• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY DAN KREATIVITAS TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI FISIKA SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEK MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY DAN KREATIVITAS TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI FISIKA SISWA."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BERPIKIR TINGKAT TINGGI FISIKA SISWA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

KYKY SYAFREDI NIM: 8146176008

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

ii ABSTRAK

KYKY SYAFREDI (NIM: 8146176008). Efek Model Pembelajaran Discovery Dan Kreativitas Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Siswa. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: Kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika siswa dengan model pembelajaran discovery lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional; kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika siswa dengan kreativitas di atas rata-rata lebih baik dibandingkan dengan kreativitas di bawah rata-rata; dan interaksi antara model pembelajaran dengan tingkat kreativitas dalam meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika siswa. Penelitian ini merupakan quasi eksperimen. Populasi adalah siswa SMA kelas XI IPA sebanyak sembilan kelas tahun pelajaran 2015/2016. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik cluster random class sebanyak dua kelas yaitu XI 1 dan XI 2, dimana kelas XI 1, sebagai kelas eksperimen, dibelajarkan dengan model pembelajaran discovery dan kelas XI 2, sebagai kelas kontrol, dengan pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan terdiri dari tes kemampuan berpikir tingkat tinggi dan tes kreativitas berupa tes esai serta telah dinyatakan valid dan reliabel. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan anava dua jalur. Hasil penelitian melalui analisis uji hipotesis bahwa ada perbedaan signifikan antara efek model pembelajaran, kreativitas terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Kesimpulan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika siswa menggunakan model pembelajaran discovery menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional; kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika siswa dengan kreativitas di atas rata-rata menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada siswa dengan kreativitas di bawah rata-rata; serta tidak ada interaksi antara efek model pembelajaran dan kreativitas dalam meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika siswa.

(6)

iii ABSTRACT

KYKY SYAFREDI (NIM: 8146176008). The Effect of Discovery Learning Model and Creativity on Student’s Higher Order Thinking in Physics. Thesis. Medan: Post Graduate Program, State University of Medan, 2016.

The aimed of this research to analyze : student’s high level thinking ability with discovery learning model compare to conventional learning ; Ability of high level thinking students above average better than below average category in creativity; and the interaction between the learning model with the level of creativity in increasing high level thinking skills of students. This research was a quasi-experimental research. The population were nine classes of high school class XI in 2015/2016 academic year. The sample selection was done by using random cluster of two classes of class XI 1 and XI 2, which the first class, as experiment class, which’s taught with discovery learning model and second class, as control class, with conventional learning. The research instrument consisted of higher order thinking essay test and creativity essay test and has been declared valid and reliable. Data was analyze by using two way anova. The results of research through analysis of test the hypothesis that there were significant difference between the effects of learning model, creativity in increasing high level thinking skills of students. The conclusions showed that the high level thinking skills physics students using discovery learning model have better results compared to conventional learning; the student’s higher order thinking levels in physics who had above average category in creativity was show better result than under average, and there aren’t interaction between learning model and the level of creativity in increasing student’s higher order thinking levels in physics.

Keyword: Discovery, Creativity, Higher Order Thinking

(7)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Efek Model Pembelajaran Discovery Dan Kreativitas Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Siswa”. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar magister pendidikan program studi pendidikan fisika pada program pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Selama penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini, yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana UNIMED.

2. Terkhusus pada Bapak Prof. Dr. H. Sahyar, M.S., MM dan Bapak Dr. H. Ridwan A. Sani, M.Si., selaku dosen pembimbing tesis yang telah mendampingi, membimbing, serta memotivasi penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini dengan baik sesuai yang diharapkan.

3. Bapak Prof. Dr. Nurdin Bukit, M.Si selaku narasumber I, Ibu Dr. Derlina, M.Si selaku narasumber II dan Bapak Dr. Karya Sinulingga, M.Si selaku narasumber III, dalam penyusunan tesis ini telah memberikan saran dan masukan yang membangun demi penyempurnaan tesis ini.

4. Bapak dan ibu dosen pendidikan fisika program pascasarjana Unimed yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis selama perkuliahan.

(8)

v

6. Teristimewa penulis ucapkan kepada ayahanda, ibunda dan istri, yang telah terus menerus memberikan motivasi, doa, serta kasih sayang yang tak pernah henti dalam menyelesaikan studi di program pascasarjana Unimed.

7. Teman-teman seperjuangan anggkatan 2014 Prodi Magister Pendidikan Fisika yang telah memberikan semangat, motivasi, serta waktu kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih belum sempurna, oleh karena itu masukan dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya serta bermanfaat dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan.

Medan, 2016

(9)

vi

1.6 Manfaat Penelitian………... 14

1.7 Definisi Operasional………... 15

(10)

vii

2.7.1 Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Siswa dengan Model Pembelajaran Discovery Lebih Baik dari

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ………... 61

(11)

viii

3.6.1. Instrumen Tes Kreativitas Siswa ………. 67

3.6.2. Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika ………… 67

3.7. Teknik Analisis Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ……. 68

3.7.1. Validitas ……… 68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian

4.1.3. Deskripsi Proses dan Pelakuan dalam Penelitian ………… 87

4.1.4. Hasil Postes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ……… 89

4.1.5. Uji Normalitas dan Uji homogenitas Data Postes ……….. 90

4.1.6. Deskripsi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Berdasarkan Tingkat Kreativitas ……… 91

4.1.7. Pengujian Hipotesis ………. 94

4.2. Pembahasan ………. 101

4.2.1. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Siswa dengan Model Pembelajaran Discovery Lebih Baik dari Pembelajaran Konvensional ……… 101 4.2.2 Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Siswa yang

(12)

ix

Siswa yang Memiliki Kreativitas Di Bawah Rata-Rata….... 104

4.2.3. Tidak ada Interaksi Antara Model Pembelajaran Discovery Dan Pembelajaran Konvensional dengan Tingkat Kreativitas Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Siswa ……… 106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……… 109

5.2 Saran ……….. 110

DAFTAR PUSTAKA ……….. 111

(13)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Discovery ……… 32

Tabel 2.2 Indikator Kreativitas ………... 43

Tabel 2.3 Kategori Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ……… 46

Tabel 2.4 Hasil Penelitian Yang Relevan Sesuai Model Pembelajaran Discovery ... 48

Tabel 3.1 Two Group Pretets-Postest Design ……….. 62

Tabel 3.2 Desain Penelitian ANAVA ………... 63

Tabel 3.3 Indikator Tes Kreativitas Siswa ……… 67

Tabel 3.4 Spesifikasi Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi …………. 68

Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi (r)………..……. 70

Tabel 3.6 Interpretasi Derajat Reliabilitas .……… 70

Tabel 3.7 Analisis Varians (ANAVA) Dua Jalur Rumus Untuk Jumlah Sampel Yang Sama ……….. 78

Tabel 4.1. Data Pretes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ……… 81

Tabel 4.2. Uji Normalitas Data Pretes ……….. 82

Tabel 4.3. Uji Homogenitas Data Pretes ……….. 83

Tabel 4.4. Uji Kesamaan Pretes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ……… 84

Tabel 4.5. Data Hasil Tes Kreativitas ………... 85

Tabel 4.6. Pengelompokan Siswa Berdasarkan Tingkat Kreativitas ………... 86

Tabel 4.7. Data Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ……….. 89

Tabel 4.8. Tabel Uji Normalitas Data Postes ……… 90

Tabel 4.9. Tabel Uji Homogenitas Data Postes ………. 90

Tabel 4.10. Data Postes Berdasarkan Tingkat Kreativitas ………. 91

Tabel 4.11. Data Postes Kelas Kontrol Berdasarkan Tingkat Kreativitas ……. 92

Tabel 4.12. Data Postes Kelas Eksperimen Berdasarkan Tingkat Kreativitas ... 93

Tabel 4.13. Desain Anava Dua Jalur ……….. 94

(14)

xi

(15)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1. Skema Prosedur Penelitian ………. 66 Gambar 4.1. Histogram Distribusi Normal Pretes Kelas Eksperimen …….... 82 Gambar 4.2. Histogram Distribusi Normal Pretes Kelas Kontrol …………... 83 Gambar 4.3. Tidak Ada Interaksi Antara Model Pembelajaran dan

(16)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Silabus ………..………. 116

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan-1………. 118

Lampiran 3. Bahan Ajar Pertemuan-1 ……….. 129

Lampiran 4. Lembar Kerja Siswa (LKS) Pertemuan-1 ………... 140

Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan-2………. 145

Lampiran 6. Bahan Ajar Pertemuan-2 ……….. 155

Lampiran 7. Lembar Kerja Siswa (LKS) Pertemuan-2 ………... 173

Lampiran 8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan-3……… 178

Lampiran 9. Bahan Ajar Pertemuan-3 ……….. 189

Lampiran 10. Lembar Kerja Siswa (LKS) Pertemuan-3 ………... 198

Lampiran 11. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Pre-tes dan Pos-tes ……… 202

Lampiran 12. Lembar Validasi Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi….. 207

Lampiran 13. Analisis Validitas dan Reliabilitas Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Dan Tes Kreativitas……... 211

Lampiran 14. Analisis Tingkat Kesukaran Tes ………. 213

Lampiran 15. Analisis Daya Pembeda Tes ……… 214

Lampiran 16. Kisi-kisi Tes Kreativitas Fisika ……….. 215

Lampiran 17. Rubrik Penilaian Instrumen Kreativitas ………. 220

Lampiran 18. Lembar Validasi Tes Kreativitas ……… 222

Lampiran 19. Tabulasi Data Pretes ……… 228

Lampiran 20. Tabulasi Data Tes Kreativitas ………. 230

Lampiran 21. Tabulasi Data Postes ……… 232

Lampiran 22. Tabulasi Pengelompokan Data Postes Berdasarkan Data Kreativitas ………. 234

Lampiran 23. Analisis Statistik Data Pretes ………. 236

(17)

xiv

Lampiran 25. Uji Hipotesis dengan Anava Dua Jalur dan Uji Scheffe …... 240 Lampiran 26. Dokumentasi Penelitian ……….. 243 Lampiran 27. Contoh Lembar Jawaban Kemampuan Berpikir Tingkat

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dari uraian tersebut jelas bahwa pendidikan tidak dapat lepas dari masalah

pembelajaran karena pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan.

Menurut Hamid (2014) bahwa “suatu sistem pendidikan disebut bermutu dari segi

proses dan hasil pembelajaran adalah jika proses belajar mengajar berlangsung

secara efektif dan siswa mengalami proses pembelajaran bermakna. Jadi jika

proses pembelajaran semakin efektif dan bermakna maka semakin baik hasil

belajar yang dicapai siswa”.

Guru memegang peranan penting dalam rangka meningkatkan kualitas

pembelajaran dalam hal merancang berbagai peristiwa pembelajaran. Guru

diharapkan dapat mengembangkan berbagai alternatif pendekatan dalam

pengelolaan proses belajar mengajar untuk menghasilkan suatu proses belajar

mengajar yang inovatif. Hal ini sesuai dengan prinsip pengembangan yang

terdapat di dalam Permendikbud nomor 61 tahun 2014 tentang KTSP pada

Pendidikan Dasar dan Menengah, yaitu “berpusat pada potensi, perkembangan,

(19)

kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya pada masa kini dan

yang akan datang”.

Dengan demikian proses pembelajaran akan lebih interaktif, menyenangkan

dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam mencari tahu dan

menyelesaikan masalah secara bekerjasama dan berkolaborasi. “Sehingga dapat

menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui

penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi”

(Permendikbud nomor 59 tahun 2014 Tentang Kurikulun 2013 Sekolah

Menengah Atas/Madrasah Aliyah). Hal ini merupakan salah satu upaya perubahan

yang dilakukan oleh pemerintah dengan menyesuaikan tujuan pendidikan nasional

agar insan Indonesia dapat bersaing dan cakap dalam memecahkan masalah dalam

rangka memasuki abad ke 21 yang sarat akan persaingan global dan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi yang kian pesat.

Pada kenyataannya, setelah memasuki abad ke 21, Indonesia masih

menunjukkan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah. Rendahnya

sumber daya manusia ini, salah satunya diakibatkan oleh rendahnya kualitas

pendidikan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh berbagai riset dan survey

internasional yang melibatkan Indonesia. Seperti yang dilaporkan UNESCO pada

tahun 2012 Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 negara berdasarkan

penilaian Education Development Index (EDI) atau Indeks Pembangunan

Pendidikan. Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat

kategori penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf

pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan gender, angka

(20)

Development Programme ( UNDP ) tahun 2011 juga telah melaporkan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM ) atau Human Development Index (HDI) Indonesia

mengalami penurunan dari peringkat 108 pada 2010 menjadi peringkat 124 pada

tahun 2012 dari 180 negara. Menurut Qory (2013) bahwa “pada tanggal 14 Maret

2013 naik tiga peringkat menjadi urutan ke-121 dari 185 negara”. Data ini

meliputi aspek tenaga kerja, kesehatan, dan pendidikan. Dilihat dari kasaran

peringkatnya, memang menunjukkan kenaikan, tetapi jika dilihat dari jumlah

negara partisipan, hasilnya tetap saja Indonesia tidak naik peringkat.

Rendahnya sumber daya manusia ini, salah satunya diakibatkan oleh

rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Rendahnya kualitas pendidikan dan

sumber daya manusia Indonesia juga ditunjukkan oleh berbagai riset dan survei

Internasional yang melibatkan Indonesia. Indonesia juga mengikuti survei

internasional mengenai kemampuan literasi sains dan kemampuan kognitif pada

mata pelajaran fisika yaitu PISA yang dikoordinasikan oleh OECD yang

berkedudukan di Paris, Perancis dan TIMSS yang dikoordinasikan oleh IEA yang

berkedudukan di Amsterdam, Belanda. “Skor mata pelajaran sains hasil PISA

yang diadakan pada tahun 2009 dan 2012 berturut-turut Indonesia menduduki

peringkat 60 dari 65 negara peserta (Tim PISA Indonesia) dan 64 dari 65 negera

peserta” (Mailizar, 2013). Sedangkan Hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011

berturut-turut menunjukkan bahwa “rata-rata skor pada mata pelajaran fisika berberturut-turut-berturut-turut

426 dan 397 dengan skor rata-rata internasional yaitu 500” (Martin, et al., 2012).

Terlihat bahwa dari hasil TIMSS 2007 dan 2011 untuk mata pelajaran fisika

(21)

Berdasarkan data rata-rata skor untuk domain kognitif pada konten sains

khususnya mata pelajaran fisika pada survey TIMSS pada tahun 2007 dan 2011,

“rata-rata skor siswa Indonesia untuk proses kognitif knowing (mengetahui),

applying (menerapkan) dan reasoning (penalaran) mengalami penurunan rata-rata skor berturut turut sebesar 22, 23 dan 17” (Martin, et al., 2012). Dari data tersebut

tampak bahwa nilai siswa Indonesia pada mata pelajaran fisika dari tahun ke

tahun mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir

tingkat tinggi fisika siswa rendah.

Permendikbud nomor 59 tahun 2014 Tentang Kurikulun 2013 Sekolah

Menengah Atas/Madrasah Aliyah) menyatakan bahwa:

Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang merupakan usaha sistematis dalam rangka membangun dan mengorganisasikan pengetahuan dalam bentuk penjelasan-penjelasan yang dapat diuji dan mampu memprediksi gejala alam. Dalam memprediksi gejala alam diperlukan kemampuan pengamatan yang dilanjutkan dengan menyelidikan melalui kegiatan metode ilmiah. Ilmu Fisika merupakan (1) proses memperoleh informasi melalui

metode empiris (empirical method); (2) informasi yang diperoleh

melalui penyelidikan yang telah ditata secara logis dan sistematis; dan (3) suatu kombinasi proses berpikir kritis yang menghasilkan informasi yang dapat dipercaya dan valid.

Berdasarkan uraian tersebut tampak bahwa proses pembelajaran pada mata

pelajaran fisika membutuhkan proses penyelidikan yang meliputi cara berpikir,

sikap, dan langkah-langkah kegiatan saintis seperti : observasi, pengukuran,

merumuskan menguji hipotesis, mengumpulkan data, bereksperimen, dan prediksi

(22)

Mariati (2012) berpendapat bahwa:

Kenyataannya di lapangan proses pembelajaran fisika di kelas cenderung bersifat analitis, siswa cenderung menghafal rumus namun kurang memaknai untuk apa dan bagaimana rumus itu digunakan, metode ceramah dan tanya jawab merupakan metode yang biasa digunakan oleh guru dengan urutan menjelaskan, memberi contoh, bertanya, latihan dan memberikan tugas.

Hal yang sama juga masih peneliti lakukan di salah satu SMA di Kota

Langsa, Propinsi Aceh, dimana peneliti sendiri adalah guru di sekolah tersebut.

Selama ini proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti terutama pada materi

pokok dinamika rotasi, masih menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dan

rata-rata dalam satu semester hanya sekali melakukan praktikum di laboratorium.

Hal ini disebabkan karena alat-alat praktikum fisika di sekolah tersebut tidak

memadai. Mengenai keadaan alat-alat praktikum bahwa “berdasarkan data

Balitbang Depdiknas pada 8.886 SMA Negeri/Swasta, memiliki laboratorium

IPA dengan keadaan alat/bahan lengkap 27%, dan bahan belum lengkap 73%,

penggunaan laboratorium IPA dengan frekuensi tinggi 36%, sedang 31%, rendah

33% serta yang memiliki laboran 17,72%” (Suprayitno, 2011).

Hal senada juga dinyatakan Burhan dalam Suprayitno (2011) berdasarkan

hasil pengamatan dan penelitian dilapangan bahwa “praktikum yang telah

direncanakan, sering tertunda pelaksanaannya karena beberapa bahan dan alat

yang tersedia jumlahnya kurang sesuai dengan kebutuhan kegiatannya”. Didukung

juga dengan hasil survey yang melaporkan bahwa alat dan bahan praktik IPA di

SMA/MA hanya diperagakan untuk beberapa topik saja, kondisi ini

mengakibatkan laboratorium IPA kurang efektif dan belum menunjang

peningkatan kualitas pendidikan di sekolah (Suprayitno, 2011; Kadarohman,

(23)

Sehingga pembelajaran di kelas cenderung bersifat teacher-centered yang

membuat siswa kurang memiliki peran aktif dalam proses dan pengkonstruksian

pengetahuan dalam dirinya. “Akibatnya siswa cenderung hanya menghafalkan

fakta-fakta dan konsep-konsep tanpa mengetahui bagaimana fakta dan konsep itu

terbentuk” (Irham, 2015). Dari hasil wawancara pada teman sejawat sebagai

sesama guru fisika diperoleh juga fakta bahwa guru cenderung melaksanakan

pembelajaran konvensional dengan metode ceramah dan tanya jawab dengan

sesekali melakukan demonstrasi di depan kelas.

Selanjutnya, penggunaan bahan ajar berbentuk modul yang lebih didominasi

oleh rumus – rumus praktis dan kumpulan soal-soal ditambah dengan buku teks

yang diperoleh dari penerbit dimana bahan ajar tersebut belum mengajak siswa

untuk menemukan penerapan yang sebenarnya. Hal ini membuat rendahnya hasil

belajar fisika siswa dibuktikan dengan ujian formatif yang dilakukan terhadap

siswa pada materi pokok dinamika rotasi tahun pelajaran 2012/2013 terdapat 75%

dan pada tahun pelajaran 2013/2014 mengalami penurunan menjadi 73% siswa

yang tidak tuntas KKM dan harus diremedial. Hasil tersebut, menunjukkan bahwa

kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika siswa masih rendah, karena tidak

diaktifkan selama kegiatan pembelajaran.

Sejalan dengan temuan di atas, maka ditemukan juga permasalahan

mengenai kreativitas siswa. Hasil tes kreativitas yang dilakukan pada awal

semester ganjil di kelas XI IPA – 1 tahun pelajaran 2015/2016 diperoleh bahwa

51% siswa memiliki nilai kreativitas di atas rata-rata dan 49% siswa memiliki

nilai kreativitas di bawah rata-rata. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kreativitas

(24)

bersumber dari pelaksanaan pembelajaran konvensional di sekolah yang bersifat

transfer pengetahuan dari guru ke siswa dan menyebabkan siswa kurang aktif

dalam proses dan pengkonstruksian pengetahuan. Hal ini didukung oleh

pernyataan bahwa “ pembelajaran konvensional melibatkan cakupan konteks dan

hafalan dari siswa; tidak melibatkan siswa dalam berpikir kreatif dan partisipasi

dalam kegiatan kreatif serta membuat siswa pasif di kelas” (Ahmad & Mahmood,

2010; Khalid & Azeem, 2012).

Berdasarkan fakta di atas, diperlukan perubahan serta inovasi dalam

kegiatan pembelajaran guna meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi

siswa. Peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi ini dalam proses

pembelajaran merupakan suatu upaya yang penting dilakukan. Hal ini sesuai

dengan tujuan dari pendidikan nasional menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu “untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

“Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses berpikir yang

kompleks” (Resnick, 1987; Ramirez & Ganaden, 2008; Tan & Halili, 2015).

Menurut Ramirez & Ganaden (2008) dalam studinya bahwa “proses kognitif

yang melibatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu proses menganalisis,

mengevaluasi dan mencipta yang dideskripsikan oleh Anderson & Krathwohl

(2001)”. Adapun perbedaan berpikir tingkat tinggi dengan pengajaran rutin,

(25)

(1) Berpikir tingkat tinggi tidak rutin / tidak sepenuhnya diketahui sebelumnya, sedangkan pengajaran rutin bersifat rutin / hasil direncanakan terlebih dahulu; (2) Berpikir tingkat tinggi bersifat kompleks, sedangkan pengajaran rutin tujuannya jelas; (3) Berpikir tingkat tinggi menghasilkan beberapa solusi/sudut padang, sedangkan pengajaran rutin menghasilkan satu solusi; (4) Berpikir tingkat tinggi melibatkan ketidakpastian, sedangkan pengajaran rutin mencari kepastian; (5) Berpikir tingkat tinggi melibatkan proses belajar bermakna, sedangkan pengajaran rutin guru yang melakukan; (6) Berpikir tingkat tinggi menilai usaha dan hasil, sedangkan pengajaran rutin hanya menilai hasil (Fisher dalam Tan & Halili, 2015).

Untuk melakukan pembelajaran berpikir tingkat tinggi, dibutuhkan peran

aktif mengajar dengan penekanan pada pemantauan dan mempertahankan

keterlibatan nyata dari semua siswa (Tobin, at al., dalam Ramirez dan Ganaden,

2008). Keterlibatan siswa ini dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

berpikir tingkat tinggi setelah diterapkannya program pembelajaran berdasarkan

pengalaman dan pegamatan (experiential learning program) (Fisher, at al., 1998).

Dalam proses pembelajaran ini siswa melakukan penyelidikan mereka sendiri dan

guru mendorong siswa untuk menjadi anggota aktif dan kreatif dalam kelompok

belajar (Jackson, 2000).

Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa aktif adalah model

pembelajaran discovery. Model pembelajaran ini melibatkan siswa aktif untuk

mengembangkan keterampilan tingkat tinggi guna membangun pemahaman yang

mendalam tentang konsep-konsep utama (Castronova, 2014). Hal senada juga

ditemukan bahwa discovery learning melibatkan siswa dalam proses berpikir

tingkat tinggi (King, et al., 2012; Joolingen, 1999; Holmes & Hoffman, 2000;

(26)

Selanjutnya, berpikir tingkat tinggi melibatkan berbagai proses berpikir

yang diterapkan pada situasi yang kompleks dan memiliki beberapa variabel

(King, et al., 2012). Hal ini didukung dengan temuan bahwa penerapan discovery

learning harus mempertimbangkan domain yang kompleks agar siswa terlibat dalam proses penemuan (Joolingen & De Jong, 1997; Bravo, et al., 2002; Swaak,

et al., 2004; Joolingen, et al., 2004).

Djiwandono (2002) menyatakan bahwa :

Discovery learning merupakan salah satu model pengajaran menurut teori kognitif yang berpengaruh dari Jerome Bruner. Bruner berpendapat bahwa “peranan guru harus menciptakan situasi, dimana siswa dapat belajar sendiri dari pada memberikan suatu paket yang berisi informasi atau pelajaran kepada siswa”. Selanjutya, Bruner menyarankan siswa harus belajar melalui kegiatan mereka sendiri dengan memasukkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dimana mereka harus didorong untuk mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen dan membiarkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip bagi mereka sendiri.

Pernyataan tersebut didukung dengan temuan bahwa discovery learning

meningkatkan proses belajar mandiri dimana peserta didik membentuk ide-ide

baru atau konsep baru berdasarkan pengetahuan melalui proses sendiri (Joolingen

, 1999; Jew, 2008; Tran, et al., 2014).

Selain itu, ada beberapa keuntungan penting dari discovery learning

menurut Gelstrap dan Martin dalam Djiwandono (2002) yaitu :

(27)

Model pembelajaran discovery ini telah diteliti oleh beberapa peneliti

sebelumnya, dengan hasil sebagai berikut : (1) Alat kognitif berbasis discovery

learning sebagai instrumen yang mendukung pembelajaran yang berfungsi sebagai penghubung kecerdasan siswa, sehingga dapat mendukung keterlibatan

proses berpikir tingkat tinggi siswa (Joolingen, 1999); (2) Discovery Learning

dapat meningkatkan keterlibatan dan relevansi konten untuk siswa dalam

pembelajaran berbasis kasus; belajar insidental; belajar dengan menjelajahi;

belajar dengan refleksi; dan pembelajaran berbasis simulasi, yang dapat

melibatkan siswa dalam proses berpikir tingkat tinggi (Holmess & Hoffman,

2000); (3) Kolaborasi siswa dalam proses discovery learning berdampak positif

terhadap pengetahuan tingkat tinggi siswa (Gijlers & De Jong, 2004); (4)

Collaborative discovery learning of Model design dapat membantu siswa

memecahkan domain yang memiliki masalah kompleks selama siswa belajar

mendesain kegiatan sendiri dalam kelompok (Bravo, et al., 2002); (5) Sulastri, et

al., (2014) menemukan bahwa “hasil penelitian yang merujuk pada hasil uji t

diperoleh simpulan bahwa “terdapat perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi

antara penerapan model discoverylearning dan pembelajaran konvensional”. Dari

beberapa hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

discovery berpengaruh terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Vahlia, et al., (2013) menyatakan bahwa “pembelajaran di kelas tidak hanya

dipengaruhi model pembelajaran saja, namun tingkat kreativitas juga diduga

mempengaruhi hasil belajar siswa”. Hal senada juga dikatakan oleh Hanggara, et

(28)

adalah kreativitas”. Hal ini disebabkan karena kreativitas itu diperlukan untuk

menghadapi perubahan-perubahan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan.

Menurut Abu Hamid dalam Vahlia, et al., (2013) berpendapat bahwa:

Dalam kegiatan belajar anak golongan kreatif lebih mampu menemukan masalah dan mampu memecahkan masalah”. Secara universal anak mempunyai tingkat kreativitas yang berbeda-beda, ada yang sudah mempunyai tingkat kreativitas yang tinggi namun ada juga yang masih rendah.

Kreativitas berhubungan dengan proses discovery dan pengalaman dengan

discovery meningkatkan kreativitas dengan mendorong siswa untuk memanipulasi lingkungan dan menghasilkan ide-ide baru (Treffinger dalam Fasko, 2010). Hal

senada juga dinyatakan bahwa discovery learning mendorong penciptaan

pengetahuan kreatif (Jew, 2008). Hal ini didukung dengan temuan bahwa

discovery learning dapat mengembangkan kreativitas siswa (Gholamian, 2013; Vahlia, et al., 2013; Tran, et al., 2014; Rudyanto, 2014).

Selanjutnya, menurut Vahlia et al. (2013) bahwa “kreativitas siswa

mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam mengoptimalkan proses berpikir

siswa”. Kreativitas melibatkan berpikir divergen dan konvergen untuk

menghasilkan ide-ide baru, mampu menghubungkan peristiwa yang tidak terkait,

mengenali makna secara kebetulan, dan menghasilkan solusi yang baik,

proses-proses ini berikaitan dengan berpikir tingkat tinggi (King, et al., 2012). Hasil

pengamatan ditemukan bahwa terdapat hubungan antara kegiatan keatif dengan

berpikir tingkat tinggi (Tan & Halili, 2015; Davis dalam Ramirez & Ganaden,

2008). Didukung juga oleh temuan bahwa kreativitas berhubungan secara

signifikan dengan prestasi akademik (Karnes dalam Fasco, 2000; Munandar,

(29)

Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang

signifikan skor rata-rata tes kemampuan berpikir tingkat tinggi antara kelas

dengan pembelajaran melalui kegiatan kreatif dan kelas tanpa pembelajaran

kreatif (Ramirez & Ganaden, 2008). Hal ini sesuai dengan pernyataan Getzels &

Jackson dalam Slameto (2010) bahwa “siswa yang tinggi tingkat kecerdasannya

tidak selalu menunjukkan tingkat kreativitas yang tinggi, dan banyak siswa yang

tinggi tingkat kreativitasnya tidak selalu tinggi tingkat kecerdasanya”.

Memperhatikan pentingnya kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika siswa

serta kelebihan dari model pembelajaran discovery dan kreativitas siswa. Maka

pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Efek Model Pembelajaran Discovery Dan Kreativitas Terhadap

Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Siswa”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latarbelakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa

masalah yaitu :

1. Rata-rata skor internasional pada matapelajaran fisika mengalami penurunan,

dari hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011.

2. Pembelajaran fisika di kelas cenderung menggunakan metode ceramah dan

tanya jawab, sehingga pembelajaran lebih bersifat teacher-centered yang

membuat siswa kurang memiliki peran aktif dalam proses dan

pengkonstruksian pengetahuan dalam dirinya.

3. Penggunaan bahan ajar yang lebih didominasi oleh rumus – rumus praktis dan

soal-soal, sehingga tidak mengajak siswa untuk menemukan penerapan yang

(30)

4. Proses pembelajaran fisika di kelas cenderung bersifat analitis, siswa

cenderung menghafal rumus namun kurang memaknai untuk apa dan

bagaimana rumus itu digunakan.

5. Alat-alat praktikum di sekolah tidak memadai.

6. Proses pembelajaran fisika di sekolah belum menggunakan model

pembelajaran discovery untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat

tinggi siswa.

7. Adanya perbedaan kreativitas yang dimiliki oleh siswa.

8. Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada mata pelajaran fisika masih

rendah.

1.3. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang diuraikan di atas dan disebabkan adanya

keterbatasan waktu, dana, tenaga, dan perlu dilakukan penelitian secara lebih

mendalam, maka penelitian ini dibatasi pada : (1) model pembelajaran discovery,

(2) kreativitas , dan (3) kemampuan berpikir tingkat tinggi.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang diuraikan di atas,

maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Apakah kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika siswa menggunakan model

pembelajaran discovery lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional ?

2. Apakah kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika siswa yang memiliki kategori

(31)

3. Apakah ada interaksi model pembelajaran discovery dan pembelajaran

konvensional dengan kreativitas terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi

fisika siswa ?

1.5.Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah dan

rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis yang mana lebih baik kemampuan berpikir tingkat tinggi

fisika siswa menggunakan model pembelajaran discovery dengan

pembelajaran konvensional.

2. Untuk menganalisis yang mana lebih baik kemampuan berpikir tingkat tinggi

fisika siswa yang memiliki kategori kreativitas di atas rata-rata dengan

kreativitas di bawah rata-rata.

3. Untuk menganalisis interaksi model pembelajaran discovery dan

pembelajaran konvensional dengan kreativitas terhadap kemampuan berpikir

tingkat tinggi fisika siswa.

1.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan agar

peneliti lebih terampil dalam menggunakan model pembelajaran

(32)

b. Bagi siswa, dapat membangun pengalamannya sendiri melalui

kegiatan penyelidikan atau proses ilmiah.

c. Bagi guru, dapat dijadikan alternatif pembelajaran sehinga

diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran fisika.

d. Bagi sekolah, sebagai kontribusi dalam meningkatkan kinerja guru

fisika yang ada disekolah tersebut.

2. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan acuan, perbandingan dan masukan untuk

mengembangkan penelitian sejenis dengan menggunakan model

pembelajaran discovery dan konsep yang berbeda.

b. Sebagai kontribusi dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan

untuk mengembangkan variabel-variabel yang berperan dalam

meningkatkan peran model pembelajaran.

1.7. Defenisi Operasional

Untuk memperjelas istilah dalam penelitian ini maka dibuat suatu defenisi

operasonal sebagai berikut :

1. Model pembelajaran discovery menurut Veermans (2003) adalah sebuah

model pembelajaran konstruktivis yang berhubungan dengan hasil dan proses

penemuan pengetahuan melalui fase orientatiton, hypothesis generation,

hypothesis testing, dan conclusion.

2. Kreativitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kreativitas yang

dikemukakan Munandar (2012) bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk

(33)

memadukan informasi yang tampaknya tidak berhubungan dan mencetuskan

solusi-solusi baru atau gagasan-gagasan baru yang menunjukkan kelancaran

(fluency), kelenturan (flexibility), orisinalitas (originality) dan elaborasi dalam

berpikir.

3. Kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi berdasarkan proses-proses kognitif

yang dikemukakan oleh taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson

dan Krathwohl (2001), yaitu kemampuan menganalisis, mengevaluasi dan

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian dan pembahasan maka dapat

diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika siswa yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran discovery dan pembelajaran

konvensional pada mata pelajaran fisika. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji

anava dua jalur dengan perolehan nilai F hitung sebesar 29.76 lebih besar dari

F tabel sebesar 4.001, dengan nilai signifikansi 0.000 < 0.05. Ini berarti bahwa

kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika siswa dengan model pembelajaran

discovery lebih baik dari pada pembelajaran konvensional.

2. Ada perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika pada kelompok siswa

dengan kreativitas di atas rata-rata dan kelompok siswa dengan kreativitas di

bawah rata-rata. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji anava dua jalur dengan

perolehan nilai F hitung sebesar 5.123 lebih besar dari F tabel sebesar 4.001,

dengan nilai signifikansi 0.027 < 0.05. Ini berarti bahwa kemampuan berpikir

tingkat tinggi fisika siswa dengan kreativitas di atas rata-rata lebih baik dari

pada siswa dengan kreativitas di bawah rata-rata.

3. Tidak ada interaksi antara model pembelajaran discovery dan pembelajaran

konvensional dengan tingkat kreativitas dalam mempengaruhi kemampuan

berpikir tingkat tinggi fisika siswa. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji anava dua

jalur dengan perolehan nilai F hitung sebesar 0.189 lebih kecil dari F tabel

yaitu 4.001 dengan nilai signifikansi sebesar 0.665 > 0.05. Ini berarti bahwa

(35)

kreativitas tidak berperan baik pada penerapan model pembelajaran discovery

maupun pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir tingkat

tinggi fisika.

1.2. Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan penelitian ini, maka peneliti

memiliki beberapa saran untuk menerapkan model pembelajaran discovery

sebagai berikut :

1. Pendidik hendaknya dapat menerapkan model pembelajaran discovery dengan

memperhatikan bahan ajar, alat dan bahan yang diperlukan dalam

mengoptimalkan pelaksanaan model pembelajaran ini.

2. Model pembelajaran discovery efektif dan agar dijadikan sebagai alternatif

model pembelajaran yang diterapkan di sekolah untuk meningkatkan

kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika.

3. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengalokasikan waktu lebih banyak

sehingga pelaksanaan penelitian dengan model pembelajaran discovery lebih

optimal.

4. Penerapan model pembelajaran discovery tidak harus dilihat kreativitas

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Zaheer & Mahmood, Nasir. 2010. Effects of Cooperative Learning vs. Traditional Instruction on Prospective Teachers’ Learning Experience and

Achievement. Journal of Faculty of Educational Science, 43(1): 151-164.

Anderson, L.W. & Krathwohl, D. R. 2001. Kerangka Landasarn Untuk

Pembelajaran, Pengajaran, dan asesmen. Terjemahan oleh Agung

Prihanto. 2010. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. 2015. Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arinawati. E., Slamet. Y., & Chumdari. Tanpa tahun. Pengaruh Model

Pembelajaran Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika

Ditinjau Dari Motivasi Belajar. Tidak diterbitkan. Surakarta: PGSD FKIP

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Arends, R. I. 2007. Learning To Teach. Terjemahan oleh Helly Prajitno & Sri

Mulyantini. 2008. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Balim, Ali Gunay. 2009. The Effects of Discovery Learning on Students’ Success

and Inquiry Learning Skills. Eurasian Journal of Educational Research,

35: 1-20.

Bolandifar, S & Noordin, N. 2013. Investigating The Relationship Between

Creativity and Academic of Malaysian Undergraduates. Jurnal Teknologi

(Social Sciences), 65(2): 101-107.

Bravo, Crescencio., Redondo, Miguel A., Ortega, Manuel., and Verdejo, M. Felisa. 2002. Collaborative Discovery Learning Of Model Design.

Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2363: 671-680.

Bruner, J. 1997. On Knowing (Essays For The Left Hand). Cambridge & London:

The Belknap Press of Harvard University Press.

Brookhart, S. M. 2010. How To Assess Higher-Order Thinking Skills In Your

Classroom. Virginia USA: ASCD Alexandria.

Craft, A. 2005. Creativity in Schools: Tensions and dilemmas. New York:

Routledge, Taylor & Fracis Group.

Castronova, Joyce . A. 2014. Discovery Learning for the 21st Century: What is it

and how does it compare to traditional learning in effectiveness in the 21st

Century. Valdosta.edu, 1(1): 1-12.

(37)

Deta, U.A., Suparmi & Widha, S. 2013. Pengaruh Metode Inkuiri Terbimbing dan Proyek, Kreativitas, serta Keterampilan Proses Sains Terhadap Hasil

Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 9(2013): 28-34.

Fasco, Daniel. Jr. 2001. Education and Creativity. Creativity Research Journal,

3(4): 317-327.

Fisher, N., Gerdes, K., Logue, T., Smith, L. & Zimmerman, I. (1998). Improving

Students’Knowledge and Attitudes of Science Through The Use of

Hands-on Activities. Disertasi. Chicago: Saint Xavier University Sky Light

Training & Publishing Field-Based Masters Program.

Gholamian, Ali. 2013. Studying The Effect Of Guided Discovery Learning On Reinforcing The Creative Thinking Of Sixth Grade Girl Students In Qom

During 2012-2013 Academic Year. Journal Of Applied Science And

Agriculture, 8(5): 576-584.

Gijlers, Hannie., De Jong, Ton. 2005. The Relation Between Prior Knowledge and

Students’ Collaborative Discovery Learning Processes. Journal Of

Research In Science Teaching, 42(3): 264-282.

Gimin. 2009. Perbedaan Pengaruh Metode Pembelajaran Eksperimen Model SEQIP dan Konvensional Terhadap Hasil Belajar IPA Ditinjau Dari Kreativitas Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Surakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.

Hamid, A. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: Unimed.

Hanggara., Budiyono dan Suyono. 2013. Eksperimentasi Model Pembelajaran

Problem Based Instruction, Inkuri Terbimbing Dan Konvensional Pada Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau Dari Kreativitas Siswa

SMP Negeri Se- Kabupaten Blora. Tidak diterbitkan. Surakarta: Program

Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.

Holmes, Tracy Bicknell and Hoffman, Paul Seth. 2000. Elicit, Engagge,

experience, Explore: Discovery Learning In Library Instruction. University

of Nebraska - Lincoln, 5(1): 313-322.

Jainuri, M. (2012). Pembelajaran Konvensional. Academia.edu, hlm 1-3.

Jew, Shalin Hai. 2008. Scaffolding Discovery Learning Spaces. MERLOT

Journal of Online Learning and Teaching, 4(4): 533-548.

Joolingen, Wouter. V. 1999. Cognitive Tools For Discovery Learning.

International Journal Of Artificial Intelligence In Education, 10: 385-397.

Joolingen. V, Wouter . R & De Jong, Tan. 1997. An Extended Dual Search Space

Model Of Scientific Discovery. Instructional Science, 25: 307-346.

(38)

Online Learning Environment for Collaborative Scientific Discovery

Learning. Computer In Human Behavior, 21: 671-688.

Joyce, Bruce., Weil, Marsha., & Calhoun, Emily. 2009. Models of Teaching.

Terjemahan oleh Achmad Fawaid & Ateilla Mirza. 2011. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Kadarohman, Asep. 2007. Manajemen Laboratorium IPA. Makalah disajikan

pada Rapat Koordinasi Program STEP-2 di Bandung, Departemen Agama Republik Indonesia, Bandung, 8-10 Mei.

Khalid, Abida & Azeem, Muhammad. 2012. Constructivist Vs Traditional:

Effective Instructional Approach in Teacher Educationa. International

Journal of Humanities and Social Science, 2(5): 171-177.

King, FJ., Goodson, Ludwika., Rohai, Faranak. 2012. Higher Order Thinking

Skill. Florida: Center for Advancement of Learning and Assessment,

Florida State University.

Kresma, Eka Nella. 2014. Perbandingan Pembelajaran Konvensional Dan Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Titik Jenuh Siswa Maupun

Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika. FKIP- Universitas

Katolik Widya Mandala Madiun, 1(1): 152-164.

Kemdikbud. 2013. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning).

Jakarta: Kemdikbud.

Kemdikbud. 2014. Permendikbud RI No. 59 Tahun 2014: Kurikulum 2013

SMA/MA. Jakarta: Kemdikbud.

Kluge, A. 2011. Interaction Design and Science Discovery Learning in The Future

Classroom. Universitetsforlaget, Nordic Journal of Digital Literacy, 6(03):

157-173.

Mailizar. 2013. PISA 2012: Pembelajaran Untuk Indonesia. Wordpress, hlm 1-2.

Mariati, P.S. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Berbasis Problem

Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi Dan Pemahaman

Konsep Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 8: 52-160.

Martin, M.O., Mullis I.V.S., Foy, Pierre., & Stanco, G. M. 2012. TIMSS 2011

International Results in Science. Boston Colledge: TIMSS & PIRLS

International Study Center.

Munandar, Utami. 2012. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Nami, Yaghoob., Marsooli, Hossein & Ashouri, Maral. 2014. The Relationship

Between Creativity And Academic Achievement. Procedia-Social and

Behavior sciences, 114(2014): 36-39.

(39)

Ramadhani, I. 2015. Efek Model Pembelajaran Berbasis Proyek Dengan Strategi Think Talk Write Dan Kreativitas Ilmiah Terhadap Kemampuan Berpikir

Tingkat Tinggi Fisika SMA Negeri 1 Babalan. Tesis tidak diterbitkan.

Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

Ramirez, Rachel Patricia B. & Ganaden Mildred S. (2008). Creative Activities

and Students’ Higher Order Thinking Skills. Education quarterly, 66(1):

22-33.

Resnick, L. B. 1987. Education and Learning to Think. Washington, D.C:

National Academy Press.

Riaz, M.N. 1989. Creativity and Psychological Differentiation In High and Low

Achieving Science Students. Pakistan Journal Of Psychological Research,

4(3-4): 81-92.

Rudyanto, H. E. 2014. Model Discovery Learning Dengan Pendekatan Saintifik

Bermuatan Karakter Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif.

Tidak diterbitkan. Madiun: Program Studi PGSD IKIP PGRI Madiun.

Sani, R. A. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sebayang, S.R. 2015. Efek Model Pembelajaran Discovery dan Pemahaman

Konsep Awal Terhadap Hasil Belajar fisika SMA. Tesis tidak diterbitkan.

Medan: Program Pascasarjana UNIMED.

Stave, K. A. 2011. Using Simulations for Discovery Lerning about Enviromental

Accumulations. Proceedings of the 29th International Conference of the

System Dynamics Society Washington DC, Washington, DC, July 24-28, 2011.

Sudjana, N. 2014. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Sukiman. 2012. Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta: Insan Madani.

Sulasti, Indrowati. M., & Nurmiyati. 2014. Perbandingan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Antara Penerapan Model Discovery Learning dengan Memanfaatkan Potensi Ekosistem Pesisir dan Pembelajaran Konvensional

pada Siswa Kelas X SMAN 1 Tanjungsar. FKIP UNS, 1(1): 1 - 9.

Suprayitno, Totok. 2011. Pedoman Pembuatan Alat Peraga Fisika Untuk SMA.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Svinicki, Marilla D. 1998. A Theoretical Foundation For Discovery Learning. The

(40)

Swaak, J., De Jong, Ton., & Joolingen van, Wouter R. 2004. The Effects of Discovery Learning and Expository Instruction on The Acquisition of

Definitional and Intuitive Knowledge. Journal of Computer Assisted

Learning, 20: 225-234.

Tan, Shin .Y., Halili, Siti. H. 2015. Effective Teaching Of Higher-Order Thinking

(HOT) In Education. The Online Journal Of Distance Education and

e-Learning, 3(2): 41-47.

Tim PISA Indonesia.2011. Survei Internasional PISA. Kemdikbud: Badan

Penelitian dan Pengembangan.

Thompson, Tony. 2008. Mathematics Teachers’ Interpretation Of Higher-Order

Thinking In Bloom’s Taxonomy. International Electronic Journal Of

Mathematics Education, 3(2): 1-14.

Tim TIMSS Indonesia.2011. Survei Internasional PISA. Kemdikbud: Badan

Penelitian dan Pengembangan.

Thomas, Glyn. 2007. Skill Intruction In Outdoor Leadership: A Comparison Of A

Direct Instruction Model And A Discovery-Learning Model. Australian

Journal Of Outdoor Education, 11(2): 10-18.

Tran, Trung., Nguyen, Ngoc-Giang., Bui, Minh-Duc., Phan, Anh-Hung. 2014. Discovery Learning With The Help of GeoGebra Dynamic Geometry

Software. International Journal of Learning, Teaching and Educational

Research, 7(1): 44-57.

Vahlia, I., Murdiyana & Sutrima. 2013. Eksperimen Model Pembelajaran

Discovery Dan Group Investigation Terhadap Prestasi Belajar

Matematika Ditinjau dari Kreativitas Siswa. Tidak diterbitkan. Surakarta:

Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.

Veermans, Koen. (2003). Intelligent Support For Discovery Learning.

Netherlands: Twente University Press.

Veermans, Koen., Joolingen, Wouter Van., De Jong, Ton. (2006). Use Heuristics to Facilitate Scientific Discovery Learning in a Simulation Learning

Environment in a Physics Domain. International Journal of Science

Education, 28(4): 341-361.

Yee, M. H., Yunos, Jailani Md., Othman, Widad., Hassan, Razali., Tee, Tze

Kiong., Mohamad, Mimi Mohaffyza. (2012). The Needs Analysis of

Learning Higher Order Thinking Skilss for Generating Ideas.

Gambar

Tabel 4.16. Hasil Uji Scheffe ………………………………………………….. 99
Gambar 3.1. Skema Prosedur Penelitian …………………………………….     66

Referensi

Dokumen terkait

Rajitha Senaratne, *Poonam Khetrapal Singh Ministry of Health, Nutrition and Indigenous Medicine, Government of Sri Lanka, Colombo , Sri Lanka (RS); and WHO Regional Offi ce

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa iradiasi ion Ar + pada dosis antara 1 × 10 16 ion/cm 2 sampai 5 × 10 17 ion/cm 2 dapat meningkatkan sifat listrik (dalam hal ini

Adapun metode pengujian Internal Combustion Engine yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara mengamati kerja yang dihasilkan oleh Internal Combustion

18-10-2013 Konsep Bagi Hasil Bidang Industri dalam Ekonomi Islam 25-10-2013 Konsep Bagi Hasil Bidang Perdagangan dalam Ekonomi Islam 01-11-2013 Konsep Bagi Hasil Bidang Jasa dalam

PENGARUH PENGENDALIAN INTERN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGELOLAAN DANA ZAKAT PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT (LAZ) DI KOTA

Koentjoroningrat memberi batasan yang dimaksud dengan pranata sosial adalah sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi menurut pola resmi

KERJA LEBIH MASA PANGGILAN KHAS.. Nama Pegawai yang

Sequence Diagram Kelola Pelanggaran Siswa Terlambat oleh Guru Piket