• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD FITRI KEMALA SANDRA A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD FITRI KEMALA SANDRA A"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae

DARI BERBAGAI TANAMAN INANG

BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD

FITRI KEMALA SANDRA

A34063054

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

FITRI KEMALA SANDRA. Keragaman Cendawan Botryodiplodia theobromae dari Berbagai Tanaman Inang Berdasarkan Morfologi dan Pola RAPD. Dibimbing oleh KIKIN HAMZAH MUTAQIN dan SURYO WIYONO.

Cendawan Botryodiplodia theobromae Pat. menjadi penyebab penyakit pada berbagai tanaman serta memiliki kisaran inang yang luas yang dapat menurunkan kualitas maupun kuantitas produksi tanaman.

Variabilitas gejala penyakit dan kisaran inang yang dimiliki oleh cendawan ini menunjukkan bahwa mungkin terdapat keragaman dalam karakter morfologi maupun molekulernya. Pendekatan terhadap karakter morfologi cendawan B. theobromae dilakukan berdasarkan pengamatan bentuk, ukuran, dan warna dari struktur hifa, konidia, dan piknidia. Hasil pengamatan cendawan B.

theobromae secara morfologi dapat dikonfirmasi menggunakan metode molekuler

dengan teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) untuk menganalisis keragaman genetiknya.

Penelitian bertujuan untuk membandingkan keragaman morfologi dan pola DNA molekuler berdasarkan teknik RAPD dari isolat B. theobromae yang diperoleh dari berbagai tanaman inang.

Sebanyak lima isolat B. theobromae yang diperoleh dari Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang berasal dari tanaman dari berbagai daerah, yaitu Jeruk dari Jember, Jawa Timur; Karet dari Pematang Siantar, Sumatra Utara; Pisang dari Bogor, Jawa Barat; Manggis dari Bukit Tinggi, Sumatra Barat; dan Kakao diperoleh dari Taman Nasional (TN) Lorelindu, Sulawesi Tengah berdasarkan pengamatan morfologi mempunyai penampilan koloni dan morfologi cendawan yang bervariasi baik dari segi bentuk maupun ukuran; hifa, miselium, konidia, dan piknidia. Piknidia yang ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) terbentuk pada isolat asal jeruk dan isolat asal karet sedangkan pada media Water Agar (WA) yang diberi bahan induksi berupa potongan jerami terbentuk pada semua isolat kecuali isolat asal manggis. Piknida isolat asal manggis hanya dapat terbentuk pada media WA yang diberi bahan induksi berupa kulit manggis. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembentukan piknidia diperlukan nutrisi tertentu agar dapat memaksimumkan pembentukannya.

RAPD-PCR yang dilakukan terhadap isolat-isolat cendawan B.

theobromae yang berasal dari tanaman inang yang berbeda berhasil menunjukkan

terbentuknya pola fragmen DNA yang beragam baik melalui RAPD dengan primer OPB 01 maupun dengan primer OPB 07, dengan ukuran maupun jumlah pita DNA yang berbeda. Melalui primer OPB 01 dihasilkan pola yang beragam antar kelima isolat kecuali antara isolat asal karet dan manggis yang menunjukkan pola identik sedangkan menggunakan primer OPB 07 dihasilkan pola yang beragam antar kelima isolat kecuali antara isolat asal jeruk dan pisang yang menunjukkan pola identik.

(3)

KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae

DARI BERBAGAI TANAMAN INANG

BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD

FITRI KEMALA SANDRA

A34063054

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(4)

Judul Skripsi : Keragaman Cendawan Botryodiplodia theobromae dari Berbagai Tanaman Inang Berdasarkan Morfologi dan Pola RAPD

Nama Mahasiswa : Fitri Kemala Sandra NRP : A34063054

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Kikin H. Mutaqin, MSi Dr. Ir. Suryo Wiyono MSc.Agr NIP. 19680602 199303 1003 NIP. 19690212 199203 1003

Mengetahui,

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Dadang, MSc. NIP. 19640204 199002 1002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 10 Januari 1988 sebagai anak ke-8 dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Kosih Sandra Djuhara dan Ibu Dewi Setiawaty.

Pendidikan yang ditempuh mulai dari Sekolah Dasar Negeri Kayu Ambon 1 Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung pada tahun 1994-2000, dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 12 Bandung pada tahun 2000-2001 kemudian berpindah sekolah ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Baleendah Kabupaten Bandung pada tahun 2001-2002. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 11 Bandung dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.

Selama kuliah penulis memperoleh pengalaman organisasi sebagai Staf Departemen Kebijakan Publik Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (DKP KAMMI) pada tahun 2007, Bendahara Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian (DPM A) pada tahun 2008 dan 2009. Penulis juga telah mengikuti kegiatan magang di Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian pada tahun 2008 dan menjadi Asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 dan 2009.

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Keragaman Cendawan Botryodiplodia theobromae dari Berbagai Tanaman Inang

Berdasarkan Morfologi dan Pola RAPD”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Kikin H. Mutaqin, MSi., Dr. Ir Suryo Wiyono MSc.Agr. sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir, Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, MSi. sebagai Dosen Penguji Tamu, dan Dr. Ir. Nina Maryana, MSi. sebagai Dosen Pembimbing Akademik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pak Dadang (Laboran Laboratorium Mikologi) dan Bu Ita (Staf Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman) atas semua bantuannya. Terimakasih kepada Aisah, Eka, Yeyen, Weni, Dedek, Arni, Eva, Alvian, Rodiah, Oci atas doa dan dukungannya, dan mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman angkatan 43 atas semua dukungan dan bantuannya. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda yang telah berpulang ke rahmatullah, ibunda tercinta, Teh Rina, Teh Novi, Aulya Rachman, Aulya Rachim, dan Teh Lia juga seluruh keluarga besar di kampung halaman atas do’a dan dorongan yang telah diberikan.

Bogor, Maret 2011 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... ... viii

DAFTAR TABEL ... ... ix PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Manfaat Penelitian ... 2 Hipotesis ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Nilai Ekonomi Cendawan Botryodiplodia theobromae ... 3

Gejala Penyakit Blendok pada Berbagai Tanaman ... 3

Gejala pada tanaman jeruk ... 3

Gejala pada tanaman kakao ... 4

Gejala pada tanaman karet ... 4

Gejala pada tanaman pisang ... 4

Gejala pada tanaman manggis ... 5

Pengendalian Penyakit B. theobromae ... 5

Taksonomi & Morfologi Cendawan B. theobromae ... 6

Taksonomi Cendawan B. theobromae ... 6

Morfologi Cendawan B. theobromae ... 6

Polymerase Chain Reaction (PCR) ... 7

Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD-PCR) ... 8

Penggunaan RAPD dalam Analisis DNA Cendawan ... 9

BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 11

Tempat dan Waktu ... 11

Karakterisasi Morfologi Cendawan B. theobromae ... 11

Penyiapan isolat cendawan ... 11

Peremajaan dan Isolasi ... 11

(8)

viii

Pengamatan morfologi ... 12

Analisis data ... 12

Deteksi Molekuler Menggunakan Teknik RAPD-PCR ... 12

Ekstraksi DNA cendawan ... 12

RAPD-PCR ... 13

Elektrophoresis Hasil RAPD-PCR ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Karakter Morfologi B. theobromae ... 15

Karakter Molekuler B. theobromae... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

Kesimpulan ... 26

Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Piknidia dan konidia cendawan B. theobromae ... 7 2. Peralatan elektroforesis. A. Gel tray, B. Cara mencetak gel agarose. C.

Peralatan lengkap untuk elektroforesis. ... 14 3. Koloni isolate cendawan B. theobromae ... 15 4. Grafik pertumbuhan koloni cendawan B. theobromae pada

media PDA. ... 16 5. Morfologi hifa dan klamidospora pada manggis ... 17 6. Piknidia B. theobromae yang terbentuk pada media WA + jerami padi dan

WA + kulit manggis ... 18 7. Piknidia yang pecah mengeluarkan konidia (pewarnaan dengan laktofenol)

pada isolat B. theobromae ... 18 8. Konidia muda isolat cendawan B. theobromae ... 22 9. Konidia matang isolat cendawan B. theobromae ... 22 10. Profil DNA lima isolat cendawan yang diamplifikasi dengan RAPD-PCR

menggunakan primer OPB 01 ... 24 11. Profil DNA lima isolat cendawan yang diamplifikasi dengan RAPD-PCR

(10)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pembentukan Piknidia cendawan B. theobromae pada berbagai media . 19 2. Ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda cendawan B.

theobromae pada lima tanaman inang ... 20

3. Ukuran panjang dan lebar konidia matang cendawan B. theobromae pada tiga tanaman inang ... 21 4. Ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae menggunakan

primer OPB 01 ... 24 5. Ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae menggunakan

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit yang disebabkan oleh Botryodiplodia theobromae (Patouillard) Griffon dan Maublanc ditemukan pada lebih dari 280 genus tanaman inang yang berbeda di daerah tropis dan subtropis di dunia (Nunes et al. 2008). Kisaran inang cendawan B. theobromae sangat luas, sehingga sumber infeksi selalu ada. Ekundayo (1978) menyebutkan bahwa B. theobromae dapat menyerang tanaman pisang, kakao, karet, kelapa, dan kelapa sawit.

Cendawan B. theobromae dilaporkan telah menyebabkan berbagai penyakit diantaranya mati ujung, busuk akar, busuk buah, bercak daun, dan sapu setan (Punithalingam 1980). Pada jeruk, B. theobromae menyebabkan kematian cabang, pada kakao dapat menyebabkan mati pucuk, busuk buah, dan kanker batang, pada karet menyebabkan mati pucuk, pada pisang dan manggis cendawan

B. theobromae dapat menyebabkan busuk buah. Cendawan B. theobromae

dianggap sebagai masalah serius bagi pertanian karena hal ini terkait dengan penyebab beberapa penyakit pada buah-buahan tropis (Nunes et al. 2008).

Variabilitas gejala penyakit dan kisaran inang yang dimiliki oleh cendawan ini menunjukkan bahwa mungkin terdapat keragaman dalam karakter morfologi maupun molekulernya. Shah (2010) menyebutkan bahwa variabilitas gejala penyakit dan kisaran inang cendawan B. theobromae menunjukkan adanya kemungkinan spesies ini memiliki beberapa strain. Oleh karena itu diperlukan analisis terhadap karakter yang dimiliki oleh cendawan B. theobromae dengan pendekatan morfologi dan molekuler. Pendekatan terhadap karakter morfologi cendawan B. theobromae dilakukan berdasarkan pengamatan bentuk, ukuran, dan warna dari struktur hifa, konidia, dan piknidia. Hasil pengamatan terhadap karakter cendawan B. theobromae secara morfologi dapat dikonfirmasi menggunakan metode molekuler dengan teknik Random Amplified Polymorphic

DNA (RAPD) untuk menganalisis keragaman genetiknya. Menurut Suryanto

(2003) Salah satu analisis keragaman genetik yang dapat digunakan adalah teknik molekuler dengan metode Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Metode ini pada dasarnya adalah Polymerase Chain Reaction (PCR), namun

(12)

menggunakan suatu primer acak yang tidak didasarkan pada organisme tertentu dengan desain berupa primer tunggal yang pendek. Analisis keragaman genetik dilakukan terhadap cendawan B. theobromae untuk mengetahui apakah B.

theobromae dari berbagai tanaman itu memiliki kesamaan atau perbedaan genetik.

Informasi tentang perbedaan morfologi dan genetik cendawan B.

theobromae belum tersedia banyak di Indonesia. Oleh karena itu dilakukan

penelitian tentang keragaman cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman inang secara morfologi dan melalui analisis RAPD.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk membandingkan keragaman morfologi dan pola DNA molekuler berdasarkan RAPD isolat-isolat B. theobromae dari berbagai tanaman inang.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang karakter morfologi dan molekuler B. theobromae dari berbagai tanaman inang.

Hipotesis

Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah

1. Isolat Botryodiplodia theobromae dari berbagai tanaman tidak dapat dibedakan secara morfologi.

2. Isolat Botryodiplodia theobromae dari tanaman yang berbeda dapat dibedakan dengan teknik RAPD.

(13)

   

TINJAUAN PUSTAKA

Nilai Ekonomi Cendawan Botryodiplodia theobromae

B. theobromae dilaporkan telah menyebabkan berbagai penyakit

diantaranya mati ujung, busuk akar, busuk buah, bercak daun, dan sapu setan (Punithalingam 1980). Pada jeruk, B. theobromae menyebabkan kematian cabang, pada kakao dapat menyebabkan mati pucuk, busuk buah, dan kanker batang, pada karet menyebabkan mati pucuk, pada pisang dan manggis cendawan B.

theobromae dapat menyebabkan busuk buah.

Di pulau Jawa, cendawan B. theobromae mempunyai arti penting terutama di daerah dataran rendah. Jenis jeruk keprok (Citrus nobilis) dan jeruk besar (Citrus grandis) sering sangat menderita karena serangannya. Di Kabupaten Magetan sekitar 500 ha pertanaman jeruk besar yaitu 85% dari jumlah pohon telah terserang oleh cendawan ini dengan tingkat serangan ringan sampai sedang (22 - 37%) (Wiratno dan Nurbanah 1997). Serangan juga terjadi di Kamerun pada tahun 1985 pada kakao dan menjadi faktor pembatas produksi kakao (Mbenoun et

al. 2008). Pohon karet di Vietnam tahun 1921 terdeteksi terserang cendawan ini

dan menjadi wabah pertama pada tahun 1998 di daerah penanaman karet tradisional di Vietnam (Pha et al. 2010). B. theobromae telah diketahui menyerang pada pisang sejak 1931 dan mampu menyebabkan pembusukan cepat buah pisang di gudang (Goos et al. 1961). Di Brasil, cendawan ini dianggap sebagai masalah utama bagi pertanian karena hal ini terkait dengan beberapa penyakit buah-buahan tropis (Nunes et al. 2008).

Gejala Penyakit Blendok pada Berbagai Tanaman Gejala pada tanaman jeruk (penyakit kulit diplodia)

Cendawan B. theobromae menyerang kulit kayu seperti pada ranting jeruk keprok dan batang jeruk limau (Davis et al. 1987). Serangan ditandai dengan keluarnya blendok (gum) yang berwarna kuning emas dari batang atau cabang-cabang yang besar. Kadang-kadang serangan terbatas pada jalur yang sempit. Setelah beberapa lama kulit yang mengelupas dan luka menjadi sembuh namun sering penyakit berkembang terus sehingga meluas dan menyerang hingga masuk

(14)

4   

ke dalam kulit kayu, merusak kambium, kemudian cabang digelang dan mati. Serangan patogen dengan gejala seperti ini disebut diplodia basah. Pada diplodia kering lebih berbahaya, karena gejala permulaan sulit diketahui. Infeksi baru diketahui jika daun telah menguning sehingga cabang yang sakit tidak dapat tertolong. Kulit mengering, dan jika dipotong, kulit dan kayu di bawahnya berwarna hitam kehijauan. Kulit yang sakit membentuk celah-celah kecil, dari dalamnya keluar massa spora yang semula berwarna putih, tetapi akhirnya berwarna hitam (Semangun 2007). B. theobromae tumbuh secara saprofit di kayu mati untuk meningkatkan potensi inokulum sebelum dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada jaringan sehat (Davis et al. 1987).

Gejala pada tanaman kakao (penyakit botryodiplodia)

Cendawan B. theobromae berperan sebagai parasit lemah pada cabang dan ranting. Cendawan ini hanya dapat menginfeksi jaringan-jaringan yang lemah, atau menjadi patogen sekunder, atau menginfeksi melalui luka-luka karena serangga. Botryodiplodia dapat menyebabkan mati pucuk, busuk buah, dan kanker batang (Semangun 2000).

Gejala pada tanaman karet

Gejala awal ditandai dengan terbentuknya pustul secara sporadis dan kemudian mereka menyatu menjadi lesio luas pada batang karet. Infeksi berat menyebabkan perdarahan pada lateks, retak, kulit membusuk dan gumosis. Pada tanaman yang masih muda, infeksi awal pada tunas muda berupa lesio kecil berwarna cokelat gelap, menyebar cepat, kemudian kulit membusuk, bagian daun yang terinfeksi menjadi kuning karena kurangnya pasokan gizi dan air. Infeksi yang parah menyebabkan kematian pada ranting mulai dari ujung (mati pucuk) (Pha et al. 2010).

Gejala pada tanaman pisang (busuk buah)

Serangan Cendawan B. theobromae mengakibatkan buah yang mulai matang-peram mengalami pembusukan menjadi berwarna cokelat atau hitam. Spora cendawan sudah terdapat pada permukaan buah di lapangan sehingga

(15)

5   

apabila buah mulai matang spora akan berkecambah dan mengadakan infeksi. Gejala mulai timbul pada tangkai buah kemudian meluas ke seluruh bagian buah. Gejala yang timbul yaitu buah menjadi lunak dan berair, serta mengeluarkan bau (aroma) yang khas. B. theobromae menyebabkan busuk ujung buah (tip rot), busuk telapak, dan busuk pangkal. Penyakit ini merusak buah pisang yang matang dalam pengangkutan atau simpanan (Semangun 2007).

Gejala pada tanaman manggis

Penyakit busuk buah manggis menunjukkan gejala awal berupa kerak atau burik pada buah muda. Burik berwarna cokelat, pecah-pecah, dan mengeluarkan getah berwarna kuning. Burik biasanya berawal dari ujung buah, lalu menjalar kearah sepal atau sebaliknya (AgroMedia 2009). Kulit tampak kehitaman dan mengkilat kemudian menjadi burik karena cendawan membentuk banyak piknidium yang menghasilkan konidium (Semangun 2007).

Pengendalian Penyakit B. theobromae

Bentuk kegiatan pengendalian penyakit B. theobromae dapat dilakukan dengan cara kultur teknis, mekanis dan kimia. Pengendalian secara kultur teknis yaitu dengan menjaga kebersihan kebun, memangkas ranting-ranting kering, dan memperbaiki drainase kebun. Pengendalian secara mekanis yaitu dengan memotong bagian cabang yang terinfeksi dan bekas potongannya diolesi parafin, membakar atau menimbun bekas pemangkasan, pemotongan dan pembongkaran. Pengendalian secara kimia yaitu dengan menjaga kebersihan alat pertanian seperti pisau, gunting pangkas maupun gergaji atau alat lainnya, sebelum dan setelah digunakan diolesi kapas yang dibasahi alkohol 70% atau 10% pemutih atau klorox, menyaput batang utama, cabang primer dan sekunder dengan fungisida yang ada (bahan aktif benomil atau Cu) atau dengan bubur California yang dapat dibuat sendiri. Penyaputan batang dilakukan paling sedikit dua kali setahun, yaitu pada awal dan akhir musim hujan. Bagian tanaman yang akan disaput, dibersihkan dari blendok dan kulit kering yang mengelupas dengan cara disikat (Wiratno dan Nurbanah 1997).

(16)

6   

Taksonomi & Morfologi Cendawan B. theobromae Taksonomi Cendawan B. theobromae

Menurut Semangun (2007) penyakit kulit diplodia disebabkan oleh cendawan Botryodiplodia theobromae Pat., yang dulu banyak dikenal dengan nama Diplodia natalensis P. Evans. Klasifikasi B. theobromae adalah (Alexopoulos 1960) : Kingdom : Fungi Phylum : Deuteromycota Kelas : Deuteromycetes Ordo : Sphaeropsidales Famili : Sphaeropsidaceae Genus : Botryodiplodia

Spesies : Botryodiplodia theobromae

Morfologi Cendawan B. theobromae

Botryodiplodia theobromae (Pat.) merupakan sinonim dari Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griff. & Maubl. yang memiliki perkembangbiakan secara

aseksual dari genus Botryosphaeria rhodina (Berk. & MA Curtis) ARX (Mohali

2005). Lasiodiplodia theobromae adalah bentuk anamorf dari Botryosphaeria

rhodina (Berkeley & Curtis) von ARX dan sebagai cendawan yang memiliki kelas

deuteromycetes (Nunes 2008).

Punithalingam (1976) menyebutkan bahwa karakter morfologi cendawan

B. theobromae ditandai dengan pertumbuhan miselia dari isolat B. theobromae

seperti benang rambut halus atau kapas, miselium udara berlimpah. Koloni mula-mula berwarna sepia berubah menjadi abu-abu kemudian menjadi hitam. Piknidia sederhana, bergerombol, sering agregat, stromatik, ostiolate, lebar sampai dengan 5 mm. Konidia awalnya uniseluler, hialin, granulosa, subovoid sampai ellipsoid-ooblong, berdinding tebal, memotong seperti sekat; konidia matang uniseptate, coklat seperti warna kayu manis, berukuran 20-30 µm x 10-15 µm.

Pada jeruk B. theobromae membentuk piknidium yang tersebar, mula-mula tertutup, kelak pecah, hitam, berpapil, berukuran 150 - 180 µm. Konidium jorong, bersekat satu, tidak berkonstriksi, berwarna gelap, rata-rata berukuran 24

(17)

7   

µm x 15 µm, eksosporanya mempunyai jalur-jalur (Semangun 2007). Berbeda dengan pada jeruk, pembentukan piknidium cendawan B. theobromae pada kakao memerlukan cahaya. Piknidium berukuran 135 - 230 µm x 95 - 155 µm. konidium (piknidiospora) mula-mula berwarna coklat muda dan tidak bersekat, tetapi menjelang dilepaskan coklat tua dengan satu sekat melintang, dengan dinding spora sekunder. Konidium berukuran 24 - 30 µm x 11.5 - 13.5 µm, keluar melalui lubang ostiol seperti masa lengket berwarna putih sampai coklat muda. (Semangun 2000). Botryodiplodia theobromae pada pisang memiliki konidia berbentuk elips, mula-mula hialin dan uniseluler kemudian menjadi coklat dan bersekat tunggal. Konidia berukuran 20-30 µm x 10-18 µm (Goos et al. 1961).

Gambar 1 Piknidia dan konidia cendawan B. theobromae (Punithalingam 1976). Pavlic et al. (2004) dalam penelitiannya menemukan ciri umum pada isolat

B. theobromae yang berasal dari Amerika Serikat, Amerika Selatan, Afrika

Selatan dan Asia memiliki konidia berukuran 18–30 x 10–15 µm.

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Reaksi berantai polymerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen

A,B: Piknidia

C: Sel konidiogen dan konidia

(18)

8   

nukleotida tertentu secara in vitro. Metode PCR sangat sensitif. Sensitivitas tersebut membuatnya dapat digunakan untuk melipatgandakan satu molekul DNA. Dengan metode PCR, dapat diperoleh pelipatgandaan suatu fragmen DNA sebesar 200.000 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit. Hal ini menunjukkan bahwa pelipatgandaan suatu fragmen DNA dapat dilakukan secara cepat. Kelebihan lain metode PCR adalah bahwa reaksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan template DNA dalam jumlah sangat sedikit (Yuwono 2006).

Prosedur reaksi PCR terdiri dari tiga tahap yaitu denaturasi, annealing (penempelan primer) dan ekstensi (sintesis DNA). Reaksi PCR ditentukan oleh kondisi suhu, denaturasi template, primer, annealing (penempelan primer) dan ekstensi (sintesis DNA). Pada langkah pertama, denaturasi template DNA untai ganda pada suhu 90-95 °C. Kemudian suhu diturunkan hingga sekitar 55 °C, primer menempel ke ujung 5 pada template yang telah terpisah menjadi untai tunggal. Untuk langkah ekstensi, suhu dinaikkan menjadi 72 °C dan primer-target berfungsi sebagai titik awal untuk sintesis DNA baru. Waktu untuk setiap langkah biasanya 1-2 menit. Tiga langkah berurutan ini disebut sebagai satu siklus PCR. Pada siklus kedua, untai DNA yang baru disintesis dipisahkan dari untai asal oleh denaturasi dan masing-masing untai berfungsi lagi sebagai template dalam penempelan dan ekstensi. Secara teoritis, siklus PCR memungkinkan amplifikasi 2n kali lipat DNA target. Biasanya PCR dilakukan sebanyak 30-40 siklus. Namun banyaknya siklus tergantung pada konsentrasi DNA target didalam campuran reaksi (Edel 1998).

Random Amplified Polymorphic DNA Polymerase Chain Reaction (RAPD-PCR)

Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) merupakan salah satu

teknik molekuler berupa penggunaan penanda tertentu untuk mempelajari keanekaragaman genetika. Dasar analisis RAPD adalah menggunakan mesin PCR yang mampu mengamplifikasi sekuen DNA secara in vitro. Teknik ini melibatkan penempelan primer tertentu yang dirancang sesuai dengan kebutuhan. Tiap primer dapat berbeda untuk menelaah keanekaragaman genetik kelompok yang berbeda. Penggunaan teknik RAPD memungkinkan untuk mendeteksi polimorfisme

(19)

9   

fragmen DNA yang diseleksi dengan menggunakan satu primer arbitrasi, terutama karena amplifikasi DNA secara in vitro dapat dilakukan dengan baik dan cepat dengan adanya PCR. Penggunaan penanda RAPD relatif sederhana dan mudah dalam hal penyiapannya. Teknik RAPD memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan dengan teknik molekuler lainnya. Teknik ini juga mampu menghasilkan jumlah karakter yang relatif tidak terbatas, sehingga sangat membantu untuk keperluan analisis keanekaragaman organisme yang tidak diketahui latar belakang genomnya. Teknik RAPD sering digunakan untuk membedakan organisme tingkat tinggi (eucaryote). Namun demikian beberapa peneliti menggunakan teknik ini untuk membedakan organisme tingkat rendah (procaryote) atau melihat perbedaan organisme tingkat rendah melalui piranti organel sel seperti mitokondria (Suryanto 2003).

Menurut WSSP (2009) RAPD PCR memiliki keterbatasan diantaranya hampir semua penanda RAPD adalah dominan karena tidak mampu membedakan apakah suatu segmen DNA dari lokus yang heterozigot (1 salinan) atau homozigot (2 salinan). PCR adalah reaksi enzimatik, sehingga kualitas dan konsentrasi DNA template, konsentrasi komponen PCR, dan kondisi siklus PCR dapat sangat mempengaruhi hasil dari amplifikasi DNA. Ketidaksesuaian antara primer dan DNA template dapat berpengaruh terhadap total produk PCR serta penurunan dalam jumlah produk sehingga mengakibatkan hasil RAPD sulit diinterpretasikan.

Penggunaan RAPD-PCR dalam Analisis DNA Cendawan

Teknik RAPD-PCR memanfaatkan primer acak oligonukleotida pendek (dekamer) untuk mengamplifikasi DNA genom organisme. Prinsip teknik RAPD didasarkan pada kemampuan primer menempel pada DNA template. Primer yang didesain berupa primer tunggal pendek agar dapat menempel secara acak pada DNA genom organisme. Dengan demikian akan terdapat banyak pola fragmen DNA. Perbedaan ini dapat dilihat dengan adanya pola pita pada gel agarosa setelah diwarnai dengan pewarnaan DNA seperti seperti etidium bromide (Sambrook et al. 1989).

Saat ini pendekatan RAPD PCR banyak digunakan untuk menghasilkan molekul penanda yang berguna untuk taksonomi dan untuk karakterisasi populasi

(20)

10   

cendawan. Keuntungan utama dari pendekatan ini adalah informasi terkait urutan DNA sebelumnya tidak diperlukan, sehingga setiap primer acak dapat diuji untuk mengamplifikasi DNA setiap cendawan. Primer RAPD dipilih secara empiris dan diuji eksperimental untuk menemukan pola pita RAPD yang polimorfik diantara taksa yang diteliti. Metode RAPD telah berhasil digunakan untuk membedakan dan mengidentifikasi cendawan pada tingkat intraspesifik dan tingkat interspesifik (Edel 1998).

(21)

   

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Februari 2010 sampai November 2010.

Karakterisasi Morfologi Cendawan B. theobromae Penyiapan isolat cendawan

Isolat cendawan B. theobromae diperoleh dari Klinik Tanaman yang berasal dari tanaman di berbagai daerah antara lain Jeruk dari Jember, Jawa Timur; Karet dari Pematang Siantar, Sumatera Utara; Pisang dari Bogor, Jawa Barat; Manggis dari Bukit Tinggi, Sumatera Barat (koleksi Dr. Ir. Suryo Wiyono MSc.Agr); dan Kakao diperoleh dari Taman Nasional (TN) Lorelindu, Sulawesi Tengah (koleksi Efi Toding Tondok SP.MSc.Agr).

Peremajaan dan Isolasi

Inokulum B. theobromae ditanam dalam media Potato Dextrose Agar (PDA) dan Water Agar (WA) yang diberi potongan jerami padi, pelepah pisang yang kering, kulit manggis steril dengan ukuran ± 0,5 cm kemudian diinkubasi dalam suhu ruang selama kurang lebih tujuh hari. Konfirmasi cendawan dilakukan terhadap isolat yang telah diremajakan dengan menggunakan kunci identifikasi Barnett dan Hunter (1999).

Penyiapan preparat

Cendawan B. theobromae yang tumbuh dibuat preparat menggunakan gelas objek, gelas tutup, dan laktofenol. Selanjutnya diamati dibawah mikroskop cahaya dan dipotret dengan menggunakan kamera digital.

(22)

12   

Pengamatan Morfologi

Pengamatan koloni cendawan yang tumbuh dilakukan setiap hari selama tujuh hari sejak 1 Hari Setelah Isolasi (HSI) terhadap bentuk, warna, dan diameter koloni pada media PDA. Pengamatan dibawah mikroskop cahaya dilakukan terhadap struktur cendawan berupa hifa, piknidia, dan konidia sampai dengan 34 HSI.

Analisis data

Data tentang ukuran konidia dan rasio panjang/lebar diolah dengan analisis ragam menggunakan program SAS ver. 9.1 dan dilanjutkan dengan uji perbandingan nilai tengah Duncan's Multiple Range Test (DMRT) untuk peubah pengamatan ukuran konidia dan rasio panjang/lebar.

Deteksi Molekuler Menggunakan Teknik RAPD-PCR

Deteksi molekuler DNA cendawan dengan teknik RAPD-PCR meliputi tiga tahap kegiatan, yaitu ekstraksi DNA cendawan, RAPD-PCR, dan elektroforesis hasil RAPD-PCR.

Ekstraksi DNA Cendawan

Ekstraksi DNA dilakukan untuk menyiapkan DNA template dalam PCR. Ektraksi DNA cendawan dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi yang digunakan Moller et al. (1992). Miselium cendawan B. theobromae dan

Rhizoctonia sp. (kontrol) yang telah ditumbuhkan di media PDA digunakan

sebanyak 0,1 gram. Miselium ditumbuk dalam mortar yang sebelumnya didinginkan dalam freezer dan ditambahkan 600 µl TES (100 mm Tris, pH 8, 10 mM EDTA, 2% SDS) kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60 oC dengan melakukan pencampuran secara perlahan setiap 10 menit sekali. Konsentrasi garam diatur sampai 1,4 M dengan menambahkan 5 M NaCl (=140 µl) kemudian ditambahkan CTAB 10% sebanyak 65 µl 1/10 vol dan diinkubasikan selama 10 menit pada suhu 65 oC. Secara perlahan ditambahkan 1 vol SEVAG (Isoamyl alcohol, Chloroform dengan perbandingan 1:24) sebanyak 700 µl lalu diinkubasi selama 30 menit, pada suhu 0 oC, kemudian disentrifuse selama 10 menit, 4 oC, 12000 rpm. Sebanyak 200 µl supernatan dipindahkan ke

(23)

13   

dalam tabung 1,5 µl, kemudian ditambahkan sebanyak 225 µl NH4Ac dengan konsentrasi 5 M, selanjutnya dicampurkan secara perlahan. Tabung dimasukkan ke dalam kulkas selama 30 menit, kemudian disentrifus selama 10 menit, 4 oC, 12000 rpm. Supernatan dipindahkan ke tabung baru kemudian ditambahkan isopropanol 0,55 volume (= 510 µl) untuk mengendapkan DNA, lalu dimasukkan ke dalam freezer selama 15 menit selanjutnya suspensi disentrifuse selama 5 menit, 4 oC, 12000 rpm. Supernatan yang telah disentrifuse dibuang untuk diperoleh peletnya. Pelet dicuci dua kali dengan etanol dingin 70%, kemudian diperoleh pelet kering dan dilarutkan dalam sekitar 50 µl Buffer TE. Pelet disimpan untuk selanjutnya digunakan dalam proses RAPD-PCR.

RAPD-PCR

PCR disiapkan terpisah untuk masing-masing primer (OPB01 dan OPB07) dalam total volume 25 μl/reaksi. Air sebanyak 16,2 µl dicampurkan dengan buffer PCR 10 + Mg2+ sebanyak 2,5 µl, MgCl 2+ dengan konsentrasi 25 µm sebanyak 0,5 µl, dNTPs 2 mM sebanyak 2,5 µl, primer 10 µM/µl, dan Taq DNA 5U/µl sebanyak 0,5 µl. Template DNA yang telah dilarutkan dalam buffer TE diambil sebanyak 2 µl kemudian dimasukan ke dalam tabung ependorf 200 µl yang telah berisi campuran komponen bahan RAPD-PCR. Kemudian proses PCR dilakukan dengan program RAPD. Program untuk menjalankan mesin PCR untuk 45 siklus diatur masing-masing suhu denaturasi 94 o

C selama 2 menit 30 detik; suhu annealing 40 o

C selama 1 menit; suhu ekstensi 72  oC selama 1 menit dan suhu ekstensi akhir 72 o

C selama 7 menit.

Elektrophoresis Hasil RAPD-PCR

Elektroforesis DNA digunakan untuk membaca hasil amplifikasi RAPD dari mesin PCR. Produk hasil PCR dianalisis dengan gel agarose 1.5%. Gel agarose disiapkan dengan melarutkan agarose sebanyak 0,75 gr, 50 ml larutan buffer TAE (242 g tris-base; 57,1 g asam asetat glacial; 100 ml EDTA 0,5 M pH 8; dilarutkan dalam akuades hingga 1000 ml), dan 10 µl EtBr, kemudian dipanaskan untuk dihomogenkan dengan temperatur medium selama 4 menit secara bertahap (2-1-1 menit). Larutan dituangkan ke dalam baki gel agarosa yang

(24)

14   

telah dipasangkan sisir pencentak sumuran, kemudian dibiarkan hingga berubah menjadi gel yang padat. Baki yang telah berisi gel agarosa dimasukkan ke dalam bak elektroforesis yang telah diisi dengan larutan bufer TAE (gel dipastikan terendam seluruhnya dalam TAE). Loading dye 4 µl dicampurkan dengan tiap

sample cendawan hasil PCR sebanyak 10 µl diatas kertas parafilm menggunakan mikropipet kemudian di campurkan dan ditempatkan dalam sumuran pada agarose yang telah diletakkan di mesin elektrophoresis. Selanjutnya dilakukan proses

running elektrophoresis selama 60 menit pada tegangan listrik 75 V. Hasil

elektroforesis divisualisasikan dengan transluminator ultraviolet. Pita DNA yang terbentuk pada hasil elektrophoresis tersebut diamati dan difoto dengan menggunakan kamera digital.

Gambar 2 Peralatan elektroforesis. A. Gel tray, B. Cara mencetak gel agarose. C. Peralatan lengkap untuk running elektroforesis (Fatchiyah 2006 ).

 

   

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakter Morfologi B.theobromae

Hasil pengamatan karakter morfologi pada penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan maksimum miselium B. theobromae dari berbagai tanaman inang pada media PDA dalam cawan petri berdiameter 9 cm secara umum pada 3 - 5 HSI. Pada awalnya, miselium isolat asal jeruk, kakao, karet, pisang berwarna putih sampai dengan 3 HSI kemudian berubah warna menjadi abu-abu muda sampai dengan umur 4 - 5 HSI dan setelah 10 HSI bertambah gelap sesuai dengan pertambahan umur isolat. Isolat cendawan asal manggis awalnya berwarna putih sampai dengan 3 HSI kemudian berubah warna menjadi dominan gelap sampai dengan umur 4 - 5 HSI dan bertambah gelap sesuai dengan pertambahan umur isolat.

Gambar 3 Koloni isolat cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman pada umur 21 Hari Setelah Isolasi (HSI) pada media PDA. Jeruk (A); kakao (B); karet (C); pisang (D); manggis (E).

(26)

16

 

Punithalingam (1976) dalam penelitiannya menyebutkan karakter morfologi cendawan B. theobromae ditandai dengan pertumbuhan miselium dari isolat B. theobromae seperti benang rambut halus atau kapas, miselium udara berlimpah. koloni mula-mula berwarna sepia berubah menjadi abu-abu kemudian menjadi hitam. Pertumbuhan koloni secara teratur membentuk lingkar sampai koloni memenuhi cawan petri. Koloni yang telah memenuhi cawan petri pada umur isolat 21 HSI tidak hanya memperlihatkan perbedaan warna namun juga telah membentuk piknidia. Warna dan penampilan koloni isolat B. theobromae yang diamati sangat bervariasi. Koloni jeruk berwarna abu-abu muda, kakao berwarna abu-abu, karet berwarna abu-abu gelap, pisang berwarna coklat, dan manggis berwarna dominan hitam (Gambar 2).

Hasil pengamatan yang ditunjukkan Gambar 3 memperlihatkan bahwa pertumbuhan koloni B. theobromae isolat asal jeruk, kakao, karet, pisang, dan manggis pada media PDA memenuhi cawan setelah mencapai 4 HSI. Pada isolat asal jeruk, karet, dan pisang pertumbuhan koloni lebih cepat dibandingkan isolat asal kakao dan manggis. Rata-rata pertumbuhan koloni diantara kelima isolat B.

theobromae memperlihatkan perbedaan kecepatan tumbuh.

(27)

17

 

Secara mikroskopis, bentuk hifa B. theobromae bersekat pada isolat asal jeruk, kakao, karet, dan pisang sedangkan pada isolat asal manggis hifa muda membengkak seperti ‘sate’. Hifa awalnya hialin kemudian berubah warna menjadi coklat. Khlamidospora terbentuk pada isolat asal manggis secara interkaler (Gambar 4).

Gambar 5 Morfologi hifa dan klamidospora pada manggis. Hifa membengkak seperti sate (A); pembentukan klamidospora secara interkaler (B), dengan perbesaran 40x.

Piknidia B. theobromae isolat asal jeruk, kakao, karet, pisang, dan manggis terbentuk secara berkelompok pada media WA yang diberi bahan induksi berupa potongan jerami padi dan kulit manggis (Gambar 5). Ciri ini yang membedakan piknidia B. theobromae dengan piknidia yang dihasilkan oleh Diplodia sp. Menurut Barnett dan Hunter (1999) piknidia B. theobromae terbentuk secara bergerombol dan berwarna hitam sedangkan piknidia Diplodia sp. tunggal atau tidak berkelompok.

(28)

18

 

Gambar 6 Piknidia B. theobromae yang terbentuk pada media WA + jerami padi (A, B, C, D) dan WA + kulit manggis (E). Jeruk (A); kakao (B); karet (C); pisang (D); manggis (E) dengan perbesaran 100x.

Gambar 7 Piknidia yang pecah mengeluarkan konidia (pewarnaan dengan laktofenol) pada isolat B. theobromae.

Piknidia B. theobromae yang ditumbuhkan pada media PDA dapat terbentuk pada isolat asal jeruk dan isolat asal karet sedangkan pada media WA yang diberi bahan induksi berupa potongan jerami terbentuk pada semua isolat kecuali isolat asal manggis. Piknida isolat asal manggis hanya dapat terbentuk pada media WA yang diberi bahan induksi berupa kulit manggis (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembentukan piknidia diperlukan nutrisi tertentu agar dapat memaksimumkan pembentukannya. Menurut Winarsih (2007) jerami padi mengandung serat sampai 67%. Kandungan serat yang tinggi ini yang memicu pertumbuhan dan merangsang sporulasi cendawan. Salah satu enzim yang penting

(29)

19

 

dihasilkan cendawan adalah enzim selulase. B.theobromae adalah salah satu cendawan yang menghasilkan enzim selulase. Menurut Shivas dan Beasley (2005) media agar-agar yang kaya sumber gulanya merupakan kondisi yang tidak baik untuk terjadinya sporulasi pada kebanyakan cendawan patogen tanaman. Sporulasi biasanya ditingkatkan dengan penambahan material daun inang yang telah disterilkan, misalnya jerami gandum, daun jagung, daun bunga anyelir, atau media yang ‘kurus’ seperti WA.

Tabel 1 Pembentukan piknidia cendawan B. theobromae asal beberapa tanaman pada berbagai media sampai dengan 34 HSI

Media pembentukan piknidia

Piknidia B. theobromae asal

Jeruk Kakao Karet Pisang Manggis

PDA + - + - - WA + jerami padi + + + + - WA + pelepah pisang - - - - - WA + kulit manggis - - - - + Keterangan: + Piknidia terbentuk - Piknidia tidak terbentuk

Konidia B. theobromae secara umum berbentuk jorong atau ovoid, hialin, tidak bersekat, dan memiliki dinding ganda saat muda dan saat matang berwarna coklat, bersekat, dan memiliki dinding tunggal. Pada konidia isolat asal jeruk, kakao, karet yang masih muda konidia hialin, tidak bersekat, dan memiliki dinding ganda namun setelah matang menjadi berwarna coklat, bersekat tebal seperti membentuk dua buah sel, dan memiliki dinding tunggal yang tebal. Barnett dan Hunter (1999) mendeskripsikan cendawan B.theobromae memiliki kekhasan yang ditandai dengan piknidia berwarna gelap dan terbentuk secara berkelompok dalam stroma, konidia berwarna gelap dan memiliki dua buah sel saat matang, berbentuk jorong atau ovoid.

Konidia B. theobromae asal isolat jeruk, kakao, karet, pisang, dan manggis memiliki ukuran yang berbeda-beda (Tabel 2). Konidia pada jeruk berukuran 24-29 µm x 10-15 µm, konidia kakao berukuran 23-24 µm x 12-15 µm, konidia karet berukuran 22-26 µm x 10-16 µm, konidia pisang berukuran 14-16 µm x 9-11 µm, dan konidia manggis berukuran 10-16 µm x 6-10 µm. Menurut Semangun (2007) rata-rata konidia pada jeruk berukuran 24 µm x 15 µm, sedangkan pada kakao

(30)

20

 

konidia berukuran 24 - 30 µm x 11,5 – 13,5 µm (Semangun 2000). B. theobromae pada pisang memiliki konidia berukuran 20-30 µm x 10-18 µm (Goos 1961). Ukuran konidia bervariasi yaitu panjangnya 10,00 µm – 28,64 µm, lebarnya 6,36 µm – 15,91 µm, dan tebal dindingnya 0,80 µm – 2,50 µm. Pavlic et al. (2004) menemukan ciri umum pada isolat B.theobromae yang berasal dari Amerika Serikat, Amerika Selatan, Afrika Selatan dan Asia memiliki konidia berukuran 18–30 µm x 10–15 µm.

Hasil uji lanjut Duncan's Multiple Range Test (DMRT) pada tabel 2 menunjukkan bahwa ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda berbeda sangat nyata pada isolat asal jeruk, kakao, karet, pisang, dan manggis. Perbedaan yang ditunjukkan oleh konidia muda memperlihatkan keragaman ukuran konidia cendawan B. theobromae yang diperoleh dari inang berbeda. Pada konidia muda asal isolat jeruk memiliki rasio panjang/lebar tertinggi yaitu 2,18 dan konidia muda asal isolat manggis memiliki nilai rasio panjang/lebar terendah yaitu 1,50. Hal ini menunjukkan bentuk konidia yang semakin elips memiliki nilai rasio panjang/lebar yang tinggi dan cenderung bulat untuk nilai rasio panjang/lebar yang rendah.

Tabel 2 Ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda cendawan B.

theobromae pada lima tanaman inang B.

theobromae

Ukuran Konidia Panjang (µm) Lebar (µm) Rasio

panjang/lebar Tebal dinding (µm) Jeruk 25,68 ± 1,62 a 11,95 ± 1,44 b 2,18 ± 0,34 a 1,23 ± 0,28 c Kakao 23,26 ± 0,53 b 14,02 ± 1,20 a 1,82 ± 0,12 b 1,91 ± 0,15 a Karet 24,77 ± 1,80 ab 13,79 ± 2,00 a 1,69 ± 0,22 bc 1,80 ± 0,40 a Pisang 15,32 ± 0,68 c 10,32 ± 0,91 c 1,67 ± 0,18 bc 1,52 ± 0,17 b Manggis 13,45 ± 2,08 d 8,09 ± 0,88 d 1,50 ± 0,36 c 1,34 ± 0,21 bc Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

(uji selang ganda Duncan, α = 0,01).

Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia cendawan B. theobromae berbeda nyata pada isolat asal jeruk, kakao, dan karet. Perbedaan yang ditunjukkan oleh konidia matang

(31)

21

 

memperlihatkan keragaman ukuran konidia cendawan B. theobromae yang diperoleh dari inang berbeda. Pada konidia matang asal isolat jeruk memiliki rasio panjang/lebar 1,96, konidia asal isolat kakao 1,90, dan konidia asal isolat karet 1,83. Hasil pengukuran rasio panjang/lebar menunjukkan bahwa ukuran konidia kelima cendawan > 1 (bentuk jorong). Punithalingam (1976) dalam penelitiannya menyebutkan konidia B. theobromae memiliki bentuk subovoid-elipsoid oblong.

Tabel 3 Ukuran panjang dan lebar konidia matang cendawan B. theobromae pada tiga tanaman inang

Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan, α = 0.05).

Konidia secara umum berbentuk jorong atau ovoid, hialin, tidak bersekat, dan memiliki dinding ganda saat muda dan saat matang berwarna coklat, bersekat, dan memiliki dinding tunggal. Pada konidia jeruk, kakao, karet yang masih muda konidia hialin, tidak bersekat, dan memiliki dinding ganda (Gambar 7) namun setelah matang menjadi berwarna coklat, bersekat tebal seperti membentuk dua buah sel, dan memiliki dinding tunggal yang tebal (Gambar 8). Barnett dan Hunter (1999) mendeskripsikan cendawan B.theobromae memiliki kekhasan yang ditandai dengan piknidia berwarna gelap dan terbentuk secara berkelompok dalam stroma. Konidia hialin dan tidak bersekat saat muda. Konidia berwarna gelap dan memiliki dua buah sel saat matang. Konidia berbentuk jorong atau ovoid.

B. theobromae Ukuran konidia

Panjang (µm) Lebar (µm) Rasio panjang/lebar Jeruk 26,88 ± 2,52 a 13,88 ± 0,59 a 1,96 ± 0,22 a Kakao 25,38 ± 1,56 ab 13,75 ± 0,71 a 1,90 ± 0,07 a Karet 24,50 ± 1,34 b 13,00 ± 1,05 b 1,83 ± 0,20 a

(32)

22

 

Gambar 8 Konidia muda isolat cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman inang. Jeruk (A); karet (B); kakao (C); manggis (D); pisang (E) dengan perbesaran 100x.

Gambar 9 Konidia matang isolat cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman inang.Jeruk (A); karet (B); kakao (C) dengan perbesaran 100x.

Karakter Molekuler B. theobromae

Penanda molekuler DNA telah digunakan untuk mengenali dan mengkarakterisasi populasi cendawan. Teknik RAPD sering digunakan untuk membedakan organisme tingkat tinggi atau kelompok eukaryote (Suryanto 2003).

B. theobromae termasuk ke dalam kelompok eukaryote sehingga teknik ini dapat

digunakan untuk menganalisis DNA cendawan tersebut.

Teknik RAPD melibatkan penempelan primer tertentu yang dirancang sesuai dengan kebutuhan. Tiap primer dapat berbeda untuk menelaah keanekaragaman genetik kelompok yang berbeda (Suryanto 2003). Analisis molekuler dilakukan dengan teknik RAPD-PCR dengan menggunakan dua primer yaitu OPB 01 dan OPB 07.

Hasil elektroforesis produk RAPD-PCR pada Gambar 10 dan Gambar 11 menunjukkan bahwa kedua primer yang digunakan mampu mengamplifikasi

(33)

23

 

DNA cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman pada lokasi yang berbeda. Keberhasilan amplifikasi DNA genom dalam teknik RAPD ditentukan salah satunya oleh kesesuaian primer dan efisiensi serta optimasi proses PCR (Suryanto 2003).

Kualitas pita yang tajam dipengaruhi oleh konsentrasi semua komponen dalam reaksi campuran (Edel 1998). Menurut Takamatsu (1998) komponen reaksi Mg 2+, DNA polimerase, primer, template DNA, dan suhu yang digunakan mempengaruhi konsistensi produk amplifikasi DNA.

Shah et al. (2010) melaporkan bahwa pendekatan RAPD mampu mendeteksi keanekaragaman genetik B. theobromae. Dalam penelitian Henuk (2010) melalui pendekatan PCR, cendawan B. theobromae telah berhasil diidentifikasi dengan menghasilkan produk PCR yang sesuai dengan yang dilaporkan Begoude et al. (2009).

Profil DNA antara kelima isolat cendawan yang ditunjukkan Tabel 4 memperlihatkan bahwa jumlah dan ukuran pita DNA yang dihasilkan berbeda-beda kecuali antara isolat asal karet dan manggis menunjukkan pola yang serupa. Jumlah dan ukuran pita DNA yang dihasilkan oleh isolat asal karet dan manggis memiliki kesamaan. Hal ini menunjukkan berdasarkan penggunaan primer OPB 01 antara isolat cendawan asal jeruk, kakao, dan pisang memiliki perbedaan genetik kecuali antara isolat asal karet dan manggis. Berbeda dengan pada pita DNA yang dihasilkan oleh primer OPB 07 (Tabel 5) memperlihatkan bahwa jumlah dan ukuran pita DNA yang dihasilkan berbeda-beda kecuali antara isolat asal jeruk dan pisang. Hal ini menunjukkan berdasarkan penggunaan primer OPB 07 antara isolat cendawan asal kakao, karet, dan manggis memiliki perbedaan genetik kecuali antara isolat asal jeruk dan pisang. Berdasarkan penggunaan kedua primer dalam RAPD tersebut ditunjukkan bahwa antara kelima isolat cendawan B.

(34)

24

 

Gambar 10 Profil DNA lima isolat cendawan B. theobromae yang diamplifikasi dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPB 01. M1 molecular marker (DNA leader); isolat jeruk (J); isolat kakao (C); isolat karet

(K); isolat pisang (P); isolat manggis (M); pembanding R. solani asal nanas (N).

Tabel 4 Ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae asal berbagai tanaman inang menggunakan primer OPB 01

Isolat Ukuran pita DNA (bp)

B. theobromae 1 2 3 4 5 6 7 Jeruk 500 700 900 1200 > 2072 Kakao 500 600 1500 2072 > 2072 Karet 500 600 900 1200 1300 1500 2072 Pisang 500 700 900 1200 1500 2072 Manggis 700 1200 2072 Kontrol 700 1300 2072-

(35)

600-25

 

Gambar 11 Profil DNA lima isolat cendawan B. theobromae yang diamplifikasi dengan RAPD PCR menggunakan primer OPB 07. M1 molecular marker (DNA leader); isolat jeruk (J); isolat kakao (C); isolat karet

(K); isolat pisang (P); isolat manggis (M), pembanding R. solani asal nanas (N).

Tabel 5 Ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae asal berbagai tanaman inang menggunakan primer OPB 07

Isolat

Ukuran pita DNA (bp)

B. theobromae 1 2 3 4 5 6 7 8 Jeruk 1200 2072 > 2072     Kakao 800 1000 > 2072     Karet 800 1200 1300 1500 1600 1700 2072 > 2072 Pisang 800 1000 1100 1700 2072 >2072 Manggis 500 1000 1700 >2072 Kontrol 800 1000 1100 1200 1600 2072 2072-

(36)

600-KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Isolat cendawan B. theobromae yang berasal dari tanaman jeruk, kakao, karet, pisang, dan manggis memiliki morfologi yang bervariasi baik dari segi bentuk dan penampilan koloni, kecepatan tumbuh koloni, pembentukan piknidia, dan ukuran konidia. Pengukuran rasio panjang/lebar memperlihatkan variasi bentuk konidia kelima cendawan yaitu subovoid-elipsoid oblong dengan ukuran konidia > 1 (bentuk jorong). Hasil RAPD-PCR menggunakan primer OPB 01 menunjukkan bahwa diantara kelima isolat cendawan dapat dibedakan kecuali antara isolat karet dan manggis yang menghasilkan pola identik sedangkan melalui primer OPB 07 kelima isolat cendawan dapat dibedakan kecuali antara isolat jeruk dan pisang. Morfologi cendawan B. theobromae dan RAPD- PCR berhasil memperlihatkan keragaman isolat B. theobromae yang diperoleh dari tanaman inang berbeda.

Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait dengan patogenisitas dari cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman inang untuk mengetahui hubungan antara perbandingan morfologi dan molekuler.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

AgroMedia. 2009. Budidaya Tanaman Buah Unggul Indonesia. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Alexopoulos CJ. 1960. Introductory Mycology. Ed ke-5. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Barnett HL, Hunter BB. 1999. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Ed ke-2. Minnesota: APS Press.

Begoude BAD, Bernard S, Michael JW, Jolanda R. 2009. Botryosphaeriaceae associated with Terminalia cattapa in Cameroon, South Africa and Madagascar. Mycol Progress 9: 101-123.

Davis RM, Farrald CJ, Davila D. 1987. Botryodiplodia trunk lesions in Texas citrus plant disease. Plant Disease 71 (9): 848-849.

Edel V. 1998. Polymerase Chain Reaction in Mycology. France: Dijon Cedex. Ekundayo JA. 1978. Botryodiplodia theobromae Pat. Diseases, Pest, and Weeds

in Tropical Crops. New York: Wiley-Interscience

Fatchiyah. 2006. Gel Elektroforesis. Malang: Universitas Brawijaya.

Goos RD, Cox EA, Stotz G. 1961. Botryodiplodia theobromae and its association with musa species [abstrak]. Mycologia 53 (3): 262-277. http:// www.jstor.org/stable/3756274 [21 Oktober 2010].

Henuk JBD. 2010. Identifikasi dan uji patogenisitas penyebab busuk pangkal batang pada jeruk (Citrus spp.) dari beberapa sentra produksi jeruk di Indonesia [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mbenoun M, Momo Zeutsa EH, Samuels G, Amougou FN, Nyasse S. 2008.

Dieback due to Lasiodiplodia theobromae, a new constraint to cocoa production in Cameroon. Plant Pathology 57: 381. hhtp://ddr.nal.usda.gov/bitstream/10113/13435/1/IND44032848.pdf [18 Agustus 2010].

Moller EM, Bahnweg G, Sandermann H, Geiger HH. 1992. A simple and efficient protocol for isolation of high molecular weight DNA from filamentous fungi, fruit Bodies, and infected plant tissues. Nucleic Acids

Research 20 (22): 6115-6116.

Nunes FM, Oliveira MCF, Arriaga AMC, Lemos TLG, Neto MA. 2008. A New eremophilane-type sesquiterpene from the phytopatogen fungus

(38)

28   

478-482 [jurnal on-line]. http://www.scielo.br/pdf/jbchs/v19n3/ a15v19n3.pdf [27 Agusutus 2010].

Pavlic D, Slippers B, Coutinho TA, Gryenhout M, Wingfield MJ. 2004.

Lasiodiplodia gonubiensis sp. nov., a new Botryosphaeria anamorph from

native Syzygium cordatum in South Africa. Stud Mycol 50: 313–322.

Pha TA, Dung PT, Hieu ND, Nghia NA. 2010. Disease caused by

Botryodiplodia theobromae Pat. on rubber tree in Vietnam. Rubber

Risearch Institute of Vietnam. http://www.rriv.org.vn/uploads/ userfiles/28-BCMalaysia-Pha.ppt- [8 Desember 2010].

Punithalingam E. 1976. CMI Descriptions of Pathogenic Fungi and Bacteria No. 519. Kew, Surrey, England: Commonwealth Mycological Institute.

Punithalingam E. 1980. Plant diseases attributed to Botryodiplodia theobromae Pat. Letters in Applied Microbiology 1: 17–20.

Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning. A Laboaratory

Manual. Ed ke-2. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Semangun H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Semangun H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Ed ke-2. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Shah MD, Verma KS, Singh K, Kaur R. 2010. Morphological, pathological and molecular variability in Botryodiplodia theobromae (Botryosphaeriaceae) isolates associated with die-back and bark cancer of pear trees in Punjab, India. Genetics and Molecular Research 9 (2): 1217-1228.

Shivas R, Beasley D. 2005. Pengelolaan Koleksi Patogen Tanaman. Kramadibrata K, Soetjipto NW, Machmud M, penerjemah. Queensland: Department of Primary Industries and Fisheries. Terjemahan dari: Plant

Pathology Herbarium.

Suryanto D. 2003. Melihat keanekaragaman organisme melalui beberapa teknik genetika molekuler. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Takamatsu S. 1998. PCR Applications in Fungal Phylogeny. Japan: Mie University.

Winarsih S. 2007. Pengaruh bahan organik pada pertumbuhan Gliocladium

virens dan daya antagonis terhadap Fusarium oxysporum secara in vitro.

(39)

29   

Wiratno AT, Nurbanah S. 1997. Pengendalian Penyakit Blendok pada Tanaman Jeruk Besar. Wonocolo: IPPTP. http://www.pustaka-deptan.go.id/agritek/jwtm0106.pdf [ 18 Agustus 2010].

[WSSP] Waksman Student Scholar Program. 2009. PCR primer design guidelines. Piscataway: Rutgers University Waksman Institute. http://www.premierbiosoft.com/tech_notes/PCR_Primer_Design.html

161209 [28 Nopember 2010].

Yuwono T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

(40)

                           

LAMPIRAN

(41)

Tabel 1 Pertumbuhan diameter koloni cendawan B. theobromae

B. theobromae

Pertumbuhan diameter koloni (cm) pada HSI ke-

Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 diameter rata-rata diameter rata-rata diameter rata-rata diameter rata-rata diameter rata-rata diameter rata-rata diameter rata-rata 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Jeruk 1 3,2 3,5 3,35 8,9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 2 2,1 2,3 2,2 7,8 7,3 7,55 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 3 1,6 2 1,8 7,4 7,3 7,35 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 rata-rata 2,45 7,97 9 9 9 9 9 Kakao 1 2,2 2,2 2,2 5,9 6,4 6,15 8,7 8,8 8,8 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 2 2,6 2,2 2,4 7,2 7,3 7,25 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 3 1,9 1,8 1,9 6,5 6,8 6,65 8,8 9 8,9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 rata-rata 2,17 6,68 8,93 9 9 9 9 Karet 1 2,1 2,2 2,15 8,7 8,7 8,7 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 2 3 2,1 2,55 8,6 8,4 8,5 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 3 2 2,5 2,3 7,8 8,3 8.,5 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 rata-rata 2,33 8,42 9 9 9 9 9 Pisang 1 1,4 1,4 1,4 8 7,5 7,75 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 2 2 1,3 1,65 8,5 8,2 8,35 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 3 1,2 1,5 1,4 8,4 8,3 8,35 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 rata-rata 1,48 8,15 9 9 9 9 9 Manggis 1 1,5 1,5 1,5 6,3 6,5 6,4 8,1 8,3 8,2 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 2 1,5 1,6 1,55 7 7,2 7,1 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 3 1,7 1,2 1,5 5,4 5,4 5,4 8,4 8 8,2 9 8,8 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 rata-rata 1,52 6,3 8.43 9 9 9 9

(42)

Tabel 2 Ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda cendawan B. theobromae asal lima tanaman inang

Keterangan: p= panjang, l=lebar, td= tebal dinding

Ulangan Ukuran konidia muda B. theobromae (µm) isolat asal

Jeruk Kakao Karet Pisang Manggis

p l td p l td p l td p l td p l td 1 25 10,45 1,48 23,18 13,64 1,7 26,36 14,09 2,05 15 10,91 1,82 15 6,36 1,25 2 27,27 11,36 1,02 22,73 14,55 1,93 23,18 15,91 1,93 15,45 10,45 1,59 12,73 8,18 1,25 3 25 11,36 1,02 23,64 15 1,82 24.55 13,64 2,05 14,09 11,36 1,48 15 9,55 1,36 4 24,55 13,64 1,02 24,09 15,45 1,93 25,45 15 1,7 14,55 11,36 1,59 12,73 7,27 1,82 5 27,27 11,36 1,14 23,18 13,18 2,16 26,36 12,73 1,36 15,45 9,09 1,48 10 9,09 1,25 6 24,09 11,36 1,36 22,73 12,27 1,93 22,73 11,36 1,7 16,36 9,09 1,36 11,36 8,18 1,14 7 28,64 10,45 1,48 21,82 10,45 1,59 15 10 1,36 15,45 8,18 1,25 8 23,64 13,64 0,8 22,73 10,45 1,25 15,45 9,55 1,7 15 7,73 1,36 9 26,36 11,36 1,7 22,27 11,82 2,5 15,91 10 1,59 11,36 8,18 1,14 10 25 14,55 1,25 21,82 10,45 1,25 15,91 11,36 1,25 15,91 8,18 1,59 Rata-rata 25,682 11,953 1,227 23,2583 14,015 1,91167 23,727 12,59 1,738 15,317 10,317 1,522 13,454 8,09 1,341

(43)

Tabel 3 Ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia matang cendawan B. theobromae asal tiga tanaman inang

Ulangan Ukuran konidia matang B. theobromae (µm) isolat asal

Jeruk Kakao Karet p l p l p l 1 27,5 12,5 22,5 12,5 23,75 12,5 2 25 13,75 26,25 13,75 23,75 15 3 23,75 13,75 25 13,75 26,25 12,5 4 32,5 13,75 28,75 15 22,5 12,5 5 28,75 13,75 26,25 13,75 22,5 13,75 6 25 13,75 25 15 25 11,25 7 27,5 13,75 25 13,75 26,25 13,75 8 25 15 25 13,75 25 13,75 9 27,5 13,75 25 13,75 25 12,5 10 26,25 13,75 25 13,75 25 12,5 Rata-rata 26,875 13,75 25,375 13,875 24,5 13 Keterangan: p= panjang, l=lebar

Tabel 4 Pengukuran rasio panjang/lebar konidia muda cendawan B. theobromae Ulangan Rasio panjang/lebar isolat asal

Jeruk Kakao Karet Pisang Manggis 1 2,39 1,70 1,87 1,38 2,36 2 2,40 1,56 1,46 1,48 1,56 3 2,20 1,58 1,80 1,24 1,57 4 1,80 1,56 1,70 1,28 1,75 5 2,40 1,76 2,07 1,70 1,10 6 2,12 1,85 2,00 1,80 1,39 7 2,74 2,09 1,50 1,89 8 1,73 2,17 1,62 1,94 9 2,32 1,88 1,59 1,39 10 1,72 2,09 1,40 1,94 Rata-rata 2,18 1,67 1,91 1,50 1,69            

(44)

 

Tabel 5 Pengukuran rasio panjang/lebar konidia matang cendawan B. theobromae Ulangan Rasio panjang/lebar isolat asal

Jeruk Kakao Karet

1 2,20 1,80 1,90 2 1,82 1,91 1,58 3 1,73 1,82 2,10 4 2,36 1,92 1,80 5 2,09 1,91 1,64 6 1,82 1,67 2,22 7 2,00 1,82 1,91 8 1,67 1,82 1,82 9 2,00 1,82 2,00 10 1,91 1,82 2,00 Rata-rata 1,96 1,83 1,90

Tabel 6 Analisis sidik ragam ukuran panjang konidia muda B. theobromae Analisis Varians Ukuran Panjang Konidia

Sumber Keragaman dk JK KT F Pr > F Perlakuan 13 1186,56 91,27 40,24 < ,0001 Galat 28 63,52 2,27

Total 41 1250,08

Tabel 7 Analisis sidik ragam ukuran lebar konidia muda B. theobromae Analisis Varians Ukuran Lebar Konidia

Sumber Keragaman dk JK KT F Pr > F Perlakuan 13 220,58 16,97 15,45 < ,0001 Galat 28 30,76 1,10

Total 41 251,34

Tabel 8 Analisis sidik ragam ukuran tebal dinding konidia muda B. theobromae Analisis Varians Ukuran Tebal Dinding Konidia

Sumber Keragaman dk JK KT F Pr > F Perlakuan 13 2,73 0,21 3,55 < ,0001 Galat 28 1,66 0,06

(45)

Tabel 9 Analisis sidik ragam rasio panjang/lebar konidia muda B. theobromae Analisis Varians Rasio panjang/lebar Konidia

Sumber Keragaman dk JK KT F Pr > F Perlakuan 13 3,16 0,24 3,05 0,0065 Galat 28 2,23 0,08

Total 41 5,39

Tabel 10 Analisis sidik ragam ukuran panjang konidia matang B. theobromae Analisis Varians Ukuran Panjang Konidia

Sumber Keragaman dk JK KT F Pr > F Perlakuan 11 54,06 4,91 1,26 0,3193 Galat 18 70,10 3,89

Total 29 124,17

Tabel 11 Analisis sidik ragam ukuran lebar konidia matang B. theobromae Analisis Varians Ukuran Lebar Konidia

Sumber Keragaman dk JK KT F Pr > F Perlakuan 11 10,99 1,00 1,61 0,1774 Galat 18 11,15 0,62

Total 29 22,14

Tabel 12 Analisis sidik ragam rasio panjang/lebar konidia matang B. theobromae Analisis Varians Rasio panjang/lebar Konidia

Sumber Keragaman dk JK KT F Pr > F Perlakuan 11 0,25 0,02 0,64 0,7700 Galat 18 0,64 0,04 Total 29 0,90          

Gambar

Gambar 1  Piknidia dan konidia cendawan B. theobromae (Punithalingam 1976).
Gambar 2  Peralatan elektroforesis. A. Gel tray, B. Cara mencetak gel agarose. C.
Gambar 3  Koloni isolat cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman pada  umur 21 Hari Setelah Isolasi (HSI) pada media PDA
Gambar 4  Grafik pertumbuhan koloni cendawan B. theobromae pada media PDA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini tidak mengukur dan menetapkan konsentrasi ekstrak yang digunakan, sehingga sulit diketahui apakah aktivitas antibakteri yang lemah disebabkan oleh

Rincian tugas, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat Dewan Nasional ditetapkan lebih lanjut oleh Ketua Dewan Nasional setelah mendapat persetujuan tertulis

1).. Penggunaannya untuk induksi, selanjutnya diteruskan dengan inhalasi. Dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan menyebabkan pasien berada dalam keadaan

Dalam perspektif paradigma pembangunan daerah berbasis pengembangan kawasan dan paradigma baru sistem pendidikan nasional, maka Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo sebagai

Di dalam berbagai jenis olahraga baik olahraga dengan gerakan-gerakan yang bersifat konstan seperti jogging, marathon dan bersepeda atau juga pada olahraga yang

Sardjito pada tanggal 17 Oktober 2013 dengan keluhan nyeri pada kemaluan, dan pada tahun 2010 sempat dilakukan pemeriksaan penunjang CT scan abdomen, didapatkan “double

Sesuai dengan pernyataan Nurika (2000) dalam penelitian ekstrak pewarna angkak, bahwa semakin tinggi konsentasi dekstrin yang digunakan sampai konsentrasi 5,5 % mampu

PROSES PRODUKSI BAHAN BAKU TEKNOLOGI MESIN.. Otomatis Otomatis Tradisional PERSIAPAN MATERIAL A PROSES PRODUKSI (1) PROSES PRODUKSI (2) PERAKITAN PENGEMASAN PERSIAPAN MATERIAL B