• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perempuan Pengusaha pada Industri Bordir (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perempuan Pengusaha pada Industri Bordir (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat)"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR

(Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat)

Oleh:

GADI RANTI A09400002

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang

Pariaman, Sumatera Barat)

Oleh: GADI RANTI

A09400002

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RIWAYAT HIDUP

(4)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR (KASUS DI NAGARI ULAKAN, KECAMATAN ULAKAN TAPAKIS, PADANG PARIAMAN, SUMATERA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Februari 2008

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat serta hidayah-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian, pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul ”Perempuan Pengusaha pada Industri Bordir (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat)”.

Skripsi ini menjelaskan profil perempuan yang menjadi pengusaha kerajinan mukena bordir yang dilihat berdasarkan umur, tingkat pendidikan, status pernikahan, kepemilikan usaha, lama usaha, dan jumlah tenaga kerja. Kemudian skripsi ini juga membahas mengenai peranan perempuan pengusaha mukena bordir dalam rumahtangga yaitu siapa yang melakukan kegiatan reproduktif, kegiatan produktif dan kegiatan sosial kemasyarakatan dalam rumahtangganya. Selain itu juga membahas mengenai keterkaitan antara kontribusi pendapatan yang diberikan perempuan pengusaha terhadap pendapatan rumahtangga dengan pengambilan keputusan dalam rumahtangganya.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini bahwa masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini berguna bagi semua pihak dan memberi masukan bagi khasanah ilmu pengetahuan.

(6)

DAFTAR ISI

Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel

Bab I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 5

Bab II. Pendekatan Teoritis

2.1 Tinjauan Pustaka 6

2.1.1 Peranan Perempuan dan Konsep Bekerja 6 2.1.2 Perempuan Sebagai Pengusaha 9

2.1.3 Kontribusi Ekonomi Perempuan 10 2.1.4 Pengambilan Keputusan 12

2.2 Kerangka Pemikiran 12

2.3 Hipotesa 13

2.4 Definisi Operasional 15

Bab III. Metode Penelitian

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 18

3.2 Jenis dan Sumber Data 18

3.3 Teknik Pengambilan Responden 19

3.4 Metode Analisis 19

Bab IV. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1 Letak dan Keadaan Geografis 20

4.2 Keadaan Penduduk 22

(7)

Bab V. Perempuan Pengusaha pada Industri Bordir Mukena

5.1 Karakteristik Perempuan Pengusaha 31 5.2 Karakteristik dan perkembangan Industri Bordir 32 5.3 Pelaku Kegiatan Reproduktif, Produktif 39

dan Sosial Kemasyarakatan pada Rumahtangga Industri Bordir

5.3.1 Kegiatan Reproduktif 39

5.3.2 Kegiatan Produktif Industri Bordir 40 5.3.3 Kegiatan Sosial Kemasyarakatan 41 5.4 Pendapatan Perempuan Pengusaha pada Industri Bordir 43 5.5 Hubungan Lama Usaha, Skala Usaha dan Kepemilikan 44

Usaha terhadap Kontribusi Pendapatan Perempuan Pengusaha

Bab VI. Hubungan Kepemilikan Usaha dan Kontribusi Pendapatan terhadap Pengambilan Keputusan pada Kegiatan Reproduktif, Produktif dan Sosial Kemasyarakatan

6.1 Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga 47 Perempuan Pengusaha

6.2 Hubungan Kepemilikan Usaha dan Kontribusi 50 Pendapatan Perempuan dengan Pengambilan

Keputusan pada Kegiatan Reproduktif, Produktif, dan Sosial Kemasyarakatan Industri Bordir

Bab VII. Kesimpulan dan Saran

7.1 Kesimpulan 54

7.2. Saran 58

Daftar Pustaka 59

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Sarana/Prasarana Penunjang di Nagari Ulakan, Tahun 2006. 21 2. Jumlah Penduduk berdasarkan Kelompok Umur di 22

Nagari Ulakan, Tahun2006

3. Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin di Nagari Ulakan, 23 Tahun 2006.

4. Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian di Nagari Ulakan, 24 Tahun 2006.

5. Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan, di Nagari Ulakan 25 Tahun 2006.

6. Karakteristik Perempuan Pengusaha berdasarkan 32 Umur, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan Suami dan

Komposisi Anggota Rumahtangga, di Nagari Ulakan, Tahun 2007. 7. Karakteristik Usaha Kerajinan Bordir berdasarkan 34

Kepemilikan Usaha dan Lama Usaha di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

8. Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Kerajinan Bordir 35 di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

9. Karakteristik Usaha Kerajinan Bordir Berdasarkan 36 Status Kepemilikan Usaha, Lama Usaha dan Rata-rata

Jumlah Tenaga Kerja di Nagari Ulakan, Tahun 2007

10. Karakteristik Usaha Kerajinan Bordir Berdasarkan 37 Rata-rata JumlahKepemilikan Mesin di Nagari Ulakan,

Tahun 2007.

11. Pelaku Kegiatan Reproduktif dalam Rumahtangga 39 Perempuan Pengusaha Industri Bordir Di Nagari Ulakan,

Tahun 2007

(9)

13. Pelaku Kegiatan Sosial Kemasyarakatan dalam 42 Rumahtangga Industri Bordir di Nagari Ulakan, Tahun 2007

14. Pendapatan Rumahtangga Perempuan Pengusaha pada 43 Industri Bordir di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

15. Kontribusi Pendapatan Perempuan Pengusaha 44 terhadap Pendapatan Rumahtangga berdasarkan

Karakteristik Industri Bordir di Nagari Ulakan, Tahun 2007

16. Perbandingan Persentase Rata-rata Kontribusi 45 Pendapatan Perempuan Pengusaha terhadap Pendapatan

Rumahtangga Berdasarkan Karakteristik Industri Bordir di Nagari Ulakan, Tahun 2007

17. Pengambilan Keputusan Kegiatan Reproduktif, Produktif, 48 dan Sosial Kemasyarakatan dalam Rumahtangga Perempuan

Pengusaha Industri Bordir Di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

18. Hubungan Kepemilikan Usaha dengan Pengambilan Keputusan 50 pada Kegiatan Reproduktif, Produktif dan Sosial Kemasyarakatan di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

19. Hubungan Kontribusi Pendapatan Perempuan Pengusaha 52 dengan Pengambilan Keputusan pada Kegiatan Reproduktif,

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Kerangka Pemikiran Perempuan Pengusaha pada Industri 14 Bordir.

2. Tahapan Proses Produksi Mukena Bordir di Nagari Ulakan. 28

(11)

PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR

(Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat)

Oleh:

GADI RANTI A09400002

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang

Pariaman, Sumatera Barat)

Oleh: GADI RANTI

A09400002

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

RIWAYAT HIDUP

(14)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR (KASUS DI NAGARI ULAKAN, KECAMATAN ULAKAN TAPAKIS, PADANG PARIAMAN, SUMATERA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Februari 2008

(15)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat serta hidayah-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian, pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul ”Perempuan Pengusaha pada Industri Bordir (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat)”.

Skripsi ini menjelaskan profil perempuan yang menjadi pengusaha kerajinan mukena bordir yang dilihat berdasarkan umur, tingkat pendidikan, status pernikahan, kepemilikan usaha, lama usaha, dan jumlah tenaga kerja. Kemudian skripsi ini juga membahas mengenai peranan perempuan pengusaha mukena bordir dalam rumahtangga yaitu siapa yang melakukan kegiatan reproduktif, kegiatan produktif dan kegiatan sosial kemasyarakatan dalam rumahtangganya. Selain itu juga membahas mengenai keterkaitan antara kontribusi pendapatan yang diberikan perempuan pengusaha terhadap pendapatan rumahtangga dengan pengambilan keputusan dalam rumahtangganya.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini bahwa masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini berguna bagi semua pihak dan memberi masukan bagi khasanah ilmu pengetahuan.

(16)

DAFTAR ISI

Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel

Bab I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 5

Bab II. Pendekatan Teoritis

2.1 Tinjauan Pustaka 6

2.1.1 Peranan Perempuan dan Konsep Bekerja 6 2.1.2 Perempuan Sebagai Pengusaha 9

2.1.3 Kontribusi Ekonomi Perempuan 10 2.1.4 Pengambilan Keputusan 12

2.2 Kerangka Pemikiran 12

2.3 Hipotesa 13

2.4 Definisi Operasional 15

Bab III. Metode Penelitian

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 18

3.2 Jenis dan Sumber Data 18

3.3 Teknik Pengambilan Responden 19

3.4 Metode Analisis 19

Bab IV. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1 Letak dan Keadaan Geografis 20

4.2 Keadaan Penduduk 22

(17)

Bab V. Perempuan Pengusaha pada Industri Bordir Mukena

5.1 Karakteristik Perempuan Pengusaha 31 5.2 Karakteristik dan perkembangan Industri Bordir 32 5.3 Pelaku Kegiatan Reproduktif, Produktif 39

dan Sosial Kemasyarakatan pada Rumahtangga Industri Bordir

5.3.1 Kegiatan Reproduktif 39

5.3.2 Kegiatan Produktif Industri Bordir 40 5.3.3 Kegiatan Sosial Kemasyarakatan 41 5.4 Pendapatan Perempuan Pengusaha pada Industri Bordir 43 5.5 Hubungan Lama Usaha, Skala Usaha dan Kepemilikan 44

Usaha terhadap Kontribusi Pendapatan Perempuan Pengusaha

Bab VI. Hubungan Kepemilikan Usaha dan Kontribusi Pendapatan terhadap Pengambilan Keputusan pada Kegiatan Reproduktif, Produktif dan Sosial Kemasyarakatan

6.1 Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga 47 Perempuan Pengusaha

6.2 Hubungan Kepemilikan Usaha dan Kontribusi 50 Pendapatan Perempuan dengan Pengambilan

Keputusan pada Kegiatan Reproduktif, Produktif, dan Sosial Kemasyarakatan Industri Bordir

Bab VII. Kesimpulan dan Saran

7.1 Kesimpulan 54

7.2. Saran 58

Daftar Pustaka 59

(18)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Sarana/Prasarana Penunjang di Nagari Ulakan, Tahun 2006. 21 2. Jumlah Penduduk berdasarkan Kelompok Umur di 22

Nagari Ulakan, Tahun2006

3. Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin di Nagari Ulakan, 23 Tahun 2006.

4. Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian di Nagari Ulakan, 24 Tahun 2006.

5. Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan, di Nagari Ulakan 25 Tahun 2006.

6. Karakteristik Perempuan Pengusaha berdasarkan 32 Umur, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan Suami dan

Komposisi Anggota Rumahtangga, di Nagari Ulakan, Tahun 2007. 7. Karakteristik Usaha Kerajinan Bordir berdasarkan 34

Kepemilikan Usaha dan Lama Usaha di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

8. Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Kerajinan Bordir 35 di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

9. Karakteristik Usaha Kerajinan Bordir Berdasarkan 36 Status Kepemilikan Usaha, Lama Usaha dan Rata-rata

Jumlah Tenaga Kerja di Nagari Ulakan, Tahun 2007

10. Karakteristik Usaha Kerajinan Bordir Berdasarkan 37 Rata-rata JumlahKepemilikan Mesin di Nagari Ulakan,

Tahun 2007.

11. Pelaku Kegiatan Reproduktif dalam Rumahtangga 39 Perempuan Pengusaha Industri Bordir Di Nagari Ulakan,

Tahun 2007

(19)

13. Pelaku Kegiatan Sosial Kemasyarakatan dalam 42 Rumahtangga Industri Bordir di Nagari Ulakan, Tahun 2007

14. Pendapatan Rumahtangga Perempuan Pengusaha pada 43 Industri Bordir di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

15. Kontribusi Pendapatan Perempuan Pengusaha 44 terhadap Pendapatan Rumahtangga berdasarkan

Karakteristik Industri Bordir di Nagari Ulakan, Tahun 2007

16. Perbandingan Persentase Rata-rata Kontribusi 45 Pendapatan Perempuan Pengusaha terhadap Pendapatan

Rumahtangga Berdasarkan Karakteristik Industri Bordir di Nagari Ulakan, Tahun 2007

17. Pengambilan Keputusan Kegiatan Reproduktif, Produktif, 48 dan Sosial Kemasyarakatan dalam Rumahtangga Perempuan

Pengusaha Industri Bordir Di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

18. Hubungan Kepemilikan Usaha dengan Pengambilan Keputusan 50 pada Kegiatan Reproduktif, Produktif dan Sosial Kemasyarakatan di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

19. Hubungan Kontribusi Pendapatan Perempuan Pengusaha 52 dengan Pengambilan Keputusan pada Kegiatan Reproduktif,

(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Kerangka Pemikiran Perempuan Pengusaha pada Industri 14 Bordir.

2. Tahapan Proses Produksi Mukena Bordir di Nagari Ulakan. 28

(21)
(22)

Kode Responden: Tanggal Wawancara:

PANDUAN PERTANYAAN

A. Karakteristik Anggota Rumahtangga Nama Jenis

kelamin Umur (Thn)/ thn Lahir Hubungan dg KK

Pendidikan Pekerjaan Ket

B. Profil Usaha Kerajinan Bordir Mukena 1. Sejarah Usaha

a. Tahun berapa memulai usaha kerajinan bordir mukena ?

b. Apakah sebelum berusaha konveksi sulaman berusaha di bidang lain ? c. Apakah modal usaha usaha kerajinan bordir mukena merupakan modal

sendiri/warisan/lainnya ?

d. Apakah ada modal dalam bentuk lain ( peralatan atau mesin, tenaga kerja, tempat usaha dsb)

2. Asal Keterampilan

a. Darimana asal keterampilan bordir (belajar dari orangtua/teman/kursus) b. Darimana asal keterampilan berusaha (manajemen) industri kerajinan bordir

mukena ?

3. Motivasi untuk menjadi pengusaha bodir?

C. Status Ekonomi Keluarga

1. Penguasaan lahan pertanian saat memulai usaha kerajinan bordir a. Ada/tidak

b. Jika ada dalam bentuk apa(sawah/kebun) dan berapa luas masing-masingnya? c. Siapa yang menggarap atau mengelola lahan tersebut ?

d. Bagaimana dengan situasi sekarang ?

2. Usaha lain di luar pertanian, saat memulai usaha kerajinan bordir ? a. Ada/tidak

b. Jika ada, usaha apa dan siapa yang mengelola ?

3. Penguasaan modal tetap dalam bidang kerajinan bordir, saat memulai usaha kerajinan bordir

a. Ada/tidak

b. Jika ada, dalam bentuk apa (mesin jahit/mesin obras/ mesin bordir/ tempat usaha) dan berapa jumlahnya ?

c. Bagaimana dengan situasi sekarang ?

4. Tambahan modal selama menjalankan usaha kerajinan bordir a. Ada/tidak

b. Jika ada, darimana atau dari siapa diperoleh, dalam bentuk apa dan berapa jumlahnya ?

c. Bagaimana dengan bank atau lembaga keuangan lainnya ?

C. Pengelolaan Usaha

1. Cara penyediaan bahan baku

(23)

b. Bagaimana cara penyediaan bahan baku tersebut (sendiri/disediakan pemesan) dan dalam situasi apa hal tersebut terjadi (bulan atau musim tertentu) ?

2. Pemasaran produk

a. Jalur-jalur apa saja yang ditempuh dalam pemasaran produk (langsung ke konsumen/melalui pedagang pengumpul/pengecer/eksportir/pameran) b. Bagaimana dengan situasi sekarang ?

3. Berapa orang jumlah tenaga kerja dan bagaimana cara pengupahan

Untuk melihat distribusi kekuasaan yang tergambar dalam pengambilan keputusan (siapa yang melakukan) maka digunakan tabel sebagai berikut:

Daftar Kegiatan Reproduktif

Pengambil Keputusan Kegiatan Reproduktif

Laki-laki Perempuan

Keterangan

1. Pekerjaan RT

• Memasak/Menyiapkan Makanan

• Belanja Keperluan Dapur • Mencuci Perabotan Dapur • Membersihkan Rumah • Mencuci/Menyetrika

Pakaian

• Pengasuhan anak

2. Kesehatan Anggota RT

(24)

Daftar Kegiatan Produktif

Pengambil Keputusan Kegiatan Produktif

Laki-laki Perempuan

Keterangan

1. Kerajinan Bordir • Proses Produksi • Pemasaran

• Pengelolaan Keuangan Hasil Penjualan • Pengelolaan Usaha

(menambah/mengurangi jumlah TK, memperbaiki alat-alat produksi)

2. Kegiatan Produktif lainnya • Bercocok Tanam • Berdagang • Lainnya

Daftar Kegiatan Sosial Kemasyarakatan

Pengambil Keputusan Kegiatan Sosial

Kemasyarakatan Laki-laki Perempuan Ket • Upacara Adat/ Selamatan

• Pengajian • Gotong royong • Arisan

(25)

Lampiran 7

PendapatanRumahtangga Perempuan Pengusaha Kerajinan Bordir di Nagari Ulakan, Tahun 2007

Kepemilikan Usaha

Pendapatan Isteri (Rp/bln)*

Pendapatan Suami (Rp/bln)*

Total % Pendapatan

Isteri Terhadap Pendapatan

RT Milik

Bersama

1. Sym 6.000.000 600.000 6.600.000 90,91

2. Ir 1.600.000 750.000 2.350.000 68,09

3. Ags 6.400.000 5.000.000 11.400.000 56,14

4. Las 2.240.000 600.000 2.840.000 78,87

5. Gus 8.000.000 900.000 8.900.000 89,89

Rata-rata 4.848.000 1.570.000 6.418.000 76,78 Milik Sendiri

1. Yul 800.000 500.000 1.300.000 61,54

2. Zul 3.600.000 750.000 4.350.000 82,76 3. Zai 1.000.000 750.000 1.900.000 52,63 4. Ers 3.200.000 1.200.000 4.400.000 72,73 5. St 12.000.000 1.200.000 13.200.000 90,91

6. Nur 780.000 500.000 1.280.000 60,94

7. Nor 800.000 750.000 1.550.000 51,61

8. An 900.000 1.200.000 2.100.000 42,86

Rata-rata 2.885.000 856.250 3.760.000 64,50 Keterangan: * Keuntungan dari penjualan/bulan

** Gaji/upah atau keuntungan dari usaha dagang/bulan

(26)

Lampiran 8

Karakteristik Usaha Kerajinan Bordir di Nagari Ulakan, Tahun 2007

No. Status Kepemilikan

Usaha

Lama Usaha(thn)

∑ TK Awal Usaha

(org)

∑ TK Skrg (org)

∑ Mesin Awal Usaha (buah)

∑ Mesin

Skrg (buah)

1. Milik Bersama 5 4 33 4 20

2. Milik Sendiri 3 5 12 5 5

3. Milik Bersama 2 8 22 8 20

4. Milik Sendiri 2 2 27 2 5

5. Milik Sendiri 9 1 8 1 3

6. Milik Bersama 10 3 39 3 30

7. Milik Sendiri 11 2 25 2 20

8. Milik Bersama 4 4 14 4 4

9. Milik Bersama 6 2 42 2 30

10. Milik Sendiri 5 4 59 4 20

11. Milik Sendiri 3 2 5 2 2

12. Milik Sendiri 2 2 11 2 3

13. Milik Sendiri 3 1 12 1 3

(27)

RINGKASAN

GADI RANTI. PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR. Kasus di Nagari Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. (Di bawah bimbingan MELANI ABDULKADIR SUNITO)

Di Sumatera Barat, banyak perempuan yang secara aktif ikut dalam mencari nafkah. Tingginya partisipasi perempuan dalam kegiatan nafkah baik bersama suami maupun sendiri dipengaruhi oleh sistem kekerabatan (matrilineal) yang menyatakan bahwa posisi perempuan sentral sehingga peranannya dalam kehidupan sosial ekonomi mendapat cukup tempat. Keterampilan sandang bagi perempuan di Nagari Ulakan pada awalnya sebagai pengisi waktu luang, namun berkembang mengikuti pasar sehingga menjadi salah satu mata pencaharian untuk menunjang perekonomian rumahtangga. Dalam keadaan terbatasnya peluang bekerja dan kecilnya jumlah perempuan yang bekerja ternyata di Nagari Ulakan banyak ditemui industri rumahtangga kerajinan bordir, dimana selain menjadi pekerja, perempuan juga menjadi pengusaha. Usaha tersebut menghasilkan produk berupa mukena dengan berbagai macam motif bordiran.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil perempuan pengusaha bordir (karakteristik pribadi dan karakteristik usaha), mengetahui pelaku kegiatan reproduktif, produktif dan sosial kemasyarakatan dalam rumahtangga perempuan pengusaha dan mengetahui kontribusi pendapatan perempuan pengusaha terhadap pendapatan rumahtangga serta kedudukan mereka dalam rumahtangga yang dilihat dari pengambilan keputusan. Penelitian ini dilakukan di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Padang Pariaman, Sumatera Barat. Penelitian dilakukan sekitar bulan Januari-Februari 2007. Responden dalam penelitian adalah seluruh perempuan menikah yang menjadi pengusaha pada rumahtangga kerajinan bordir yaitu 13 orang.

Metoda analisis adalah deskriptif dengan menggunakan data kuantitatif dan data kualitataif yang disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden dan informan, melalui survei dan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data primer yang dikumpulkan adalah sumberdaya rumahtangga (status ekonomi rumahtangga dan komposisi anggota rumahtangga), sumberdaya pribadi (umur, tingkat pendidikan, asal keterampilan dan pengalaman), sejarah usaha, lama usaha dan pendapatan rumahtangga secara umum.

(28)

kepemilikan modal awal usaha adalah usaha milik sendiri, lima orang diantaranya dengan lama usaha < 4 tahun dan tiga orang lainnya dengan lama usaha ≥ 4 tahun.

Seluruh tenaga kerja yang bekerja sebagai pengrajin mukena bordir adalah perempuan yang terdiri dari tenaga kerja dalam pabrik, luar pabrik dan tenaga kerja lepas. Semakin lama usaha maka persentase peningkatan jumlah tenaga kerja semakin besar. Secara keseluruhan, usaha milik sendiri dengan lama usaha ≥ 4 mengalami kemajuan yang lebih pesat dalam peningkatan jumlah tenaga kerja dan usaha milik bersama dengan lama usaha ≥ 4 tahun mengalami kemajuan yang lebih pesat dalam hal jumlah kepemilikan mesin.

Rataan untuk seluruh kegiatan reproduktif pada menunjukkan perempuan masih menjadi pelaku utama kegiatan reproduktif (62,4%). Pada kegiatan reproduktif, 75,6 persen perempuan pengusaha melakukan pekerjaan rumahtangga sendiri, dilakukan oleh suami (6,4%), dilakukan oleh kerabat perempuan (10,3%) dan dilakukan oleh pekerja upahan (7,7%). Peran isteri dan suami terlihat tidak berbeda pada kegiatan layanan kesehatan anggota rumahtangga dan urusan pendidikan anak. Secara keseluruhan pada kegiatan produktif, perempuan pengusaha mempunyai peranan yang lebih besar (64,7%). Pada kegiatan sosial kemasyarakatan, peran perempuan pengusaha terlihat lebih besar pada kegiatan yang sering dilakukan oleh kaum perempuan seperti arisan dan posyandu sedangkan peran suami terlihat lebih besar pada kegiatan yang sering dilakukan kaum laki-laki seperti gotongroyong. Untuk kegiatan upacara adat, peran isteri dan suami terlihat hampir berimbang.

Kontribusi pendapatan perempuan pada usaha milik bersama lebih besar (73,6%) daripada usaha milik sendiri. Berdasarkan lama usaha, menunjukkan bahwa pada usaha bersama, kontribusi pendapatan perempuan lebih besar (73,1%) pada lama usaha ≥ 4 tahun. Pada usaha milik sendiri, kontribusi pendapatan perempuan relatif tidak berbeda berdasarkan lama usaha. Semakin lama usaha, rata-rata kontribusi pendapatan perempuan pengusaha terhadap pendapatan rumahtangga semakin besar. Kontribusi pendapatan perempuan besar pada skala usaha besar (jumlah TK ≥ 22 orang). Semakin banyak jumlah tenaga kerja, rata-rata kontribusi pendapatan perempuan pengusaha terhadap pendapatan rumahtangganya semakin besar.

Pengambilan keputusan untuk kegiatan reproduktif secara keseluruhan adalah dilakukan oleh isteri sendiri (2,6%), secara bersama dengan isteri lebih dominan (43,6%), bersama dan setara (46,1%) dan bersama dengan suami lebih dominan (7,7%). Pengambilan keputusan secara keseluruhan pada kegiatan produktif adalah dilakukan oleh isteri sendiri (48,1%), bersama dengan isteri lebih dominan (38,5%), bersama dan setara (1,9%), bersama dengan suami lebih dominan (9,6%) dan oleh suami sendiri (1,9%). Pengambilan keputusan secara keseluruhan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan adalah dilakukan oleh isteri sendiri (30,8%), bersama dengan isteri lebih dominan (21,5%), bersama dan setara (30,8%) dan bersama dengan suami lebih dominan (16,9%).

(29)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terdapat pandangan dalam masyarakat bahwa kehidupan perempuan berada di sekitar rumahtangga dan tujuan perempuan hanyalah untuk menikah dan membentuk keluarga sehingga setelah menikah hampir seluruh kehidupannya dilewatkan untuk mengurus rumahtangganya. Perempuan selalu dikaitkan dengan statusnya sebagai ibu rumahtangga sedangkan laki-laki selalu dikaitkan dengan statusnya sebagai kepala rumahtangga dan pencari nafkah. Saat ini adalah suatu hal yang lumrah dalam suatu rumahtangga ketika seorang perempuan (isteri) bekerja mencari nafkah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rumahtangganya.

Berdasarkan anggapan Tilly dan Scott yang dikutip oleh Kemalasari (2004), bahwa keluarga merupakan tempat berproduksi, pusat dari aktivitas ekonomi dan tempat untuk membangun kehidupan baru. Seorang perempuan yang telah menikah memiliki kontribusi dalam segala aspek kehidupan keluarga, selain itu juga memegang peranan dalam rumahtangganya.

(30)

2

kehidupan sehari-hari merupakan pendorong utama perempuan untuk bekerja. Dari perempuan yang bekerja, 85 persen diantaranya mengajukan kebutuhan ekonomi sebagai motivasi dasar untuk bekerja (Albrecht dalam Abdullah, 1997)

Keterlibatan perempuan untuk melakukan berbagai kegiatan produktif demi kelangsungan rumahtangganya berpengaruh terhadap posisi perempuan dalam rumahtangga terutama dalam pengambilan keputusan, kebebasan ekonomi dan kekuasaan sosial (Budiman dalam Nazir, 1996).

Banyak ditemui perempuan yang terlibat secara aktif dalam mencari nafkah di daerah Sumatera Barat, baik bersama suami maupun sendiri. Hal yang juga menarik adalah bahwa cukup banyak perempuan pengusaha yang berusaha untuk meneruskan usaha orang tuanya yang cenderung bekerja sendiri. Kalaupun usaha tersebut adalah kepunyaan suami, seringkali suami tidak ikut campur dalam kegiatan usaha isterinya.

Menurut data dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Barat 1996 tercatat bahwa sebagian besar (99%) wirausaha masyarakat di daerah ini adalah pengusaha kecil atau golongan ekonomi lemah. Sebanyak 85,5 persen berada di pedesaan. Adapun jenis usaha mereka umumnya bergerak pada industri aneka dalam bentuk industri rumahtangga. Saat ini banyak ditemui sentra-sentra kerajinan rumahtangga yang hampir ada di setiap daerah tingkat II. Konsumen dari industri rumahtangga ini pun sudah sampai ke negara tetangga, seperti Malaysia.*

Tingginya partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi di Sumatera Barat salah satunya disebabkan sistem kekerabatan yang dianut, yaitu sistem

*

(31)

3

matrilineal. Sistem ini menempatkan pihak perempuan dalam posisi yang sentral sehingga peranan perempuan dalam kehidupan sosial ekonomi cukup mendapat tempat. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh (Taner dalam Miko , 1991) yang menyatakan bahwa sentralisasi peranan perempuan Minang tidak hanya terbatas pada pendidikan anak, tetapi juga pada pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga melalui penguasaan benda-benda ekonomi seperti sawah dan ladang.

Bekerja dalam bidang sandang sudah menjadi pekerjaan yang banyak ditekuni oleh perempuan Minang, bahkan pekerjaan tersebut telah dijadikan sebagai sumber pendapatan alternatif guna kelangsungan rumahtangganya. Sejak kecil perempuan Minang selalu diajari keterampilan menjahit. Bahkan dulu penguasaan keterampilan menjahit dan memasak menjadi ukuran penilaian martabat perempuan di mata laki-laki dan keluarganya bila ingin menjadikannya sebagai isteri.

Awalnya pekerjaan keterampilan sandang hanya merupakan pengisi waktu luang bagi perempuan dan mereka mengerjakannya untuk keperluan sendiri dan tidak berorientasi pasar. Namun lama kelamaan kegiatan tersebut berkembang mengikuti permintaan pasar sehingga dijadikan sebagai salah satu mata pencaharian yang dapat menunjang perekonomian rumahtangganya.

1.2 Perumusan Masalah

(32)

4

dilakukan oleh suami. Kenyataannya, di samping mengurus rumahtangga isteri juga berperan sebagai pencari nafkah dan karenanya memberikan kontribusi pendapatan terhadap pendapatan rumahtangganya.

Perempuan bekerja banyak ditemui dalam masyarakat Minangkabau. Terdapatnya sistem keluarga luas memberikan peluang bagi perempuan untuk menjadi pengusaha karena sebagian pekerjaan rumahtangga dapat digantikan oleh anggota rumahtangga lainnya. Umumnya jenis pekerjaan yang ditekuni oleh perempuan adalah di bidang jasa ataupun industri kecil seperti industri pakaian jadi, sulaman, makanan dan sebagainya. Keikutsertaan perempuan bekerja mencari nafkah mempengaruhi peranan dan statusnya dalam rumahtangga dan masyarakat. Bekerjanya perempuan sebagai pengusaha industri bordir menyebabkan mereka menjadi lebih dihargai oleh masyarakat di sekitar lokasi industri bordir, karena perempuan pengusaha telah memberikan peluang bekerja bagi masyarakat terutama ibu-ibu dan anak-anak perempuan.

Selama ini dari perempuan bekerja yang lebih banyak disoroti hanya sebagai pekerja upahan. Penelitian ini melihat perempuan yang berperan sebagai penyedia lapangan kerja, yaitu sebagai pengusaha. Dalam hal ini dilihat bagaimana profil pengusaha perempuan pada industri bordir berdasarkan karakteristik pengusaha (umur, tingkat pendidikan), karakteristik usaha yaitu kepemilikan modal awal usaha (milik sendiri/bersama dengan suami), sejarah usaha, asal keterampilan dan lama usaha.

(33)

5

atau digantikan oleh anggota rumahtangga lainnya dan tenaga upahan. Dengan perempuan memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga, apakah perempuan menjadi lebih berperan dalam pengambilan keputusan untuk kegiatan reproduktif, produktif dan sosial kemasyarakatan.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui profil (karakteristik pribadi dan karakteristik usaha) dari perempuan pengusaha pada industri bordir.

2. Mengetahui pelaku kegiatan reproduktif, produktif dan kegiatan sosial kemasyarakatan dalam rumahtangga perempuan pengusaha.

3. Mengetahui kontribusi pendapatan perempuan pengusaha terhadap pendapatan rumahtangga dan hubungannya dengan pengambilan keputusan dalam kegiatan reproduktif, produktif dan sosial kemasyarakatan.

(34)

6

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Peranan Perempuan dan Konsep Bekerja

Setiap orang dalam hidupnya pada dasarnya masing-masing mempunyai peranan yang harus dijalani sesuai dengan kedudukannya dalam rumahtangga dan masyarakat.

Peranan isteri dalam rumahtangga meliputi kegiatan rumahtangga, mencari nafkah dan sosial kemasyarakatan. Peranan dan kontribusi isteri sendiri dapat dilihat dengan banyaknya waktu yang dicurahkan untuk setiap kegiatan yang dilakukan baik kerja reproduktif, produktif maupun kegiatan sosial (Pudjiwati Sajogyo, 1981).

Eoh (1985) juga menyatakan bahwa peranan dan kedudukan perempuan dalam rumahtangga adalah: 1). Sebagai isteri/ibu yang berperan melakukan pekerjaan rumahtangga, yaitu pekerjaan produktif yang tidak langsung mendatangkan pendapatan, 2). Sebagai pencari nafkah, yaitu pekerjaan produktif yang langsung mendatangkan pendapatan, dan 3). Sebagai warga masyarakat yang berperan melakukan kegiatan kemasyarakatan dengan berpartisipasi dalam lembaga sosial dan jangkauan pergaulan dengan warga masyarakat.

(35)

7

bahkan di bidang industri. Menurut data Susenas tahun 2002 menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang bekerja baik di sektor formal maupun informal mencapai 38,4 persen. Sebagian besar perempuan (67,6%) bekerja di sektor pertanian, 13,2 persen di sektor perdagangan dan 12,2 persen di sektor jasa (BPS dalam Azzacrawani, 2004).

Implikasi dari keadaan ini antara lain ditunjukkan dengan adanya perubahan dan pergeseran peranan laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Kegiatan perempuan dalam keluarga menjadi tidak terbatas dalam proses sosialisasi dan reproduksi saja, namun perempuan juga melakukan kegiatan ekonomi bersama dengan laki-laki di luar rumahtangga. Perempuan dalam menunjang tugas suami ikut serta mencari nafkah meskipun harus tetap mengerjakan pekerjaan rumahtangga (Azzacrawani, 2004).

(36)

8

waktu kerja yang singkat memungkinkan para perempuan pekerja dapat membagi tanggung jawab rumahtangga dan tanggung jawab pekerjaaan dengan baik. 4). Kemajuan perempuan di sektor pendidikan. Kondisi tersebut menyebabakan perempuan tidak lagi merasa puas jika hanya menjalankan peranannya di rumah saja. Perempuan butuh kesempatan untuk berprestasi dan mewujudkan kemampuan dirinya sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajarinya.

Bekerja maksudnya adalah sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara teratur atau berkesinambungan dalam suatu jangka waktu tertentu dengan tujuan yang jelas yaitu untuk menghasilkan atau mendapatkan sesuatu dalam bentuk benda, uang, jasa maupun ide (Munandar, 1985). Nilai bekerja yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki tidak terlepas dari peran gender yang berlaku dalam masyarakat sesuai dengan tradisi dan kebudayaan setempat. Laki-laki dianggap layak sebagai kepala keluarga sehingga ia mempunyai tanggung jawab menafkahi keluarganya. Sedangkan perempuan tidak perlu bekerja karena tempatnya di dalam rumah dan mengurus anak-anak.

(37)

9

2.1.2 Perempuan Sebagai Pengusaha

Beberapa penelitian kualitatif mengenai perempuan pengusaha yang pernah dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa dalam realitas kehidupan seorang perempuan pengusaha, dia harus tetap menyelaraskan kegiatan usahanya dengan nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat (Pambudy, 2003).

Sebuah penelitian menunjukkan, aktivitas perempuan sebagai pengusaha memungkinkan perempuan berinteraksi dengan banyak pihak sehingga dia memiliki pengetahuan dan juga kemandirian ekonomi yang bisa menjadi bantalan apabila relasinya dengan suami atau dengan orangtua dan saudara-saudaranya tidak berjalan seperti yang dia inginkan. *

Menjadi seorang pengusaha bisa menjawab kebutuhan untuk mandiri secara ekonomi dan sekaligus memenuhi kebutuhan seoarang perempuan untuk waktu yang lebih fleksibel sehingga perempuan bisa membagi waktunya antara pekerjaannya sebagai pengusaha dan pekerjaannya mengurus anak-anaknya. *

Para pengusaha perempuan memiliki aspirasi yang jelas tentang apa yang ingin dicapai dalam hidup. Hal yang menjadi daya dorong perempuan dalam berwiraswasta yaitu bersedia memikul tanggung jawab, siap mengambil resiko, mau bekerja di luar jam kerja normal dan memiliki rasa percaya diri yang besar yang membuat mereka dapat mengambil keputusan akhir ketika keadaan menuntut (Pambudy, 2003).

Perempuan yang menggantungkan usahanya sebagai sumber utama penghasilan keluarga, tetap memandang usaha yang mereka kelola tersebut

*

(38)

10

bukanlah sebagai usaha milik mereka melainkan sebagai usaha keluarga. Temuan Valerie Hull dalam penelitian di Jawa seperti yang dikutip Wolf dalam Pambudy (2003) menunjukkan bahwa meskipun 80 persen dari para isteri yang bekerja mengatakan cenderung memegang uang penghasilan mereka sendiri akan tetapi panggunaannya diputuskan bersama suami. Sehingga dapat diketahui bahwa meskipun perempuan mengelola uang tidak berarti mereka memiliki kontrol penuh atas penghasilan mereka sendiri.

Posisi perempuan yang sentral dalam masyarakat, menjadikan perempuan pengusaha mendapat cukup tempat dalam kehidupan ekonomi dan sosial budaya. Perempuan dalam masyarakat Minangkabau mempunyai peranan sebagai pengelola ekonomi rumahtangga, suami lebih banyak bersifat mendorong sedangkan istri lebih banyak mengatur. Masih berfungsinya keluarga luas memberikan peluang bagi perempuan untuk menjadi pengusaha, karena sebagian pekerjaan rumahtangga dapat digantikan oleh anggota rumahtangga lainnya (Kamal, 1991).

2.1.3 Kontribusi Ekonomi Perempuan

(39)

11

Terdapat tiga alasan perempuan mencari penghasilan tambahan yaitu uang, peranan sosial dan pengembangan diri. Hampir bisa dipastikan bahwa uang merupakan alasan terbesar bagi perempuan untuk bekerja di luar rumah. Perempuan pedesaan bekerja agar dapat bertahan hidup sedangkan perempuan kota bekerja untuk ”membayar ” tingkat kemahalan hidup di kota ( Hoffman dan Nye dalam Azzachrawani, 2004).

Sementara itu Suratiyah (1996) mengemukakan, terdapat dua alasan pokok yang melatar belakangi keterlibatan perempuan dalam dunia kerja yaitu: (1). Keharusan sebagai refleksi dari kondisi ekonomi rumahtangga yang rendah sehingga bekerja untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga adalah sesuatu yang penting; (2). Memilih untuk bekerja sebagai refleksi dari kondisi sosial ekonomi pada lapisan masyarakat menengah ke atas, dimana pendapatan kepala keluarga biasanya sudah dirasakan cukup untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga, sehingga perempuan yang masuk ke pasar tenaga kerja bukan semata-mata karena tekanan ekonomi melainkan karena menginginkan kehidupan yang tidak tergantung sepenuhnya pada pekerjaan dan penghasilan suami.

Hasil penelitian Hajar dalam Tombokan (2001), menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan dalam pekerjaan mencari nafkah yang menghasilkan pendapatan berfungsi meningkatkan pendapatan rumahtangga, berpengaruh terhadap pengambilan keputusan, mencerminkan sikap atau tingkat kemandirian serta rasa percaya diri perempuan.

(40)

12

pola pengambilan keputusan suami isteri dalam berbagai kegiatan rumahtangga (Wiryono dalam Tombokan, 2001).

2.1.4 Pengambilan Keputusan

Aspek pengambilan keputusan dalam rumahtangga merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan, khususnya antara laki-laki dan perempuan sebagai suami isteri (Nerlove dalam Tombokan, 2001).

Pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga dapat tersebar dengan ”sama nilai” (equally) dan dapat pula tersebar dengan ”tidak sama nilai” (unequally) khususnya antara suami dan isteri.

Pola pengambilan keputusan ini dapat dibedakan dalam lima variasi yaitu: a) pengambilan keputusan hanya oleh isteri saja, b) pengambilan keputusan hanya oleh suami saja, c) pengambilan keputusan oleh suami dan isteri bersama dengan dominasi isteri, d) pengambilan keputusan oleh suami dan isteri, dengan dominasi suami, dan e) pengambilan keputusan bersama setara (Pudjiwati Sajogyo, 1983).

2.2 Kerangka Pemikiran

(41)

13

industri bordir dan skala usaha yang diukur dari jumlah tenaga kerja.Lingkungan masyarakat dan pengaruh budaya juga turut berperan dalam pembentukan perempuan sebagai pengusaha.

Kontribusi perempuan pengusaha terhadap pendapatan rumahtangga mempengaruhi peran dalam pengambilan keputusan dalam rumahtangga, yang mencakup pengambilan keputusan dalam kegiatan reproduktif, kegiatan produktif (industri bordir) dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Keputusan pada kegiatan reproduktif mencakup keputusan dalam pekerjaan rumahtangga, kesehatan dan pendidikan anak. Keputusan pada kegiatan produktif mencakup keputusan dalam proses produksi industri bordir, pemasaran, pengelolaan pendapatan, pengelolaan usaha termasuk menambah atau mengurangi jumlah tenaga kerja dan menambah atau memperbaiki alat-alat produksi. Keputusan pada kegiatan sosial kemasyarakatan mencakup keputusan dalam kegiatan upacara adat/selamatan/kematian, gotong royong, pengajian, arisan dan posyandu.

2.3 Hipotesa

Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Semakin lama usaha semakin besar kontribusi pendapatan perempuan pengusaha terhadap pendapatan rumahtangga

2. Semakin besar skala usaha semakin besar kontribusi pendapatan perempuan pengusaha terhadap pendapatan rumahtangga

(42)

14

4. Semakin tinggi kontribusi pendapatan perempuan terhadap pendapatan rumahtangga, semakin tinggi pengambilan keputusan pada kegiatan reproduktif, produktif dan sosial kemasyarakatan.

[image:42.612.92.508.108.684.2]

Ket: Hubungan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Perempuan Pengusaha pada Industri Bordir Perempuan

Pengusaha pada Industri Bordir Sumberdaya Pribadi

• Umur • Tingkat

Pendidikan

Skala Usaha (∑ Tenaga Kerja)

Kepemilikan Usaha

Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan

Rumahtangga

Pengambilan Keputusan pada

Kegiatan Reproduktif, Produktif dan Sosial

Kemasyarakatan Sumberdaya

Rumahtangga • Pekerjaan Suami • Komposisi

Anggota Rumahtangga

(43)

15

2.4 Definisi Operasional

1. Industri bordir merupakan usaha kerajinan bordir yang menghasilkan produk berupa mukena bordir.

2. Sumberdaya pribadi perempuan adalah berbagai kemampuan/pencapaian yang dimiliki oleh perempuan sebagai individu;

¾ Umur : usia perempuan pengusaha bordir dinyatakan dalam tahun

¾ Tingkat pendidikan: dilihat berdasarkan pendidikan formaltertinggi yag

pernah diikuti. Dibedakan atas SD, SMP,SMA/Perguruan Tinggi.

¾ Lama usaha pada industri bordir mukena: lamanya waktu perempuan

menekuni pekerjaannya sebagai pengusaha kerajinan bordir yang diukur dengan jumlah tahun. Berdasarkan perhitungan median dibedakan atas: a. Lama usaha < 4 tahun

b. Lama usaha ≥ 4 tahun

3. Sumberdaya keluarga adalah berbagai kemampuan dalam rumahtangga yang terdiri dari pekerjaan suami dan komposisi anggota rumahtangga. Pekerjaan suami dibedakan atas, petani, pedagang, dan lainnya. Komposisi anggota rumahtangga dibedakan atas memiliki atau tidak memiliki anak usia balita

(44)

16

sebagainya), kegiatan layanan kesehatan anggota rumahtangga dan pendidikan anak.

5. Kegiatan produktif adalah kegiatan yang langsung menghasilkan pendapatan berupa uang. Dilihat dari siapa pelaku (isteri/suami/tenaga upahan atau kerabat) untuk jenis-jenis kegiatan dalam usaha kerajinan bordir seperti proses produksi, pemasaran, pengelolaan keuangan hasil dari penjualan kerajinan bordir dan pengelolaan usaha.

6. Kegiatan sosial kemasyarakatan adalah kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat atau kerabat dekat yang mencakup kegiatan sosial dan gotong royong dalam masyarakat seperti perayaan, selamatan, kesertaan dalam organisasi tingkat komunitas, kesertaan dalam kegiatan politik ditingkat komunitas, arisan, pengajian dan lain-lain. Dilihat dari siapa pelaku untuk jenis-jenis kegiatan tersebut.

7. Pendapatan rumahtangga adalah pendapatan total dari suami dan isteri yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

8. Kepemilikan modal awal usaha dilihat berdasarkan sumber modal untuk memulai industri bordir. Dibedakan menjadi usaha milik sendiri (isteri) dan usaha milik bersama (isteri dan suami).

9. Skala usaha dilihat berdasarkan jumlah tenaga kerja yang bekerja pada usaha kerajinan bordir. Berdasarkan perhitungan median dibedakan atas: a. Pengusaha dengan jumlah tenaga kerja < 22 orang

b. Pengusaha dengan jumlah tenaga kerja ≥ 22 orang

(45)

17

rumahtangga per bulan. Berdasarkan perhitungan median, kontribusi pendapatan perempuan dibedakan menjadi:

a. Kontribusi besar: jika ≥ 68,1 persen b. Kontribusi kecil: jika < 68,1 persen

11. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga dibedakan atas:

¾ Pengambilan keputusan dalam kegiatan reproduktif mencakup (a).

Kegiatan rumahtangga yaitu pengasuhan anak, memasak, mencuci dan sebagainya; (b). Kegiatan yang berkaitan dengan layanan kesehatan anggota rumahtangga; (c). Pendidikan anak.

¾ Pengambilan keputusan dalam kegiatan produktif mencakup (a). Proses

produksi; (b). Proses pemasaran; (c). Pengelolaan keuangan dari hasil penjualan; (d). Pengelolaan usaha yaitu menambah/mengurangi jumlah tenaga kerja, menambah/memperbaiki alat-alat produksi

¾ Pengambilan keputusan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan mencakup:

upacara adat (selamatan/kematian), pengajian/majlis taklim, gotongroyong, arisan, posyandu

12. Pengambilan keputusan dibedakan atas; (a). Isteri sendiri, (b). Isteri dominan, (c). Setara, (d). Suami dominan dan (e). Suami sendiri. Skoring pengambilan keputusan diukur dari jumlah skor yang diperoleh dari penghitungan sebagai berikut:.

¾ Isteri (Isteri Sendiri+ Isteri Dominan) : 3 (Tinggi)

¾ Setara : 2 (Nilainya dibagi dua antara isteri dengan suami)

(46)

18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2007.

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa Nagari Ulakan merupakan pusat produksi mukena bordiran di Kecamatan Ulakan Tapakis yang banyak melibatkan perempuan sebagai pengusaha maupun sebagai pekerja. Kemudian usaha kerajinan bordir di daerah ini merupakan usaha rumahtangga yang menggunakan peralatan dan dikelola dengan manajemen yang sederhana. Di samping itu daerah tersebut merupakan salah satu sentra produksi mukena bordiran yang hasilnya telah dikenal luas di Sumatera Barat dan juga di luar daerah Sumatera Barat.

3.2 Jenis dan Sumber Data

(47)

19

Data sekunder diperoleh dari BPS dan hasil publikasi Nagari meliputi keadaan dan potensi Nagari. Selain itu data sekunder juga diperoleh dari sumber-sumber lainnya yang terkait dengan penelitian.

3.3 Teknik Pengambilan Responden

Responden dalam penelitian ini adalah seluruh perempuan menikah yang menjadi pengusaha pada industri rumahtangga kerajinan bordir yang ada di Nagari Ulakan, yaitu sebanyak 13 orang.

3.4 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan menggunakan data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang, sementara itu data kualitatif digunakan sebagai pendukung untuk lebih memperjelas data kuantitatif.

(48)

20

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Keadaan Geografis

Kabupaten Padang Pariaman merupakan salah satu dari 9 kabupaten yang ada di Sumatera Barat yang terdiri dari 17 Kecamatan dengan 46 Nagari. Luas wilayah Kabupaten ini adalah 1.328,79 kilometer persegidengan ketinggian satu sampai dua puluh lima meter dari permukaan laut. Kabupaten Padang Pariaman berbatasan dengan Kabupaten Agam di sebelah utara, Kotamadya Padang di selatan, Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar di sebelah timur dan Samudera Indonesia di sebelah barat.

Lokasi penelitian adalah di Nagari Ulakan, yang terletak di Kecamatan Ulakan Tapakis. Nagari ini berada 15 kilometer dari ibukota Padang Pariaman. Nagari Ulakan terdiri dari 19 Korong dengan luas wilayah 1747 hektar. Adapun batas wilayah Nagari Ulakan ini adalah Nagari Pauh Kambar di bagian utara, Nagari Tapakis di sebelah selatan, Nagari Toboh Gadang di sebelah timur dan Samudera Indonesia di sebelah Barat. Nagari Ulakan memiliki tipologi nagari pantai pesisir.

(49)

21

[image:49.612.107.508.162.695.2]

yang ada di nagari atau langsung pergi ke pasar nagari yang ramai pada hari Sabtu untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari

Tabel 1. Sarana/ Prasarana Penunjang di Nagari Ulakan, Tahun 2006. Sarana / Prasarana Panjang/ Jumlah I. Pendidikan

• TK • SD • SLTP • SLTA

• Kursus (menjahit & bahasa)

2 buah 13 buah 1 buah 2 buah 2 buah II. Peribadatan • Mesjid

• Langgar/ Surau

3 buah 127 buah III. Perekonomian

• Warung/toko/ kios • Koperasi

• Pasar Nagari

101 buah 2 buah 1 buah IV. Pertanian

• Gilingan padi • Traktor • Hand sprayer • Bajak/ garu • Perontok gabah

23 unit 78 unit 50 unit 15 unit 70 unit V. Transportasi

• Jalan Provinsi • Jalan Kabupaten • Jalan Nagari • Jembatan • Mobil

• Sepeda motor

3,5 km 12 km 18 km 3 buah 4 unit 59 unit

VI. Warung Telekomunikasi 4 unit

VII.Kenelayanan

• Kapal Penangkap ikan • Perahu bermotor • Sampan

2 unit 67 unit 27 unit VIII. Kesehatan

• Puskesmas

• Poliklinik bersalin

1 buah 1 buah IX. Hiburan dan Rekreasi

• Pantai 1 buah

(50)

22

Sementara itu untuk keperluan pemasaran hasil produksi mukena bordir biasanya diantarkan langsung oleh pengusaha bordir ke pedagang pengumpul yang terdapat di Pasar Bukittinggi. Tidak semua pengusaha bordir yang bisa langsung mengantarkan ke Bukittinggi karena mereka tidak memiliki kendaraaan untuk mengantarkan produk mukena ke toko-toko langganan mereka, sehingga mereka menitipkannya pada pengusaha lainnya.

4.2 Keadaan Penduduk

Penduduk Nagari Ulakan berjumlah 13802 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 5497 jiwa (39,8%) dan 8305 jiwa perempuan (60,2%). Sebaran penduduk Nagari Ulakan berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 2. Jumlah penduduk ini tercakup dalam 3049 KK yang tersebar dalam 19 Korong. Jumlah penduduk Nagari Ulakan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Nagari Ulakan Tahun 2006.

Kelompok Umur Jumlah Persentase

0 - 5 tahun 1284 9,3

6 - 10 tahun 1933 14,0

11 - 15 tahun 1659 12,0

16 - 20 tahun 1439 10,4

21 - 25 tahun 1073 7,8

26 - 30 tahun 1563 11,3

31 - 40 tahun 1766 12,8

41 - 60 tahun 2294 16,6

> 60 tahun 791 5,7

Jumlah 13802 100,0

(51)
[image:51.612.105.509.100.558.2]

23

Tabel 3. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Nagari Ulakan Tahun 2006 Jumlah Penduduk Jumlah No. Korong

L P L+P

1 Binuang 161 166 327

2 Tj. Medan 894 885 1779

3 Koto Panjang 474 477 951

4 Cb. Pl. Gadang 122 126 248

5 Manggopoh Dalam 626 636 1262

6 Manggopoh ujung 419 532 951

7 Ps. Ulakan 113 124 237

8 Gt. Tg. Padang 445 472 917

9 Padang Pauh 306 312 618

10 Kb. Bg. Pasang 298 303 601

11 Kp. Koto 346 356 702

12 Kp. Gelapung 417 448 865

13 Padang Toboh 562 573 1135

14 Sikabu 446 453 899

15 Sei. Gimba Ganting 202 210 412

16 Lp. Kandang 273 324 597

17 Maransi 288 287 575

18 Kp. Ladang 273 119 392

19 Tiram 165 169 334

Total: 6830 6972 13802

Sumber : Monografi Nagari Ulakan, 2006.

(52)

24

[image:52.612.106.508.260.469.2]

Sebagian besar penduduk di Nagari Ulakan memiliki mata pencarian sebagai petani, buruh tani dan nelayan. Di samping itu terdapat juga penduduk yang bermata pencarian sebagai pedagang seperti pedagang kebutuhan pokok. Data mengenai penduduk Nagari Ulakan berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Nagari Ulakan Tahun 2006. Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase

Petani 1716 33,8

Buruh tani 1008 19,9

Nelayan 586 11,6

Home industri 406 8,0

Pedagang 611 12,1

Jasa 317 6,3

PNS/ABRI 175 3,5

Dll 252 4,9

Jumlah 5071 100,0

Sumber : Monografi Nagari Ulakan , 2006

(53)

25

Menurut informan Wakil Wali Nagari, masyarakat berpendapat bahwa biaya pendidikan sangat mahal. Terdapat juga anggapan dalam masyarakat bahwa sekolah cukup hanya sampai bisa menulis, membaca dan berhitung. Setelah itu mereka pergi merantau ke luar daerah untuk mencari pekerjaan.

[image:53.612.115.506.287.420.2]

Berdasarkan tingkat pendidikan penduduk Nagari Ulakan dapat dilihat pada Tabel. 5 sebagai berikut:

Tabel 5. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Nagari Ulakan Tahun 2006

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

Tidak Tamat SD 1651 52,6

Tamat SD/SLTP 1087 34,6

Tamat SLTA 323 10,3

Tamat Perguruan Tinggi/Akademi 78 2,5

Jumlah 3139 100,0

Sumber: Monografi Nagari Ulakan, 2006.

Jumlah penduduk Nagari Ulakan berdasarkan tingkat pendidikan yang tercatat dalam monografi nagari hanya sekitar 22,7 persen dari keseluruhan penduduk yang ada. Hal ini terjadi karena banyaknya penduduk yang tidak bersekolah dan banyaknya penduduk yang pergi merantau ke daerah lain.

4.3 Perkembangan, Tahapan Proses Produksi dan Saluran Pemasaran Kerajinan Bordir Mukena di Nagari Ulakan

(54)

26

usaha kerajinan bordir di Nagari Ulakan dirintis oleh perempuan. Mereka adalah ibu-ibu rumahtangga serta anak-anak perempuan yang tadinya adalah tenaga kerja yang biasa disebut sebagai anak jahit. Awalnya mereka adalah anak jahit yang bekerja pada industri kerajinan bordir yang berada di luar daerah seperti Naras Kota Pariaman, Bukittinggi dan bahkan ada yang berasal dari Medan. Setelah pulang kampung, mereka mencoba untuk membuka usaha kerajinan bordir sendiri. Pada awalnya kerajinan bordir sebagai kegiatan sampingan yang banyak dilakukan perempuan. Namun belakangan ini berubah menjadi kegiatan ekonomi yang banyak menyerap tenaga kerja.

Kerajinan ini merupakan kerajinan rumahtangga. Hampir setiap rumah pada lokasi sentra produksi memiliki mesin bordir dan melakukan kegiatan bordir. Hasil dari kerajinan bordir ini merupakan barang jadi seperti mukena dan jilbab, namun yang banyak peminatnya adalah mukena. Jumlah pengusaha kerajinan bordir mukena yang ada di Nagari Ulakan saat ini adalah 16 orang dan rata-rata mempekerjakan 20 orang tenaga kerja.

Bordir merupakan kerajinan rakyat yang memerlukan ketekunan dan ketelatenan dalam pengerjaannya. Motif bordiran yang digunakan pengusaha di Nagari Ulakan adalah motif dengan karancang yaitu motif bordiran dengan membuat kain menjadi berlubang secara beraturan. Pembuatan lubang-lubang tersebut dibantu dengan alat solder*. Motif sangat menentukan dalam harga produksi, motif dengan karancang harganya lebih mahal dibandingkan dengan yang tanpa karancang.

*

(55)

27

Proses produksi dalam usaha kerajinan bordir mukena mengalami beberapa tahapan. Untuk tahap pertama, memotong kain, pekerjaan ini dilakukan oleh pengusaha sendiri atau pada usaha kerajinan milik bersama dibantu oleh suami. Tahap kedua yaitu melukis motif pada kain dengan cara menjiplak pada kertas kemudian ditempel ke kain. Bagi pekerja yang telah terbiasa, bisa langsung menggambar pada kain. Upah yang diberikan bagi pekerja adalah Rp. 1000/ lembar mukena.

Tahap ketiga yaitu membordir kain dengan menggunakan mesin. Kemudian untuk tahapan keempat adalah membuat karancang, yaitu membuat lubang-lubang pada kain sesuai dengan motif bordiran yang telah dibuat. Pekerjaan membuat karancang ini membutuhkan kesabaran dan ketelitian, karena menggunakan alat solder dan jika sekali melakukan kesalahan akan fatal akibatnya. Setelah pekerjaan ini selesai, tahap kelima adalah membersihkan kain dari sisa-sisa benang. Tahap keenam kemudian barulah kain tersebut dijahit menjadi sebuah mukena. Pekerjaan tahap ketiga sampai tahap keenam ini dikerjakan oleh tenaga kerja baik dalam pabrik maupun tenaga kerja luar pabrik. Untuk pekerjaan membuat bordir (karancang) sampai menjahit menjadi sebuah mukena, pengusaha memberikan upah yaitu sebesar Rp. 25.000/lembar bagi pekerja dalam pabrik dan RP. 30.000/lembar bagi pekerja luar pabrik. Pekerja luar pabrik menerima upah yang lebih besar, karena mereka memiliki mesin sendiri.

(56)

28

Tahapan proses produksi, pelaku dan upah yang diberikan untuk setiap tahapan proses produksi pada usaha kerajinan bordir mukena dapat dilihat pada Gambar 2.

[image:56.612.108.511.149.679.2]

Tahap Proses Produksi Pekerja dan Upah yang diberikan

Gambar 2. Tahapan Proses Produksi Mukena Bordir di Nagari Ulakan. Melukis Motif

Membordir Kain

Menjahit menjadi sebuah mukena

Membersihkan kain dari sisa-sisa benang sambungan bordir

Menyolder jalur bordir untuk membuat karancang

Mencuci dan menyetrika mengemas mukena bordiran Memotong kain sesuai ukuran

mukena

Pengusaha, kadang-kadang dibantu oleh suami, tidak diupah

• TK dlm pabrik (Rp. 25.000/lembar). • TK luar pabrik

(Rp. 30.000/lembar)

Tenga Kerja Lepas (ibu-ibu RT di sekitar lokasi usaha)

(Rp. 1000/lembar)

Pengusaha sendiri (tidak diupah) dan tenaga kerja (dalam & luar pabrik) (Rp.1000/lembar)

(57)

29

Dalam pemberian upah, semua pekerja akan menerima upah yang sama jika mengerjakan jenis pekerjaan yang sama. Besarnya upah dibedakan berdasarkan tingkat kesulitan dan lamanya waktu mengerjakan. Semakin sulit dan semakin lama waktu mengerjakan semakin besar upah yang diberikan. Dan semakin rapi pekerjaannya semakin besar upah yang diterima pekerja. Upah diberikan secara borongan setelah pekerjaan selesai. Namun dalam beberapa kasus, pekerja dapat mengambil upah sebelum pekerjaan selesai.

Sistem pemasaran mukena yang dilakukan oleh pengusaha beragam. Apabila produksi berdasarkan pesanan, maka pemasaran langsung ke pedagang pemesan atau ke konsumen yang memesan. Kemudian, pemasaran juga dilakukan melalui pedagang pengumpul, toko-toko, pedagang pengecer dan ada juga yang langsung ke konsumen. Tidak diketahui secara pasti berapa persentase masing-masing cara pemasaran karena pengusaha memasarkan sendiri produknya dan menggunakan lebih dari satu macam cara serta dengan waktu yang tidak terpola.

Transaksi jual beli biasanya berlangsung di Bukittinggi yaitu di Pasar Atas dan Pasar Pusat Konveksi Aur Kuning. Selain ke Bukittinggi, ada juga pengusaha yang mengirimkan produknya ke Jakarta dan Medan. Bahkan ada pengusaha yang mengirim produknya sampai luar negeri seperti ke Malaysia dan Brunai Darussalam. Akan tetapi ini tidak berlangsung secara terus menerus. Biasanya hanya terjadi ketika menjelang bulan puasa dan Lebaran. Produk diminta oleh kerabat dari pengusaha yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh perempuan pengusaha berikut ini:

(58)

30

[image:58.612.109.506.328.646.2]

Beberapa orang pengusaha ada yang tidak memasarkan sendiri produknya. Akan tetapi, mereka memasarkan produknya dengan menitipkan pada pengusaha lainnya sehingga harganya pun menjadi turun karena dipotong dengan biaya transportasi. Saluran pemasaran yang lebih banyak digunakan oleh permpuan pengusaha industri bordir adalah menjual langsung ke konsumen. Pembelian dilakukan dalam jumlah kodian (1 kodi = 20 lembar) dan ada juga yang mengambil secara eceran. Harga untuk selembar mukena rata-rata adalah Rp. 100.000 — Rp. 120.000. Untuk lebih jelasnya mengenai pemasaran produk mukena bordiran di Nagari Ulakan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bagan Saluran Pemasaran Mukena Bordir di Nagari Ulakan. Produsen 1

Produsen 2

Pedagang Pengumpul

Pedagang Pengecer

Toko-toko

Kerabat

(59)

31

BAB V

PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR

5.1 Karakteristik Perempuan Pengusaha

Semua perempuan pengusaha pada industri kerajinan bordir menyatakan bahwa alasan menjadi pengusaha adalah untuk menambah penghasilan demi kelangsungan rumahtangganya. Karakteristik dari perempuan pengusaha digambarkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik Perempuan Pengusaha berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan Suami dan Komposisi Anggota Rumahtangga, di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

Persentase Karakteristik Perempuan

Pengusaha

Umur < 33 Tahun (n=6)

≥ 33 Tahun (n=7)

SD 20,0 25,0

SMP - 37,5

Tingkat Pendidikan

SMA/PT 80,0 37,5

Petani 40,0 37,5

Pedagang 60,0 50,0

Pekerjaan Suami

Lainnya * - 12,5

Memiliki Anak Balita 80,0 62,5 Komposisi

Anggota RT Tidak Memiliki Anak Balita

20,0 37,5

Keterangan

• * : Pekerjaan suami sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah

[image:59.612.113.507.361.545.2]
(60)

32

seorang pengusaha kerajinan bordir tidak mensyaratkan pendidikan formal yang tinggi, akan tetapi dalam usaha kerajinan bordir ini yang dibutuhkan adalah kemampuan dan keberanian untuk mengelola dan menanggung resiko pekerjaan. Pernyataan dari responden ini sejalan dengan hasil penelitian Pambudy (2003) yang menyatakan bahwa perempuan pengusaha harus bersedia memikul tanggung jawab dan berani mengambil resiko dan harus mampu mengambil keputusan ketika keadaan menuntut.

Pekerjaan suami perempuan pengusaha dari kelompok usia muda adalah petani (40%) dan pedagang (60%). Perempuan pengusaha dari kelompok usia yang berusia lebih dari 33 tahun, pekerjaan suaminya adalah petani (37,5%), pedagang (50%) dan lainnya yaitu sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah Tingkat II (12,5%).

Ada atau tidaknya anak balita dalam keluarga tidak bebeda nyata antara kelompok usia < 33 tahun dengan kelompok usia ≥ 33 tahun. Pada kelompok perempuan pengusaha yang berusia < 33 tahun, terdapat 80 persen pengusaha yang memiliki anak usia balita dan 20 persen pengusaha yang tidak memiliki anak usia balita. Kemudian pada kelompok perempuan pengusaha yang berusia ≥ 33 tahun, terdapat 62,5 persen pengusaha yang memiliki anak usia balita dan 37,5 persen pengusaha yang tidak memiliki anak usia balita.

5.2 Karakteristik dan Perkembangan Industri Bordir

(61)

33

membordir. Keterampilan membordir diperoleh dari orangtua/teman/pengusaha lainnya dan ada juga yang memperoleh keterampilan membordir dengan sengaja mengikuti magang/kursus membordir pada lembaga pendidikan tertentu. Perempuan pengusaha yang berusia lebih dari 50 tahun (15,4%) tidak mempunyai keterampilan membordir, mereka hanya menyediakan modal usaha, tempat usaha dan alat-alat produksi lainnya. Keterampilan berusaha mereka peroleh sejalan dengan perkembangan usaha yang mereka tekuni. Pada awalnya mereka hanya melihat dari pengusaha lainnya yang telah lebih dulu berusaha sebagai pengusaha bordir.

Berdasarkan kepemilikan modal awal usaha, industri bordir dibagi menjadi usaha milik sendiri dan usaha milik bersama. Industri bordir mukena milik bersama yang ada di Nagari Ulakan Tapakis maksudnya adalah pada awal memulai usaha, modal berasal dari uang suami ditambah dengan uang yang berasal dari isteri. Namun dalam perkembangan usahanya, modal tersebut tidak dikembalikan lagi kepada suaminya. Bahkan penambahan modal terhadap usaha berasal dari uang isteri yang diperoleh dari usaha bordir yang mereka jalankan. Seperti yang dikemukan oleh pengusaha berikut ini:

Usaha milik sendiri maksudnya adalah pada saat memulai industri bordir, modal awal berasal dari uang milik isteri sendiri. Dalam perkembangan usahanya, penambahan modal pun tetap berasal dari isteri sendiri yang diperolehnya dari

(62)

34

[image:62.612.118.508.246.342.2]

usaha kerajinan bordir yang telah dijalankannya. Seperti yang dikemukakan oleh pengusaha berikut ini:

Tabel 7. Karakteristik Usaha Kerajinan Bordir Berdasarkan Kepemilikan Usaha dan Lama Usaha di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

Jumlah Pengusaha Kepemilikan Usaha

Lama Usaha < 4 Tahun ≥ 4 Tahun Milik Bersama (n=5)

1 4 Milik Sendiri (n=8)

5 3 Keterangan: Persentase dihitung terhadap masing-masing karakteristik pengusaha.

Dari 13 orang pengusaha kerajinan bordir, terdapat lima orang perempuan pengusaha dengan status kepemilikan modal awal usaha adalah usaha milik bersama dengan suami, satu orang diantaranya telah menjalankan usahanya selama < 4 tahun dan empat orang lainnya telah menjalankan usaha selama ≥ 4 tahun. Terdapat delapan orang perempuan pengusaha dengan status kepemilikan modal awal usaha adalah usaha milik sendiri, lima orang diantaranya telah menjalankan usaha selama < 4 tahun dan tiga orang lainnya telah menjalankan usaha selama ≥ 4 tahun.

Keseluruhan tenaga kerja yang bekerja sebagai pengrajin mukena bordir adalah perempuan. Menurut para pengusaha, tenaga kerja perempuan lebih rajin, rapi, bersih, teliti, sabar dan tidak banyak mengeluh.

Tenaga kerja yang bekerja pada industri kerajinan bordir terdiri dari tenaga kerja dalam pabrik dan tenaga kerja yang berasal dari luar pabrik. Tenaga kerja

(63)

35

dalam pabrik yaitu tenaga kerja yang bekerja dalam lokasi usaha. Tenaga kerja ini bisa saja membawa pekerjaannya ke rumah masing-masing dengan meminjam mesin dari pengusaha. Hal ini diperbolehkan oleh pengusaha karena pada umumnya mereka adalah perempuan yang telah menikah dan mempunyai anak-anak yang masih kecil. Dengan demikian mereka tetap bisa mengerjakan pekerjaannya tanpa meninggalkan tugas mereka untuk mengurus pekerjaan rumahtangga.

[image:63.612.115.510.494.606.2]

Kemudian tenaga kerja luar pabrik yaitu tenaga kerja yang tidak bekerja di lokasi usaha dan mereka mempunyai mesin bordir sendiri. Tenaga kerja ini tidak hanya menerima pekerjaan dari satu orang pengusaha saja, tetapi mereka bisa saja mengambil pekerjaan dari beberapa orang pengusaha. Di samping itu terdapat tenaga kerja lepas, biasanya mereka adalah ibu-ibu rumahtangga di sekitar lokasi usaha. Tenaga kerja ini mengerjakan pekerjaan yang ringan seperti mencuci dan menyetrika mukena yang telah jadi.

Tabel 8. Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Kerajinan Bordir di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Kepemilikan Usaha Lama Usaha (tahun) Dalam Pabrik Luar Pabrik Tenaga Kerja Lepas Total

< 4 (n=5) 3,6 9,0 0,8 13,4 Milik Sendiri

(n=8) ≥ 4 (n=3) 14,3 14,7 1,7 30,7 < 4 (n=1) 20,0 1,0 1,0 22,0 Milik Bersama

(n=5) ≥ 4 (n=4) 21,0 8,5 2,5 32,0

(64)

36

tenaga kerja lepas (1 orang). Usaha milik sendiri dengan lama usaha ≥ 4 tahun, memiliki rata-rata tenaga kerja sekitar 31 orang yang terdiri dari tenaga kerja dalam pabrik (14 orang), tenaga kerja luar pabrik (15 orang) dan tenaga kerja lepas (2 orang).

Rata-rata jumlah tenaga kerja yang bekerja pada industri kerajinan bordir milik bersama dengan lama usaha < 4 tahun adalah 22 orang yang terdiri dari tenaga kerja dalam pabrik (20 orang), tenaga kerja luar pabrik (1 orang) dan tenaga kerja lepas (1 orang). Usaha milik bersama dengan lama usaha ≥ 4 tahun memiliki rata-rata jumlah tenaga kerja 32 orang yang terdiri dari tenaga kerja dalam pabrik (21 orang), sekitar sembilan orang tenaga kerja luar pabrik dan sekitar tiga orang tenaga kerja lepas.

Perkembangan atau kemajuan industri bordir yang ada di Nagari Ulakan dilihat dari rata-rata jumlah tenaga kerja pada saat memulai usaha dan rata-rata jumlah tenaga kerja yang ada sekarang.

Tabel 9. Karakteristik Usaha Kerajinan Bordir Berdasarkan Status Kepemilikan Usaha, Lama Usaha dan Rata-rata Jumlah Tenaga Kerja di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

Kepemilikan Usaha Lama Usaha (Thn) Rata-rata ∑ TK Awal

Usaha (orang)

Rata-rata ∑ TK Sekarang

(orang)

Peningkatan Rata-rata

∑ TK (%)

< 4 (n=5) 2,4 13,4 558,3

Milik Sendiri

(n=8) ≥ 4 (n=3) 2,3 30,7 1334,8

< 4 (n=1) 8,0 22,0 275,0

Milik Bersama

(n=5) ≥ 4 (n=4) 3,3 32,0 969,7

[image:64.612.108.509.518.633.2]
(65)

37

milik sendiri dengan lama usaha ≥ 4 tahun adalah 1334,8 persen. Sementara itu pada usaha milik bersama dengan lama usaha < 4 tahun persentase peningkatan rata-rata jumlah tenaga kerjanya adalah sebesar 275 persen sedangkan pada usaha milik bersama dengan lama usaha ≥ 4 tahun adalah 969,7 persen.

Jika dilihat dari persentase peningkatan rata-rata jumlah tenaga kerja di awal usaha dan saat ini, maka usaha milik sendiri ≥ 4 tahun lebih besar daripada usaha milik sendiri < 4 tahun. Begitu juga dengan usaha milik bersama dengan lama usaha ≥ 4 tahun persentase peningkatan rata-rata jumlah tenaga kerja di awal usaha dan saat ini, lebih besar daripada < 4 tahun. Semakin lama usaha maka persentase peningkatan rata-rata jumlah tenaga kerja semakin besar. Sehingga secara keseluruhan, usaha milik sendiri dengan lama usaha ≥ 4 mengalami kemajuan yang lebih pesat dalam hal peningkatan jumlah tenaga kerja. Hal ini bisa disebabkan oleh perempuan pengusaha mempunyai kebebasan dalam menentukan penerimaan tenaga kerja.

[image:65.612.116.517.583.689.2]

Selain dilihat dari jumlah tenaga kerja, kemajuan usaha juga dapat dilihat dari jumlah kepemilikan mesin bordir pada saat memulai usaha dan kepemilikan mesin bordir saat ini.

Tabel 10. Karakteristik Usaha Kerajinan Bordir Berdasarkan Rata-rata Jumlah Kepemilikan Mesin di Nagari Ulakan, Tahun 2007.

Kepemilikan Usaha

Lama Usaha (Thn)

Rata-rata ∑ Mesin di Awal

Usaha

Rata-rata ∑ Mesin Sekarang

Peningkatan ∑ Mesin

(%) < 4 (n=5) 2,4 3,6 150,0 Milik Sendiri

(n=8)

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Perempuan Pengusaha pada  Industri Bordir
Tabel 1. Sarana/ Prasarana Penunjang di Nagari Ulakan, Tahun 2006.
Tabel 3. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Nagari Ulakan Tahun 2006
Tabel 4. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Nagari Ulakan Tahun 2006.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keuntungan dari pupuk anorganik dibandingkan pupuk organik yaitu unsur hara yang dikandung oleh pupuk anorganik (Urea) lebih cepat tersedia dan kandungan hara N lebih

sebesar 0,827 yang memiliki arti bahwa 82,7 persen kinerja karyawan Warung Mina Peguyangan di Denpasar dipengaruhi variabel motivasi, komunikasi, disiplin kerja

Hasil penelitian ini didukung teori yang dikemukan oleh Aaker (dalam Alinegoro, 2014) bahwa: (1) ketika konsumen memiliki kesadaran terhadap suatu merek, maka

Acara ini melibatkan semua elemen pendukung dunia fesyen, mulai dari industri, komunitas, pencipta/desainer, hingga pemerintah dan tak hanya menghadirkan

dengan metformin dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus wistar ( Rattus norvegicus ) yang diinduksi aloksan tidak terbukti karena metformin lebih baik.

theobromae yang diperoleh dari Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang berasal dari tanaman dari berbagai daerah, yaitu

Kemampuan registrasi gambar memungkinkan pengembang menyesuaikan posisi dan orientasi virtual objek, seperti 3D, model dan media lain dengan gambar dunia nyata ketika ini

Berdasarkan fakta yang ada dalam melakukan pengenalan kerangka tubuh manusia, agar lebih memperbanyak sumber untuk mendapatkannya dan tidak tergantung pada media yang sudah ada