i
ANALISIS BEBAN KERJA DAN OPTIMASI TATA LAKSANA
KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT
DI PT. SARI LEMBAH SUBUR, RIAU
NIWAYAN DESI PURWANTINI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Beban Kerja dan Optimasi Tata Laksana Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit di PT. Sari Lembah Subur, Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014 Niwayan Desi Purwantini NIM F14090002
ABSTRAK
NIWAYAN DESI PURWANTINI. Analisis Beban Kerja dan Optimasi Tata Laksana Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit di PT Sari Lembah Subur, Riau. Dibimbing oleh M. FAIZ SYUAIB.
Hingga saat ini pemanenan kelapa sawit masih dilakukan secara manual sehingga akan memperbesar kemungkinan timbulnya variasi pada kualitas hasil panen, kelelahan atau cedera fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya laju konsumsi energi, tingkat kejerihan, dan lama waktu pemulihan sehingga dapat didesain tata laksana kerja yang optimal baik dari sisi produktivitas kerja maupun kapasitas kerja pemanen. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan metode pengukuran denyut jantung, waktu baku panen dan produktivitas kerja. Penelitian ini dilakukan pada 8 orang pemanen yang telah diobservasi sebagai subjek yang dikelompokkan berdasarkan umur, variasi kondisi lahan dan penggunaan alat panen. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa laju konsumsi energi panen pada subjek berumur < 30 tahun memiliki laju konsumsi energi yang lebih besar dibandingkan dengan subjek berumur > 30 tahun pada hampir semua kondisi lahan. Berdasarkan variasi kondisi lahan, pemanenan dilahan teras memerlukan laju konsumsi energi yang lebih besar dibandingkan lahan datar. Pemanenan dengan menggunakan egrek membutuhkan laju konsumsi energi yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan dodos. Pelaksanaan panen secara berpasangan menjadi alternatif yang baik untuk kondisi F-B-D, T-K-E dan F-K-E. Pada kondisi F-B-D panen dilakukan secara berpasangan yang terdiri dari 2 orang yang berusia > 30 tahun. Sedangkan untuk kondisi T-K-E dan F-K-E kegiatan panen dilakukan oleh 3 orang yang terdiri dari 1 orang berusia > 30 tahun untuk mengerjakan subsistem 1 dan 2 orang berusia < 30 tahun mengerjakan subsistem 2.
Laju konsumsi energi, pemanenan, kelapa sawit, tata laksana kerja
ABSTRACT
NIWAYAN DESI PURWANTINI. Workload Analysis and Optimization of Harvesting Procedure at Sari Lembah Subur Oil Palm Plantation, Riau. Supervised by M. FAIZ SYUAIB.
Nowdays, oil palm harvesting process is still done manually which led to many variations in quality of harvest, workburden or physical disorder. This study aimed to determine the rate of energy consumption, workburden level and recovery time so that the best procedure of harvesting can be obtanined based on the productivity and labor’s capacity. This research was conducted with heart rate analysis approach, the standard time of harvest and work productivity. This study was conducted at 8 harvesters that have been observed as subjects that grouped by age, variations in topography and the use of harvesting equipment. The result showed that the rate of energy consumption for subjects aged < 30 years was higher than subject aged > 30 years. Based on the topography, harvesting which is done in terraced area required energy consumption rate more than flat area. Based on the using of tools, harvesting which is done using “egrek” have energy consumption rate higher than “dodos”. Working in pairs can be the best alternative for harvesting oil palm in F-B-D, T-K-E and F-KE. At F-B-D condition harvesting activities is done by 2 people aged > 30 years old. Then, at T-K-E and F-K-E, harvesting is conducted by 3 harvesters that consisted of 1 person aged > 30 years for doing the first subsystem and 2 people aged < 30 years for doing the second subsystem.
iii Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
ANALISIS BEBAN KERJA DAN OPTIMASI TATA LAKSANA
KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT
DI PT SARI LEMBAH SUBUR, RIAU
NIWAYAN DESI PURWANTINI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
v Judul Skripsi : Analisis Beban Kerja dan Optimasi Tata Laksana Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit di PT. Sari Lembah Subur, Riau
Nama : Niwayan Desi Purwantini NIM : F14090002
Disetujui oleh
Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Analisis Beban dan Optimasi Tata Laksana Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit di PT. Sari Lembah Subur, Riau dari bulan Februari hingga Juli 2013.
Dengan diselesaikannya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua yang selalu memberikan doa, dorongan, dan semangat hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu memberikan bimbingan, masukan, dan saran-sarannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si dan Dr Liyantono, S.TP, M.Agr selaku dosen penguji, atas masukan dan saran-sarannya.
4. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu dan memberikan ijin pelaksanaan penelitian.
5. Bani, Stevy, Irvan, kurnia, Haning, Ilham, selaku teman satu bimbingan yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
6. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin dan Biosistem IPB angkatan 46 (2009) atas kebersamaannya selama di bangku kuliah.
7. Teman-teman (S01, 3RRR, Ikamusi 46, Kabinet Merah|Muda dan Seni Budaya KM IPB) atas perhatian dan semangatnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Januari 2014 Niwayan Desi Purwantini
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 TINJAUAN PUSTAKA 2Pemanenan Kelapa Sawit 2
METODE 7
Waktu dan Tempat Penelitian 7
Alat 7
Data 7
Subjek 7
Metode Penelitian 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Observasi Pendahuluan 15
Kalibrasi Subjek Penelitian (Kalibrasi Step test) 16
Pengukuran Konsumsi Energi Kerja 20
Menentukan Total Konsumsi Energi Baku Panen dan Waktu Istirahat 29
Analisis Optimasi Tata Laksana Kerja 31
SIMPULAN DAN SARAN 35
Simpulan 35
Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 38
DAFTAR TABEL
1 Kegiatan dalam proses pemanenan kelapa sawit 9 2 Konversi BME ekivalen VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh
(mk/menit) 11
3 Karakteristik fisik subjek dan nilai BME 16
4 Nilai laju denyut jantung (HR) subjek saat step test 18
5 Nilai IRHRST dan WECST` 19
6 Persamaan korelasi nilai IRHRST terhadap WECST 20
7 Parameter faktor lingkungan kerja 21
8 Rata-rata nilai laju denyut jantung pada aktivitas pemanenan kelapa
sawit 23
9 Nilai IRHR pada aktivtas pemanenan kelapa sawit 24
10 Klasifikasi tingkat kejerihan 25
11 Kategori tingkat kejerihan pada masing-masing elemen kerja 25 12 Rata-rata Work Energy Cost (WEC) pada aktivitas pemanenan kelapa
sawit 27
13 Rata-rata Total Energy Cost pada aktivitas pemanenan kelapa sawit 28 14 Rata-rata TEC ternormalisasi (TEC’) pada aktivitas pemanenan kelapa
sawit 29
15 Total energi baku panen kelapa sawit 30
16 Waktu pemulihan pada masing-masing kondisi 31
17 Tabel hasil optimasi tata laksana kerja panen kelapa sawit secara
individu 32
18 Efisiensi untuk masing-masing optimasi tata laksana panen secara
individu 33
19 Tabel distribusi kebutuhan tenaga pada masing-masing sub sistem
panen kelapa sawit 33
20 Tabel hasil optimasi tata laksana kerja panen kelapa sawit secara
berpasangan 34
DAFTAR GAMBAR
1 Panen dengan menggunakan dodos dan pisau dodos 3
2 Panen dengan menggunakan egrek dan pisau egrek 3
3 Diagram alir tahapan penelitian Error! Bookmark not defined.8
4 Rancangan pengumpulan dan pemilihan data 10
5 Bagan pengolahan data 10
6 Diagram alir perhitungan waktu recovery 13
7 Rekaman denyut jantung saat step test 15
8 Contoh Grafik korelasi IRHRST dengan WECST 19
9 Elemen kerja pemanenan kelapa sawit 21
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1 Time study sheet 38
2 Grafik rekaman denyut jantung saat kalibrasi dengan metode step test 39
3 Grafik hubungan antara IRHRST dan WECST 41
4 Grafik rekaman denyut jantung saat melakukan aktivitas pemanenan 43
5 Waktu Baku (Putranti 2012) 46
6 Tabel nilai A TEC (kkal/detik) 47
7 Tabel nilai konsumsi energi baku (kkal/tandan) 48
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanenan kelapa sawit merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memindahkan tandan buah segar (TBS) dari pohon menuju tempat pengumpulan hasil (TPH). Proses ini menjadi titik penting dalam kegiatan budidaya kelapa sawit karena kesuksesan dalam proses panen akan menentukan tinggi rendahnya kualitas CPO (Crude Palm Oil) yang akan dihasilkan. Oleh karena itu parameter-parameter yang berpengaruh dalam proses panen ini perlu mendapat perhatian.
Saat ini kegiatan panen kelapa sawit masih dilakukan secara manual. Pemanenan kelapa sawit dilakukan oleh manusia dibantu dengan alat berupa egrek dan dodos dalam memotong TBS serta angkong untuk mengangkut tandan tersebut ke TPH. Kegiatan ini semakin menantang karena adanya target yang harus dicapai oleh para pemanen yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Terlebih pemanen harus menghadapi tantangan berupa kondisi lahan yang bervariasi seperti lahan teras, rawa atau berbukit yang membuat kegiatan panen menjadi sulit sehingga menaikkan resiko keselamatan kerja, misalnya terkena duri pelepah dan tandan yang jatuh, sampai terjatuh saat mengangkong. Hal ini diketahui dari hasil wawancara kepada 47 pemanen saat Praktik Lapang di PT. Sari Lembah Subur (PT. SLS), Riau (Purwantini 2012). Oleh karena itu produktivitas kerja menjadi variabel yang variatif.
Besar beban kerja dan kapasitas kerja seseorang perlu diketahui untuk melihat produktivitas pemanenan. Pendekatan secara ergonomi menjadi alternatif terbaik mengingat manusia menjadi subjek utama dalam proses panen kelapa sawit. Dengan mengetahui parameter tersebut diharapkan dapat dilakukan efisiensi dalam melakukan kerja sehingga kegiatan yang tidak efektif, memboroskan energi atau terlalu berat dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga pekerja dapat bekerja dalam jangka waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kapasitas kerjanya.
Analisa beban kerja dalam kegiatan pemanenan kelapa sawit dilakukan dengan pendekatan analisis denyut jantung. Dengan pendekatan analisis denyut jantung akan diperoleh nilai beban kerja kualitatif dan kuantitatif sehingga dapat diketahui tingkah kejerihan serta konsumsi energi kerja pada aktivitas panen kelapa sawit. Berdasarkan data-data tersebut dapat dicari waktu pemulihan yang dibutuhkan oleh para pemanen sehingga dapat memeprtahakan kapasitas kerjanya. Optimasi tata laksana kerja juga dilakukan melihat adanya variasi dalam pelaksanaan kegiatan panen.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui besar tingkat kejerihan pada setiap sub-sistem kegiatan panen pada lokasi studi dan kelompok umur yang berbeda (> 30 tahun dan < 30 tahun), besar laju konsumsi energi kerja yang dibutuhkan pemanen pada subsistem kegiatan panen pada lokasi studi dan kelompok umur yang berbeda (> 30 tahun dan < 30 tahun), mengetahui total konsumsi energi kerja yang dibutuhkan untuk memanen kelapa pada lokasi studi dan kelompok umur
yang berbeda, melakukan optimasi tata laksana aktivitas panen pada lokasi studi dan kelompok umur yang berbeda berdasarkan analisis beban kerja dan penentuan waktu istirahat.
TINJAUAN PUSTAKA
Pemanenan Kelapa Sawit
Proses pemanenan adalah kegiatan memotong tandan buah segar dengan menggunakan egrek atau dodos. Tandan buah segar merupakan komoditi utama dari perkebunan kelapa sawit yang nantinya akan diolah menjadi produk lain seperti CPO. Proses pemanenan merupakan proses puncak yang menentukan hasil akhir dari budidaya yang telah dilakukan dan menjadi tolak ukur mutu minyak kelapa sawit yang akan diproduksi. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh subur sudah dapat menghasilkan buah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah rata-rata 20-22 tandan/tahun. Kriteria Matang panen kelapa sawit dapat dilihat secara visual dan secara fisiologi. Secara visual dapat dilihat dari perubahan warna kulit buah menjadi berwarna merah atau orange. Menurut Fauzi et al. (2013) yang diacu pada Pradikta (2013) secara fisiologi kriteria matang panen dapat dilihat dari kandungan minyak yang maksimal dan kandungan asam lemak bebas yang minimal Matang panen juga dapat dilihat dari membrondolnya buah dari tandannya. Jadi dapat dipastikan jika ada brondolan maka buah tersebut telah matang, sehingga brondolan buah ini dapat dijadikan dasar untuk memanen tandan buah.
Pada proses pemanenan kelapa sawit terdapat kriteria buah yang akan dipanen, yaitu:
a. Fraksi 1: setiap satu kg tandan terdapat satu buah brondolan yang jatuh ke tanah.
b. Fraksi 2: setiap satu kg tandan terdapat dua buah brondolan yang jatuh ke tanah.
c. Fraksi 3: setiap satu kg tandan terdapat tiga buah brondolan yang jatuh ke tanah.
Proses pemanenan dimulai dengan melakukan verifkasi kematangan tandan. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahu tingkat kematangan dari suatu tandan adalah dengan melihat seberapa banyak berondolan yang jatuh dari tandan. Sistem tersebut dikenal dengan sistem fraksi. Pada perkebunan PT SLS fraksi yang digunakan adalah fraksi dua. Dengan sistem fraksi ini setidaknya ada 10 berondolan yang telah jatuh ke tanah. Selain menggunakan sistem fraksi, kematangan tandan juga dapat diketahui dengan melihat perubahan warna tandan menjadi orange kemerah-merahan.
Kegiatan panen setelah dilakukannya verifikasi adalah proses pemotongan tandan dengan menggunakan egrek atau dodos. Untuk memudahkan pemanenan, pelepah daun yang menyangga buah dipotong terlebih dahulu dan diatur rapi di tengah gawangan. Pemotongan pelepah juga bertujuan untuk pemeliharaan pohon kelapa sawit agar hanya ada satu pelepah yang menyangga tandan yang belum
3 matang. Aktivitas tersebut dikenal dengan sebutan “songgo satu”. Setelah dilakukan pemotongan tandan, dilakukan perapihan pelepah. Pelepah yang telah jatuh di potong menjadi potongan yang lebih kecil kemudian diletakan di daerah gawangan. Lalu tandan yang telah dipanen, dipotong tangkainya dengan menggunakan kapak “tomasun”. Hal tersebut dilakukan untuk mengoptimalkan rendemen dari TBS. Selanjutnya tandan dan brondolan akan dikumpulkan di TPH (Tempat Pengumpulan Hasil).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pemotongan tandan dilakukan dengan menggunakan alat barupa egrek dan dodos. Penggunaan egrek atau dodos didasarkan pada tinggi tanaman. Dodos digunakan untuk tanaman yang berumur < 7 tahun. Mata dodos memiliki lebar sebesar 14 cm dan panjang 12 cm. Alat ini dipasang pada dengan gagang pipa besi atau tongkat kayu sehingga memiliki panjang total sebesar 1.5 – 3 m.
Gambar 1 (a) Panen dengan menggunakan dodos (b) Pisau dodos
Egrek digunakan untuk memotong tandan pada tanaman yang berumur 7 tahun atau lebih. Pisau egrek berbentuk seperti pisau arit dengan panjang pangkal 20 cm, panjang pisau 45 cm dan sudut lengkung dihitung pada sumbu sebesar 135˚. Alat ini dipasangan pada gagang pipa (fiber) sehingga memiliki panjang 4 - 6 m pada satu sambungan. Gagang pipa ini bisa dipanjangkan hingga 3 sambungan.
Gambar 2 (a) Panen dengan menggunakan egrek (b) Pisau egrek
(a) (b)
(b) (a)
Ergonomi
Ergonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia dengan alat, metode, dan lingkungan dimana mereka melakukan aktivitas agar tercapai kesesuaian yang optimal (Syuaib 2003). Pada dasarnya ergonomi mempelajari interaksi antara manusia dengan sistem kerjanya yang diharapkan terjadi kecocokan agar manusia dapat bekerja secara aman, sehat dan nyaman. Agar kecocokan tersebut tercapai, interaksi manusia dan sistem kerja harus berada pada kondisi optimal sehingga produktifitas kerja akan meningkat.
Ergonomi pada dasarnya mermbutuhkan kajian multidisiplin yang secara langsung ataupun tidak, mendukung dan dapat dijadikan sumber informasi. Kajian keilmuan yang mendukung studi ergonomika ini dia antaranya Antropomerti, Biomekanik, Fisiologi, Psikologi dan lingkungan (sosial).
Fisiologi berkenaan dengan fungsi hidup manusia. Dalam pendekatan Ergonomi, fisiologi terutama diperlukan untuk menganalisis kebutuhan dan konsumsi energi (Energy Cost) pada suatu aktifitas. Fisiologi kerja dalam Ergonomi berkenaan dengan kondisi dan reaksi fisiologis yang diakibatkan karena adanya beban atau tekanan (stress) eksternal saat melakukan suatu aktifitas/kerja. Menurut Syuaib (2003) kajian fisiologi kerja sangat terkait dengan beberapa indikator metabolik seperti denyut jantung (Cardiovascular),pernafasan (Respiratory), suhu tubuh (Body Temperature) dan aktifitas otot (Muscular Act).
Beban Kerja
Beban kerja merupakan beban seseorang ketika melakukan pekerjaan tertentu. Otot manusia memerlukan energi untuk melakukan kerja fisik. Dalam tubuh kita terdapat sistem yang mampu mengubah energi kimia yang terkandung di dalam makanan menjadi energi dan panas. Panas sebagian besar dipergunakan untuk mempertahakan suhu tubuh. Oksigen yang diperlukan untuk proses oksidasi diambil dari udara dengan bernafas dan diedarkan oleh darah ke alat gerak.
Rasyani dalam Pramana (2009) menjelaskan bahwa beban kerja akan diketahui saat subjek menanggapi kerja dengan memberikan respon seperti denyut jantung yang tinggi atau keluarnya keringat. Apabila beban kerja meningkat, maka produksi energi juga harus meningkat, volume pernafasan meningkat akibat kebutuhan oksigen yang juga meningkat, denyut jantung untuk penyaluran oksigen meningka dan keringat yang dikeluarkanuntuk penyaluran panas juga meningkat. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengkaji beban kerja adalah pendekatan denyut jantung. Menurut Bridger (2003) denyut jantung meningkat sesuai fungsi dari beban kerja dan konsumsi oksigen. Hal ini terkait dengan proses oksidasi karbohidrat, yaitu:
C6H12O6 + O2 CO2 +H2O + Energi
Jumlah denyutan jantung merupakan petunjuk besar-kecilnya beban kerja. Beban kerja ini menentukan berapa lama seseorang dapat bekerja sesuai dengan kapasitas kerjanya. Menurut Suma’mur (1996) dalam Rasyani (2001) makin besar beban, makin pendek waktu seseorang dapat bekerja tanpa kelelahan atau gangguan.
5 Menurut Syuaib (2003), untuk merepresentasikan beban kerja melalui pendekatan denyut jantung, terdapat dua terminologi beban kerja yang dapat dijadikan acuan, yaitu beban kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja kuantitatif adalah besar total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktifitas sedangkan beban kerja kualitatif adalah suatu indeks yang mengindikasikan berat atau ringan suatu pekerjaan dirasakan oleh subjek. Dalam penelitian ini digunakan IRHR (Increase Rate of Heart Rate) yang merupakan suatu indeks dari peningkatan denyut jantung relatif terhadap peningkatan beban kerja.
Metode Step Test
Pengukuran beban fisik dengan pengukuran denyut jantung merupakan cara termudah untuk dilakukan dalam kondisi lapang. Namun pengukuran dengan metode ini memiliki beberapa kelemahan karena hasil pengukuran tidak hanya dipengaruhi oleh usaha-usaha fisik, melainkan juga oleh kondisi dan tekanan mental. Kelemahan lainnya adalah bervariasinya karakter denyut jantung pada setiap orang yang berpotensi menimbulkan penyimpangan (Hayashi, Moriizumi dan Jin 1997)
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung adalah dengan menggunakan metode Step Test. Metode ini memiliki keunggulan diantaranya dapat dengan mudah mengatur selang beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku dan intensitas langkah. Metode ini dapat digunakan dalam pengkalibrasian kurva denyut jantung saat bekerja dan denyut jantung yang ditetapkan sebelum bekerja. Kastarman dan Herodian (1998) dalam Helmayanti (2011) menjelaskan bahwa dalam metode ini, beberapa faktor individual seperti umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan harus diperhatikan sebagai faktor penting untuk menentukan karakteristik individu yang diukur
Menurut Kastarman dan Herodian (1998) dalam Helmayanti (2011) metode step test dimaksudkan untuk mengukur karakteristik denyut jantung individual dari operator. Penggunaan metode step test ini berfungsi untuk mengetahui suatu pola hubungan antara denyut jantung manusia dalam setiap aktivitas kerjanya dengan daya yang dikeluarkan melalui penyesuaian-penyesuaian dalam cara pengukuran maupun kalibrasi data hasil pengukurannya
Konsumsi Energi Kerja
Energi didefinisikan sebagai kapasitas atau kemampuan untuk melakukan kerja. Hingga saat ini diketahui terdapat enam jenis energi yang mana energi-energi tersebut bisa diubah jenisnya dari energi-energi satu ke energi-energi yang lain. Saat seseorang yang melakukan kerja, maka saat itu di dalam tubuhnya telah terjadi perubahan energi kimia yang berasal dari makanan yang telah di makan menjadi energi mekanik yang nantinya akan digunakan untuk melakukan aktivitas.
Proses konsumsi energi diawali pada saat pekerjaan fisik dimulai. Semakin berat aktivtas yang dilakukan maka makin besar energi yang dibutuhkan dan di ekspresikan sebagai kalori kerja. Kalori ini didapat dengan cara mengukur
konsumsi energi pada saat melakukan kerja kemudian dikurangi dengan konsumsi energi pada saat metabolisme basal (Zander 1972) dalam Grandjean (1986). Metabolisme basal merupakan konsumsi energi secara konstan pada saat istirahat. Dalam melakukan aktivitas harian, rata-rata energi yang dikonsumsi bagi pria adalah 600 kkal dan bagi perempuan sebesar 500-550 kkal (Grandjean 1986).
Pada Nurmianto (2004) dijelaskan bahwa kalori kerja menunjukkan tingkat ketegangan otot tubuh manusia dalam hubungannya dengan:
a. Jenis kerja berat b. Tingkat usaha kerja c. Kebutuhan waktu istirahat
d. Efisiensi dari berbagai jenis peralatn kerja e. Produktivitas dari berbagai variasi cara kerja
Siklus Fisiologis Kerja dan Istirahat
Beban kerja yang melebihi kondisi maksimal tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik, disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk suatu proses aerobik. Menurut Grandjean (1969), 5 kkal/menit merupakan nilai yang termasuk dalam kategori kerja berat untuk pekerja pria. Batas tersebut merupakan tingkat beban kerja berat yang relatif masih dapat dikerjakan oleh pekerja pada kondisi fisiologi optimal yaitu pada usia 20 hingga 30 tahun. Tingkat beban kerja berat untuk kelompok usia lainnya dijelaskan oleh Nurminanto (2004) dengan pengaturan sebagai berikut:
40 tahun : dikalikan dengan 96% 50 tahun : dikalikan dengan 90% 60 tahun : dikalikan dengan 80% 65 tahun : dikalikan dengan 75%
Jika seseorang bekerja pada tingkat energi diatas 5 kkal/menit, maka pada saat itu akan timbul rasa lelah (fatigue yang ditandai dengan meningkatnya kandungan asam laktat. Menurut Murrel (1965) kita masih memiliki cadangan energi sebanyak 25 kkal sebelum munculnya Asam Laktat sebagai tanda dimulainya waktu istirahat. Pada waktu istirahat inilah, cadangan energi ini dibentuk kembali.
Waktu istirahat merupakan kebutuhan fisioligis yang tidak dapat ditawar demi untuk mempertahakan kapasitas kerja. Irama antara konsumsi energi dan pembayaran kembalinya, berlaku sama bagi semua fungsi tubuh. Grandjean (1969) menjelaskan bahwa setiap fungsi tubuh manusia dapat dilihat sebagai keseimbangan antara kebutuhan energi yang telah digunakan dan istirahat. Kedua proses tersebut merupakan bagian integral dari kerja otot, kerja jantung dan keseluruhan fungsi biologis tubuh. Dengan demikian, diketahui bahwa untuk memelihara performa dan efisiensi kerja, waktu kerja harus diberikan secukupnya, baik antara waktu kerja maupun diluar waktu kerja (istirahat pada malam hari).
Jumlah total kebutuhan waktu istirahat untuk suatu periode kerja adalah penting, namun durasi waktu kerja sebelum istirahat diberikan mungkin bahkan lebih penting untuk pemulihan yang memadai. Menurut Simonson (1971) dalam Sanders dan Mc Cormick (1993) pekerjaan dengan waktu kerja yang lebih pendek yang diikuti waktu istirahat yang lebih pendek menghasilkan pemulihan psikologi yang lebih baik serta tingkat stres yang lebih rendah dibandingkan pekerjaan
7 dengan waktu kerja panjang yang diikuti dengan waktu istirahat yang panjang pula. Hal tersebut perlu dipertimbangkan ketika mengatur jadwal kerja dan istirahat agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap dapat dipertahankan dalam batas-batas toleransi.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Ergonomika, TMB, FATETA, IPB mulai dari bulan Februari hingga Juli 2013.
Alat
Alat dan perlengkapan yang diperlukan meliputi: a. Laptop
b. Video Player
c. Spread sheet program
d. Time study sheet e. Alat tulis
Data
Data mentah yang digunakan bersumber dari laporan studi yang telah dilakukan sebelumnya oleh Syuaib (2012) dan Putranti (2012) di PT SLS, Riau, yang terdiri dari:
a. Video rekaman kegiatan panen kelapa sawit
b. Rekaman denyut jantung panen kelapa sawit sebanyak minimal 5 kali pengulangan siklus panen dari delapan orang subjek
c. Waktu baku panen kelapa sawit
d. Data Antropometri dan karakteristik subjek
Subjek
Subjek merupakan pemanen kelapa sawit berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 8 orang yang terdiri dari 4 orang berumur > 30 tahun dan 4 orang berumur < 30 tahun.
Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi beberapa tahap diantaranya adalah observasi pendahuluan, pengumpulan data sekunder dan pengolahan data. Untuk lebih jelas kerangka penelitian yang telah dilakukan ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian
Prosedur Penelitian Observasi Pendahuluan
Observasi pendahuluan bertujuan mengamati seluruh proses pemanenan kelapa sawit yang berlangsung di lokasi observasi. Observasi pendahuluan dilakukan dengan mengamati data video dari aktivitas pemanenan kelapa sawit di PT. SLS, Riau. Setelah itu dilakukan pula pemilihan serta pengumpulan karakteristik fisik subjek yang terdiri dari 8 orang pemanen dimana terdapat 4 orang yang berusia > 30 tahun dan 4 orang yang berusia < 30 tahun. Data karakteristik yang diperlukan meliputi usia, berat badan dan tinggi badan.
Konsumsi Energi Kerja (Beban Kerja Kuantitatif) WEC (kkal/menit) TEC (kkal/menit) TEC’ (kkal/kg bb.menit) A TEC (kkal/menit) Tingkat Kejerihan
(Beban Kerja Kualitatif) IRHR Kerja Siklus Fisiologis Kerja-Istirahat: Kebutuhan Waktu Istirahat (recovery time) Observasi Pendahuluan
(Mempelajari kegiatan dan sistem kerja, menyusun metode, pengumpulan data subjek: umur, berat badan, dan tinggi badan)
Mulai
Pemilihan dan Pengumpulan Data
(Data Rekaman Laju Denyut Jantung (HR) saat Kalibrasi
Step Test, saat Aktivitas Pemanenan dan Waktu Baku)
Pengolahan Data
(Data HRST, HRwork, Waktu Baku, Karakteristik Fisik )
Analisis dan Optimasi Sekuensial Kerja
N
Y
Sekuen Kerja Optimal
Rekomendasi Tata Laksana Kerja Optimal
9
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data rekaman denyut jantung dari para pemanen kelapa sawit di afdeling OY, PT. SLS, Riau. Data rekaman denyut jantung yang dikumpulkan terbagi menjadi dua, yaitu: data rekaman denyut jantung saat kalibrasi dan saat melakukan aktivitas pemanenan.
a. Kalibrasi Denyut Jantung ( Metode Step Test)
Step test merupakan metode yang digunakan dalam mengkalibrasi denyut jantung yang telah diperoleh dalam penelitian ini. Kalibrasi diperlukan karena pada dasarnya karakteristik fisik tubuh masing-masing orang berbeda-beda sehingga perlu dilakukan kalibrasi untuk melihat kecenderungan fisiologis tubuh dalam merespon beban kerja yang diterima. Metode ini dilakukan dengan cara naik turun bangku setinggi 25-30 cm (Herodian, 1994), dengan frekuensi 15 siklus per menit, 20 siklus per menit, 25 siklus per menit dan 30 siklus per menit. Masing-masing siklus dilakukan selama 5 menit diselingi dengan istirahat selama 5-10 menit.
b. Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit
Data rekaman denyut jantung saat bekerja merupakan data yang diambil pada saat pemanen melakukan seluruh kegiatan pemanenan kelapa sawit. Kegiatan panen kelapa sawit terdiri dari beberapa elemen kerja. Menurut Syuaib et al (2012), adanya pembagian operasi pada kegiatan pemanenan dapat dijadikan beberapa elemen kerja guna mempermudah menganalisa aktivitas pemanenan kelapa sawit. Pembagian elemen kerja tersebut didefinisikan sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kegiatan dalam proses pemanenan kelapa sawit
No Kegiatan Simbol
1 Mencari tandan matang Ve
2 Persiapan alat Pr
3 Memotong tangkai tandan dengan egrek CuE
4 Memotong dan menyusun pelepah Ba
5 Memotong tangkai menyerupai huruf ‘V’ dengan kampak Ck
6 Mengambil brondolan Br
7 Mengangkat buah ke angkong Lo
8 Membawa tandan menggunakan angkong MoAT
9 Mendorong angkong kosong MoA
10 Berjalan MoK
11 Membongkar tandan dari angkong Un
12 Memotong tangkai tandan dengan dodos CuD
Sumber: Laporan Akhir Kajian Ergonomika untuk Penyempurnaan Sistem dan Produktifitas Kerja Panen-Muat Kelapa Sawit di Kebun PT. AAL, 2012
Rekaman denyut jantung diperoleh dari 4 orang pemanen berusia diatas 30 tahun (> 30 tahun) dan 4 orang pemanen dibawah 30 tahun (< 30 tahun). Data denyut jantung yang diambil merupakan data denyut jantung subjek yang mengerjakan seluruh aktivitas pemanenan yang dimulai dari kegiatan verifikasi buah hingga kegiatan membongkar muatan tandan dari angkong di TPH. Aktivitas tersebut dilakukan minimal sebanyak lima kali ulangan siklus panen. Masing-masing ulangan diselingi dengan istirahat selama 5-10 menit. Rancangan
pemilihan dan pengumpulan data denyut jantung pemanenan disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Rancangan pengumpulan dan pemilihan data Keterangan:
A1, A2, A3,A4 = Subjek berusia > 30 tahun
B1, B2, B3, B4 = Subjek berusia < 30 tahun U1, U2, …, Un = Ulangan ke-
Pengolahan Data
Adapun tahapan pengolahan data disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Bagan pengolahan data
U5 > 30 tahuntahu n Subjek < 30 tahun A2 2 U1 1 U3 3 U2 2 U4 4 U5 5 A3 3 U1 1 U3 3 U2 2 U4 4 U5 U5 U5 5 A4 4 U1 1 U3 3 U2 2 U4 4 U5 5 A1 U1 Q 1 U3 3 U2 U4 4 U5 5 B2 2 U1 1 U3 3 U2 2 U4 4 U5 U 5 B3 3 U1 1 U3 3 U2 2 U4 4 B4 4 U1 1 U3 3 U2 2 U4 4 U5 U 5 B1 1 U1 1 U3 3 U2 2 U4 U 4 U5
BME Karakteristik Subjek Rata-rata BB
Aktivitas Kerja Istirahat Pemanenan IRHR WEC TEC TEC’ TEC A TEC
Kalibrasi (Metode Step Test)
IRHR WEC
Plot grafik IRHR dan WEC
y=ax+b
11 Keterangan:
BB : Berat Badan
BME : Bassal Metabolic Energy (kkal/menit) IRHR : Increase Ratio of Heart Rate
WEC : Work Energy Cost (kkal/menit) TEC : Total Energy Cost (kkal/menit) TEC’ : TEC ternormalisasi (kkal/menit.bb) A TEC : Average of TEC (kkal/menit)
Pengolahan data dimulai dengan menghitung nilai BME yang dilakukan dengan menggunakan data karakteristik fisik dari masing-masing subjek. Pada umumnya setiap individu memiliki karakteristik fisik dan fisiologis yang berbeda-beda, termasuk besarnya BME. Nilai BME dapat dicari dengan mengukur dimensi tubuh (tinggi dan berat badan), selanjutnya diperoleh luasan permukaan tubuh yang kemudian dapat dikonversi kedalam laju konsumsi oksigen ( O2). Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan
persamaan Du’ Bois (Syuaib 2003) pada Persamaan (2):
A = H 0.725 × w 0.425 × 0.007246 .…………..……..……(1) Dimana : A = luas permukaan tubuh (m2)
H = tinggi badan (cm) W = berat badan (kg)
Dari hasil perhitungan luasan tubuh dengan menggunakan Persamaan (2), nilai BME bisa ditentukan dengan menggunakan tabel konversi yang ditunjukan pada Tabel 2.
Tabel 2 Konversi BME ekivalen O2 berdasarkan luas permukaan tubuh (ml/menit) 1/100 m2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1.1 136 137 138 140 141 142 143 145 146 147 1.2 148 150 151 152 153 155 156 157 158 159 1.3 161 162 162 164 166 167 168 169 171 172 1.4 173 174 176 177 178 179 181 182 183 184 1.5 186 187 188 189 190 192 193 194 195 197 1.6 198 199 200 202 203 204 205 207 208 209 1.7 210 212 213 214 215 217 218 219 220 221 1.8 223 224 225 226 228 229 230 231 233 234 1.9 235 236 238 239 240 241 243 244 245 246
*) untuk perempuan, nilai O2 harus dikalikan 0.95
Sumber: Syuaib (2003)
Data rekaman denyut jantung umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor personal, psikologis dan lingkungan. Hal tersebut perlu dinormalisasi agar data rekaman denyut jantung tersebut menjadi objektif. Menurut Syuaib
(2003) normalisasi dapat dilakukan dengan membandingkan nilai denyut jantung relatif saat bekerja terhadap denyut jantung saat istirahat yang dikenal dengan istilah IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). Perbandingan tersebut dirumuskan sebagai berikut:
IRHR=
Dimana: HR work = Denyut jantung saat melakukan pekerjaan (bpm) HRrest = Denyut janutng saat istirahat (bpm)
Dengan mengetahui IRHR dapat ditentukan pula tingkat kejerihan dan besarnya konsumsi energi kerja. Tingkat kejerihan digunakan sebagai parameter tingkat beban kerja secara kualitatif.
Selain untuk menentukan tingkat kejerihan, IRHR juga digunakan untuk mengetahui besarnya laju konsumsi energi saat bekerja (Work Energy Cost). Laju Konsumsi energy kerja (WEC) dicari terlebih dahulu dengan mengetahui nilai IRHR dan WEC saat kalibrasi step test. Tujuannya agar nilai denyut jantung yang diperoleh menjadi objektif.
Nilai IRHR step test dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2, sedangkan laju konsumsi energy saat step test (WECST) dicari dengan
menggunakan persamaan 3 (Herodian, et al 2007)
WECST = [w x g x 2f x h] / (4.2x1000) ………(3)
Keterangan : WECST = Work Energy Cost saat step test (kkal/menit)
w = berat badan (kg) g = percepatan gravitasi h = tinggi bangku step test (m) f = frekuensi step test (siklus/menit)
4.2 = faktor kalibrasi satuan dari joule menjadi kalori Dengan mengetahui konsumsi energi dan IRHR saat step test dapat dihasilkan grafik kolerasi linier dimana persamaan linier dari grafik tersebut dapat digunakan untuk mengkonversi nilai IRHRwork menjadi Work Energy Cost (WEC). Persamaan yang dihasilkan dari hubungan IRHRST dan WECST adalah:
Y= aX + b Dimana: Y = IRHR
X = WEC (kkal/min)
Nilai WEC tersebut belum mewakili besarnya laju konsumsi energi kerja oleh tubuh, karena manusia mempunyai energi yang harus dikeluarkan untuk melakukan aktivitas basal setiap waktunya (Basal Metabolic Energy). Oleh karena itu untuk mengetahui energi sebenarnya yang dikeluarkan pada saat melakukan aktivitas kerja tertentu, maka perlu dihitung TEC (Total Energy Cost). Berikut adalah persamaan untuk memperoleh nilai TEC (Total Energy Cost) (Syuaib 2003):
……….….…. (2)
13 TEC = WEC+ BME
Dimana: WEC = Work Energy Cost (kkal/min) TEC = Total Energy Cost (kkal/min) BME = Basal Metabolic Energy (kkal/min)
Karena berat badan seseorang mempengaruhi beban kerja yang diterima, maka untuk mengetahui nilai beban kerja yang sebenarnya yang diterima oleh subjek pada waktu melakukan aktivitas kerja maka pengaruh berat badan harus ditiadakan. Untuk mendapatkan nilai WEC’ (Work Energy Cost per Weight) dapat menggunakan Persamaan (6) sebagai berikut (Syuaib 2003):
TEC’ = TEC / w
Dimana : TEC’ = Total Energy Cost per Weight (kkal / kg.min) TEC = Total Energy Cost (kkal / min)
W = berat badan (kg)
A TEC (kkal/menit) dapat dihitung dari TEC’ (kkal/(kg bb.menit)) dengan mengalikan berat badan pada subjek yang melakukan pemanenan pada kondisi lahan dan tinggi pohon yang sama, sehingga akan didapatkan A TEC (kkal/menit). Setelah nilai-nilai beban kerja fisik diketahui, maka untuk mencari waktu pemulihan yang dibutuhkan dari masing-masing elemen kerja seperti disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Diagram alir perhitungan waktu recovery
…... (6) ………..……… (5)
Aktivitas Pemanenan
A TEC(kkal/menit) Waktu Baku (menit/tandan) Jam Kerja (menit/hari)
Konsumsi Energi per elemen (kkal/tandan) Kapasitas Kerja (tandan/hari) Kapasitas Kerja (tandan/jam) JEP (jam/hari)
Batas Max Energi u/ Kerja Berat
MEP (menit/JEP) Konsumsi Energi kerja
Efektif (kkal/JEP)
Waktu Recovery (menit)
Kapasitas kerja dapat dihitung dari A TEC (kkal/menit) dan waktu baku (menit/tandan) dari aktivitas pemanenan kelapa sawit. Besarnya energi yang diperlukan pemanen pada setiap tandannya dapat dihitung dengan Persamaan (7) sebagai berikut:
Energi setiap elemen (kkal/tandan) =
Kapasitas kerja dapat diketahui dengan mengetahui besarnya jam efektif kerja perhari (JEP). Dalam Pradikta (2013) jam efektif kerja panen kelapa sawit diasumsikan sebesar 50% dari jam kerja perhari yaitu sekitar 4 jam. Kapasitas kerja dapat dicari dengan persamaan berikut:
Kapasitas Kerja (tandan/hari) =
Dengan mengetahui besarnya JEP dalam jam, kita dapat menetukan kapasitas kerja perjamnya (tandan/jam) sehingga dapat dicari waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh banyaknya tandan perjamnya (Menit Efektif Panen). Besaran-besaran tersebut dapat dicari dengan persamaan-persamaan berikut:
Kapasitas kerja (tandan/jam) =
MEP per elemen (menit/JEP) = waktu baku x kapasitas kerja
Kemudian dapat dicari besarnya nilai konsumsi energi per jam efektif kerja. Nilai konsumsi energi ini dicari pada masing-masing elemen kerja. Nilai besaran tersebut dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut:
Energi setiap elemen (kkal/JEP) =
Dengan mengetahui efektif per elemen, besarnya waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh banyaknya tandan dalam tiap jamnya, maka dapat ditentukan besar waktu recovery yang dibutuhkan pada setiap elemen kerja. Waktu recovery dapat dicari dengan menggunakan persamaan Muller (1965).
Dimana: R = Waktu istirahat yang diperlukan (menit) T = Total waktu saat bekerja (menit)
W = Rata-rata laju konsumsi energi pekerja saat bekerja (kkal/menit)
S = Rata-rata batas laju konsumsi energi yang terkategori kerja berat (4 kkal/menit atau 5 kkal/menit) ... (7) ... (9) ... (8) ... (10) ... (11) ... (12)
15 Optimasi tata laksana kerja dilakukan dengan mempertimbangkan besarnya konsumsi energi efektif dan waktu recovery yang dibutuhkan tiap elemen kerja panen kelapa sawit. Dari alternatif-alternatif yang ada dilakukan trial and error untuk menentukan mekanisme kerja optimal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Observasi Pendahuluan
Observasi pendahuluan dilakukan dengan mengamati video pemanenan kelapa sawit yang berlangsung PT. SLS, Riau. Fokus dari observasi ini adalah kegiatan pemanenan kelapa sawit yang dilakukan di Afdeling OY serta pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Aktivitas pemanenan dilakukan secara manual. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa egrek dan dodos. Egrek digunakan untuk memotong tangkai tandan pada ketinggian pohon diatas 3 meter sedangkan dodos digunakan untuk memotong tangkai tandan pada ketinggian dibawah 3 meter.
Kegiatan pemanenan kelapa sawit dimulai dengan kegiatan apel pagi pada pukul 6 pagi. Setelahnya para pemanen berangkat menuju ancak masing-masing dengan membawa perlengkapan panen seperti egrek/dodos, angkong, karung dan tomasun. Ketika tiba di ancaknya pemanen mulai mempersiapkan peralatan untuk memanen kelapa sawit di ancak tersebut. Kegiatan panen diancak dimulai dengan mengidentifikasi tandan yang matang. Identifikasi dilakukan dengan melihat berondolan yang telah jatuh disekitar piringan. Jika berondolan yang jatuh mencapai lebih kurang 10 buah, maka tandan pada pohon tersebut siap untuk dipanen. Selanjutnya para pemanen memotong tangkai tandan yang telah masak, namun terlebih dahulu dilakukan pemotongan pelepah. Pemotongan pelepah selain dilakukan untuk mempermudah proses pemotongan tandan namun juga bertujuan untuk merawat pohon kelapa sawit agar tetap produktif. Meskipun demikian kegiatan pemotongan pelepah tidak dilakukan ketika ketinggian pohon kurang dari 3 meter. Aktivitas selanjutnya adalah pengangkutan tandan dan berondolan yang telah dikumpulkan ke TPH. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan angkong.
Dalam pelaksanaannya, terdapat variasi dalam melakukan kegiatan panen. Variasi ini diindikasikan disebabkan oleh perbedaan kondisi lahan dari masing-masing ancak. Lahan yang terdapat pada Afdeling OY adalah lahan dengan topografi datar dan teras. Pada kondisi lahan datar, pemanen melakukan proses pemotongan pelepah dan tandan terlebih dahulu kemudian dilakukan pengangkutan tandan ke TPH dengan menggunakan angkong. Di kondisi lahan yang berteras pemanen langsung membawa angkongnya saat memasuki ancaknya, sehingga setelah dilakukan pemotongan tandan, tandan dimuat diangkong. Setelah angkong penuh, pemanen mengangkut tandan tersebut ke TPH.
Pemilihan subjek yang dihitung beban kerjanya adalah pemanen berjenis kelamin laki-laki dengan dengan jumlah 8 orang yang 4 diantaranya berumur > 30 tahun dan 4 orang berumur < 30 tahun. Selain itu dilakukan juga pengambilan karakteristik subjek. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui besarnya basal
metabolic energy (BME). Data karakteristik fisik dan nilai BME dari masing-masing subjek dapat dilihat pada Tabel 3.
Dari Tabel 3 terlihat bahwa semakin besar luas permukaan tubuh seseorang maka nilai BME juga semakin meningkat. Semakin besar luas permukaan tubuh maka semakin besar tinggi dan berat badan seseorang.
Tabel 3 Karakterisik fisik subjek dan nilai BME Subjek Usia (tahun) w (kg) H (cm) A (m 2 ) VO2 (ml/menit) BME (kkal/menit) A1 > 30 51 156 1.50 186 0.93 A2 56 162 1.60 198 0.99 A3 57 159 1.60 198 0.99 A4 64 160 1.68 208 1.04 B1 < 30 61 167 1.70 210 1.05 B2 48 157 1.47 182 0.91 B3 62 170 1.73 214 1.07 B4 55 159 1.57 194 0.97
Kalibrasi Subjek Penelitian (Kalibrasi Step test)
Kalibrasi step test dimaksudkan untuk mengukur karakteristik denyut jantung individual dari operator. Penggunaan metode step test ini berfungsi untuk mengetahui suatu pola hubungan antara denyut jantung manusia dalam setiap aktivitas kerjanya dengan daya yang dikeluarkan melalui penyesuaian-penyesuaian dalam cara pengukuran maupun kalibrasi data hasil pengukurannya (Kastaman dan Herodian 1998). Hal ini disebabkan karena denyut jantung tidak hanya dipengaruhi oleh aktivitas fisik saja, namun juga oleh faktor-faktor psikologis.
Gambar 7 merupakan hasil rekaman denyut jantung saat dilakukan aktivitas steptest dengan berbagai frekuensi langkah.
17 Gambar 7 Rekaman laju denyut jantung saat step test
Keterangan Gambar 7:
R1 : Rest 1
ST1 : Step test 1 (15 langkah/menit)
R2 : Rest 2
ST2 : Step test 2 (20 langkah/menit)
R3 : Rest 3
ST3 : Step test 3 (25 langkah/menit)
R4 : Rest 4
ST4 : Step test 4 (30 langkah/menit)
R5 : Rest 5
Grafik pada Gambar 7 menunjukkan bahwa frekuensi steptest yang dalam hal ini di analogikan sebagai beban kerja berbanding lurus terhadap frekuensi denyut jantung. Maknanya semakin besar beban kerja yang diterima maka semakin besar pula frekuensi denyut jantung sesorang. Hal ini disebabkan karena otot terus berkontraksi untuk melakukan kerja yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen yang harus dipenuhi melalui siklus pernafasan dan peredaran darah.
Setiap orang memiliki kecenderungan peningkatan denyut jantung masing-masing, hal ini dikarenakan setiap orang memiliki kondisi dan karakteristik fisik serta psikologis yang berbeda-beda, contohnya umur. Dalam penelitian ini subjek penelitian dikelompokkan dalam dua kelompok umur yaitu pemanen dengan umur < 30 tahun dan pemanen dengan umur > 30 tahun. Dari keseluruhan grafik terlihat bahwa pemanen yang berusia > 30 tahun mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih kecil dibandingkan dengan pemanen yang berusia < 30 tahun. Secara umum fungsi fisiologis manusia mencapai batas performa maksimal pada usia 30 hingga 35 tahun, dan setelahnya fungsi fisiologis tubuh mulai menurun perlahan dan menurun secara drastis setelah mencapai usia 40 tahun (Astrand, Astrand, Hallback, and Kilbom 1973). Sehingga terlihat frekuensi denyut jantung pada usia > 30 tahun lebih kecil daripada subjek yang berusia < 30 tahun saat melakukan steptest dengan frekuensi langkah yang sama. Selain itu perbedaan frekuensi
0 20 40 60 80 100 120 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 HR ( d en y u t/m e n it) Waktu (menit) R1 ST1 R2 ST2 R3 ST3 R4 ST4 R5
denyut jantung pada kedua kelompok usia tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti kematangan emosi serta pengalaman dalam melakukan suatu aktivitas yang relatif lebih lama bagi pemanen dengan usia > 30 tahun.
Tabel 4 Nilai laju denyut jantung (HR) subjek saat step test
Subjek Usia HRrest HR1 HR 2 HR3 HR4
A1 > 30 62.18 79.24 86.33 91.88 97.00 A2 57.25 88.00 92.50 107.82 110.43 A3 47.95 71.83 78.57 87.86 98.71 A4 68.11 92.63 102.71 111.38 126.53 B1 < 30 54.75 99.05 108.10 116.17 123.86 B2 68.29 97.82 104.33 110.10 117.45 B3 59.00 91.89 95.23 103.50 108.17 B4 83.70 111.17 113.50 119.40 125.64
Pada Gambar 7 terlihat bahwa laju denyut jantung yang terekam pada menit-menit awal tidak beraturan. Hal ini dikarenakan adanya penyesuaian antara langkah kaki terhadap bunyi metronome. Oleh karenanya dalam pengambilan data denyut jantung hendaknya tidak mengambil data pada menit-menit awal atau akhir dari step test. Banyaknya data yang diambil minimal 6 data denyut jantung.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kalibrasi step test digunakan untuk melihat hubungan peningkatan frekuensi denyut jantung akibat peningkatan beban kerja. Korelasi ini dapat dilihat dengan menentukan IRHR. IRHR dapat dicari dengan membandingkan denyut jantung saat beraktivitas dan denyut jantung saat beristirahat. Denyut jantung istirahat dalam steptest merupakan denyut jantung terendah yang terukur. Biasanya terdapat pada kegiatan istirahat yang pertama (R1) karena saat itu subjek belum melakukan aktivitas apapun, namun tidak menutup kemungkinan untuk mengambil denyut jantung pada kegiatan R2, R3, R4 atau R5. Sedangkan untuk denyut jantung saat bekerja dipilih denyut jantung yang tertinggi dan stabil. Denyut jantung yang dipilih hendaknya denyut jantung pada menit ke-3 karena pada saat itu sel-sel otot telah melakukan respirasi aerob.
Untuk mengetahui laju konsumsi energi yang diperlukan dalam melakukan step test maka dihitung nilai WECST dari masing-masing subjek. Nilai WECST
tersebut dihitung dengan pendekatan prinsip energi yang diasumsikan subjek berjalan menaiki tangga dengan membawa beban tubuhnya sendiri yang dipengaruhi oleh faktor berat badan, tinggi bangku step test, gaya gravitasi, dan frekuensi yang digunakan dalam kalibrasi step test.
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa nilai IRHRST dan WECST meningkat
seiring dengan meningkatknya beban kerja yang diterima. Namun, masing-masing subjek memiliki nilai IRHRST dan WECST yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan
karena IRHR merupakan suatu angka yang menunjukkan besarnya kecenderungan fisiologis tubuh dalam merespon beban kerja yang diterima. Masing-masing subjek mempunyai kemampuan fisiologis yang berbeda-beda. Demikian pula nilai WECST yang sangat dipengaruhi oleh massa tubuh seseorang sehingga terlihat
19 Tabel 5 Nilai IRHRST dan WECST
Subjek IRHRST WECST (kkal/menit)
ST1 ST2 ST3 ST4 WECST1 WECST2 WECST3 WECST4
A1 1.27 1.39 1.48 1.56 0.95 1.26 1.58 1.89 A2 1.54 1.62 1.88 1.93 1.04 1.39 1.73 2.08 A3 1.50 1.64 1.83 2.06 1.06 1.41 1.76 2.11 A4 1.36 1.51 1.64 1.86 1.19 1.58 1.76 2.37 B1 1.81 1.97 2.12 2.26 1.13 1.51 1.89 2.26 B2 1.43 1.53 1.61 1.72 0.89 1.19 1.48 1.78 B3 1.56 1.61 1.75 1.83 1.15 1.53 1.92 2.30 B4 1.33 1.36 1.43 1.50 1.05 1.40 1.75 2.04
Karena perbedaan respon fisiologi dari masing-masing subjek berbeda maka perlu pemetaan hubungan antara IRHRST dengan WECST. Selanjutnya nilai
IRHRST di masukan dalam grafik sebagai nilai dari sumbu y dan WECST sebagai
nilai dari sumbu x, sehingga dari hubungan tersebut didapatkan grafik yang akan membentuk garis linier dengan persamaan y = ax + b, dimana nantinya grafik tersebut dapat digunakan untuk mengkonversi nilai IRHRwork menjadi WEC.
. Grafik hubungan antara IRHRST dan WECST untuk subjek A1 dan B1 dapat
dilihat pada Gambar 8 dan subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
(a) (b)
Gambar 8 Contoh grafik korelasi IRHRST dengan WECST
(a) Subjek A1 (>30 tahun) ; (b) Subjek B1 (<30 tahun)
Setiap subjek memiliki grafik dan persamaan yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki respon yang berbeda-beda dalam menerima peningkatan beban kerja. Persamaan masing-masing subjek dapat dilihat pada Tabel 6.
y = 0.2996x + 0.9999 R² = 0.9986 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 IR H RST WECST y = 0.5633x + 1.0686 R² = 0.9744 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 IR H RST WECST
Tabel 6 Persamaan korelasi nilai IRHRST terhadap WECST Subjek Persamaan R2 A1 y = 0.2996x + 0.9999 0.9986 A2 y = 0.4618x + 1.0174 0.9813 A3 y = 0.4901x + 0.9836 0.9948 A4 y = 0.3499x + 0.9738 0.9862 B1 y = 0.5633x + 1.0686 0.9744 B2 y = 0.4032x + 1.0277 0.9864 B3 y = 0.3651x + 1.0480 0.9688 B4 y = 0.2421x + 1.0260 0.9716
Grafik yang dibentuk oleh IRHRST dengan WECST membentuk hubungan
linear dengan kemiringan/slope yang berbeda pada masing-masing subjek. Kemiringan grafik ini diwakili oleh nilai a pada persamaan y = ax + b Slope/kemiringan grafik menunjukkan besar kecilnya respon yang ditimbulkan oleh denyut jantung akibat beban kerja yang diterima. Makin curam kemiringan suatu grafik maka makin besar pula perubahan nilai IRHR terhadap WEC, begitu pula sebaliknya. Jadi penambahan beban kerja sedikit saja dapat menyebabkan peningkatan IRHR yang cukup besar. Dari semua subjek terlihat bahwa subjek B1 memiliki slope (nilai a) yang paling besar yaitu 0.5633. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan beban kerja dalam hal ini berupa peningkatan frekuensi langkah saat steptest akan menyebabkan meningkatnya nilai IRHR yang relatif besar.
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi x terhadap variasi/keragaman. Koefisien determinasi juga dapat diartikan sebagai koefisien korelasi linier sebagai ukuran hubungan linier antara dua peubah acak x dan y. Nilai dari koefisien determinasi tersebut adalah berkisar dari nol sampai dengan satu (0<R2<1) dimana makin mendekati nilai 1 maka semakin tinggi kontribusi x menjelaskan variabel terikatnya (y). Pada hasil hubungan korelasi antara WECST dan IRHRST diperoleh titik-titik yang
menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang tinggi antara WECST dan IRHRST.
Pengukuran Konsumsi Energi Kerja
Data rekaman denyut jantung saat melakukan aktivitas pemanenan merupakan data yang diperoleh dari aktivitas pemanenan di PT. Sari Lembah Subur, Riau, tepatnya pada Afdeling OY. Afdeling ini merupakan afdeling yang relatif baru namun sudah bisa menghasilkan. Pada afdeling ini terlihat bahwa pohon-pohon yang ada masih relatif rendah sehingga dalam dalam pelaksanaanya pemanenan dibantu dengan menggunakan dodos dan egrek dengan satu sambungan. Relief lahan pada afdeling OY adalah datar/flat dan berteras.
21 Tabel 7 Parameter lingkungan kerja panen kelapa sawit
Parameter Kondisi Kondisi Simbol
Topografi Datar/ Flat F
Teras T
Kondisi Tanah Kering K
Basah B
Pengunaan Alat Panen 0-3 meter D
3-6 meter E
Data rekaman denyut jantung saat bekerja diambil ketika pemanen melakukan seluruh aktivitas pemanenan, mulai dari verifikasi tandan buah hingga mengumpulkan tandan di tempat pengumpulan hasil (TPH).
Ve Pr CuE/CuD
Ba Ck Br Lo
MoAt MoA MoK Un
Gambar 9 Elemen kerja pemanenan kelapa sawit
Pengambilan data adalah minimal empat kali ulangan menggunakan egrek dan satu kali menggunakan dodos. Diantara setiap ulangan dilakukan istirahat sebanyak 5-10 menit. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan kembali denyut
jantung pada keadaan sebelum melakukan kerja, sehingga data ulangan kedua dan seterusnya menjadi lebih valid. Gambar 10 merupakan grafik rekaman laju denyut jantung saat melakukan pemanenan serta Tabel 8 merupakan rekaman denyut jantung subjek pada kondisi lahan dan penggunaan alat tertentu.
Gambar 10 Grafik denyut jantung saat pemanenan Keterangan Gambar 10: R1 : Rest 1 U2 : Ulangan 2 R2 : Rest 2 U3 : Ulangan 3 R3 : Rest 3 U4 : Ulangan 4 R4 : Rest 4 U5 : Ulangan 5 R5 : Rest 5 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 H R (d e n yu t/ m e n it) Waktu (menit) R1 U1 U2 U3 U4 U5 U6
23 Tabel 8 menunjukkan rekaman nilai denyut jantung subjek pada saat melakukan seluruh aktivitas pemanenan, dimulai dari verifikasi kematangan tandan hingga pengumpulan tandan di TPH. Dari Tabel 8 terlihat bahwa elemen kerja Mok tidak semua subjek terambil, hanya subjek B3 dan B4 saja. Mok merupakan kegiatan berjalan tanpa ditambahi aktivitas apapun. Sebagian besar subjek tidak terambil datanya karena elemen kerja tersebut dilakukan dengan sangat cepat, hanya beberapa detik saja. Selain itu karena kondisi lahan yang berteras biasanya saat bekerja pemanen langsung membawa angkongnya sehingga secara tidak langsung elemen Mok tergantikan dengan elemen MoA. Elemen kerja Mok juga merupakan elemen kerja yang dikehendaki tidak terlalu sering dikerjakan karena merupakan salah satu kegiatan yang mengurangi produktivitas. Elemen kerja persiapan (Pr) pada subjek A4 juga tidak terekam karena pada ancak yang dikerjakan oleh subjek ini memiliki ketinggian pohon yang relatif seragam sehingga elemen persiapan tidak lakukan, sama halnya seperti pemanenan dengan menggunakan dodos.
Tabel 8 Rata-rata laju denyut jantung pada aktivitas pemanenan kelapa sawit
Usia Elemen Kerja Rata-rata laju denyut jantung (HR)
T-K-E F-K-E T-K-D F-B-D > 30 tahun Ve 97.68 91.16 107.75 89.97 Pr 97.00 106.34 - - Cu 125.66 121.91 128.29 114.66 Ba 124.00 108.29 126.77 112.60 Ck 119.69 109.58 114.24 114.76 Br 112.37 95.97 108.41 102.75 Lo 121.42 105.48 125.15 109.55 MoAt 130.53 122.13 139.17 122.05 Un 126.40 111.73 119.97 118.76 MoK - - - - MoA 117.31 103.71 112.92 109.71 < 30 tahun Ve 117.14 108.10 117.14 108.10 Pr 127.00 119.04 - - Cu 140.61 122.32 133.57 120.52 Ba 128.68 112.13 128.68 112.13 Ck 134.79 134.70 134.79 134.70 Br 121.12 121.12 121.12 100.56 Lo 138.26 119.62 138.26 119.62 MoAt 139.51 123.93 139.51 123.93 Un 150.59 120.80 150.59 120.80 MoK 135.00 109.00 135.00 109.00 MoA 117.29 107.75 117.29 107.75
Nilai denyut jantung pada subjek berusia dibawah 30 tahun sebagian besar lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang berusia diatas 30 tahun. Nilai denyut jantung merupakan ekspresi sistemik dari metabolisme tubuh. Hasil dari metabolisme tubuh merupakan energi yang harus dibayar agar seseorang dapat melakukan aktivitas, sehingga frekuensi denyut jantung ini berkaitan erat dengan fungsi fisiologi tubuh yang bergantung dengan usia seseorang, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat interval usia optimal manusia yang produktif. Selain itu denyut jantung merupakan ekspresi dari besarnya beban kerja
yang diterima dari masing-masing subjek baik secara fisik maupun psikologis. Sebagian besar subjek yang berusia lebih dari 30 tahun akan cenderung lebih menguasai aktivitas yang menuntut ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan kekuatan fisik begitu pula sebaliknya, subjek yang berusia kurang dari 30 tahun akan lebih menguasai aktivitas yang menuntut kekuatan fisik lebih tinggi dibandingkan ketelitian. Hal ini berkaitan dengan kematangan emosi dan lamanya pengalaman subjek dalam melakukan aktivitas tersebut. Sehingga terlihat ada beberapa elemen kerja dimana laju denyut jantung subjek berusia > 30 tahun lebih besar dibandingkan subjek berusia < 30 tahun, seperti pada elemen MoAt (mengangkut tandan dengan menggunakan angkong menuju TPH). Hal tersebut mengindikasikan bahwa untuk melakukan elemen kerja tersebut, kekuatan fisik lebih berpengaruh dibandingkan faktor fisik.
Aktivitas pemanenan dilakukan pada berbagai variasi kondisi lahan, berteras/datar dan basah/kering. Dari Tabel 8 terlihat bahwa subjek yang melakukan aktivitas pemanenan dilahan datar memiliki nilai denyut jantung yang lebih rendah dibandingkan subjek yang melakukan aktivitas pemanenan di lahan datar. Selain itu terlihat juga bahwa pemanenan dengan menggunakan dodos memiliki nilai denyut jantung yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan egrek. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan dan penggunaan teknologi juga berpotensi untuk mempengaruhi besarnya beban kerja yang diterima.
Setelah diperoleh nilai rata-rata denyut jantung saat melakukan aktivitas pemanenan, maka dapat dicari besarnya nilai IRHR dari masing-masing subjek. Tabel 9 merupakan nilai IRHR dari masing-masing elemen kerja panen.
Tabel 9 Nilai IRHR pada aktivitas pemanenan kelapa sawit
Usia Elemen Kerja IRHR
T-K-E F-K-E T-K-D F-B-D > 30 tahun Ve 1.50 1.74 1.58 1.63 Pr 1.56 2.03 - - Cu 1.93 2.32 1.76 2.06 Ba 1.91 2.06 1.68 2.02 Ck 1.85 2.08 1.59 2.06 Br 1.73 1.83 1.84 1.84 Lo 1.87 2.01 2.04 1.97 MoAt 2.00 2.34 1.66 2.21 Un 1.95 2.11 1.76 2.12 MoK - - - - MoA 1.81 1.98 1.66 1.97 < 30 tahun Ve 1.56 1.91 1.56 1.91 Pr 1.69 2.17 - - Cu 1.87 2.16 2.12 2.12 Ba 1.71 1.97 1.78 2.05 Ck 1.77 2.38 1.77 2.17 Br 1.61 1.77 1.61 1.93 Lo 1.84 2.11 1.84 2.16 MoAt 1.86 2.18 1.86 2.02 Un 2.01 2.12 2.01 2.12 MoK 1.61 1.85 1.61 1.97 MoA 1.90 1.90 1.56 1.91
25 Nilai IRHR merupakan indeks yang menunjukkan kecenderungan tubuh (denyut jantung) dalam merepson beban kerja yang diterima. Sehingga dalam analisis beban kerja nilai IRHR dapat digunakan untuk menentukan besarnya tingkat kejerihan seseorang. Tabel 10 merupakan tabel klasifikasi tingkat kejerihan untuk kegiatan panen kelapa sawit di PT SLS.
Tabel 10 Klasifikasi tingkat kejerihan
Nilai IRHR Kategori
1< IRHR < 1.5 Ringan 1.5 < IRHR < 2.0 Sedang 2.0 < IRHR < 2.5 Berat 2.5< IRHR Sangat berat
Sumber: Laporan Akhir Kajian Ergonomika untuk Penyempurnaan Sistem dan Produktifitas Kerja Panen-Muat Kelapa Sawit di Kebun PT. AAL, 2012
Dari tabel 10 dan 11 terlihat bahwa tingkat kejerihan dari kegiatan kelapa sawit berada dalam klasifikasi sedang hingga berat. Kegiatan-kegiatan yang berada dalam level berat diantaranya adalah kegiatan MoAt dan Un. Elemen Un termasuk katergori berat pada pemanen berusia < 30 tahun. Selain itu kegiatan CuD, CuE, Lo, Ba dan Ck juga berada pada level berat pada kondisi lahan yang datar, sedangkan pada lahan teras kedua elemen kerja tersebut berada pada level sedang.
Tabel 11. Kategori tingkat kejerihan masing-masing elemen kerja
Usia Elemen
kerja
Kategori
T-K-D F-B-D T-K-E F-K-E
> 30 tahun
Ve Sedang Sedang Sedang Sedang
Pr - - Sedang Sedang
Cu Sedang Berat Sedang Berat
Ba Sedang Berat Sedang Berat
Ck Sedang Berat Sedang Berat
Br Sedang Sedang Sedang Sedang
Lo Sedang Sedang Sedang Berat
MoAT Berat Berat Berat Berat
Un Sedang Berat Sedang Berat
MoA Sedang Sedang Sedang Sedang
MoK - - - -
< 30 tahun
Ve Sedang Sedang Sedang Sedang
Pr - - Sedang Berat
Cu Sedang Berat Sedang Berat
Ba Sedang Berat Sedang Sedang
Ck Sedang Berat Sedang Berat
Br Sedang Sedang Sedang Sedang
Lo Sedang Berat Sedang Berat
MoAT Sedang Berat Sedang Berat
Un Berat Berat Berat Berat
MoA Sedang Sedang Sedang Sedang
Nilai IRHR sangat berkaitan dengan karakteristik fisik dan psikologi subjek, sehingga masing-masing subjek akan memiliki nilai yang berbeda. Dengan melihat nilai IRHR kita dapat melihat bagaimana besar beban kerja yang dirasakan oleh pemanen. Oleh karena itu nilai IRHR dapat diindikasikan sebagai indikator tingkat keterampilan/keahlian dari subjek. Tingkat keterampilan ini semakin meningkat bila semakin lama seseorang melakukan aktivitas yang sama. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa semakin ringan tingkat kejerihan dari subjek maka makin kecil beban kerja yang dirasakan oleh subjek. Pada Tabel 9 terlihat bahwa subjek yang berusia > 30 tahun memiliki nilai IRHR yang lebih besar dibandingkan dengan subjek yang berusia < 30 tahun pada sebagian besar elemen kerja panen kelapa sawit. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan panen kelapa sawit pada subjek > 30 tahun dirasakan lebih berat dibandingkan subjek berusia < 30 tahun. Namun pada elemen kerja yang dilakukan pada urutan terakhir seperti MoAt dan Un, nilai IRHR pada subjek yang berusia < 30 tahun lebih besar dibandingkan subjek > 30 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa subjek > 30 tahun lebih stabil dalam merespon beban kerja yang diterima. Nilai IRHR juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Terlihat pada Tabel 9 bahwa pada kondisi lahan datar sebagian besar nilai rata-rata IRHR lebih tinggi dibandingkan pada lahan teras.
Selain dijadikan sebagai indikator tingkat kejerihan nilai IRHR juga digunakan untuk mencari nilai laju konsumsi energi kerja (WEC). Nilai WEC ini diperoleh dengan mengkonversi nilai IRHR dengan menggunakan persamaan linier yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah dengan menjumlahkan nilai WEC dan BME maka kita dapat memperoleh total konsumsi energi yang dibutuhkan untuk melakukan kerja (Contoh perhitungan terdapat pada Lampiran 8).
Nilai WEC merupakan nilai laju konsumsi energi yang harus dikeluarkan akibat usaha/kerja yang kita lakukan. Pada tabel 12 untuk subjek yang berumur > 30 tahun memiliki nilai WEC yang lebih besar saat pemanenan dilakukan pada lahan berteras dibandingkan saat memanen di lahan datar pada semua elemen kerja. Perbedaan yang cukup besar terlihat pada elemen kerja Br, MoAT dan Un. Pada lahan teras nilai WEC pada elemen kerja Br, MoAT dan Un masing-masing bernilai 2.34 kkal/menit, 3.14 kkal/menit dan 3.02 kkal/menit sedangkan pada lahan datar masing-masing bernilai 1.74 kkal/menit, 2.80 kkal/menit dan 2.35 kkal/menit. Hal ini juga terjadi pada subjek yang berusia < 30 tahun. Elemen kerja Br merupakan aktivitas memungut berondolan yang jatuh pada sekitar piringan. Pada lahan teras terdapat kemungkinan dimana berondolan terjatuh menyebar hingga terjatuh pada teras setelahnya dan pemanen yang telah terikat dengan peraturan untuk memungut semua berondolan yang jatuh akan berusaha untuk memungut semua, sehingga akan lebih sulit dilakukan pada lahan berteras dibandingkan di lahan datar. MoAT merupakan kegiatan mengangkut tandan yang telah dipotong menuju tempat pengumpulan hasil. Lahan berteras akan membuat pergerakan pemanen tidak semudah pada lahan datar karena lahan beteras pada awalnya merupakan lahan dengan kemiringan yang cukup tinggi namun dibuat beteras untuk lebih memudahkan pemanen dalam hal pengangkutan tandan. Sedangkan untuk elemen Un merupakan elemen kerja membongkar muat tandan pada tempat pengumpulan hasil. Elemen ini merupakan serial kerja terakhir yang artinya pada elemen kerja ini pemanen akan merasakan kelelahan yang