1
HUBUNGAN JENIS KELAMIN DAN ASUPAN PURIN
DENGAN KADAR ASAM URAT PADA LANSIA DI
POSYANDU PEDULI INSANI MENDUNGAN DESA PABELAN
KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1
pada Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
RINI
J 310 120 004
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
HUBUNGAN JENIS KEAMIN DAN ASUPAN PURIN DENGAN KADAR ASAM URAT PADA LANSIA DI POSYANDU PEDULI INSANI MENDUNGAN DESA PABELAN KECAMATAN KARTASURA
KABUPATEN SUKOHARJO
Abstrak
Jenis kelamin berpengaruh pada kadar asam urat karena pengaruh hormon estrogen. Asupan purin yang tinggi dapat meningkatkan kadar asam urat dikarenakan produk akhir dari metabolisme purin berupa asam urat dengan bantuan enzim xantin oksidase. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dan asupan purin dengan kadar asam urat pada lansia di Posyandu Peduli Insani Mendungan Desa Pabelan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional dengan melibatkan 67 lansia. Pengambilan sampel menggunakan teknik Simple Random Sampling. Data jenis kelamin didapatkan dengan formulir karakteristik responden, data asupan purin didapatkan dengan Food Frequecy Questionnairesemi kuantitatif dan kadar asam urat didapatkan dengan cara pengambilan sampel darah vena dengan menggunakan metode spektrofotometer. Analisis hubungan jenis kelamin dengan kadar asam urat menggunakan Chi Square, sedangkan asupan purin dengan kadar asam urat menggunakan PearsonProduct. Dua puluh tujuh (96.40%) lansia berjenis kelamin perempuan memiliki kadar asam urat tinggi dan dua puluh enam (92.90%) lansia memiliki asupan purin tinggi dengan kadar asam urat tinggi. Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan jenis kelamin dan asupan purin dengan kadar asam urat pada lansia, dengan nilai pvalue 0.003 dan0.001.
Kata Kunci: Asam Urat, Lansia, Jenis Kelamin, Asupan Purin
Abstracts
Gender may effect the level of uric acid due to the influence of the estrogen hormone. High purine intake can increase the uric acid levels since the final product of purine metabolism is in the form of uric acid catalized by the enzyme xanthine oxidase. To determine the relationship of gender and purine intake with the uric acid levels of elderly at Posyandu Peduli Insani Mendungan Pabelan Kartasura Sukoharjo. The research was an observasional study with cross sectional approach. Sixty-seven elderly were recruited using Simple Random Sampling technique. A questionnaire was used to measure respondent characteristics. The data of purine intake were obtained using semi-quantitative Food Frequency Questionnaire and uric acid levels were analyzed by spectrophotometer using venous blood. The relationship between gender and uric acid levels using Chi Square test, while purine intake and uric acid levels using Pearson Product Moment test. Twenty-seven (96.40%) female elderly have high uric acid levels and 26 (92.90%) elderly have high purine intake with high uric acid levels. The result of correlation test indicated that there is a relationship between gender and purine intake and the uric acid levels of elderly, with p value 0.003 and 0.001 respectively.
2
1. PENDAHULUAN
Peningkatan taraf kesehatan pada masyarakat di Indonesia, berakibat usia harapan hidup meningkat sehingga jumlah kelompok usia lanjut bertambah. Usia harapan hidup ini sebagai salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat di Indonesia. Populasi lansia dikategorikan sebagai usia tidak produktif, sehingga memerlukan perhatian khusus karena penurunan kesehatan dan masalah asupan gizi (Badriah, 2011).
Manusia lanjut usia akan mengalami penurunan sistem imun dan kemampuan untuk melawan infeksi juga semakin sulit dilakukan. Kondisi ini dapat semakin memburuk akibat asupan gizi yang tidak adekuat (Sharlin dan Edelstein, 2015). Proses menua menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, psikologis, sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan. Permasalahan kesehatan disebabkan karena pada lansia mengalami kemunduran sel-sel, kelemahan organ dan kemunduran fisik sehingga menimbulkan kerentanan terhadap penyakit, selain itu lansia juga mengalami perubahan biokimiawi yang terlihat pada peningkatan kadar kolesterol, kadar asam urat, penurunan berbagai enzim dan syaraf (Suardiman, 2011).
Angka kejadian hiperurisemia pada masyarakat Indonesia belum ada data yang pasti namun, survei epidemologik yang dilakukan di Jawa Tengah atas kerjasama WHO-COPCORD terhadap 4.683 sampel berusia antara 15-45, didapatkan prevalensi artritis gout sebesar 24.30%. Penelitian yang dilakukan di kecamatan Gajah Mungkur Semarang terjadi peningkatan ke jadian artritis gout sebesar 17.26% pada tahun 2011 (Diantari dan Candra, 2013). Data lansia yang memeriksakan kadar asam urat di Posyandu Peduli Insani didapatkan hasil 13.33% yang mempunyai kadar asam urat tinggi.
Asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin. Purin (adenin dan guanin) merupakan kontituen asam nukleat. Perputaran purin terjadi secara terus-menerus didalam tubuh seiring dengan sintesis dan penguraian DNA dan RNA, walaupun tidak ada asupan purin akan tetap terbentuk asam urat dalam jumlah substansial. Asam urat disintesis terutama di hati oleh enzim xantin oksidase (Kurniawan, 2015).
Asupan Purin dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah, hal tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Setyoningsih (2009) pada pasien rawat jalan RSUP Dr.Kariadi Semarang bahwa terdapat hubungan asupan purin dengan kadar asam urat dalam darah, purin dalam bahan makanan memiliki kandungan dan bioavailabilitas yang berbeda-beda, selain itu perubahan purin menjadi asam urat juga tergantung pada selularitas dan aktifitas transkripsi serta metabolik seluler bahan makanan tersebut.
2. METODE
Jenis penelitian adalah observasional dengan metode pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada 1-3 Agustus 2016 di Posyandu Peduli Insani Mendungan, sebelum dilakukan pengambilan data, penelitian ini dinyatakan lolos etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan No:286/B.1/KEPK-FKUMS/VI/2016. Pengambilan sampel dengan sistem Simple Random Sampling yaitu dengan cara undian. Dari 217 populasi yang tersebar, terlebih dahulu membuat gulungan kertas diberi nama responden kemudian dikocok, diambil 67 gulungan dan dibuka. Nama yang tertera merupakan sampel penelitian. Analisis bivariat menggunakan uji Chi Square
dan uji Pearson Product Moment.
2.1 Jenis Kelamin
Pengambilan data jenis kelamin didapatkan dari formulir karakteristik responden dengan wawancara secara langsung pada lansia, kategori jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan.
2.2 Asupan Purin
Pengambilan data asupan purin dengan wawancara langsung pada lansia menggunakan form
FFQ oleh peneliti. Data FFQ yang didapatkan, selanjutnya dilakukan perhitungan asupan purin per hari dan perhitungan jumlah asupan purin berdasarkan pada tabel daftar bahan makanan yang mengandung purin. Hasil perhitungan jumlah asupan purin dikategorikan menjadi cukup (≤620.50 mg/hari) dan tinggi (>620.50 mg/hari) (Setyoningsih, 2009).
2.3 Kadar Asam Urat
Pengambilan data kadar asam urat dilakukan dengan cara pengambilan sampel darah vena. Pengukuran kadar asam urat menggunakan metode spektrofotometer yang dilakukan oleh petugas Laboratorium Klinik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan surat keterangan No:01/LK/VIII/2016, kategori kadar asam urat yaitu normal (laki-laki ≤7 mg/dL dan perempuan ≤6 mg/dL) dan tinggi (laki-laki >7 mg/dL dan perempuan >6 mg/dL) (Wahyuningsih, 2013).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Lansia Kelompok Lanjut 16 41.00 12 42.90 28 41.80
Total 39 100 28 100 67 100
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 5 12.80 7 25.00 12 17.90
Pendidikan Dasar 33 84.60 20 71.40 53 79.10
Pendidikan Lanjut 1 2.60 1 3.60 2 3.00
Total 39 100 28 100 67 100
Pekerjaan
Bekerja 24 61.50 17 60.70 41 61.20
Tidak Bekerja 15 38.50 11 39.30 26 38.80
Total 39 100 28 100 67 100 distribusi responden berdasarkan karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Lansia di Posyandu Peduli Insani Mendungan
Karakteristik Responden Kadar Asam Urat Total
Sumber: Data Primer Bulan Agustus 2016
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 67 lansia di Posyandu Peduli Insani Mendungan. Berdasarkan Tabel 1 Hasil penelitian ini responden pada lansia kelompok dini (55-64 tahun) dengan kadar asam urat tinggi sebesar 50.00%. Responden dengan tingkat pendidikan dasar yang memiliki kadar asam urat tinggi sebesar 71.40%. Berdasarkan pekerjaan, menunjukkan bahwa responden yang bekerja memiliki kadar asam urat tinggi sebesar 60.70%. Berdasarkan status gizi, responden status gizi lebih dengan kadar asam urat tinggi sebesar 64.30%.
3.1 Jenis Kelamin, Asupan Purin dan Kadar Asam Urat Lansia
Tabel 2. Distribusi Asupan Purin dan Kadar Asam Urat Lansia di Posyandu Peduli Insani perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 602.99±314.44 yang berarti sebagian besar lansia memiliki asupan purin yang cukup. Menurut Setyoningsih (2009) asupan purin dikategorikan cukup apabila ≤620.50 mg/hari dan dikategorikan tinggi apabila >620.50 mg/hari. Nilai minimum dari jumlah asupan purin sebesar 173.90 mg/hari. Hal tersebut dikarenakan responden hanya mengkonsumsi sedikit makanan yang mengandung sumber purin dan usia yang sudah tua mempengaruhi responden untuk lebih memilih jenis bahan makanan dan mengurangi makan-makanan yang mengandung purin agar tidak terjadi masalah kesehatan seperti kadar asam urat yang tinggi. Nilai maksimum jumlah asupan purin 1384.90 mg/hari. Hal tersebut dikarenakan responden mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung purin dalam jumlah yang lebih banyak seperti jamur kuping 1xseminggu (17.80 g/hari), ikan teri segar 5-6x/minggu (21.40 g/hari), daun mlinjo 5-6x/minggu (89.20 g/hari), daging ayam dengan kulit 2-4x/minggu (32.10 g/hari), air kaldu 2-4x/minggu (85.70 g/hari), tempe 2-3x/hari (150 g/hari) dan tahu 2-3x/hari (250 g/hari). Berdasarkan penelitian pada usia lanjut terdapat hubungan yang signifikan antara asupan purin dengan penyakit arthritis gout (Nengsi, Bahar dan Salam, 2014).
6
Tabel 3. Distribusi Kategori Jenis Kelamin, Asupan Purin dan Kadar Asam Urat Lansia di Posyandu Peduli Insani Mendungan perempuan 79.10% dan lansia perempuan yang memiliki kadar asam urat tinggi 96.40%. Hasil penelitian ini didapatkan jumlah asupan purin kategori cukup 53.70% lebih besar dibandingkan dengan kategori tinggi 46.30%, lansia yang memiliki asupan purin tinggi dengan kadar asam urat tinggi sebanyak 92.90%. Jenis kelamin laki-laki memiliki risiko lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Hasil penelitian ini kadar asam urat tinggi lebih banyak ditemukan pada perempuan hal ini disebabkan pada laki-laki tidak memiliki hormon estrogen, sedangkan pada perempuan memiliki hormon estrogen yang berfungsi sebagai uricosuric agent, yaitu suatu bahan kimia yang berfungsi membantu eksresi asam urat lewat ginjal (Setyoningsih, 2009).
Tabel 4. Distibusi Jenis Bahan Makanan yang Dikonsumsi Berdasarkan Sumber Purin pada Lansia di Posyandu Peduli Insani Mendungan
Sumber Purin* Konsumen Persentase Rata-Rata Purin Frekuensi
(%) (g/hari)* *
Ikan teri segar 50 74.62 4.84 19.89 1-3x/bulan
Daun mlinjo 56 83.58 18.23 66.75 1-3x/bulan
Ikan sarden 44 65.67 3.29 13.12 1-3x/bulan
Hati ayam 56 83.58 6.91 16,79 1x/minggu
Daging ayam dengan kulit 67 100.00 20.69 36.21 2-4x/minggu
Daging ayam tanpa kulit 57 85.07 7.80 11.83 1x/minggu
Ikan kakap 55 82.08 6.01 9.61 1-3x/bulan
* Sumber purin diurutkan berdasarkan jumlah kandungan purin yang paling tinggi. **Rata-rata konsumsi (g/hari) berdasarkan jumlah lansia yang mengkonsumsinya.
Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan bahwa bahan makanan sumber purin yang tingkat konsumen paling tinggi yaitu daging ayam dengan kulit, tempe dan tahu dengan persentase 100.00%. Responden mengkonsumsi daging ayam dengan kulit sebanyak 2-4x/minggu sebesar 20,69 gram/hari. Setiap hari semua responden mengkonsumsi tempe dan tahu dengan frekuensi 2-3x/hari sebanyak 101.00 gram/hari untuk tempe dan 123.70 gram/hari untuk tahu.
Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk kedalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein (Wahyuningsih, 2013). Menurut Murray, Granner dan Rodwell (2006) purin yang terkandung dalam bahan makanan akan diubah menjadi asam urat. Konsumsi bahan makanan yang mengandung purin tinggi merupakan salah satu faktor resiko kadar asam urat meningkat (Choi
et al, 2004).
3.4. Hubungan Jenis Kelamin dan Asupan Purin dengan Kadar Asam Urat
8
Tabel 5. Distribusi Hubungan Jenis Kelamin dengan Kadar Asam Urat
Jenis Kelamin Kadar Asam Urat Total p* value
Normal Tinggi
N % N % N %
Laki-Laki 13 33.30 1 3.60 14 20.90 0.003
Perempuan 26 66.70 27 96.40 53 79.10
Total 39 100 28 100 67
*= Hasil uji analisis Chi-Square
Tabel 6. Disribusi Hubungan Asupan Purin dengan Kadar Asam Urat
Variabel Mean SD P* value r
Asupan Purin (mg/hari) 590.17 298.93 0.001 0.69
Kadar Asam Urat (mg/dL) 5.68 1.15
* = Hasil uji analisis Pearson Product Moment
Berdasarkan Tabel 5, hasil penelitian yang dilakukan pada lansia di Posyandu Peduli Insani Mendungan Desa Pabelan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo menggunakan uji
Chi Square menunjukan hasil bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kadar asam urat pada lansia (p=0.003). Kadar asam urat yang tinggi pada umumnya banyak menyerang pada laki-laki. Kadar asam urat pada perempuan tidak meningkat sampai setelah menopause karena hormon estrogen membantu meningkatkan eksresi asam urat melalui ginjal. Peningkatan kadar asam urat pada perempuan akan meningkat setelah menopause. Kadar asam urat juga akan meningkat seiring bertambahnya usia (Price dan Wilson, 2006). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Setyoningsih (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hiperurisemia pada pasien rawat jalan RSUP Dr. Kariadi Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar asam urat yang tinggi lebih banyak ditemukan pada responden berjenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan karena pada usia lanjut perempuan telah mengalami menopause sehingga hormon estrogen menurun dan dapat mempengaruhi meningkatnya kadar asam urat. Hormon estrogen ini berfungsi sebagai uricosuric agent, yaitu suatu zat kimia yang berfungsi membantu eksresi asam urat melalui ginjal. Mekanisme uricosuric agent dalam eksresi asam urat adalah menghambat URAT1 (urate trasporter-1) dari lumen ke sel tubular proksimal pada saat pengaturan keseimbangan cairan elektrolit (Elisabet dan Choi, 2008).
Berdasarkan Tabel 6, Hasil penelitian yang dilakukan pada lansia di Posyandu Peduli Insani Mendungan Desa Pabelan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo menggunakan uji
Pearson Product Moment menunjukan hasil bahwa ada hubungan antara asupan purin dengan
kadar asam urat pada lansia (p=0.001). Kekuatan hubungan ditunjukkan dengan nilai r atau
Pearson Correlation sebesar 0.69. Hal ini berarti hubungan bersifat kuat. Tanda positif menunjukkan hubungan bersifat searah.
hiperurisemia pada suku Bali di daerah pariwisata pedesaan. Purin yang terdapat dalam bahan makanan, terdapat dalam asam nukleat yang berupa nukleoprotein (Ian, 2012). Ketika bahan makanan yang mengandung purin ini dikonsumsi, maka didalam usus asam nukleat ini akan dibebaskan dari nukleoprotein oleh enzim pencernaan. Selanjutnya, asam nukleat dipecah menjadi purin dan pirimidin. Purin akan membentuk adenosin, yang kemudian dideaminasi oleh adenosin deaminase (ADA) membentuk inosin. Inosin dan guanosin selanjutnya dipecah dengan memotong basa purin dari gula ribosa menghasilkan ribosa 1-fosfat, hipoxantin dan guanin secara berurutan dengan bantuan enzim purin nukleosida fosforilase. Guanin dideaminasi membentuk xantin, sedangkan hipoxantin dioksidasi membentuk xantin oleh enzim xantin oksidase. Tahap akhir dari penguraian purin pada manusia dilakukan oleh enzim
xantin oksidase. Xantin selanjutnya dioksidasi lagi oleh xantin oxidase membentuk asam urat (Murray, Granner dan Rodwell, 2006). Studi epidemiologi menunjukkan bahwa bebrapa faktor makanan dapat meningkatkan risiko peningkatan kadar asam urat seperti alkohol, makanan kaya purin dan makanan laut (Kienhorst et al, 2014).
4. PENUTUP
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Posyandu Peduli Insani Mendungan Desa Pabelan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin lansia di dominasi oleh perempuan 79.10%. Rata-rata asupan purin lansia sebesar 590.17 mg/hari dan 53.70% lansia memiliki persen asupan dalam kategori cukup. Rata-rata kadar asam urat lansia sebesar 5.68mg/dL. Kadar asam urat tinggi banyak ditemukan pada perempuan 40.30% dengan asupan purin tinggi 38.80%. Ada hubungan jenis kelamin dan asupan purin dengan kadar asam urat pada lansia di Posyandu Peduli Insani Mendungan Desa Pabelan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.
DAFTAR PUSTAKA
Badriah, DL. 2011. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: PT Refika Aditama.
Choi, HK., Atkinson, K., Karlson, EW., Willett, W., Curhan, G. 2004. Purine Rich Foods, Dairy and Protein Intake, and the Risk of Gout in Men. The New England Journal of Medicine. 2004;350:11.
Diantari, E dan Candra, A. 2013. Pengaruh Asupan Purin dan Cairan Terhadap Kadar Asam Urat Wanita Usia 50-60 Tahun di Kecamatan Gajah Mungkur Semarang. Journal of Nutrition College. 2013;2:3-22.
10
Hensen, TRP. 2007. Hubungan Konsumsi Purin Dengan Hiperurisemia pada Suku Bali di Daerah Pariwisata Pedesaan. FK Unud.
Ian, DKH. 2012. Sinopsis Biokimia. Terjemahan: Winarsi Rudiharso. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.
Kienhorst, LBE., Janssens, HJEM., Janssen, M. 2014. Gout A Clinical Overview and its Association with Cardivascular Diseases. World Journal of Rheumatology. 2014;4:3
Kurniawan, FB. 2015. Kimia Klinik: Praktikum Analisis Kesehatan. Jakarta: EGC.
Lina, N dan Stiyono, A. 2014. Analilis Kebiasaan Makan yang Menyebabkan Peningkatan Kadar Asam Urat. Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia. 2014;10:2.
Murray, RK., Granner, DK., Rodwell, VW. 2006.Biokimia Harper. Alih bahasa: Brahm U. Jakarta: EGC.
Price, SA dan Wilson, LM. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC
Setyoningsih, R. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hiperurisemia pada Pasien Dr.Kariadi Semarang. Skripsi. Semarang:Fakultas Kedokteran UNDIP.
Sharlin, J dan Edelstein, S. 2015. Gizi dalam Daur Kehidupan. Alih bahasa: Kristianto, Y dan Tampubolon, AO. Jakarta: EGC.