• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Beban Kerja Operator Smelter Reduction Operation (SRO) dengan Pendekatan Ergonomi di PT INALUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Beban Kerja Operator Smelter Reduction Operation (SRO) dengan Pendekatan Ergonomi di PT INALUM"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

DAFTAR PUSTAKA

Parson, Ken. 2003. Human Thermal Enviroments. New York: Taylor & Francis

Inc

Sinulingga, Sukaria, 2013. Metode Penelitian. Cetakan III. Medan: USU Press

Sutalaksana, Iftikar Z. 1979. Teknik Perancangan Simtem Kerja. Bandung: ITB Stanton, Neuville dkk. 2005, Handbook of Human Factor and Ergonomics

Methods. London: CRC Press

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: Uniba Press

Wignjosuebroto, Sritomo. 2000. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya: Guna Widya. Yoopat, Pongjan dkk. 2015. Ergonomics in Practice: Physical Workload and

(12)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Ergonomi1

Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan

manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan

Ergonomi atau ergonomics sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu

Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya.

Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dan kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk

buatannya. Disiplin ini berangkat dari kenyataan bahwa manusia memiliki batas-batas kemampuan baik jangka pendek maupun jangka panjang pada saat berhadapan dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya yang berupa

perangkat keras (mesin, peralatan kerja) dan/ atau perangkat lunak (metode kerja, sistem dan prosedur). Dengan demikian, terlihat jelas bahwa ergonomi adalah

suatu keilmuan yang multidisiplin karena mempelajari pengetahuan-pengetahuan dari ilmu kehayatan (kedokteran, biologi), ilmu kejiwaan (psikologi) dan kemasyarakatan (sosiologi).

1

(13)

melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman dan nyaman tidak hanya dalam hubungannya dengan alat, ergonomi juga mencakup pengkajian interaksi antara

manusia dengan unsur-unsur sistem kerja lain, yaitu bahan dan lingkungan. Agar tercapai kondisi tersebut, seharusnya peralatan dan lingkungan

dikondisikan sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia, bukan sebaliknya manusia disesuaikan dengan alat.

3.2. Manusia dan Pekerjaannya

Secara garis besar faktor-faktor yang terlibat dan mempengaruhi

keberhasilan kerja dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok faktor diri (individual) dan faktor-faktor situasional.2

Kelompok faktor diri terdiri dari faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

pekerja sendiri dan seringkali sudah ada sebelum pekerja tersebut memasuki lingkungan kerja tersebut. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah

attitude, sifat, karakteristik fisik, minat, motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, dan lain-lain. Selain pendidikan dan pengalaman, semua faktor di atas tidak dapat diubah.

Sedangkan kelompok faktor-faktor situasional merupakan kelompok faktor luar yang terdiri atas faktor-faktor yang hampir sepenuhnya berada di luar

(14)

Secara garis besar faktor-faktor situasional terbagi kedalam dua subkelompok yaitu faktor-faktor sosial dan keorganisasian dan faktor-faktor

fisik pekerjaan. Dimana faktor-faktor sosial dan keorganisasian ini merupakan suatu kebutuhan non materi yang dibutuhkan oleh pekerja, seperti:

rasa aman, rasa terjamin, ingin prestasinya diketahui dan dihargai orang lain, dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor fisik pekerjaan terdiri dari mesin, peralatan kerja, bahan dan sebagainya.

3.3. Fisiologi

Kriteria fisiologis dari kegiatan manusia biasanya ditentukan berdasarkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan. Usaha untuk menentukan besarnya tenaga yang setepat-tepatnya berdasarkan kriteria ini agak sulit karena perubahan

fisik dari keadaan normal menjadi keadaan fisik yang aktif akan melibatkan beberapa fungsi fisiologis yang lain, seperti tekanan darah, peredaran udara dalam

paru-paru, jumlah oksigen yang digunakan, jumlah karbondioksida yang digunakan, temperatur badan, banyaknya keringat dan komposisi kimia dalam urine darah. Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa kecepatan

jantung dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh tekanan fisiologis, tekanan oleh lingkungan, atau oleh tekanan akibat kerja keras, dimana ketiga

tekanan tersebut sama pengaruhnya. Sehingga apabila kecepatan denyut jantung seseorang meningkat, akan sulit ditentukan apakah akibat kerja, akibat rasa takut atau akibat temperatur ruangan yang terlalu panas.

(15)

tetapi pengukuran ini kurang tepat dibandingkan dengan konsumsi oksigen karena lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor individu, seperti emosi, kondisi fisik,

kelamin, dan lain-lain. Sehubungan dengan pekerjaannya sendiri, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran tenaga selama bekerja,

diantaranya cara melaksanakan kerjanya, kecepatan kerjanya, sikap pekerja, kondisi lingkungan, dan lain-lain.

3.4. Beban Kerja Fisik

Sudut pandang ergonomi menganalisi setiap beban kerja yang diterima

oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik dalam kemampuan fisik, kognitif, maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya dan

sangat tergantung dari tingkat keterampilan, kesegaran jasmani, usia dan ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan.

Beban kerja fisik (physical workload) merupakan beban yang diterima oleh fisik akibat pelaksanaan kerja. Prinsip dasar dalam ergonomic adalah bagaimana agar Demand < Capacity, sehingga perlu diupayakan agar beban kerja

fisik yang diterima tubuh saat bekerja tidak melebihi kapasitas fisik manusia yang bersangkutan. Untuk mengevaluasi suatu pekerjaan berdasarkan

(16)

Beban kerja dari sisi fisiologis dihitung menurut kebutuhan kalori berdasarkan energy yang dikeluarkan selama melakukan aktivitas.

3.5. Denyut Nadi

Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang dapat dipalpasi (diraba) dipermukaan kulit pada tempat-tempat tertentu. Denyut nadi adalah getaran didalam pembuluh darah arteri akibat kontraksi ventrikel kiri

jantung. Denyut nadi yang optimal untuk setiap orang berbeda-beda, tergantung pada saat kapan mengukur denyut nadi (Brahmapurkar, 2012).

Menurut Moeljosoedarma (2008) denyut nadi optimal tenaga kerja tergantung saat kapan mengukur denyut nadi. Jika pengukuran dilakukan setelah bekerja, maka nadi normal pekerja tersebut adalah 90 denyut/menit. Jika denyut

nadi melebihi 90 denyut/menit setelah 5 menit melakukan pekerjaannya, maka dapat disimpulkan bahwa tekanan panas di lingkungan kerja mungkin telah

berlebihan dan oleh karenanya perlu dilakukan evaluasi terhadap lingkungan tempat kerja.

1. Jenis denyut nadi

a. Nadi Istirahat, yaitu denyut nadi sebelum bekerja. b. Nadi sedang bekerja, yaitu denyut nadi selama bekerja.

c. Nadi kerja, yaitu selisih denyut nadi selama kerja dengan denyut nadi sebelum bekerja.

d. Nadi pemulihan, yaitu total angka denyutan dari akhir kerja sampai masa

(17)

2. Nadi Kerja Menurut Tingkat Beban Kerja

Menurut Tarwaka dkk (2004) kategori beban kerja berdasarkan denyut

nadi kerja dibagi atas beban kerja sangat ringan, ringan, sedang, berat, sangat berat dan sangat berat sekali.

3.6. Penilaian Beban Kerja Fisik

Menurut Astrand dan Rodhal, bahwa penilaian beban kerja dapat

dilakukan denga dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode penilaian tidak langsung.

1. Metode Penilaian Langsung

Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan melalui asupan oksigen selama bekerja. Smakin berat beban

kerja akan semakin banyak energi yang diperlikan untuk dikonsumsi. Metode pengukuran asupan oksigen terlihat lebih akurat, namun kenyataannya hanya

dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang mahal. Kategori beban kerja yang didasarkan pada metabolisme, respirasi suhu tubuh dan denyut jantung menurut Christensen dapat dilihat pada

(18)

Tabel 3.1. Konsumsi Energi dan Kategori Beban Kerja Berdasarkan Energi Expenditur

Tingkat Pekerjaan

Energi Expenditur Denyut Jantung Konsumsi Oksigen Kkal/menit Kkal/8 jam Denyut/menit Liter/menit Unduly Heavy >12,5 >6000 >175 >2,5 Sumber : Christensen (1991)

2. Metode Penilaian Tidak Langsung

Metode penilaian tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama bekerja. Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode

untuk menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi adalah telenetri dengan menggunakan rangsangan

electro cardia graph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka dapat dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Kilbon, 1992). Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut:

denyut nadi (denyut/menit) = 10 ������

����� ���� ℎ������� x 60

Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja mempunyai beberapa keuntungan, selain mudah, cepat, sangkil dan murah juga tidak diperlukan peraltan yang mahal serta hasilnya pun cukup reliable

(19)

1. Denyut Nadi Istirahat (DNI) adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai.

2. Denyut Nadi Kerja (DNK) adalah rerata denyut nadi selama bekerja 3. Nadi Kerja (NK) adalah selisih antara denyut nadi istirahat dengan

denyut nadi kerja.

Peningkatan denyut nadi mempunyai peranan yang sangat penting didalam peningkatan cardiat output dari istirahat sampai kerja maksimum.

Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum oleh Rodahl (1989) dalam Tarwaka, dkk (2004:101) didefinisikan

sebagai Heart Rate Reverse (HR Reverse) yang diekspresikan dalam presentase yang dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

%HR Re verse = ���−���

����� −��� X 100

Denyut Nadi Maksimum (DNMax) adalah: (220 – umur) untuk laki-laki dan (200

– umur) untuk perempuan

Grandjean (1993) juga menjelaskan bahwa konsumsi energi sendiri tidak cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik tidak hanya ditentukan oleh jumlah

KJ yang di konsumsi, tetapi juga ditentukan oleh jumlah otot yang terlibat dan meningkatkan deyut nadi. Berdasarkan hal tersebut maka denyut nadi lebih

(20)

salah satu yang sederhana untuk menghitung denyut nadi adalah dengan mersakan denyutan pada arteri radialis di pergelangan tangan.

Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yang didefenisikan oleh Grandjean (1993).

1). Denyut nadi istirahat adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai 2). Denyut nadi kerja adalah rerata denyut nadi selama bekerja

3). Nadi kerja adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi

kerja.

Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting di dalam

peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum tersebut oleh rodhal (1989) didefenisikan sebagai heart rate

reserve (HR reserve). HR reserve tersebut diekspresikan dalam persentase yang dapat dihitung dengan menggunaksn rumus sebagai berikut.

% HR Re serve = ������ ���� ����� −������ ���� ����� ℎ��

������ ���� �������� −������ ���� ����� ℎ�� x100

Lebih lanjut, Manuaba & Vanwonterghem (1996) menentukan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimun karena beban kardiovaskuler (cardivasculair load =

%CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut.

%CVL = 100�(������ ���� ����� −������ ���� ����� ℎ��

(21)

Dimana denyut nadi maksimum adalah (220-umur) untuk laki-laki dan (200-umur) untuk wanita. Dari hasil penghitungan %CVL tersebut kemudian

dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut. < 30% = Tidak terjadi kelelahan

30 s.d. < 60% = Diperlukan perbaikan 60 s.d. < 80% = Kerja dalam waktu singkat 80 s.d. < 100% = Diperlukan tindakan segera

> 100% = Tidak diperbolehkan beraktivitas

Selain cara tersebut diatas cardiovascular strain dapat diestimasi

menggunakan denyut nadi pemulihan atau dikenal dengan metode Brouha. Keuntungan metode ini adalah sama skali tidak mengganggu atau menghentikan pekerjaan, karena pengukuran dilakukan setelah subjek berhenti bekerja. Denyut

nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik menit pertama, kedua dan ketiga (P1, P2, P3). Rerata dari ketiga nilai tersebut dihubungkan dengan total

cadiac cost dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Jika P1 – P3 > 10 atau P1, P2, P3 seluruhnya <90, nadi pemulihan normal 2. Jika rerata P1 yang tercatat < 110 atau P1 - P3 > 10, maka beban kerja

tidak berlebihan

3. Jika P1 – P3 < 10 dan jika P3 > 90, perlu redesain pekerjaan

Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolut denyut nadi pada keterganungan pekerjaan, tingkat kebugaran dan pemaparan lingkungan panas. Jika pemulihan nadi tidak segera tercapai maka diperlukan

(22)

berupa variabel tunggal maupun variabel keseluruhan dari variabel bebas task (tugas), organisasi kerja dan lingkungan kerja yang menyebabkan beban

kerja tambahan.

3.7. Standar Iklim Kerja Panas

Standar iklim kerja panas di Indonesia ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER. 13/MEN/X/2011

tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja.

Tabel 3.2. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia Di Tempat Kerja

Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerjadan Transmigrasi RI no.PER 13/MEN/X/2011

Catatan :

1. Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 kilo kalori/jam. 2. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan kurang

dari 350 kilo kalori/jam.

(23)

3.8. Pengukuran Tekanan Panas

Pengukuran ISBB dilakukan dengan menggunakan Area Heat Stress

Monitor, dimana alat ini dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, dan suhu radiasi (Tarwaka dkk, 2004).

Cara Kerja :

1. Tombol power ditekan

2. Tombol °C atau °F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan

3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola 4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu basah

5. Hasil akan keluar kemudian dicatat

6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan

3.9. Suhu Radiasi3

3

Parsons, K.C, 2003, Human Thermal Environment (London and New York: Taylor & Francis Selain pengaruh dari suhu udara terhadap suhu tubuh manusia, ada hal lain

yang ikut mempengaruhi suhu tubuh manusia yaitu suhu radiasi. Suhu radiasi adalah panas yang beradiasi dari objek yang dapat mengeluarkan panas. Suhu radiasi memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan suhu udara

dalam melepas atau menerima panas dari atau ke lingkungan.

Dalam setiap lingkungan kerja akan terjadi pertukaran panas yang

(24)

Conduction

Dry-bulb temperature-oC

Wet-bulb temperature-oC Effective temperature

Normal scale Velocity of air m/min

Gambar 3.1 Thermal Comfort

3.10. Suhu Udara (T)4

32 5

9 + C

Pada umumnya, sistem sistem termoregulasi tubuh manusia selalu mencoba untuk mempertahankan kestabilan suhu internal (inti) tubuh sekitar

36,1oC hingga 37,2oC => = (97oF hingga 99oF). Suhu inti harus selalu

berada dalam interval tersebut untuk menghindari kerusakan terhadap tubuh dan performansi. Ketika pekerjaan fisik dilakukan, tambahan suhu tubuh akan terjadi. Jika ditambahkan keadaan yang tingkat kelembabannya tinggi terhadap suhu

ambient, maka hasilnya akan mengarah pada kelelahan dan resiko kesehatan.

4

(25)

Tubuh menghasilkan panas melalui metabolisme dan pekerjaan fisik. Untuk menjaga keseimbangan panas internal, tubuh melakukan pertukaran panas

dengan lingkungan dengan empat cara berikut ini. 1. Konveksi

Proses ini tergantung pada perbedaan udara dan suhu kulit. Jika suhu udara lebih panas dari pada kulit, maka kulit akan menyerap panas dari udara, yang dapat dikatakan berarti menambah panas ke tubuh. Akan tetapi, jika suhu

udara lebih dingin dari pada kulit, maka tubuh akan kehilangan panas. 2. Konduksi

Proses ini berkaitan dengan perbedaan suhu dari kulit dan permukaan yang mengenai kontak langsung. Contoh, jika menyentuh sesuatu yang panas, maka kulit akan menerima panas dan mungkin akan mengalami luka bakar.

3. Penguapan

Proses ini tergantung pada perbedaan tekanan uap air dari uap kulit dan uap

air pada lingkungan (atau kelembaban relatif). 4. Radiasi

Proses ini tergantung pada perbedaan termperatur kulit dengan permukaan

pada lingkungan. Contoh, berdiri di bawah pancaran sinar matahari akan membuat kita menerima radiasi dari matahari.

(26)

3.11. Keseimbangan Panas5,6

Heat Stress Netral Cold Stress

Pengaturan suhu atau regulasi termal adalah suatu pengaturan secara

kompleks dari suatu proses fisiologis dimana terjadi kesetimbangan antara produksi panas dengan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat

dipertahankan. Suhu tubuh manusia yang dapat kita raba/rasakan tidak hanya didapat dari metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan. Panas lingkungan yang semakin tinggi akan menyebabkan pengaruh yang semakin besar

terhadap suhu tubuh, sebaliknya jika suhu lingkungan semakin rendah maka semakin banyak panas tubuh yang hilang. Dengan kata lain, terjadi pertukaran

panas antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran masih seimbang, tidak akan menimbulkan gangguan, baik penampilan kerja maupun

kesehatan kerja. Tekanan panas yang berlebihan merupakan beban tambahan yang harus diperhatikan dan diperhitungkan. Keseimbangan panas antara panas yang

dihasilkan dengan panas yang dikeluarkan dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut:

Gambar 3.2 Keseimbangan Panas Antara Panas yang Dihasilkan

dengan Panas yang Dikeluarkan

5

Stanton, Neville. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods (London : CRC Press), hal. 60-2.

6

(27)

3.12. Wet Bulb Globe Temperatur (WBGT)

Metode WBGT merupakan metode yang awalnya dikembangkan oleh

Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) untuk mengidentifikasi korban panas selama pelatihan (Yaglou & Minard, 1957). Metode ini diadopesi oleh dua standar internasional yaitu NIOSH (1972) dan ISO 7243 (1982), dan masih

direkomendasikan sampai sekarang.

Perhitungan nilai WBGT dilakukan dengan persamaan dibawah ini:

WBGT untuk di luar ruangan dengan panas radiasi matahari (outdor) :

WBGT : 0,7Temperatur basah+0,2Temperatur globe+0,1Temperatur kering

WBGT untuk didalam tanpa radiasi matahari ( indoor):

WBGT : 0,7 Temperatur basah + 0,3 Temperatur globe

3.13. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)

Standard Nordic Questionnaire (SNQ) merupakan salah satu alat ukur yang biasa digunakan untuk mengenali sumber penyebab keluhan kelelahan

otot. Melalui Standard Nordic Questionnaire dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak sakit

sampai sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh, maka diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.

(28)

Nordic Questionnaire. Standard Nordic Questionanire dibuat atau disebarkan untuk mengetahui keluhan-keluhan yang dirasakan pekerja akibat

pekerjaanya.

Standard Nordic Questionnaire bersifat subjektif, karena rasa sakit yang dirasakan tergantung pada kondisi fisik masing-masing individu. Keluhan rasa sakit pada bagian tubuh akibat aktivitas kerja tidaklah sama antara satu orang dengan orang lain. Peta tubuh dan keluhan dimensi tubuh dapat

(29)
(30)

3.14. Antropometri7

Data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran, dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang

Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan

“metri” yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh

manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan sebagainya) berat dan yang lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Pengukuran

antropometri bertujuan untuk mengetahui bentuk dimensi tubuh manusia, agar peralatan yang dirancang lebih sesuai dan dapat memberikan rasa nyaman serta menyenangkan saat digunakan.

Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal:

1. Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan lain-lain) 2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools)

dan sebagainya.

3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer, dan lain-lain.

4. Perancangan lingkungan kerja fisik.

(31)

akan mengoperasikan atau menggunakan produk tersebut. Perancang produk harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang

menggunakan produk hasil rancangan tersebut. Kemampuan penyesuaian (adjustability) suatu produk merupakan satu prasyarat yang amat penting dalam

proses perancangannya.

Prinsip-prinsip penggunaan data antropometri bisa disesuaikan dengan ukuran tubuh manusia yang mengoperasikannya, maka terdapat tiga prinsip

dalam penggunaan data antropometri, yaitu:

1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim

Rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi dua sasaran produk yaitu: a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klarifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-

ratanya.

b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas

dari populasi yang ada).

Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara:

a. Ukuran dimensi minimum yang harus ditetapakan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90th,

95th, atau 99th persentil. Contoh konkrit pada kasus ini bisa dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat.

b. Ukuran dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan

(32)

antropometri yang ada. Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk ataupun fasilitas kerja akan menetapkan nilai 5 th

persentil untuk dimensi maksimum dan 95 th untuk dimensi minimumnya.

2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang

ukuran tertentu. Di sini rancangan bisa dirubah- rubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh stiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi

mobil yang mana dalam hal ini letaknya bisa digeser maju/ mundur dan sudut sandarannya pun bisa berubah- rubah sesuai dengan yang diinginkan.

Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5 th sampai denga 95 th persentil.

3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata- rata

Rancangan produk didasarkan terhadap rata- rata ukuran manusia. Problem

pokok yang dihadapi dalam hal ini juga sedikit sekali mereka yang berbeda dalam ukuran rata-rata. Di dalam produk yang dirancang dan dibuat untuk mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang

(33)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. Indonesia Asahan Aluminium di Kuala

Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Asahan yang berjarak ± 110 km dari Medan, Ibukota Provinsi Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2016.

Gambar 4.1. Lokasi PT. Indonesia Asahan Aluminium

4.2. Jenis Penelitian8

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu mengumpulkan

informasi aktual beban kerja, antara lain yaitu data pengukuran denyut nadi, data pengukuran paparan panas terhadap operator, data aktivitas kerja operator, dan

(34)

membuat perbandingan atau evaluasi untuk menetapkan rencana dan usulan redesaign alat.

4.3. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah semua operator Smelter Reduction Operation di PT. Indonesia Asahan Aluminium. Semua operator pengangkat kerak anoda berjenis kelamin laki-laki. Pengamatan dilakukan dengan pengukuran

denyut nadi, temperatur basah, temperatur globe, dan waktu produktif.

4.4. Variabel Penelitian9

1. Variabel independen, yaitu tingkat aktivitas (konsumsi energi) , temperature dan kelelahan operator.

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2. Variabel terikat yaitu beban kerja yang diterima operator

4.5. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2.

(35)

Temperatur Beban Kerja

Gambar 4.2. Kerangka Konseptual Penelitian

4.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dapat di lihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Alat Pengkuran

No Nama alat Gambar Fungsi

1. Area Heat Stress

Monitor Questempo 10

Mengukur suhu Kering, suhu basah dan suhu bola

2 Automatic Digital Blood Pressure Monitor

(36)

Tabel 4.1. Alat Pengkuran (Lanjutan)

No Nama alat Gambar Fungsi

3 Four in One • Untuk mengukur

temperatur udara (oC)

• Untuk mengukur

tingkat kebisingan (dB)

• Untuk mengukur

kelembaban udara (%RH)

Untuk mengukur

tingkat pencahayaan (Lux)

4 Kuisioner SNQ

4.7. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan

pengukuran secara langsung selama penelitian, yaitu data denyut nadi operator, temperatur udara, dan kecepatan udara pada setiap aktivitas proses produksi departemen Smelter Reduction Operation.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan

(37)

berhungan dengan penelitian. Data skunder diperoleh dengan mengumpulkan catatan data instansi sebagai data tambahan, seperti struktur organisasi.

4.8 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Sedangkan sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh operator ACC pada enam stasiun peleburan. Sedangkan sampel yang diambil adalah operator helper Anode Changing di stasiun III dan IV (Pot

Line 2) yang berjumlah 20 orang. Metode pengambilan sampel yang dilakukan adalah random sampling untuk menentukan Pot Line berapa yang akan diteliti dan total sampling untuk operator yang akan diberikan kuesioner serta diukur dimensi anthropometrinya.

4.9. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian untuk melakukan pengumpulan data di PT Indonesia Asahn Aluminium adalah sebagai berikut:

1. Pengamatan pendahuluan di unit produksi PT Indonesia Asahan Aluminium dengan menyebarkan kuesioner keluhan (SNQ) untuk diisi oleh operator.

2. Menyiapkan peralatan pengukuran, yaitu Automatic Digital Blood Pressure Monitor, Four in One dan Area Heat Stress Monitor Questempo 10

3. Melakukan pengukuran denyut nadi, data temperatur basah dan temperatur

(38)

4. Wawancara dan diskusi kepada pihak PT Indonesia Asahan Aluminium mengenai data perusahaan, data jam kerja operator dan informasi yang

berkaitan dengan penelitian.

5. Pengolahan data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan

6. Analisis terhadap hasil pengolahan data.

Prosedur pengumpulan data dapat di lihat pada gambar 4.3.

Persiapan Istirahat

Gambar 4.3 Bagan Prosedur Pengumpulan Data

4.10 Instalasi Peralatan Pengukuran di Smelter Reduction Operation

Pengukuran untuk memperoleh data-data termal, harus mengikuti standar dan ketentuan yang ada. Titik pengukuran pada penelitian ini diambil mengikuti

ASHRAE standard 55 (2004), ACGIH (2007) dan Havenith (2005), suatu titik pengukuran harus mengikuti syarat-syarat berikut:

1. Titik tersebut berada di area kerja operator dan operator cukup lama menghabiskan waktunya dititik tersebut.

2. Terdapat informasi dan laporan operator, terkait dengan ketidaknyamanan yang

dirasakannya, terutama dalam hal heat stress ketika beraktivitas dititik tersebut. 3. Titik tersebut diduga secara kualitatif atau penilaian secara profesional

(39)

operator.

4. Mengenai jumlah titik pengukuran, tidak terdapat angka pasti (minimal,

maksimal, atau range), sehungga jumlah titik pengukuran akan didasarkan pada kondisi tempat kerja.

5. Pada umumnya, radius pengukuran berbentuk lingkaran (horizontal) dan berlaku hingga 5 m disekeliling titik pengukuran.

Titik-titik pengukuran pada departemen Smelter Reduction Operation

dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Legenda

Acc

Port Alumina

Titik Pengukuran

Skala 1 : 100

N

N Mata Angin Operator

Gambar 4.4 Layout Smelter Reduction Operation

4.11. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran maupun dari file record perusahaan diolah secara kuantitafif agar diperoleh gambaran data yang representatif untuk mendukung penyelesaian permasalahan beban kerja Smelter

(40)

Uraian metodologi penelitian disajikan dalam bentuk blok diagram dapat dilihat pada Gambar 4.5.

MULAI

2. Referensi Jurnal Penelitian 3. Langkah-langkah penyelesaian

Identifikasi Masalah Awal

Beban Kerja Berat, sehingga Menyebabkan penurunan waktu produktif

Pengumpulan Data

Analisis dan evaluasi beban Kerja Operator

Kesimpulan dan Saran

SELESAI

(41)

Aktivitas Kerja

1. Perhitungan Konsumsi Energi 2. Perhitungan % CVL

Waktu Kerja

Perhitungan Waktu Produktif Temperatur

Perhitungan Nilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Redesign dengan Data Antropometri Persentasi Keluhan

Kuisoner SNQ

Gambar 4.6 Blok Diagram Pengolahan Data

4.12. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis yang dilakukan adalah analisis beban kerja operator Smelter

Reduction Operation PT Indonesia Asahan Aluminium dengan standar SNI 16-7063-2004 mengenai NAB iklim kerja dengan Indeks Suhu basah dan Bola.

(42)

4.12.1.Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan merupakan langkah terakhir dalam merangkum informasi

ataupun data yang didapatkan dari penelitian yang ada dan pemberian saran untuk penelitian selanjutnya yang bertujuan untuk pengembangan penelitian yang lebih

(43)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data Tingkat Aktivitas Operator

Pengangkat Kerak Anoda

Data tingkat aktivitas yang akan dikumpulkan dan diolah pada penelitian ini adalah data denyut nadi. Data denyut nadi digunakan untuk penilaian secara

langsung menentukan jumlah kebutuhan energi yang dikonsumsi untuk suatu pekerjaan.

5.1.1 Data Pekerja Pengangkat Kerak Anoda

Data pekerja yang diambil adalah data identitas pekerja pada Stasiun 3 dan

4 Potline 2 pada bagian reduction plant PT INALUM. Data pekerja dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Data Pribadi Pekerja Stasiun 3 dan 4 Potline 2 SRO Operator Jenis Kelamin Usia Berat Badan Tinggi Badan

(44)

Tabel 5.1 Data Pribadi Pekerja Stasiun dan 4 Potline 2 SRO (Lanjutan) Operator Jenis Kelamin Usia Berat Badan Tinggi Badan

Operator 16 L 26 63 170

Operator 17 L 26 64 177

Operator 18 L 32 68 178

Operator 19 L 28 75 173

Operator 20 L 26 58 169

5.1.2. Perhitungan Beban Kerja Operator Pengangkat Kerak Anoda

5.1.2.1. Metode Penilaian Secara Langsung

Metode penilaian secara langsung digunakan untuk menentukan jumlah

kebutuhan energi yang dikonsumsi untuk suatu pekerjaan. Persamaan perhitungan jumlah energinya yaitu:

E = 1,80411 − 0,0229038 X + 4,71711 × 10-4 X2 Di mana:

E = Energi (kkal/menit)

X = Kecepatan DNK (Denyut Nadi Kerja) (denyut/menit)

Data yang dikumpulkan untuk perhitungan beban kerja adalah data denyut nadi pekerja yang dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Data Denyut Nadi Pekerja Pengangkat Kerak Anoda

(45)

Tabel 5.2 Data Denyut Nadi Pekerja (Lanjutan)

Dari data diatas dilakukan perhitungan untuk konsumsi energi

masing-masing pekerja. Sebagai contoh, perhitungan konsumsi energi untuk pekerja 1 dimana DNK sebesar 141 adalah sebagai berikut:

E = 1,80411 – 0,0229038 X + 4,71711. 10-4.X2 E = 1,80411 – 0,0229038 (141) + 4,71711.10-4 (141)2 E = 7,952 kkal per menit

Kategori beban kerja untuk pekerja tersbut termasuk dalam beban kerja berat (heavy) karena energi yang dikonsumsi berada di antara 7,5- 10 kkal/menit

berdasarkan Bab III Tabel 3.1.

(46)

Tabel 5.3 Konsumsi Energi Pekerja SRO

Grafik konsumsi energi yang dibutuhkan oleh setiap operator dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1 Energi yang Dibutuhkan Operator

(47)

5.1.2.2. Metode Penilaian Secara Tidak Langsung

Metode penilaian secara tidak langsung dilakukan dengan dua cara

yaitu berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskular (Cardiovascular Load =

%CVL).

Cardiovasculair Load (%CVL) dapat dihitung dengan menggunakan rumus ke 3 pada landasan teori Bab III.

Berikut merupakan salah satu contoh perhitungan %CVL untuk operator SRO sebagai berikut :

Hasil perhitungan %CVL dan klasifikasi beban kerja dapat dilihat pada

Tabel 5.4.

(48)

Tabel 5.4 Nilai %CVL dan Klasifikasi Beban Kerja Operator Pengangkat Kerak Anoda (Lanjutan)

No. Pekerja Umur

Rata-rata 60.558 Kerja dalam waktu singkat

5.2.1. Temperatur (oC)

5.2.2. Temperatur Permukaan Kulit

Pengumpulan data temperatur permukaan kulit dilakukan sebanyak 4 kali

sehari dengan menggunakan alat digital terrnometer. Pengukuran temperatur permukaan kulit dilakukan 30 menit setelah bekerja, 30 sebelum istirahat, 30 sesudah istirahat, 30 menit sebelum selesai bekerja.

Indikator alat ini diposisikan pada lipatan tangan bagian atas. Pemasangan indikator tersebut dilakukan selama 30 detik pada lipatan tangan kanan dan kiri.

(49)

diakibatkan oleh alat ukur. Data rata-rata temperatur kulit dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Data Rata-rata Temperatur Kulit Pekerja (Tsk)

Pekerj

5.2.3. Menghitung Nilai Perpindahan Panas ke Permukaan Kulit

Setelah memperoleh data temperatur permukaan kulit setiap pekerja, data-data tersebut selanjutya diolah dengan menghitung nilai perpindahan panas ke

permukaan kulit. Rumus untuk mengetahui kalor yang merambat ke kulit adalah:

Q= �.�.∆�.�

Dimana:

k =koefisien konduksi besi (79 J/s.m.C)

(50)

∆�

= interval suhu (C)

L = Panjang Besi (165 cm =1,65 m)

Berikut adalah contoh perhitungan perpindahan panas ke kulit.

Q = 79 � 0,38 � (35,55−34,68)� 4

1,65

=

63,31 Joule

Rekapitulasi hasil perhitungan perpindahan panas dapat dilihat pada Tabel 5.6

Tabel 5.6 Nilai Perpindahan Panas ke Permukaan Kulit

Operator

Hasil perhitungan nilai kalor menunjukkan bahwa perpindahan kalor secara konduksi memiliki nilai yang besar. Hal ini diketahui karena besi

(51)

dari alat yang digunakan terhadap tubuh pekerja, sehingga menyebabkan suhu tubuh menjadi meningkat.

5.2.3. Data Temperatur Basah (oC)

Data Temperatur Basah pada 5 titik yang telah ditentukan sebelumnya dan pada setiap titiknya, dilakukan pengukuran pada 3 titik gradien ketinggian yang berbeda-beda. Data rata-rata temperatur basah selama 3 hari di Smelter

Reduction Operation dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Data Rata-rata Temperatur Basah (oC)

Waktu Titik

Temperatur Basah (oC)

(52)

Tabel 5.7 Data Rata-rata Temperatur Basah (oC) (Lanjutan)

Data tersebut selanjutnya dihitung perbedaan hasil pengukuran rata-rata masing-masing gradien ketinggian, seperti yang ditunjukan pada Tabel 5.8.

Waktu Titik

Temperatur Basah (oC)

Ketinggian (m) Rata-rata per titik pengukuran

(53)

Tabel 5.8 Data Rata-rata Ketinggian Temperatur Basah

Grafik Temperatur Basah terhadap waktu pengukuran dan ketinggian dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut ini.

Gambar 5.2 Grafik Temperatur Basah Terhadap Waktu dan Ketinggian

5.2.4. Data Temperatur Globe (oC)

Data Temperatur Globe pada 5 titik yang telah ditentukan sebelumnya dan

pada setiap titiknya, dilakukan pengukuran pada 3 titik gradien ketinggian yang berbeda-beda. Data rata-rata temperatur globe selama 3 hari di Reduction plant

dapat dilihat pada Tabel 5.9.

(54)

Tabel 5.9 Data Rata-rata Temperatur Globe Gradien

Data tersebut selanjutnya dihitung perbedaan hasil pengukuran rata-rata

masing-masing gradien ketinggian, seperti yang ditunjukan pada Tabel 5.10. Waktu Titik

Temperatur Globe (oC) Ketinggian (m)

Rata-rata per titik pengukuran 0.1 1.1 1.7

(55)

Tabel 5.10 Data Rata-rata Ketinggian Temperatur Globe

Grafik Temperatur globe terhadap waktu pengukuran dan ketinggian dapat

dilihat pada Gambar 5.2 berikut ini.

Gambar 5.3 Grafik Temperatur Globe Terhadap Waktu dan Ketinggian

5.2.5. Perhitungan Nilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Perhitungan nilai ISBB dilakukan dengan persamaan dibawah ini:

ISBB untuk di luar ruangan dengan panas radiasi matahari (outdor) :

ISBB : 0,7Temperatur basah+0,2Temperatur globe+0,1Temperatur kering

ISBB untuk didalam tanpa radiasi matahari ( indoor):

(56)

ISBB : 0,7 Temperatur basah + 0,3 Temperatur globe

Perhitungan ISBB pada departemen SRO dilakukan dengan ruangan tanpa radiasi, karena berada pada ruangan tertutup tanpa radiasi dari matahari. Nilai

rata-rata Temperatur Basah, Temperatur Globe dapat di lihat pada Tabel 5.11. Tabel 5.11 Data Suhu Bolah Basah, Temperatur Globe

Titik Ketinggian

Berdasarkan data diatas maka dihitung nilai ISBB untuk titik pertama, ketinggian 0,1 m dengan persamaan:

ISBB : 0,7 Temperatur basah + 0,3 Temperatur globe

ISBB = 0,7 x 30,2 + 0,3 x 40,1 = 33,2 oC

(57)

Tabel 5.12 Rekapitulasi Nilai ISBB pada Semua Titik

5.2.6. Perhitungan Nilai Ambang Batas Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Berdasarkan nilai ISBB rata-rata yang diterima pekerja, maka dapat dilihat nilai ambang batas (threshold limit value) ISBB berdasarkan SNI 16-7063-2004.

Tabel 5.13 Faktor Koreksi ISBB

Proporsi kerja ISBB

Beban Kerja

Work Idle Ringan Sedang Berat

75% 25% 30,6oC 38,0oC 25,9oC 50% 50% 31,4oC 29,4oC 27,9oC 25% 75% 32,2oC 31,1oC 30oC

Jika melihat standar diatas, terlihat bahwa nilai ambang batas ditentukan

(58)

5.3. Perhitungan Proporsi Waktu Kerja dan Waktu Menganggur

Perhitungan Proporsi waktu kerja dan waktu menganggur dilakukan

dengan menggunakan data activity sampling yang dilakukan pada 20 pekerja selama dua hari pengukuran. Seluruh Operator yang bekerja di lantai produksi

bekerja dari pukul 08.00 hingga 16.00 dengan jam istirahat dari pukul 12.00 hingga 13.00. Berdasarkan jam kerja seperti diatas, jumlah populasi penelitian adalah jumlah waktu kerja per 5 menit, tanpa memperhitungkan waktu istirahat.

Jumlah satuan menit dari pukul 08.00-12.00 dan 13.00-16.00 adalah 96 (populasi waktu penelitian). Penentuan jumlah sampel dari populasi menggunakan Slovin,

maka didapatkan.

dengan persamaan diatas maka dapat dihitung jumlah sampel pada pengamatan activity sampling ini adalah:

2

(59)

Tabel 5.14 Proporsi Waktu Kerja dan Waktu Menganggur Operator SRO pada Hari Pertama

(60)

Tabel 5.15 Proporsi Waktu Kerja dan Waktu Menganggur Operator SRO pada Hari Kedua

(61)

5.4. Data Standar Nordic Questioner (SNQ)

Standard Nordic Qustionare adalah kuisioner yang dirancang untuk mengetahui keluhan yang dialami oleh operator Smelter Reduction Operation selama melakukan pekerjaan. Pengumpulan data kuisioner SNQ diberikan kepada

20 operator. Penilaian berdasarkan kuisioner SNQ untuk pembobotan masing-masing kategori berikut :

Tidak sakit : bobot 1

Agak sakit : bobot 2 Sakit : bobot 3

Sangat sakit : bobot 4

Hasil rekapitulasi kuisioner SNQ setelah dilakukan penyebaran kuisioner SNQ untuk 20 operator Smelter Reduction Operation dapat dilihat pada Tabel

(62)

Tabel 5.16 Rakapitulasi Standar Nordic Questioner (SNQ)

Operator Nomor Dimensi Tubuh

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

(63)

5.4.1. Presentase Keluhan Otot Operator dengan SNQ

Setelah dilakukan rekapitulasi skor SNQ pada pengumpulan data kemudian dilakukan perhitungan persentase keluhan yang dirasakan operator

Smelter Reduction Operation pada masing-masing bagian tubuh. Untuk mendapatkan presentase tersebut dapat dicari dengan rumus:

% keluhan dimensi tubuh no = Jumlah bobot keluhan

Jumlah total bobot keluhan x 100%

Contoh :

% Keluhan sakit pada dimensi tubuh 0 = 3+ 3+3+3+3+3+3+3+3

59 x 100%

= 45,76 %

Persentasi keluhan untuk masing-masing dimensi tubuh dapat dilihat pada Tabel 5.17.

Tabel 5.17 Persentase Keluhan Masing-masing Dimensi Tubuh

(64)

Tabel 5.17 Persentase Keluhan Masing-masing Dimensi Tubuh (Lanjutan)

Sebaran keluhan secara keseluruhan yang dirasakan oleh operator dapat dilihat pada histogram pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4 Persentase Keluhan Sakit Dan Sangat Sakit

(65)

5.5. Perancangan dengan Prinsip Anthropometri

5.5.1. Data Dimensi Anthropometri

Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran anthropometri terhadap 20

orang operator Smelter Reduction Operation. Adapun bagian tubuh yang diukur yang berkaitan dengan fasilitas yang akan dirancang adalah sebagai berikut: 1.

TBT: Tinggi Badan Tegak; 2. PLB : Panjang Lengan Bawah; 3. JT: Jangkauan Tangan; 4. DG: Diameter Genggaman. Data hasil pengukuran anthropometri dapat dilihat pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18 Dimensi Anthropometri (Dalam cm) Operator ACC

(66)

5.5.2. Pengolahan Data Anthropometri

5.5.2.1. Perhitungan Nilai Rata-rata, Standar Deviasi, Maksimum dan

Minimum

Persamaan yang digunakan dalam menghitung nilai rata-rata, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum pada masing-masing item

Nilai rata-rata pada data dimensi Tinggi Badan Tegak adalah:

����� − ����= 170 + 168,4 +⋯+ 174,8 20

= 168,4 b. Nilai Minimum dan Maksimum

Nilai minimum dan maksimum adalah nilai terkecil dan terbesar pada data hasil pengukuran setelah data tersebut telah diurutkan.

Contoh :

(67)

c. Nilai Standar Deviasi

Untuk menentukan nilai standar deviasi pada masing-masing pengukuran dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

(

)

Perhitungan nilai rata-rata, nilai standar deviasi, nilai minimum dan maksimum dari hasil pengukuran seluruh dimensi tubuh dapat dilihat pada Tabel

5.19.

5.5.2.2 Uji Keseragaman Data Anthropometri

Uji keseragaman data digunakan untuk pengendalian proses bagian data

karena tidak memenuhi spesifikasi dan untuk menentukan jumlah sampel yang diambil telah cukup.

Untuk menguji keseragaman data, digunakan peta kontrol dengan

(68)

BKB =

Hasil uji keseragaman data pada Tinggi Badan Tegak dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai k=2 sehingga:

BKA =

Grafik pengujian keseragaman untuk dimensi anthropometri Tinggi Badan Tegak dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Sumber: Hasil pengolahan data

Gambar 5.5 Peta Kontrol untuk Dimensi Anthropometri Tinggi Badan Tegak

Dari peta kontrol diatas maka dapat disimpulkan bahwa data hasil anthropometri tinggi badan tegak telah seragam. Hal ini dapat dilihat dari sebaran

(69)

semua data yang berada dalam batas control BKA dan BKB. Dengan cara yang sama seperti diatas, maka hasil uji keseragaman data yang diperoleh pada masing-masing dimensi anthropometri dapat dilihat pada Tabel 5.20.

Tabel 5.20 Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Data Dimensi Anthropometri Operator Sumber: Hasil pengolahan data

Dari hasil pengujian, diperoleh bahwa data pengamatan yang diambil

seluruhnya berada dalam batas kontrol, artinya data pengamatan telah seragam.

5.5.2.3. Uji Kecukupan Data Anthropometri

Uji kecukupan data dilakukan untuk membuktikan bahwa data sampel

yang diambil sudah mewakili populasi. Data tinggi badan tegak (TBT) yang diperlukan untuk uji kecukupan data adalah sebagai berikut:

(70)

�′=

Maka data hasil pengukuran yang dilakukan cukup untuk melakukan perancangan produk. Dengan cara yang sama seperti di atas, maka hasil uji

kecukupan data yang diperoleh pada masing-masing elemen pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5.21.

Tabel 5.21 Uji Kecukupan Data

Dimensi N' N Keterangan

Tinggi Badan Tegak 1,6 20 Cukup

Panjang Lengan Bawah 16 20 Cukup

Jangkauan Tangan 5,8 20 Cukup

Diameter Genggaman 19,7 20 Cukup

Sumber: Hasil pengolahan data

Dari hasil pengolahan data, diperoleh bahwa semua data pada tiap dimensi

(71)

5.5.2.4. Uji Kenormalan Data

Pengolahan uji kenormalan data dilakukan dengan bantuan dari software SPSS 16. Adapun langkah-langkah di dalam pengujian kenormalan data dengan SPPS 16 sebagai berikut:

1. Masukan semua data nilai dimensi pada data view.

2. Masuk ke tampilan variable view, kemudian kolom name di ganti dengan nama dimensi.

3. Pengolahan data :

a. Klik analyze, pilih descriptive statistics, kemudian explore. b. Masukkan semua variabel sebagai dependent variables.

c. Checklist both pada toolbox display.

d. Pilih statistic: checklist descriptive, percentiles, kemudian continue. e. Pilih plots: checklist none pada boxplots, stem dan leaf pada descriptive.

f. Checklist normality plots with test, kemudian continue.

g. Pilih options: checklist exclude cases listwise, kemudian continue.

h. Klik OK. Hasil pengolahan data ditampilkan pada output.

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig. TBT .087 20 .200* .986 20 .985 PLB .129 20 .200* .946 20 .316 JT .119 20 .200* .964 20 .631 DG .180 20 .089 .932 20 .168

Gambar 5.6 Tampilan Output Uji Kenormalan Data dengan

(72)

SPSS menyajikan dua tabel sekaligus, yaitu Analisis Shapiro-Wilk dan Analisis Smirnov. Penentuan hipotesis analisis Kormogorov-Smirnov adalah sebagai berikut:

H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal

Dimana tingkat signifikansi α = 5%

Jika Sig. ≤ α : tolak H0, maka data tidak berdistribusi normal. Adapun output dari uji kenormalan data yang dilakukan diperoleh sebagai

Sig. TBD = 0.200 > α = 0.05 Sig. PLB = 0.200 > α = 0.05

Sig. JT = 0.200> α = 0.05 Sig. DG = 0.089 > α = 0.05

Karena nilai Sig. semua dimensi lebih besar dari α maka keputusannya

adalah terima H0, yang artinya semua data dimensi berdistribusi normal.

5.5.2.5. Perhitungan Persentil

Cara penentuan nilai persentil data anthropometri adalah sebagai berikut. Contoh :

Perhitungan persentil Tinggi Badan Tegak

P 5 = __

X -1.645 (σ) = 168,4-1,645 (5,4) = 159,5

(73)

P 95 = __

X + 1,645 (σ) = 168,4 + 1.645 (5,4) = 177,3

Nilai-nilai persentil ke-5, 50 ,dan 95 untuk seluruh dimensi anthropometri

dapat dilihat pada Tabel 5.22.

Table 5.22 Perhitungan Persentil ke-5, 50, dan 95 untuk Seluruh Dimensi Anthropometri

Sumber: Hasil pengolahan data

5.5.2.6. Perancangan dengan Data Persentil Anthropometri

Pengolahan data untuk menentukan dimensi rancangan fasilitas kerja menggunakan prinsip penggunaan data anthropometri yang ekstrim dengan tujuan

hasil rancangan dapat digunakan dengan nyaman oleh populasi yang ada. Hasil pengolahan data untuk menentukan dimensi rancangan fasilitas kerja adalah

sebagai berikut : 1. Tinggi Tiang

Tinggi tiang yang dirancang disesuaikan dengan dimensi anthropometri

Tinggi Bahu Tegak + Panjang Lengan Bawah dengan nilai persentil 95% yaitu 209,3 cm ≈ 210 cm.

(74)

2. Diameter Tiang

Diameter Tiang yang dirancang disesuaikan dengan dimensi anthropometri Diameter Genggaman dengan nilai persentil 5 % yaitu 5 cm.

3. Jarak Pegangan

Jarak Pegangan yang dirancang disesuaikan dengan dimensi anthropometri

Jangkauan Tangan dengan nilai persentil 5% yaitu 61,7 cm≈ 62 cm. 4. Ukuran sendok 20 x 25 cm.

Alat yang digunakan untuk mengangkat kerak anoda dapat dilihat pada

Gambar 5.7 dan 5.8.

Gambar 5.7 Alat Pengangkat Kerak Anoda

(75)

Rancangan usulan alat pengangkat kerak anoda dapat di lihat pada Gambar 5.9.

(76)

BAB VI

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis dan Pembahasan Tingkat Aktivitas Operator Pengangkat

Kerak Anoda

Dari hasil pengolahan data, bahwa rata-rata dari kategori beban kerja operator Smelter Reduction Operation adalah beban kerja berat. Analisis yang

dilakukan pada tingkat aktivitas adalah untuk melihat pengaruh denyut nadi kerja terhadap konsumsi energi operator Smelter Reduction Operation. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan perhitungan menggunakan analisis statistik, yaitu

regresi kuadratis. Perhitungan tingkat aktivitas dapat di lihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 Tingkat Aktivitas Operator Pengangkat Kerak Anoda

(77)

Tabel 6.1 Tingkat Aktivitas Operator Pengangkat Kerak Anoda (Lanjutan)

Berdasarkan Tabel 6.1 dapat dihitung nilai regresi dan korelasinya untuk mengetahui hubungan atau pengaruh denyut nadi kerja terhadap konsumsi energi

operator pengangkat kerak anoda, seperti yang terlihat pada Tabel 6.2. Tabel 6.2 Pengaruh Denyut Nadi Kerja terhadap Konsumsi Energi

Persamaan Regresi dan Nilai Korelasi

Persamaan R Keterangan

Y = 0,117x – 8,6 0,999 Tinggi

Berdasarkan persamaan regresi antara denyut nadi kerja dan konsumsi energi diperoleh nilai korelasi 0,999. Hal ini menunjukkan bahwa denyut nadi

kerja mempunyai hubungan yang sangat kuat antara denyut nadi kerja dengan konsumsi energi. Semakin besar denyut nadi kerja maka konsumsi energi juga akan semakin besar.

Berdasarkan perhitungan nilai beban kardiovaskular diperoreh nilai rata-rata %CVL adalah 60,558. Hal ini diklasifikasikan beban kerja dalam waktu

(78)

perpindahan panas ke dalam tubuh operator melalui alat yang digunakan untuk mengangkat kerak anoda, dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Perpindahan panas selanjutnya akan dibahas pada nilai ISBB yang ditunjukkan pada sub bab 6.2.

6.2. Analisis Nilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Berdasarkan perhitungan nilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

diperoleh nilai rata-rata sebesar 33,5 oC. Hal ini menunjukkan bahwa iklim kerja di departemen SRO melebihi NAB yang ditetapkan SNI 16-7063-2004. Untuk

beban kerja berat dengan waktu kerja 75 % nilai ISBB yang diperbolehkan adalah 25,9 oC. Rekapitulasi nilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) dapat dilihat pada tabel 6.3.

(79)

Berdasaskan Tabel 6.3 dilakukan perhitungan regresi dan korelasi dari tiap variabel termal terhadap nilai ISBB. Variabel temperatur basah memiliki nilai

korelasi yaitu 0,231 dan temperatur globe yaitu sebesar 0.582. Hal ini menunjukkan bahwa temperatur basah memiliki korelasi lemah (berpengaruh

lemah), sedangkan temperatur globe memiliki korelasi kuat (berpengaruh kuat) terhadap ISBB. Rekapitulasi perhitungan korelasi dari tiap variabel termal ISBB dapat di lihat pada Tabel 6.4.

Tabel 6.4 Rekapitulasi Perhitungan Korelasi Dari Tiap Variabel Termal ISBB

No. Variabel Korelasi HSI

1 Temperatur Basah r = 0,231 2 Temperatur Globe r = 0,582

Perhitungan nilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) digunakan untuk mengetahui parameter iklim kerja. Hal ini menunjukkan bahwa jika temperatur

pada SRO bersuhu tinggi maka nilai ISBB juga semakin besar. Temperatur yang tinggi pada SRO mengakibatkan adanya perpindahan panas ke dalam tubuh operator melalui alat pengangkat kerak anoda. Karena alat pengangkat kerak

(80)

6.3. Analisis Waktu Kerja Operator

Tingkat kinerja operator diidentifikasi melalui persentasi waktu kerja dan

waktu menganggur. Persentase waktu produktif pekerja secara rata-rata sebesar 71,88%. Hal ini menandakan bahwa kinerja operator belum maksimal.

Rekapitulasi waktu produktif operator secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.5. Tabel 6.5. Perhitungan Waktu Produktif Rata-rata

Total Rata-rata Waktu

Kerja

Waktu Menganggur

Total Waktu produktif (%)

61,1 23,9 85 71,88

6.4. Pembahasan Meterial Alat yang digunakan

Alat pengangkat kerak anoda usulan menggunakan material yang terbuat

dari besi dan stainless steel. Sedangkan pegangannya dilapisi dengan karet. Aluminium mempunyai titik lebur 660oC, sehingga pemilihan material yang digunakan sebagai alat pengangkat kerak anoda harus lebih besar dari titik lebur

aluminium. Besi mempunyai titik lebur 1535oC dan berada di atas titik lebur aluminium. Sehingga alat pengangkat kerak anoda diusulkan menggunakan

material besi pada bagian sendok dan tiang sepanjang 80 cm. Titik lebur besi dan aluminium dapat di lihat pada Tabel 6.6.

Tabel 6.6 Titik Lebur Besi dan Aluminium

MELTING POINTS OF THE ELEMENTS

Element Symbol Melting Point (°F) Melting Point (°C)

Aluminum Al 1220 660

Iron Fe 2795 1535

(81)

Stainless steel digunakan sebagai tiang alat pengangkat kerak anoda karena mempunyai konduktivitas termal lebih rendah daripada besi. Hal ini dapat

mereduksi hantaran panas sampai ke kulit operator. Konduktivas termal besi dan stainless steel dapat di lihat pada Tabel 6.7.

Tabel 6.7 Konduktivitas Besi dan Stainless steel

No Jenis logam Nilai konduktivitas termal percobaan (Wm-1K-1)

1 Besi 80

2 Stainless steel 15

Sumber: Irnin Agustina Dwi Astuti, Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika Ke-6 2015.

Material yang digunakan sebagai pelapis pegangan alat pengangkat kerak

anoda adalah karet ebonit. Karet dikenal sebagai bahan yang bersifat isolator, sehingga tujuan dari penggunaan karet ini adalah agar operator dapat

menggunakan alat ini lebih lama. Karet ebonit dapat menghambat hantaran panas terhadap kulit operator. Karet ebonit merupakan bahan yang mempunyai sifat fisik relatif bagus antara lain kuat tarik, ketahanan pukul, kekuatan pada suhu normal,

daya tahan terhadap listrik dan daya tahan terhadap bahan-bahan kimia (Maurya, 1980).

6.5. Analisis Anthropometri

Berdasarkan identifikasi yang dilakukan terhadap kegiatan pengangkatan

kerak anoda, maka diketahui ada beberapa elemen fasilitas kerja yang menyebabkan operator sering membungkuk dan merasa tidak nyaman dalam

(82)

berdasarkan dimensi anthropometri operator yang berkaitan dengan fasilitas kerja yang akan dirancang. Persentil yang digunakan dapat di lihat pada Tabel 6.8.

Table 6.8 Persentil ke-5, 50, dan 95 untuk Seluruh Dimensi Anthropometri No

Dimensi X __ � P5 P50 P95

1 Tinggi Badan Tegak 168,4 5,4 159,5 168,4 177,3 2 Tinggi Siku Berdiri 116,4 5,7 107,0 116,4 125,8 3 Panjang Lengan Bawah 27,4 2,8 22,8 27,4 32,0

4 Jangkauan Tangan 68,8 4,3 61,7 68,8 75,9

5 Diameter Genggaman 3,7 0,4 3,0 3,7 4,4

Sumber: Hasil pengolahan data

Elemen-elemen fasilitas kerja yang dirancang adalah sebagai berikut:

2. Tinggi Tiang

Tinggi tiang yang dirancang disesuaikan dengan dimensi anthropometri Tinggi Bahu Tegak + Panjang Lengan Bawah dengan nilai persentil 95% yaitu

209,3 cm ≈ 210 cm. Karena persentil 95% merupakan nilai ekstrim atas, sehingga operator yang memiliki ukuran paling tinggi tidak membungkuk

untuk mengangkat kerak anoda. 5. Diameter Tiang

Diameter Tiang yang dirancang disesuaikan dengan dimensi anthropometri

Diameter Genggaman dengan nilai persentil 5 % yaitu 3 cm. Karena persentil 5% menggukan nilai ekstrim bawah, sehingga operator yang memiliki ukuran

genggaman paling kecil dapat memegang alat pengangkat kerak anoda. 6. Jarak Pegangan

Jarak Pegangan yang dirancang disesuaikan dengan dimensi anthropometri

(83)

persentil 5% menggunakan nilai ekstrim bawah, sehingga operator yang memiliki ukuran jangkauan tangan yang paling pendek bisa menjangkau

pegangan alat.

Gambar rancangan usulan alat pengangkat kerak anoda dapat dilihat pada

Gambar 6.2.

(84)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis dan pembahasan

yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Kategori beban kerja sebagian besar pekerja termasuk dalam beban kerja berat

dengan rata-rata nilai E = 8,627 kkal/menit dan nilai rata-rata nilai %CVL = 60.558 (Kerja dalam waktu singkat)

2. SNI 16-7063-2004 tentang nilai ambang batas ISBB di tempat kerja untuk

kategori kerja berat adalah 25,9 oC . Sedangkan rata-rata nilai ISBB pada semua titik di depertemen SRO adalah 33,5 oC.

3. Rancangan awal alat pengangkat kerak anoda adalah alat yang tidak

ergonomis, sehingga menyababkan operator merasakan sakit dan sangat sakit pada beberapa dimensi tubuh (persentase SNQ) . Maka, perbaikan untuk alat

pengangkat berdasarkan antropometri adalah sebagai berikut: a. Tinggi Tiang

Tinggi tiang yang dirancang disesuaikan dengan dimensi anthropometri

Tinggi Bahu Tegak + Panjang Lengan Bawah dengan nilai persentil 95% yaitu 209,3 cm ≈ 210 cm.

b. Diameter Tiang

(85)

c. Jarak Pegangan

Jarak Pegangan yang dirancang disesuaikan dengan dimensi

anthropometri Jangkauan Tangan dengan nilai persentil 5% yaitu 61,7 cm≈ 62 cm.

d. Ukuran sendok yaitu 20 x 25 cm.

7.2. Saran

Saran yang diberikan adalah sebagai berikut :

1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk mengembangkan perbaikan rancangan

produk dengan metode yang lain sehingga hasil perbaikan dapat dibandingkan dengan metode lain.

2. Penelitian selanjutnya melakukan uji coba efek psikologis terhadap hasil rancangan terhadap pekerja yang bekerja.

3. Bagi karyawan PT. INALUM khususnya pada departemen Smelter Reduction

(86)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1.Sejarah Perusahaan

Upaya dalam mendayagunakan Sungai Asahan sudah dilakukan pada masa

pemerintahan Hindia Belanda dengan cara pembangunan pembangkit tenaga listrik di aliran sungai Asahan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik

Propinsi Sumatera Utara, tapi karena kebutuhan tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan dengan listrik yang bisa dihasilkan, maka pengerjaannya mengalami kegagalan. Setelah upaya memanfaatkan potensi Sungai Asahan yang mengalir

dari Danau Toba di Propinsi Sumatera Utara ke Selat Malaka itu mengalami kegagalan, pemerintah Republik Indonesia bertekad mewujudkan pembangunan

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di sungai tersebut. Tekad tersebut semakin kuat ketika tahun 1972 pemerintah menerima laporan dari Nippon Koei, sebuah perusahaan konsultan Jepang, tentang studi kelayakan Proyek PLTA dan

Pabrik Peleburan Aluminium. Laporan tersebut menyatakan bahwa PLTA layak dibangun dengan sebuah pabrik peleburan aluminium sebagai pemakai utama dari

listrik yang dihasilkannya.

Dalam rangka mewujudkan tekad tersebut, pada Tahun 1972 Pemerintah Indonesia mengadakan pelelangan terhadap pembangunan proyek PLTA dan

(87)

pelelangan ditutup pada tahun 1973. Hal tersebut terjadi karena proyek ini membutuhkan investasi yang sangat besar.

Pada tanggal 7 Juli 1975 di Tokyo, setelah melalui perundingan yang panjang, pemerintah Republik Indonesia dan 12 Perusahaan Penanam Modal

Jepang menandatangani Perjanjian Induk untuk PLTA dan Pabrik Peleburan Aluminium Asahan yang kemudian dikenal dengan sebutan Proyek Asahan. Kedua belas Perusahaan Penanam Modal Jepang tersebut adalah Sumitomo

Chemical company Ltd., Sumitomo Shoji Kaisha Ltd., Nippon Iwai Co., Ltd., Nichimen Co., Ltd., Showa Denko K.K., Marubeni Copporation, Mitsui

Aluminium Co., Ltd., Mitsui & co., Ltd.

Selanjutnya, untuk penyertaan modal pada perusahaan yang akan didirikan di Jakarta kedua belas Perusahaan Penanam Modal tersebut bersama Pemerintah

Jepang membentuk sebuah perusahaan dengan nama Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd (NAA) yang berkedudukan di Tokyo pada tanggal 25 Nopember 1975.

Pada tanggal 6 Januari 1976, PT Indonesia Asahan Aluminium (PT. INALUM), sebuah perusahaan patungan antara Pemerintah Indonesia dan Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd, didirikan di Jakarta. PT. INALUM adalah perusahaan yang

membangun dan mengoperasikan Proyek Asahan, sesuai dengan Perjanjian Induk. Untuk melaksanakan ketentuan dalam Perjanjian Induk, Pemerintah Indonesia

kemudian mengeluarkan SK Presiden No. 5/1976 yang melandasi terbentuknya Otorita Pengembangan Proyek Asahan sebagai wakil Pemerintah yang bertanggung jawab atas lancarnya pembangunan dan pengembangan Proyek

Gambar

Gambar 4.1. Lokasi PT. Indonesia Asahan Aluminium
Gambar Fungsi Mengukur  suhu Kering,
Gambar Fungsi
Gambar 4.5 Blok Diagram Metodologi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian beban kerja fisik pekerja di bagian tulangan Centrifugal pada saat setelah bekerja (denyut nadi kerja) rata-rata 119,40 denyut/menit ±13,521 (kategori

Kegiatan pengumpulan data beban kerja sesudah menggunakan alat bantu dapat dilihat dalam rekapitulasi pengukuran denyut nadi pada 2 operator di stasiun pencetakan dan pengantaran

Berdasarkan hasil analisis dari pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran untuk operator wanita menunjukkan bahwa 80% konsumsi energi

Pengukuran denyut nadi pemulihan dilakukan untuk memperkuat dugaan mengenai beban kerja fisik yang diterima oleh pekerja perbaikan kapal divisi konstruksi. Hal ini

Pengukuran dimensi mesin SPBU digunakan untuk mendapatkan ukuran kursi operator wanita SPBU yang sesuai dengan posisi operator terhadap mesin SPBU sehingga

Pada pengolahan data beban kerja fisik data yang dikumpulkan adalah perhitungan denyut nadi dengan metode 10 denyut nadi yang diambil pada waktu operator bekerja

Pada pengolahan data beban kerja fisik data yang dikumpulkan adalah perhitungan denyut nadi dengan metode 10 denyut nadi yang diambil pada waktu operator bekerja

Berdasarkan hasil analisis dari pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran untuk operator wanita menunjukkan bahwa 80% konsumsi energi