PERENCANAAN PERTANIAN DI KABUPATEN SUBANG
DAN KARAWANG
MAGFIRA SYARIFUDDIN
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa thesis Pengembangan Model Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Curah Hujan Bulanan dan Pemanfaatannya bagi Perencanaan Pertanian di Kabupaten Subang dan Karawang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau di kutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir thesis ini.
Bogor, Januari 2009
MAGFIRA SYARIFUDDIN. Development of Artificial Neural Network Model for Monthly Rainfall Prediction and Its Application for Agricultural Planning in Subang and Karawang. Under supervision of YONNY KOESMARYONO and ARIS PRAMUDIA.
The research analyzed rainfall data from Subang and Karawang as the centers of rice production in West Java. The objectives of this research were to: (1) develop monthly rainfall prediction model for predicting the next four months rainfall, (2) develop a next three months rice yield prediction model and (3) Estimate the availability of rice in Subang and Karawang as a function of monthly rainfall. Both rainfall and rice yield prediction models were built by ANN technique. ANN Rainfall prediction model was applied at six rainfall stations in Subang and Karawang which are: Cigadung, Karawang, Rawamerta, Subang, Sindanglaya and Ciseuti. It was developed by including 7-8 variables (X) at input layer and 6-10 nodes at a single hidden layer. Variables at input layer are: month code (t) as X1, monthly rainfall values at t, t+1, t+2 and t+3 as X2, X3, X4 and X5
respectively, SOI at t as X6 and SST anomalies at t and t+3 as X7 and X8. Rice
yield model was built to estimate the rice production at t+3 by using four variables at input layer which are t, t+1, t +2 and t+3 as X1, X2, X3 and X4 and also included
6-8 nodes at hidden layer. The results of this research found that the ANN model could accurately predict the monthly rainfall in all stations with the R2 values ranged from 64-96 %, and maximum errors of each month rainfall ranged from 0.4-3.4 mm/month. Rainfall model predicted that there were trends of Above Normal (AN) rainfall at Karawang and Rawamerta stations in dry season, while at four stations in Subang region would experience Below Normal (BN) rainfall in dry season. Based on 2009 rainfall prediction, the rice yield model predicted highest rice production to happen during February and March 2009 at values of 299.294 ton and 329.082 ton.
MAGFIRA SYARIFUDDIN. Pengembangan Model Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Curah Hujan Bulanan dan Pemanfaatannya bagi Perencanaan Pertanian di Kabupaten Subang dan Karawang. Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO dan ARIS PRAMUDIA.
Produksi tanaman pangan secara nyata dipengaruhi oleh curah hujan dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini menyebabkan prediksi curah hujan menjadi hal yang sangat penting dalam perencanaan pertanian. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengembangkan model prediksi curah hujan untuk prediksi curah hujan empat bulan ke depan, (2) mengembangkan model prediksi produksi padi 3 bulan ke depan, serta (3) Memprediksi produksi padi sebagai fungsi dari curah hujan bulanan.
Model curah hujan dan model prediksi produksi padi dibangun dengan menggunakan teknik Jaringan Syaraf Tiruan (ANN). ANN merupakan model matematika yang mensimulasikan kerja jaringan syaraf pada makhluk hidup. Model ini merupakan paradigma pengetahuan baru karena meniru otak manusia dalam sistem pembelajaran dan penyimpanan memori.
Model ANN yang dibangun, terdiri dari tujuh dan delapan parameter sebagai input, enam hingga 10 simpul lapisan tersembunyi dan empat taraf inisialisasi bobot yaitu 0.25, 0.5, 0.75 dan 1.0. Input yang digunakan adalah kode bulan (t) sebagai X1, nilai curah hujan pada saat t (X2), t+1 (X3), t+2 (X4), t+4
(X5), Indeks Osilasi Selatan (SOI) pada saat t (X6) serta anomali suhu muka laut
(SST) Nino 3,4 pada saat t dan t+3, masing-masing sebagai X7 dan X8.
Model prediksi curah hujan dan model prediksi produksi padi dikembangkan berdasarkan data curah hujan tahun 1990-2007 dari dua kabupaten sentra produksi padi di Jawa Barat yaitu Subang dan Karawang. Enam stasiun hujan yang dipilih untuk mewakili Subang dan Karawang yaitu Cigadung, Karawang, Rawamerta, Subang, Sindanglaya dan Ciseuti. Berdasarkan model yang diperoleh maka dilakukan prediksi curah hujan 2009 yang dilanjutkan dengan prediksi produksi padi tahun 2009.
Prediksi produksi padi dilakukan untuk memprediksi produksi pada t+3 dengan teknik ANN yang menggunakan empat parameter pada lapisan input, masing-masing adalah curah hujan pada saat t, t+1, t+2 dan t+3, serta menggunakan 6 dan 8 simpul pada satu lapisan tersembunyi.
Hasil prediksi curah hujan untuk tahun 2009, menunjukkan bahwa Di Kabupaten Karawang yang diwakili oleh Stasiun Rawamerta dan Stasiun Karawang memiliki kondisi curah hujan di Atas Normal (AN) selama periode musim kering. Sebaliknya di Subang, umumnya stasiun-stasiun pewakil di kabupaten tersebut memilik kondisi curah hujan yang berfluktuasi di Bawah Normal (BN) hingga Normal (N) sepanjang periode musim kering.
Pada musim hujan 2009 curah hujan di Stasiun Rawamerta dan Karawang diprediksi cenderung berfluktuasi pada kondisi Normal (N) hingga Atas Normal (AN). Sementara untuk Stasiun Cigadung, Subang, rata-rata berfluktuasi pada kondisi Bawah Normal (BN), Normal (N) hingga Atas Normal (AN). Di stasiun Stasiun Sindanglaya dan Ciseuti curah hujan di musim penghujan 2009 umumnya diprediksi pada status Normal.
Model prediksi padi yang dibangun dengan teknik jaringan syaraf tiruan (JST) ternyata mampu memprediksi produksi padi dengan akurasi yang baik, yang ditandai dengan nilai R2 untuk Subang dan Karawang masing-masing sebesar 64 % dan 59 %. Nilai MSE untuk Subang dan Karawang masing-masing adalah 661 ton dan 235 ton. Kedua model ini didapatkan setelah melalui 460 iterasi untuk Subang dan 126 iterasi untuk Karawang. Hasil prediksi produksi padi di Subang dan Karawang memperoleh hasil produksi padi tertinggi adalah pada periode bulan Februari dan Maret dengan nilai produksi di Subang dan Karawang masing-masing 299.294 ton dan 329.082 ton.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PERENCANAAN PERTANIAN DI KABUPATEN SUBANG
DAN KARAWANG
MAGFIRA SYARIFUDDIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Klimatologi Pertanian
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Pertanian di Kabupaten Subang dan Karawang Nama : Magfira Syarifuddin
NIM : G251060021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS. Dr. Ir. Aris Pramudia, M.Si.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Klimatologi Terapan
Dr. Ir. Sobri Effendi. M. Si. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Thesis ini berjudul Pengembangan Model Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Curah Hujan Bulanan dan Pemanfaatannya bagi Perencanaan Pertanian di Kabupaten Subang dan Karawang.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS dan Bapak Dr. Ir. Aris Pramudia, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan saran, masukan dan bantuan dalam penyusunan tesis ini.
2. Beberapa instansi penyedia data, antara lain Dinas Pertanian, Perkebunan dan kehutanan Kabupaten Karawang, Perum Jasa Tirta II Divisi II Kabupaten Karawang, Dinas Pertanian Kabupaten Subang dan Perum Jasa Tirta II Divisi III Kabupaten Subang.
3. Ibu, ayah beserta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan studi.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian yang telah membantu pendanaan penelitian ini melalui program KKP3T.
5. Segenap staf pengajar dan tata usaha Departemen Geofisika dan Meteorologi yang telah membantu penulis selama proses penyelesaian studi.
6. Teman-teman kuliah AGK 2006, Erica, Mba Ni’mah, Pak Gusti, Pak Syakur, Ibu Popi, Pak Yayan, Pak Muji (Alm) dan Pak Wawan
7. Teman-teman proyek KKP3T 2008 Rinie, Siska dan Gia atas segala kerjasama dan semangat yang selalu diberikan pada penulis.
8. Teman-teman di Laboratorium Agrometeorologi, Yunus, Zein, Teddy, Ade, Meli dan Anton.
Semoga thesis ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2009
PERENCANAAN PERTANIAN DI KABUPATEN SUBANG
DAN KARAWANG
MAGFIRA SYARIFUDDIN
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa thesis Pengembangan Model Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Curah Hujan Bulanan dan Pemanfaatannya bagi Perencanaan Pertanian di Kabupaten Subang dan Karawang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau di kutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir thesis ini.
Bogor, Januari 2009
MAGFIRA SYARIFUDDIN. Development of Artificial Neural Network Model for Monthly Rainfall Prediction and Its Application for Agricultural Planning in Subang and Karawang. Under supervision of YONNY KOESMARYONO and ARIS PRAMUDIA.
The research analyzed rainfall data from Subang and Karawang as the centers of rice production in West Java. The objectives of this research were to: (1) develop monthly rainfall prediction model for predicting the next four months rainfall, (2) develop a next three months rice yield prediction model and (3) Estimate the availability of rice in Subang and Karawang as a function of monthly rainfall. Both rainfall and rice yield prediction models were built by ANN technique. ANN Rainfall prediction model was applied at six rainfall stations in Subang and Karawang which are: Cigadung, Karawang, Rawamerta, Subang, Sindanglaya and Ciseuti. It was developed by including 7-8 variables (X) at input layer and 6-10 nodes at a single hidden layer. Variables at input layer are: month code (t) as X1, monthly rainfall values at t, t+1, t+2 and t+3 as X2, X3, X4 and X5
respectively, SOI at t as X6 and SST anomalies at t and t+3 as X7 and X8. Rice
yield model was built to estimate the rice production at t+3 by using four variables at input layer which are t, t+1, t +2 and t+3 as X1, X2, X3 and X4 and also included
6-8 nodes at hidden layer. The results of this research found that the ANN model could accurately predict the monthly rainfall in all stations with the R2 values ranged from 64-96 %, and maximum errors of each month rainfall ranged from 0.4-3.4 mm/month. Rainfall model predicted that there were trends of Above Normal (AN) rainfall at Karawang and Rawamerta stations in dry season, while at four stations in Subang region would experience Below Normal (BN) rainfall in dry season. Based on 2009 rainfall prediction, the rice yield model predicted highest rice production to happen during February and March 2009 at values of 299.294 ton and 329.082 ton.
MAGFIRA SYARIFUDDIN. Pengembangan Model Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Curah Hujan Bulanan dan Pemanfaatannya bagi Perencanaan Pertanian di Kabupaten Subang dan Karawang. Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO dan ARIS PRAMUDIA.
Produksi tanaman pangan secara nyata dipengaruhi oleh curah hujan dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini menyebabkan prediksi curah hujan menjadi hal yang sangat penting dalam perencanaan pertanian. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengembangkan model prediksi curah hujan untuk prediksi curah hujan empat bulan ke depan, (2) mengembangkan model prediksi produksi padi 3 bulan ke depan, serta (3) Memprediksi produksi padi sebagai fungsi dari curah hujan bulanan.
Model curah hujan dan model prediksi produksi padi dibangun dengan menggunakan teknik Jaringan Syaraf Tiruan (ANN). ANN merupakan model matematika yang mensimulasikan kerja jaringan syaraf pada makhluk hidup. Model ini merupakan paradigma pengetahuan baru karena meniru otak manusia dalam sistem pembelajaran dan penyimpanan memori.
Model ANN yang dibangun, terdiri dari tujuh dan delapan parameter sebagai input, enam hingga 10 simpul lapisan tersembunyi dan empat taraf inisialisasi bobot yaitu 0.25, 0.5, 0.75 dan 1.0. Input yang digunakan adalah kode bulan (t) sebagai X1, nilai curah hujan pada saat t (X2), t+1 (X3), t+2 (X4), t+4
(X5), Indeks Osilasi Selatan (SOI) pada saat t (X6) serta anomali suhu muka laut
(SST) Nino 3,4 pada saat t dan t+3, masing-masing sebagai X7 dan X8.
Model prediksi curah hujan dan model prediksi produksi padi dikembangkan berdasarkan data curah hujan tahun 1990-2007 dari dua kabupaten sentra produksi padi di Jawa Barat yaitu Subang dan Karawang. Enam stasiun hujan yang dipilih untuk mewakili Subang dan Karawang yaitu Cigadung, Karawang, Rawamerta, Subang, Sindanglaya dan Ciseuti. Berdasarkan model yang diperoleh maka dilakukan prediksi curah hujan 2009 yang dilanjutkan dengan prediksi produksi padi tahun 2009.
Prediksi produksi padi dilakukan untuk memprediksi produksi pada t+3 dengan teknik ANN yang menggunakan empat parameter pada lapisan input, masing-masing adalah curah hujan pada saat t, t+1, t+2 dan t+3, serta menggunakan 6 dan 8 simpul pada satu lapisan tersembunyi.
Hasil prediksi curah hujan untuk tahun 2009, menunjukkan bahwa Di Kabupaten Karawang yang diwakili oleh Stasiun Rawamerta dan Stasiun Karawang memiliki kondisi curah hujan di Atas Normal (AN) selama periode musim kering. Sebaliknya di Subang, umumnya stasiun-stasiun pewakil di kabupaten tersebut memilik kondisi curah hujan yang berfluktuasi di Bawah Normal (BN) hingga Normal (N) sepanjang periode musim kering.
Pada musim hujan 2009 curah hujan di Stasiun Rawamerta dan Karawang diprediksi cenderung berfluktuasi pada kondisi Normal (N) hingga Atas Normal (AN). Sementara untuk Stasiun Cigadung, Subang, rata-rata berfluktuasi pada kondisi Bawah Normal (BN), Normal (N) hingga Atas Normal (AN). Di stasiun Stasiun Sindanglaya dan Ciseuti curah hujan di musim penghujan 2009 umumnya diprediksi pada status Normal.
Model prediksi padi yang dibangun dengan teknik jaringan syaraf tiruan (JST) ternyata mampu memprediksi produksi padi dengan akurasi yang baik, yang ditandai dengan nilai R2 untuk Subang dan Karawang masing-masing sebesar 64 % dan 59 %. Nilai MSE untuk Subang dan Karawang masing-masing adalah 661 ton dan 235 ton. Kedua model ini didapatkan setelah melalui 460 iterasi untuk Subang dan 126 iterasi untuk Karawang. Hasil prediksi produksi padi di Subang dan Karawang memperoleh hasil produksi padi tertinggi adalah pada periode bulan Februari dan Maret dengan nilai produksi di Subang dan Karawang masing-masing 299.294 ton dan 329.082 ton.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PERENCANAAN PERTANIAN DI KABUPATEN SUBANG
DAN KARAWANG
MAGFIRA SYARIFUDDIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Klimatologi Pertanian
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Pertanian di Kabupaten Subang dan Karawang Nama : Magfira Syarifuddin
NIM : G251060021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS. Dr. Ir. Aris Pramudia, M.Si.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Klimatologi Terapan
Dr. Ir. Sobri Effendi. M. Si. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Thesis ini berjudul Pengembangan Model Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Curah Hujan Bulanan dan Pemanfaatannya bagi Perencanaan Pertanian di Kabupaten Subang dan Karawang.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS dan Bapak Dr. Ir. Aris Pramudia, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan saran, masukan dan bantuan dalam penyusunan tesis ini.
2. Beberapa instansi penyedia data, antara lain Dinas Pertanian, Perkebunan dan kehutanan Kabupaten Karawang, Perum Jasa Tirta II Divisi II Kabupaten Karawang, Dinas Pertanian Kabupaten Subang dan Perum Jasa Tirta II Divisi III Kabupaten Subang.
3. Ibu, ayah beserta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan studi.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian yang telah membantu pendanaan penelitian ini melalui program KKP3T.
5. Segenap staf pengajar dan tata usaha Departemen Geofisika dan Meteorologi yang telah membantu penulis selama proses penyelesaian studi.
6. Teman-teman kuliah AGK 2006, Erica, Mba Ni’mah, Pak Gusti, Pak Syakur, Ibu Popi, Pak Yayan, Pak Muji (Alm) dan Pak Wawan
7. Teman-teman proyek KKP3T 2008 Rinie, Siska dan Gia atas segala kerjasama dan semangat yang selalu diberikan pada penulis.
8. Teman-teman di Laboratorium Agrometeorologi, Yunus, Zein, Teddy, Ade, Meli dan Anton.
Semoga thesis ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2009
Penulis dilahirkan di Kupang pada tanggal 19 Juni 1984 dari ayah Drs. Syarifuddin R. Gomang, MA(Hons). dan ibu Rostiah Mallombasi. Penulis merupakan putri keempat dari empat bersaudara.
Halaman 1.3 Ruang Lingkup Penelitian... 3 1.4 Keluaran ... 3
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Geografis Pantai Utara Jawa Barat... 5 2.1.1 Kabupaten Subang ... 6 2.1.2 Kabupaten Karawang ... 7 2.2 Produksi Padi Indonesia... 8 2.3 Beberapa model prediksi curah hujan ... 9 2.4 Model prediksi curah hujan
berdasarkan Analisis Jaringan Syaraf... 11 2.5 Hubungan Curah Hujan dengan Produksi Padi... 14
III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16 3.2 Bahan dan Alat ... 16 3.3 Persiapan, Pengumpulan dan Entri Data ... 16 3.4 Evaluasi Model Prediksi Curah Hujan ... 17 3.5 Pewilayahan Hujan dan Pemilihan Stasiun Pewakil ... 18 3.6 Model Prediksi Curah Hujan ... 19 3.7 Analisis Prediksi Produksi Padi ... 23
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ... 55 5.2 Saran ... 56
Halaman 1. Data yang dibutuhkan dalam penelitian, dan perkiraan
lembaga sumber data. ... 17
2. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di
Stasiun Cigadung dengan tujuh parameter input (X1-X7), tiga level
lapisan antara dan empat taraf inisialisasi
bobot yang berbeda ... 25
3. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di
Stasiun Cigadung dengan delapan parameter input (X1-X8), tiga level
lapisan antara dan empat taraf inisialisasi
bobot yang berbeda ... 26
4. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di
Stasiun Karawang dengan tujuh parameter input (X1-X7), tiga level
lapisan antara dan empat taraf inisialisasi
bobot yang berbeda ... 28
5. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di
Stasiun Karawang dengan delapan parameter input (X1-X8), tiga level
lapisan antara dan empat taraf inisialisasi
bobot yang berbeda ... 29
6. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di
Stasiun Rawamerta dengan tujuh parameter input (X1-X7), tiga level
lapisan antara dan empat taraf inisialisasi
bobot yang berbeda ... 31
7. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di
Stasiun Rawamerta dengan delapan parameter input (X1-X8), tiga level
lapisan antara dan empat taraf inisialisasi
bobot yang berbeda ... 31
8. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di Stasiun Subang dengan tujuh parameter input (X1-X7), tiga level
lapisan antara dan empat taraf inisialisasi
bobot yang berbeda ... 32
9. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di
Stasiun Subang dengan delapan parameter input (X1-X8), tiga level
lapisan antara dan empat taraf inisialisasi
10. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di
Stasiun Sindanglaya dengan tujuh parameter input (X1-X7), tiga level
lapisan antara dan empat taraf inisialisasi
bobot yang berbeda ... 37
11. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di
Stasiun Sindanglaya dengan delapan parameter input (X1-X8), tiga level
lapisan antara dan empat taraf inisialisasi
bobot yang berbeda ... 38
12. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di Stasiun Ciseuti dengan tujuh parameter input (X1-X7), tiga level
lapisan antara dan empat taraf inisialisasi
bobot yang berbeda ... 40
13. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di
Stasiun Ciseuti dengan delapan parameter input (X1-X8), tiga level
lapisan antara dan empat taraf inisialisasi
bobot yang berbeda ... 41
14. Rangkuman pembentukan model prediksi curah hujan terbaik
dari stasiun-stasiun pewakil di wilayah Subang dan Karawang ... 43
15. Validasi model prediksi curah hujan untuk
setiap stasiun pewakil di Kabupaten Subang dan Karawang ... 45
16. Prediksi curah hujan tahun 2009 menggunakan model jaringan syaraf dan perbandingannya terhadap nilai rata-rata Normal di beberapa
stasiun curah hujan di Kabupaten Subang dan Karawang ... ... 48
17. Prediksi potensi produksi padi tahun 2009 di
Halaman
1. Diagram alir penelitian... 4 2. Konsep jaringan syaraf manusia dan model jaringan syaraf tiruan ... 12 3. Skema neural network... 12 4. Analisis pemodelan prediksi curah hujan ... 22 5. Diagram alir pendugaan produksi padi ... 23 6. Hasil training pembentukan model prediksi curah hujan
bulanan (t+4) di Cigadung dengan akurasi tertinggi ... 27 7. Hasil training pembentukan model prediksi curah hujan
bulanan (t+4) di Karawang dengan akurasi tertinggi ... 30 8. Hasil training pembentukan model prediksi curah hujan
bulanan (t+4) di Rawamerta dengan akurasi tertinggi ... 32 9. Hasil training pembentukan model prediksi curah hujan
bulanan (t+4) di Subang dengan akurasi tertinggi ... 35 10. Hasil training pembentukan model prediksi curah hujan
bulanan (t+4) di Sindanglaya dengan akurasi tertinggi ... 39 11. Hasil training pembentukan model prediksi curah hujan
bulanan (t+4) di Ciseuti dengan akurasi tertinggi ... 42 12. Hasil training model prediksi curah hujan menggunakan
teknik analisis jaringan syaraf propagasi balik terhadap data curah hujan di beberapa stasiun di Kabupaten Subang dan dan Karawang ... 44 13. Hasil validasi model prediksi curah hujan dengan teknik
Analisis Jaringan Syaraf ... 46 14. Hasil prediksi curah hujan tahun 2009 menggunakan model
jaringan syaraf di beberapa stasiun curah hujan di
Kabupaten Subang dan Karawang ... 49
15. Training set pembentukan model prediksi produksi padi
Halaman 1. Peta sebaran stasiun hujan di Subang – Karawang ... 59 2. Pewilayahan curah hujan ... 60 3. Koefisien wij dan vjk yang dihasilkan melalui proses training set
pembentukan model prediksi curah hujan menggunakan teknik analisis jaringan syaraf di beberapa stasiun di Kabupaten Karawang ... 61 4. Koefisien wij dan vjk yang dihasilkan melalui proses training set
pembentukan model prediksi curah hujan menggunakan teknik analisis jaringan syaraf di beberapa stasiun di Kabupaten Subang ... 61 5. Koefisien wij dan vjk yang dihasilkan melalui proses training set
1.1Latar Belakang
Tanaman padi (Oryza sativa, sp) termasuk kelompok tanaman pangan
yang sangat penting dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia.
Sampai saat ini, lebih dari 50% produksi padi nasional berasal dari areal sawah di
Pulau Jawa. Jawa barat merupakan propinsi terbesar penghasil padi di Indonesia
dengan luas panen pada tahun 2007 sebesar 15 % dari seluruh luas panen nasional
dan secara bersamaan menghasilkan produksi sebanyak 17 % dari total produksi
nasional (Departemen Pertanian 2008). Penurunan produksi dan produktivitas
padi di Jawa terutama Jawa Barat secara drastis, dapat mempengaruhi
ketersediaan beras nasional dan akan berdampak negatif terhadap sektor-sektor
lainnya.
Produksi padi secara langsung dipengaruhi oleh curah hujan. Yamamoto
et al. (2002) dalam penelitiannya mengenai hubungan antara variabilitas curah hujan dan produksi padi di Laos, menemukan korelasi yang kuat antara curah
hujan dengan area panen dan produksi padi yaitu masing-masing memiliki
koefisien determinasi (R2) sebesar 95 % dan 56 %.
Eratnya hubungan antara curah hujan dan produksi padi, telah
membangkitkan minat banyak peneliti untuk memprediksi curah hujan dengan
tujuan pendugaan tingkat produksi padi. Berbagai model telah dibangun untuk
memprediksi curah hujan dengan pendekatan analisis keterkaitan waktu seperti
regresi fourier, analisis fractal, jaringan syaraf (Dupe 1999, Haryanto 1999, serta
Boer, Notodiputro dan Las 1999 dalam Pramudia 2008), atau pendekatan analisis hubungan curah hujan dengan anomali suhu muka laut Nino 3,4.
Analisis Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network, ANN)
merupakan model prediksi yang dapat menduga curah hujan dengan pola acak
kejadian hujan yang lebih baik. Jaringan syaraf (Neural Network, NN) adalah
suatu paradigma pengetahuan baru (Koesmaryono et al. 2007), dimana meniru
ANN telah banyak diterapkan dalam prediksi di bidang klimatologi dan
Hidrologi.
Salman (2006) yang menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) recurrent
Elman untuk memprediksi curah hujan bulanan di Bongan, Bali memperoleh nilai
R2 maksimum sebesar 85 %. Apriyanti (2005) memperoleh nilai R2 sebesar 88
% untuk pendugaan curah hujan di DAS Seguling dengan menggunakan teknik
JST propagasi balik.
Koesmaryono et al. (2007) menggunakan jaringan syaraf untuk
memprediksi curah hujan 3 bulanan di Wilayah Subang-Karawang akan tetapi
masih belum mampu memprediksi nilai-nilai ekstrim curah hujan baik itu ekstrim
rendah maupun ekstrim tinggi. Model tersebut memiliki sensifitas 0,010-0,348
dengan rata-rata error 5,1 mm/bulan untuk Karawang dan sensifitas 0,000-0,835
dengan rata-rata kesalahan terhadap curah hujan maksimum 7,9 mm/bulan untuk
wilayah Subang.
Hasil dari prediksi curah hujan ini kemudian dapat digunakan untuk
memprediksi produksi padi di wilayah tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh
Pramudia (2008). Penelitian sebelumnya oleh Pramudia (2008) telah memperoleh
suatu model empiris hubungan antara produksi padi dengan fluktuasi curah hujan
tiga bulan sebelumnya di Wilayah Subang-Karawang. Model dibangun dengan
menggunakan teknik regresi berganda. Meskipun model nyata secara statistik, tapi
model memberikan nilai koefisien determinasi yang sangat kecil.
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan model prediksi curah
hujan dengan teknik ANN yang telah dibangun oleh Koesmaryono et al. (2007) di wilayah Subang dan Karawang. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini
diharapkan dapat lebih baik dalam pencapaian nilai-nilai ekstrim untuk hasil
prediksi curah hujan bulanan yang lebih akurat. Selanjutnya dengan
menggunakan teknik Neural Network ini, akan dibangun suatu model prediksi
1.2 Tujuan
1. Mengembangkan model prediksi curah hujan dengan teknik analisis
jaringan syaraf di Kabupaten Subang dan Karawang untuk memprediksi
curah hujan bulanan empat bulan ke depan.
2. Mengembangkan model produksi padi dengan teknik analisis jaringan
syaraf di Kabupaten Subang dan Karawang
3. Memanfaatkan hasil prediksi curah hujan untuk menduga produksi padi
tiga bulan kedepan.
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan kegiatan deskwork dan didukung oleh
pengumpulan data dan survei di lapang. Kegiatan deskwork antara lain mencakup
analisis data curah hujan, pemrograman dan simulasi. Kegiatan di lapangan
mencakup pengumpulan data sekunder dan primer, serta survei untuk verifikasi
lapang di lokasi penelitian. Lokasi penelitian mencakup dua kabupaten di wilayah
Pantai Utara Jawa Barat yaitu Kabupaten Subang dan Kabupaten Karawang.
Diagram alir penelitian dapat lebih jelas dilihat di Gambar 1.
1.4 Keluaran
1. Mendapatkan model prediksi curah hujan bulanan dengan teknik analisis
jaringan syaraf di Kabupaten Subang dan Karawang untuk prediksi curah
hujan empat bulan ke depan.
2. Mendapatkan model prediksi produksi padi dengan teknik analisis jaringan
syaraf di Kabupaten Subang dan Karawang.
3. Prediksi curah hujan di Kabupaten Subang dan Karawang tahun 2009 dan
Informasi ketersediaan (produksi) padi di Kabupaten Subang dan
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Geografis Pantai Utara Jawa Barat
Sebelum adanya Propinsi Banten di Jawa Barat terdapat tiga wilayah
pesisir yaitu pesisir selatan Jawa Barat, pesisir barat (selat sunda) dan pesisir
utara. Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak pada 5o50'–7o50' Lintang
Selatan dan 104o48'–108o48' Bujur Timur. Luas Propinsi Jawa Barat meliputi
areal dataran sekitar 43.240 km2. Secara administratif Propinsi Jawa Barat
berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Propinsi DKI Jakarta
b. Sebelah Timur berbatasan langsung dengan propinsi Jawa Tengah
c. Sebelah Selatan dan berbatasan dengan Samudera Indonesia (Hindia)
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Banten.
Propinsi Jawa Barat dibagi menjadi 6 wilayah kota, 16 wilayah Kabupaten,
437 wilayah kecamatan, 384 wilayah kelurahan dan 5.354 wilayah desa. Wilayah
kota diantaranya adalah Kota Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, dan
Depok. Sedangkan wilayah kabupaten adalah Kabupaten Bogor, Sukabumi,
Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka,
Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, dan Bekasi (BPLHD
Jawa Barat 2002a).
Secara topografi, wilayah Propinsi Jawa Barat dibagi menjadi tiga dataran,
yaitu dataran rendah di wilayah bagian Utara Jawa Barat, dataran tinggi di
wilayah bagian tengah Jawa Barat, sedangkan berbukit-bukit dengan sedikit
pantai terdapat di wilayah bagian Selatan Jawa Barat. Panjang garis pantai
propinsi ini membentang dari Kabupaten Ciamis sampai Kabupaten Pandeglang
di Selatan, Kabupaten Pandeglang sampai Kota Cilegon di Barat dan Kota
Cilegon sampai Kabupaten Cirebon di Utara Pulau Jawa, sepanjang kurang lebih
1.310 km (propinsi Banten 715.205 km).
Wilayah studi di pantai utara adalah sepanjang 365,059 km yang
terbentang dari Kabupaten Bekasi sampai Kabupaten Cirebon. Panjang pantai
Karawang 84,23 km, Subang 68 km, Indramayu 114 km, Cirebon 54 km dan Kota
Cirebon 7 km (BPLHD Jawa Barat, 2002a). Wilayah yang menjadi fokus
penelitian sebagaimana diungkapkan dalam Bab I adalah Kabupaten Subang dan
Kabupaten Karawang.
2.1.1 Kabupaten Subang
Kabupaten Subang secara geografis terletak di bagian utara Propinsi Jawa
Barat yaitu antara 107°31'-107°54' BT dan 6°11'-6°49' LS. Luas Kabupaten
Subang adalah 205.176,95 hektar (4,64 % dari luas Jawa Barat) dengan ketinggian
antara 0-1.500 m dpl. Dilihat dari segi topografinya dapat dibedakan menjadi 3
zone daerah yaitu : (1) daerah pegunungan dengan ketinggian 500-1.500 m dpl
dengan luas 41.035,09 hektar (20 %), (2) daerah bergelombang/berbukit dengan
ketinggian 50-500 m dpl dengan luas 71.502,16 hektar (35,85 %), (3) daerah
dataran rendah dengan ketinggian 0-50 m dpl dengan luas 92.939,7 hektar (45,15
%). Sekitar 80,8 % Kabupaten Subang mempunyai kemiringan 0-17°, sedangkan
sisanya memiliki kemiringan diatas 18°. Secara umum Kabupaten Subang
beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata pertahun 1.593 mm dengan rata-rata
hari hujan 91 hari (BPLHD Jawa Barat 2002b).
Secara administrasi Kabupaten Subang terdiri dari 20 Kecamatan dan 2
perwakilan kecamatan dengan jumlah desa 242 desa dan 8 kelurahan. Dari 22
kecamatan/kapermat hanya 4 (empat) kecamatan yang merupakan kecamatan
pesisir. Kecamatan pesisir pantai utara ini adalah Kecamatan Blanakan,
Kecamatan Pamanukan, Kecamatan Legon Kulon (pemekaran dari Pamanukan)
dan Kecamatan Pusakanagara. Luas masing-masing kecamatan pesisir adalah
Kecamatan Blanakan (85,81 km2, Kecamatan Pamanukan 80,89 km2, Kecamatan
Legon Kulon 98,47 km2, dan Kecamatan Pusakanagara 68,40 km2 (Pemda,
2000a). Luas wilayah kecamatan pesisir Kabupaten Subang adalah 333,57 km2
atau 16 % dari luas seluruh kabupaten.
Batas-batas wilayah sebagai berikut menurut BPLHD Jawa Barat (2002a)
adalah sebagai berikut:
- Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan
Karawang
- Sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Jawa
- Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan
Sumedang.
Penggunaan lahan di Kabupaten Subang berdasarkan persentase
keluasannya berturut-turut adalah sebagai berikut: Sawah (86.167 Ha),
Perkebunan (35.106 Ha), Hutan (18.445 Ha), Kolam/tambak (8.303 Ha),
Permukiman (22.964 Ha), Industri ( 2.279 Ha), dan Lain-lain (31.912 Ha)
(BPS Jawa Barat 2007).
2.1.2 Kabupaten Karawang
Secara geografis Kabupaten Karawang terletak antara 107°02'-107°40' BT
dan 5°56'-6°34' LS. Topografi Kabupaten Karawang sebagian besar adalah
berbentuk dataran yang relatif rata dengan variasi antara 0-5 m dpl. Hanya
sebagian kecil wilayah yang bergelombang dan berbukit-bukit dengan ketinggian
antara 0-1200 m dpl. Kabupaten Karawang terletak di bagian utara Propinsi Jawa
Barat yang secara administratif mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan batas alam yaitu Laut Jawa.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Subang.
- Sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Cianjur
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bekasi
Sesuai dengan bentuk morfologinya, Kabupaten Karawang terdiri dari
dataran rendah yang mempunyai temperatur udara rata-rata 27 °C dengan tekanan
udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66 % dan kelembaban nisbi 80
%. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.100 - 3.200 mm/tahun. Pada bulan
Januari sampai April bertiup angin Muson Laut dan sekitar bulan Juni bertiup
angin Muson Tenggara. Kecepatan angin antara 30-35 km/jam, lamanya tiupan
rata-rata 5-7 jam.
Rata-rata curah hujan di Kabupaten Karawang selama tahun 2006
rendah jika dibandingkan dengan rata-rata curah hujan pada tahun 2005 yang
mencapai 2.534 mm dengan rata-rata curah hujan per bulannya mencapai 127 mm
Pada tahun 2006 rata-rata curah hujan tertinggi di Kecamatan Pangkalan yaitu
mencapai 272 mm per bulan dan yang terendah terjadi di Kecamatan Talagasari
yaitu hanya 51 mm (BPLHD Jawa Barat 2002a).
2.2 Produksi Padi Indonesia
Padi sebagai bahan pangan pokok masyarakat Indonesia, ditanam di
seluruh daerah. Hal ini terutama didukung oleh kondisi iklim tropis Indonesia
sehingga memungkinkan untuk penanaman sepanjang tahun. Umumnya padi
diusahakan sebagai padi sawah (85-90 %) dan sebagian kecil diusahakan sebagai
padi gogo (10-15 %) (Pramudia 2002).
Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat merupakan produsen padi utama di
Indonesia. Pada tahun 2007 Propinsi Jawa Barat menghasilkan 17.35 % dari total
produksi padi nasional. Kabupaten-kabupaten yang berada di wilayah pantai utara
(pantura), seperti Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu dan
Cirebon menghasilkan hampir separuh dari produksi padi di propinsi Jawa Barat
(BPS 2008).
Wilayah Pantura memiliki luas tanam padi sekitar 45 % dari luas tanam
propinsi, luas panen sekitar 41 % dari luas panen propinsi, produksi padi total
sekitar 44 % dari produksi padi propinsi. Tiga Kabupaten dengan luas tanam
terbesar adalah Indramayu, Subang dan Karawang (BPS 1999 dalam Pramudia
2002).
Wilayah Penelitian di Subang dan terutama Karawang dikenal sebagai
sentra produksi padi Jawa Barat. Di kedua kabupaten ini padi umumnya di tanam
dua kali dalam setahun (Tim Puslitannak 1999 dalam Pramudia 2002). Pada tahun
2001 penggunaan lahan di Kabupaten Subang didominasi oleh lahan pertanian
sawah dengan luas areal sekitar 87.701 Ha (41,3 %) sementara di Kabupaten
Karawang untuk tahun yang sama luas lahan sawah adalah 93.590 hektar atau 53
% dari luas kabupaten dan tersebar di seluruh kecamatan.
Sekurangnya 70 persen sawah di Subang merupakan sawah irigasi teknis.
dan Widas. Dengan suplai air antara lain dari saluran induk Tarum Timur, varietas
padi unggul tahan wereng yang ditanam menghasilkan padi tidak kurang 888.688
ton pada tahun 2001. Sentra produksi padi menyebar di seluruh kecamatan, namun
Kecamatan Binong dan Pusakanagara merupakan daerah penghasil padi terbesar.
Kedua kecamatan itu masing-masing menghasilkan tidak kurang 89.000 ton dan
68.000 ton padi (Julianery 2003).
Pada tahun 2001, Kabupaten Karawang menghasilkan 1.1 juta ton padi
sawah. Di tingkat provinsi pada tahun yang sama, Jawa Barat menghasilkan
sekitar 8 juta ton padi sawah. Selain padi sawah, juga dihasilkan padi ladang
1.516 ton dari 740 hektar lahan di Kecamatan Pangkalan. Sedangkan padi sawah
dihasilkan oleh 22 kecamatan dengan Kecamatan Cilamaya sebagai penyumbang
utama. Lahan sawah 19.312 hektar di daerah ini-terluas di antara kecamatan
lain-menghasilkan tidak kurang 115.000 ton. Produksi padi Karawang tidak lepas dari
dukungan sistem pengairan yang memadai. Pertanian padi sawah sebagian besar
didukung oleh sistem pengairan teknis. Luas lahan yang berpengairan teknis
sekitar 87 persen atau 80.774 hektar1.
2.3 Beberapa model prediksi curah hujan
Terdapat tiga kelompok model yang umum dipakai dalam menganalisa
masalah-masalah cuaca dan iklim yaitu model deterministik, parametrik, dan
stokastik. Perbedaan diantara ketiga kelompok model tersebut secara tegas dapat
dilakukan untuk model deterministik dan stokastik murni. Model deterministik
murni dapat diperoleh dengan mengikutsertakan seluruh hubungan-hubungan
teoritis dari suatu kejadian sedangkan model stokastik diperoleh dengan
menggunakan data percobaan untuk menghasilkan keluaran yang hanya dapat
diduga dengan pengertian statistik, yaitu penggunaan data yang sama akan
menghasilkan keluaran yang berbeda mengikuti pola statistik tertentu (Bey 1991
dalam Askari dan Bey (2000)
Beberapa metode pemodelan yang bisa digunakan untuk melakukan
peramalan curah hujan selain dengan metode Jaringan Saraf, yaitu metode
Fourier, ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average), dan Filter Kalman.
1
Masing-masing metode tersebut memilki kelebihan dan kekurangan yang berbeda.
Dalam metode Fourier hanya memperhatikan faktor waktu, sehingga model yang
dihasilkan akan memiliki pola dan fluktuasi yang sama untuk setiap periode.
Metode ini masih cenderung lemah jika digunakan untuk melakukan peramalan,
dengan prediksi yang dihasilkan memiliki error yang tidak saling bebas satu sama
lain (autokorelasi). Suatu data CH bisa saja memilki pola yang sama untuk setiap
periodenya, tetapi fluktuasinya pasti berbeda pada setiap periodenya.
Metode ARIMA, merupakan pengembangan lebih lanjut dari model
Autoregressive Moving Average (ARIMA) yang berdasar pada konsep regresi linier. Model ARIMA dapat digunakan untuk analisis data deret waktu dan
peramalan data. Pada model ARIMA diperlukan penetapan karakteristik data
deret berkala seperti: stasioner, musiman dan sebagainya, yang memerlukan suatu
pendekatan sistematis, dan akhirnya akan menolong untuk mendapatkan
gambaran yang jelas mengenai model-model dasar yang akan ditangani. Metode
ARIMA dapat dikatakan lebih baik dari metode Fourier kerana ARIMA
sebagaimana model yang menganalisis keterkaitan waktu, hasil peramalan dari
metode ini akan memiliki pola dasar yang sama setiap periodenya dengan
fluktuasi yang cenderung sama, dimana fluktuasi yang dihasilkan tersebut terikat
dengan pola dasarnya (Pusat Data dan Informasi Pertanian 2004-2005 dalam
Departemen Pertanian 2008)
Filter Kalman adalah salah satu metode statistik yang ditemukan pada
tahun 1960. Teknik Filter Kalman merupakan pengembangan dari metode
autoregresi. Salah satu karakteristik yang mendasar dari Filter Kalman adalah
proses recursif untuk mencapai estimasi optimal. Filter Kalman juga
menggabungkan antara model deterministik dengan model stokastik yang
digunakan untuk tujuan peramalan segera. Selain itu, Filter Kalman dapat
diaplikasikan untuk masalah estimasi dalam sistem dinamik Dimana kondisi ini
tercermindalam kejadian hujan(Young 1999 dalam Estiningtyas & Amien 2006). Beberapa keuntungan Filter Kalman, yaitu: (1) melengkapi kecepatan
pengukuran dari posisi prediksi yang diperlukan sebagai weapon kill perhitungan probabilitas, perhitungan dampak prediksi, (2) penanganan optimum dan akurasi
dari informasi sebelumnya apabila tersedia, (4) mengijinkan sasaran dinamik
secara langsung untuk optimasi parameter filter, dan (5) Tambahan dari variabel
kecepatan random dimana Filter Kalman selalu stabil (Brookmer 1998 dalam
Fitrian 2005 dalam Eksawati 2008). Peramalan hujan menggunakan metode Filter
Kalman pernah dilakukan oleh Estiningtyas dan Amien pada tahun 2006.
Peramalan curah hujan diaplikasikan lebih lanjut untuk menyusun skenario massa
tanam dengan menggunakan input data suhu permukaan laut.
2.4 Model prediksi curah hujan berdasarkan Analisis Jaringan Syaraf
Berbagai teknik analisis dan pemilihan model dapat digunakan dalam
penyusunan model prediksi curah hujan, tergantung pada keberadaan autokorelasi
dan kolinieritas data pada peubah tak bebas yang akan diduga. Apabila tidak ada
kolinieritas dan autokorelasi pada set data maka disarankan untuk menggunakan
analisis regresi dari yang sederhana hingga yang berganda sedangkan bila tidak
terdapat kolinieritas tapi terdapat autokorelasi pada set data maka digunakan
analisis deret waktu atau fungsi transfer berganda, sedangkan apabila terdapat
kolinieritas namun tidak terdapat autokorelasi disarankan untuk menggunakan
kombinasi antara analisis komponen utama dengan analisis regresi berganda. Set
data yang memiliki kolinieritas dan autoregresi disarankan menggunakan
kombinasi antara analisis komponen utama dengan analisis deret waktu atau
fungsi transfer berganda. Analisis jaringan syaraf (NNA) dapat diterapkan pada
semua model diatas (Wigena 2006 dalam Boer 2006).
Jaringan syaraf (neural network, NN) sebagai suatu paradigma
pengetahuan baru telah dirintis sejak limapuluh tahun yang lalu, ketika para
ilmuwan menciptakan model perangkat elektronik pertama dari sel-sel syaraf.
Jaringan syaraf tiruan menggunakan sejumlah unit komputasi sederhana yang
(a) (b) (c)
Gambar 2. Konsep jaringan syaraf manusia dan model jaringan syaraf tiruan. (a)
komponen-komponen syaraf (neuron), (b) gambaran mengenai
synapses, dan (c) model jaringan syaraf (Koesmaryono et al. 2007).
Terdapat paling tidak tiga lapisan pada suatu jaringan langkah maju,
lapisan input (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan suatu lapisan output (output layer). Lapisan input memberi umpan kepada lapisan tersembunyi, kemudian lapisan tersembunyi memberikan umpan kepada lapisan output.
Pengolahan aktual dalam suatu jaringan terjadi dalam node pada lapisan
tersembunyi dan lapisan output (Gambar 3).
Setiap koneksi antara syaraf memiliki bobot numerik. Apabila jaringan ini
bekerja, suatu nilai akan diberikan pada setiap node – nilai tersebut akan diberikan oleh operator manusia, dari sensor lingkungan, ataupun dari beberapa program
eksternal. Setiap node kemudian memberikan nilai tertentu pada suatu koneksi yang membawanya keluar, kemudian setiap koneksi mengalikannya dengan suatu
pembobot. Setiap node pada lapisan berikutnya kemudian menerima nilai yang
merupakan penjumlahan dari nilai yang dihasilkan dari setiap koneksi, dan dalam
setiap node dilakukan perhitungan sederhana terhadap nilai tersebut. Secara khas fungsi ini merupakan fungsi sigmoid. Proses ini kemudian berulang, dengan hasil
yang dilewatkan pada lapisan sub-sekuen dari node-node hingga mencapai node
pada lapisan output.
Jaringan syaraf tiruan merupakan sistem pemroresan informasi yang
memiliki karakteristik serupa dengan jaringan syaraf biologis dengan ciri-ciri:
• Pola hubungan antara elemen-elemen sederhana yakni neuron
• Metode penentuan bobot koneksi
• Fungsi aktivasinya
Jaringan syaraf mempunyai sifat dan kemampuan:
• Akuisisi pengetahuan di bawah derau (noise) dan ketidakpastian
(uncertainty)
• Representasi pengetahuan yang fleksibel
• Pemroresan pengetahuan yang effisien
Analisis jaringan syaraf atau NNA sudah banyak diterapkan untuk
melakukan prediksi dalam bidang klimatologi dan hidrologi. Lee et al. (1998) melakukan interpolasi spasial untuk menduga curah hujan harian di 367 titik
berdasarkan data curah hujan dari 100 stasiun yang terdekat di Swiss. Model
non-linier menggunakan analisis jaringan syaraf menghasilkan prediksi yang sangat
baik, sedangkan model linear di daerah yang kecil memberikan hasil prediksi
yang buruk.
Halide dan Ridd (2000) menyusun model dan melakukan prediksi
dengan menggunakan tiga set data, yaitu data curah hujan Stasiun Makassar
lokasi Nino-3,4. Teknik pemodelan yang digunakan adalah pemodelan dengan
logika fuzzy. Hasil pemodelan kemudian diterapkan untuk menentukan awal masa tanam padi
Koesmaryono et al. (2007) telah memanfaatkan model ini untuk
melakukan analisis dan prediksi curah hujan dan memanfaatkannya untuk
pendugaan produksi padi dalam rangka antisipasi kerawanan pangan di sentra
produksi pulau Jawa. Model prediksi curah hujan yang disusun tersebut memiliki
sensitivitas yang beragam, berkisar dari 0.380 di Ngale Ngawi hingga 0.848 di
Baros Serang, Model secara umum mampu menjelaskan 80-91 % keragaman data
dengan rata-rata kesalahan pendugaan 3,1-9,8 mm.
Model tersebut juga memprediksikan bahwa pada Oktober 2007 hingga
Februari-Maret 2008 terjadi peningkatan curah hujan hingga mencapai puncaknya
pada Februari atau Maret 2008. Di Subang dan Karawang, diperkirakan akhir
musim hujan 2007-2008 berada pada kondisi Normal–Atas Normal, musim
kemarau 2008 dan musim hujan akhir tahun 2008 berada pada kondisi di Atas
Normal.
2.5 Hubungan curah hujan dengan produksi padi
Curah hujan berperanan sangat penting bagi produksi padi di Indonesia,
terutama karena Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki suhu
relatif konstan sepanjang tahun sehingga praktis fluktuasi produksi padi setiap
tahunnya sangat dipengaruhi oleh kondisi curah hujan pada tahun tersebut (Levine
& Yang 2006).
Model-model empiris umumnya dapat digunakan dalam mengkaji
hubungan curah hujan dengan produksi padi, sebagaimana yang dinyatakan oleh
Sitompul (2004) bahwa model empiris hanya bekerja pada satu tingkat hierarki
dari organisasi sistem keseluruhan, dan menurunkan satu persamaan yang
menghubungkan satu komponen dengan komponen lain pada tingkat yang sama
dalam sistem tersebut. Kelebihan dari model empiris adalah lebih mudah
diturunkan dengan sedikit kendala atau dengan kata lain memerlukan input yang
Hubungan antara curah hujan dan produksi padi diperlihatkan oleh
Yamamoto et al. (2003) yang menggunakan analisis multiregresi untuk
menampilkan keterkaitan antara pola curah hujan dengan produksi padi. Dalam
penelitian tersebut luas panen dan produksi padi disajikan sebagai variabel respon.
Curah hujan rata-rata bulan Mei hingga Oktober digunakan untuk memprediksi
luas panen, sedangkan curah hujan bulan Juli digunakan untuk memprediksi hasil.
Korelasi yang didapatkan adalah masing-masing memiliki koefisien determinasi
(R2) sebesar 95 % dan 56 % untuk luas panen dan produksi padi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Levine dan Yang (2006) di beberapa
kabupaten di Indonesia juga menunjukkan adanya hubungan yang erat antara
curah hujan dengan produksi padi. Penelitian tersebut dilakukan dengan
menggunakan analisis regresi OLS (Ordinary Least Squere) yang persamaannya
untuk output produksi padi di kabupaten ke-i dan waktu ke-t adalah sebagai
berikut:
Variabel dependent Y adalah adalah log dari produksi padi dalam metrik
ton untuk kabupaten-kabupaten di Indonesia dari tahun 1953-1999. Variabel
bebas Rit adalah deviasi dari curah hujan selama 1953-1999, persamaan tersebut
juga melibatkan pengaruh dari kabupaten (μi) dan tahun ( t),sedangka it adalah
nilai tengah error. Penelitian tersebut mendapatkan bahwa peningkatan curah
hujan sebesar 10 % dari keadaan normal akan meningkatkan produksi padi
sebesar 0.4 % dari rata-rata produksinya.
Koesmaryono et al. (2007) membangun suatu model empiris antara
produksi padi dengan curah hujan tiga bulan sebelumnya di Kabupaten Serang,
Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Subang. Hasil analisis tersebut
menggambarkan hubungan yang positif antara curah hujan dengan produksi padi.,
namun model tersebut perlu dikembangkan agar menjadi model yang
III METODA PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kabupaten Subang dan Karawang yang terletak
di pesisir utara Jawa Barat. Penelitian berlangsung selama delapan bulan dimulai
dari bulan Mei 2008 hingga Desember 2008.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan penelitian ini, antara lain:
(1) Data harian curah hujan harian di Kabupaten Subang-Karawang.
(2) Data produksi dan produktivitas padi hasil pencatatan 10 tahun terakhir.
(3) Data anomali Sea surface Temperature (SST) dari NOAA.gov dan
Southern Oscillation Index (SOI) dari bmrc.com
(4) Peta-peta pendukung, meliputi peta administrasi, peta topografi/kontur dan
peta penyebaran stasiun hujan atau stasiun iklim di wilayah penelitian
(5) Seperangkat peralatan komputer, meliputi PC beserta printer, dan alat tulis
lainnya. Piranti lunak yang digunakan adalah pengolah data (MS Excel),
dan pengolah kata (MS Word)
3.3 Persiapan, pengumpulan dan entri data
Data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data curah
hujan dan data statistik pertanian serta data Anomali SST Nino 3,4 dan SOI
(Southern Oscillation Index), ditunjang dengan peta sebaran stasiun wilayah hujan
Tabel 1. Data yang dibutuhkan dalam penelitian dan perkiraan lembaga sumber data.
No. Informasi/Data/Parameter
yang dibutuhkan Sumber Data
1. Curah Hujan Harian Balitklimat, PSDA/PU Pengairan,
BMG, Dinas Pertanian.
2. Statistik Pertanian Kantor statistik, Dinas Pertanian
Kabupaten
3. Peta Wilayah hujan dan Sebaran
Stasiun Hujan Subang - Karawang Hasil Penelitian Pramudia (2008)
4. Anomali SST Nino 3,4 Download dari noaa.gov
5. Indeks Osilasi Selatan (SOI) Download dari bmrc.com
3.4. Evaluasi model prediksi curah hujan
Evaluasi terutama dilakukan terhadap model prediksi curah hujan
berdasarkan Neural Network Analysis (NNA) yang telah dibangun oleh
Koesmaryono et al. (2007). Evaluasi terutama dilakukan terhadap nilai-nilai ekstrim yang tidak dapat dijangkau oleh model. Evaluasi kesesuaian model akan
dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi, dimana regresi dengan
koefisien determinasi makin tinggi menunjukkan model tersebut makin valid.
Koesmaryono et al. (2007) membuat model prediksi curah hujan pada saat t, sebagai fungsi dari waktu/bulan (t), curah hujan pada saat t, t+1, dan t+2,
Indeks Osilasi Selatan (SOI , Southern Oscillation Index) pada saat t+3, anomali suhu permukaan laut (Sea Surface Temperature, SST) pada saat t+3, atau secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
CHt= f(t, CHt+, CHt+1, CHt+2, SOIt, SSTt)
Pengembangan model yang dilakukan dengan menambahkan beberapa
parameter input berdasarkan hasil studi literatur yang dilakukan. Pramudia (2002)
menyebutkan bahwa curah hujan di Kabupaten Subang dan Karawang secara kuat
di pengaruhi oleh anomali SST Nino 3,4 pada lag 1 dan 4. Dengan
mempertimbangkan bahwa prediksi curah hujan ini akan dipergunakan untuk
sebelumnya maka model dikembangkan untuk prediksi curah hujan empat bulan
ke depan (t+4), dan mengganti anomali SST pada lag-3 dengan lag-4.
3.5 Pewilayahan Hujan dan Penentuan Stasiun Pewakil.
Penentuan stasiun pewakil didasarkan atas hasil analisis pewilayahan
hujan yang telah dilakukan oleh Pramudia (2008). Pewilayahan dilakukan dengan
menggunakan teknik penggerombolan fuzzy dengan memperhatikan apakah
kejadian hujan berlangsung pada kondisi normal, El nino dan La nina yang
didasarkan atas historis kejadian El Nino dan La Nina selama periode 1979 – 2006
yang merujuk pada kondisi indikator nilai anomali suhu permukaan laut (anomali
SST) pada zona nino 3,4.
Analisis gerombol di wilayah pantai utara Jawa Barat menghasilkan empat
kelas curah hujan, yaitu (1) wilayah I merupakan wilayah yang memiliki
intensitas curah hujan < 1.000 mm/tahun, (2) wilayah II merupakan wilayah yang
memiliki intensitas curah hujan 1.000 – 3.000 mm/tahun., (3) wilayah III
merupakan wilayah yang memiliki curah hujan 3.000 – 3.500 mm/tahun, dan (4)
wilayah curah hujan IV adalah wilayah yang memiliki intensitas curah hujan >
3.500 mm/tahun.
Pada tahun Normal, di wilayah Pantura Jawa Barat (Subang dan
Karawang), wilayah I tersebar di tiga stasiun Kabupaten Subang. Wilayah IIA
merupakan wilayah hujan yang terluas dan menyebar di sepanjang Pantai utara
yang umumnya merupakan persawahan dan perkebunan. Wilayah IIB menyebar
di pantai Utara bagian barat hingga sekitar perkotaan Kabupaten Karawang
dengan topografi datar hingga berbukit-bukit. Wilayah IIC terdapat di wilayah
bergelombang sekitar pertengahan Kabupaten Subang (lampiran 2).
Pada tahun El Nino terjadi peningkatan wilayah I di wilayah Pantura Jawa
Barat. Wilayah I menyebar di sepanjang Pantai utara mulai dari sebelah barat
Kabupaten Karawang hingga sebelah timur Kabupaten Subang. Wilayah IIA
merupakan wilayah hujan terluas dan menyebar pada dataran rendah di Kabupaten
Karawang dan Subang yang tidak berbatasan dengan pantai utara Laut Jawa.
Wilayah IIB menyebar di sekitar pusat perkotaan Kabupaten Subang. Wilayah IIC
terdapat di wilayah pegunungan bagian selatan Kabupaten Subang. Wilayah IV
terdapat di pegunungan bagian barat daya Kabupaten Subang. Pada tahun El Nino
sebaran wilayah dengan curah hujan rendah (< 1.750 mm/tahun) menjadi lebih
luas di bandingkan tahun normal (lampiran 2).
Pada tahun La Nina sebaran wilayah dengan curah hujan rendah menjadi
lebih kecil (lampiran 2). Wilayah I menyebar di bagian timur pantai utara
Kabupaten Subang. Wilayah IIA merupakan wilayah hujan terluas dan menyebar
pada dataran rendah dan sepanjang pantai utara Kabupaten Karawang dan Subang.
Wilayah IIB terdapat di daerah dengan fisiografis bergelombang di sebelah
perkotaan Kabupaten Subang dan di beberapa kabupaten Karawang. Wilayah IIC
terdapat di daerah perbukitan bagian pertengahan dan sekitar pusat perkotaan
Kabupaten Subang. Wilayah III terdapat di wilayah pegunungan bagian selatan
Kabupaten Subang. Wilayah IV terdapat di wilayah pegunungan Kabupaten
Subang.
Berdasarkan analisis pewilayahan curah hujan tersebut dan dengan
memperhatikan peta sebaran stasiun hujan (lampiran 1), maka dipilih
masing-masing satu stasiun pewakil untuk mewakili setiap wilayah hujan. Keenam stasiun
hujan tersebut yaitu: Cigadung (stasiun pewakil wilayah I), Karawang (Stasiun
pewakil wilayah IIA), Stasiun Rawamerta (stasiun pewakil wilayah IIB), Stasiun
Subang (Stasiun pewakil wilayah IIC), Stasiun Sindanglaya (stasiun pewakil
wilayah III), stasiun Ciseuti (stasiun pewakil wilayah IV).
3.5 Model Prediksi Curah Hujan
Penyusunan model prediksi curah hujan dilakukan pada setiap stasiun
pewakil yang mewakili setiap wilayah curah hujan yang dihasilkan dari analisis
yang dilakukan Pramudia (2008). Keluaran model adalah nilai curah hujan pada
waktu (Xt+4). Terdapat dua pengembangan model yang dilakukan yaitu
pengembangan model yang menggunakan tujuh paramater sebagai data masukan
berupa nilai-nilai curah hujan pada waktu (Xt), (Xt+1), (Xt+2) dan (Xt+3), nilai SOI
(XSOI) pada saat t dan nilai Anomali SST (XASST) pada saat t. Pengembangan
delapan data masukan dengan menyertakan anomali SST pada saat t+3 sebagai
parameter input ke-8.
Data yang digunakan untuk training set bervariasi tergantung ketersediaan data, umumnya adalah data hasil pengamatan tahun 1990 -2003. Model disusun
menggunakan teknik analisis jaringan syaraf (recurrent neural network analysis, RNN), dengan menggunakan 6 – 10 simpul pada lapisan antara. Pemilihan lapisan
antara ini didasarkan atas hasil penelitian Fletcher dan Goss (1993) dalam
Kuligowski dan Baros (1998) yang menyebutkan bahwa jumlah node dalam
lapisan antara yang optimum adalah pada kisaran (2n1/2 + m) hingga (2n + 1)
dimana n adalah parameter input dan m adalah output model.
Nilai bobot awal ditetapkan secara acak melalui proses uji coba (trial and error) berdasarkan Puspitaningrum (2006) yang menyebutkan bahwa penetapan bobot awal dalam model jaringan syaraf dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik acak atau menggunakan fungsi Nguyen Widrow. Setelah proses ujicoba
didapatkan kisaran nilai bobot awal yang diharapkan mampu memberikan hasil
terbaik yaitu kedalam 4 taraf yang berbeda: 0.25, 0.5, 0.75 dan 1.0
Aturan penyelesaian formal dalam penetapan bobot atau koefisien
persamaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Langkah 1. Inisialisasi:
1a. Normalisasi data input Xi dan nilai target Tk kedalam kisaran [0 ... 1], dimana
nilai maksimum curah hujan bernilai sama dengan 1 dan nilai minimum
bernilai 0
1b. Ditetapkan nilai acak yaitu masing-masing semua pembobot wij dan vjk.
dimana wij adalah pembobot antara matrik X dengan matrik H (matrik antara
yang ’tersembunyi) dan vjk adalah nilai-nilai pembobot antara matrik H
dengan matrik Y.
Langkah 2. Tahap langkah maju ke depan; Pendugaan T dan Y:
2a. Menentukan training set untuk Xi dan Tk.
2b. Menghitung hj melalui persamaan berikut:
2c. Menghitung yk melalui persamaan berikut:
adalah curah hujan bulanan pada saat t, X3 merupakan curah hujan bulanan pada
saat t+1, X4 adalah curah hujan bulanan pada saat t+2, X5 adalah curah hujan
bulanan pada saat t+3, X6 merupakan Indeks Osilasi Selatan pada saat t dan X7
adalah anomali SST pada saat t. Model dengan delapan variabel menyertakan X8
yaitu anomali SST pada saat t+3. j akan merujuk pada urutan dalam matrik H
yaitu matrik antara yang ’tidak nampak’.
Langkah 3. Penentuan nilai galat E per tahun, Sebagai berikut:
∀E = Σp 0.5 ( tkp – ykp)2
dimana tkp = nilai target data ke-p dari training set node k, dan ykp = nilai
dugaan data ke-p dari training set node k.
Langkah 4. Proses learning atau training set untuk menentukan nilai bobot vjk dan
wij melalui iterasi dengan menggunakan fasilitas solver pada microsoft Excel
2003. Target dari proses iterasi adalah menentukan nilai Y sedekat mungkin
dengan nilai T sehingga menghasilkan galat yang mendekati nol. Proses
dihentikan jika galat pada iterasi ke- (m) dengan iterasi ke- (m-1) berselisih
0,0001.
Setelah melalui uji sensitivitas dan validasi, dan model dianggap layak
untuk digunakan, maka model tersebut akan digunakan untuk prediksi curah
hujan1-4 bulan ke depan. Validasi dilakukan dengan menggunakan data tahun
3.7 Analisis Prediksi Produksi Padi
Prediksi produksi dilakukan dengan menggunakan teknik analisis
jaringan syaraf. Curah hujan bulanan yang digunakan merupakan rata-rata dari
stasiun per kabupaten. Secara lebih jelas urutan pendugaan produksi padi dapat
dilihat dalam gambar 4 berikut.
Gambar 5. Diagram alir pendugaan produksi padi
Parameter yang digunakan dalam lapisan input dengan demikian adalah
curah hujan pada saat t (X1), curah hujan pada saat t+1 (X2), curah hujan pada saat
t+2 (X3), curah hujan pada saat t+3 (X4) untuk mendapatkan prediksi produksi
padi pada saat t+3 (Y). Model dibangun dengan menggunakan enam hingga
delapan simpul pada satu lapisan tersembunyi tunggal dan dengan tahapan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Model Prediksi Curah Hujan
4.1.1 Model Prediksi Curah Hujan di Stasiun Cigadung
Model prediksi curah hujan bulanan di Stasiun Cigadung dilakukan
dengan menggunakan data time series curah hujan pada periode 1987–1995.
Validasi dilakukan dengan menggunakan data periode 2002–2007. Secara umum
tidak diketahui dengan pasti berapa panjang optimum bagi data untuk digunakan
dalam training set pembentukan model dengan teknik neural network.
Apriyanti (2005) menggunakan data time series sepanjang 16 tahun
untuk pembangunan model ANN dalam pendugaan curah hujan di DAS Siguling,
sementara Salman (2006) menggunakan data hujan sepanjang 83 bulan (7 tahun)
untuk pembangunan model curah hujan di daerah Bongan Bali. Dengan
memperhatikan pola curah hujan dan hasil penelitian terkait tersebut maka data
stasiun Cigadung yang digunakan dalam pengembangan model ANN ini dianggap
cukup mewakili variabilitas curah hujan bulanan di stasiun tersebut.
Tabel 2 dan Tabel 3 masing-masing memperlihatkan rangkuman dan
hasil pengembangan model pendugaan curah hujan dari Stasiun Cigadung dengan
menggunakan 7 dan 8 parameter masukan, berdasarkan jumlah lapisan
tersembunyi dan tingkat bobot awal.
Penentuan model terbaik dilakukan dengan memperhatikan tampilan
model hasil training (Gambar 6). Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 dapat
disimpulkan bahwa model-model yang terbaik dengan nilai MSE pertahun paling
rendah dan nilai R2 tertinggi di stasiun ini umumnya terjadi pada penggunaan nilai
bobot awal 0,25 untuk semua jumlah simpul pada hidden layer. Akurasi yang
tinggi juga didapatkan dengan penggunaan nilai bobot awal 0,50 untuk n(X) = 7
dan n(H) = 10, dan hampir pada semua nilai bobot awal untuk n(X) = 8 dan
Tabel 2. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di Stasiun Cigadung dengan tujuh parameter input (X1-X7), tiga level simpul
lapisan tersembunyi dan empat nilai bobot awal
No Jumlah simpul
hidden layer (H) dan taraf bobot awal
Kisaran prediksi Rata-rata
error
Keterangan: rata-rata error adalah nilai MSE terhadap curah hujan maksimum.
Penggunaaan 7 parameter sebagai input/masukan terhadap model
memberikan hasil terbaik secara statistik adalah model yang menggunakan enam
dan 10 simpul pada lapisan tersembunyi, sementara pada model dengan
penggunaan 8 parameter sebagai input diperoleh hasil terbaik ditujukan oleh model dengan 10 simpul pada lapisan tersembunyi (n(H) = 10) pada setiap level
bobot awal. Model dengan prediksi yang memiliki akurasi rendah rata-rata
memiliki karakter-karakter yang hampir sama, dalam hal nilai MSE per tahun, R2,
Tabel 3. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di Stasiun Cigadung dengan delapan parameter pada lapisan input (X1-X8), tiga
level simpul lapisan antara dan empat nilai bobot awal
No Jumlah simpul
hidden layer (H) dan taraf bobot awal
Kisaran prediksi Rata-rata
error
Keterangan: rata-rata error adalah nilai MSE terhadap curah hujan maksimum.
Hasil training set pembentukan model prediksi curah hujan dengan tingkat akurasi tertinggi disajikan ringkasannya dalam Gambar 6. Penggunaan tujuh
parameter input dan 6–8 simpul hidden layer pada nilai bobot masing-masing 0,25 dan 0,50 sebenarnya telah dapat menghasilkan model yang mempunyai tingkat
akurasi yang hampir sama dengan tingkat akurasi pada model yang lebih rumit
yang menggunakan 8 parameter input dan 10 simpul di hidden layer. Model
dengan akurasi tertinggi ternyata tidak dapat memprediksi nilai-nilai curah hujan
Cigadung (1987 - 1995), X = 7, H = 6
1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995
Gambar 6. Hasil training pembentukan model prediksi curah hujan bulanan (t+4) di Cigadung dengan akurasi tertinggi
4.1.2 Model Prediksi Curah Hujan di Stasiun Karawang.
Karawang merupakan stasiun pewakil yang dipilih untuk mewakili wilayah
hujan IIA. Hasil training set pembentukan model prediksi curah hujan di stasiun Karawang disajikan dalam Tabel 4 dan 5 sementara hasil terbaik dari training set
model tersebut disajikan dalam Gambar 7.
N
1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995
al
1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995
n
1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995
n
1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995
n
1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995
Tabel 4. Rangkuman pengembangan model prediksi curah hujan di Stasiun Karawang dengan tujuh parameter input (X1-X7), tiga level simpul pada
lapisan tersembunyi dan empat nilai bobot awal yang berbeda
No Jumlah simpul
hidden layer (H) dan taraf bobot awal
Kisaran prediksi Rata-rata
error
Keterangan: rata-rata error adalah nilai MSE terhadap curah hujan maksimum.
Tabel 4 menunjukkan ada hubungan antara jumlah iterasi dengan ketelitian
model. Makin tinggi jumlah iterasi maka model akan semakin teliti. Nilai bobot
awal 0,25 memberikan prediksi yang paling akurat pada setiap tingkat lapisan
tersembunyi. Model-model yang dibentuk dengan menggunakan tujuh parameter
ini ternyata sebagian besar tidak mampu menduga nilai-nilai ekstrim tinggi yang
terjadi.
Model yang menambahkan anomali SST pada saat t+3 (X8) memberikan
prediksi yang lebih akurat pada nilai bobot awal 0,25 untuk setiap taraf simpul
lapisan tersembunyi. Model-model yang memiliki tingkat akurasi tertinggi untuk