TEC) subjek untuk aktivitas pembuatan guludan secara
mekanis rata – rata adalah 2.63 kkal/menit, sedangkan TEC rata – rata
untuk aktivitas pembuatan guludan secara manual adalah 2.33 kkal/menit.
dengan demikian TEC rata – rata untuk aktivitas dengan cultivator lebih tinggi dibanding aktivitas manual.
4. Perbedaan waktu kerja mengakibatkan nilai konsumsi energi (TEC) subjek
per satuan luas pada pengerjaan secara manual lebih besar (15261 kkal/ha
~ 44681 kkal/ha, dengan rata – rata 29511 kkal/ha) dibanding pengerjaan
secara mekanis (1436 kkal/ha ~ 3825 kkal/ha, dengan nilai rata – rata
2315 kkal/ha).
5. Besarnya nilai TEC per hektar kerja manual adalah 8 kali lebih besar
dibanding kerja mekanis. Besarnya perbedaan tersebut disebabkan oleh
adanya tenaga mesin pada cara kerja mekanis. Cultivator yang digunakan memiliki daya rata – rata 3.5 Hp, yang secara teoritis setara dengan 37.4
kkal/menit.
6. Pembuatan guludan secara mekanis lebih menguntungkan daripada secara
43
B. Saran
1. Waktu kerja yang digunakan sebaiknya lebih lama untuk mendapatkan
nilai denyut jantung saat bekerja yang lebih stabil.
2. Perlu adanya pembandingan antara subjek yang sudah berpengalaman dan
yang belum berpengalaman.
3. Perlu adanya pengukuran yang dilakukan di lahan yang riil, yaitu lahan
44
DAFTAR PUSTAKA
Anindita, Tasia Amelia.2003.Tingkat Beban Kerja Operator dan Anthropometri
Traktor Roda Empat Yanmar Tipe YM 330 T. Departemen Teknik
pertanian.IPB, Bogor.
Daywin, F. J., M. Djojomartono, dan R. G. Sitompul.1991.Motor Bakar Internal
dan Tenaga di Bidang Pertanian. JICA-DGHE/IPB Project/ADAET. IPB,
Bogor.
Irawan, Ludy Catur.2008.Analisis Beban Kerja Pada Kegiatan Tebang Muat Tebu
Secara Manual Di PG Bungamayang Milik PTPN VII (Persero),
Lampung.Skripsi.Departemen Teknik Pertanian.IPB, Bogor.
Nurmianto, Eko.2004.Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya.Edisi Kedua.
Penerbit Guna Widya.Surabaya.
Ramadhani, Rohmatsyah.2008.Analisis Beban Kerja serta Kebisingan dan
Temperatur Pada Proses Pabrikasi Alat Berat PT. Natra
Raya.Skripsi.Departemen Teknik Pertanian.IPB, Bogor.
Sanders, M. S. and McCormick, E.J. 1993.Human Factor Engineering and Design
Seventh Edition. McGraw Hill, Inc. New Delhi.
Syuaib, M.F.2003.Ergonomic Study on the Process of Mastering Tractor
Operation.Agricultural Engineering.Tokyo University of Agriculture and
SKRIPSI
ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN
DI LAHAN KERING
(Studi Kasus : Analisis Komparatif Kerja Manual dengan
Cangkul dan Mekanis dengan Walking-type Cultivator)
Oleh :
LOVITA F14052709
2009
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING
(Studi Kasus : Analisis Komparatif Kerja Manual dengan Cangkul dan Mekanis dengan Walking-type Cultivator)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
LOVITA F14052709
2009
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING
(Studi Kasus : Analisis Komparatif Kerja Manual dengan Cangkul dan Mekanis dengan Walking-type Cultivator)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
LOVITA F14052709 Tanggal lulus :
Bogor, September 2009
Menyetujui :
Pembimbing Akademik,
Dr. Ir. M, Faiz Syuaib, M.Agr NIP. 19670831 199402 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknik Pertanian
Lovita. F14052709. ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING (Studi Kasus : Analisis Komparatif Kerja Manual dengan Cangkul dan Mekanis dengan Walking-type Cultivator). Di bawah bimbingan M. Faiz Syuaib.
RINGKASAN
Jenis palawija dan sayuran yang ada dan cocok ditanam di Indonesia sangat beragam. Kebutuhan konsumen akan jenis pangan ini menunjukkan prospek perdagangan palawija dan sayuran cukup tinggi baik untuk skala domestik maupun untuk ekspor. Budidaya palawija dan sayuran di Indonesia masih banyak dilakukan secara manual, yang memerlukan banyak waktu dan tenaga. Solusinya adalah penggunaan alat dan mesin pertanian. Salah satu kegiatan penting dalam budidaya palawija dan sayuran adalah pembuatan guludan, yang dapat dilakukan secara manual menggunakan cangkul atau secara mekanis menggunakan mesin pembuat guludan, diantaranya yang lazim digunakan adalah cultivator.
Secara umum, kegiatan pembuatan guludan membutuhkan waktu dan tenaga yang besar. Analisis beban kerja untuk pembuatan guludan dapat dilakukan dengan pendekatan analisis denyut jantung yang kemudian dapat diperoleh nilai beban kerja kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat beban kerja operator pada pembuatan guludan menggunakan cultivator
tipe Te 550 n, dan membandingkan dengan nilai beban kerja untuk pembuatan guludan secara manual.
Cultivator yang digunakan dapat diatur ke dalam tiga posisi stang kemudi, oleh sebab itu untuk mengetahui pengaruh perbedaan posisinya maka subjek penelitian dibagi ke dalam tiga kelompok tinggi. Jumlah subjek penelitian ini adalah sembilan orang yang masing – masing 3 orang masuk ke dalam kelompok A (155 ± 5) cm yang disesuaikan dengan ketinggian cultivator pada posisi stang kemudi bawah (92.2 cm), B(165 ± 5) cm disesuaikan dengan ketinggian cultivator
pada posisi stang kemudi tengah (100.3 cm), dan C (175 ± 5) cm disesuaikan dengan ketinggian cultivator pada posisi stang kemudi atas (110.5 cm).
Pengukuran denyut jantung menggunakan alat Heart Rate Monitor (HRM), dan yang dilakukan pertama kali untuk masing – masing subjek adalah kalibrasi dengan metode step test untuk mengetahui karakteristik subjek dalam menerima suatu beban kerja yang berbeda satu sama lain. Kalibrasi step test menggunakan empat buah siklus langkah, yaitu 15 siklus/menit, 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, 30 siklus
/menit, agar diketahui pengaruh peningkatan beban kerja terhadap laju denyut
jantung. Dari hasil pengukuran dimensi tubuh subjek dan laju denyut jantung pada kalibrasi step test, akan diperoleh sebuah persamaan daya dalam bentuk Y=aX+b, dimana Y merupakan nilai IRHR (Increase Ratio of Heart Rate), dan X merupakan nilai TEC (Total Energy Cost, kkal/menit). Persamaan tersebut berfungsi untuk mengetahui nilai TEC saat bekerja dengan memasukkan nilai IRHR saat bekerja.