• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Intensitas Kebisingan Pada Perpustakaan Arsitektur Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Intensitas Kebisingan Pada Perpustakaan Arsitektur Universitas Sumatera Utara"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI INTENSITAS KEBISINGAN PADA PERPUSTAKAAN

ARSITEKTUR USU

SKRIPSI

OLEH

JOHAN ANDREAN TANDAULY

100406096

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

STUDI INTENSITAS KEBISINGAN PADA PERPUSTAKAAN

ARSITEKTUR USU

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

JOHAN ANDREAN TANDAULY

100406096

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PERNYATAAN

STUDI INTENSITAS KEBISINGAN PADA PERPUSTAKAAN ARSITEKTUR USU

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

(4)

Judul Skripsi : Studi Intensitas Kebisingan Pada Perpustakaan Arsitektur Universitas Sumatera Utara

Nama Mahasiswa : Johan Andrean Tandauly

Nomor Pokok : 100406096 Departemen : Arsitektur

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Ir. Novrial, M.Eng

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,

Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, MSc Ir. N. Vinky Rachman, MT

(5)

Telah diuji pada Tanggal : 10 Juli 2014

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Ir. Novrial, M.Eng

Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Nurinayat Vinky Rachman, MT

(6)

ABSTRAK

Kebisingan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan pada perpustakaan karena termasuk polusi yang mengganggu dan bersumber pada suara atau bunyi. Perpustakaan sebagai salah satu sumber informasi dan pembelajaran bagi masyarakat khususnya pelajar. Apabila faktor kebisingan tersebut dapat teratasi, maka minat belajar serta kenyamanan dalam menggunakan fasilitas ruang baca dapat terpenuhi dengan baik. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan melakukan pengukuran lapangan pada periode waktu tertentu dan analisa deskriptif dengan membandingkan data statistik dari hasil pengukuran dengan standar yang berlaku. Kawasan penelitian terletak di perpustakaan Arsitektur USU. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perpustakaan Arsitektur USU memiliki intensitas kebisingan lebih tinggi dari standar yang berlaku yaitu 55dB pada skala maksimum dari hari Senin hingga Jumat dan semakin banyak jumlah mahasiswa yang hadir baik di dalam kampus maupun luar kampus sangat mempengaruhi tingkat aktifitas, sirkulasi mahasiswa maupun kendaraan sebagai faktor penyebab kebisingan pada perpustakaan arsitektur USU.

Kata kunci : perpustakaan, kebisingan

ABSTRACT

Noise is one of the aspects that need to be considered at the library because it includes pollution disturbing and rooted in sound or noise. Library as a source of information and learning for people, especially students. If the noise factor can be resolved, then the interest in learning and comfort in using the reading room facility can be met properly. The method used is descriptive quantitative by measuring the field at a given time period and the descriptive analysis by comparing the statistics from the results of measurements with the applicable standards. Study area is located in the Architecture library of USU. The results of this study indicate that the architecture library of USU has a higher noise intensity of the applicable standards on a maximum scale that is 55dB from Monday to Friday and the greater number of students who attended either on college or outside the college greatly affect the level of activity student, vehicle and student circulation as the cause of the noise factor at Architecture library of USU.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Skripsi yang berjudul Studi Intensitas Kebisingan pada Perpustakaan Arsitektur USU.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada saya.

2. Kedua orang tua saya atas bantuan doa dan dukungannya selama ini. 3. Bapak Ir. Novrial, M.Eng selaku dosen pembimbing dalam penyusunan MLA selaku ketua dan sekretaris program studi Arsitektur.

6. Bapak Ir. Bauni Hamid, M.Des, PhD dan Ibu Ir. Dr. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc selaku dosen koordinator mata kuliah skripsi.

(8)

8. Semua teman-teman angkatan 2010 Fakultas Teknik Arsitektur yang telah membantu dan memberikan inspirasi, motivasi, dan semangat terima kasih atas semuanya.

9. Semua pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu disini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap, semoga laporan Skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Medan, Juli 2014 Hormat saya,

Johan Andrean Tandauly

(9)

DAFTAR ISI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Definisi Kebisingan ... 5

(10)

2.1.3. Sumber Kebisingan... 9

2.1.4. Intensitas Kebisingan ... 10

2.1.5. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan ... 13

2.1.6. Dampak Kebisingan ... 15

2.1.7. Penanggulangan Kebisingan ... 17

2.1.8. Sistem Pendengaran Manusia ... 18

2.2. Perpustakaan 2.2.1. Pengertian Perpustakaan ... 20

2.2.2. Tata Ruang Perpustakaan ... 22

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 25

3.2. Variabel Penelitian ... 26

3.3. Populasi/Sampel ... 27

3.4. Metoda Pengambilan Data... 28

3.5. Kawasan Penelitian... 30

3.6. Metoda Analisa Data ... 33

BAB IV. PEMBAHASAN 4.1. Data ... 35

4.2. Hasil Pengukuran ... 39

(11)

4.3.1. Perbandingan Antar Periode Waktu Setiap Hari ... 50

4.3.2. Perbandingan Titik A, B, dan C Per Hari ... 55

4.3.3. Perbandingan Titik A, B, dan C Setiap Hari ... 66

4.3.4. Perbandingan Jumlah Pengunjung Perpustakaan ... 68

4.3.5. Faktor – Faktor Penyebab Kebisingan Perpustakaan Arsitektur USU ... 69

4.4. Perbandingan Standart Baku Kebisingan ... 70

4.5. Perbandingan Skala Intensitas Kebisingan ... 74

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 4.5. Kesimpulan ... 78

4.5. Saran ... 79

(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

2.1 Skala intensitas kebisingan berdasarkan tingkat gangguan

pendengaran.………..……11

2.2 Nilai tingkat kebisingan pada kawasan……….………12 2.3 Nilai ambang batas kebisingan berdasarkan waktu pemaparan…….……13 2.4 Tingkat kebisingan berdasarkan zona………14 4.1 Tingkat Keramaian Mahasiswa Dalam dan Luar Gedung……….…47 4.2 Tingkat Keramaian Kendaraan………..…………48 4.3 Perbandingan Titik A dengan Standar (Skala Maks. dan Min.)…………71 4.4 Perbandingan Titik B dengan Standar (Skala Maks. dan Min.)…………72 4.5 Perbandingan Titik C dengan Standar (Skala Maks. dan Min.)…………73 4.6 Perbandingan Titik A dengan Skala Intensitas Kebisingan

(Skala Maks. dan Min.)……….75 4.7 Perbandingan Titik B dengan Skala Intensitas Kebisingan

(Skala Maks. dan Min.)……….76 4.8 Perbandingan Titik C dengan Skala Intensitas Kebisingan

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1.1 Kerangka Berpikir………4

3.1 Alat Ukur Sound Level Meter ( SL-814 )………..30

3.2 Denah lantai 1 Teknik Arsitektur USU………..31 3.3 Ukuran ruang perpustakaan Teknik Arsitektur……….………….32 3.4 Interior ruang perpustakaan………..………..32 4.1 Letak titik pengukuran pada perpustakaan……….35

4.2 Letak titik A...……….36

4.3 Letak titik B………37

4.4 Letak titik C………37

(14)

DAFTAR GRAFIK

No Judul Hal

4.1 Perbandingan Intensitas Kebisingan pada Titik A Setiap Hari

dalam Skala Maksimum dan Minimum……….50 4.2 Perbandingan Intensitas Kebisingan pada Titik B Setiap Hari

dalam Skala Maksimum dan Minimum……….52 4.3 Perbandingan Intensitas Kebisingan pada Titik C Setiap Hari

dalam Skala Maksimum dan Minimum……….54 4.4 Perbandingan Intensitas Kebisingan Tiap Titik pada Hari Senin

dalam Skala Maksimum dan Minimum……….56 4.5 Perbandingan Intensitas Kebisingan Tiap Titik pada Hari Selasa

dalam Skala Maksimum dan Minimum……….58 4.6 Perbandingan Intensitas Kebisingan Tiap Titik pada Hari Rabu

dalam Skala Maksimum dan Minimum……….60 4.7 Perbandingan Intensitas Kebisingan Tiap Titik pada Hari Kamis

dalam Skala Maksimum dan Minimum……….62 4.8 Perbandingan Intensitas Kebisingan Tiap Titik pada Hari Jumat

dalam Skala Maksimum dan Minimum……….64 4.9 Perbandingan Intensitas Kebisingan Titik A, B, dan C Setiap Hari

(15)

ABSTRAK

Kebisingan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan pada perpustakaan karena termasuk polusi yang mengganggu dan bersumber pada suara atau bunyi. Perpustakaan sebagai salah satu sumber informasi dan pembelajaran bagi masyarakat khususnya pelajar. Apabila faktor kebisingan tersebut dapat teratasi, maka minat belajar serta kenyamanan dalam menggunakan fasilitas ruang baca dapat terpenuhi dengan baik. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan melakukan pengukuran lapangan pada periode waktu tertentu dan analisa deskriptif dengan membandingkan data statistik dari hasil pengukuran dengan standar yang berlaku. Kawasan penelitian terletak di perpustakaan Arsitektur USU. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perpustakaan Arsitektur USU memiliki intensitas kebisingan lebih tinggi dari standar yang berlaku yaitu 55dB pada skala maksimum dari hari Senin hingga Jumat dan semakin banyak jumlah mahasiswa yang hadir baik di dalam kampus maupun luar kampus sangat mempengaruhi tingkat aktifitas, sirkulasi mahasiswa maupun kendaraan sebagai faktor penyebab kebisingan pada perpustakaan arsitektur USU.

Kata kunci : perpustakaan, kebisingan

ABSTRACT

Noise is one of the aspects that need to be considered at the library because it includes pollution disturbing and rooted in sound or noise. Library as a source of information and learning for people, especially students. If the noise factor can be resolved, then the interest in learning and comfort in using the reading room facility can be met properly. The method used is descriptive quantitative by measuring the field at a given time period and the descriptive analysis by comparing the statistics from the results of measurements with the applicable standards. Study area is located in the Architecture library of USU. The results of this study indicate that the architecture library of USU has a higher noise intensity of the applicable standards on a maximum scale that is 55dB from Monday to Friday and the greater number of students who attended either on college or outside the college greatly affect the level of activity student, vehicle and student circulation as the cause of the noise factor at Architecture library of USU.

(16)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, berbagai aktivitas atau kegiatan baik yang disadari maupun tidak disadari dapat menimbulkan sumber kebisingan dengan intensitas yang berbeda. Kebisingan merupakan gangguan suara yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan ketenangan manusia yang mendengarnya. Begitu juga tingkat kebisingan pada ruang-ruang tertentu khususnya perpustakaan. Upaya pengawasan dan pengendalian kebisingan menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas suatu perpustakaan. Kebisingan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan karena termasuk polusi yang mengganggu dan bersumber pada suara atau bunyi. Perpustakaan sebagai salah satu sumber informasi dan pembelajaran bagi masyarakat. Dalam kesehariannya mereka membutuhkan ketersediaan dan layanan informasi yang dapat diperoleh di perpustakaan dengan mudah dan cepat, sehingga kenyamanan dalam kebisingan sangat penting untuk dijaga (Sutarno, 2006:10).

(17)

kebisingan tersebut dapat teratasi, maka minat belajar serta kenyamanan dalam menggunakan fasilitas ruang baca dapat terpenuhi dengan baik.

Menurut keputusan MENLH No : KEP-48/MENLH/II/1996, bahwa perpustakaan harus memiliki tingkat baku kebisingan maksimum sebesar 55 dBA. Tingkat baku kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan sekitar. Nilai baku tingkat kebisingan yang ditetapkan ditambahkan dengan nilai toleransi 3dB.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini memusatkan kajian pada tingkat intensitas kebisingan serta faktor-faktor yang menyebabkan kebisingan pada perpustakaan Arsitektur USU. Rumusan masalahnya adalah :

a. Seberapa besarkah tingkat kebisingan yang ada di perpustakaan Arsitektur USU dan apakah telah sesuai dengan keputusan dari MENKES No.718/Men.Kes/Per/XI/1987 dan Menteri Lingkungan Hidup No.48/MENLH/II/1996?

(18)

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :

1. Mengukur tingkat intensitas kebisingan pada perpustakaan Arsitektur USU

2. Mengamati faktor kebisingan perpustakaan arsitektur USU secara umum

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat intensitas kebisingan pada perpustakaan Arsitektur USU dan faktor kebisingan tersebut.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diantaranya adalah :

1. Dapat memberikan kontribusi dan informasi bahwa tingkat kebisingan sangat berpengaruh terhadap kenyamanan pada perpustakaan.

2. Memberikan solusi pada pembuatan perpustakaan selanjutnya.

3. Memberikan saran/masukan dalam upaya meningkatkan kenyamanan pada perpustakaan Arsitektur USU.

(19)

1.6 Kerangka Berpikir

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir Latar Belakang

Kebisingan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan pada perpustakaan karena termasuk polusi yang mengganggu dan bersumber pada suara atau bunyi. Apabila faktor kebisingan tersebut dapat teratasi, maka minat belajar serta kenyamanan dalam menggunakan fasilitas ruang baca dapat terpenuhi dengan baik.

STUDI INTENSITAS KEBISINGAN PADA PERPUSTAKAAN ARSITEKTUR USU

Perumusan Masalah

a). Tingkat kebisingan pada perpustakaan Arsitektur USU dengan standar

b). Faktor penyebab timbulnya kebisingan di perpustakaan arsitektur USU.

Batasan penelitian:

Mengukur tingkat kebisingan dan mengamati faktor kebisingan perpustakaan

Metoda penelitian kuantitatif deskriptif.

Menentukan titik ukur penelitian

Pengukuran lapangan dengan alat SLM

Membandingkan hasil pengukuran intensitas kebisingan setiap titik pada periode waktu tertentu dengan standar baku dan menganalisa faktor kebisingan perpustakaan dan melakukan usaha reduksi kebisingan apabila tingkat kebisingan tinggi.

Hasil dan Pembahasan

(20)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebisingan

2.1.1 Defenisi Kebisingan

Menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No.Kep.Men 48/MEN.LH/11/1996, kebisingan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang menimbulkan bunyi/suara pada tingkat intensitas dan waktu tertentu yang menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, ternak, satwa dan sistem alam.

Rangsangan yang tercipta dari bunyi pada sel saraf pendengar menimbulkan getaran oleh gelombang longitudinal yang berasal dari bunyi atau suara dan merambat melalui perantara udara atau lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki dikarenakan mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran

(Suma’mur, 2009).

(21)

pendengaran) maupun secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, dan pola waktu (Buchari, 2008).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 718/Menkes/Per/XI/1987, kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan. Bising ini merupakan kumpulan nada-nada dengan bermacam-macam intensitas yang tidak diingini sehingga mengganggu ketentraman orang terutama pendengaran.

(22)

2.1.2 Jenis dan Karakteristik Kebisingan

Menurut Roestam (2004), berdasarkan sifatnya kebisingan dikelompokkan menjadi :

1. Bising yang kontinyu dengan spectrum frekuensi yang luas

Bising jenis ini merupakan bising yang relative tetap dalam batas amplitudo kurang lebih 5dB untuk periode 0,5 detik yang berturut-turut. Contoh dari jenis bising ini adalah bunyi kipas angin dan suara di dalam kokpit helikopter. 2. Bising yang kontinyu dengan spectrum frekuensi yang sempit

Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500,1000 dan 4000 Hz). Contoh bising ini adalah suara gergaji sirkuler dan suara katup gas.

3. Bising terputus-putus (intermitten)

Bising ini tidak terjadi secara terus menerus , melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya adalah suara lalu lintas dan kebisingan di lapangan terbang. 4. Bising implusif

Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan udara melebihi 40dB dalam waktu yang sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Contohnya adalah suara tembakan bom dan

5. Bising implusif berulang

(23)

Dari semua jenis bising menurut sifatnya, bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran adalah bising yang bersifat kontinyu, terutama yang memiliki spectrum frekuensi luas dan intensitas yang tinggi (Roestam, 2004).

Menurut Buchari (2008) bising dikelompokkan menurut pengaruhnya terhadap manusia, diantaranya sebagai berikut :

1. Bising yang mengganggu (irritating noise)

Bising jenis ini tidak memiliki intensitas yang tidak terlalu keras. Contohnya adalah suara orang mendengkur.

2. Bising yang menutupi (masking noise)

Bising jenis ini menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan pekerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.

3. Bising yang merusak (damaging/injuries noise)

Bising ini memiliki intensitas yang melampaui nilai ambang batas. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

Tiga karakteristik kebisingan yang dapat mengganggu (Bell, dalam Repository USU, 2005) adalah :

1. Volume (Volume)

(24)

2. Prediksi (Predictability)

Semakin tidak terprediksi sumber kebisingan, semakin besar perhatian atau konsentrasi yang kita curahkan untuk memahami tugas/kegiatan yang kita lakukan.

3. Persepsi Kontrol (Perceived Control)

Semakin lemah kontrol yang dapat kita lakukan terhadap kebisingan, maka semakin sulit bagi kita untuk beradaptasi terhadap kebisingan.

2.1.3 Sumber Kebisingan

Bermacam-macam sumber kebisingan yang merupakan dampak dari aktivitas berbagai proyek pembangunan dapat dibagi ke dalam empat tipe pembangunan yaitu:

1. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan pemukiman.

2. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan gedung bukan untuk tempat tinggal tetap, misalnya untuk perkantoran, gedung umum, hotel, rumah sakit, sekolah dan lain sebagainya.

3. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan industry.

4. Sumber kebisingan dari tipe pekerjaan umum, misalnya jalan, saluran induk air, selokan induk air, dan lainnya.

Dilihat dari sifat sumber kebisingan dibagi menjadi dua yaitu: 1. Sumber kebisingan statis, misalnya pabrik, mesin, tape, dan lainnya;

(25)

Sedangkan sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang dikeluarkannya ada dua, sebagai berikut :

1. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contohnya sumber bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tak bergerak;

2. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis, contohnya kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak di jalan.

Berdasarkan letak sumber suaranya, kebisingan dibagi menjadi: 1. Bising Interior

Merupakan bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga atau mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat musik, dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada di gedung tersebut seperti kipas angin, motor kompresor pendingin, pencuci piring dan lain-lain.

2. Bising Eksterior

Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut, maupun udara, dan alat-alat konstruksi

2.1.4 Intensitas Kebisingan

(26)

Intensitas kebisingan (bunyi) adalah arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB), dengan membandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat di dengar oleh manusia normal. Desibel adalah satu per sepuluh bel, sebuah satuan yang dinamakan untuk menghormati Alexander Graham Bell. Satuan bel terlalu besar untuk digunakan dalam kebanyakan keperluan, maka digunakan satuan desibel yang disingkat dB.

(27)

Tabel 2.1, sambungan

Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48/MENLH/II/1996, menteri menetapkan baku tingkat kebisingan untuk usaha atau kegiatan di luar peruntukan kawasan atau lingkungan kegiatan sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Nilai tingkat kebisingan pada kawasan

(28)

2.1.5 Nilai Ambang Batas ( NAB ) Kebisingan

Nilai Ambang Batas (NAB) atau baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Nilai ambang batas kebisingan maksimum yang dapat didengar oleh manusia adalah 85 dB. Alat standar untuk mengukur intensitas kebisingan adalah Sound Level Meter (SLM). SLM menunjukkan skala A, B dan C yang merupakan skala pengukuran karakter respon frekuensi. Skala A merupakan skala yang paling mewakili batasan pendengaran manusia terhadap kebisingan. Jadi dB (A) adalah satuan tingkat kebisingan dalam kelas A, yaitu kelas yang sesuai dengan respon telinga manusia normal. Kebisingan akibat lalu lintas dan yang dapat mengganggu pendengaran manusia termasuk dalam skala A yang dinyatakan dalam satuan dB (A).

Tabel 2.3 Nilai ambang batas kebisingan berdasarkan waktu pemaparan

Batas Suara ( dBA ) Waktu Pemaparan

80 16 jam

(29)

Sesuai dengan Permenkes No.718.MENKES/per/XI/1987 tingkat kebisingan dibagi atas zona lingkungan yang terdiri dari zona A, zona B, zona C, dan zona D (Tabel 2.4).

Tabel 2.4 Tingkat kebisingan berdasarkan zona

No. Zona Tingkat Kebisingan

Maksimum yang

1. Zona A adalah zona yang diperuntukkan bagi tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau social dan sejenisnya

2. Zona B adalah zona yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat penelitian, pendidikan, rekreasi dan sejenisnya

3. Zona C adalah zona yang diperuntukkan bagi perkantoran, pertokoan, perdagangan , pasar dan sejenisnya

4. Zona D adalah zona yang diperuntukkan bagi industry pabrik, stasiun kereta api, terminal bus, dan sejenisnya

Zona Kebisingan menurut IATA (International Air Transportation Association) adalah sebagai berikut :

(30)

2. Zona B: intensitas 135-150 dB → individu yang terpapar perlu memakai pelindung telinga (earmuff dan earplug)

3. Zona C: 115-135 dB → perlu memakai earmuff 4. Zona D: 100-115 dB → perlu memakai earplug

2.1.6 Dampak Kebisingan

Dampak utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan terhadap indera-indera pendengar. Pada awalnya dampak kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan. Tetapi pemaparan secara terus-menerus mengakibatkan kerusakan menetap terhadap indera-indera pendengaran.

Selain gangguan kesehatan kerusakan terhadap indera-indera pendengar, kebisingan juga dapat menyebabkan : gangguan kenyamanan, kecemasan dan gangguan emosional, stress, denyut jantung bertambah dan gangguan-gangguan lainnya. Secara umum pengaruh kebisingan terhadap masyarakat dapat dibagi menjadi 2, yaitu: gangguan fisiologi, dan gangguan psikologis.

1. Ganguan Fisiologis

Ganguan fisiologis yang diakibatkan oleh kebisingan yakni gangguan yang langsung terjadi pada faal manusia. Gangguan ini diantaranya:

 Perederan darah terganggu oleh kerena permukaan darah yang dekat dengan permukaan kulit menyempit akibat bising > 70 dB.

(31)

 Gangguan tidur

Tidur yang normal sangat diperlukan untuk member istirahat mental dan fisik kepada seseorang. Setelah bangun seseorang merasa segar kembali,kemampuan fisik dan mental pulih untuk bekerja kembali. Bising dapat mengganggu tidur seseorang sehingga fisik dan mental tidak diperoleh. Hal ini dapat menimbulkan gangguan dan mengurangi kemampuan kerja.

 Gangguan sistem syaraf dan kardiovaskular

Bising dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah, perubahan pada curah jantung dan aliran darah setiap menit. Dapat dijumpai pada pekerja yang bekerja di lingkungan bising untuk waktu yang lama (bertahun-tahun) mempunyai tekanan darah rata-rata dari para pekerja yang bekerja dalam lingkungan yang kurang bising. Insiden hipertensi lebih tinggi pada kelompok bekerja yang bekerja di lingkungan bising.  Gangguan efisiensi kerja / belajar

Gangguan ini jelas dapat dilihat pada kegiatan mental yang memerlukan perhatian (konsentrasi pikiran) seperti proses belajar mengajar.

 Gangguan pendengaran, oleh karena bunyi yang terlalu keras dapat merusak gendang telinga.

2. Gangguan Psikologis

(32)

dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.

2.1.7 Penanggulangan Kebisingan

Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan oleh para pendengar. Menurut Satwiko (2004), penanggulangan kebisingan dapat dilakukan dari dalam ruangan maupun luar ruangan.

Cara menangulangi kebisingan pada ruang luar diantaranya :

1. Memanfaatkan jarak karena tingkat bunyi akan semakin berkurang bila jarak semakin besar. Untuk bangunan kritis, maka mulailah mencari lokasi gangguan kebisingan yang minimal

2. Mengelompokkan kegiatan yang berpotensi bising dan yang memerlukan ketenangan

3. Memberi tabir ( penghalang bunyi )

4. Memanfaatkan daerah yang tidak terlalu mensyaratkan ketenangan sebagai perintang kebisingan dengan cara pengaturan daerah ( zoning )

5. Menjauhkan bukaan ( pintu dan jendela ) dari sumber kebisingan

Cara menangulangi kebisingan pada ruang dalam diantaranya : 1. Mengusahakan peredaman pada sumber kebisingan

2. Mengisolasi sumber kebisingan atau memakai penghalang bunyi

(33)

4. Meletakkan sumber-sumber bising pada bagian bangunan yang pasif (seperti : basement )

5. Mengurangi kebisingan akibat bunyi injak dengan bahan yang lentur 6. Mengurangi kebisingan pada ruangan bising dengan bahan-bahan peredam 7. Mengurangi kebisingan dengan memusatkan jalan perambatan bunyi melalui

struktur bangunan dengan memisahkan bangunan.

2.1.8 Sistem Pendengaran Manusia

Telinga manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian luar (outer ear), bagian tengah (middle ear) dan bagian dalam (inner ear). Ketiga bagian tersebut memiliki komponen-komponen berbeda dengan fungsi masing-masing dan saling berkelanjutan dalam menanggapi gelombang suara yang berada di sekitar manusia.

Gelombang suara yang mencapai gendang telinga akan membangkitkan getaran pada selaput gendang telinga tersebut. Getaran yang terjadi akan diteruskan pada tiga buah tulang, yaitu hammer (malleus), anvil (incus), dan stirrup (stapes) yang saling terhubung di bagian tengah telinga (middle ear) yang

akan menggerakkan fluida (cairan seperti air) dalam organ pendengaran berbentuk keong (cochlea) pada bagian dalam telinga (inner ear).

(34)

diterjemahkan menjadi suara yang kita dengar. Terakhir, suara akan ”ditahan”

oleh otak manusia kurang lebih selama 0,1 detik (Tambunan, 2005).

Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran dikarenakan bising itu sendiri dapat ditentukan berdasarkan parameter percakapan sehari-hari sebagai berikut : Gradasi Parameter

Normal : Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m) Sedang : Kesulitan dalam percakapan sehari-hari (>1.5m)

Menengah : Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari (>1.5m) Berat : Kesulitan dalam percakapan keras/teriak sehari-hari (>1.5m) Sangat berat : Kesulitan dalam percakapan keras/teriak sehari-hari (<1.5m) Tuli total : Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi

(35)

2.2 Perpustakaan

2.2.1 Pengertian Perpustakaan

Menurut UU Perpustakaan pada Bab I pasal 1 menyatakan Perpustakaan adalah institusi yang mengumpulkan pengetahuan tercetak dan terekam, mengelolanya dengan cara khusus guna memenuhi kebutuhan intelektualitas para penggunanya melalui beragam cara interaksi pengetahuan.

Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri. Perpustakaan dapat juga diartikan sebagai kumpulan informasi yang bersifat ilmu pengetahuan, hiburan, rekreasi, dan ibadah yang merupakan kebutuhan hakiki manusia (Wikipedia.org).

Dalam Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Umum (2000 : 5) dijelaskan bahwa :

“Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diselenggarakan di pemukiman penduduk (kota atau desa) diperuntukkan bagi semua lapisan dan golongan masyarakat penduduk pemukiman tersebut untuk melayani kebutuhannya akan informasi dan bahan bacaan.”

(36)

mempunyai tugas pokok melaksanakan pengembangan perpustakaan di wilayah kabupaten atau kotamadya serta melaksanakan layanan perpustakaan kepada masyarakat umum yang tidak membedakan usia, ras, agama, status sosial ekonomi dan gender.

Menurut Soeatminah (2000), perpustakaan adalah organisasi, berupa lembaga atau unit kerja yang bertugas menghimpun koleksi pustaka dan menyediakannya bagi masyarakat untuk dimanfaatkan. Lembaga merupakan organisasi yang otonom, sedang unit kerja merupakan organisasi di dalam organisasi, sehingga memiliki lembaga induk.

Qalyubi, Syihabuddin (2003:4) menyatakan : “Perpustakaan secara konvensional yaitu kumpulan buku atau bangunan fisik tempat buku dikumpulkan, disusun menurut sistem tertentu untuk kepentingan konsumen/pemakai”.

Rahayuningsih (2007:1) menyatakan : “Perpustakaan adalah suatu kesatuan unit kerja yang terdiri dari beberapa bagian, yaitu bagian pengembangan koleksi, bagian pengolahan koleksi, bagian pelayanan pengguna, dan bagian pemeliharaan sarana –prasarana”.

(37)

2.2.2 Tata Ruang Perpustakaan

Gedung atau ruangan perpustakaan adalah bangunan yang sepenuhnya diperuntukkan bagi seluruh aktivitas sebuah perpustakaan. Disebut gedung apabila merupakan bangunan besar dan permanen, terpisah pergerakan manusia sebagai pengguna perpustakaan, daerah konsentrasi manusia, daerah konsentrasi buku/barang, dan titik-titik layanan yang diberikan oleh perpustakaan. Untuk itu, keberadaan gedung atau ruangan perpustakaan secara mutlak perlu ada, karena perpustakaan tidak mungkin digabungkan dengan unit-unit kerja yang lain di dalam satu ruangan (Sutarno, 2006).

Gedung perpustakaan memiliki tempat yang terdiri dari sejumlah ruangan yang tiap-tiap ruangan tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Ruang perpustakaan merupakan tempat yang disediakan untuk perpustakaan harus terpisah dari aktivitas lain. Selain itu pembagian ruangan harus disesuaikan juga dengan sifat kegiatan, sistem kegiatan, jumlah pengguna, jumlah staf dan keamanan tata kerja, sehingga kelancaran kegiatan dalam perpustakaan tersebut berjalan efektif (Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan, 2000).

Menurut Perpustakaan Nasional (1992), ruangan minimal yang harus dimiliki sebuah perpustakaan adalah sebagai berikut:

1. Ruang koleksi, adalah tempat penyimpanan koleksi perpustakaan. Luas ruangan ini tergantung pada jenis dan jumlah bahan pustaka yang dimilki serta besar kecilnya luas bangunan perpustakaan.

(38)

3. Ruang pelayanan, adalah tempat penyimpanan dan pengembalian buku, meminta keterangan pada petugas, menitipkan barang atau tas, dan mencari informasi dan buku yang diperlukan melalui katalog.

4. Ruang kerja/teknis administrasi, adalah ruangan yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan pemerosesan bahan pustaka, tata usaha untuk kepala perpustakaan dan stafnya, perbaikan dan pemeliharaan bahan pustaka, diskusi, dan pertemuan.

Menyangkut penyusunan konsep dalam penataan ruang perpustakaan, hendaknya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Berkualitas tinggi, artinya tetap berjalan baik dalam waktu lama b. Mudah dipasang dan dirawat

c. Dibuat oleh produsen lokal atau perwakilan setempat, tujuannya agar mampu memberikan jasa purna jual yang memuaskan. Jasa purna jual ini meliputi perawatan mesin, perbaikan dan pasokan suku cadang, serta pelatihan bagi staf. d. Sesuai dengan spesifikasi dan tandar perabot perpustakaan, agar terkesan

“luwes” bagi pemakai perpustakaan.

e. Penampilan, kenyamanan, dan variasi perlengkapan harus memperhatikan aspek kekekaran, ketahanan, kepraktisan, dan keamanan

Sulistiyo-Basuki (1992), ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menata ruang baca perpustakaan, yaitu:

(39)

perilaku pemakai, infrastruktur, dan fasilitas teknologi informasi yang diperlukan untuk melengkapi kenyamanan ruang baca perpustakaan.

2. Pertimbangan teknis, terkait dengan kegiatan telaah awal untuk menentukan kondisi optimal bagi pemanfaatan ruang dan perlengkapan, pengawetan dokumen, kenyamanan pemakai, serta mempertimbangkan faktor cuaca (suhu), penerangan (cahaya), akustik (kebisingan), masalah khusus (koleksi mikro), dan keamanan (tahan api) saat di dalam ruang perpustakaan.

Selain itu, dalam merancang ruang perpustakaan perlu diperhatikan dalam penataan ruang baca, ruang koleksi, dan ruang sirkulasi yang dapat dipilih dengan sistem tata sekat, tata parak, dan tata baur (Lasa, 2005).

1. Sistem tata sekat yaitu cara pengaturan ruangan perpustakaan yang menempatkan koleksi terpisah dari ruang baca pengunjung. Sistem ini, tidak memperkanan pengunjung untuk masuk ke ruang koleksi dan petugaslah yang akan melayaninya.

2. Sistem tata parak yaitu sistem pengaturan ruangan yang menempatkan koleksi terpisah dari ruang baca. Sistem ini, memungkinkan pengunjung untuk mengambil koleksi sendiri, kemudian dicatat dan dibaca di ruang lain.

(40)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian yang mendeskripsikan suatu keadaan/kondisi, hubungan, proses yang sedang berlangsung, serta efek/dampak yang terjadi pada kawasan atau objek penelitian.

Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena yang ada, baik fenomena alami maupun fenomena buatan manusia. Fenomena ini bisa berupa bentuk, perubahan, karakteristik, aktifitas, relasi/hubungan, kesamaan dan perbedaan antar fenomena yang satu dengan yang lainnya (Sukmadinata, 2006:72).

(41)

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian bertujuan memberikan batasan pembahasan di dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan variabel dependen yang sering juga disebut variable kriteria yaitu variabel yang nilai atau valuenya dipengaruhi atau ditentukan variabel lain (Sukaria, 2011:73).

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :

1. Faktor subjektif dan pengaruhnya terhadap kebisingan, yaitu aktifitas manusia (mahasiswa, dosen, pengunjung, dsb) yang biasa dilakukan pada satu minggu perkuliahan di luar maupun dalam perpustakaan. Aktifitas yang biasa dilakukan adalah :

a. Adanya saling komunikasi antar mahasiswa.

b. Sirkulasi manusia dari dalam maupun di luar perpustakaan yang berasal dari mahasiswa fakultas lain maupun orang lain untuk melintas melewati jalur sirkulasi tersebut.

2. Faktor lingkungan dan arsitektur bangunan, yaitu :

a. Laju transportasi, seperti pada mobil, sepeda motor, pesawat terbang, helikopter, dsb. Dalam hal ini, pesawat terbang dan helikopter sangat jarang melewati kawasan ini. Sirkulasi mobil tidak begitu padat, namun pada sirkulasi sepeda motor cukup tinggi sehingga sumber kebisingan ini cukup diperhitungkan.

(42)

digunakan pada bangunan dan ruang perpustakaan tersebut dapat mempengaruhi tingkat intensitas kebisingan pada perpustakaan tersebut. 3. Variabel Iklim serta Orientasi ruang dan pengaruhnya terhadap kebisingan,

yaitu :

a. Faktor alam yang tidak dapat diprediksi waktu kejadiannya seperti hujan. Terjadinya hujan mempunyai efek terhadap bangunan sehingga mempengaruhi tingkat kebisingan di dalam bangunan tersebut khususnya pada perpustakaan.

b. Orientasi ruang perpustakaan. Pada perpustakaan Teknik Arsitektur USU mempunyai orientasi ruang berada di pinggir jalan. Sehingga faktor ini juga mempengaruhi tingkat kebisingan yang ada pada perpustakaan dikarenakan orientasi tersebut merupakan jalur kemudahan bagi sumber kebisingan untuk memasuki ruangan.

3.3 Populasi/Sample

Sample penelitian dengan menentukan titik-titik tertentu pada perpustakaan dimana titik-titik ini akan digunakan sebagai titik pengukuran tingkat kebisingan. Titik tersebut akan diletakkan pada posisi pengukuran sebagaimana letak tersebut merupakan daerah yang memiliki sumber rawan bising yaitu :

(43)

 Titik B akan diletakkan pada daerah yang dekat dengan aktifitas di dalam bangunan yang berguna untuk mengukur tingkat intensitas kebisingan yang berasal dari dalam bangunan seperti komunikasi mahasiswa, aktifitas mahasiswa (tenis meja,dsb), sirkulasi dosen, mahasiswa, maupun yang lainnya.

 Titik C akan diletakkan pada daerah ruang baca dalam perpustakaan yang terletak di tengah-tengah ruangan dimana daerah ini merupakan daerah yang sangat penting dijaga tingkat intensitas kebisingannya, sehingga manusia (mahasiswa, dosen, dan lainnya) dapat membaca buku dengan tenang dan nyaman.

3.4 Metoda Pengambilan Data

Metoda yang digunakan dalam pengambilan data adalah metoda pengukuran lapangan dengan melakukan survey pengukuran fisik dan mengetahui tingkat kebisingan ruang perpustakaan yang diakibatkan oleh faktor internal maupun eksternal dengan menggunakan Sound Level Meter (SLM). Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data primer yaitu data dan informasi diperoleh dari sumber utama peneliti yang berasal dari survey observasi dan pengukuran lapangan tersebut.

(44)

 Pengukuran dilakukan pada titik – titik tertentu di area perpustakaan yang terbagi menjadi 3 bagian , yaitu titik A, B, dan C.

 Pengukuran dilakukan pada hari Senin hingga Jumat pukul 09.00 WIB – 12.00 WIB dan 13.00 WIB – 15.00 WIB. Pengukuran setiap titik sampling dilakukan dengan interval waktu setiap 1 jam dalam skala minimum dan maksimum.

 Pendataan variabel faktor lingkungan dan arsitektur bangunan dilakukan dengan observasi kawasan penelitian dan pengambilan gambar/foto.

Alat pengukuran yang digunakan adalah Sound Meter Level ( SL-814 ). Berikut adalah spesifikasi dari Sound Level Meter yang digunakan:

 Akurasi : ± 2 dB

 Interval Frekuensi : 31.5 Hz – 8.5 kHz  Interval Linear : 30 dB

 Level Pengukuran : 40-130 dBA; 40-130 dBC  Besaran Frekuensi : A , C

 Display Digital : 4 digit; Resolusi : 0.1 dB; Display : 0.5  Grafik Bar : skala 50 dB pada setiap 1 dB

 Interval Level : 40-70dB, 60-90dB, 80-110dB, 100-130dB, 40-130dB  AC Output : 0.707 Vrms

 Besaran Waktu : cepat / lambat

 Mikrofon : ½ inch elektrik mikrofon kondensor  Max : Maximum

(45)

 Temperatur Pengoperasian : 0ºC - 40ºC  Kelembaban Pengoperasian : 10% - 70% RH  Temperatur Penyimpanan : -10ºC - 50ºC  Kelembaban Penyimpanan : 10% - 80% RH  Dimensi : 235(L)x70(W)x30(H) mm

 Berat : ±380g

Gambar 3.1 Alat Ukur Sound Level Meter ( SL-814 ) (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

3.5 Kawasan Penelitian

Kawasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gedung Teknik Arsitektur USU. Kawasan ini terletak di daerah Universitas Sumatera Utara khususnya di Jalan Perpustakaan, Gedung J7, Kampus USU, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara. Gedung arsitektur ini berlantai dua dimana ruang perpustakaan itu sendiri terletak di lantai satu.

(46)

kepentingan perkuliahan. Hal tersebut disebabkan semakin meningkatnya jumlah mahasiswa yang mendaftar menjadi mahasiswa Arsitektur, sehingga permintaan akan fasilitas ruang perkuliahan menjadi kewajiban Departemen Arsitektur. Namun, berbeda pada ruang perpustakaan. Ruang perpustakaan tersebut hanya merupakan sebuah ruangan yang berukuran 7m x 12m dimana segala fasilitas dan aktifitas dilakukan di ruang tersebut. Sehingga setiap ruang aktifitas di dalam ruangan tersebut menjadi terbatas dikarenakan ukuran ruangan yang kurang memadai.

(47)

Gambar 3.3 Ukuran ruang perpustakaan Teknik Arsitektur (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar 3.4 Interior ruang perpustakaan (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

(48)

Berikut merupakan fasilitas pendukung eksisting, sebagai berikut:

3.6 Metoda Analisa Data

Metoda analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa deskriptif yang menggunakan statistik deskriptif untuk mengetahui gambaran umum tingkat kebisingan dalam ruangan perpustakaan kemudian membandingkannya dengan data statistik yang diperoleh melalui hasil survei lapangan.

Data yang akan dianalisa yaitu tingkat intensitas kebisingan dan nilai kebisingan dari setiap titik sampel pada perpustakaan tersebut. Langkah – langkah metoda yang digunakan adalah sebagai berikut :

 Hasil pengukuran pada titik sampel A, B, dan C diperoleh dari pengukuran satu minggu perkuliahan dari 3 titik sampling tersebut yang dilakukan dalam interval waktu setiap 1 jam dalam 5 kali sehari.

(49)

 Hasil pengukuran tersebut akan mendapatkan suatu perbandingan tingkat intensitas kebisingan dari setiap titik sampel yang berguna sebagai perbandingan pada standar intensitas kebisingan ruang pada perpustakaan.  Dari hasil pengukuran tersebut dapat diketahui waktu aktifitas tertinggi yang

dilakukan oleh manusia termasuk mahasiswa dalam ruang dan area sekitar perpustakaan tersebut.

(50)

BAB IV. PEMBAHASAN

4.1 Data

Pada bab ini menjelaskan tentang pembahasan proses penelitian hingga hasil penelitian. Pertama adalah data yang diperoleh berdasarkan metode yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya yaitu survey pengukuran lapangan dengan menggunakan alat SLM (Sound Level Meter). Pengukuran dilakukan pada titik – titik tertentu di area perpustakaan yang terbagi menjadi 3 bagian , yaitu titik A, B, dan C.

Gambar 4.1 Letak titik pengukuruan pada perpustakaan (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Proses pengukuran lapangan pada penelitian ini menggunakan batasan – batasan penelitian yang berguna sebagai efisiensi saat pengambilan data, yaitu sebagai berikut :

(51)

2. Pengukuran dilakukan pada hari Senin hingga Jumat 3. Pengukuran dilakukan saat jendela terbuka

4. Pengukuran dilakukan saat ada pengunjung ataupun tidak 5. Pengukuran dilakukan pada saat cuaca cerah

6. Pengukuran tidak dipengaruhi oleh adanya perabot dan letak perabot 7. Data yang diambil berupa skala maksimum dan minimum

Berikut ini adalah foto survey letak titik ukur yang digunakan pada proses penelitian ini.

Gambar 4.2 Letak titik A (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

(52)

Gambar 4.3 Letak titik B (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Letak alat ukur titik B juga diletakkan pada ketinggian ±85 cm dari atas lantai yang berada di tengah ruangan perpustakaan. Letak titik B digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan yang berasal dari dalam ruang perpustakaan.

Gambar 4.4 Letak titik C (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

(53)

Berikut adalah dokumentasi letak bukaan pada perpustakaan arsitektur USU dalam bentuk foto yang bersumber dari dokumentasi pribadi.

(54)

4.2 Hasil Pengukuran

Selanjutnya adalah data – data yang didapat dari hasil pengukuran dan pengamatan berupa jumlah pengunjung perpustakaan, jumlah tingkat keramaian mahasiswa dan kendaraan serta intensitas kebisingan pada hari dan jam yang telah ditentukan sebagai berikut :

SENIN (12/05/2014)

Data : Jumlah Pengunjung Perpustakaan

Jam Jumlah (orang)

Data : Intensitas Kebisingan pada titik A

Jam Max. Min.

Data : Intensitas Kebisingan pada titik B

(55)

Data : Intensitas Kebisingan pada titik C

(56)

SELASA (20/05/2014)

Data : Jumlah Pengunjung Perpustakaan

Jam Jumlah (orang)

Data : Intensitas Kebisingan pada titik A

Jam Max. Min.

Data : Intensitas Kebisingan pada titik B

Jam Max. Min.

Data : Intensitas Kebisingan pada titik C

Jam Max. Min.

(57)

mengganggu kebisingan di dalam perpustakaan. Pada data intensitas kebisingan tersebut dapat dilihat, intensitas kebisingan pada titik A tidak terlalu berbeda pada hari sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan tingkat aktifitas pada hari Selasa tidak jauh berbeda dengan hari sebelumnya. Intensitas kebisingan pada titik C lebih tinggi dibandingkan hari sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya jadwal kuliah mahasiswa studio dan aktifitas di hall, sehingga kebisingan berdampak pada perpustakaan. Intensitas pada titik B lebih rendah dikarenakan tata letak yang berada di tengah ruangan sehingga kebisingan yang bersumber dari dalam maupun luar tidak terlalu tinggi.

RABU (21/05/2014)

Data : Jumlah Pengunjung Perpustakaan

Jam Jumlah (orang)

Data : Intensitas Kebisingan pada titik A

(58)

Data : Intensitas Kebisingan pada titik B

Data : Intensitas Kebisingan pada titik C

Jam Max. Min.

(59)

KAMIS (22/05/2014)

Data : Jumlah Pengunjung Perpustakaan

Jam Jumlah (orang)

Data : Intensitas Kebisingan pada titik A

Jam Max. Min.

Data : Intensitas Kebisingan pada titik B

Jam Max. Min.

Data : Intensitas Kebisingan pada titik C

Jam Max. Min.

(60)

dengan hari sebelumnya dengan tingkat intensitas kebisingan tertinggi pada jam 11.00 – 12.00 WIB dan 13.00 – 14.00 WIB. Hal ini juga disebabkan oleh aktifitas luar gedung yaitu aktifitas mahasiswa saat menjelang siang hari untuk mencari makan siang dan pulang kuliah pada saat menjelang sore hari. Sedangkan intensitas kebisingan pada titik C lebih rendah dari hari sebelumnya. Hal ini dikarenakan tidak adanya jadwal kuliah studio dan sedikitnya mahasiswa yang memakai ruang besar di seberang perpustakaan, sehingga kebisingan yang ditimbulkan hanya pada sirkulasi dan percakapan mahasiswa yang hendak ke toilet atau tempat fotokopi. Pada titik B sendiri dikarenakan tata letak berada di tengah ruangan, maka dampak kebisingan yang berasal dari luar masih terdeteksi pada alat ukur tersebut seperti pada tabel data yang diambil.

JUMAT (16/05/2014)

Data : Jumlah Pengunjung Perpustakaan

Jam Jumlah (orang)

Data : Intensitas Kebisingan pada titik A

(61)

Data : Intensitas Kebisingan pada titik B

Data : Intensitas Kebisingan pada titik C

Jam Max. Min.

(62)
(63)
(64)

4.3 Pengolahan Data

Dari hasil pengukuran di atas, maka dapat dihasilkan perbandingan tingkat kebisingan antar periode waktu pada setiap harinya, setiap titik per harinya, setiap antar titik pada setiap harinya yang dirangkum dalam bentuk grafik skala maksimum dan minimum, perbandingan dengan standar baku kebisingan dengan satuan unit decibel (dB), perbandingan jumlah pengunjung perpustakaan setiap hari, dan faktor penyebab kebisingan pada perpustakaan arsitektur USU.

(65)

4.3.1 Perbandingan Antar Periode Waktu pada Setiap Hari

Grafik 4.1 Perbandingan Intensitas Kebisingan pada Titik A Setiap Hari dalam Skala Maksimum dan Minimum

Ambang Batas Bising

Perpustakaan Ambang Batas Bising

(66)

Jika dilihat dari grafik 4.1 sebagaimana perbandingan dalam bentuk skala maksimum dan minimum pada titik A dapat disimpulkan bahwa tingkat kebisingan pada hari Jumat lebih rendah daripada hari lainnya. Hal ini dikarenakan tingkat aktifitas di luar gedung tergolong lebih rendah dari hari lainnya seperti berdasarkan pada tabel 4.1 dan 4.2 sedikitnya mahasiswa tetangga (Teknik Kimia,dsb) yang hadir pada saat itu sehingga aktifitas serta sirkulasi yang terjadi juga tidak seperti hari lainnya yang sangat mempengaruhi tingkat kebisingan perpustakaan tersebut.

(67)

Grafik 4.2 Perbandingan Intensitas Kebisingan pada Titik B Setiap Hari dalam Skala Maksimum dan Minimum

Ambang Batas Bising

Perpustakaan Ambang Batas Bising

(68)

Jika dilihat dari grafik 4.2 dapat disimpulkan bahwa intensitas kebisingan pada skala maksimum di titik B mulai meningkat pada jam 10.00 – 14.00. Namun tingkat kebisingan yang terjadi berbeda dengan titik A. Hal ini dikarenakan tata letak titik B yang berada di tengah ruangan sehingga tingkat kebisingan dipengaruhi oleh sumber kebisingan dari titik A dan C. Dilihat dari pola tingkat kebisingan yang ada, kebisingan minimum juga terjadi pada hari Jumat dimana hal tersebut disebabkan oleh minimnya mahasiswa yang hadir berdasarkan pada data tabel 4.1 dan 4.2 tentang tingkat keramaian sehingga rendahnya aktifitas mahasiswa di sekitar gedung tersebut pada saat itu sehingga berbeda dengan hari lainnya.

Namun hari lainnya khususnya hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis, tingkat kebisingan yang terjadi tidak berbeda jauh dengan titik A yaitu pada jam 11.00 – 14.00 sebagaimana waktu tersebut merupakan aktifitas mahasiswa sudah mulai kebanyakan berada di luar seperti faktor yang telah disebutkan pada pembahasan titik A sebelumnya.

(69)

Grafik 4.3 Perbandingan Intensitas Kebisingan pada Titik C Setiap Hari dalam Skala Maksimum dan Minimum

Ambang Batas Bising

Perpustakaan Ambang Batas Bising

(70)

Jika dilihar dari grafik 4.3 dapat disimpulkan bahwa tingkat kebisingan tertinggi yang diperoleh titik C terjadi pada hari Selasa dan diikuti hari lainnya seperti Senin, Rabu, dan Kamis dengan waktu mulai memuncak pada jam 10.00 – 15.00 sebagaimana pada waktu tersebut merupakan waktu terpadat aktifitas kampus. Sedangkan intensitas kebisingan pada hari Jumat masih tetap lebih rendah dibandingkan dengan hari lainnya walaupun hari Kamis sedikit lebih tinggi darinya. Hal itu dikarenakan aktifitas mahasiswa khususnya arsitektur lebih rendah pada hari tersebut dibanding dengan hari lainnya berdasarkan pada data tabel 4.1 dan 4.2. Namun dari segi intensitas kebisingan maksimum yang diperoleh perpustakaan, angka tersebut masih tergolong tinggi jauh dari standart yang berlaku yaitu 55dB.

(71)

4.3.2 Perbandingan Titik A, B, dan C Per Hari

Grafik 4.4 Perbandingan Intensitas Kebisingan Tiap Titik pada Hari Senin dalam Skala Maksimum dan Minimum

Ambang Batas Bising

Perpustakaan Ambang Batas Bising

(72)

Berdasarkan pada grafik 4.4, intensitas kebisingan tertinggi pada skala maksimum terletak pada titik A dimana pada hari Senin saat itu sirkulasi mahasiswa di luar gedung tergolong cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi mahasiswa dan kendaraan khususnya sepeda motor mahasiswa. Tingkat kebisingan tersebut mulai saat menjelang siang dan pulang kuliah. Puncak kebisingan tertinggi pada saat waktu pulang kuliah dimana mahasiswa ramai bersirkulasi.

Sementara perbandingan pada titik B dan C, intensitas kebisingan tidak berbeda jauh. Intensitas pada titik C lebih rendah disebabkan faktor internal kebisingan oleh mahasiswa khususnya tidak setinggi di luar gedung. Kebisingan terendah juga terjadi saat pagi hari dimana sirkulasi mahasiswa yang datang tidak seramai siang hari.

Dilihat dari segi skala minimum, tingkat kebisingan tertinggi juga pada titik A saat mulai menjelang siang hari hingga waktu pulang kuliah. Namun titik terendah kebisingan pada saat pagi hari sangat rendah seperti pada titik B dan C. Namun tingkat kebisingan pada pagi hari dari jam 09.00 – 12.00 masih tergolong aman sesuai dengan standar walaupun pada titik A dan B ada yang melebihi 55 dB sebagai standar baku. Namun kebisingan yang terjadi tidak secara terus - menerus.

(73)

Grafik 4.5 Perbandingan Intensitas Kebisingan Tiap Titik pada Hari Selasa dalam Skala Maksimum dan Minimum

Ambang Batas Bising

Perpustakaan Ambang Batas Bising

(74)

Berdasarkan pada grafik 4.5, intensitas kebisingan tertinggi pada skala maksimum terletak pada titik C yaitu sekitar pukul 14.00 – 15.00 yang telah jauh melebihi standar baku kebisingan hingga diatas 70 dB. Namun, titik terendah kebisingan terletak pada titik B saat pagi hari dimana kondisi masih tergolong sepi baik dalam gedung arsitektur maupun sirkulasi luar gedung. Jika ditinjau dari titik B dan C maka dapat dilihat tingkat kebisingan yang terjadi dari waktu pagi hari hingga siang hari mengalami peningkatan. Sementara pada titik A, mulai menjelang siang hari tingkat kebisingan meningkat hingga mendekati angka 70 dB dimana aktifitas mahasiswa juga tinggi pada saat itu.

(75)

Grafik 4.6 Perbandingan Intensitas Kebisingan Tiap Titik pada Hari Rabu dalam Skala Maksimum dan Minimum

Ambang Batas Bising

Perpustakaan Ambang Batas Bising

(76)

Berdasarkan pada grafik 4.6, intensitas kebisingan tertinggi pada skala maksimum terletak pada titik A dimana tingkat kebisingan telah mencapai 70 dB keatas. Sedangkan pada titik C tidak berbeda jauh dari titik A namun masih sedikit dibawah 70 dB. Kondisi setiap titik tergolong sama yaitu tingkat kebisingan mengalami peningkatan mulai dari pagi hari hingga siang hari dan kondisi kebisingan terendah juga tetap berada saat pagi hari.

(77)

Grafik 4.7 Perbandingan Intensitas Kebisingan Tiap Titik pada Hari Kamis dalam Skala Maksimum dan Minimum

Ambang Batas Bising

Perpustakaan Ambang Batas Bising

(78)

Berdasarkan pada grafik 4.7, intensitas kebisingan tertinggi pada skala maksimum terletak pada titik A yang tingkat kebisingannya melebihi 70 dB. Intensitas kebisingan terendah terletak pada titik C dimana kondisi dalam gedung arsitektur pada waktu pagi hari tidak begitu ramai. Namun pada saat menjelang siang dari jam 10.00 hingga sore hari 15.00 dimana pada saat itu mahasiswa menjalankan aktifitas biasa seperti makan siang dan pulang kuliah sehingga sirkulasi dan komunikasi yang terjadi meningkat terutama pada titik A yang letaknya bersinggungan dengan jalan.

(79)

Grafik 4.8 Perbandingan Intensitas Kebisingan Tiap Titik pada Hari Jumat dalam Skala Maksimum dan Minimum

Ambang Batas Bising

Perpustakaan Ambang Batas Bising

(80)

Berdasarkan pada grafik 4.8, intensitas kebisingan tertinggi pada skala maksimum terletak pada titik C dimana berbeda dengan hari sebelumnya yang mengalami kebisingan terendah justru pada titik A. Hal ini disebabkan pada hari Jumat mahasiswa pada fakultas lain seperti Teknik Kimia sedikit jadwal kegiatan di kampus sehingga aktifitas dan sirkulasi terjadi juga tidak setinggi hari sebelumnya. Namun berbeda dengan titik A, pada titik C merupakan intensitas kebisingan tertinggi disebabkan kondisi dalam gedung arsitektur pada saat itu adanya kuliah pada ruang besar dan aktifitas di hall serta sirkulasi yang dibarengi komunikasi saat hendak ke tempat fotokopi ataupun toilet. Intensitas kebisingan pada skala maksimum tidak ada yang memenuhi standar baku kebisingan perpustakaan dari hari sebelumnya hingga Jumat.

(81)

4.3.3 Perbandingan Titik A, B, dan C Setiap Hari

Grafik 4.9 Perbandingan Intensitas Kebisingan Titik A, B, dan C Setiap Hari dalam Skala Maksimum dan Minimum

Ambang Batas Bising

Perpustakaan Ambang Batas Bising

(82)

Berdasarkan pada grafik 4.9, tingkat kebisingan tertinggi jika dilihat dari skala maksimum terletak di titik A dan C pada hari Senin dan Selasa tepatnya pukul 14.00 – 15.00. Hal itu dikarenakan pada hari Senin tingginya sirkulasi pejalan kaki dan kendaraan bermotor pada saat jam pulang tersebut dan hari Selasa oleh tingginya aktifitas mahasiswa dalam gedung arsitektur seperti di hall dan ruang besar yang berhubungan dengan tingkat keramaian berdasarkan pada data tabel 4.1. dan 4.2. Tingkat kebisingan pada hari Jumat merupakan yang terendah dari hari lainnya. Hal itu dikarenakan rendahnya jadwal kuliah pada fakultas lain yang berpengaruh pada tingkat kebisingan di titik A. Ditinjau pada titik C, adanya jadwal perkuliahan sehingga tingkat kebisingan di titik tersebut tergolong tinggi pada hari itu. Tingkat kebisingan terendah juga terjadi pada pagi hari pukul 09.00 – 10.00 WIB. Hal ini disebabkan masih minimnya mahasiswa yang hadir pada waktu tersebut.

(83)

4.3.4 Perbandingan Jumlah Pengunjung Perpustakaan

Grafik 4.10 Perbandingan Jumlah Pengunjung Perpustakaan Setiap Hari

(84)

4.3.5 Faktor – Faktor Penyebab Kebisingan Perpustakaan Arsitektur USU

Faktor kebisingan dalam ruangan perpustakaan arsitektur USU dapat dibagi atas faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal kebisingan perpustakaan adalah sebagai berikut :  Komunikasi antar mahasiswa

 Pergeseran kursi atau meja  Aktifitas mahasiswa dalam hall  Kuliah studio di ruang besar  Sirkulasi mahasiswa

Faktor eksternal kebisingan perpustakaan adalah sebagai berikut :  Sirkulasi kendaraan (khususnya sepeda motor mahasiswa)  Komunikasi antar mahasiswa

 Sirkulasi mahasiswa

(85)

4.4 Perbandingan dengan Standar Baku Kebisingan

Menurut standar baku tingkat kebisingan dari keputusan MENKES No.718/Men.Kes/Per/XI/1987 dan Menteri Lingkungan Hidup No : KEP-48/MENLH/II/1996 , perpustakaan termasuk dalam dunia pendidikan yang memiliki tingkat kebisingan 45 dB - 55 dB. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah tingkat intensitas kebisingan pada perpustakaan arsitektur USU telah memenuhi standar baku kebisingan nasional. Dari hasil pengolahan data yang dilakukan bahwa intensitas kebisingan dari hari Senin hingga Jumat pada skala maksimum seperti terlihat pada tabel di halaman berikutnya belum ada yang memenuhi standar baku kebisingan yang berlaku.

(86)
(87)
(88)
(89)

4.5 Perbandingan dengan Skala Intensitas Kebisingan

Dari hasil pengukuran lapangan yang dilakukan, maka dihasilkan perbandingan dengan skala intensitas kebisingan yaitu dengan menentukan kategori skala intensitas kebisingan dengan tingkat gangguan pendengaran berdasarkan standar WHO, 1980 ; ISO; R. 389- 1970 (International Calibration of Audiometers) pada tabel 2.1.

Pada tabel perbandingan 4.6, 4.7, dan 4.8, dapat dilihat bahwa tingkat intensitas kebisingan dalam skala minimum pada perpustakaan arsitektur USU sebagian besar berada pada skala “sedang” (41 – 55 dBA). Namun sebagian kecil

berada pada skala “cukup parah” (56 – 70 dBA) yaitu pada titik A dari saat menjelang siang hingga sore (10.00 – 11.00 pada hari Kamis; 11.00 – 12.00 pada hari Selasa; 13.00 – 14.00 pada hari Kamis; 14.00 – 15.00 pada hari Senin hingga Kamis). Dalam skala maksimum dari hari Senin hingga Jumat berada pada skala

“cukup parah” yaitu 56 - 70 dBA. Oleh karena itu, berdasarkan skala intensitas kebisingan skala maksimum titik A, B, dan C berada dalam skala “cukup parah” pada hari Senin hingga Jumat. Sedangkan skala minimum titik C dari hari Senin

hingga Jumat berada dalam skala “sedang” diikuti dengan titik B pada skala

“sedang” kecuali pada hari Selasa pukul 13.00 – 15.00 yang berada pada skala

“cukup parah” dan pada titik A juga sebagian besar berada dalam skala “sedang”

(90)
(91)
(92)
(93)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

(94)

Berdasarkan skala intensitas kebisingan skala maksimum titik A, B, dan C

berada dalam skala “cukup parah” (56 – 70 dBA) pada hari Senin hingga Jumat. Sedangkan skala minimum titik C dari hari Senin hingga Jumat berada dalam

skala “sedang” (41 – 55 dBA) diikuti dengan titik B pada skala “sedang” kecuali

pada hari Selasa pukul 13.00 – 15.00 yang berada pada skala “cukup parah” dan

pada titik A juga sebagian besar berada dalam skala “sedang” kecuali pada pukul

10.00 – 11.00 pada hari Kamis; 11.00 – 12.00 pada hari Selasa; 13.00 – 14.00 pada hari Kamis; 14.00 – 15.00 pada hari Senin hingga Kamis yang berada pada

skala “cukup parah”.

5.2 Saran

(95)

DAFTAR PUSTAKA

Buchari (2007), Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program, Repository USU

Dhingra, P.L. (2007) Diseases of Ear, Nose, and Throat. 4th Ed, Elsevier, New Delhi, pp: 38

Hertati, Ely (2009) Analisis Kebisingan Kebisingan Pada Ruang Baca Badan Perpustakaan Dan Arsip Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

(Sebuah Kajian Dengan Pendekatan Ergonomi). Skripsi Sarjana

Universitas Negeri Sunan Kalijaga Program Studi Ilmu Perpustakaan, Yogyakarta

Indonesia, Perpustakaan Nasional RI. 1992. Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Umum. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No : KEP-48/MENLH/11/1996. Baku Tingkat Kebisingan. Jakarta

Lasa HS. 2005. Manajemen Perpustakaan. Yogyakarta : Gama Media.

Perpustakaan Nasional RI. 2000. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Umum. Jakarta. Perpustakaan Nasional RI.

Peraturan Menteri Kesehatan. 1987. Zona Kebisingan. No. 718/Menkes/Per//Xi/1987. Jakarta

Qalyubi, Syihabuddin dkk (2003:4) Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Yogyakarta Jur. IPII, Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Gambar

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir
Tabel 2.1 Skala gangguan pendengaran dan kesulitan dalam mendengar pembicaraan
Tabel 2.1, sambungan
Tabel 2.3 Nilai ambang batas kebisingan berdasarkan waktu pemaparan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Disertasi DINAMIKA HUBUNGAN ANTAR ETNIK DI PEDESAAN..

/* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:&#34;Table Normal&#34;; mso-tstyle-rowba- d-size:0; mso-tstyle-colband-size:0;

Kawannya berada di atas menara kapal yang tingginya 8 m dari permukaan laut?. Berapa jarak ketinggian

17. Sungai Musi merupakan salah satu tempat wisata di kota Palembang. Akan tetapi, kebersihan dan kelestarian tidak dijaga dengan baik. Sebagian besar penduduk kota

Untuk memperoleh laba yang lebih besar, maka perusahaan haruslah membuat rencana yang baik dalam menentukan pemilihan metode apa yang tepat dalam melakukan penilaian persediaan.

Analisis pemberian kredit oleh pihak bank, dilakukan dengan seoptimal mungkin untuk menghindari kemungkinan kredit yang diberikan tersebut mengalami kemacetan Tujuan dari penulisan

[r]

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda