• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian dampak dinamika penggunaan lahan di DAS Wanggu terhadap sedimentasi di Teluk Kendari Sulawesi Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian dampak dinamika penggunaan lahan di DAS Wanggu terhadap sedimentasi di Teluk Kendari Sulawesi Tenggara"

Copied!
205
0
0

Teks penuh

(1)

i

KENDARI SULAWESI TENGGARA

LA ODE ALWI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul :

Kajian Dampak Dinamika Penggunaan Lahan di DAS Wanggu terhadap Sedimentasi di Teluk Kendari Sulawesi Tenggara

adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Bogor, Agustus 2012

(4)
(5)

v

Wanggu Watershed to Sedimentation to Kendary Bay in South East Sulawesi (under academic supervision of NAIK SINUKABAN as chairman, SOLEH SOLAHUDDIN, and HIDAYAT PAWITAN as member of supervisiory committee).

The dynamic of land use in Wanggu Watershed had been causing land degradation disruption of hydrological function of the watershed and sedimentation in Kendari Bay. These degradations were indicated by the increasing of river fluctuation and erosion was higher than the local tolerable soil losts. The impact of erosion had further decreased land productivity, farmer’s income, and also increasing sedimentation in Kendari Bay as well. The objectives of this research were 1) to identify the biophysical characteristics of Wanggu watershed. 2) to study the impact of land use dynamic on erosion, run off, river flow fluctuation and sedimentation in Kendari Bay, 3) to develope land use models and agrotechnologies that can increase soil infiltration capacity, decrease run off coefficient, river flow fluctuation, rate of erosion and sedimentation in Kendari Bay, 4) to formulate land use planning and agrotechnology model in Wanggu watershed to guarantee sustainable land management. This research was carried out in September 2009 to August 2010. The result of this research showed that forested land characteristics were much better than those with other land uses particularly the characteristics that related to hydrological function of watershed. There were a continuous decrease forest land (1.1% per year) and bushes land (0.8% per year) but on the other hand a continuous increase of mixed plantation land (1.1% per year), dry land use (0.4% per year) and settlement area (0.4% per year). These dynamic giving the impact to increase erosion rate (12.7 tons/ha), surface run off (262.7 mm), run off coeficient (0.13) since 1992-2010, and in turn increase sedimentation rate in Kendari Bay. The source of those sediment come from land erosion 104.000 m3 per year (9,3%), from waste 21.310 m3 per year (2%), and river bank erosion-infrastructure-landslide 954.000 m3 per year (88,7%), to make total sedimentation in Kendari Bay was 1.071.000 m3 per year. The existing land use of Wanggu watershed in 2010 could not guarantee sustainable land management. The alternative land use planning for sustainable Wanggu watershed management is 33 % forest, 44 % mixed plantation,9% dry field, 1% bush and 13% settlement. The land use management in mixced plantation should be under Agrosilvopastoral with perennial crops (cacao, pepper, citrut fruit, banana, teak, elephant grass+3 cows), and in dry field should be under multiple cropping system(corn + cassava + peanut) - (green beans + legume + tomato). To increase productivity of both systems, the using of chemical fertilizers, manure, and compost should be applied as necessary.

(6)
(7)

vii

DAS Wanggu terhadap Sedimentasi di Teluk Kendari Sulawesi Tenggara, dibawah bimbingan NAIK SINUKABAN, SOLEH SOLAHUDDIN, dan HIDAYAT PAWITAN.

Dinamika penggunaan lahan di DAS Wanggu periode 1992-2010 telah menyebabkan degradasi lahan, terganggunya fungsi hidrologi DAS Wanggu dan terjadinya sedimentasi di teluk Kendari.

Penelitian ini dilaksanakan sejak September 2009 sampai dengan Agustus 2010 di DAS Wanggu, 8 DAS mikro dan Teluk Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian bertujuan: 1) mengkaji dinamika penggunaan lahan dan keadaan biofisik lahan existing di DAS Wanggu, 2) mengkaji dampak dinamika penggunaan lahan di DAS Wanggu terhadap penurunaan luas lahan hutan, erosi, run off, koefisien run off, fluktuasi debit air, pendapatan petani pada kebun campuran, tegalan/sawah, dan sedimentasi di teluk Kendari, 3) mengembangkan model perencanaan penggunaan lahan dan agroteknologi alternatif yang mampu meningkatkan kualitas lahan seperti: kapasitas infiltrasi tanah dan intersepsi potensial, dan pendapatan petani, menurunkan run off, koefisien run off, laju erosi dan sedimentasi di teluk Kendari, dan 4) merumuskan model perencanaan penggunaan lahan dan agrotekonologi alternatif yang tepat dalam pengelolaan DAS Wanggu berkelanjutan dan kelestarian teluk Kendari.

Penelitian dilakukan dengan metode survei dan pengamatan lapang. Pengamatan terhadap karakteristik tanah, parameter hidrologi, erosi dan vegetasi dilakukan dengan membuat plot percobaan berdasarkan Rancangan Acak Kelompok dan data sosial ekonomi diperoleh melalui wawancara dan data sekunder. Hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji BNT0.05 dan

analisis agroteknologi didasarkan pada kondisi fisik lingkungan (secara teknis dapat diterapkan, secara ekologi dapat memperbaiki lingkungan melaui penurunan aliran permukaan, erosi dan sedimentasi, dan secara ekonomi dapat meningkatkan pendapatan dengan menggunakan perhitungan total biaya dan pendapatan, NPV 12% dan kebutuhan hidup layak (KHL).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika penggunaan lahan tahun 1992 – 2010 di DAS Wanggu telah menyebabkan: 1) penurunan luas hutan 1,1% luas DAS per tahun (478,2 ha/th) dan semak belukar 0,8% luas DAS per tahun (366 ha/th) dan diikuti peningkatan luas kebun campuran 1,1% luas DAS per tahun (485,7 ha/th), tegalan/sawah 0,4% luas DAS per tahun (181,8 ha/th), dan pemukiman 0,4% luas DAS per tahun (179,8 ha/th), 2) akibatnya memberikan dampak signifikan terhadap penurunan karakteristik lahan: porositas tanah 19,1%, bahan orgaink tanah 1,5%, penutupan lahan 30,3%, intersepsi potensial 168,7%, dan peningkatan: berat volume tanah 0,3 g/cm3, dan meningkatkan indikator hidrologi: kapasitas infiltrasi 1,8 cm per jam dan permeabilitas tanah 2,1 cm per jam, run off 289,6 mm per tahun, koefisien run off 17,7% per tahun, erosi 17,4 ton/ha/th.

(8)

viii

baku mutu air (Kepmen LH No. 115/2003) dengan indikator kandungan TSD, BOD, COD, pH, NO3=, NO2, Fe, Zn, minyak dan lemak, kecuali Cl- masih

tergolong baik dan memenuhi baku mutu air minum, sedangkan kualitas air di teluk Kendari tergolong tercemar berat oleh DO, COD dan SO4=.

Peningkatan erosi tertinggi di DAS Wanggu terjadi tahun 2010 (555.471,0 ton/th dengan rataan 12,2 ton/ha/th), tahun 2005 (548.895,0 ton/th dengan rataan 12,1 ton/ha/th), tahun 2000 (497.324,0 ton/th dengan rataan 11,0 ton/ha/th), tahun 1995 (410.545,0 ton/th dengan rataan 9,0 ton/ha/th) dan tahun 1992 (399.435,0 ton/th dengan rataan 8,8 ton/ha/th) tetapi dampaknya terhadap erosi tahun 1992-2010 tertinggi terjadi tahun 1995-2000 yaitu 86.778,6 ton dan rataan 17.355,7 ton/th dan dampaknya terendah tahun 2005-2010 yaitu 6.575,6 ton dan rataan 1.315,1 ton/th.

Konstribusi sedimentasi di teluk Kendari periode 1960 – 2010 berasal dari sedimentasi: erosi lahan sebesar 5.150.182,4 m3 (9,7%), sampah 1.089.165,0 m3 (2,0%) dan erosi (infrastruktur, tebing sungai, tanah longsor) sebesar 49.292.191,7 m3 (88,7%) dengan total sedimentasi sebesar 55.304.766,7 m3 (100%) dari jumlah penduduk di DAS Wanggu dan 8 DAS mikro adalah 19.726 jiwa tahun 1960 menjadi 269.559 jiwa tahun 2010.

Rumusan model perencanaan penggunaan lahan dan agrotekonologi alternatif yang tepat dalam pengelolaan DAS Wanggu berkelanjutan dan kelestarian teluk Kendari adalah hutan 33% luas DAS, kebun campuran (Agrosilvopastural) 44% luas DAS dan tegalan/sawah 9% luas DAS) dengan pendapatan bersih Rp 24.000.000 ≥ KHL (Rp 22.000.000 per KK/ha/th), erosi 9,7 ton/ha/th < Etol 12,1 ton/ha/th, dan sedimen < sedimen yang daoat ditoleransikan (sedine 54.300 ton/th < sedimen ETol 67.700 ton/th), model penggunaaan dan agroteknologi hasil simulasi ini memenuhi criteria: layak teknis, layak ekologis dan layak ekonomi skeneario-5.

(9)

ix

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang

(10)
(11)

xi

KENDARI SULAWESI TENGGARA

LA ODE ALWI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

xii Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:

1. Nama : Dr. Ir. Latief M. Rachman, M.Sc, MBA

Instansi : Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

2. Nama : Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS

Instansi : Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka : 1. Nama : Dr. Ir. Eka W. Soegiri, MM

Instansi : Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS).

2. Nama : Dr. Ir. Nora Herdiana Pandjaitan, DEA

(13)

xiii Nama : La Ode Alwi

Nomor Pokok : A165070011 Program Studi : Pengelolaan DAS

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. Soleh Solahuddin, M.Sc Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, M.Sc Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan

Ilmu Pengelolaan DAS, Sekolah Pascasarjana,

Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

xv

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan disertasi ini.

Selesainya penelitian dan penulisan disertasi ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Prof. Dr. Ir. Soleh Solahuddin, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, M.Sc selaku anggota Komisi Pembimbing atas kesediaannya membimbing dan memberikan masukan/saran dalam penyelesaian dan penyusunan disertasi hasil penelitian ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya pula penulis sampaikan kepada Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana dan Faperta, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, dan Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS IPB, serta Rektor dan Dekan Fakultas Pertanian Unhalu yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Doktor (S3) dan dukungan moril dan materil. Demikian pula tak lupa saya sampaikan hal yang sama kepada Pengelola BPPS Dirjen DIKTI Kemendiknas dan IPB, PT. TIMAS serta Pemda Provinsi Sulawesi Tenggara atas dukungan dan bantuan dana yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

Kepada keluarga, teman-teman dan semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu per satu, terima kasih atas segala dukungan, bantuan dan pengertiannya, serta mohon maaf atas segala kesalahan, terutama komunikasi dan silaturrahmi yang terganggu akibat penyelesaiaan disertasi ini. Khusus kepada istri saya tercinta Dr. Ir. Sitti Marwah, M.Si dan anak-anak saya: Alwan, SP, Astriwana, SPi, Sitti Alvianti, S.Gz. dan Aljumriana terima kasih yang mendalam atas do’a, dukungan, dorongan dan segala pengertian, pengorbanan, kesabaran dan keikhlasan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini. Semoga karya ilmiah dalam bentuk disertasi ini dapat bermanfaat.

(16)
(17)

xvii

Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Juli 1958 di Wanci Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara, dari pasangan ayah H. La Ode Rafiuddin (almarhum) dan ibu Wa Ode Saiha (alarhuma). Menikah tahun 1985 dengan istri bernama Ir Sitti Marwah anak dari H. Andi Muh. Djufri (almarhum) dan ibu Andi Siti Djulsan (almarhum). Dikaruniai empat orang anak yaitu: Alawan SP, Astrifana SPi, Sitti Alvianti S.Gz. dan sitti Aljumriana.

Pendidikan DASar diselesaikan penulis pada tahun 1971 di SD Negeri Wanci. Pendidikan Menengah Pertama pada tahun 1974 di SMP Negeri Wanci Kab. Buton, dan Pendidikan Menengah Atas tahun 1978 di SMA Negeri 03 Makassar. Pendidikan Sarjana ditempuh di Universitas Hasanuddin, Fakultas Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian, lulus dengan memperoleh ijazah Sarjana Muda tahun 1981, dan Jurusan Ilmu Tanah, Program Studi Ilmu Kesuburan tanah dengan lulus memperoleh Sarjana Lengkap tahun 1984.

Penulis menjadi staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Sulawesi Tenggara tahun 1985 sampai sekarang. Pada Tahun 2004 meraih Magister Sains (S2) pada Sekolah Pascasarjana Program Studi ilmu Pengelolaan DAS, IPB dengan Beasiswa BPPS dari Dirjen DIKTI Depdikbud. Kemudian pada tahun 2007 mendapat kesempatan kembali melanjutkan studi Program Doktor (S3) dengan sumber beasiswa BPPS dari Dirjen DIKTI Kemendiknas.

(18)
(19)

xix

DAFTAR GAMBAR xxv

DAFTAR LAMPIRAN xxvii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang. 1

Rumusan Masalah 3

Kerangka Pemikiran 4

Tujuan Penelitian 8

Hipotesis 8

Kegunaan dan Kebaharuan Penelitian 9

Ruang Lingkup Penelitian 10

TINJAUAN PUSTAKA 11

Pengertian Daerah Aliran Sungai 11

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai 12

Penggunaan Lahan 15

Dampak Penggunaan Lahan 16

Dampak Penggunaan Lahan terhadap Erosi 16

Dampak Penggunaan Lahan terhadap Sumberdaya Air 18 Dampak Penggunaan Lahan terhadap Ketersediaan Air 20 Dampak Penggunaan Lahan terhadap Kualitas Air 22 Dampak Penggunaan Lahan terhadap Produktivitas Lahan. 26 Peranan Konservasi Tanah dan Air terhadap Pelestarian Sumberdaya

Air dan Produktivitas Lahan 31

Konsep Arahan Kebijakan Pengembangan Daerah Aliran Sungai 32 Analisis Sistem dan Simulasi Model Hidrologi 34

Analisis Sistem 34

Simulasi Model Hidrologi 37

Model Neraca Air 38

BAHAN DAN METODE 40

Lokasi dan Waktu Penelitian 40

Bahan dan Alat 41

Jenis, Sumber dan Kegunaan Data 41

Teknik Pengumpulan Data 43

Erosi Aktual dan Aliran Permukaan Setiap Jenis Penggunaan Lahan

44

Debit Aktual Air Sungai 44

Sifat – Sifat Tanah, Indikator Hidrologi dan Etol 45

(20)

xx

Prediksi Erosi di wilayah DAS 49

Penutupan dan Kondisi Permukaan Lahan 52

Debit Sungai 52

Sedimentasi 53

Sedimentasi di Teluk Kendari 54

Model Penggunaan Lahan Alternatif dan Agroteknologi di DAS

Wanggu 55

Prediksi Erosi, Sedimen, ETol dan Sedimen Ditoleransikan (STol) 56

Analisis Sosial Ekonomi 56

TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas.

Kedudukan dan Arti Penting DAS Wanggu Ds dan Teluk Kendari Topografi, Geologi dan Tanah

60 60 61 62

Iklim dan Hidrologi 64

Penggunaan Lahan 68

Vegetasi Penutupan Tanah 69

Sosial dan Ekonomi. 72

Kependudukan 72

Perekonomian 73

Infrastruktur Wilayah 74

Jaringan Jalan dan Alat Transportasi 74

Perumahan dan Pemukiman 76

Listrik dan Air Bersih 77

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dinamika Penggunaan Lahan di DAS Wanggu

79 79

Dampak Dinamika Penggunaan Lahan 87

Dampak Dinamika Penggunaan Lahan terhadap KarakteristikLahan 87 Dampak Dinamika PenggunanLahan terhadap Indikator Hidrologi

dan Erosi Aktual 89

Dampak Dinamika Penggunaan Lahan terhadap Total Prediksi

Erosi, Aliran Permukaan dan Koefisien Aliran Permukaan 92 Dampak Dinamika Penggunaan Lahan terhadap Kualitas Air 95

Kualitas Air Sungai di DAS Wanggu Ds 95

Kualitas Air di Perairan Teluk Kendari

Dampak Dinamika Penggunaan Lahan terhadap Sedimentasi di Teluk Kendari

99

(21)

xxi

Analisis Total Sedimentasi di Teluk Kendari 105

Total Sedimentasi Berdasarkan Hasil Analisis Peta Batimetri 105 Total Sedimen di Teluk Kendari Bersumber dari Prediksi Erosi

Lahan, Sampah dan Infrastruktur 111

Evaluasi Kemampuan Lahan dan Agroteknologi 114

Erosi Versus Erosi yang Dapat Ditoleransikan 114 Pendapatan Usahatani Versus Pendapatan yang Memenuhi KHL 116 Analisis Kelayakan Model Penggunaan Lahan Alternatif Di DAS

Wanggu

Implikasi Kebijakan

118 120

KESIMPULAN DAN SARAN 121

Kesimpulan 121

Saran 122

DAFTAR PUSTAKA 125

(22)
(23)

xxiii

1 Jumlah kehilangan unsur hara karena erosi dan panen, rataan dua tahun pada percobaan di Missouri

28 2 Tebal dan berat tanah lapisan olah yang tererosi setiap tahun

pada beberapa Sungai di Indonesia 29

3 Jenis, sumber dan kegunaan data penelitian 43 4 Skenario model penggunan lahan di DAS Wanggu tahun

2010 55

5 Bentuk topografi dan luas penyebarannya di DAS Wanggu

dan 8 DAS mikro bermuara di teluk Kendari tahun 2009 63 6 Jenis tanah dan luas penyebarannya di DAS Wanggu dan 8

DAS mikro tahun 2009 64

7 Rataan curah hujan bulanan selama 30 tahun (1980-2010 di

DAS Wanggu dan teluk Kendari 65

8 Debit aliran puncak satu kejadian hujan sungai-sungai di

DAS Wanggu tahun 2003 67

9. Jenis dan luas penggunaan lahan di DAS Wanggu dan 8 DAS

mikro tahun 2009 68

10 Distribusi penduduk di DAS Wanggu dan 8 DAS mikro

menurut wilayah kecamatan tahun 2008 72

11 Dinamika penggunaan lahan berdasarkan perubahan luas masing-masing di DAS Wanggu dan 8 DAS mikro tahun

1992 – 2010 79

12 Karakteristik lahan pada berbagai jenis penggunaan lahan

existing di DAS Wanggu tahun 2010 87

13 Hasil pengamatan indikator hidrologi dan erosi aktual pada berbagai jenis penggunaan lahan di DAS Wanggu dan 8 DAS mikro tahun 2010

90 14 Hasil pengukuran debit aliran maximum (Qmax) dan debit

aliran minimum (Qmin) sungai-sungai di DAS Wanggu dan 8

(24)

xxiv

DAS Wanggu dan 8 DAS mikro tahun 1992-2010

93 16 Hasil pengukuran parameter kualitas air di sungai Wanggu

tahun 2010

96 17 Kualitas air pada tiga Stasiun Pengukuran di teluk Kendari 99 18 Hasil prediksi erosi lahan, SDR dan sedimentasi di teluk

Kendari yang berasal dari DAS Wanggu dan 8 DAS mikro tahun 1992-2010

100 19 Hasil prediksi sedimentasi dari sampah penduduk tahun

1992-2010

103 20 Hasil analisis daya tampung volume air dan total sedimen

berdasarkan Peta Batimetri Teluk Kendari tahun 1960 – 2010 105 21 Hasil analisis perubahan luas dan daya tampung air di teluk

Kendari tahun 1960 – 2010 106

22 Total sedimentasi hasil perhitungan dari Peta Batimetri yang bersumber dari prediksi erosi lahan, sampah dan ITL periode

32, 3 dan 5 tahunan (1960 – 2010) 112

23 Erosi, ETol dan erosi versus ETol di DAS Wanggu, tahun 2010

115 24 Hasil analisis biaya dan pendapatan petani pada kebun

campuran dan tegalan di DAS Wanggu tahun 2010

117 25 Total erosi, sedimen dan pendapatan petani setiap skenario

model penggunaan lahan alternatif dan agroteknologi di DAS

Wanggu tahun 2010 118

26 Kriteria keputusan hasil simulasi rencana penggunaan lahan

(25)

xxv Nomor

Teks Halaman

1 Kerangka pemikiran penelitian 7

2 Dampak erosi pada tapak (on-site) dan di luar tapak (off-site)

17 3 Peta lokasi penelitian (DAS Wanggu dan 8 DAS mikro, dan

teluk Kendari) 40

4 Tahapan analisis data penelitian 59 5 Teluk Kendari dan sekitarnya tampak dari atas 61 6 Vegetasi hutan di Tahura Murhum pada musim kemarau 70 7 Vegetasi manggrove di muara sungai Wanggu dan teluk

Kendari 71

8 Grafik dinamika penggunaan lahan di DAS Wanggu dan 8

DAS mikro tahun 1992- 2010 81

9 10

Peta penggunaan lahan di DAS Wanggu dan 8 DAS mikro tahun 1992

Peta penggunaan lahan di DAS Wanggu dan 8 DAS mikro tahun 1995

82

83 11 Peta penggunaan lahan di DAS Wanggu dan 8 DAS mikro

tahun 2000 84

12 Peta penggunaan lahan di DAS Wanggu dan 8 DAS mikro

tahun 2005 85

13 Peta penggunaan lahan di DAS Wanggu dan 8 DAS mikro

tahun 2010 86

14 Korelasi dinamika penggunaan lahan 5 tahunan dengan

prediksi erosi di DAS Wanggu tahun 1992 – 2010 94 15 Korelasi dinamika penggunaan lahan dengan koefisien aliran

permukaan (C) di DAS Wanggu tahun 1992–2010 95

16 Peta Batimetri teluk Kendari tahun 1960 108

17 Peta Batimetri teluk Kendari tahun 1995 108

18 Peta Batimetri teluk Kendari tahun 2000 109

19 Peta Batimetri teluk Kendari tahun 2005 110

20 Peta Batimetri teluk Kendari tahun 2010 111

21 Korelasi dinamika penggunaan lahan dengan sedimentasi

(26)
(27)

xxvii

Nomor Teks Halaman

1 Besarnya nilai ETol untuk tanah-tanah di Indonesia (Arsyad,

1989) 131

2 Nilai faktor kedalaman berbagai jenis tanah (Sub Order

USDA) 132

3 Kedalaman tanah minimum nilai faktor penggunaan lahan

berbagai jenis tanaman/penggunaan lahan (Hammer, 1981) 133

4 Klasifikasi nilai kepekaan erosi tanah 134

5 Kelas dan kode struktur tanah 134

6 Kelas dan kode permeabilitas profil tanah 134 7 Nilai faktor C berbagai tanaman dan pengelolaan atau tipe

penggunaan lahan

135 8 Nilai faktor P beberapa tindakan konservasi tanah dan

gabungannya dengan pengelolaan tanaman (CP) 137 9 Luas dan jenis penggunaan setiap unit lahan di DAS Wanggu

tahun 1992 – 2010 139

10 Rataan berat volume, total pori dan kadar air tanah setiap penggunaan masing-masing unit lahan di DAS Wanggu

tahun 2010 141

11 Hasil pengukuran beberapa parameter fisik lahan di DAS

Wanggu dan 8 DAS mikro tahun 2010 143

12 Kharakteristik tanah di masing-masing unit lahan di DAS

Wanggu dan 8 DAS mikro tahun 2010 146

13 Data unit lahan, lereng, PIT, PER, RC, penggunaan lahan di

DAS Wanggu dan 8 DAS mikro tahun 2010 148

14 Tinggi aliran permukaan dan koefisien aliran permukaan pada kisaran curah hujan terhadap penggunaan lahan di DAS

Wanggu dan 8 DAS mikro tahun 2010 150

15 Hasil pengukuran kapasitas lapang, laju infiltrasi, permeabilitas tanah, kadar air tanah awal, RO, CRO di DAS

(28)

xxviii

17 Luas lahan dan koefisien aliran (CRO) di DAS Wanggu dan

8 DAS mikro tahun 1992 – 2010 157

18 Dampak dinamika perubahan penggunaan lahan terhadap

erosi di DAS Wanggu dan 8 DAS mikro tahun 1992 – 2010 161 19 Hasil perhitungan beberapa parameter lahan di DAS Wanggu

dan 8 DAS mikro tahun 2010 165

20 Nilai etol dari masing-masing penggunaan lahan di DAS

Wanggu dan 8 DAS mikro tahun 2010 167

21 Hasil perhitungan sedimentasi dari erosi, sampah dan ITL di

teluk kendari tahun 1992 -2010 170

22 Hasil analisis biaya dan pendapatan pada kebun campuran

dan tegalan di DAS Wanggu tahun 2010 172

23

24

Contoh perhitungan biaya dan pendapatan pada kebun campuran di unit lahan 56a di DAS Wanggu tahun 2010 Contoh perhitungan biaya dan pendapatan pada tegalan di unit lahan 57a di DAS Wanggu tahun 2010

173

(29)

Latar belakang

Peningkatan penduduk yang cukup tinggi di negara sedang berkembang termasuk Indonesia menyebabkan kebutuhan pangan dan lahan pertanian semakin besar. Hal ini sejalan dengan kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia sejak akhir tahun 1960-an sampai 1990-an dengan sasaran pencapaian swasembada pangan, khususnya beras. Bahkan, untuk mengantisipasi pertumbuhan penduduk dan peningkatan taraf hidup masyarakat, kebijakan pembangunan pertanian tersebut berlanjut terus-menerus. Selain itu, perkembangan pembangunan juga telah menyebabkan meningkatnya konversi hutan menjadi lahan pertanian maupun non pertanian berupa pemukiman, pembangunan infrastruktur, dll. Dampak perubahan hutan tersebut, merupakan fenomena penting akhir-akhir ini terkait dengan eksistensi sumberdaya lahan, yaitu penurunan kualitas lingkungan, fungsi hidrologis DAS dan produktivitas lahan akibat degradasi lahan, peningkatan erosi dan sedimentasi serta bertambah luasnya lahan kritis.

Perubahan penggunaan lahan secara ekonomi nampak rasional dengan nilai dan manfaat langsung yang dapat diperoleh dalam jangka pendek, akan tetapi seringkali tidak memperhitungkan hilangnya berbagai manfaat perlindungan lingkungan dari kawasan lindung atau hutan dalam jangka panjang (Crook dan Clapp, 1998). Erosi dan sedimentasi yang tinggi dan banjir pada musim hujan, tidak hanya menimbulkan dampak negatif pada aspek biofisik sumberdaya alam dan lingkungan, tetapi juga berdampak pada aspek sosial ekonomi masyarakat di wilayah tersebut.

Berdasarkan beberapa hasil studi menunjukkan bahwa konversi hutan menurunkan kualitas tanah dan fungsi hidrologi DAS. Namun demikian, kondisi ini akan pulih kembali dengan pemberaan atau tanah diistirahtkan, penerapan konservasi tanah yang tepat atau dengan system agroforestry kakao (Anas et al., 2005, Murtilaksono et al., 2005 dan Marwah, 2008). Demikian juga hasil

(30)

yaitu 122,24 ton/ha/th. Fenomena tersebut, juga terjadi di DAS Wanggu Provinsi Sulawesi Tenggara, yang salah satu penyebabnya adalah dampak dinamika penggunaan lahan khususnya hutan yang cenderung mengalami penurunan luas dari waktu ke waktu. Hal tersebut akan mengakibatkan peningkatan debit maksimum dan penurunan debit minimum sungai Wanggu. Demikian juga, akan terjadi peningkatan erosi tanah dan sedimentasi di badan sungai, maupun saluran irigsi di wilayah DAS Wanggu dan teluk Kendari. Apabila peningkatan debit maksimum dan penurunan debit minimum serta erosi dan sedimentasi terus berlangsung, maka suatu ketika akan terjadi banjir dimusim hujan, defisit air pada musim kemarau dan produktivitas lahan menurun serta laju pendangkalan teluk Kendari semakin cepat.

Dinamika penggunaan lahan di DAS Wanggu diduga telah meningkatkan fluktuasi debit sungai dengan ratio (Qmax/Qmin > 30) dan ketinggian air 3,5 – 4 m

(31)

DAS Wanggu dan delapan DAS mikro di sekitarnya dengan luas ± 45.377,3 ha memiliki fungsi penting dan peranan strategis di Sulawesi Tenggara karena bermuara di teluk Kendari dan secara administrasi meliputi Kab. Konawe Selatan, Konawe dan Kota Kendari (BPDAS Sampara, 2005). Salah satu peranannya yang sangat vital adalah sebagai penyangga teluk Kendari. Teluk Kendari merupakan pelabuhan PELNI, pelabuhan Rakyat, pusat kegiatan latihan PODSI SULTRA dan areal penangkapan ikan bagi nelayan kota Kendari (BPDAS Sampara, 2008). Disamping itu, dibagian hilir terdapat kota Kendari yang merupakan pusat pemerintahan, pendidikan dan perekonomian. Di bagian hulu merupakan sumber air bersih bagi warga di wilayah DAS Wanggu dan air irigasi sawah seluas 3500 ha di kecamatan Konda, Poassia dan Ranomeeto. Di wilayah DAS ini juga terdapat sarana Bandar udara Provinsi Sultra. Pentingnya peranan DAS Wanggu tersebut, perlu didukung oleh upaya pengelolaan dan pemeliharaan fungsi DAS dalam memelihara kelestarian fungsi hidrologi DAS, meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan serta kelestarian teluk Kendari. Selain itu, juga diperlukan dukungan kebijakan penggunaan lahan alternatif di DAS Wanggu, khususnya penggunaan lahan dan agroteknologi yang dapat menjamin kelestarian ekologis, dan secara ekonomi dapat memenuhi kebutuhan hidup layak petani dan keluarganya.

Dalam rangka mempertahankan fungsi strategis DAS Wanggu dalam kondisi perubahan penggunaan lahan yang terjadi terus-menerus dan mendapatkan model penggunaan lahan dan agroteknologi yang tepat, yakni dapat menekan erosi hingga lebih kecil dari erosi yang ditoleransikan dan mampu memberikan pendapatan bagi petani, melebihi pendapatan yang dapat memenuhi standar kebutuhan hidup layak, maka diperlukan penelitian secara komprehensif dan

mendalam tentang “kajian dampak dinamika penggunaan lahan di DAS Wanggu

terhadap sedimentasi di teluk Kendari Sulawesi Tenggara”.

Rumusan Masalah

(32)

agroteknologi. Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat disimpulkan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Dinamika penggunaan lahan yang tidak terkendali dan berlanjut terus menerus di DAS Wanggu telah menyebabkan berkurangnya luas hutan, yang mengakibatkan menurunnya kualitas lahan dan terganggunya kondisi hidrologi DAS.

2. Dampak dinamika penggunaan lahan telah menyebabkan degradasi lahan yang dicirikan oleh laju erosi, koefisien run off dan sedimentasi tinggi yang pada gilirannya meningkatkan laju pendangkalan di teluk Kendari, sehingga mengancam kelestariannya.

3. Dampak dinamika penggunaan lahan telah menyebabkan pendapatan petani rendah, yakni belum mencukupi kebutuhan hidup layak.

4. Belum adanya model penggunaan lahan dan agroteknologi yang tepat di DAS Wanggu yang mampu mencegah degradasi lahan dan meningkatan pendapatan petani hingga memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL).

Kerangka Pemikiran

DAS merupakan suatu sistem hidrologi dengan komponen utama tanah, air, vegetasi dan manusia. Di satu sisi, terdapat sub-sistem biofisik yang terdiri dari iklim, tanah, air, tumbuhan dan satwa. Di sisi lain, terdapat manusia sebagai pengelola sumber daya membentuk sub-sistem sosial (penduduk, teknologi, kebutuhan dan struktur sosial). Ada interaksi dan saling ketergantungan antar komponen penyusun DAS, sehingga perubahan penggunaan lahan yang terjadi dapat menjadi sumber perubahan karakteristik DAS (Sihite, 2004).

(33)

Dinamika penggunaan lahan terutama penurunan luas hutan secara drastis menjadi penggunaan lahan pertanian tanpa konservasi tanah dan air yang sesuai, akan menyebabkan subsistem hidrologis terganggu, sehingga mengakibatkan terjadinya fluktuasi debit aliran sungai yang tinggi pada musim hujan dan musim kemarau, peningkatan laju erosi yang tinggi, penurunan kesuburan tanah, produksi dan pendapatan petani. Waspodo (2007) menyatakan bahwa berkurangnya luas hutan dan praktek bercocok tanam yang kurang sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air dapat menyebabkan berkurangnya reservoir dan akan memberikan sumbangan yang signifikan terhadap terjadinya perubahan perilaku aliran air berlebihan (banjir) di musim hujan dan kelangkaan air (kekeringan) di musim kemarau. Selain itu, juga mempengaruhi ketersediaan air (kuantitas dan kualitas) dan produktivitas lahan.

Dinamika penggunaan lahan di DAS Wanggu yang menyebabkan berkurangnya luas hutan secara signifikan akibat dikonversi menjadi lahan pertanian dan non pertanian dari waktu ke waktu telah meningkatkan fluktuasi debit sungai dengan ratio (Qmax/Qmin > 30) dan ketinggian air 3,5 – 4 m (Dinas PU

Sultra, 2008). Selain itu, juga erosi yang terjadi telah melampaui erosi yang diperbolehkan (55,3 ton/ha/th > 32,7 ton/ha/th). Dampak erosi lahan dan erosi infrastruktur tersebut telah menyebabkan sedimentasi di teluk Kendari mencapai 760.040 m3/th dalam periode 1995 – 2000, sehingga kedalaman teluk semakin dangkal, yaitu sekitar 0 – 23 m pada saat air pasang (Iswandi, 2003). Jika kecenderungan ini terus berlanjut, maka pada gilirannya akan terjadi defisit air pada musim kemarau, banjir dimusim hujan dan produktivitas lahan semakin menurun serta laju pendangkalan teluk Kendari semakin cepat. Dampak dari berbagai aktivitas penggunaan lahan pertanian yang tidak sesuai dengan kemampuannya menyebabkan erosi tanah dan banjir di musim hujan, sebaliknya tanaman kekurangan air bahkan sungai kekeringan di musim kemarau yang pada gilirannya mengakibatkan sedimentasi sangat tinggi (Sinukaban, 2007).

(34)

PELNI/Pelabuhan Rakyat, serta penambangan pasir di sungai serta pelebaran sungai menjadi sumber erosi yang sangat tinggi pada musim hujan, yang menghasilkan sedimentasi di saluran drainase, badan sungai dan teluk Kendari. Sampah penduduk merupakan salah satu sumber sedimentasi penyebab pendangkalan di teluk Kendari yang berasal dari kota Kendari yang letaknya mengelilingi teluk. memberikan dampak terhadap sedimentasi dan kerusakan lingkungan di sekitar teluk Kendari.

(35)

1.1. Tujuan Penelitian Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Sampah

Aktivitas di teluk : dermaga, transportasi, restoran terapung, & olah

raga air

Aktivitas sekitar teluk : konsumsi, industri,

Debit sungai tahunan tidak fluktuatif (Qm/Qa< 30)

(36)

Tujuan Penelitian

Penelitan ini bertujuan :

1. Mengkaji dinamika penggunaan lahan dan keadaan biofisik lahan existing di DAS Wanggu,

2. Mengkaji dampak dinamika penggunaan lahan di DAS Wanggu terhadap penurunaan luas lahan hutan, erosi, run off, koefisien run off, fluktuasi debit air, pendapatan petani pada kebun campuran, tegalan/sawah, dan sedimentasi di teluk Kendari,

3. Mengembangkan model perencanaan penggunaan lahan dan agroteknologi alternatif yang mampu meningkatkan kualitas lahan seperti: kapasitas infiltrasi tanah dan intersepsi potensial, dan pendapatan petani, menurunkan run off, koefisien run off, laju erosi dan sedimentasi di teluk Kendari, dan

4. Merumuskan model perencanaan penggunaan lahan dan agrotekonologi alternatif yang tepat dalam pengelolaan DAS Wanggu berkelanjutan dan kelestarian teluk Kendari.

Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian dan kerangka pemikiran di atas, maka dirumuskan beberapa hipotesis, sebagai bberikut :

1. Dinamika penggunaan lahan di DAS Wanggu telah menyebabkan penurunan luas hutan diikuti peningkatan luas kebun campuran, tegalan dan pemukiman, memberikan dampak negatif terhadap penurunan kualitas lahan, peningkatkan laju erosi, run off, koefisien run off, sedimentasi dan laju pendangkalan yang tinggi serta berkurangnya kapasitas teluk Kendari menampung air.

(37)

Kegunaan dan Kebaharuan Penelitian Kegunaan penelitian sebagai berikut :

1. Sebagai masukan bagi petani di wilayah DAS Wanggu dalam menekan laju penuruna lahan hutan, penerapan agroteknologi yang tepat, mampu meningkatkan produktivitas lahan, ketersediaan air dan pendapatan petani secara berkelanjutan sekaligus mepertahankan kelestarian teluk Kendari. 2. Sebagai bahan rekomendasi bagi pemerintah daerah Provinsi Sulawesi

Tenggara, Kota Kendari, Konawe, Konawe Selatan dan BPDAS Sultra dalam menentukan kebijakan model perencanaan penggunaan lahan dan pengelolaan DAS Wanggu berkelanjutan, dan pengendalian sedimentasi di teluk Kendari.

3. Pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang terkait dengan penggunaan lahan berkelanjutan di DAS Wanggu dan kelestarian teluk Kendari .

Kebaharuan (Novelty) Penelitian sebagai berikut :

(38)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi penggunaan lahan di daerah hulu, tengah dan hilir yang terdiri dari : 1) aktivitas pembangunan pertanian (kebun campuran dan tegalan/sawah) sebagai dampak alih fungsi hutan, 2) aktivitas pembangunan infrastruktur (penimbunan dan urugan untuk pembangunan jalan, pemukiman, perkantoran, restoran dan perhotelan di hulu, tengah dan hilir, 3) tambang galian pasir di tengah dan hilir, 4) aktivtias infrastruktur di teluk Kendari berupa: penimbunan untuk perluasan pelabuhan PELNI dan pelabuhan Rakyat, 5) kegiatan kunjungan wisata/ekowisata, restoran terapung dan warung tenda. Kelima kegiatan tersebut masing-masing berpotensi menimbulkan fluktuasi debit sungai dan erosi tinggi, produktivitas tanah dan pendapatan petani rendah, dan sumber sampah yang pada gilirannya menjadi penyebab terjadinya sedimentasi di teluk dan mengancam kelestarian fungsi teluk kendari.

Strategi penanggulangan sedimentasi, sehingga tidak menyebabkan pendangkalan di teluk Kendari sebagai berikut :

1. Pengelolaan lahan di bagian hulu, tengah dan hilir yang meliputi : a) model penggunaan lahan sesuai kemampuan dan kesesuaian lahannya, b) agroteknologi (pola tanam, teknik konservasi tanah dan air), sehingga menghasilkan erosi < ETol, fluktuasi debit aliran tahunan menjadi kecil (Qmax/Qmin < 30) dan peningkatan produksi yang memberikan pendapatan >

KHL bagi petani.

2. Pengelolaan limbah dan sampah pada pemukiman di DAS Wanggu dan di sekitar teluk Kendari

(39)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas topografi secara alami sedemikian rupa sehingga setiap air hujan yang jatuh di dalamnya akan mengalir melalui titik tertentu (out let). Pengertian DAS tersebut menggambarkan bahwa suatu wilayah yang mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya beserta sedimen dan bahan terlarut melalui suatu aliran atau sungai ke outlet (Sinukaban, 2007). DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainnya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU RI No.7/2004). Oleh sebab itu, dari segi hidrologi, erosi dan sedimentasi, DAS dapat dianggap sebagai suatu sistem dimana perubahan yang terjadi di suatu bagian akan mempengaruhi bagian lain dalam DAS tersebut. Berbagai kegiatan dalam pengelolaan dan pengembangan DAS yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas air, yang pada gilirannya kualitas seluruh lingkungan hidup, antara lain penebangan hutan, penambangan, permukiman, lingkungan pabrik, perubahan penggunaan lahan, penerapan teknik konservasi tanah dan air, pengembangan pertanian lahan kering termasuk tanaman pangan, tanaman perkebunan seperti tebu, karet, kelapa sawit, dan perubahan agroteknologi.

(40)

vegetasi, topografi dan pola pengelolaan lahan yang akan mempengaruhi perilaku hidrologis yang berbeda antara suatu DAS dengan DAS lainnya. Karakteristik hujan dan aliran permukaan akan mencerminkan potensi penyediaan energi dan massa dalam proses erosi dan sedimentasi. Demikian pula potensi sumberdaya alam dalam DAS akan memberikan berbagai peluang penggunaan lahan dan akan berdampak pada karakteristik, aliran permukaan, serta besarnya erosi dan sedimentasi yang terjadi di wilayah DAS tersebut.

DAS dapat dibedakan berdasarkan bentuk atau pola yang akan menentukan pola hidrologi DAS. Pola aliran sungai pada suatu DAS dipengaruhi oleh faktor geomorpologi, topografi, iklim dan vegetasi yang selanjutnya menentukan bentuk DAS (Soewarno, 1991), sebagai berikut : 1) DAS memenjang (bulu burung) dicirikan oleh induk sungainya memenjang dengan anak-anak sungainya langsung masuk ke induk sungai, biasanya mempunyai debit banjir relatif kecil, 2) Radial dicirikan oleh alur sungai seolah-olah memusat pada satu titik sehingga berbentuk radial atau kipas dan bila hujan merata diseluruh DAS sering mangalami banjir besar, 3) Paralel dicirikan oleh dua jalur sub DAS yang bersatu di bagian hilirnya, 4) Komplek dicirikan oleh gabungan dasar dua atau lebih bentuk DAS.

. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

(41)

DAS sebagai suatu sistem yang pengelolaannya bertujuan untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan, maka sasaran pengelolaan DAS akan menciptakan ciri-ciri yang baik sebagai berikut : (1) mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi. Untuk itu, harus dipilih komoditas pertanian yang cocok dengan faktor biofisik setempat dan dikelola dengan agroteknologi yang tepat, sehingga produktivitas tetap tinggi dan kelestarin kualitas lahan terjaga serta mendukung kehidupan yang layak bagi petani yang mengusahakannya; (2) mampu mewujudkan pemerataan produktivitas di seluruh DAS, (3) dapat menjamin kelestarian sumberdaya air. Fungsi hidrologis DAS harus dapat terjaga kelestarinnya yang dicirikan oleh ketersediaan sumberdaya air yang yang merata sepanjang tahun baik kuantitas, kualitas dan terdistribusi di seluruh DAS.

Menurut Hufschmidt (1987), kerangka pemikiran pengelolaan DAS didasarkan pada tiga dimensi pendekatan analisis yaitu : (1) pengelolaan DAS sebagai proses yang melibatkan langkah-langkah perencanaan dan pelaksanaan yang terpisah tetapi saling berkaitan, (2) pengelolaan DAS sebagai sistem perencanaan pengelolaan dan alat implementasi program pengelolaan DAS melalui kelembagaan yang relevan dan terkait; dan (3) pengelolaan DAS sebagai serial aktivitas yang masing-masing berkaitan dan memerlukan perangkat pengelolaan yang spesifik. Menurut Manan (1977), pengelolaan DAS berarti pengelolaan sumberdaya alam yang meliputi tanah, air dan vegetasi. Oleh karena itu, pengelolaan DAS juga merupakan pengelolaan lahan untuk produk air dengan kuantitas optimum, pengaturan produk air dan stabilitas tanah yang maksimum. Selanjutnya Al-Rasyd dan Samingan (1980) mengatakan bahwa orientasi dalam pengelolaan DAS, seharusnya kepada konservasi tanah dan air dengan penekanan kepada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, kondisi tata air yang baik dicerminkan oleh ketersediaan air yang cukup sepanjang tahun, baik kuantitas maupun kualitas dan mudah terjangkau.

(42)

konservasi tanah dalam arti luas, 2) pengelolaan air melalui pengembangan sumberdaya air, 3) pengelolaan vegetasi hutan yang memiliki fungsi perlindungan terhadap tanah dan air, dan 4) pembinaan kesadaran manusia dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam secara bijaksana.

(43)

merusak kemampuan DAS untuk menghasilkan air yang berkualitas dalam jumlah yang cukup dan tersedia secara terus-menerus (Pasaribu, 1999).

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan pada suatu wilayah sangat dinamis mengikuti jumlah dan jenis mata pencaharian penduduk. Oleh sebab itu, perubahan penggunaan lahan mencerminkan aktivitas dinamis suatu masyarakat, sehingga semakin cepat dinamika tersebut berlangsung, semakin cepat pula perubahan dalam penggunaan lahan (Sandy, 1982). Namun demikian, seluruh DAS yang terdiri dari: fungsi lindung, produksi dan pemukiman harus diseimbangkan untuk kebutuhan penduduk yang pemanfaatan lahannya berdasarkan klasifikasi kemampuan dan kesesuaian penggunaan lahan (Pasaribu, 1999).

Untuk tujuan pertanian berkelanjutan, rehabilitasi lahan dan tindakan konservasi tanah dan air merupakan usaha paling penting mendapat perhatian. Salah satu tindakan konservasi tanah yang dianggap sangat penting adalah pengembalian bahan organik ke dalam tanah sebanyak mungkin, baik sisa tanaman sebagai mulsa dan pupuk hijau, maupun sisa kotoran hewan sebagai pupuk kandang, penggunaan pola tanam, kebun campuran dan model – model agroforestry yang dikelola dengan baik dan jenis tanaman yang sesuai.

(44)

berkelanjutan merupakan suatu tindakan untuk memenuhi kebutuhan produksi dari penggunaan lahan sekarang tetapi memelihara sumberdaya alam pokok untuk generasi mendatang. Keberlanjutan suatu sistem penggunaan lahan tergantung pada fleksibilitasnya dalam keadaan lingkungan yang terus berubah. Adanya keanekaragaman sumberdaya genetik yang tinggi pada tingkat usahatani akan menunjang fleksibilitas ekosistem (Reijntjes, 1999).

Dampak Penggunaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan dan penerapan agroteknologi di suatu wilayah dapat berdampak positif dan juga negatif terhadap ketersediaan dan kualitas sumberdaya tanah dan air pada suatu DAS. Oleh karena itu, sumberdaya alam utama yang harus diperhatikan dalam pengelolaan DAS adalah sumberdaya hayati, tanah dan air. Sumberdaya biofisik tersebut pekah terhadap berbagai macam kerusakan (degradation) seperti kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity), kehilangan tanah (erosion), kehilangan unsur hara dari daerah perakaran/terangkut bersama panen (soil fertility decrease), akumulasi garam (salinity), penggenagan (water logging) dan akumulasi limbah industri atau limbah kota (pollution)(El Swaify et al. 1983).

Dampak penggunaan lahan pada suatu wilayah DAS berhubungan erat dengan kesesuaian/kemampuan penggunaan lahan. Kesesuaian penggunaan lahan dalam DAS ditentukan oleh persentase luas penggunaan lahan yang sesuai dengan fungsi kawasan dan luas DAS yang berdasarkan data fungsi kawasan dari RTRWP/RTRWK (Menhut, 2005). Selain itu, penggunaan lahan dapat terjamin kelestariannya, apabila penggunaan lahan tersebut sesuai kelas kemampuan lahan (land capability).

Dampak Penggunaan Lahan Terhadap Erosi

(45)

berdampak di luar lahan pertanian (off-site) yaitu terjadi di bagian hilir berupa sedimen. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang ikut terbawa dapat menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Secara rinci dampak erosi tanah di luar lahan pertanian (off-site) terlihat dalam bentuk : 1) pelumpuran dan pendangkalan waduk/teluk di bagian hilir (muara), 2) pendangkalan pada saluran irirgasi/drainase, 3) tertimbunnya lahan pertanian dan permukiman (bangunan), 4) memburuknya kualitas air, dan 5) kerugian ekosistem perairan (Arsyad, 1989). Dampak erosi pada tapak (on-site) dan di luar tapak (off-site) ditunjukkan pada Gambar 2.

Dampak erosi pada off-site berupa sedimen dan kontaminan yang terkandung di dalamnya akan berpengaruh pada badan air (in stream impact) di luar badan air (off stream impact). Dampak pada badan air dapat berupa berkurangnya cadangan air, potensi rekreasi menurun, kualitas air menurun dan kehidupan satwa di dalam air juga menurun akibat keberadaan bahan pencemar/kontaminan atau sebaliknya dapat terjadi ledakan populasi (eutrofikasi). Kontaminan ini semakin besar jika petani semakin intensif menggunakan bahan pupuk dan pestisida. Bahan pupuk dan pestisida ini sebagian terikat di dalam tanah dan sebagian terangkut melalui hasil panen dan juga terangkut bersama

Erosi

Off-site effect

(sediment & kontaminan)

Penurunan produktivitas

lahan

Off stream impact

- banjir

- pelumpuran

- kekeruhan air

- ketersediaan air bersih & industri

In stream impact

- cadangan air - rekreasi - kualitas air - biologis

- kesehatan

Gambar 2. Dampak erosi pada tapak (on-site) dan di luar tapak (off-site) (Arsyad, 1989)

(46)

sedimen hasil erosi melalui aliran permukaan. Selain itu, kontaminan ini juga menjadi sumber polusi yang masuk ke badan air, dan dikenal dengan non-point source pollution (NPSP). Dampak erosi di luar badan air (off stream impact) dapat berupa banjir, pelumpuran dan air menjadi keruh sehingga ketersediaan air bersih untuk air minum dan industri menjadi terbatas. Disamping itu, dibutuhkan pertambahan biaya untuk penjernihan air. Banjir terjadi akibat meluapnya air dari badan air yang melebihi kapasitasnya yang disebabkan oleh menumpuknya sedimen pada saluran sehingga kapasitas saluran berkurang sangat besar. Oleh karena itu, penanggulangan dampak erosi di daerah tropis basah seperti penurunan produktivitas tanah, sedimentasi, banjir dan kekeringan, termasuk jenis kerusakan DAS memerlukan penanganan segera dengan menggunakan teknologi yang telah dikuasai maupun teknologi baru, agar degradasi lingkungan tidak berlanjut mencapai tingkat yang gawat (Sinukaban, 2007).

Dampak Penggunaan Lahan Terhadap Sumberdaya Air

Sumberdaya air merupakan sumberdaya alam yang dinamis dibanding dengan sumberdaya alam lainnya seperti tanah dan vegetasi di dalam ekosistem DAS, dimana dampak penggunaan lahan terhadap sumberdaya air bergantung pada faktor biofisik lahan (iklim, topografi, tanah dan vegetasi) dan faktor sosial ekonomi termasuk kesadaran dan kemampuan ekonomi (economic ability and awareness) petani, praktek pengelolaan, dan infrastruktur.

Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap sumberdaya air pada suatu DAS dapat dibagi atas tiga bagian utama, yaitu dampak perubahan penggunaan lahan terhadap : 1) tata air (water system), 2) ketersediaan air (Water availability) dan 3) kualitas air (water quality).

Perubahan Penggunaan lahan pada suatu DAS mempunyai dampak posistif maupun negatif terhadap tata air (Water System). Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap tata air yang menggambarkan kondisi hidrologis pada suatu DAS terdiri dari: koefisien regim aliran, koefisien aliran tahunan, muatan sedimen, frekuensi banjir dan indeks penggunaan air (Menhut, 2005).

Koefisien regim aliran (Kra) ditentukan oleh debit maksimum bulanan

(47)

permukaan/konstata (c). Debit maksimum bulanan (Qmb) dan debit rataan bulanan

(Qrb) dipengaruhi oleh curah hujan, luas DAS, penutupan lahan, jenis tanah,

topografi dan kekasaran permukaan. Perbedaan Qmb dan Qrb terletak pada debit

tertinggi dalam tahun-tahun terakhir. Makin tinggi debit maksimum bulanan (Qmb)

berarti makin besar nilai koefisien regim aliran (Kra). Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi hidrologis/tata air DAS makin terganggu.

Koefisien aliran tahunan (Kat) ditentukan oleh debit rataan tahunan (Q),

curah hujan rataan tahunan (CH) dan luas DAS (A). Kat dipengaruhi oleh curah

hujan, jenis tanah, topografi, penutupan/penggunaan lahan, luas DAS dan kekasaran permukaan. Makin tinggi debit rataan tahunan (Q) dan makin kecil luas DAS pada intensitas curah hujan tertentu maka makin besar nilai koefisien aliran tahunan (Kat). Hal ini mengindikasikan kondisi hidrologis/tata air DAS

makin terganggu, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap tata air DAS. Muatan sedimen (MS) ditentukan oleh konsentrasi sedimen (Cs), debit

rataan tahunan (Q), luas DAS (A) dan rasio penghantaran sedimen (SDR). MS dipengaruhi oleh curah hujan, jenis tanah, penutupan/penggunaan lahan, luas DAS dan kekasaran permukaan. Makin tinggi nilai debit rataan tahunan (Q) dan konsentrasi sedimen (Cs), serta luas DAS (A) dan nilai rasio penghantar sedimen (SDR) yang makin kecil, maka makin besar nilai MS. Hal ini menunjukkan bahwa

kondisi hidrologis/tata air DAS makin terganggu. Dengan kata lain bahwa penggunaan lahan pada DAS tersebut tidak sesuai dengan kemampuan lahannya dan menimbulkan dampak negatif terhadap tata air DAS. Sebaliknya, makin kecil nilai MS berarti kondisi hidrologis DAS masih baik, sehingga tata air DAS juga

makin baik (Menhut, 2005).

Frekuensi banjir (Fb) merupakan banyaknya kejadian banjir yang terjadi

dalam periode satu tahun dalam suatu wilayah DAS. Banjir didefinisikan sebagai meluapnya air sungai atau danau atau laut yang menggenangi areal tertentu yang secara signifikan menimbulkan kerugian baik materi maupun non materi terhadap manusia dan lingkungannya.

Indeks penggunaan air (Ipa) diperoleh dari total jumlah air yang

(48)

penduduk, jumlah dan jenis industri dan tingkat perkembangan kota. Sedangkan debit air dipengaruhi oleh curah hujan, jenis tanah, penutupan/penggunaan lahan, luas DAS dan kekasaran permukaan. Apabila pertanian intensif (sawah, hortikultura) dan pertamanan, jumlah penduduk, industri dan perkotaan semakin maju, maka debit andalan (Qa) akan semakin rendah. Sebaliknya, nilai indeks penggunaan air (Ipa) akan semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa semakin

besar nilai Ipa berarti semakin kritis suatu Waduk atau kondisi hidrologi DAS

semakin terganggu, sehingga membutuhkan perioritas penanganan. Dampak Penggunaan Lahan Terhadap Ketersediaan Air

Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap ketersediaan air, menggambarkan kuantitas air yang tersedia untuk berbagai penggunaan yang terdiri dari: 1) aliran permukaan rataan tahunan (mean annual surface runoff), 2) aliran puncak/banjir (peak discharge/flooding), 3) aliran dasar (base flow) di musim kemarau dan 4) pengisian kembali air bawah tanah (ground water).

Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap aliran permukaan rataan tahunan merupakan fungsi dari variabel regim aliran dan tanaman penutup tanah yang berhubungan dengan evapotranspirasi (ET). Perubahan penggunaan lahan yang memiliki tanaman ET yang lebih rendah menjadi tanaman yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan aliran sungai tahunan. Sebaliknya, perubahan tanaman yang memiliki ET tinggi ke tanaman yang memiliki ET rendah akan meningkatkan aliran permukaan rataan (Bosch dan Hewlett, 1982; Calder, 1992). Akan tetapi menurut Bosch dan Hewlett (1982), pengecualian pada cloud forest yang dapat mempertahankan kelembababannya yang tinggi dari pada evapotranspirasinya termasuk hutan rapat yang sudah sangat tua dari spesies tertentu. Hal ini disebabkan oleh hutan rapat yang sudah sangat tua akan menyerap air lebih sedikit dibanding tanaman berumur muda atau baru tumbuh akibat pemangkasan (Calder, 1998). Meskipun demikian, dampak tersebut sangat tergantung pada praktek pengelolaan dan alaternatif penggunaan lahan serta faktor lain seperti kehilangan air melalui transmisi atau kebocoran/infiltrasi channel.

(49)

kapasitas drainase meningkat. Peningkatan aliran puncak dapat disebabkan oleh penebangan hutan, sehingga jumlah presipitasi yang langsung sampai kepermukaan tanah meningkat sebagai aliran permukaan pada saat hujan lebat, tetapi dengan adanya penutup tanah aliran permukaan dapat berkurang (Bruijnzeel, 1990). Selain itu, peningkatan aliran permukaan dapat disebabkan oleh pembangunan jalan dan infrastruktur lainnya yang pengaruhnya signifikan terhadap jumlah aliran permukaan. Dampak penggunaan lahan terhadap aliran permukaan pada suatu DAS juga disebabkan oleh penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kelas kemampuan lahan/kelas kesesuaian lahan, jenis agroteknologi (teknologi konservasi tanah dan air, intensitas penggunaan/pengolahan lahan, tanaman yang diusahakan, jarak tanam dan pola tanam) yang diaplikasikan (Alwi, 2004; Alwi dan Marwah 2007). Pada basin river pengaruh penggunaan lahan terhadap aliran puncak tergantung pada waktu, perbedaan penggunaan lahan dan curah hujan (Bruijnzeel, 1990).

Pengaruh penggunaan lahan terhadap aliran dasar tergantung pada proses kompetisi antara evapotranspirasi (ET) dan kapasitas infiltrasi. Penghutanan kembali (reforestation) di daerah tropis dapat menyebabkan penurunan aliran di musim kemarau akibat peningkatan ET. Program penghutanan kembali di Mac Tang, Thailand menyebabkan ketersedian cadangan air di daerah hilir pada musim kemarau oleh adanya tanaman, tetapi ketersedian air irigasi menjadi rendah (Chomitz dan Khumari, 1996). Namun, di Fiji dengan hutan pinus berskala besar (60.000 ha) beserta rumput menyebabkan penurunan aliran dasar (base flow) 50 – 60 %, sehingga memerlukan penggunaan alat hidro elektrik yang beresiko terhadap pasokan air minum (FAO, 1998).

(50)

disebabkan oleh praktek perladangan berpindah (shifty cultivation) dapat menyebabkan kekurangan air (penurunan permukaan air tanah) di musim kemarau dan melimpah (peningkatan permukaan air tanah) di musim hujan dan pengisian air bawah tanah dapat berkurang akibat penanaman jenis pohon berakar dalam seperti eucalyptus (Calder, 1998).

Dampak Penggunan Lahan Terhadap Kualitas Air

Aktivitas penggunaan lahan dalam bentuk pembalakan hutan, perubahan tataguna lahan, pembuatan bangunan konservasi tanah dan air, pengembangan pertanian dan aktivitas lain yang bersifat merubah kondisi permukaan tanah, biasanya dikonsentrasikan di daerah hulu dan tengah suatu DAS. Aktivitas tersebut dapat menigkatkan jumlah mineral-mineral dan komponen-komponen organik dan anorganik lainnya terangkut masuk ke sungai, sehingga dapat menimbulkan dampak signifikan terhadap keseimbangan ion-ion yang ada dalam DAS (Asdak, 2007). Dampak penggunaan lahan terhadap kualitas air di daerah hilir menggambarkan mutu air untuk berbagai penggunaan. Hal ini dapat dilihat pada erosi dan jumlah sedimen, unsur hara dan bahan organik, patogen, pestisida dan polutan organik lainnya, salinitas, dan perubahan regim suhu (Calder, 1992).

(51)

Pertanian intensif dan pembangunan infrastruktur di pedesaan dan perkotaan juga memberikan konstribusi yang signifikan terhadap penurunan kualitas air pada badan sungai, baik kualitas fisika maupun kualitas kimia. Aktivitas pertanian intensif dapat pula menjadi sumber pencemaran air akibat penggunaan pupuk anorganik dan penstisida dengan tujuan meningkatkan produksi pertanian dan penadapatan petani disatu sisi, tetapi disisi lain dapat menimbulkan dampak penurunan kualitas air pada badan sungai. Eutrofikasi adalah merupakan satu contoh dari pencemaran pada badan air, bendungan dan rawa. Berdasarkan Peraturan Pememrintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Baku Mutu Air, ada 4 kriteria dalam menentukan kualitas air yaitu: 1) parameter fisika, meliputi; suhu air, padatan tersuspensi (TSS), padatan terlarut (TDS) dan konduktivitas (DHL); 2) parameter kimia organik, yaitu; pH, BOD, COD, DO, NO3=, NO2-, lemak dan minyak 3) parameter kimia anorganik yakni; Fe, Mn, Zn,

dan Cl-

(52)

disebabkan oleh aktivitas penebangan hutan (Brooks et al. 1991 dan Bruijnzeel, 1990). Sedimen berperan sebagai polutan fisik (turbiditas dan sedimentasi), kimia penyerap logam dan Posfor (FAO, 1996).

Unsur hara dan bahan organik (nutrients and organic matter). Perubahan penggunaan lahan dapat mengurangi kandungan unsur hara dipermukaan dan di bawah permukaan terutama unsur N dan P. Penggundulan hutan dapat meningkatkan konsentrasi NO3 dalam air sebagai akibat dari

dekomposisi bahan organik tanaman dan menurunkan penyerapan unsur hara bagi tanaman. Konsentrasi NO3 yang terbawa oleh aliran permukaan dari daerah yang

mengalami penggundulan dapat 50 kali lebih tinggi dibandingkan di daerah hutan yang terpelihara selama bertahun-tahun (Calder,1992). Dampak pembalakan hutan tropis dengan tebang pilih dalam pengawasan dan tanpa pengawasan meningkatkan transpor unsur hara dalam perairan dengan konsentrasi NH4+

sebesar 300 % dan 180 % di Sabah Malaysia setelah tahun pertama (Yusop, 1989). Selanjutnya dinyatakan bahwa pembalakan hutan pada umumnya menimbulkan dampak terhadap banyaknya kehilangan unsur hara terutama kation dan NH4+ dan unsur hara (K, N, Ca dan Mg) dapat hilang dalam satu tahun sangat

bervariasi antara 10 % sampai > 50 % (Anderson dan Spencer, 1991).

Kegiatan pertanian dapat menyebabkan peningkatan pengayaan terhadap Nitrogen ke badan air sebagai akibat dari faktor penggunaan pupuk, peternakan, limbah dari sistem pembuangan sampah, dan aerasi tanah. Di Eropa, pertanian menyumbang sejumlah besar emisi N terhadap air permukaan dan air bawah tanah. Pertanian di Denmark menyumbang N anorganik sebesar 50 % dan di Belanda 71 % (FAO, 1996). Di Srilanka, pertanian cabe dan bawang merah meningkatkan konsetnrasi NO3 sebesar 20 – 50 mg/l pada air bawah tanah.

Pembajakan tanah dapat meningkatkan konsentrasi NO3 pada air permukaan dan

air bawah tanah, karena adanya proses nitrifikasi yang disebabkan oleh keadaan oksigen (O2) pada tanah. Menurut FAO (1996), aliran permukaan langsung dari

(53)

Sedimen Posfat dapat terbentuk oleh kumpulan hara di dasar danau yang mengalami eutrofikasi, dimana sedimen ini akan terbawa oleh air dalam kondisi anoksidatif. Hal ini membuat eutrofikasi sulit dikontrol melalui penghambatan aliran Posfor. Eutrofikasi dapat dicegah dengan dredging sediment atau mengoksidasi hypolimnion, tetapi membutuhkan biaya mahal (FAO, 1996). Demikian pula peranan pertanian terhadap kontaminasi tanah dan air permukaan sulit diukur secara tepat. Pada perikanan (aquaculture) air tawar, jumlah unsur hara di air permukaan dapat bertambah melalui sisa makanan atau kotoran ikan.

Pestisida dan polutan ogranik lainnya. Secara umum, sejak komponen pestisida didesain bersifat racun dan persisten, maka penerapan pestisida menjadi sangat berbahaya untuk tanah dan air bawah tanah. Pencucian pestisida menuju air bawah tanah tergantung pada persistensi dan mobilitas serta struktur tanah. Metabolisme pestisida dapat bersifat racun dan mobile tergantung dari bahan utamanya. Pada manusia dan hewan, pestisida dapat mempunyai efek yang akut dan racun kronis. Komponen lipofilik dapat terakumulasi pada jaringan lemak (bio-consentration) dan pada rantai makanan bersifat biomagnifikasi. Residu pestisida dapat ditemukan pada sumber air melalui penggunaannya pada pertanian, kehutanan dan perikanan. Perikanan memperkenalkan penggunaan biosida, desinfektan, dan obat untuk digunakan pada air permukaan (FAO, 1996).

Dampak aktual dari kontaminasi pestisida pada air yang terdapat pada bagian hilir DAS seringkali sulit diukur. Pestisida yang larut dan terdegradasi lebih cepat hanya dapat dideteksi sesaat setelah aplikasi, sementara program pengawasan dilakukan setiap bulan atau 4 bulan sekali sehingga dianggap kurang akurat untuk mengetahui kadar pestisida pada air permukaan (FAO, 1996).

(54)

Demikian pula aplikasi pupuk kalium klorida (KCl) yang tinggi dapat meningkatkan pencucian klorida ke air bawah tanah, seperti di beberapa daerah di Sri Langka yang menerapkan pertanian intensif, yang pada tahun 2010 diperkiran kadar klorida air bawah tanah mencapai 400 mg/l berdasarkan penggunaan pupuk saat ini. Konsentrasi ini sangat tinggi dibandingkan konsentrasi klorida yang diperbolehkan untuk air minum (250 mg/l).

Dampak Penggunaan Lahan Terhadap Produktivitas Lahan

Dampak penggunaan lahan terhadap produksitivitas lahan pertanian di wilayah DAS adalah digambarkan oleh tingkat produksi dari setiap penggunaan lahan. Dampak tersebut ditentukan oleh produksi tanaman per satuan luas (kg atau ton/ha). Dampak penggunaan lahan terhadap produksitivitas lahan dapat bersifat positif maupun negatif. Penggunaan lahan yang sesuai kelas kemapuan lahan, agroteknologi dan sosial ekonomi masyarakat petani dapat memberikan dampak posistif melalui peningkatan produktivitas lahan pertanian, pendapatan dan kelestarian kesuburan tanah/sumberdaya lahan sehingga tercipta pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) (Sinukaban 2007). Sebaliknya, penggunaan lahan yung tidak sesuai dengan kelas kemapuan lahan, agroteknologi dan sosial-ekonomi masyarakat dapat menimbulkan dampak negatif berupa penurunan produksi pertanian, pendapatan masyarakat tani, kesuburan tanah, meluasnya lahan kritis dan menurunnya kualitas air sungai yang pada gilirannya menimbulkan degradasi lahan dan kemiskinan bagi petani di pedesaan. Oleh karena itu, klasifikasi kemampuan dan kesesuaian penggunaan lahan menjadi tugas pertama untuk membantu menentukan penggunaan lahan yang sesuai dalam pengelolaan DAS. Untuk itu seluruh DAS yang telah didiami, fungsi lindung dan fungsi produksi harus diseimbangkan untuk kebutuhan penduduk (Pasaribu, 1999).

(55)

seperti limpasan permukan paling rendah (318 mm), efektivitas menekan limpasan permukaan paling tinggi (79 %) serta erosi lebih kecil dari ETol pada setiap kemiringan lereng. Selanjutnya dikatakan bahwa total biomassa dan serapan C-vegetatif paling tinggi (229,44 ton/ha) dan 110,92 ton/ha, C-tanah (32,2 ton/ha), hampir menyamai hutan. Hasil penelitian Pratoyo dan Shiddieq (2007) menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan dari hutan alami dan hutan pinus ke lahan pertanian (padi + jagung) memberikan dampak negatif berupa penurunan kadar C-organik, N-total, K, Ca, Mg tertukar, KTK (cation exchange capacity) dan kejenuhan basa. Selain itu, perubahan hutan pinus menjadi lahan pertanian menurunkan berat jenis, porositas dan kemantapan agregat, meningkatkan berat volume, dan tidak mempengaruhi permeabilitas tanah.

Dampak penggunaan lahan terhadap produktivitas lahan sangat dipengaruhi oleh faktor: 1) kesuburan tanah, 2) agroteknologi yang diterapkan petani dan 3) sosial-ekonomi masyarakat.

Kesuburan tanah. Dampak penggunaan lahan terhadap kesuburan tanah berkaitan dengan curah hujan, erosi, teknologi konservasi tanah dan air, pengolahan tanah, jenis tanah dan jenis tanaman yang diusahakan. Dampak penggunaan lahan terhadap kesuburan tanah dapat mempengaruhi kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah. Dampak penggunaan lahan terhadap kesuburan fisik dapat disebabkan oleh erosi pada tanah yang di olah secara intensif tanpa menerapkan konservasi tanah dan air, sehingga menyebabkan erosi tanah. Erosi tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap hilangnya lapisan atas (top soil) sampai lapisan subsoil yang memiliki sifat fisik jelek. Akibat dari terangkutnya partikel-partikel tanah yang halus dapat menutup pori-pori tanah sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kapasitas infiltrasi dan kesuburan serta pengerasan lapisan tanah (crust formation). Jika hal ini berlanjut terus akan menyebabkan terjadinya degradasi lahan berupa lahan kritis (Suripin, 2001).

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2.   Dampak erosi pada tapak (on-site) dan di luar tapak (off-site)
Gambar 4.  Tahapan Analisis Data Penelitian
Tabel 7. Rataan curah hujan bulanan selama 30 tahun (1980-2010) di DAS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Marine Products Indonesia Cabang Kendari, Sulawesi Tenggara d m dinyatakan lulus dalam Sidang Ujian Skripsi yang diselenggarakan ole11 Program Studi Pemaifaatan

: Perenoanaan Penggunaan Lahan dan Pola Usahatani Berkelanjutan pada Lahan Kering di Desa Trimulya, Kabupaten Kendari, Sulawesi Tenggara1. : Wa Ode Muliastuty Arsyad

Berdasarkan hasil analisis data Hubungan Ketersediaan Tenaga Kesehatan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi di Puskesmas Poasia Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara

Mengingat komunitas mangrove tidak menyebar secara merata di seluruh kawasan Teluk Kendari, maka jalur inventarisasi dilakukan dengan cara mengelilingi seluruh kawasan

Komposisi jenis ikan yang tertangkap menurut waktu pengambilan contoh di perairan Teluk Kendari.

Berdasarkan habitat hidupnya, 45 jenis ikan yang tertangkap di perairan Teluk Kendari dapat dikelompokkan kedalam dua grup yaitu ikan pelagis sebanyak 25 jenis dari

KAJIAN KUALITAS PERAIRAN BERDASARKAN PARAMETER FISIKA DAN KIMIA DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA KENDARI SULAWESI TENGGARA..

Skenario II, kondisi hasil perhitungan kalibrasi dengan elevasi di daerah lokasi muara sungai wanggu 3.1 PEMODELAN SKENARIO I Pemodelan hidrodinamika di lokasi studi untuk Skenario I