• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Lampu Light Emitting Diode (Led) Sebagai Pemikat Ikan Pada Perikanan Bagan Petepete Di Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Lampu Light Emitting Diode (Led) Sebagai Pemikat Ikan Pada Perikanan Bagan Petepete Di Sulawesi Selatan"

Copied!
190
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

PENGEMBANGAN LAMPU

LIGHT EMITTING DIODE

(LED)

SEBAGAI PEMIKAT IKAN PADA PERIKANAN

BAGAN PETEPETE DI SULAWESI SELATAN

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan Lampu

Light Emitting Diode (LED) sebagai Pemikat Ikan pada Perikanan Bagan Petepete di Sulawesi Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Muhammad Sulaiman NIM C461100031

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD SULAIMAN. PENGEMBANGAN LAMPU LIGHT EMITTING DIODE (LED) SEBAGAI PEMIKAT IKAN PADA PERIKANAN BAGAN PETEPETE DI SULAWESI SELATAN. Dibimbing oleh MULYONO S. BASKORO, AM AZBAS TAURUSMAN, SUGENG HARI WISUDO dan ROZA YUSFIANDAYANI.

Perkembangan alat tangkap yang menggunakan cahaya di Indonesia terus berkembang dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Alat tangkap bagan perahu (boat liftnet) yang pengoperasiannya menggunakan lampu meningkat dari tahun 2008 sebanyak 12 520 unit menjadi 13 120 unit pada tahun 2010 dan kenaikan alat tangkap jaring angkat di Sulawesi Selatan tahun 2011-2012 sebesar 5.95%. Data statistik tersebut menunjukkan besarnya energi yang digunakan untuk menghasilkan cahaya dalam pengoperasian bagan, belum termasuk lampu yang dioperasikan di kapal purse seine yang juga menggunakan cahaya dalam pengoperasinya.

Teknik penangkapan ikan dengan alat tangkap bagan di Kabupaten Barru masih menggunakan lampu merkuri. Lampu jenis ini membutuhkan energi listrik yang cukup besar, umur pendek dan bahannya mengandung logam berat. Salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan energi listrik yang besar ini dapat digunakan jenis lampu hemat energi. Jenis lampu yang hemat energi, umur panjang, radiasi panas rendah, dan tahan terhadap guncangan adalah lampu Light Emitting Diode (LED). Teknologi lampu LED ini terus berkembang dan telah digunakan di berbagai bidang ilmu dan kegiatan manusia termasuk bidang penangkapan ikan.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis sistem perikanan bagan petepete di Kabupaten Barru; (2) menganalisis kelayakan penggunaan lampu LED pada perikanan bagan petepete di Kabupaten Barru; dan (3) mengembangkan strategi penerapan lampu LED pada perikanan bagan petepete di Sulawesi Selatan. Operasi penangkapan bagan petepete dilaksanakan di perairan Kabupaten Barru, Selat Makassar, Sulawesi Selatan. Secara geografis operasi penangkapan dua unit bagan petepete berada pada posisi 4°22'48.7"-4°33'47.8" Lintang Selatan dan 119°25'05.0"-119°33'42.7" Bujur Timur. Kedua bagan petepete dioperasikan pada kedalaman 25-50 meter dengan jarak dari pantai 3-11.5 mil laut. Pengamatan lapang dilakukan 50 trip mulai dari bulan Oktober-Sepember 2012 dan April-Mei 2013.

Bagan petepete di Kabupaten Barru mempunyai perbedaan tahapan proses pengoperasian penangkapan dengan bagan perahu lainnya (bagan rambo). Perbedaannya yaitu, bagan rambo melakukan setting bersamaan dengan penyalaan lampu di sore hari, sedangkan bagan petepete setting dilakukan sebelum pemadaman lampu terluar dan bagan rambo tidak bisa berlindung pada saat cuaca buruk, serta tidak dapat dipindahkan mencari daerah tangkapan baru jika hasil

hauling pertama tidak memuaskan.

(5)

langka dan dilindungi tertangkap. Berat ikan tertangkap dari bagan yang menggunakan lampu merkuri lebih baik dari bagan yang menggunakan lampu LED, namun nilai ekonomi tangkapan secara statistik tidak berbeda.

Nilai Return Cost Ratio (R/C Ratio) sebesar 1.26 yang berarti setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar 1.26 rupiah. Nilai Return of Investment (ROI) sebesar 39.71 yang berarti setiap investasi sebesar Rp 100 akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 39.71. Nilai Payback of Period (PP) sebesar 2.52 berarti waktu pengembalian modal selama 2.52 tahun.

Tingkat keramahan lingkungan penggunaan lampu LED pada bagan petepete secara keseluruhan berada pada kisaran ramah lingkungan. Keberlanjutan penggunaan lampu LED pada bagan apung berkelanjutan karena semua kriteria keberlanjutan terpenuhi.

Lampu LED layak secara teknis, ekonomis, keberlanjutan, dan keramahan lingkungan digunakan sebagai alat bantu penangkapan ikan pada perikanan bagan petepeta. Secara teknis lampu LED lebih efisien 48%, secara finansial lebih ekonomis 26% dibandingkan dengan penggunaan lampu merkuri. Tingkat keberlanjutan dan keramahan lingkungan lampu LED adalah berkeberlanjutan dengan nilai 15, dan ramah lingkungan dengan nilai 24.

Kegiatan yang perlu dilakukan untuk menerapkan lampu LED yaitu sosialisasi kepada nelayan, lembaga pemerintah tekait dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) tentang ampu LED sebagai alat bantu penangkapan ikan yang efektif dan efisien untuk meningkatkan produktivitas bagan petepete, program penggunaan lampu LED dilakukan secara bertahap, pelatihan teknis kepada nelayan tentang penerapan lampu LED, mengembangkan koperasi nelayan untuk penyediaan lampu LED dan suku cadang lainnya, dan pogram bantuan atau permodalan dan teknologi dalam penerapan lampu LED.

(6)

SUMMARY

MUHAMMAD SULAIMAN. Development Lamp of Light Emitting Diode (LED) as Artificial Lighting on Petepete Liftnet in South Sulawesi. Supervised by MULYONO S. BASKORO, AM AZBAS TAURUSMAN, SUGENG HARI WISUDO and ROZA YUSFIANDAYANI.

Development of lights-equipped fishing gears in Indonesia has been growing rapidly and even more significant in recent years. The use of boat liftnet as fishing gears, which applying light lamps to attract fish has increased from 12,520 units in 2008 to 13,120 units in 2010, statistically. This growth have been increasing the percentage of boat liftnet operation in South Sulawesi within the period of 2011-2012 for 5.95%. This statistic data showed the amount of energy used to produce light during the operation liftnet, not including lights operated on purse seiner which also uses light in its operations.

In Barru District, the fishing technique with boat liftnet (‘bagan petepete’ is the local name) still use the mercury lamps to attract the fish. This lights has been considered unfriendly environmental criteria due to the fact that it relatively required a huge amount of energy (electricity), short lifetime, and contains heavy metal in its raw material. Thus, an alternative technology to reduce consumption of electricity energy for boat liftnet fisheries is urgently needed. One of alternative solution is to applying an energy-saving, longer lifetime, lower heat radiation and shock resistance type of light lamps, which is called Light Emitting Diode (LED) technology. This LED technology is still developing for further used and is expected to be used widely, including fishing gears technology.

The main objective of this research is to: (1) analyze the current system of petepete boat liftnet fisheries in Barru district; (2) analyze the feasibility of LED lamps for boat liftnet petepete fisheris in Barru district; and (3) develop a grand strategy in applying LED lamps technology to petepete liftnet fisheries in South Sulawesi waters.

Fishing operation of the petepete liftnet was carried out in Barru district waters, as part of Makassar Strait, South Sulawesi. Two units of boat liftnet petepete was operated at 4o22'48.7" to 4°33'47.8" South and 119° 25'05.0" to 119°33'42.7" East. Both liftnet were operated at 25-50 meters water depth with distance of 3-11.5 nautical mile from the Barru coastal lines. There were 50 trips of fishing conducted from October to September 2012 and April to May 2013 during this study.

There were some different operating techniques between petepete liftnet compared to other bigger boat liftnet (e.g. “Bagan Rambo” the local name) as following. First, the setting in petepete boat lifnet was conducted before the external lights were dimmed, while the bagan Rambo is contrary technique.. Second, the bagan rambo cannot move individually to find shelter during the bad weather condition or simply to find new fishing ground when the catch of previous hauling is not satisfactory.

(7)

resulted more caught then LED, however it was economically not significantly different.

The Return Cost Ratio (R/C Ratio) was 1.26, meaning that for each one Rupiah spending, resulting in products that worth IDR 1.26. The Return of Investment (ROI) value was 39.71 which indicated that for every investment of IDR100 will return back profit of IDR 39.71. The indicator of Payback Period (PP) was 2.52, mean that the capital being invested can be fully paid back in 2.52 years. Overall the use of LED lamp for petepete liftnet was considered environmental friendly. Sustainability of the use of the petepete liftnet was assessed

as “sustained” fishing since all sustainability criteria has been fulfilled.

LED lamp is evaluate feasible in term of fishing technic, economy, sustainability, and environment parameters as fish attracting device for liftnet petepete fisheries. Technically it was more efficient than mercury lamp of 48% and 26% financially. The parameter of sustainability and environmental friendly were indicated a sustainability criteria with score of 24 and 15, respectively.

LED lamp was feasible and fulfill all the criteria to apply for liftnet petepete fisheries. In order to introduces and disseminate this LED technology to fishermen some programs need to be done previously, such as socialization to fishermen, related government agencies, NGOs (Non-Government Organizations), particularly about technical aspect of LED lamp as supporting equipment for liftnet fishing gear of petepete. It was also suggested that a program to apply LED lamp in liftnet boat should be include a training program to fishermen on its proper application. Also a support system should be developed to help fishermen to easily access the provision of LED lamps and its spare parts through a cooperative management system and available funding facility and technology support in applying LED lamp to the liftnet boat fisheries.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap (TPT)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

PENGEMBANGAN LAMPU

LIGHT EMITTING DIODE

(LED)

SEBAGAI PEMIKAT IKAN PADA PERIKANAN

BAGAN PETEPETE DI SULAWESI SELATAN

(10)

Ujian Tertutup Penguji luar komisi:

1 Dr Ir Ronny Irawan Wahyu, MPhil 2 Prof Dr Ir John Haluan, MSc Sidang Promosi Terbuka

Penguji luar komisi:

(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September-November 2013 dan bulan April-Mei 2014 ini ialah light fishing, dengan judul Pengembangan Lampu Light Emitting Diode (LED) sebagai Pemikat Ikan pada Perikanan Bagan Petepete di Sulawesi Selatan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc, Dr Am Azbas Taurusman, SPi MSi, Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, Msi, dan Dr Roza Yusfiandayani, SPi selaku pembimbing, serta Dr Ir Ronny Irawan Wahyu, MPhil dan Prof Dr Ir John Haluan, MSc yang telah banyak memberi saran pada ujian tertutup, demikian juga Dr Suharyanto, SPi MSi dan Prof Dr Ir John Haluan, MSc pada Sidang Promosi Terbuka.

Ungkapan terima kasih terutama disampaikan kepada Ayahanda H Baso Mustari (Alm.) dan ibunda Yasseng (Alm.) atas segala limpahan kasih sayang dan doa serta siraman iman yang diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan studi. Istri tercinta Ruswati Widyastuti, SPi, ananda Muhammad Alief Alfaridzi, dan Muhammad Afindito Dzulkarnain yang selalu memberikan dukungan dan doa serta pengertiannya selama penulis menuntut ilmu, hasil yang telah dicapai kupersembahkan kepada kalian, terima kasih serta seluruh keluarga, atas segala doa, pengertian dan kasih sayangnya. Mertua H Yermin Parenrengi, BE dan Dra Hj Kartia Kati serta keluarga besar yang telah memberikan dorongan dan doa selama penulis menempuh pendidikan.

Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada Dr Ir Budy Wiryawan, MSc selaku Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Prof Dr Ir Mulyono Sumitro Baskoro, MSc selaku Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap yang senantiasa memberikan dorongan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan disertasi ini, seluruh Dosen dan Administrasi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa studi lanjut BPPS di Institut Pertanian Bogor, Direktur dan Ketua Jurusan Penangkapan Ikan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep yang telah memberikan izin melanjutkan studi doktor di IPB, Ketua Bappeda, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan dan staf Kabupaten Barru, Dr Ir Muh Ali Yahya, MSi, Adam SPi MSi, Salman, SPi MSi, Ir Sultan Alam, MSi, dan semua teman sejawat dosen dan teknisi serta administrasi Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

(14)

Subiran, H Ishak Iskandar, drg Asrul, dr Ilyas yang banyak membantu selama menempuh pendidikan, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan disertasi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(15)

DAFTAR ISI

2 SISTEM PERIKANAN BAGAN PETEPETE DI KABUPATEN BARRU

PPROVINSI SULAWESI SELATAN 9

3 KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS, KERAMAHAN

LINGKUNGAN DAN KEBERLANJUTAN PENGGUNAAN LAMPU

LED DI BAGAN PETEPETE 29

4 STRATEGI PENERAPAN LAMPU LED PADA PERIKANAN BAGAN

(16)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan konsumsi daya dengan intensitas cahaya antara lampu

LED dan lampu merkuri 7

2 Waktu yang dibutuhkan pada masing-masing aktivitas operasi bagan petepete di Perairan Barru Selat Makassar Sulawesi Selatan 27 3 Kenaikan suhu dalam °C dari beberapa tingkat kedalaman dan jenis

perairan berbeda sejalan dengan absorbsi 1000 Ccal/cm2 33 4 Kriteria dan skor dalam analisis tingkat keramahan lingkungan 38 5 Kriteria dan skor dalam analisis keberlanjutan perikanan bagan

petepete yang menggunakan lampu LED 39

6 Waktu kedatangan, jarak dari sumber pencahayaan dan aktifitas ikan secara horizontal dengan menggunakan side scan sonar colour 47 7 Waktu kedatangan, jarak dari sumber pencahayaan dan aktifitas ikan

secara vertikal dengan menggunakan side scan sonar colour 50 8 Distribusi berat dan nilai hasil tangkapan lampu LED dan merkuri

hubungannya dengan waktu hauling 57

9 Jenis dan berat hasil tangkapan selama penelitian 58 10 Jenis dan nilai hasil tangkapan selama penelitian 58 11 Peubah masuk/keluar persamaan dengan peubah tak bebas berat hasil

tangkapan dengan lampu merkuri 60

12 Ringkasan model prediksi parameter oseanografi terhadap berat hasil

tangkapan dengan lampu merkuri 61

13 Anova parameter oseanografi terhadap berat hasil tangkapan dengan

lampu merkuri 61

14 Koefisien parameter oseanografi terhadap berat hasil tangkapan

dengan lampu merkuri 62

15 Peubah yang masuk/keluar persamaan dengan peubah tak bebas berat

hasil tangkapan dengan lampu LED 62

16 Ringkasan model prediksi parameter oseanografi terhadap berat hasil

tangkapan dengan lampu LED 63

17 Anova parameter oseanografi terhadap berat hasil tangkapan dengan

lampu LED 63

18 Koefisien parameter oseanografi terhadap berat hasil tangkapan

dengan lampu LED 64

19 Tes perbandingan berpasangan berat hasil tangkapan antara lampu

merkuri dengan LED 65

20 Perbandingan berpasangan harga hasil tangkapan antara lampu

merkuri dengan LED 65 sumber lampu hasil tangkapan dominan (kg/lumen) selama penelitian 68 24 Nilai jenis ikan per jumlah cahaya tampak yang dipancarkan oleh

(17)

25 Biaya tidak tetap usaha perikanan bagan petepete berdasarkan lampu

yang digunakan 70

26 Biaya tetap usaha perikanan bagan petepete berdasarkan lampu yang

digunakan 70

27 Komponen pendapatan usaha perikanan bagan petepete berdasarkan

lampu yang digunakan 71

28 Komponen pendapatan usaha perikanan bagan petepete berdasarkan lampu yang digunakan (skenario pertama genset LED lebih kecil) 71 29 Komponen pendapatan usaha perikanan bagan petepete berdasarkan

lampu yang digunakan (skenario 2 jumlah lampu yang sama) 71 30 Analisis kelayakan usaha perikanan bagan petepete yang

menggunakan lampu merkuri dan LED 72

31 Analisis kelayakan usaha perikanan bagan petepete yang menggunakan lampu merkuri dan LED (skenario pertama genset LED

lebih kecil) 72

32 Analisis kelayakan usaha perikanan bagan petepete yang menggunakan lampu merkuri dan LED dengan jumlah lampu yang

sama (skenario 2) 72

33 Kriteria dan skor tingkat keramahan lingkungan bagan petepete

menggunakan lampu LED 73

34 Kriteria dan skor tingkat keberlanjutan bagan petepete menggunakan

lampu LED 73

35 Matriks Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats 89 36 Hasil identifikasi komponen dan faktor-faktor SWOT 90

37 Matriks Internal Factor Analysis Summary 91

38 Matriks Eksternal Factor Analysis Summary 92

39 Analisis strategi menggunakan matriks Strengths, Weaknesses,

Opportunities, and Threats 93

40 Strategi dan arah kebijakan penerapan lampu LED sebagai alat bantu

penangkapan ikan 94

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian 8

2 Tampak atas dan samping badan kapal bagan petepete 11

3 Tampak atas rangka bagan 12

4 Tampak depan tiang dan kawat penyangga 12

5 Tampak samping tiang dan kawat penyangga 13

6 Pola penopang (tempat mengikat) kabel sleng pada rangka bagan 13 7 Tampak atas perletakan waring pada bingkai waring 14 8 Tampak depan perletakan waring pada bingkai waring 14 9 Tampak samping perletakan waring pada bingkai waring 15

10 Bentuk waring pada seperti kelambu terbalik 15

11 Tampak atas, “Y” dan “Z” roller bingkai waring 16

(18)

13 Tampak atas, “Y” dan “Z” roller jangkar 17

14 Tampak atas, “Y” dan “Z” roller tali arus 17

15 Tampak atas, “Y” dan “Z” roller penarik waring 18

16 Tampak perletakan roller di atas bagan 18

17 Tampak samping cadik 19

18 Tampak bagian-bagian cadik 19

19 Tampak penampang cadik 20

20 Konstruksi jangkar 20

21 Tahapan pemadaman lampu merkuri pada bagan petepete 24 22 Tahapan pemadaman lampu LED pada bagan petepete 24 23 Proses operasi penangkapan ikan pada bagan petepete 26 24 Pengukuran intensitas cahaya satu unit lampu LED dan lampu merkuri

di darat (Wisudo et al. 2002) 31

25 Pengukuran intensitas cahaya satu unit lampu LED dan lampu merkuri

di laut 31

26 Pengukuran intensitas cahaya di atas bagan yang menggunakan lampu

LED dan lampu merkuri 31

27 Iluminasi cahaya lampu merkuri dan lampu LED di laboratorium 41 28 Pola Iluminasi cahaya lampu merkuri 250 watt dan lampu LED 80 watt

di perairan tepat di bawah lampu 42

29 Distribusi iluminasi cahaya pada bagan petepete yang menggunakan

lampu LED 80 watt 43

30 Jenis ikan yang tidak teridentifikasi pada saat lampu dinyalakan 3-5

menit selama penelitian 44

31 Pola kedatangan ikan secara horizontal saat lampu LED masih

menyala semua 45

32 Pola kedatangan ikan secara horizontal saat lampu LED terluar sudah

dipadamkan 45

33 Pola kawanan ikan secara horizontal saat hanya satu lampu LED

merkuri disetiap sisi yang dinyalakan 46

34 Pola kawanan ikan secara vertikal saat semua lampu dinyalakan 48 35 Pola kawanan ikan secara vertikal saat lampu terluar dipadamkan 48 36 Pola kawanan ikan secara vertikal saat hanya satu lampu LED disetiap

sisi yang dinyalakan 49

37 Berat dan nilai jenis ikan yang dominan tertamgkap selama penelitian 51 38 Komposisi jenis hasil tangkapan bagan petepete yang menggunakan

lampu merkuri selama penelitian 53

39 Komposisi jenis hasil tangkapan bagan petepete yang menggunakan

lampu LED selama penelitian 53

40 Distribusi berat hasil tangkapan hubungannya dengan jenis lampu

selama penelitian (α<0.05;P=0.040) 54

41 Distribusi nilai hasil tangkapan hubungannya dengan jenis lampu

selama penelitian (α>0.05;P=0.068) 54

42 Distribusi berat hasil tangkapan lampu merkuri hubungannya dengan

waktu hauling selama penelitian 55

43 Distribusi nilai hasil tangkapan lampu merkuri hubungannya dengan

(19)

44 Distribusi berat hasil tangkapan lampu LED hubungannya dengan

waktu hauling selama penelitian 56

45 Distribusi nilai hasil tangkapan lampu LED hubungannya dengan

waktu hauling selama penelitian 57

46 Total hasil tangkapan lampu merkuri menurut jenis ikan yang dominan

selama penelitian 59

50 Distribusi berat jenis ikan per jumlah cahaya tampak yang dipancarkan oleh sumber lampu hasil tangkapan dominan (kg/lumen) selama

penelitian 68

51 Distribusi nilai jenis ikan per jumlah cahaya tampak yang dipancarkan oleh sumber lampu hasil tangkapan dominan (Rp/lumen) selama

penelitian 69

52 Jenis ikan yang tidak teridentifikasi pada saat lampu dinyalakan 3-5

menit pada bagan rambo 76

53 Pola kedatangan ikan dari segala arah secara horizontal saat lampu

merkuri masih menyala semua (Sulaiman 2006) 77

54 Pola kedatangan ikan secara horizontal saat lampu merkuri terluar

sudah dipadamkan 78

55 Pola kawanan ikan secara horizontal saat hanya satu lampu merkuri

disetiap sisi yang dinyalakan 79

56 Color temperature (suhu warna) 81

57 Color temperature (suhu warna) 81

58 Diagran analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats 89

59 Diagram penentuan matriks grand strategi 91

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi penelitian di Perairan Kabupaten Barru-Selat Makassar

Sulawesi Selatan 115

2 Lokasi fishing ground bagan petepete selama penelitian 116 3 Sertifikat kesempurnaan bagan petepete yang digunakan selama

penelitian 117

4 Pas-kecil bagan petepete yang digunakan selama penelitian 118

5 Rumah bagan petepete 119

6 Perhitungan penggunaan kayu bagunan atas bagan pete pete 120 7 Spesifikasi lampu merkuri (lampu penarik dan fokus)dan lampu LED 121 8 Bagan petepete dan observer yang digunakan dalam penelitian 122

(20)

10 Hasil pengukuran iluminasi cahaya lampu merkuri 250 watt dan 500 watt bertudung dan tak bertudung serta lampu LED 80 watt di

laboratorium 124

11 Hasil pengukuran iluminasi cahaya satu buah lampu merkuri 250 watt

dan lampu LED di perairan 124

12 Jenis ikan yang tertangkap selama penelitian 125 13 Analisis statistik deskripsi lampu merkuri selama penelitian 126 14 Analisis statistik deskripsi lampu LED selama penelitian 126 15 Hasil pengukuran parameter oceanografi selama penelitian 127 16 Analisis korelasi parameter Arus pada kedalaman 1 dan 5 meter , 1

dan 10 meter, dan 5 dan 10 meter 135

17 Analisis korelasi parameter suhu pada kedalaman 1 dan 5 meter , 1

dan 10 meter, dan 5 dan 10 meter 137

18 Analisis korelasi parameter salinitas pada kedalaman 1 dan 5 meter , 1

dan 10 meter, dan 5 dan 10 meter 139

19 Analisis statistik deskripsi parameter oseanografi lampu merkuri 141 20 Analisis deskripsi statistik lampu LED selama penelitian 142 21 Hasil analisis uji beda dua sampel jenis ikan dominan selama

penelitian 143

22 Analisis usaha bagan petepete dengan lampu merkuri dan LED (genset

20.000 KVA) 147

23 Analisis usaha bagan petepete dengan lampu merkuri dan LED (skenario pertama LED menggunakan genset 5000KVA) 153 24 Analisis usaha bagan petepete dengan lampu merkuri dan LED

(skenario kedua LED menggunakan genset 5000 KVA dan penambahan jumlah lampu sebanyak 20 buah serta penambahan

(21)

DAFTAR ISTILAH

Actual fishing day : Jumlah hari saat usaha penangkapan betul-betul dilakukan, tidak termasuk hunting day (pelayaran menemukan daerah penangkapan yang baru).

Awak kapal : Orang yang bekerja atau yang dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil.

Anak Buah Kapal (ABK) : Awak kapal selain nahkoda atau pemimpin kapal . Bas : sebutan buat engineer kapal yang menurut kebiasaan

di dunia perkapalan di Indonesia (Chief Engineer atau KKM atau Kepala Kamar Mesin).

Bagan petepete : Bagan perahu (boat liftnet) diklasifikasikan sebagai jaring angkat yang ukurannya (24 x24 m) lebih kecil dari bagan rambo dan menggunakan lampu merkuri 250 watt sebanyak ± 40 buah dan mempunyai mesin penggerak sendiri.

Bagan rambo : Bagan perahu (boat liftnet) diklasifikasikan sebagai jaring angkat yang berukuran ±30 x30 m dan menggunakan lampu merkuri 500 watt sebanyak ± 50 buah dan tidak mempunyai mesin penggerak sendiri. Bingkai waring : Bingkai (frame) berbentuk segi empat, terbuat dari

kayu bakau tempat mengikat waring.

Biodiversity : keanekaragaman hayati adalah ketersediaan

keanekaragaman sumber daya hayati berupa jenis maupun kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), keanekaragaman antarjenis dan keanekaragaman ekosistem. area; Jumlah keseluruhan organisme yang terdapat dalam suatu habitat (perairan).

Break Even Point (BEP) : Suatu keadaan saat perusahaan dalam usahanya tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau total biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba dan tidak ada rugi.

Bulk fishing : Perikanan tangkap yang mampu menangkap ikan dalam jumlah besar.

(22)

Cadik : Bambu atau kayu yg dipasang di kiri kanan perahu berbentuk seperti sayap sebagai alat pengatur keseimbangan agar tidak mudah terbalik; katir (DEPDIKNAS 2008).

Catchable Area : Wilayah cakupan suatu alat tangkap pada operasi penangkapan ikan.

Efektif : Dapat membawa hasil; berhasil guna (tentang usaha, tindakan) (DEPDIKNAS 2008).

Efisien : Tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya) (DEPDIKNAS 2008).

Fish Aggregating Devices : Alat bantu penangkapan ikan yang bertujuan untuk (FDAs) mengumpulkan ikan pada catchable area.

Fish behavior : Tingkah laku ikan yang berhubungan dengan respon ikan terhadap berbagai rangsangan yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal tubuh ikan dalam kehidupannya.

Fishing : Usaha untuk melakukan penangkapan ataupun

pengumpulan ikan dan jenis-jenis aquatik resource

lainnya, dengan dasar pemikiran bahwa ikan dan

aquatik resource tersebut mempunyai nilai ekonomis.

Fishing base : Tempat berangkat atau merapatnya (pangkalan) kapal penangkapan ikan. dapat dioperasikan dengan baik (Dictionary.com 2015).

Fishing gear : Alat-alat yang dipergunakan untuk tujuan penangkapan ikan.

Fishing methods : Kebiasaan, cara, teknik yang digunakan agar ikan dapat tertangkap.

Fishing port : Pelabuhan tempat berangkat atau merapatnya kapal penangkapan ikan.

Fishing operation : Melalukan kegiatan menangkap ikan dengan menggunakan alat atau tanpa alat.

(23)

Fishing technique : Teknik untuk melakukan fishing, yang berarti bahwa kapal, alat, dan cara telah ditentukan.

Fishing trip : Jumlah pelayaran untuk tujuan penangkapan dalam satu satuan waktu (bulan dan tahun), sering disingkat dengan trip per month, trip per year.

Fitting : Suatu alat listrik untuk menghubungkan lampu dengan kawat-kawat kabel (wire) pada jaringan listrik secara aman.

Fluxcahaya (ф) : Jumlah keseluruhan watt cahaya dengan satuan lumen, disingkat dengan lm. Satu watt cahaya kira- kira sama dengan 680 lumen.

Tonase kapal : Gross Tonnage (GT) adalah volume yang dinyatakan dalam tonase kotor (SETNEG RI 2002b).

Hauling : Proses pengangkatan alat tangkap ke atas dek kapal pada suatu operasi penangkapan ikan.

Hauling time : Waktu atau lamanya proses pengangkatan jaring. Intensitas cahaya (I) : Flux cahaya persatuan sudut ruang yang dipancarkan

ke suatu arah tertentu yang diukur dalam satuan

candela (cd).

Jaring Angkat (liftnet) : Suatu alat penangkap ikan terbuat dari jaring yang dipasang secara horizontal di dalam air untuk menyaring yang pengoperasiannya dilakukan dengan menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal (Von Brand 2005).

Keuntungan : Hal mendapat untung (laba) atau selisih antara harga penjualan dengan biaya produksi (DEPDIKNAS 2008).

Lampu merkuri : Lampu yang di dalam tabungnya menggunakan gas merkuri dan argon murni serta elektroda tungsten.

Light emitting diode : Suatu jenis lampu yang berbahan dasar semi (LED) konduktor dan berbentuk padat.

Light Fishing : Teknologi penangkapan ikan yang menggunakan alat bantu cahaya atau Alat bantu penangkapan ikan yang menghasilkan cahaya dan berfungsi sebagai atraktor yang dapat menarik perhatian ikan agar berada di sekitar cahaya.

Lumen : Jumlah cahaya tampak yang dipancarkan oleh sumber lampu pada suatu luasan tertentu.

Mesh size : Ukuran mata jaring.

Nahkoda : Seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di atas kapal serta mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (SETNEG RI 2002a).

Penelitian adaptif : Mengadaptasikan penelitian dasar pada lokasi lain untuk mendapatkan hasil spesifik lokasi.

(24)

Punggawa laut : Nelayan bagan petepete yang memimpin operasi penangkapan dibantu oleh beberapa ABK dan bas. Punggawa darat : Nelayan pemilik bagan petepete yang menyediakan

seluruh biaya operasional penengkapan.

Rangka (platform) : Pelataran atau balai-balai terbuat dari kayu tempat melakukan operasi penangkapan.

Reflektor : Suatu benda yang mengembalikan atau memantulkan

cahaya.

Return Cost Ratio (R/C) : Perbandingan antara penerimaan dan biaya pada suatu analisis finansial.

Return of Investment : Laba bersih dari seluruh kekayaan yang dimiliki

(ROI) perusahaan.

Roller : Alat untuk menggulung tali.

Schooling (kawanan) : Suatu kelompok ikan yang bersifat homogeny, berstruktur dan sinkronisasi dan polarisasi kelompok renang.

Setting : Penurunan alat penangkapan ikan ke perairan saat akan dilakukan operasi penangkapan ikan.

Shoaling (kawanan) : Suatu kelompok ikan yang terdiri atas beberapa jenis ikan, berstruktur dan sinkronisasi dan polarisasi kelompok renang.

Solitary (soliter) : ikan yang sifatnya suka menyendiri (individualistis).

Trip duration : Lama waktu (hari) sejak saat pemuatan sampai pembongkaran, termasuk lama waktu pelayaran. Waring : Rangkaian anyaman menyerupai jaring dengan

ukuran mata jaring 0,5 cm.

(25)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teknologi penangkapan ikan di Indonesia yang menggunakan cahaya banyak digunakan untuk penangkapan ikan dengan bagan (liftnet) dan purse seine, tetapi penggunaan cahaya untuk alat tangkap lainnya belum populer di Indonesia (Baskoro et al. 2011). Penggunaan cahaya sebagai alat bantu penangkapan ikan untuk menarik perhatian ikan pada suatu tempat sehingga mudah ditangkap. Alat pemikat ini umumnya digunakan untuk menangkap ikan pelagis dengan menggunakan alat tangkap seperti surrounding net (purse seine dan lampara),

stationary dan moveable lifnets (stick held dip nets di Jepang) dan pancing (squid jigging).

Cahaya merupakan faktor lingkungan penting yang mempengaruhi tingkah laku ikan di laut. Stimuli cahaya terhadap tingkah laku ikan sangat kompleks antara lain intensitas, sudut penyebaran, polarisasi, komposisi spektralnya dan lama penyinaran. Nicol (1963) diacu dalam Hoar dan Randall (1971) telah melakukan suatu telaah mengenai penglihatan dan penerimaan cahaya oleh ikan dan menyimpulkan bahwa mayoritas mata ikan laut sangat tinggi sensitifitasnya terhadap cahaya. Tidak semua cahaya dapat diterima oleh mata ikan. Cahaya yang dapat diterima memiliki panjang gelombang pada interval 400-750 μm (Mitsugi 1974; Nikonorov 1975).

Tertariknya ikan pada sumber cahaya disebut fototaksis positif. Tingkah laku ikan yang mendatangi sumber cahaya dapat dibedakan: pertama tertarik secara langsung oleh cahaya dan kedua tertarik mendekati cahaya karena mencari makan. Tingkah laku ikan yang demikian inilah yang dimanfaatkan nelayan dimalam hari dengan berbagai alat penangkapan ikan seperti bagan, pukat cincin dan pancing.

Teknologi penangkapan ikan yang menggunakan alat bantu cahaya disebut

light fishing. Sumber cahaya yang digunakan mulai dari obor, petromaks (lampu tekan minyak tanah) sampai lampu listrik (Nomura and Yamazaki 1975 diacu dalam Wisudo et al. 2002). Setiap alat dan metode penangkapan bervariasi pada ruang dan waktu, demikian juga sumber cahaya, intensitas cahaya yang digunakan oleh nelayan berbeda-beda tergantung pada jenis alat tangkap, spesies target,

fishing ground, dan kemampuan finansial dari nelayan.

Perkembangan alat tangkap yang menggunakan cahaya di Indonesia terus berkembang dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Alat tangkap bagan perahu (boat liftnet) yang dalam pengoperasiannya menggunakan lampu meningkat dari tahun 2008 sebanyak 12 520 unit menjadi 13 120 unit pada tahun 2010, meskipun bagan tancap (fixed liftnet) menurun yaitu 25769 pada tahun 2008 menjadi 13 908 pada tahun 2010 (DJPT-KKP 2012). Jaring angkat di Sulawesi Selatan tahun 2011-2012 meningkat sebesar 5.95% (PUSDATIN-KKP 2013). Data statistik ini menunjukkan besarnya penggunaan daya listrik yang digunakan untuk menghasilkan cahaya dalam pengoperasian alat tangkap bagan, belum termasuk

purse seine yang sebagian menggunakan cahaya dalam pengoperasiannya.

Pengembangan alat pemikat ikan terutama pada perikanan light fishing

(26)

sebagai penggunaan energi yang lebih sedikit untuk menghasilkan jumlah keluaran minimal sama yang bermanfaat. Efisiensi merupakan salah satu bagian dalam pelaksanaan konservasi energi. Efisiensi energi umumnya diartikan sebagai penghematan energi. SETNEG RI (2009) mendefinisikan konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumberdaya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya.

Penggunaan energi secara efisien berdampak langsung pada pengurangan biaya yang dikeluarkan oleh pengguna energi. Industri barang dan jasa menjadi lebih produktif dan kompetitif jika biaya pemakaian energi dapat ditekan. Sektor perikanan terutama perikanan tangkap, penghematan energi juga mengurangi biaya operasional suatu alat tangkap.

Bagan merupakan salah satu jenis alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat bantu penangkapan ikan. Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dapat dikelompokkan ke dalam jaring angkat atau liftnet (Von Brand 2005). Sejalan dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi serta kemajuan yang telah dicapai masyarakat, maka desain dan konstruksi bagan semakin berkembang. Salah satu jenis bagan yang berkembang dengan pesat di Sulawesi Selatan saat ini adalah bagan perahu, khususnya di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar. Bagan perahu yang ada di Kabupaten Barru ada dua jenis yaitu bagan yang mempunyai motor penggerak sendiri yang oleh nelayan setempat biasa disebut ”bagan petepete” dan bagan yang tidak mempunyai motor penggerak sendiri tetapi ditarik dengan perahu yang oleh nelayan setempat disebut ”bagan rambo”. Hal yang cukup menarik perhatian pada konstruksi kedua bagan perahu ini adalah ukurannya yang besar dan menggunakan lampu merkuri dengan jumlah dan kapasitas daya listrik (watt) yang besar. Bagan petepete relatif lebih kecil dibanding bagan rambo. Penamaan bagan petepete (sejenis angkutan umum di Makassar) maupun bagan rambo tidak mempunyai kejelasan siapa yang pertama kali memberi nama. Pemberian kata rambo berkaitan dengan ukuran bagan yang lebih besar dan nama petepete berkaitan dengan mobilitasnya yang tiap hari pulang pergi dari fishing base

ke fishing ground kembali ke fishing base (one day trip).

Penggunaan lampu merkuri dengan kapasitas daya listrik yang besar populer digunakan nelayan bagan di Sulawesi Selatan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dicari alternatif menganti lampu merkuri yang digunakan nelayan bagan di Sulawesi Selatan. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan lampu Light Emitting Diode (LED). Lampu LED adalah lampu penerangan yang berbahan dasar semi-konduktor dan berbentuk padat. Lampu ini tidak menggunakan gas maupun zat-zat kimia sebagai sumber cahaya. Lampu LED telah mampu mengefisienkan konversi energi listrik menjadi cahaya, dengan demikian sangat sedikit energi listrik yang berubah menjadi panas. Lampu konvensional seperti lampu bohlam, lampu neon atau lampu merkuri selain memancarkan cahaya juga panas ke sekitarnya. Oleh sebab itu penggunaan lampu LED untuk berbagai aplikasi seperti penerangan rumah, gedung, jalan, lampu

outdoor, dan juga untuk kendaraan bermotor menunjukkan kecenderungan yang makin meningkat dari waktu ke waktu (Koswara 2011a).

(27)

Xing 2013). Kelebihan lampu LED tersebut dicoba diterapkan di perikanan bagan di Sulawesi Selatan khususnya Kabupaten Barru melalui penelitian ini.

Penelitian pemanfaatan lampu LED dalam bidang penangkapan ikan telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian tentang penggunaan lampu LED dapat mengurangi konsumsi bahan bakar sampai 55 persen (Okamoto et al. 2008), 47 persen (Sato et al. 2010), dan 24 persen (Matsushita et al. 2012). Penelitian tentang kemampuan tangkap dengan menggunakan lampu LED yang masih belum stabil untuk menangkap cumi-cumi (Sato et al. 2010; Yamashita et al. 2012), namun demikian Toeda et al. (2010) menyatakan bahwa lampu LED lebih stabil dan cepat dalam proses penangkapan dibandingkan dengan menggunakan lampu

incandescent lamp (ICL) dan metal halid (MHL). Rata-rata hasil tangkapan yang menggunakan lampu LED hampir sama dengan lampu konvensional (Okamoto et al. 2008), walaupun Thenu (2014) menyimpulkan bahwa konstruksi lampu celup LED menghasilkan tangkapan lebih tinggi dibandingkan dengan konstruksi lampu

fluorescent dan lampu gantung LED.

Pengetahuan yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu menjadikan lampu LED dapat digunakan sebagai alat bantu penangkapan ikan sehingga dapat mengurangi energi pengoperasian alat penangkapan ikan. Aspek yang diamati dalam penelitian ini adalah konstruksi, distribusi, efisiensi, efektifitas dan keberlanjutan lampu LED. Pengetahuan lain yang perlu diketahui adalah tingkah laku ikan karena prinsip penangkapan bagan pada dasarnya memanfaatkan tingkah laku ikan, khususnya respon ikan terhadap cahaya. Pengamatan bawah air tergolong pengamatan yang sulit sehingga dalam penelitian ini pengamatan tingkah laku ikan di sekitar pencahayaan dilakukan melalui pendekatan akustik.

Penggunaan akustik seperti sonar atau echo-sounder yang dapat digunakan untuk studi tingkah laku ikan (migrasi vertikal dan horizontal), kecepatan renang, respon ikan terhadap stimuli dan lain-lain (Bodholt and Olsen 1977 diacu dalam

Ferno dan Olsen 1994). Metode akustik mempunyai beberapa kelebihan berupa hasil dugaan dapat diperoleh secara langsung, singkat, cukup akurat dan dapat mencakup areal yang luas serta dapat memonitor pergerakan kawanan ikan (Jaya dan Pasaribu 1999).

(28)

cumi-cumi untuk berkumpul di bawah bagan pada kedalaman lebih dari dua meter sekitar 20 menit, sedangkan jenis-jenis ikan adalah 10 menit. Pola iluminasi disekitar pencahayaan berbeda-beda, sangat tergantung dari jenis dan jumlah lampu yang digunakan serta (Baskoro et al. 2002; Sudirman 2003; Sulaiman et al. 2006). Pengetahuan yang diharapkan dapat mengoptimalkan pengoperasian alat penangkapan ikan dengan menggunakan alat bantu cahaya lampu LED adalah pengetahuan tentang tingkah laku ikan, terutama mengenai aspek-aspek pola tingkah laku kedatangan ikan, sebaran ikan dan pola kawanan ikan di sekitar

catchable area. Pengetahuan lain yang diharapkan bahwa lampu LED berkelanjutan dan lebih ekonomis digunakan dalam operasi penangkapan bagan apung khususnya bagan petepete.

Perumusan Masalah

Nelayan dan pengusaha perikanan tangkap saat ini mengalami kesulitan karena harga bahan bakar minyak yang cukup tinggi, semakin sulit mencari ikan atau jauh daerah penangkapan ikan, umur fitting relatif singkat, keamanan dalam pengoperasian kurang karena rangkaian fitting dan lampu tidak kedap air. Keadaan seperti ini memerlukan alternatif penghematan penggunaan bahan bakar agar operasi penangkapan dapat lebih hemat energi. Salah satu usaha perikanan tangkap yang banyak menggunakan energi dalam pengoperasiannya adalah bagan perahu yang menggunakan cahaya sebagai alat bantu untuk mengumpulkan ikan pada daerah cakupan alat tangkap (catchable area).

Pengembangan teknologi lampu pemikat ikan sangat diperlukan karena penggunaan lampu merkuri yang selama ini digunakan nelayan menggunakan energi atau daya listrik yang besar sehingga membutuhkan bahan bakar yang besar. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian tentang alternatif alat bantu penangkapan yang lebih hemat energi dan ramah lingkungan. Salah satu lampu hemat energi dan ramah lingkungan adalah lampu LED yang dapat menjadi alternatif pengganti lampu merkuri.

Perfoma lampu LED sebagai lampu pemikat ikan belum banyak diteliti khususnya di perairan tropis yang multi spesies, sehingga perlu dikaji tentang hasil tangkapan, sebaran cahaya, intensitas dan tingkah laku ikan di sekitar pencahayan lampu LED. Penelitian penggunaan lampu LED yang telah dilakukan seperti pada pendahuluan di atas pada umumnya menggunakan lampu LED dalam jumlah yang banyak dan membutuhkan biaya yang sangat besar kecuali penelitian Thenu (2014) yang dilaksanakan di bagan tancap. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan lampu LED yang didasarkan atas hasil tangkapan per satuan energi yang nantinya dapat diketahui seberapa efektif dan ekonomis lampu LED dibandingkan lampu merkuri.

(29)

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pengetahuan tentang lampu LED di bidang penangkapan ikan yang perlu diketahui dan dianalisis pada penelitian ini adalah:

1) Intensitas cahaya LED di udara dan perairan. 2) Pola distribusi cahaya lampu LED di perairan. 3) Jenis-jenis ikan yang tertarik dengan lampu LED.

4) Perbandingan besarnya daya (watt) dan lumen (lm) yang digunakan terhadap jumlah hasil tangkapan.

5) Pola tingkah laku kedatangan ikan di sekitar pencahayaan lampu LED. 6) Sebaran ikan di sekitar pencahayaan (meter) LED.

7) Pola tingkah laku dan sebaran ikan di catchable area LED. 8) Dampak lampu LED terhadap lingkungan (ramah lingkungan). 9) Keberlanjutan penggunaan lampu LED.

10) Strategi penerapan lampu LED.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Menganalisis sistem pengoperasian perikanan bagan petepete di Kabupaten Barru.

2) Menganalisis kelayakan penggunaan lampu LED pada perikanan bagan petepete di Kabupaten Barru.

3) Menyusun strategi penerapan lampu LED pada perikanan bagan petepete di Sulawesi Selatan.

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini diperoleh lampu LED yang efektif dan efisien sebagai alat bantu penangkapan ikan. Penelitian ini diharapkan juga dapat diperoleh informasi ilmiah tentang efektivitas lampu pemikat ikan dalam perikanan light fishing dan dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi peneliti-peneliti berikutnya.

Kerangka Teori

(30)

air (pabrikasi), sedangkan lampu merkuri tidak aman karena tidak kedap air. Lampu LED juga ramah lingkungan karena tidak mengandung bahan logam berat seperti pada compact fluorencent (CFL) mengandung logam berat sekitar 1-5 mg, lampu fluorencent mengandung logam berat 45.099 mg/L, dan lampu merkuri 46.513 mg/L (Koesdoes 2008).

Kelebihan lampu LED dibanding lampu konvensional antara lain yaitu (Toeda et al. 2010; Koswara 2011b; Mills et al. 2014):

1) Lampu LED lebih hemat energi karena hampir 99 persen energi listrik diubah menjadi photon yang menghasilkan cahaya. Hampir tidak ada energi listrik yang dijadikan bentuk energi lainnya.

2) Lampu LED tidak memancarkan dan meradiasikan panas. Pada lampu konvensional sebagian energi menjadi energi panas yang diradiasikan ke sekelilingnya.

3) Cahaya lampu LED adalah cahaya mandiri dan dapat dikehendaki hanya memancarkan cahaya dengan warna tertentu sehingga tidak diperlukan filter untuk menggantikan cahaya menjadi warna cahaya lainnya. Lampu LED tersedia dalam berbagai macam warna.

4) Lampu LED dengan mudah dapat didesain dalam bentuk (package) yang mempunyai fokus dan lebar bidang pencahayaan tertentu. Berbeda dengan lampu konvensional yang memerlukan pengarah atau reflektor bila ingin mempunyai lebar bidang pencahayaan tertentu.

5) Lampu LED sangat cocok untuk pemakaian dengan moda switching berulang-ulang (mati-hidup). Lampu pijar dan lampu TL akan terbakar filamennya apabila dilakukan switching berulang-ulang.

6) Lampu LED tidak memerlukan pengasutan awal (start up) sehingga sangat hemat energi.

7) Umur lampu LED minimal 50 000 jam dan tipikal 10 0000 jam. Bandingkan dengan lampu compact fluorescent lamp (CFL) yang paling lama hanya 15 000 jam dan lampu pijar yang maksimal 2 000 jam.

8) Lampu LED dapat diredupkan (dimming) tanpa mengalami perubahan warna cahaya. Bandingkan dengan lampu pijar yang dapat diredupkan tetapi warna cahaya berubah kekuning-kuningan. Lampu TL dan CF bahkan tidak bisa diredupkan.

9) Lampu LED tidak mengandung gas berbahaya seperti merkuri pada lampu konvensional sehingga sangat ramah lingkungan.

10) Lampu LED sangat solid, berwujud padat, tidak rapuh dan tidak mudah pecah sehingga penanganannya sangat mudah.

11) Selama tidak memandang langsung ke arah sumber lampu LED untuk waktu lama manusia aman diterangi lampu LED. Lampu LED tidak memendarkan elektron sebagai pencahayaan, sedangkan lampu TL atau CF (lampu neon) memendarkan elektron yang memproduksi cahaya tidak begitu baik untuk mata apalagi bila terjadi perubahan frekuensi dan tegangan pasokan listrik yang akan mempengaruhi aliran elektron. Hal ini akan mengakibatkan kelelahan pada mata.

12) Mengurangi pekerjaan karena masa pakai lampu LED yang lama.

(31)

banyak karena mereka termasuk perikanan industri yang mempunyai modal yang sangat besar. Perbandingan ratio energi (konsumsi daya) dan intensitas antara lampu LED dan merkuri dapat dilihat pada Tabel 1. Penelitian penggunaan lampu LED untuk nelayan artisanal dapat dilaksanakan dengan asumsi rasio energi yang digunakan per hasil tangkapan.

Tabel 1 Perbandingan konsumsi daya dengan intensitas cahaya antara lampu LED dan lampu merkuri

Pengaturan intensitas cahaya pada lampu LED juga dapat dilakukan dengan menggunakan potensiometer. Kelebihan lain dari lampu LED yaitu dapat diredupkan. Lampu merkuri dan lampu neon yang tidak dapat diredupkan sehingga pada saat pengaturan intensitas cahaya caranya dengan mematikan secara langsung lampu tersebut. Berdasarkan kerangka teori di atas, kerangka pemikiran penelitian dibuat seperti pada Gambar 1.

Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, masalah, tujuan dan kerangka teori yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1) Pola distribusi cahaya lampu LED lebih dalam dibandingkan dengan lampu merkuri pada medium udara dan air.

2) Pola tingkah laku ikan di sekitar pencahayaan berbeda antara lampu LED dengan lampu merkuri karena lampu LED mempunyai arah pencahayaan yang lebih fokus.

3) Tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai hasil tangkapan lampu LED dan lampu merkuri.

4) Penggunaan lampu LED lebih ekonomis dibandingkan lampu merkuri.

(32)

Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian

Kebaruan (Novelty)

Kebaruan dalam penelitian ini adalah: menginisiasi teknologi alat bantu penangkapan dengan lampu LED yang hemat energi dan ramah lingkungan pada perikanan bagan petepete.

Performance lampu pemikat ikan saat ini (menggunaan daya besar, daya

tahan rendah, tidak kedap air

Masalah perikanan bagan apung saat ini

Hasil tangkapan Perikanan bagan apung saat ini saat ini (bagus namun

tidak memenuhi aturan yang ada)

Pengembangan lampu pemikat ikan menggunakan

lampu LED

Analisis sebaran cahaya dan

tingkah laku ikan Analisis hasil tangkapan Analisis usaha

Analisis ramah lingkungan dan keberlanjutan

Lampu pemikat ikan yang hemat energi

Perikanan Bagan pete-pete yang efektif dan efisien

Dampak lingkungan terhadap pemakaian lampu saat ini (bahan

dan tidak ramah

Sistem perikanan bagan apung (bagan pete-pete)

Kelayakan teknis, ekonomis, lingkungan

dan keberlanjutan

Strategi penerapan

Analisis bangunan atas bagan pete-pete

Analisis proses

(33)

2 SISTEM PERIKANAN BAGAN PETEPETE DI KABUPATEN BARRU PPROVINSI SULAWESI SELATAN

Pendahuluan

Boat liftnet (bagan apung, bagan petepete) yang ada di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan merupakan salah satu jenis bagan yang terus berkembang. Hal ini karena bagan petepete dilengkapi dengan mesin penggerak sendiri yang tidak dimiliki bagan yang lain, sehingga dapat bergerak dengan cepat ke fishing ground

dan balik lagi ke fishing base. Perbedaan pengoperasian bagan apung ini sehingga masyarakat Sulawesi Selatan menamakan bagan petepete (angkot) karena sangat

mobile.

Konstruksi bangunan atas (super structure) bagan petepete merupakan satu kesatuan dari beberapa elemen pembangun yang terangkai satu sama lain sehingga aman dan nyaman melakukan segala aktivitas penangkapan di atasnya. Konstruksi bangunan atas bagan petepete tidak terlalu jauh berbeda dengan konstruksi boat liftnet (bagan rambo), alat tangkap yang di perkenalkan di Kabupaten Barru Selat Makassar pada tahun 1989 (Mallawa et al. 1991).

Sejalan dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi serta kemajuan yang telah dicapai masyarakat, maka desain dan konstruksi bagan semakin berkembang. Konstruksi bangunan atas bagan petepete dan proses penangkapan belum ada yang menulis secara detail dan hanya digambarkan secara umum oleh beberapa penulis seperti (Sudirman dan Nessa 2011; Mallawa 2012).

Konsep aktivitas penelitian dan pengembangan teknologi penangkapan ikan pada masa yang akan datang tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan tetapi juga ditujukan untuk memperbaiki konstruksi dan proses penangkapan (capture process), mengurangi fishing impact terhadap lingkungan dan bio-diversty (Arimoto 1999). Penelitian tentang penangkapan dengan bagan telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain: Baskoro (1999) meneliti proses penangkapan ikan dan tingkah laku ikan pada bagan skala kecil dengan lampu petromaks, Nadir (2000) menganalisis tingkat pencahayaan terhadap jenis dan jumlah hasil tangkapan, Sudirman (2003) menganalisis tingkah laku ikan hubungannya dengan teknologi penangkapan ramah lingkungan, Sulaiman (2006) menganalisis proses penangkapan dan tingkah laku ikan pada bagan rambo, dan (Sulaiman et al. 2009) merekayasa selubung apung pada bagan apung sebagai upaya meningkatkan hasil tangkapan nelayan.

(34)

Metode

Tempat dan Waktu

Pengamatan konstruksi bangunan atas dan proses penangkapan ikan bagan petepete dilakukan di Desa Matene Kecamatan Tanete Rilau dan perairan Kabupaten Barru-Selat Makassar, Sulawesi Selatan. Lokasi pengamatan pada

posisi 4°22’48.7”-4°33’47.8”LS dan 119°25’05.0”-119°33’42.7”BT (Lampiran 1 dan 2). Pengamatan konstruksi bangunan atas dan proses penangkapan dilakukan di salah satu bagan petepete milik nelayan (Darahmuda 07). Bagan petepete dioperasikan pada kedalaman 25-50 meter dengan jarak dari pantai Barru 3-11.5 mil laut. Pengamatan lapang dilakukan selama 50 trip mulai dari bulan Oktober-Nopember 2012 dan April-Mei 2013.

Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Pengumpulan data pengukuran konstruksi bangunan atas dan waring bagan petepete diukur secara langsung dan wawancara dengan pemilik bagan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan digambar dengan bantuan AutoCad Ver.9. Hasil analisis disajikan dalam bentuk gambar detail bagunan atas dan waring bagan petepete. Pengamatan juga dilakukan untuk melihat komponen-komponen lain dari bagan petepete. Proses penangkapan diamati setiap tahapan kegiatan operasi di daerah penangkapan ikan dan menghitung waktu setiap tahapan kegiatan. Analisis Data

Analisis proses penangkapan dilakukan secara deskriptif untuk melihat tahapan kegiatan operasi, cara operasi dan teknik pengoperasian dalam keadaan normal dan perairan yang tidak bersahabat seperti arus yang relatif kencang, arah angin dan arus tidak sama, dan menghitung waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahap kegiatan. Data pengamatan dituangkan dalam bentuk diagram proses penangkapan dan dianalisis secara deskriptif.

Hasil

Konstruksi Kapal Bagan Petepete

(35)

Gambar 2 Tampak atas dan samping badan kapal bagan petepete

Konstruksi Bangunan Atas Bagan Petepete

Bagan petepete dilihat dari segi konstruksi bagunan atas lebih kompleks dan kuat serta mempunyai ukuran yang besar. Bangunan atas yang dimaksud adalah konstruksi/komponen selain perahu bagan. Konstruksi bangunan atas terdiri atas beberapa komponen utama yang saling terkait satu sama lain. Komponen tersebut adalah: rangka bagan, tiang penyangga, kawat penopang, bingkai waring, waring,

roller, cadik, jangkar, rumah bagan, dan tali temali.

(36)

Balok 5/7

Balok 5/10

Gambar 3 Tampak atas rangka bagan

Tiang dan Kawat Penyangga Dua buah tiang terbuat dari kayu jati (Tectona grandis) dipasang pada bagian tengah perahu, duduk di atas lunas berjarak 6.53 m dari bagian depan dan belakang perahu. Tiang berbentuk bulat dengan panjang 8 meter dan berdiameter 40 cm di bagian bawah dan ujungnya 30 cm. Fungsi dari tiang sebagai tempat mengikat kawat baja (kawat galvanis BWG) sebagai penyangga rangka bagan. Jumlah kawat baja yang digunakan tiga rol, diameter 5 mm, dan panjang setiap kawat baja berkisar 7-15 m, bergantung pada jarak tiang dengan rangka bagan. Pemasangan kawat baja diusahakan menyebar agar kedudukan rangka bagan lebih kuat, rata, dan stabil. Kawat baja yang menopang bagian belakang, tempat ABK menarik waring, bagian depan tempat tali jangkar di tarik dan bagian yang dilewati tali bingkai waring haruslah mempuyai diameter yang agak besar karena menahan beban yang lebih besar. Hal ini terlihat di bagian-bagian tersebut sudah ada sambungan (pernah putus) sehingga harus mendapat perhatian di dalam membangun suatu bagan. Tempat mengikat kawat penyangga, tiang bagan dan kawat penyangga dapat dilihat pada Gambar 4, 5, dan 6.

(37)

Gambar 5 Tampak samping tiang dan kawat penyangga

(38)

Gambar 7 Tampak atas perletakan waring pada bingkai waring

(39)

Gambar 9 Tampak samping perletakan waring pada bingkai waring

Gambar 10 Bentuk waring pada seperti kelambu terbalik

Roller Roller bagan petepete terbuat dari kayu ulin (Usideroxylon zwageri). Berdasarkan fungsinya, maka roller atau pemutar terdiri atas empat jenis yaitu: 1) Roller bingkai waring, berfungsi menurunkan atau menarik bingkai waring

(40)

Gambar 11 Tampak atas, “Y” dan “Z” roller bingkai waring

Gambar 12 Tampak atas, “Y” dan “Z” roller bingkai waring

2) Roller jangkar berfungsi untuk menurunkan dan menarik tali jangkar. Roller

(41)

Gambar 13 Tampak atas, “Y” dan “Z” roller jangkar

3) Roller tali arus, berfungsi untuk menarik dan menurunkan batu arus. Roller tali arus berjumlah 4 unit, 2 unit di depan dan 2 unit di belakang. Tinggi roller 20 cm, diameter 14 cm, dan panjang 70 cm. Konstruksi roller tali arus dan posisi

roller di atas bagan dapat dilihat pada Gambar 14 dan 16.

(42)

4) Roller waring, berfungsi untuk menarik waring naik ke atas kapal setelah selesai operasi atau ingin pindah fishing ground. Roller waring berjumlah satu unit, terletak di sisi kiri bagian depan kapal. Tinggi roller 100 cm, diameter 15 cm, dan panjang 150 cm. Konstruksi roller waring dan posisi roller di atas bagan dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16.

Gambar 15 Tampak atas, “Y” dan “Z” roller penarik waring

(43)

Cadik Cadik adalah alat apung tambahan yang sekaligus berfungsi sebagai alat penyeimbang. Cadik terletak di sebelah kiri dan kanan bagan petepete.

Gambar 17 Tampak samping cadik

Gambar 18 Tampak bagian-bagian cadik

(44)

dan pengapungnya dari bambo petung (Dendrocalamus asper) berjumlah dua buah tiap sisi bagan dengan diameter 15 cm. Kedua unjung bambu ditutup dengan kayu jati (Tectona grandis) untuk mengurangi gesekan ketika bagan melaju di perairan. Konstruksi cadik dapat dilihat pada Gambar 17,18, dan 19.

Gambar 19 Tampak penampang cadik

Jangkar Jangkar terbuat dari kayu lobe-lobe atau lobi-lobi (Flacourtia enermis) berbentuk jangkar lumpur. Bagian atas jangkar dipasang melintang cor beton dengan dimensi 100x29x20 cm, pada bagian ujung jangkar ditambahkan plat besi. Konstrusi jangkar dapat dilihat pada Gambar 20.

(45)

Rumah Bagan Rumah bagan petepete terbuat dari kayu jati (Tectona grandis) terletak di atas perahu utama dan berbentuk 4 persegi panjang dengan mengikuti ukuran lambung perahu bagan. Rumah bagan petepete berukuran panjang 6 m, lebar 2.45 m dan tinggi 1 m. Rumah bagan ini berfungsi sebagai tempat istirahat, tempat genset, panel lampu dan saklar (Lampiran 5).

Tali Temali Tali temali semuanya dari jenis PE (polyethylene) berbagai ukuran seperti tersebut di bawah ini:

1) Tali jangkar.

a Tali utama, diameter 24 mm sebanyak 2 roll.

b Tali pelepas jangkar, diameter 12 mm sebanyak 2 roll. 2) Tali bingkai waring, diameter 12 mm sebanyak 3.5 roll. 3) Tali penarik waring, diameter 12 mm panjang 25 meter. 4) Tali batu arus, diameter 10 mm sebanyak 2 roll.

5) Tali puki anjing, diameter 8 mm sebanyak 2 roll.

6) Tali pengikat (bambu cadik, kabel), diameter 6 mm sebanyak 2 roll.

Komponen Lainnya Komponen lain dari bagan petepete yang belum tersebut di atas adalah:

1) Mesin penggerak merk Mitsubishi PS120 HP/PK/rpm: 120/2500. 2) Mesin genset merk Yanmar TF 300 HP/PK/rpm: 30/2400. 3) Dinamo merk Huafa (China) 3 phase, 20 KVA.

4) Puki anjing, tempat mengikat kawat penyangga dan tali pengikat ke rangka bagan, jumlah 104 buah, terbuat dari kayu jati diameter 10 cm.

5) Anti petir.

6) Lampu penarik jenis merkuri merk Philips 250 watt 36 buah. 7) Lampu tiang jenis merkuri merk Philips 250 watt 2 buah.

8) Lampu penarik jenis lampu halogen warna kuning merk Toki 500 watt 4 buah. 9) Lampu penerang di ruang mesin, jenis neon merk Osram HO 65 watt 1 buah. 10) Kabel merk NYM 2x2.5 eterna sebanyak 5 rol.

11) NCB merk Merlin Garin 2 Ampere sebanyak 44 buah. 12) Avometer merk Osaka kapasitas 400 volt 1 buah.

13) Serok terbuat dari kayu jati, panjang tungkai 1.5 m dengan diameter 50 cm sebanyak 2 buah.

14) Styrofoam box dimensi 75x42x32 cm sebanyak 50 buah.

15) Keranjang rotan (Calamus caesius) berdiameter 50 cm dan tinggi 30 cm sebanyak 20 buah.

16) Basket jenis bahan plastik dimensi 40x30x15 sebanyak 5 buah. 17) Kompas magnet 1 buah.

Jumlah kayu yang diperlukan untuk membangun konstruksi bangunan atas bagan petepete sebanyak 12.60 m3 kayu di tambah 6 batang bambu petung dan 28 batang kayu bakau. Jumlah bahan yang di dalam membangun bangunan atas bagan petepete lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pembahasan

Proses Penangkapan dengan Bagan Petepete

(46)

punggawa lautdan dibantu seorang masinis (bas) yang bertanggung jawab terhadap mesin penggerak dan genset serta membantu memutar roller, menggiring ikan dan mengangkat ikan ke atas kapal. Juragan laut (nahkoda) memimpin dan bertanggung jawab penuh terhadap seluruh operasi penangkapan ikan. Tugas lain dari punggawa laut yaitu: mengatur pencahayaan lampu, dan mengatur tali jangkar pada saat

hauling. Tugas 12 ABK yaitu memutar roller dan menggiring ikan ke arah salah satu sisi bagan yang berfungsi sebagai kantong serta menaikkan ikan ke atas kapal.

Tahapan pengoperasian bagan petepete dan pengembangannya adalah: 1) Persiapan operasi

Proses pengoperasian penangkapan dimulai dengan penentuan fishing ground. Penentuan fishing ground dilakukan dengan melihat pengalaman tahun-tahun sebelumnya, hasil tangkapan nelayan malam sebelumnya, dan hasil tangkapan nelayan lain. Penentuan fishing ground sepenuhnya berada pada juragan laut (Sulaiman 2006). Penentuan titik fishing ground selama penelitian juga dilakukan dengan bantuan GPS Garmin 76 CX (Lampiran 9a).

Persiapan lain sebelum operasi yaitu: bahan bakar, pengecekan mesin, pemeriksaan lampu, dan coolbox (styrofoam) beserta es balok dan garam. Konsumsi selama pengoperasian disiapkan masing-masing, baik ABK maupun punggawa laut.

Bagan petepete menuju fishing ground yang telah ditentukan. Penentuan

fishing ground dilakukan di fishing base. Jarak dari fishing baseke fishing ground

bervariasi dari 3-11.5 mil. Lama waktu yang dibutuhkan ke fishing ground sekitar 30-150 menit. Perbaikan waring dan tali temali dilakukan pada saat menuju fishing ground. Penurunan jangkar dan penyalaan lampu di fishing ground dilakukan setelah pengecekan dasar perairan. Dasar perairan sebaiknya berlumpur dan berada di belakang batu agar alat tangkap terlindung dari arus yang kuat (Sulaiman 2006). 2) Proses penyalaan lampu

Tiba di fishing ground biasanya senja hari (pukul 18.00 WITA). Lampu segera dinyalakan. Lampu tiang dinyalakan pada kondisi tertentu, yaitu pada saat bagan belum sampai di fishing ground dan senja telah tiba. Lampu lain tidak dinyalakan karena lampu merkuri akan pecah jika dalam keadaan menyala terkena hempasan air. Berbeda pada saat penelitian yang menggunakan lampu LED, lampu dapat dinyalakan dalam perjalanan karena lampu LED mempunyai pelindung yang kedap air. Penyalaan lampu ini kemungkinan dapat menarik perhatian ikan untuk mengikuti bagan sampai di fishing ground yang telah di tentukan.

3) Proses penurunan waring (setting)

Setting dilakukan pada saat kondisi arus tidak terlalu kencang (<0.15 m/s) (Sudirman dan Nessa 2011). Kebiasaan nelayan bagan petepete Kabupaten Barru melakukan setting beberapa saat sebelum lampu terluar bagan dipadamkan.

(47)

Proses setting tidak selamanya dapat dilakukan walaupun ikan telah berkumpul di sekitar bagan karena gelombang tinggi, arus dan angin terlalu kencang. Kondisi perairan seperti ini membuat nelayan menunggu sampai perairan kembali normal, jika kondisi perairan semakin buruk, maka bagan segera berlindung di belakang pulau atau gusung.

4) Proses menunggu kawanan ikan (soaking)

Lama proses soaking sangat tergantung cepat tidaknya ada kawanan ikan di sekitar bagan. Umumnya waktu soaking antara 2-4 jam. Kondisi ini sangat bergantung dari musim ikan, periode bulan dan keadaan cuaca. Ciri-ciri ikan telah berada di dekitar bagan atau pencahayaan yaitu: adanya gelembung-gelembung di dalam air (bentuk dan ukuran gelembung dapat dijadikan indikator jenis dan berapa besar kawanan ikan di dalam perairan), adanya kawanan ikan yang berenang secara teratur mengelilingi bagan, banyaknya kawanan cumi-cumi yang nampak di permukaan dan warna perairan yang agak gelap di karenakan kawanan ikan yang berada di sekitar pencahayaan.

5) Proses pemadaman lampu

Proses pemadaman lampu dilakukan sangat tergantung dari ada tidaknya ikan yang berkumpul di sekitar bagan. Pemadaman lampu bahkan tidak dilakukan sampai 8 jam apabila kondisi perairan tidak memungkinkan dilakukan hauling

karena arus dan angin teramat kencang sehingga waring nampak di permukaan, gelombang yang besar sehingga dapat mengakibatkan keseimbangan kapal terganggu, dan hujan yang sangat lebat yang membuat batas pandang sangat terbatas dan berbahaya bagi nelayan melakukan aktifitas disekitar lampu yang berarus listrik. Berbeda halnya kalau menggunakan lampu LED yang telah kedap air sehingga nelayan aman melakukan aktifitas disekitar lampu walaupun dalam keadaan basah.

(48)

1 2 3 4 5 Urutan pemadaman lampu

Gambar 21 Tahapan pemadaman lampu merkuri pada bagan petepete

1 2 3 5 Urutan pemadaman lampu

Gambar 22 Tahapan pemadaman lampu LED pada bagan petepete

6) Proses pengangkatan waring (hauling)

Gambar

Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2 Tampak atas  dan samping badan kapal bagan petepete
Gambar  4 Tampak depan tiang dan kawat penyangga
Gambar  5 Tampak samping tiang dan kawat penyangga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan lampu Light Emmitting Diode (LED) hijau untuk mengurangi bycatch penyu pada perikanan jaring insang ( gillnet ) dilakukan di perairan Paloh, Kalimantan

Lampu-lampu yang digunakan pada penerangan gedung di kota Makassar pada umumnya menggunakan lampu jenis Essential dan Tube Light (TL) dengan masa pakai yang

Hasil pengukuran menggunakan power analyzer pada beban airport lighting system yang menggunakan lampu LED menunjukan bahwa harmonik arus yang diukur melebihi dari standar

Bagaimana variasi yang paling optimal dalam pengoperasian slow sand filter dengan menggunakan lampu LED biru dan merah terhadap nilai kekeruhan, kandungan zat organik,

Dalam penelitian yang bertujuan untuk menentukan kontribusi dari penggunaan lampu LED biru dan merah ini dilakukan tahapan yaitu tahap analisis awal, tahap

Dengan begitu akan diketahui jenis seberapa besar penghematan daya jika dilakukan penggantian lampu menjadi lampu LED yang akan lebih efisien dalam hal penghematan energi

Selama ini sistem penerangan LED yang menggunakan sumber energi listrik PLTS belum menggunakan sistem kontrol tegangan, arus, pengaman hubung singkat dan pendingin lampu LED,

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu mendesain dan mengkonstruksi lampu LED bawah air, menganalisis kekuatan material bahan yang digunakan, menganalisis besar