• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA

AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA

MANUAL DI PT. ASTRA AGRO LESTARI

IRVAN ANGGIT PRADITA

TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Irvan Anggit Pradita

(4)

ABSTRAK

IRVAN ANGGIT PRADITA. Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari. Dibimbing oleh M. Faiz Syuaib.

Kelapa sawit adalah komoditas utama perkebunan di Indonesia. Faktor penting yang harus diperhatikan untuk menghasilkan produk kelapa sawit (CPO dan PKO) yang berkualitas dan maksimal maka harus diperhatikan cara pemanenan manual yang benar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi beban kerja dan energi yang digunakan dalam kegiatan pemanenan, berdasarkan hal tersebut dapat diketahui kapasitas ideal pekerja. Beban kerja dan energi dianalisis berdasarkan pengukuran denyut jantung. Subjek yang diamati berjumlah delapan pekerja yang berumur di bawah 30 tahun dan delapan pekerja berumur lebih dari 30 tahun. Penelitian ini didesain berdasarkan tinggi pohon dan kondisi lahan. Untuk subjek yang berumur > 30 tahun dapat terlihat bahwa laju konsumsi energi pemanenan menggunakan egrek di lahan R2 (6.23 kkal/tandan) mempunyai nilai yang lebih rendah dari pada lahan R3 (7.71 kkal/tandan) begitu juga pada subjek yang berumur < 30 tahun dengan nilai R2 (6.47 kkal/tandan) dan R3 (7.99 kkal/tandan). Kemudian pada pemanenan menggunakan dodos mempunyai laju konsumsi energi juga lebih rendah pada subjek yang berumur > 30 tahun (5.33 kkal/tandan) dibandingkan dengan subjek yang berumur < 30 tahun (5.70 kkal/tandan). Berdasarkan nilai tersebut dapat dilihat bahwa subjek yang berumur < 30 tahun mempunyai laju konsumsi energi (beban kerja) yang lebih besar. Besarnya laju konsumsi energi sangat dipengaruhi oleh keterampilan, sehingga tingkat kejerihan yang dihasilkan akan lebih besar. Dengan semakin besar laju konsumsi energi maka kapasitas ideal yang dihasilkan akan semakin rendah.

Kata kunci: kelapa sawit, laju konsumsi energi, pemanenan

ABSTRACT

IRVAN ANGGIT PRADITA. Analysis of Load and Capacity of Work on Manual Harvesting Activity of Oil Palm in PT. Astra Agro Lestari. Supervised by M. Faiz Syuaib.

Oil palm is one of the main plantation commodities in Indonesia. The important factors that must be considered to produce palm oil (CPO and PKO) with a maximum quality is the manual harvesting method. The aims of this research is to identify the labour work load and energy cost in the harvesting activities, and based on that to find out the ideal working capacity of the harvesting worker. The work load and work energy cost analysis were conducted based on heart rate measurement. Eight workers of under 30 years of age and eight workers of over 30 years of age were observed as the subjects. The tree height and relief of the land were the main working variables which took a place in the experimental design. In the case of subjects aged > 30 years old, it can be seen that the harvesting energy consumption rate using egrek in R2 land (6.23 kcal /stem) has a lower value than the R3 land (7.71 kcal/stem) as well as in the case of subjects aged < 30 years old with a value of R2 (6.47 kcal/stem) and R3 (7.99 kcal/stem). Moreover, the energy consumption rate of harvest activity using dodos is also lower for the subjects aged > 30 years old (5.33 kcal/stem) compared to subjects aged < 30 years old (5.70 kcal/stem). Based on this value, it noteworthly shows that the subject aged < 30 years old has the greater energy consumption rate (work load). The amount of energy consumption rate is highly influenced by the skill level of workers which then resulted a greater fatigue level. Briefly, the greater energy consumption rate, the lower ideal capacity most likely to be generated.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA

AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA

MANUAL DI PT. ASTRA AGRO LESTARI

IRVAN ANGGIT PRADITA

TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari

Nama : Irvan Anggit Pradita NIM : F14090048

Disetujui oleh

Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Desrial, M. Eng Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juni 2012.

Dengan diselesaikannya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua yang selalu memberikan doa, dorongan, dan semangat hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kakakku Nita dan Novi serta adikku Alvin yang selalu memberikan motivasi dan bantuannya selama menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu memberikan bimbingan, masukan, dan saran-sarannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Desrial, M. Eng dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku dosen penguji, atas masukan dan saran-sarannya.

4. Keluarga Bapak Supri selaku kepala kebun yang telah memberikan bantuan selama penelitian berlangsung.

5. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu dan memberikan ijin pelaksanaan penelitian.

6. Happy, Stevy, Ni Wayan, kurnia, Haning, Ilham, Bani selaku teman satu bimbingan yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

7. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin dan Biosistem IPB angkatan 46 (2009) atas kebersamaannya selama di bangku kuliah.

8. Teman-teman (Adem, Adi, Naufal, Aynal, Fansuri, Faiz, Yuni, Fifa, Baiq, Aya) atas perhatian dan semangatnya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Juli 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Kelapa Sawit 2

Ergonomika 6

Kapasitas Fisik 7

Metode Step Test 9

Beban Kerja 9

METODOLOGI PENELITIAN 9

Waktu dan Tempat Penelitian 9

Bahan dan Alat 10

Subjek 10

Metode Penelitian 10

Prosedur Analisis Data 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Penelitian Pendahuluan 20

Kalibrasi Subjek Penelitian (Kalibrasi Step Test) 22

Pengukuran Konsumsi Energi Kerja 31

Menentukan Kapasitas Pemanenan 48

Uji Statistik 56

SIMPULAN DAN SARAN 61

(11)

DAFTAR TABEL

1. Kegiatan dalam proses pemanenan kelapa sawit 13

2. Konversi BME ekivalen ̇O2 berdasarkan luas permukaan tubuh (ml/menit) 17

3. Karakteristik fisik subjek dan nilai BME 23

4. Nilai HR Subjek pada saat istirahat dan step test. 27

5. Nilai IRHRST dan WECST 28

6. Persamaan korelasi nilai IRHRST terhadap WECST 30

7. Parameter Tinggi pohon dan kondisi lahan 31

8. Identifikasi subjek berdasarkan tinggi pohon dan kondisi lahan 32 9. Rata-rata nilai denyut jantung saat aktivitas pemanenan 36

10.Nilai IRHR saat aktivitas pemanenan 39

11.Tingkat Beban Kerja Kualitatif 40

12.Nilai konsumsi energi pada saat pemanenan (WEC) 43 13.Nilai konsumsi energi total pada saat pemanenan (TEC) 44 14.Nilai konsumsi energi pada saat pemanenan yang ternormalisasi (TEC’) 45

15.Uji statistik untuk IRHR 58

16.Uji statistik untuk TEC’ 58 17.Uji statistik untuk konsumsi energi kerja (kkal/tandan) dengan pemanenan

menggunakan egrek 59

18.Uji statistik untuk konsumsi energi kerja (kkal/tandan) dengan pemanenan

menggunakan dodos 59

19.Uji statistik untuk jumlah tandan berdasarkan konsumsi energi per hari

(tandan/hari) dengan menggunakan egrek 60

20.Uji statistik untuk jumlah tandan berdasarkan konsumsi energi per hari

(tandan/hari) dengan menggunakan dodos 60

DAFTAR GAMBAR

1. KKS normal dan KKS tidak normal 4

2. Pemanenan menggunakan dodos dan egrek 6

3. Sensor HRM, Receiver HRM, dan Heart Rate Interface 10

4. Tahapan Penelitian 11

5. Tahapan kalibrasi step test 13

6. Rancangan pengambilan data di PT. Waru Kaltim Plantation 14

7. Rancangan pengambilan data di PT. Pasang Kayu 15

8. Bagan pengolahan data 16

9. Diagram alir perhitungan kapasitas 19

10.Grafik denyut jantung saat Step Test 25

11.Grafik hubungan antara IRHTST dengan WECST 29

12.Elemen kerja pemanenan kelapa sawit 33

(12)

14.Grafik denyut jantung subjek A1 pada U1 dan U5 35 15.Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R2

(egrek) dan R1 (dodos) 50

16.Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R3

(egrek dan R1 (dodos) 50

17.Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R4

(kkal/tandan) 51

18.Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan F3

(kkal/tandan) 51

19.Total laju konsumsi energi (kkal/tandan) 53

20.Kapasitas kerja (tandan/hari dan tandan/jam) 55

DAFTAR LAMPIRAN

1. Time study sheet 64

2. Grafik rekaman HR saat kalibrasi dengan metode step test 65

3. Grafik hubungan antara IRHRST dan WECST 70

4. Garfik rekaman HRwork aktivitas pemanenan 74

5. Total konsumsi energi pada saat pemanenan berdasarkan rata-rata berat

badan (A TEC (kal/menit) 79

6. Waktu baku 80

7. Total laju konsumsi energi(kkal/tandan) 81

8. Kapasitas kerja 82

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada awalnya pembangunan perkebunan kelapa sawit berkembang lambat. Perkebunan kelapa sawit berkembang spektakuler dalam tiga dekade terakhir ini, hal ini didukung oleh temuan dari hasil-hasil penelitian pemuliaan sejak tahun 1960-an, serangga penyerbuk tahun 1970-an, dan pengembangan kultur teknis serta pertumbuhan daya terima konsumen domestik dan dunia atas CPO (Crude Palm Oil) dan produk turunannya. Indonesia yang semula memiliki 199 ribu ha pada tahun 1969 dengan produktivitas hanya 2.5 ton CPO/ha/tahun, sekarang telah memiliki 3.0 juta ha pada tahun 2000 dengan produksi di atas 6.5 juta ton dan produktivitas rata-rata 4.5 ton CPO/ha/tahun (Fauzi 2012).

Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama Indonesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (KPO) ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang terbesar dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Hingga saat ini kelapa sawit telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit hingga menjadi minyak dan produk turunannya. Minyak kelapa sawit juga menghasilkan berbagai produk turunan yang kaya akan manfaat sehingga dapat dimanfaatkan di berbagai industri. Mulai dari industri makanan, farmasi, sampai industri kosmetik. Bahkan limbahnya pun masih dapat dimanfaatkan untuk industri mebel, oleokimia, hingga pakan ternak. Dengan demikian, kelapa sawit memiliki arti penting bagi perekonomian di Indonesia.

(14)

2

Dengan mengetahui besarnya beban kerja pemanen, diharapkan pemanen dapat lebih memperhatikan lagi kenyamanan saat melakukan pekerjaan, sehingga tidak menimbulkan kelelahan bahkan cedera. Pendekatan dengan keilmuan ergonomi dinilai tepat untuk mengkaji permasalahan dan menganalisis tingkat kelelahan pada pekerja panen dengan pendekatan analisis denyut jantung. Penerapan ergonomi dalam kerja diharapkan mampu meningkatkan produktivitas panen melalui peningkatan keselamatan, efektivitas, efisiensi dan kenyamanan kerja.

Peningkatan produktivitas tenaga kerja dapat terjadi apabila terjadi kesesuaian antara kemampuan pekerja dengan pekerjaannya. Apabila tuntutan pekerjaan lebih besar dari pada kemampuan tubuh maka terjadi rasa tidak nyaman, lelah, kecelakaan, cedera, rasa sakit, dan produktivitas menurun. Sedangkan apabila tuntutan pekerjaan lebih kecil dari pada kemampuan tubuh maka terjadi

understress antara lain: kejenuhan, kelesuan, dan kurang produktif. Faktor kemampuan tubuh antara lain: (a) karakteristik seseorang yang berkaitan dengan faktor usia, jenis kelamin, antropometri, pendidikan, pengalaman, status kesehatan, dan kesegaran tubuh, (b) kemampuan fisiologis: kemampuan cardio-vascular, serat otot, dan panca indra, (c) kemampuan psikologi: kemampuan mental, waktu reaksi dan kemampuan adaptasi, dan kestabilan emosi. Dari ketiga faktor tersebut merupakan faktor yang harus diperhatikan dan dianalisis dalam penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian kali ini adalah:

1. Mengetahui laju konsumsi energi yang dibutuhkan pemanen pada setiap elemen proses pemanenan.

2. Mengetahui tingkat beban kerja pada masing-masing tahap proses pemanenan.

3. Menentukan kapasitas kerja ideal pemanenan kelapa sawit.

4. Membandingkan tingkat beban dan kapasitas kerja ideal pada pekerja yang berumur diatas 30 tahun (> 30 tahun) dan dibawah 30 tahun (< 30 tahun).

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

(15)

3 bahkan saat ini telah menempati posisi pertama di dunia. Indonesia adalah negara dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia, yaitu sebesar 34.18% dari luas areal kelapa sawit dunia (Fauzi 2012).

Secara umum, tanaman kelapa sawit tumbuh pada daerah tropis dengan kondisi suhu udara sedang sampai panas dengan kelembaban udara 80% dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm/tahun. Temperatur yang cocok berkisar 22oC–33oC dengan lama penyinaran 6 jam/hari. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dan berbuah sampai ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, namun secara ekonomis tanaman kelapa sawit diusahakan pada daerah sampai ketinggian 400 m dpl. Penanaman kelapa sawit sebaiknya pada daerah dengan kemiringan lereng 0o-2o (21%). Kelapa sawit tumbuh pada beberapa jenis tanah, tetapi tanah yang paling cocok adalah tanah jenis latosol. Tekstur tanah yang baik adalah tekstur lempung atau liat dengan komposisi pasir 20%-60%, debu 10%-40% dan liat 20%-50% dengan lapisan top soil (solum) yang dalam, lebih dari 80 cm serta memiliki pH tanah 4.0-6.0 (Fauzi 2012).

Budidaya kelapa sawit dimulai dari persiapan lahan. Metode yang biasa digunakan dalam persiapan lahan adalah cara mekanis, cara kimiawi, dan cara manual. Cara mekanis adalah membuka lahan dengan menebang seluruh pohon dan semak belukar yang ada lalu sisa-sisanya dibakar tiga hingga empat kali sampai habis, sedangkan cara kimiawi merupakan cara konvensional, cara ini diambil bila kondisi lahan hanya tertutup ilalang. Metode ini dilakukan dangan membasmi gulma atau ilalang dengan pestisida. Selain itu terdapat juga cara manual yang dilakukan dengan peralatan sederhana, dilakukan bila keadaan lahan masih bersih. Cara ini juga sering dipilih jika terjadi keterbatasan dana serta alat mekanis. Kemudian setelah persiapan lahan dilakukan dilanjutkan dengan proses pembibitan. Proses pembibitan ini juga bisa dilakukan bersamaan dengan persiapan lahan.

Pembibitan adalah suatu proses menumbuhkan dan mengembangkan benih menjadi bibit yang siap ditanam. Bibit merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan sesuai standar teknis diharapkan dapat dihasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan pada saat pelaksanaan penanaman. Pembibitan dilakukan dengan metode dua tahap, yaitu pembibitan awal (Pre Nursery), kemudian dipindahkan ke pembibitan utama (Main Nursery). Pada pembibitan Pre Nursery, pembibitan dilakukan selama 3 bulan dengan menggunakan polybag kecil (babybag). Setelah bibit berumur 3 bulan, bibit kemudian dipindahkan ke pembibitan Main Nursery yang dipelihara selama 9 sampai 12 bulan sampai bibit siap untuk ditanam. Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan dalam pembibitan antara lain:

a. Seleksi Kecambah Kelapa Sawit (KKS)

(16)

4

kasar). Seleksi ini bertujuan agar kecambah yang akan ditanam benar-benar tumbuh dengan normal. Berikut ini adalah gambar kecambah kelapa sawit normal dan tidak normal:

(a) (b)

Gambar 1 (a) KKS normal dan (b) KKS tidak normal

Sebelum dilakukan seleksi KKS dilakukan perendaman selama 10 detik terlebih dahulu dengan campuran antara 10 liter air dengan fungisida Dithane M-45 sebanyak satu sendok makan yang diaduk secara merata. Perendaman ini dilakukan untuk memberikan kekebalan pada kecambah selama 30 menit.

b. Pembibitan Awal (Pre Nursery)

Pembibitan awal (pre nursery) merupakan tempat dimana KKS yang sudah diseleksi ditanam, dipelihara sampai umur 3 bulan, yang selanjutnya akan dipindahkan ke pembibitan utama (main nursery). Tanah yang digunakan sebaiknya tanah lapisan atas yang gembur, subur, bersih, banyak mengandung bahan organik dan diambil dari lahan yang bebas dari serangan penyakit yang kemudian diayak/disaring untuk dicampur dengan pupuk Rock Phosphat dengan dosis 375 gr/ 100 kg tanah. Kecambah yang sudah lolos seleksi ditanam ditengah kantong dalam lubang yang dibuat dengan jari sedalam 2 cm dengan posisi plumula berada diatas.

c. Pembibitan Utama (Main Nursery)

(17)

5 Kegiatan selanjutnya adalah pemanenan. Pemanenan adalah kegiatan puncak dalam kegiatan budidaya kelapa sawit. Panen merupakan serangkaian kegiatan mulai dari memotong tandan matang panen sesuai kriteria matang panen, mengumpulkan dan mengutip brondolan serta menyusun tandan buah segar (TBS) di tempat pengumpulan hasil (TPH) dengan brondolannya. Tujuan panen adalah untuk memanen seluruh buah yang sudah matang panen dengan mutu yang baik secara konsisten sehingga potensi produksi minyak dan inti sawit maksimal dapat dicapai.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pemanenan adalah sebagai berikut:

a. Kriteria Matang Panen

Kriteria matang panen adalah syarat kondisi tandan yang ditetapkan untuk layak panen. Matang panen kelapa sawit dapat dilihat secara visual dan secara fisiologi. Secara visual dapat dilihat dari perubahan warna kulit buah menjadi berwarna merah atau orange. Sedangkan secara fisiologi dapat dilihat dari kandungan minyak yang maksimal dan kandungan asam lemak bebas yang minimal (Fauzi 2012). Matang panen juga dapat dilihat dari membrondolnya buah dari tandannya. Jadi dapat dipastikan jika ada brondolan maka buah tersebut telah matang, sehingga brondolan buah ini dapat dijadikan dasar untuk memanen tandan buah.

Pada proses pemanenan kelapa sawit terdapat kriteria buah yang akan dipanen, yaitu:

a. Fraksi 1: setiap satu kg tandan terdapat satu buah brondolan yang jatuh ke tanah.

b. Fraksi 2: setiap satu kg tandan terdapat dua buah brondolan yang jatuh ke tanah.

c. Fraksi 3: setiap satu kg tandan terdapat tiga buah brondolan yang jatuh ke tanah.

Dari ketiga kriteria fraksi tersebut yang dipakai biasanya adalah fraksi 1, selain itu juga ciri buah yang dapat dipanen adalah berwarna merah muda dan terdapat minimal 10 brondolan yang telah jatuh di piringan dan ketiak pelepah daun. Apabila sudah terdapat lebih dari sepuluh brondolan yang jatuh di piringan dan ketiak pelepah daun itu berarti buah sudah busuk atau terdapat lebih dari 75% brondolan yang jatuh ke piringan dan ketiak pelepah daun, sedangkan apabila tidak ada brondolan yang jatuh maka buah tersebut dapat dikatakan buah mentah. Buah yang dapat dipanen adalah buah matang yang telah membrondol secara alamiah, yang ditunjukkan dengan adanya brondolan normal di piringan. Standar ini berlaku untuk kondisi buah yang normal dan sehat.

b. Cara Panen

(18)

6

kuat. Gagang egrek dapat diatur sesuai dengan ketinggian pohon yang akan dipanen buahnya. Pada panen dengan menggunakan alat dodos, pemotongan pelepah (penyangga buah) harus hati-hati, sangat disarankan para pemanen melaksanakan curi buah dan membiarkan 2 – 3 pelepah dibawah buah yang dipanen tetap utuh (tidak dipotong) untuk menjaga jumlah pelepah 56 – 64 pelepah per pohon. Pada panen dengan menggunakan egrek karena pohon sudah tinggi, pemanen terpaksa memotong pelepah di bawah buah yang akan dipanen untuk dapat memotong buah tersebut. Kemudian setelah TBS dipanen segera dikumpulkan dan diangkut ke TPH terdekat. TBS disusun secara rapi di TPH dan disusun berderet lima tandan per baris untuk memudahkan perhitungan. Penyusunan buah di TPH harus dalam keadaan tangkai yang

sudah terpotong/ berbentuk ‘V’ sehingga tidak ada tangkai yang ikut terbawa ke pabrik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan rendemen dari minyak kelapa sawit yang dihasilkan.

(a) (b)

Gambar 2 (a) pemanenan menggunakan dodos dan (b) egrek

c. Rotasi Panen dan Sistem Panen

Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Rotasi panen dianggap baik bila buah tidak lewat matang. Biasanya rotasi ini menggunakan sistem 6/7 yang artinya bahwa 6 kali panen dalam 7 hari.

Sistem panen yang biasa dilakukan di kebun adalah sistem ancak giring dan ancak tetap. Sistem pada ancak giring apabila suatu ancak telah selesai dipanen, pemanenan pindah ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor, dan begitu seterusnya, sedangkan ancak tetap apabila diterapakan pada areal perkebunan yang sempit, topografi terbuka atau curam, dan dengan tahun tanam yang berbeda. Pada sistem ini pemanenan diberi ancak dengan luas tertentu dan tidak berpindah-pindah.

Ergonomika

(19)

7 yang berinteraksi dengan sistem kerja, secara khusus dengan alat/mesin dan lingkungan kerja. Agar didapatkan kecocokan tersebut maka interaksi manusia dan sistem kerja harus berada pada kondisi yang optimal. Apabila tercipta kondisi kerja yang terdapat kesesuaian maka produktivitas kerja akan meningkat. Istilah

‘ergonomi’ berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam). Menurut syuaib (2003) ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia dengan alat, metode, dan lingkunagan dimana mereka melakukan aktivitas agar tercapai kesesuaian yang optimal.

Kajian keilmuan yang cukup dekat dengan kajian ergonomi diantaranya anthtropometri, biomekanik, fisiologi, psikologi, perencanaan kerja, keteknikan, biologi manajemen, fisika dan lain-lain. Fisiologi berkenaan dengan fungsi hidup manusia. Dalam pendekatan ergonomi, fisiologi terutama diperlukan untuk menganalisis kebutuhan dan konsumsi energi pada suatu aktivitas. Fisiologi kerja dalam ergonomik berkenaan dengan kondisi dan reaksi fisiologis yang diakibatkan karena adanya beban atau tekanan (stress) eksternal saat melakukan aktifitas/kerja.

Biomekanik adalah suatu bidang ergonomika yang berhubungan dengan pengukuran dinamik tubuh manusia, yang di antaranya menyangkut selang gerak anggota tubuh, kecepatan gerak, kekuatan dan aspek gerak anggota tubuh lainnya. Dalam sistem otot rangka, otot bekerja menggerakkan tulang untuk berotasi pada sendinya. Sistem ini dapat dideskripsikan menyerupai tuas sederhana, dengan otot umumnya beraksi pada jarak yang relatif pendek dari sendi untuk menghasilkan gaya eksternal pada jarak yang lebih besar. Otot beraksi untuk menghasilkan keuntungan mekanis dengan hanya berkontraksi untuk menghasilkan gerak pada anggota gerak tubuh manusia.

Salah satu disiplin ilmu terapan yang banyak digunakan dalam analisis ergonomi adalah anthropometri. Anthropometri merupakan suatu bidang ergonomika yang menyangkut masalah pengukuran statik manusia. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yaitu anthropos (manusia) dan metron (pengukuran) (Herodian 2007). Data-data anthropometri sering kali digunakan untuk optimasi dimensi berbagai macam alat atau benda yang sering digunakan oleh manusia. Aplikasi anthropometri dalam pendekatan ergonomi diantaranya digunakan untuk perancangan ruang kerja, desain produk yang nyaman bagi pengguna, dan lain sebagainya.

Kapasitas Fisik

(20)

8

C6H1206 + 6O6 6CO2 +6H2O + Energi

Energi yang dihasilkan dari proses pemecahan makanan (C6H1206) tidak langsung digunakan untuk melakukan kerja melainkan melalui suatu proses yang cukup komplek. Menurut Sanders (1993), secara umum konsumsi 1 liter oksigen ekuivalen dengan konsumsi tenaga sebesar 5 kkal.

Pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi cara yang termudah untuk dilakukan adalah pengukuran denyut jantung. Menurut Bridger (2003) denyut jantung meningkat sesuai dengan fungsi dari beban kerja dan konsumsi oksigen. Karena pengukuran denyut jantung lebih mudah untuk dilakukan dibandingkan dengan mengukur dengan metode oksigen, maka pengukuran denyut jantung yang sering digunakan untuk mengukur beban kerja/konsumsi energi.

Menurut Syuaib (2003), fisiologi kerja merupakan salah satu sub disiplin dalam ilmu ergonomika yang mengkaji tentang kondisi/reaksi fisiologi yang disebabkan beban/tekanan eksternal saat melakukan aktivitas kerja. Kajian fisiologi kerja sangat terkait dengan indikator-indikator metabolik, yang diantaranya adalah:

1. Cardiovascular (Denyut Jantung) 2. Respiratory (Pernafasan)

3. Body Temperature (Suhu Tubuh) 4. Muscular Act ( Aktivitas Otot)

Alat yang digunakan untuk mengukur denyut jantung adalah Heart Rate Monitor (HRM). HRM ini adalah alat dengan metode pengukuran yang paling nyaman digunakan untuk mengukur suatu beban kerja fisiologis (physiological strain). Banyak peneliti ergonomika percaya bahwa meningkatnya tingkat laju denyut jantung dapat menunjukan beban kerja baik secara fisik maupun mental, karena terdapat korelasi yang linier terhadap konsumsi energi fisik (physical energy cost). Oleh karena itu sampel data kontinyu dari laju denyut jantung pada suatu aktivitas berguna sebagai indikator dari beban kerja psiko-fisiologis.

Menurut syuaib (2003) terdapat dua macam terminologi beban kerja, yaitu beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja kuantitatif adalah besarnya total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Beban kerja kuantitatif adalah besarnya total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Dalam penelitian ini digunakan terminologi TEC

(Total Energy Cost), BME (Basal Metabolic Energy), dan WEC (Work Energy Cost). TEC adalah energi total yang digunakan oleh seseorang untuk melakukan aktivitas. BME adalah energi yang digunakan oleh seseorang hanya untuk menjalankan proses metabolisme dalam tubuh sehingga BME ini selalu ada walaupun seseorang tidak melakukan pekerjaan. WEC adalah energi yang digunakan oleh seseorang hanya saat melakukan kerja atau dengan kata lain respon energi dari tubuh kita terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang.

(21)

9

Metode Step Test

Pengukuran beban kerja fisik yang paling mudah untuk dilakukan pada kondisi lapang adalah dengan menggunakan parameter atau metode denyut jantung. Namun, pengukuran beban kerja dengan menggunakan metode ini memiliki kelemahan, yaitu denyut jantung berbeda-beda menurut waktu dan individunya, serta denyut jantung tidak saja dipengaruhi oleh kerja fisik akan tetapi juga beban mental sehingga diperlukan metode sistem kalibrasi data yang akurat (Kastaman dan Herodian 1998).

Salah satu metode yang dipergunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung ini adalah dengan mempergunakan metode step test atau metode langkah, selain sepeda dari ergometer. Dengan metode step test, dapat diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku step test dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah karena dapat dilakukan dimana-mana, terutama di lapang, dibandingkan dengan menggunakan sepeda ergometer.

Beban Kerja

Kerja dapat juga diartikan sebagai suatu aktivitas untuk menghasilkan sesuatu. Manusia menggunakan otot mereka hampir untuk seluruh jenis kegiatan atau pekerjaan, otot manusia sendiri memerlukan energi untuk melakukan kerja fisik. Jumlah energi yang dibutuhkan manusia untuk melakukan kerja tergantung dari tingkat pekerjaan yang dikerjakan. Beban kerja fisik dapat dilihat ketika pekerja melakukan pekerjaannya. Semakin besar beban kerja dalam melakukan suatu pekerjaan ditandai dengan kebutuhan energi yang semakin besar pula, dengan demikian sistem pernafasan bergerak lebih cepat, kebutuhan oksigen meningkat, denyut jantung semakin cepat dan terjadi peningkatan panas pada seluruh tubuh (Singleton 1972 diacu dalam Hermana 1999).

Kebutuhan bahan bakar bagi tubuh untuk melakukan gerak disalurkan oleh darah melalui pembuluh-pembuluh darah ke seluruh bagian tubuh. Setiap peningkatan penggunaan tenaga mekanis akan meningkatkan kebutuhan akan bahan bakar, hal ini berarti meningkatkan kerja jantung untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Laju denyut jantung yang tinggi tetapi diikuti oleh konsumsi oksigen yang rendah biasanya akan menunjukan kelelahan pada otot, terutama untuk pekerjaan statis (Zander 1972 dan Sanders 1987 diacu dalam Herodian 1999).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

(22)

10

Kegiatan yang dilakukan meliputi pengambilan data di lapangan, studi pustaka, dan analisis data perhitungan.

Bahan dan Alat

Alat dan perlengkapan yang digunakan meliputi: a. Heart Rate Monitor (HRM)

b. Heart Rate Monitor Interface

c. digital metronome

d. stop watch

e. time study sheet

f. bangku step test

g. alat tulis, perangkat komputer, dan beberapa perlengkapan yang mendukung.

Gambar 3 (a) Sensor HRM, (b) Receiver HRM, dan (c) Heart Rate Interface

Subjek

Subjek yang diukur untuk memperoleh denyut jantung adalah pekerja yang melakukan pekerjaan pemanenan kelapa sawit. Subjek terdiri dari 16 orang yang semuanya berjenis kelamin laki-laki. Dari 16 orang tersebut 8 diantaranya adalah berumur > 30 tahun dan 8 orang pemanen berumur < 30 tahun.

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi beberapa tahap, tahapan itu terdiri dari penelitian pendahuluan, pengambilan data dilapangan, dan pengolahan data. Pengambilan data di lapang bertujuan untuk mendapatkan data primer, meliputi denyut jantung dan beberapa pengukuran fisik tubuh dan kapasitas pemanenan. Sedangkan data sekunder yang diperlukan akan diperoleh melalui literatur, seperti tabel konversi Basal Metabolic Energy (BME) ekuivalen ( ̇O2) berdasarkan luas tubuh (ml/menit). Pengukuran denyut jantung pekerja dilakukan dengan menggunakan HRM. Untuk pengolahan data bertujuan untuk melihat nilai atau hasil beban kerja serta nilai konsumsi energi dalam kkal/tandan dan tandan/hari. Untuk lebih jelas kerangka penelitian yang akan dilakukan ditunjukan pada Gambar 4.

(23)

11

Gambar 4 Tahapan penelitian

Prosedur Analisis Data Observasi Pendahuluan

Observasi pendahuluan ini mempunyai tujuan mengamati proses pemanenan kelapa sawit untuk menyesuaikan metode pengambilan data yang tepat dengan mengamati proses pemanenan hingga pengumpulan buah di TPH (Tempat Pengumpulan Hasil) terdekat. Selain mengamati proses pemanenan juga melakukan wawancara yang berisi tentang keluhan sakit/kecelakaan yang pernah diderita oleh pemanen. Pada tahapan ini akan dipilih 16 orang pemanen, yang terdiri dari 8 orang pemanen yang berumur dibawah 30 tahun (< 30 tahun) dan 8 orang pemanen yang berumur diatas 30 tahun (> 30 tahun). Setelah itu dilakukan

Observasi pendahuluan

(mempelajari kegiatan dan sistem kerja, menyusun metode, pengumpulan data subjek: umur, berat badan, dan tinggi badan)

Mulai

Pengambilan data

(pengukuran denyut jantung saat step testdan saat aktivitas pemanenan)

Pengolahan Data

(perhitungan IRHR, perhitungan BME)

Beban kerja kuantitatif (besar konsumsi energi): - WEC (kkal/menit) - TEC (kkal/menit) -TEC’ (kkal/kg bb.menit) Beban kerja kualitatif

(kejerihan): - IRHR kerja

Analisis dan Kesimpulan

Selesai Kapasitas Kerja: -(kkal/tandan) -(tandan/hari) -(tandan/jam)

(24)

12

pengukuran karakteristik fisik subjek yang meliputi usia, berat badan, dan tinggi badan yang nantinya akan digunakan untuk mengetahui nilai Basal Metabolic Energy (BME).

Pengumpulan Data

Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan alat HRM yang dilengkapi juga dengan stopwatch dan time study sheet yang digunakan untuk mencatat setiap kegiatan yang dilakukan oleh pekerja panen berdasarkan waktu, seperti pada lampiran 1. Alat HRM ini diatur untuk merekam denyut jantung pekerja setiap 5 detik sekali selama pekerja melakukan pemanenan. Heart Rate ini terdiri dari (1) rubber belted electrode, sebagai sensor dan transmitter yang diikatkan pada dada subjek, dan (2) digital data receiver and memory, yang dipasangkan pada pergelangan tangan subjek. Pemasangan rubber belted electrode dan digital data receiver and memory dilakukan sebelum subjek melakukan aktivitas pemanenan. Pengambilan data dilapangan terdiri dari beberapa kegiatan, antara lain:

a. Step Test

Step Test dilakukan dengan cara naik turun bangku setinggi 30 cm (Herodian 1994). Ritme kecepatan langkah yang diukur menggunakan digital metronome yaitu 15 siklus/menit, 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit. Pembebanan tersebut dimulai dari frekuensi yang paling ringan sampai berat. Dalam pengukuran masing-masing frekuensi step test dilakukan selama 5 menit dengan diselingi istirahat selama 5-10 menit. Dengan memperhitungkan faktor-faktor berat badan subjek (w), frekuensi step test (f), dan tinggi bangku step test (h), maka konsumsi energi untuk masing-masing

step test dapat dihitung menggunakan Persamaan 1 (Herodian 2007):

WECST =[w x g x 2f x h] / (4.2x1000) ………….………(1) Keterangan : WECST = Work Energy Cost saat step test (kkal/menit)

w = berat badan (kg) g = percepatan gravitasi h = tinggi bangku step test (m) f = frekuensi step test (siklus/menit)

(25)

13

Gambar 5 Tahapan kalibrasi step test b. Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit

Setelah melakukan step test pekerja panen langsung melakukan aktivitas pemanenan kelapa sawit. Menurut Syuaib et al. (2012), aktivitas pemanenan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kegiatan dalam proses pemanenan kelapa sawit

No Kegiatan Simbol

1 Mencari tandan matang Ve

2 Persiapan alat Pr

3 Memotong tangkai tandan dengan egrek/dodos CuE/CuD

4 Memotong dan menyusun pelepah Ba

5 Memotong tangkai tandan Ck

6 Mengambil brondolan Br

7 Mengangkat buah ke angkong Lo

8 Membawa tandan menggunakan angkong MoAT

9 Mendorong angkong kosong MoA

10 Berjalan MoK

11 Membongkar tandan dari angkong Un

Istirahat (Rest) 1 : 5-10 menit

Step Test 1 : 5 menit, 15 langkah/menit Istirahat (Rest) 2 : 5-10 menit

Step Test 2 : 5 menit, 20 langkah/menit Istirahat (Rest) 3 : 5-10 menit

Istirahat (Rest) 4 : 5-10 menit

Istirahat (Rest) 5 : 5-10 menit

Step Test 3 : 5 menit, 25 langkah/menit

Step Test 4 : 5 menit, 30 langkah/menit Mulai

(26)

14

Untuk pengukuran denyut jantung di PT. Waru Kaltim Plantation dilakukan sampai pemanen melakukan pengumpulan buah ke TPH sebanyak empat kali ulangan untuk pemanenan menggunakan egrek dan satu kali ulangan untuk pemanenan menggunakan dodos dengan kapasitas angkong sampai terisi penuh yang tergantung dari ukuran dan berat kelapa sawit yang dipanen, dengan setiap kali ulangan diselingi istirahat selama ± 10 menit atau sampai kondisi denyut jantung benar-benar dalam kondisi stabil yaitu sekitar 60-80/menit. Setiap ulangan terdiri dari seluruh elemen kerja mulai dari Ve hingga Un di TPH. Adapun rancangan pengambilan data dan diagram alir pengukuran denyut jantung dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Rancangan pengambilan data di PT. Waru Kaltim Plantation Keterangan Gambar 6 :

A1 = umur > 30 tahun ke 1 A2 = umur > 30 tahun ke 2 A3 = umur > 30 tahun ke 3

A4 = umur > 30 tahun ke 4 U1 = pengulangan 1 B1 = umur < 30 tahun ke 1 U2 = pengulangan 2 B2 = umur < 30 tahun ke 2 U3 = pengulangan 3 B3 = umur < 30 tahun ke 3 U4 = pengulangan 4 B4 = umur < 30 tahun ke 4 U5 = pengulangan 5 Pengambilan data denyut jantung di PT. Pasang Kayu di mulai dengan melakukan aktivitas mencari tandan matang, persiapan alat dan memotong tangkai dengan menggunakan egrek terlebih dahulu dalam satu blok kemudian diikuti dengan memotong pelepah dan menyusunnya. Setelah dalam satu blok dipanen semua kemudian dilanjutkan dengan aktivitas mengambil brondolan dan membawa TBS yang di panen ke TPH. Dalam melakukan aktivitas

>30 tahunta

Subjek

<30 tahun

A2 U1 U2 U3 U4 U5

A3 U1 U2 U3 U4 U5

A4 U1 U2 U3 U4 U5

A1 U1 U2 U3 U4 U5

B2 U1 U2 U3 U4 U5

B3 U1 U2 U3 U4

B4 U1 U2 U3 U4 U5

B1 U1 U2 U3 U4 U5

(27)

15 pemanenan juga diselingi istirahat selama ± 10 menit atau sampai kondisi denyut jantung benar-benar dalam kondisi stabil yaitu sekitar 60-80/menit.

Gambar 7 Rancangan pengambilan data di PT. Pasang Kayu Keterangan Gambar 7:

A5 = umur > 30 tahun ke 5 B5 = umur < 30 tahun ke 5 A6 = umur > 30 tahun ke 6 B6 = umur < 30 tahun ke 6 A7 = umur > 30 tahun ke 7 B7 = umur < 30 tahun ke 7 A8 = umur > 30 tahun ke 8 B8 = umur < 30 tahun ke 8

Ve Pr CuE

Mo MoAK

Ck

Selesai Belum

Br MoAT

Un Selesai

Lo Ba >30

Subjek

< 30

(28)

16

Sebagai tambahan, sebaiknya dua jam sebelum melakukan kalibrasi maupun aktivitas pemanenan, subjek diharapkan makan terlebih dahulu dan ketika pengambilan data subjek tidak diperkenankan untuk melakukan pekerjaan lain, seperti: banyak bicara, jalan-jalan, makan maupun minum. Jika hal itu terjadi maka ditakutkan data yang terekam pada HRM kurang baik. Ketika istirahat subjek diusahakan berada ditempat yang teduh dengan posisi senyaman mungkin. Hal ini dilakukan agar proses recovery berlangsung secara optimal.

c. Pengolahan Data

Pada tahap ini dilakukan pengolahan data yang dimulai dengan menghitung nilai BME dan nilai IRHR yang selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung besarnya beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Adapun tahapan pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Bagan pengolahan data

Pengolahan data untuk menghitung nilai BME dilakukan dengan menggunakan data karakteristik fisik dari masing-masing subjek. Pada umumnya setiap individu memiliki karakteristik fisik dan fisiologis yang berbeda-beda, termasuk besarnya BME. Nilai BME dapat dicari dengan mengukur dimensi tubuh (tinggi dan berat badan), selanjutnya diperoleh luasan permukaan tubuh yang kemudian dapat dikonversi kedalam laju konsumsi oksigen ( ̇O2). Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan

persamaan Du’ Bois (Syuaib 2003) pada Persamaan (2):

A = H 0.725 × w0.425 × 0.007246 .…………..……..……(2) Kalibrasi (Metode Step Test)

IRHR WEC

Plot grafik IRHR dan WEC y=ax+b

BME Karakteristik

Subjek

Rata-rata BB

Aktivitas Kerja

Istirahat Pemanenan

IRHR WEC TEC

TEC’

(29)

17 Dimana : A = luas permukaan tubuh (m2)

H = tinggi badan (cm) W = berat badan (kg)

Dari hasil perhitungan luasan tubuh dengan menggunakan Persamaan (2), nilai BME bisa ditentukan dengan menggunakan tabel konversi yang ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2 Konversi BME ekivalen ̇O2 berdasarkan luas permukaan tubuh (ml/menit)

1/100

m2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1.1 136 137 138 140 141 142 143 145 146 147 1.2 148 150 151 152 153 155 156 157 158 159 1.3 161 162 162 164 166 167 168 169 171 172 1.4 173 174 176 177 178 179 181 182 183 184 1.5 186 187 188 189 190 192 193 194 195 197 1.6 198 199 200 202 203 204 205 207 208 209 1.7 210 212 213 214 215 217 218 219 220 221 1.8 223 224 225 226 228 229 230 231 233 234 1.9 235 236 238 239 240 241 243 244 245 246

*) untuk perempuan, nilai ̇O2 harus dikalikan 0.95

Sumber: Syuaib (2003)

Untuk menghindari objektivitas nilai denyut jantung (HR) perlu dinormalisasi agar diperoleh nilai HR yang subjektif karena pada umumnya nilai HR sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor personal, psikologis, dan lingkungan. Untuk menormalisasi nilai denyut jantung maka dilakukan perbandingan antara HR relatif saat kerja terhadap HR pada saat istirahat (Syuaib 2003). Nilai perbandingan HR tersebut dinamakan IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). Perbandingan tersebut dirumuskan sebagai berikut:

IRHR=

Dimana: HR work = Denyut jantung saat melakukan pekerjaan (bpm) HRrest = Denyut janutng saat istirahat (bpm)

Tingkat beban kerja secara kualitatif dapat diketahui dengan melakukan perbandingan denyut jantung maksimal (HRmax) dengan denyut jantung minimal (HRmin) dari masing-masing subjek. Perbandingan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

Tingkat beban kerja kualitatif=

Denyut jantung maksimal (HRmax) dari masing-masing subjek dicari dengan mempertimbangkan umur dan faktor keamanan dari masing-masing subjek. Penggunaan faktor keamanan bertujuan untuk menghindari hal-hal

……….….…. (3)

(30)

18

yang tidak diinginkan (misalnya: pingsan). Besarnya faktor keamanan yang digunakan adalah 90%. Berikut ini adalah persamaan untuk mencari HRmax dari masing-masing subjek:

HRmax= (220 - Umur) x Faktor Keamanan …….……. (5) Setelah mendapatkan nilai IRHR pada saat step test maka dapat diperoleh persamaan hubungan beban kerja dengan nilai IRHR. Untuk mendapatkan nilai beban kerja harus dilakukan perhitungan WECST (Work

Energy Cost Step Test)yaitu energi yang digunakan pada saat step test dengan menggunakan Persamaan (1).

Untuk mengkonversi nilai IRHR menjadi WEC (Work Energy Cost) pada saat melakukan aktivitas yaitu dengan cara membuat fungsi korelasi antara WECST terhadap IRHR. Fungsi korelasi tersebut didapat dari rangkaian kalibrasi step test. Dengan membuat grafik korelasi antara WECST dengan IRHR maka diperoleh persamaan dengan bentuk umum bagi seorang subjek adalah sebagai berikut:

Y= aX + b Dimana: Y = IRHR

X = WEC (kkal/min)

Dengan membalikan persamaan tersebut dengan X (WEC) sebagai daerah hasil maka dengan memasukan nilai IRHR subjek saat melakukan kerja kedalam persamaan korelasi tersebut maka diperoleh nilai daya yang dikeluarkan oleh subjek tersebut. Secara umum setiap orang memiliki karakteristik fisik dan fisiologi yang berbeda dan spesifik. Termasuk didalamnya BME (Basal Metabolic Energy). Oleh karena itu untuk mengetahui energi sebenarnya yang dikeluarkan pada saat melakukan aktivitas kerja tertentu, maka perlu dihitung TEC (Total Energy Cost). Berikut adalah persamaan untuk memperoleh nilai TEC (Total Energy Cost):

TEC = WEC+ BME

Dimana: WEC = Work Energy Cost (kkal/min) TEC = Total Energy Cost (kkal/min) BME = Basal Metabolic Energy (kkal/min)

Karena berat badan seseorang mempengaruhi beban kerja yang diterima, maka untuk mengetahui nilai beban kerja yang sebenarnya yang diterima oleh subjek pada waktu melakukan aktivitas kerja maka pengaruh berat badan harus ditiadakan. Untuk mendapatkan nilai WEC’ (Work Energy Cost per Weight) dapat menggunakan Persamaan (8) sebagai beriku:

TEC’ = TEC / w

Dimana : TEC’ = Total Energy Cost per Weight (kkal / kg.min) TEC = Total Energy Cost (kkal / min)

W = berat badan (kg)

………..... (6)

……….……… (7)

(31)
[image:31.595.109.508.132.348.2]

19 Setelah nilai-nilai beban kerja fisik telah diketahui, maka untuk mendapatkan nilai kapasitas kerja dari masing-masing subjek dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Diagram alir perhitungan kapasitas

A TEC (kkal/menit) dapat dihitung dari TEC’ (kkal/(kg bb.menit)) dengan mengalikan berat badan pada subjek yang melakukan pemanenan pada kondisi lahan dan tinggi pohon yang sama, sehingga akan didapatkan A TEC (kkal/menit). kapasitas kerja dapat dihitung dari A TEC (kkal/menit) dan waktu baku (menit/tandan) dari aktivitas pemanenan kelapa sawit. Besarnya energi yang diperlukan pemanen pada setiap tandannya dapat dihitung dengan Persamaan (9) sebagai berikut:

Energi setiap elemen (kkal/tandan) =

Kapasitas kerja dapat diketahui dengan mencari energi rata-rata yang dibutuhkan dalam setiap harinya berdasarkan AKG. Besarnya kapasitas kerja (tandan/hari) dapat dicari dengan Persamaan (10) sebagai berikut:

Kapasitas kerja (tandan/hari) =

Dengan mengetahui jam kerja pada setiap harinya maka kapasitas kerja (tandan/jam) dapat dihitung dengan mengalikan antara kapasitas kerja (tandan/hari) dengan jam kerja (jam/hari). Adapun persamaan dapat dilihat sebagai berikut:

Kapasitas kerja (tandan/jam) = kapasitas kerja x Jam kerja

Setelah diketahui nilai IRHR, TEC’, dan kapasitas masing-masing subjek, maka perlu dilakukan uji statistik untuk mengetahui apakah variabel yang digunakan berpengaruh atau tidak terhadap model yang digunakan. Uji statistik yang digunakan adalah uji-t. Uji ini berfungsi untuk membuktikan

... (9)

... (10)

….... (11) Aktivitas Pemanenan

A TEC(kkal/menit) Waktu Baku (menit/tandan)

Konsumsi Energi per elemen (kkal/tandan)

Kapasitas Kerja (tandan/hari) Kapasitas Kerja (tandan/jam)

Kapasitas Output Kerja (kkal/hari)

(32)

20

adanya pengaruh perbedaan subjek terhadap beban kerja saat melakukan aktivitas, adapun langkah-langkahnya yaitu:

1. Menentukan hipotesis (H1) dan (H0)

2. Menentukan jumlah subjek (n) baik untuk subjek yang berumur < 30 tahun maupun yang > 30 tahun

3. Menghitung nilai rata-rata ( ) dan standar deviasi (S) untuk subjek yang berumur < 30 tahun maupun yang > 30 tahun

4. Menghitung S gab = √

5. Menghitung nilai t hitung = t = ̅ ̅ √

6. Menentukan titik kritis (t α ; 6), nilai t kritis ditentukan dari hasil hitungan dengan menggunakan tabel (t student table).

7. Kesimpulan, jika - t α ; 6 < t hitung < t α ; 6 maka terima H0 Namun, jika t hitung > t α ; 6 atau t hitung > - t α ; 6 maka tolak H0

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Sebelum mengambil data denyut jantung dari para pemanen dilakukan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengamati kegiatan-kegiatan dan pola kerja yang dilakukan dalam kegiatan pemanenan kelapa sawit. Dengan melakukan pengamatan terlebih dahulu diharapkan dapat menyesuaikan metode pengambilan data yang cocok dalam proses pemanenan sehingga dapat memperkecil kesalahan dalam pengambilan data denyut jantung dari masing-masing pekerja panen. Penelitian pendahuluan ini meliputi pengamatan tentang cara pemanenan kelapa sawit, alat yang digunakan, sistem rotasi pemanen, transportasi menuju ke lahan, lama waktu yang digunakan dalam masing-masing aktivitas pemanenan, dan lain-lain.

(33)

21 tangkai tandan. Berbeda dengan menggunakan dodos yang disarankan pemanen

untuk menggunakan sistem ‘curi buah’ sehingga tidak ada pelepah yang terpotong. Setelah tandan jatuh ke tanah pemanen akan memotong dan menyusun pelepah dilanjutkan dengan mengumpulkan brondolan yang jatuh. Setelah brondolan terkumpul semua kemudian pemanen akan memotong tangkai mepet dengan tandan buah. Pemanen akan meninggalkan tandan buah segar tersebut untuk mencari buah yang matang terlebih dahulu dan memanennya sehingga apabila dirasa cukup untuk satu kapasitas angkong sampai terisi penuh maka pemanen akan mengangkutnya ke tempat pengumpulan hasil (TPH) dengan menggunakan angkong. Sehingga dalam satu kali ke TPH akan membawa beberapa tandan buah segar yang tergantung dari ukuran masing-masing tandan tersebut, kondisi tersebut dilakukan di PT. Waru Kaltim Plantation, sedangkan aktivitas pemanenan di PT. Pasang Kayu di mulai dari mencari tandan matang, persiapan alat dan memotong tangkai dengan menggunakan egrek terlebih dahulu dalam satu blok kemudian diikuti dengan memotong dan menyusun pelepah. Setelah dalam satu blok dipanen semua kemudian dilanjutkan dengan aktivitas mengambil brondolan dan membawa TBS yang di panen ke TPH. Perbedaan kondisi tersebut dikarenakan kebiasaan dari masing-masing tempat yang berbeda dan juga bisa berubah sesuai dengan tingkat kesulitan dari lahan tempat TBS yang akan dipanen.

Berdasarkan pola kerja tersebut maka pengambilan data denyut jantung dimulai dari rumah masing-masing pekerja panen hingga aktivitas pemanenan di lahan yang disesuaikan pada kebiasaan masing-masing tempat. Pada waktu dirumah pekerja panen akan melakukan kalibrasi step test sebelum melakukan aktivitas pemanenan di lahan. Kalibrasi ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara peningkatan denyut jantung dengan peningkatan beban kerja, sehingga data denyut jantung terendah dari masing-masing pemanen akan diketahui dari pengukuran kalibrasi step test tersebut. Di lahan aktivitas sarapan ditiadakan karena dapat mengakibatkan data yang diambil kurang akurat sehingga disarankan pekerja panen untuk makan dua jam sebelum pengukuran berlangsung. Selain itu selama pengukuran pekerja panen juga tidak diperkenankan melakukan pekerjaan lain, seperti: banyak bicara, jalan-jalan, makan maupun minum.

Pemilihan subjek yang akan dihitung beban kerjanya berjenis kelamin laki-laki dengan dengan jumlah 16 orang yang 8 diantaranya berumur > 30 tahun dan 8 orang berumur < 30 tahun. Pemilihan ini secara umum berdasarkan dari kemampuan fisik manusia yang berada pada top performance ketika berusia 25 sampai 35 tahun sedangkan pada umur 35 sampai 40 tahun performance kerja seseorang akan menurun secara bertahap dan akan menurun drastis ketika berumur 40 tahun.

(34)

22

Kalibrasi Subjek Penelitian (Kalibrasi Step test)

Sebelum dilakukan pengukuran denyut jantung dengan menggunakan HRM harus dipastikan bahwa alat benar-benar terpasang tepat didada dan menyuntuh kulit sehingga denyut jantung dari pemanen yang diukur dapat dideteksi secara otomatis oleh sensor yang berada di dada yang akan mengirim (transmitter) data denyut jantung ke receiver yang digunakan pada pergelangan tangan. Pemasangan yang tepat ditandai dengan berkedipnya lambang jantung pada receiver yang dipasang di pergelangan tangan.

Terdapat dua macam terminologi beban kerja, yaitu beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif (kejerihan) (Syuaib 2003). Beban kerja kuantitatif adalah besarnya total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Dalam penelitian ini digunakan terminologi TEC (Total Energy Cost),

BME (Basal Metabolic Energy), dan WEC (Work Energy Cost). TEC adalah energi total yang digunakan oleh seseorang untuk melakukan aktivitas, sedangkan energi yang digunakan oleh seseorang hanya untuk menjalankan proses metabolisme dalam tubuh adalah BME, sehingga BME ini selalu ada walaupun seseorang tidak melakukan pekerjaan. Energi yang digunakan oleh seseorang hanya saat melakukan kerja atau dengan kata lain respon energi dari tubuh kita terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang merupakan nilai dari WEC. Beban kerja kualitatif merupakan suatu indeks yang mengindikasikan berat atau ringan suatu pekerjaan dirasakan oleh seseorang. Beban kerja kualitatif dihitung sebagai rasio relatif suatu beban kerja seseorang sehingga digunakan istilah IRHR

(Increase Ratio of Heart Rate). IRHR merupakan indeks perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktivitas terhadap denyut jantungnya saat beristirahat. Tinggi rendahnya nilai IRHR mencerminkan tingkat beban kerja kualitatif dari suatu aktivitas.

(35)
[image:35.595.110.510.98.409.2]

23 Tabel 3 Karakteristik fisik subjek dan nilai BME

Subjek Usia

(tahun) w (kg) H (cm) A (m 2

) VO2

(ml/menit)

BME (kkal/menit) A1

> 30

53 159 1.55 192 0.96

A2 55 162.6 1.60 198 0.99

A3 62.5 168 1.72 213 1.07

A4 50 151.5 1.46 181 0.91

A5 52 155.8 1.51 187 0.94

A6 55 160.2 1.58 195 0.98

A7 67 162.3 1.73 214 1.07

A8 51 165 1.56 193 0.97

B1

< 30

48 163 1.51 187 0.94

B2 48.5 159.5 1.49 184 0.92

B3 60 170 1.71 212 1.06

B4 54 165.1 1.60 198 0.99

B5 52 160 1.54 190 0.95

B6 48 147.3 1.4 173 0.87

B7 63 161.7 1.68 208 1.04

B8 45 153.1 1.4 173 0.87

Contoh perhitungan luas permukaan tubuh dan BME untuk subjek A3 dan B1: A3, A = H 0.725 × w 0.425 × 0.007246

A = 168 0.725 × 62.5 0.425 × 0.007246 = 1.72 m2 ̇O2 = 213 (Tabel 2)

BME =

= 1.07 kkal/menit

B1, A = H 0.725 × w 0.425 × 0.007246

A = 163 0.725 × 48 0.425 × 0.007246 = 1.51 m2 ̇O2 = 187 (Tabel 2)

BME =

= 0.94 kkal/menit

Berdasarkan nilai BME yang diperoleh dapat diketahui bahwa semakin besar berat badan atau semakin besar tinggi subjek maka akan semakin besar BME-nya. Nilai BME tersebut diperoleh dari masing-masing subjek pekerja panen yang tergantung dari karakteristik fisik subjek antara lain tinggi dan berat badan. Nilai BME yang diperoleh berdasarkan tabel 1 adalah nilai BME ekivalen dengan VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh (ml/min), sehingga perlu adanya konversi ke dalam satuan kkal/menit. Kemudian setelah nilai BME diketahui dari masing-masing subjek dilanjutkan menghitung nilai IRHR, WECST, WECwork,

TEC, serta TEC’.

(36)

24

hingga sampai ke blok yang akan dipanen. Lamanya perjalanan dari rumah ke blok yang akan dipanen tergantung dari lokasi jauh atau tidaknya blok yang akan dipanen tersebut, sehingga ada pekerja panen yang menggunakan motor untuk menuju lokasi blok panen yang jauh.

Salah satu metode yang dipergunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung ini adalah dengan mempergunakan metode step test atau metode langkah. Dengan metode step test, dapat diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku step test dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah karena dapat dilakukan dimana-mana, terutama di lapang.

Tujuan dilakukannya step test ini adalah untuk menganalisa ketidakstabilan denyut jantung, hal ini dikarenakan dalam pengukuran denyut jantung dilapangan tidak hanya dipengaruhi oleh usaha-usaha fisik, melainkan juga oleh kondisi dan tekanan mental. Selain itu, bervariasinya karakter denyut jantung pada setiap orang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan. Dengan metode step test beberapa faktor individual seperti umur, jenis kelamin, berat dan tinggi badan, harus diperhatikan sebagi faktor penting untuk menentukan karakteristik individu yang diukur. Untuk mengetahui beban kerja yang pasti dengan mengkalibrasi antara kurva denyut jantung saat bekerja dengan beban kerja (denyut jantung) yang ditetapkan sebelum bekerja (metode step test).

(37)
[image:37.595.102.510.61.717.2]

25

Gambar 10 Grafik denyut jantung saat Step Test

Keterangan Gambar 10:

R1 : Rest 1

ST1 : Step test 1 (15 langkah/menit)

R2 : Rest 2

ST2 : Step test 2 (20 langkah/menit)

R3 : Rest 3

ST3 : Step test 3 (25 langkah/menit)

R4 : Rest 4

ST4 : Step test 4 (30 langkah/menit)

R5 : Rest 5

Kedua grafik tersebut menunjukkan bahwa pengukuran pada waktu istirahat awal (R1) denyut jantung subjek terlihat naik-turun tidak beraturan, artinya denyut jantung tersebut kurang stabil. Hal ini disebabkan oleh penyesuaian

0 20 40 60 80 100 120 140

0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00

HR

(

d

e

n

y

u

t/

m

e

n

it)

Waktu (menit)

A3

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

HR

(

d

e

n

y

u

t/

m

e

n

it)

Waktu (menit)

(38)

26

subjek dengan pengukuran dan alat ukur yang digunakan. Selain itu, pada step test

pertama (ST1) denyut jantung masih kurang stabil, hal ini dikarenakan subjek juga masih mengalami penyesuaian terhadap langkah kaki dan bunyi digital metronome saat melakukan step test. Namun, seiring berjalannya waktu pengukuran, denyut jantung sudah mulai stabil yang membentuk pola yang diharapkan. Berdasarkan dari gambar diatas dapat terlihat bahwa denyut jantung akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya frekuensi. Hal ini disebabkan karena kelelahan otot dan kebutuhan energi yang semakin meningkat. Lain halnya dengan denyut jantung pada waktu istirahat diantara step test yang lebih rendah. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa denyut jantung saat ST1 lebih rendah dari ST2, denyut jantung saat ST2 lebih rendah dari ST3, dan denyut jantung saat ST3 lebih rendan dari ST4. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa terjadinya kenaikan beban kerja pada subjek tersebut.

Dari masing-masing subjek memiliki peningkatan denyut jantung yang berbeda-beda, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi dari masing-masing subjek, misalnya karakteristik fisik subjek yang meliputi umur, berat badan, tinggi subjek, dan sikap kerja dari tiap-tiap subjek. Selain itu pengalaman dalam bekerja juga dapat mempengaruhi besarnya denyut jantung yang dihasilkan. Dari keseluruhan grafik denyut jantung dapat diketahui bahwa subjek dengan umur > 30 tahun denyut jantungnya lebih rendah dari subjek dengan umur < 30 tahun. Besarnya denyut jantung pada pekerja dengan umur < 30 tahun dapat disebabkan karena tekanan emosional, kelelahan, dan juga pengalaman bekerja yang belum lama. Pada umumnya subjek bekerja dari umur muda sehingga pekerja dengan umur > 30 tahun memiliki pengalaman bekerja yang lebih lama dari pekerja yang berumur < 30 tahun. Sehingga dapat diartikan bahwa pekerja dengan umur > 30 tahun merupakan pekerja berpengalaman sedangkan pekerja dengan umur < 30 tahun merupakan pekerja pemula.

Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan IRHR yang merupakan indeks perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktivitas terhadap denyut jantung saat beristirahat. Untuk mengambil data denyut jantung pada waktu melakukan aktivitas dan istirahat dilakukan dengan mengambil data yang dianggap stabil dalam waktu minimal kurang lebih 30 detik atau 6 data. Untuk pengambilan data denyut jantung pada waktu istirahat biasanya terdapat pada R1 karena subjek belum melakukan suatu aktivitas sehingga denyut jantung akan rendah dari pada R2, R3, R4, dan R5. Tetapi tidak semuanya denyut jantung yang terendah terdapat pada R1, hal ini dikarenakan pada R1 kondisi subjek belum stabil dan masih menyesuaikan dengan kondisi alat sehingga tidak menutup kemungkinan kondisi denyut jantung terendah terdapat pada R2, R3, R4, atau R5. Data denyut jantung pada waktu istirahat diambil dari denyut jantung yang terendah dan stabil. Kemudian untuk data denyut jantung yang digunakan pada waktu melakukan aktivitas pada masing-masing frekuensi step test diambil denyut jantung yang tertinggi dan stabil dengan data denyut jantung yang diambil tidak boleh pada menit-menit awal karena pada menit awal tersebut terjadi proses

(39)
[image:39.595.110.512.226.516.2]

27 Nilai IRHR dari masing-masing subjek berbeda walaupun melakukan aktivitas yang sama. Pada waktu melakukan Step test disetiap frekuensi yang berbeda terdapat waktu untuk istirahat selama 5 menit, hal ini bertujuan untuk menstabilkan denyut jantung subjek menjadi sekitar 60-80 denyut/menit. Pada Tabel 4 denyut jantung pada waktu istirahat (HRrest) khususnya pada subjek B2 denyut jantung lebih rendah dari yang lainnya. Rendahnya kondisi denyut jantung tersebut sangat berkaitan dengan sistem jantung dari subjek yang lebih baik. Berikut ini adalah nilai dari denyut jantung dari masing-masing subjek:

Tabel 4 Nilai HR Subjek pada saat istirahat dan step test

Subjek Usia HRrest HR1 HR 2 HR3 HR4

A1

> 30

68.36 98.14 104.2 112 131.87

A2 58.18 81.44 90.43 96.4 109.78

A3 60.2 89.95 97.25 107.82 121.18

A4 72.56 100.53 102.17 109.42 121.45

A5 62.87 88.56 96.7 104.42 112.25

A6 63.77 87.56 93.3 104.59 119.87

A7 59.15 106.33 115.36 129.67 148.86

A8 60 83.75 90.95 105.61 124.39

B1

< 30

78.68 114.23 126.27 144.35 163.18

B2 53.29 82.64 88.77 99.06 111.42

B3 77.33 110.38 121.55 127.88 146.73

B4 53.78 100.63 113.57 132.78 148.29

B5 58.93 90.53 103.45 116.5 129.56

B6 68.6 97.8 105.75 111.17 132.2

B7 73.07 116.9 134.39 155.17 172.36

B8 61.9 87.77 96.03 108.5 128.54

Untuk mengetahui laju konsumsi energi yang diperlukan dalam melakukan

step test maka dihitung nilai WECST dari masing-masing subjek. Nilai WECST tersebut dihitung dengan pendekatan prinsip tenaga yang diasumsikan subjek berjalan menaiki tangga dengan membawa beban tubuhnya sendiri yang dipengaruhi oleh faktor berat badan, tinggi bangku step test, gaya gravitasi, dan frekuensi yang digunakan dalam kalibrasi step test. Berikut ini contoh perhitungan nilai WECST dari subjek B2:

WECST1 1.02 kkal/menit WECST2

1.36 kkal/menit

WECST3

1.70 kkal/menit

(40)

28

[image:40.595.85.492.220.527.2]

Dari masing-masing subjek terdapat empat buah WECST, dimana satu dengan yang lainnya memiliki nilai yang berbeda. Dari empat frekuensi yang digunakan semakin besar frekuensinya maka nilai WECST juga akan semakin besar. Pengaruh nilai WECST selain dari besarnya frekuensi yang digunakan juga dipengaruhi oleh berat badan dari subjek, sehingga apabila berat badan subjek semakin besar atau gemuk maka nilai WECST yang dihasilkan juga semakin besar pula. Nilai IRHR dan nilai WECST pada masing-masing subjek dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Nilai IRHRST dan WECST

Subjek IRHRST WECST (kkal/menit)

ST1 ST2 ST3 ST4 WECST1 WECST2 WECST3 WECST4 A1 1.44 1.52 1.64 1.93 1.11 1.48 1.86 2.23 A2 1.40 1.55 1.66 1.89 1.16 1.54 1.93 2.31 A3 1.49 1.61 1.79 2.01 1.31 1.75 2.19 2.63

A4 1.39 1.41 1.51 1.67 1.05 1.4 1.75 2.10

A5 1.41 1.54 1.66 1.79 0.99 1.32 1.66 1.99 A6 1.37 1.46 1.64 1.88 1.05 1.40 1.75 2.10 A7 1.80 1.95 2.19 2.52 1.28 1.71 2.13 2.56

A8 1.40 1.52 1.76 2.07 0.97 1.3 1.62 1.95

B1 1.45 1.61 1.84 2.07 1.01 1.34 1.68 2.02

B2 1.55 1.67 1.86 2.09 1.02 1.36 1.7 2.04

B3 1.43 1.57 1.65 1.90 1.26 1.68 2.1 2.52

B4 1.87 2.11 2.47 2.76 1.13 1.51 1.89 2.27

B5 1.54 1.76 1.98 2.2 0.99 1.32 1.66 1.99

B6 1.43 1.54 1.62 1.93 0.92 1.22 1.53 1.83 B7 1.60 1.84 2.12 2.36 1.20 1.61 2.01 2.41 B8 1.42 1.55 1.75 2.08 0.86 1.15 1.43 1.72 Berdasarkan tabel diatas, besarnya nilai IRHRST berbeda-beda dari masing-masing subjek, hal ini dikarenakan setiap subjek memiliki respon beban kerja yang berbeda-beda. Selain itu juga dipengaruhi oleh kemampuan fisiologis yang berkaitan dengan cardio-vaskular (jantung) dari masing-masing subjek.

(41)
[image:41.595.113.506.57.409.2]

29

Gambar 11 Grafik hubungan antara IRHTST dengan WECST

Setiap subjek memiliki grafik dan persamaan yang berbeda karena tergantung dari respon denyut jantung sebagai akibat dari beban kerja yang diterima. Persamaan daya dari masing-masing subjek dapat dilihat dari Tabel 6.

y = 0.3047x + 1.0113 R² = 0.9764

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

IR

HR

WEC ST (kkal/menit)

A4

y = 0.7732x + 0.9896 R² = 0.9984

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

IR

HR

WEC ST (kkal/menit)

(42)
[image:42.595.143.415.102.388.2]

30

Tabel 6 Persamaan korelasi nilai IRHRST terhadap WECST

Subjek Persamaan R2

A1 y = 0.3905x + 0.9838 0.9722 A2 y = 0.3712x + 0.9850 0.9904 A3 y = 0.3761x + 0.9904 0.9948 A4 y = 0.3047x + 1.0113 0.9764 A5 y = 0.3959x + 1.0065 0.9994 A6 y = 0.3997x + 0.967 0.9734 A7 y = 0.5758x + 1.0065 0.9941 A8 y = 0.5239x + 0.9362 0.9519 B1 y = 0.5218x + 0.9619 0.9852 B2 y = 0.5220x + 0.9954 0.9946 B3 y = 0.3415x + 0.9936 0.9882 B4 y = 0.7732x + 0.9896 0.9984 B5 y = 0.6015x + 0.9761 0.9964 B6 y = 0.4713x + 0.9842 0.9694 B7 y = 0.5654x + 0.9675 0.9945 B8 y = 0.5936x + 0.9471 0.9624

Perubahan nilai IRHRST terhadap beban kerja (WECST) dapat dilihat dari kemiringan garis yang berbeda-beda dari tiap subjek. Slope garis dapat dilihat dari nilai a pada persamaan y = ax + b, yang artinya setiap perubahan nilai y disebabkan oleh perubahan a satuan nilai x. Semakin curam kemiringannya maka semakin besar perubahan nilai IRHR terhadap tingkat beban kerja (WEC), dan begitu pula sebaliknya. Jadi penambahan beban sedikit akan menyebabkan peningkatan IRHR yang cukup besar. Nilai slope (a) paling besar tedapat pada subjek B4, yaitu sebesar 0.7732. Hal ini menandakan bahwa penambahan beban

step test dari frekuensi yang berbeda menyebabkan meningkatnya nilai IRHR menjadi lebih berat dari sebelumnya. Nilai b yang dihasilkan dari persamaan diatas umumnya mendekati nilai 1. Nilai b yang bernilai 1 menunjukan bahwa kondisi denyut jantung saat bekerja sama dengan denyut jantung saat istirahat. Ketika nilai x = 0 menunjukan bahwa subjek dala

Gambar

Gambar 1  (a) KKS normal dan (b) KKS tidak normal
Gambar 3 (a)  Sensor HRM, (b) Receiver HRM, dan (c) Heart Rate
Gambar 4 Tahapan penelitian
Tabel 1  Kegiatan dalam proses pemanenan kelapa sawit
+7

Referensi

Dokumen terkait