• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Ekologi-Ekonomi dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Pulau Bengkalis Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendekatan Ekologi-Ekonomi dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Pulau Bengkalis Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEXATAN EKOLOGI-EKONOMI

DALAM

PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE

DI PULAU BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS

PROPINSI RIAU

OLEH

:

ERLINDA INDRA YANI

PROGRAM

PASCASARJANA

(2)

ABSTRAK

ERLINDA INDRA YANI. Pendekatan Ekologi-ekonomi Dalarn Pengelolaan Hutan Mangrove Di Pulau Bengkalis Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau. Dibawah bimbingan AKHMAD FAUZI, dan JOKO PURWANTO.

Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem hutan tropis yang memiliki karakteristik yang khas, dan juga merupakan salah satu ekosistem penting didaerah pesisir. Tingkat degradasi yang te j a d i dari tahun ketahun di Propinsi Riau khususnya Pulau Bengkalis akan memberikan pengaruh

yang

sangat penting bagi kehiduPanmasyarakat disekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi ekologi I ~ u t a n &angrove dan ekonomi masyarakat pemanfaat hutan mangrove, melihat keterkaitan ekologi-ekonomi untuk kegiatan pengelolaan hutan mangrove dengan menggunakan regresi linier berganda d m analisis Master kemudian memberikan masukan berupa alternatif pemanfaatan kepada pemerintah dalam pengelolaan hutan mangrove. Responden yang digunakan a d d a h pemanfaat kayu untuk kayu arang, kayu bakar dan kayu bangunan yaitu sebanyak 44

responden yang diambil dari Desa Meskom dan Desa Teluk Pambang. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara ekologi-ekonomi. Variabel yang digunakan adalah pendapatan (Y),

produksi (XI), jenis

(Xa),

kerapatan

(X)

dan diameter (X4). Hal ini dapat

dilihat dari hasil regresi dengan nilai Rz sebesar 97.6%. Keempat variabel X tersebut memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap variabel

Y.

Kemudian dilanjutkan dengan analisis Master yang menunjukan adanya pengelompokan pendapatan yang dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu pendapatan rendah, sedang dan tinggi. Untuk altematif pemanfaatan dibuat 8 (delapan) altematif pemanfaatan. Dari 8

(delapan) alternatif tersebut alternatif ke 6 (enam) merupakan altematif yang mempunyai keterkaitan ekologi-ekonomi dengan diameter 8 cm

(3)

SURAT

PERNYATMN

Dengan

h

i

saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

PENDEKATAN EKOLOGI-EKONOMI

DACAM

PENGELOLAAN HUTAN XUANGROVE DI PULAU BENGKALIS KABUPATEN B E N O U S PROPINSI RIAU

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pemah

dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan

(4)

PENDEKATAN EKOLOGI-EKONOMI DALAM PENGELOLAAN

HUTAN MANGROVE DI PULAU BENGKALIS KABUPATEN

BENGKALIS PROPINSI RIAU

OLEH :

ERLINDA INDRA YANI

M

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BO W R

(5)

Judul Tesis : Pendekatan Ekologi

-

Ekonomi dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Pulau Bengkalis

Kab.

Bengkalis Propinsi Riau

Narna : Erlinda Indra Y a n i M

NRP : 99690

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL)

Menyetujui, 1. Komisi Pembirnbing

Ketua

Mengetahui,

I

Dr.Ir. Joko Purwanto, DEA Anggota

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pe dan Lautan

.

D

a .

t~)wmav)

*yp

Dr. Ir. Rokhmin Dahuri. M S

(6)

RIWAYAT HXDUP

Penulis dilahirkan di Padang Sidimpuan pada tanggal 20 Pebruari 1974 dari pasangan

H.

M. Ali dan Hj.

F

Reni, sebagai anak kedelapan dari delapan bersaudara.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD 07 Padang Sidimpuan tahun 1986. Pada tahun 1989 penulis menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP N 3 Padang Sidimpuan Tahun 1992 penulis tamat dari

SMA

N 6 Pekanbaru dan pada tahun yang sama penulis memperoleh kesempatan kuliah di Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan Universitas Riau dan lulus tahun 1998.
(7)

PRAKATA

6ismillahittahmanittahim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas nikrnat, rahmat dan karunia-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.

Topik yang diambil dalarn penulisan tesis ini adalah Pendekatan Ekologi-Ekonomi dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Pulau Bengkalis Propinsi Riau

Ucapan terimakasih penulis ucapkan, kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan tesis ini yaitu :

1. Bapak Dr. Ir. Akhmad Fauzi, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Tr Joko Purwanto, DEA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membirnbing penulis dalam penyelesaian tesis ini.

2. Papa dan mama, yang telah mendoakan dan merestui setiap langkah yang diambil penulis

3. Keluarga besar Co Fish Bengkalis terutama Rika dan Hatta yang banyak membantu dalam penelitian.

4. Kakak-kakak yang telah memberikan dorongan materil maupun

sprituil, keponakan ku yang Manize-manize yang menghiburku slalu. 5. Rekan-rekan mahasiswa SPL terutama SPL Angkatan 111

6. Rekan-rekan G-1 (M' Eka, Rina Jaka, Ucy. Anik, Fenti. Ayu dan Rina Rahmawati) thank's to canda dan tawanya serta,

7. Semua pihak

yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Tesis ini dapat memberikan manfaat dikemudian hari.

Bogor, Pebruari 2002

(8)

DAFTAR IS1

Halaman

...

DAFTAR TABEL

...

111

DAFTAR GAMBAR

...

iv

DAFTAR LAMPIRAN

...

v

PENDAHULUAN

...

1

...

Latar Belakmg

...

Perumusan Masalah

...

...

...

Tujuan Penelitian

.

.

.

.

Kegunaan Penelitian

...

...

Kerangka Pemikiran

TINJAUAN PUSTAKA

...

J e n i s d a n Penyebaran Mangrove

...

Fungsi, Manfaat dan Potensi

...

Fungsi Ekologi Hutan Mangrove

...

Fungsi Ekonomi Hutan Mangrove

...

Degradasi Hutan Mangrove

...

Valuasi Hutan Mangrove

...

Pengelolaan Hutan Mangrove

...

Konsep Ekologi-Ekonomi

...

METODE PENELITIAN

...

...

Lokasi dan Waktu Penelitian

Metode Penelitian

...

Teknik Pengarnbilan Contoh

...

Pengumpulan Data

...

Analisis Data

...

L

...

Data sosial

...

Data biofisik wilayah

...

Andisis Keterkaitan ekologi-ekonomi

...

...

Analisis klaster

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

...

(9)

...

Letak Geografis dan Administratif

Iklim Dan Topografi Perairan

...

Kondisi Sosial Ekonomi

...

a.Jumlah penduduk

...

...

b

.

Pendidikan

c.Matapencaharian penduduk

...

d.Tingkat kesejahteraan

...

...

Kondisi Mangrove

Kondisi ekologi

...

...

Pemanfaatan kayu mangrove secara langsung

Analisis Keterkaitan Ekologi-Ekonomi

...

...

Analisis Klaster

Aleternatif Pemanfaatan dan Pengelolaan Hutan

Mangrove

...

..

...

Kebijakan pengeloaan dan pemanfaatan hutan

mangrove

...

KESIMPULAN

...

(10)

Gambar- 1. Skema Kerangka Pemikiran Pengelolaan Hutan

Mangrove secara Optimal di Pulau Bengkalis

.

. .. . . .

6

Garnbar 2. Pemanfaat Kayu Mangrove Bedasarkan Diameter

..

48

Gambar 4. Pendapatan yang di Peroleh Menurut Altematif

(11)

DAFTAR TAEEL

[image:11.533.70.481.52.591.2]

Halaman Tabel 1. Beberapa alternatif pemanfaatan hutan mangrove

...

di Desa Meskom d a n Teluk Pambang

Tabel 2. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk di

...

Kecamatan Bengkalis dan Kecamatan Bantan Tabel 3. Kondisi penduduk Desa Meskom dan Desa Teluk

Pambang

...

Tabel 4. Kondisi pendidikan masyarakat Meskom d a n Teluk

Pambang tahun 1999

... .

.

.

...

Tabel 5. Matapencaharian nelayan Meskom dan Teluk Pambang

tahun 1999

...

Tabel 6. Tingkat kesejahteraan masyarakat Meskom d a n Teluk

Pambang tahun 1999

...

Tabel 7 Pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat Meskom

d a n Teluk Parnbang

...

Tabel 8. Ringkasan analisis keterkaitan ekologi-ekonorni

...

pemanfaatan kayu Mangrove di Pulau Bengkalis Tabel 9. Hasil perhitungan penyusutan, penarnbahan dan

pendapatan berdasarkan alternatif pemanfaatan

...

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wilayah pesisir dan lautan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia. Kedua wilayah tersebut merupakan tumpuan harapan bagi pembangunan bangsa Indonesia dimasa yang akan datang. Hal ini disebabkan sebagian besar (yaitu sekitar 63 %) dari wilayah teritorial Indonesia merupakan wilayah pesisir dan lautan yang merniliki sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang kaya dan beragam, misalnya hutan mangrove, terumbu karang, perikanan, bahan tambang, jasa perhubungan dan pariwisata.

(13)

Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk di Propinsi Riau khususnya Bengkalis yang diikuti pula oleh peningkatan kebutuhan hidup yang terus bertambah, kecenderungan untuk membuka kawasan hutan mangrove untuk pemukiman, usaha pertanian, usaha pertambakan, dan penebangan hutan oleh masyarakat merupakan satu- satunya pilihan bagi penduduk untuk melengsungkan hidupnya. Akibatnya secara langsung maupun tidak langsung telah meningkatkan penurunan habitat dan keanekaragaman hayati ekosistem alamiah hutan mangrove.

Degradasi hutan mangrove di Propinsi Riau mulai diindikasikan sejak akhir 1970-an (Dinas Kehutanan Riau, 1978). Hal ini dapat dilihat juga dari beberapa sumber yang menyatakan bahwa luas tutupan hutan mangrove di Riau semakin menurun. Menurut laporan Dinas Kehutanan Propinsi Riau (1997) tingkat kerusakan hutan mangrove dalam satu

dasawarsa (1987

-

1997) mencapai f 43.935 ha. Dan diperkirakan laju kerusakan ini akan terus bertambah setiap tahunnya.

Dengan berkurangnya luasan mangrove tersebut memberikan pengaruh yang sangat penting bagi masyarakat di PuIau Bengkalis. Pantai

di

Pulau Bengkalis sampai dekade terakhir terus m e n g a l d abrasi yang cukup serius, terutama pada bagian utara pulau. Abrasi yang terjadi di pulau ini setiap tahunnya mencapai 5-10 m dengan panjang wilayah yang terkena abrasi mencapai 100 Km lebih.
(14)

mengeluarkan ketentuan-ketentuan dalam pemanfaam hutan

mangrove dan juga penanaman bibit mangrove sebanyak f 300.000

batang dengan memakai dana bantuan dwi ADB (Asian Development

Bank). Selain itu masyarakat juga melakukan penanaman mangrove

yang kegiatannya dibawah Yayasan Bina Lestari Pantai. Perurnusan M a s a l a h

Propinsi Riau mempunyai luas hutan mangrove terbesar kedua di

Sumatera yaitu 259.500 h a (Giessen, 1993). Namun dikarenakan sudah

dieksploitasi bertahun-tahun terutama untuk kayu chip d m arang,

maka tekanan terhadap ekosistem mangrove di daerah Riau cenderung

meningkat. Menurut laporan Ginas Kehutanan Propinsi Riau, psda

tahun 1997 luas mangrove di Propinsi Riau

+

234.517 ha.

Over eksploitasi yang terjadi terlihat jelas di Pulau Bintan d m Pulau Senayang. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan bakau yang

kerdil, spesiesnya sedikit dan diameter pohonnya kecil. Keadaan yang

demikian semakin memperparah te rjadinya abrasi pantai di pulau-pulau

kecil di Propinsi Riau, seperti yang terjadi saat ini disepanjang pantai

utara Pulau Bengkalis.

Sebagian besar masyarakat Pulau Bengkalis bermata pencaharian

sebagai nelayan tradisional yang mempunyai areal penangkapan

sepanjang pantai. Selain itu masyarakat Pulau Bengkalis juga

memanfaatkan kayu mangrove sebagai bahan kayu arang, kayu bakar

dan bahan bangunan. Pemanfaatan

kayu

arang di Pulau Bengkalis

telah terjadi cukup lama oleh perantau yang berasal dari Tiongkok. Hal ini merupakan salah satu penyebab berkurangnya luasan mangrove di

(15)

Akibat eksploitasi besar-besaran dan penebangan secara liar, ditarnbah kondisi aIam yang kurang mendukung, maka sebagian besar hutan mangrove menjadi rusak, sehingga posisi Pulau Bengkalis bisa terancarn karena memungkinkan terjadinya abrasi yang cukup luas.

Pulau Bengkalis ini merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau yang terbentuk dari proses sedimentasi dimana tanahnya sangat labil terhadap erosi/abrasi. Dengan adanya hutan mangrove disepanjang pantai pulau ini

diharapkan masalah abrasi/ erosi dapat dicegah dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat dapat terangkat.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas agar pengelolaan hutan mangrove dapat terlaksana, diperlukan suatu penelitian tentang pendekatan ekologi dan ekonomi dalam pengelolaan hutan mangrove. Pendekatan ini diharapkan memberikan keseimbangan antara pemanfaatan ekologi dan ekonomi sehingga terjadi pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

I . Mengetahui kondisi ekologi hutan mangrove dan ekonomi masyarakat pemanfaat hutan mangrove.

2. Mengetahui keterkaitan ekologi ekonomi untuk kegiatan pengelolaan hutan mangrove.

(16)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menghasilkan pola pengelolaan hutan mangrove dan memberi masukan bagi para

pengambil kebijakan dalam penentuan pengelolaan hutan mangrove

secara optimal dan berkelanjutan di Pulau Bengkalis.

Kerangka Pemikiran

Pernikiran yang mendasari penelitian ini adalah bahwa

sumberdaya pesisir dan lautan seperti mangrove jika tidak dikelola

dengan baik akan terjadi pemanfaatan sumberdaya yang tidak lestari.

Hal ini akan memberikan dampak yang tidak diinginkan diantaranya

adalah degradasi fisik dari ekosistem wilayah pesisir (pantai dan hut- mangrove).

Dengan melihat kondisi Kabupaten Bengkalis dan beberapa pulau

lainnya selarna lima belas tahun terakhir, diketahui degradasi yang terjadi sekitar 26 % dari luasan awal. Angka tersebut menunjukkan

bahwa sepertiga dari degradasi ditingkat propinsi terjadi pada areal tersebut.

Melihat kondisi ini pengelolaan wilayah pesisir Pulau Bengkalis

perlu dilakukan. Tujuan pengelolaan ini untuk mengendalikan kegiatan

masyarakat yang tekonsentrasi di wilayah pesisir sehingga te jadi

kesinambungan. Menurut Muluk (1996) rencana pengelolaan wilayah

pesisir harus didasarkan pada hasil evaluasi ekologi, ekonomi, sosial

dan budaya yang ditemukan di wilayah pesisir tersebut. Selain itu dalarn

perencanaan pengelolaan wilayah pesisir harus bersifat mencegah bukan

(17)
(18)

I

KAWASAN HUTAN MANGROVE PULAU BENGKALIS

I

Potensi Hutan Mangrove Pulau Bengkalis

Degradasi Lingkungan

Faktor internal :

Penebangan secara liar r Pemberian izin

penebangan Faktor ekstemal :

-

Kondisi geografis

r Analisis Regresi Analisis master

r Altematif Pemanfaatan

[image:18.537.58.470.49.445.2]

Mangrove Berkelanjutan

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

J e n i s dan Penyebaran Mangrove

Kata mangrove mempunyai d u a arti, pertarna sebagai komunitas yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan a t a u hutan yang tahan

terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut), d a n kedua

sebagai individu spesies (Macnae, 1968 dalam Supriharyono 20001,

Macnae kemudian menggunakan istilah mangal apabila berkaitan

dengan komunitas hutan d a n mangrove untuk individu tumbuhan. Mangrove sering di terjemahkan sebagai komunitas hutan bakau,

sedangkan tumbuhan bakau merupakan salah s a t u jenis dari tumbuhan

yang hidup di hutan pasang surut tersebut.

Mangrove adalah vegetasi yang terdiri a t a s pohon atau perdu yang

tumbuh didaerah pantai diantara batas-batas permukaan air pasang

tertinggi dan daerah tropis dan memiliki pantai terlindung dari, dan

muara dimana air laut dapat masuk, disepanjang pantai berpasir atau

berbatu maupun karang yang tetutup oleh pasir dan lumpur

(Hardjosentono, 1978).

Hutan mangrove merupakan hutan tropis yang umumnya

terdapat disepanjang wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran

ombak, pantai yang datar/ landai, sekitar muara sungai d m laguna.

Wilayah pesisir merupakan daerah petemuan antara daratan dan laut.

Bagian daratriya masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti angin

laut, pasang surut dan perembesan air laut, d a n bagian l a u t lainnya

(20)

sedimentasi, aliran air tawar dan semua aktivitas manusia merupakan wilayah peralihan antara laut d a n darat, karena dalam wilayah yang relatif sempit dapat terjadi pembahan sifat lingkungan yang tajam (Soemodihardjo, 1997).

Hutan mangrove m e ~ p a k a n ekosistem yang unik d a n khas. Hal

in. disebabkan oleh posisinya sebagai ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dan ekosistem laut. Kondisi ini menyebabkan ekosistem mengrove sangat rawan terhadap pengaruh luar, temtama karena spesies biota pada hutan mangrove ini memiliki toleransi yang sempit terhadap adanya perubahan dari luar (Alikodra, 1995).

Setiap tipe vegetasi mangrove yang terbentuk berkaitan erat dengan kondisi tanah, topo-, iklim, pasang s u r u t d a n salinitas air, sehingga setiap daerah vegetasi mangrove umumnya membentuk zonasi yang berbeda-beda pada setiap habitatnya. Walaupun demikian, setiap jenis mangrove mempunyai persamaan fisiologis yang khas d a n struktur

adaptasi dengan ewlogical preference tertentu pula (Sukardjo, 1981).

Menurut Samingan (1972) tegakan mengrove mempakan vegetasi yang seragam dan berkembang biak dengan baik di daerah lumpur yang berada dalam jangkauan peristiwa pasang s u r u t serta dijumpai di tepi pantai sampai beberapa ratus meter dan kilometer kearah darat. Tegakan ini hanya dapat tumbuh di daerah yang secara berkala dipengaruhi oleh air payau, dalam ha1 ini penggenangan disebabkan oleh fenomena pasang surut.

(21)

hutan yang paling dekat dengan laut, didominasi oleh Avicennia yang

sering kali berasosiasi denga sonneratia, jika kondisi lumpurnya kaya

bahan organik. Kearah darat tumbuh Bmguiera cylindric^. yang

membentuk tegakan-tegakan yang kokoh. Dibelakang zona ini tumbuh

Bnrguiera cylindrica bercampur dengan Rizophora apiculata. Rizophora

mucronata, Bruguiera parmJ!ora dan Xylocarpus granatum. Dan paling

belakang antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah tumbuh

jenis Nypa fruticans.

Hutan mangrove terluas di Indonesia dijumpai di Irian Jaya d a n

berturut-turut di Sumatera, Kalimatan, Sulawesi, Maluku, Bali, Jawa

dan Nusa Tengga. Tumbuhan mangrove di Indonesia di dominasi oleh

jenis-j enis antara lain : bakau (Rizophora spp), api-api (Avicennia spp)

,

pedada (Sonneratia s p p ) , tanjang (Bruguiera spp), nyirih (Xylocarpus spp),

tengar (Ceriops spp) dan batu-batu (Exocuria spp).

Komunitas hutan mangrove yang tebesar di Indonesia berkaitan

dengan sifat dasar lingkungan laut dan iklim tropis Indonesia.

Penyebarannya dibatasi oleh letak lintang. Hal ini dikarenakan

mangrove sensitif terhadap suhu dingin. Umumnya mangrove akan

tumbuh dengan baik di daerah yang suhunya pada musim dingin tidak

lebih rendah dari 200C. Selain itu penyebaran hutan mangrove juga

dipengaruhi oleh limpasan air tawar. Walaupun terdapat jenis-jenis

mangrove yang memiliki adaptasi terhadap salinitas yang tinggi, bila

(22)

Pada pantai yang terlindung, mangrove akan tumbuh baik dan tidak pada pantai yang terbuka. Garis pantai harus terlindung dari

gelombang besar dan pasang surut yang kuat agar semai (anakan) dapat

tumbuh. Selain itu pada kondisi dengan gelombang dan pasut yang

kuat tidak akan te j a d i pengendapan sedimen, yang diperlukan sebagai substrat bagi pertumbuhan mangrove.

Kedangkalan pantai juga sangat mempengaruhi penyebarah dan

luas hutan mangrQVe. M a k i n dangkal dan makin landai suatu pantai, akan semakin luas dan semakin baik pula penyebaran hutan mangrove

dibandingkan dengan garis pantai yang te j a l dan curam.

Daya adaptasi yang khas dimiliki oleh mangrove menyebabkam

mangrove dapat terus hidup diperairan dangkal. Nybakken (1982),

menyatakan bahwa daya adaptasi tersebut meliputi : (1) perakaran yang

pendek dan menyebar luas dengan akar penyangga atau akar tunjang

yang tumbuh dari batang dan dahan sehingga menjamin kokohnya

batang, (2) berdaun kuat dan banyak mengandung air, (3) mempunyai jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garam yang tinggi.

Fungsi, Manfaat dan Potensi

Hutan mangrove merupakan sumberdaya d a m daerah tropika yang

mempunyai manfaat ganda baik aspek ekologi maupun sosial ekonomi.

Besarnya peranan hutan mangrove atau ekosistem mangrove bagi

kehidupan dapat diketahui dari banyak jenis hewan, baik yang hidup di

perairan, diatas lahan maupun ditajuk-tajuk pohon mangrove serta

(23)

Sugiarto dan Willy (1995) dalarn Suhaeb (2000) menyatakan bahwa

hutan mangrove memiliki fungsi antara lain : (1) sebagi pelindung pant& dari gempuran ombak, arus dan angin, (2) sebagai tempat b e r k d u n g , memijah atau berkembang biak dan daerah asuhan berbagai jenis biota,

(3) sebagai penghasil bahan organik yang sangat produktif dan (4)

sebagai sumber bahan baku industri.

Secara fisik hutan mangrove dapat berfungsi sebagai hutan

lindung. Sistem perakaran yang khas pada tumbuhan mangrove dapat

menghambat arus air dan ombak, sehingga menjadi garis pantai tetap

stabil dan terhindar dari pengikisan (abrasi). Selain itu juga sebagd

penyangga daratan dari rembesan air lzut serta penghdang angin.

Keadaan hutan mangrove yang relaLX lebih tenang dan terlindung dan

sangat subur maka aman bagi biota laut pada umumnya.

Fungsi lain yvlg penting adalah sebagai penghasil bahan organik yang merupakan mata rantai utama dalam jaringan makanan ekosistem

hutan mangrove. Daun mangrove yang gugur melalui proses penguraian

oleh mikroorganisme diuraikan menjadi partikel-partikel detritus.

Detritus kemudian menjadi bahan makanan bagi hewan pemakan

detritus seperti : cacing, mysidaceae (udang-udang kecil/rebon).

Selanjutnya hewan pemakan detritus menjadi makanan larva ikan,

udang dan hewan lainnya. Pada tingkat berikutnya hewan-hewan

tersebut menjadi makanan bagi hewan-hewan lainnya yang lebih besar

dan begitu seterusnya untuk menghasilkan ikan, udang dan berbagai

jenis bahan makanan lainnya yang berguna bagi kepentingan mmusia

(24)

Fungsi penting lain dari hutan mangrove adalah manfaat sosial

ekonomi bagi masyarakat sekitaxnya yaitu sebagai sumber mata

pencaharian dan produksi berbagai jenis hasil hutan dan hasil ikutan

lainnya.

Fungsi Ekologi Hutarr Mangrove

Fungsi ekologi ekosistem hutan mangrove dapat dilihat dari

beberapa aspek antara lain aspek fisika, kimia d a n biologi. Fungsi

ekologis ditinjau dari aspek fisika adalah sebagai : 1) d d a m ekosistem

hutan mangrove terjadi mekanisme hubungan antara komponen-

komponen dalam ekosistem mangrove serta hubungan antara ekosistem

mangrove dengan jenis-jenis ekosistem lainnya seperti padang lamun

d a n terumbu karang, 2) dengan sistem perakaran yang k u a t dan kokoh

ekosistem hutan mangrove mempunyai kemampuan meredam

gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari erosi, 3)

sebagai pengendali banjir, hutan mengrove yang banyak tumbuh

didaerah estuaria juga dapat berfungsi untuk mengurangi bencana

banjir. Fungsi ini akan hilang apabila hutan mangrove ditebangi.

Dari aspek kimia, hutan mangrove dengan kemampuannya melakukan proses kimia dan pemulihan (self purification) memiliki

beberapa fungsi : 1) hutan mangrove dapat berfurigsi sebagi penyerap

bahan pencemar (environmental service), khususnya bahan-bahan

organik, 2) sebagai sumber energi bagi lingkungan perairan sekitarnya.

Ketersediaan berbagai jenis makanan yang terdapat pada ekosistem

(25)

burung, kera, ular dan lain-lain telah menjadikan rantai makanan yang

sangat kompleks sehingga terjadi pengalihan energi dari tingkat tropik

yang lebih rendah ke tingkat tropik yang lebih .tinggi, 3) pensuplai bahan-bahan organik bagi lingkungan perairan. Dalam ekosistem hutan

mangrove te rjadi ~nekanisme hubungan memberikan sumbangan berupa

bahan organik bagi perairan sekitarnya. Serasah mangrove yang telah

jatuh dan gugur ke dalam air akan menjadi substrat yang baik bagi

bakteri dan sekaligus berfungsi membantu proses pembusukan daun-

daun terebut menjadi detritus. Selanjutnya detritus ini menjadi

makanan binatang pemakan detritus seperti Amphipoda, Mysidaceae

dan lain-lain, dan akhimya binatang-binatang ini akan menjadi makan

larva-larva udang, kepiting dan lainnya (Heald and Odum, 1972). Selain

itu bahan organik terlarut yang dihasilkan dari proses penguraian

(dekomposisi) di hutan mangrove juga dimasuki lingkungan perairan

pesisir yang dihuni oleh berbagai macarn filter feeder (organisme yang

cara makannya dengan menyaring air) laut dan estuaria serta berbagai

macam hewan pemakan hewan dasar (Snekader et al, 1958 cialam

Bengen, 1998)

Sedangkan aspek biologis hutan mangrove sangat penting untuk

tetap menjaga kestabilan produktifitas dan ketersediaan sumberdaya

hayati wilayah pesisir, mengingat karena hutan mangrove juga

merupakan daerah asuhan (nursery ground) hewan-hewan muda

(juvenile stage) yang akan bertumbuh kembang menjadi hewan-hewan dewasa dan juga merupakan daerah pemijahan (spawning ground)

(26)

Beberapa fungsi ekologis hutan mangrove tersebut sangat

ditunjang oleh karakteristik hutan mangrove itu sendiri, narnun

mementingkan fungsi ekologis bukan berarti meniadakan fungsi

ekonomis yang dimilikinya, tetapi yang diharapkan adalah bagaimana

menempatkan kepentingan ekonomi yang tidak merusak fungsi-fungsi

ekologi tersebut.

Fungsi Ekonomi Hutan Mangrove

Potensi ekonomis ditunjukkan dengan kemarnpuannya dalam

menyediakan produk yang dapat diukur dengan uang. Produk yang

dimaksud adalah secara ekonomis potensial dapat diarnbil langsung

seperti hutan dan produksi perikanan. Hamilton d a n Snedaker (1994)

mencatat sekitar 58 produk langsung d a n tidak langsung dari mangrove berupa kayu bakar, bahan bangunan, alat dan teknik penangkapan ikan, pupuk, bahan baku kertas, bahan makanan, obat-obatan,

minuman, peralatan rumah tangga, bahan baku tekstil dan kulit, madu,

lilin, dan tempat rekreasi.

Pemanfaatan hutan mangrove untuk skala komersial (skala besar)

adalah untuk menghasilkan kayu, chip dan arang; konversi hutan

mangrove untuk kawasan pertanian, pertambakan, pemukiman, ladang

garam dan daerah transmigrasi; d a n manfaat hutan mangrove untuk

beberapa jenis obat-obatan. Kayu dari hutan mangrove Sumatera d a n

Kalimantan telah banyak diekspor ke Jepang d a n Taiwan. Arang dari

Riau dan Aceh terutama diekspor ke Singapura. Malaysia d a n Hongkong,

sedangkan chips dari Kalimantan Timur dan Riau diekspor ke Jepang

(27)

Degradrtsi Hutan Mangrove

Degradasi hutan mangrove, dalam bentuk penurunan luas

tutupan hutan permanen (kuantitas) dan hilangnya fungsi-fungsi hutan

mangrove (kualitas), seperti halnya yang banyak terjadi di banyak negara

memang tidak bisa dilepaskan dari darnpak kegiatan manusia. Menurut

Kusmana (1995) yang menyebabkan rusaknya ekosistem mangrove

dapat dikategorikan kedalam 3 jenis gangguan :

(1) Gangguan frsik-mekanis

(a) Abrasi pantai/pinggir sungai

(b) Sedirnentasi dengan laju yang tidak terkendali

(c) Banjir yang menyebabkan melimpah air tawar

(d) Gempa bumi/ tsunami

(2) Gangguan kimia

(a) Pencemaran air, tanah dan udara

(b) Hujan asam

(3) Gangguan biologi

(a) Reklarnasi mangrove untuk pemukiman, industri, pertanian,

pertarnbakan, sarana anggkutan dan pengguna hasil hutan.

(b) Penebangan pohon yang tidak memperhatikan azas kelestarian

hutan.

(c) Invasi Acrostichum aureum (piang)

Berbagai fenomena alam seperti amukan badai, angin topan

(28)

serius terhadap hutan mangrove (Nybakken, 1988) namun pengaruh dari tindakan manusia cenderung lebih merusak (Saenger, Hegerl dan

Davie, 1983). Tindakan manusia yang merusak tersebut dapat

bersumber dari dua bentuk pemanfaatan terhadap hutan mangrove,

yaitu lewah panen dari penggunaan tradisional maupun komersial-

modern dan kerusakan yang diakibatkan oleh tindakan di luar maupun

di dalam ekosistem hutan mangrove yang mangabaikan keterkaitan

hutan mangrove dengan ekosistem lain di sekelilingnya.

P e m d a a t a n tradisional terhadap hutan mangrove bisa merusak

karena sifat kepemilikan bersama dari sumberdaya ini. Suatu

sumberdaya dimiliki secara bersama jika hak kepemilikan yang melekat

kepadanya sangat lemah. Sumberdaya ini tidak dimiliki atau diawasi

secara eksklusif oleh satu orang atau satu kelompok pemilik sehingga

penggunaanya tidak terbatas oleh siapapun dan cenderung kepada

lewah panen.

Vduasi Hutan Mangrove

-

-

Tidak sedikit konflik dan kerusakan yang terjadi di wilayah pesisir

dan lautan yang tidak dapat diselesaikan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya data dan informasi dimiliki sehingga berapa besar kerugian

yang akan diperoleh tidak diketahui. Misalnya untuk sumberdaya yang

belum diketahui manfaat dan fungsinya untuk sekarang dan masa

datang menyebabkan nilai tersebut luput dari perhitungan ekonomi dan

kemusnahannya tidak dianggap sebagai kerugian. Salah satu yang

dapat membantu untuk memecahkan masalah ini adalah dengan

(29)

Secara konseptual nil& total ekonomi (total economic value) s u a t u

sumberdaya terdiri dari : a) use-value d a n b) non-use-value. Use-value

ini dibedakan lagi menjadi manfaat langsung (direct use value), nilai

manfaat tidak langsung (indirect-use-value) d a n option value, sedangkan

untuk kategori nan-use-value yaitu nilai keberadaan suatu sumberdaya

alam (existence value) d a n bequest value (Munasinghe and Lutz, 1993).

Dalam mengestimasi nilai ekonomi sebuah sistem mangrove a d a d u a

pendekatan, yang pertarna penilaian total (total valuation) d a n kedua

melalui kIasifiiasi nilai mangrove kedalam empat fungsi hutan mangrove

yang berguna bagi manusia dalam menyediakan barang d a n jasa

(Thurairaja, 1994 dalam Sathriratai, 1998)

Pendekatan penilaian total ekonomi yaitu mengestimasi nilai total

ekonomi hutan mangrove berdasarkan pada klasifikasi use-value dan

non-use-value, sedangkan pendekatan keempat fungsi h u t a n mangrove

yaitu :1) barang dan jasa di dalarn ekosistem d a n dapat dipasarkan, 2)

barang dan jasa di luar ekosistem dan dapat dipasarkan, 3) barang dan

jasa didalam ekosistem tetapi tidak dapat dipasarkan d a n 4) barang d a n

jasa di luar ekositem tetapi tidak dapat dipasarkan.

Analisis manfaat dan biaya sebagia besar digunakan di dalam

penilaian secara parsial. Hanya pengaruh-pengaruh mendasar dari

kebijakan ekonomi dan ekosistem yang dipertimbangkan karena sifat

pendekatannya yang parsial. Analisis manfat d a n biaya yang dibangun

berdasarkan asumsi ekonomi neo-klasik, dimana asumsi tersebut paling

sesuai untuk menemukan alternatip pemanfaatan sumberdaya yang

alokasinya paling efisien dengan menggunakan harga pasar sebagai

(30)

pihak yang telah m e n i m b u h kerugian, sehingga besarnya klaim

tersebut dapat ditentukan sesuai dengan nilai manfaat. Ruitenbeek (1994) menyarankan bahwa penggunaan beberapa bentuk analisis ekonomi yang terpenting mampu menyatukan hubungan ekologis dari berbagai komponennya. Hal h i penting di dalam memberikan informasi pengambilan kebijakan dalarn memilih strategi pengelolaan atau penggunaan seluruh sumberdaya secara optimal.

Pengelolaan Hutan Mangrove

Pengelolaan hutan terrnasuk di dalam hutan mangrove adalah penerapan teknologi kehutanan secara teratur dalam kegiatan p e n g u d a a n hutan suatu kawasan hutan. Dalam kegiatan pengelolaan hutan tercakup konsep kelestarian hasil (sustained yield), yaitu untuk mendapatkan produksi secara terus menerus dalam waMu yang relatif singkat dengan tujuan untuk mencapai suatu keadaan seirnbang antara pertumbuhan dengan hasil yang dipanen setiap tahun atau jangka

waktu tertentu (Meyer ef ~1,1961). Hal yang sama juga dikemumakan oleh Kenneth (1979) yang menyatakan bahwa tujuan pengelolaan hutan adalah untuk mencapai manfaat yang sebesar-besarnya dari hutan secara serbaguna dan lestari. Pada dasarnya pengelolaan hutan merupakan penerapan cara-cara penguru- dan pengusahaan hutan serta teknik ke dalam usaha pemanfaatan sumberdaya alam hutan tersebat.

(31)

Menurut Watson dan Arief (1992) a d a tiga alasan utama mengapa

kegiatan konservasi d a n pengelolaan sumberdaya pesisir d a n lautan

tersebut baru mendapat perhatian. Pertama, manusia pada hakekatnya

merupakan penyebab kerusakan-kerusakan yang te j a d i di lingkungan

laut. Kedua, belum membudayakan usaha melindungi wilayah perairan

di lingkungan daratan. Ketiga, sebagian wilayah laut dan lautan terletak

diluar batas yuridiksi negara, atau wiIayah teritorial perairan mereka.

Lautan sering dianggap sebagai sumberdaya umum yang berpotensi

menirnbulkan konflik eksploitasi.

Bengen (1998) menyatakan dalam kerangka pengelolaan dan

pelestarian mangrove, terdapat d u a konsep utama yang dapat

diterapkan. Kedua konsep pengupayaan ini pada dasarnya memberikan

legitimasi d a n pengertian bahwa mangrove sangat memerlukan

pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap lestari. Kedua konsep

tersebut adalah perlindungan hutan mangrove d a n rehabilitasi hutan

mangrove. Konsep perlindungan dapat berupa upaya memberikan

legitimasi kawasan hutan mangrove sebagai areal yang dilindungi,

diantaranya seperti yang dapat dilihat di Pulau Rambut d a n Pulau Dua

(Jawa Barat) yang telah ditunjuk sebagai suatu kawasan suaka

margasatwa, yakni sebagai kawasan habitat burung.

Konsep rehabilitasi merupakan suatu kegiatan penghijauan yang

dilakukan terhadap hutan-hutan yang telah gundul, yang mana dalarn

hal ini bukan saja berhasil mengembalikan nilai estetika, namun yang

paling utama adalah marnpu mengembalikan fungsi ekologi kawasan

(32)

Soerianegara (1978) menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya

d a m adalah upaya manusia dalam mengubah ekosistem sumberdaya

d a m agar dipemleh manfaat yang maksimal dengan mengusahakan

kontinuitas produksi.

Eidman (1 997) menyatakan bahwa dalam pengelolaan lingkungan

ada tiga (3) kategori yang perlu diperhatikan, yaitu 1) yang berhubungan

dengan penataan kelembagaan dan organisasi, 2) keikut sertaan

masyarakat umum untuk meransang perubahan yang diinginkan

(misalnya intensif) dan 3) yang berkaitan dengan keikut sertaan atau

investasi masyarakat umum secara langsung.

Bailey &lam Abdullah dan Hisyam (1980) menyebutkan beberapa

faktor mengenai pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

lingkungan yaitu : 1) adanya suatu keyakinan bahwa keputusan terbaik

hanya bisa diarnbil apabila dalam prosesnya melibatkan semua pihak

yang berkepentingan dan masyarakat yang terkena, 2) memberikan

informasi kepada masyarakat yang berkepentingan untuk mendapatkan

umpan balik dalam bentuk pengetahuan lokal, 3) adanya partisipasi

masyarakat

akan

dapat menghasilkan keputusan yang lebih baik, dalam

arti keputusan tersebut dapat diterima karena masyarakat dilibatkan.

Menurut Budiman dan Suhardjono (1993) ada 3 alternatif

pemanfaatan hutan mangrove yaitu :

(1) Mempertahankan hutan mangrove tetap alami. Disini bentuk

pemanfaatannya adalah pemanfaatan fungsi fisik hutan, antara lain sebagai perlindungan terhadap abrasi, penyangga perembesan air

(33)

terhadap gejala kenaikan paras air laut. Cara pemanfaatan ini

sering tidak dihargai oleh masyarakat karena tidak secara langsung

terasa akibatnya.

(2) Pemanfaatan sistem untuk memperoleh hasil dan pemanfaatan dari

komoditi yang ada dihutan itu sendiri terutama kayu.

(3) Konversi, yang umumnya bertujuan memanfaatkan lahan mangrove

untuk hanya satu kepentingan. Kegiatan utama dari pilihan ini

terutama kaitan dengan kegiatan pertanian secara luas dan

pemukimm.

Konsep Ekologi-Ekonomi

Menurut Crosby (1997) ekologi berkembang dari kesadaran

tentang pentingnya aspek ekologi dalam pembangunan, karena dampak

ekologi mempengaruhi kesejahteraan manusia. Dari kacamata ekonomi,

pembangunan berarti peningkatan kesejahteraan material manusia

melalui peningkatan berbagai konsumsi &an barang dan jasa.

Pembangunan ini nantinya dapat membawa dampak baik yang positif

maupun dampak yang negatif. Dikatakan positif jika mampu

meningkatkan kesejahteraan manusia yang terkena pengaruh, dan

negatif jika menurunkan kesejahteraan manusianya.

Lebih jauh lagi ditekankan bahwa dampak tersebut ada yang

tidak dimaksudkan atau dituju oleh kegiatan ekonomi, tetapi dirasakan

oleh pihak selain pelaku tersebut sebagai eksternalitas. Konsumen dan

produsen tidak memasukkan eskternalitas baik yang positif maupun

yang negatif sebagai keuntungan atau biaya dari kegiatan ekonomi yang

(34)

ekologi hanya membatasi diri dalam menanggulangi dampak negatif,

baik langsung maupun tidak langsung, dari kegiatan pembangunan.

Dengan kata lain konsep ekologi lebih mengarah kepada pengelolaan

dampak pembangunan atas pihak-pihak yang terkena atau secara

potensial terkena pengaruh. Sementara itu, teori ekonomi selain

menawarkan altematif bagi pengelola imbas-pengaruh kegiatan ekonomi

(impact and accident), juga mencakup bahkan menekankan peran

manusia sebagai sektor atau pelaku kegiatan ekonomi (Ismawan, 1999).

Bengston cialam Suhendang (1996) menyatakan bahwa ada enam

tema besar dalam perubahan cara pandang ekologi ekonomi dengan

ekonomi tradisonal yaitu :

I . Sustainability

Analisis dengan ekonomi tradisional memusatkan tujuannya

kedalam efisiensi alokasi sumberdaya dan pertumbuhan, sementara

ekologi ekonomi lebih mementingkan keterpaduan (integrity) dan

keberlanjutan (sustainability)

2. Multilple value, broader national of value

Nilai ekonomi yang dianut dalam ekonomi tradisional dibatasi pada

dua tipe nilai yang sempit yaitu nilai tukar (market price) dan nilai

dalam manfaat atau kegunaannya (willlingness to pay or willingness

to accept compensation). Sedangkan dalam ekologi ekonomi dianut

teori yang lebih luas yang mencakup pula nilai-nilai sosial,

keindahan, sokongan terhadap kehidupan, nilai intrinsik dan nilai

(35)

3. Integenerational equity

Dalam ekonomi tradisional keputusan tentang bagimana

memanfaatkan sumberdaya, dalarn jangka waktunya, diperlukan

sebagai pertanyaan investasi dengan menganggap seluruh

sumberdaya sebagai milik dari generasi sekarang. Praktek

pendiskontoan nilai dimasa yang akan datang dalam ekonomi

tradisonal diartikan bahwa nilai sumberdaya 10 tahun dari sekarang

kira-kira sekitar setengahnya dari 11ilai sumberdaya yang sama pada

saat hi (bergantung kepada besarnya suku bunga yang dipakai u n t u k mendiskontokannya). Konsep dalarn ekologi ekonomi percaya

bahwa nilai sumberdaya dimasa yang akan datang tidak akan

mengalami penurunan yang sangat besar d m kita h a r u s mengarnbil

keputusan yang tidak bersifat kompromis dalam mempertahankan

kualitas kehidupan atau bahkan kehidupannya sendiri untuk

generasi dimasa yang akan datang.

4 . Uncertainty

Dalam ekologi ekonomi dianut paham ketidakpastian yang sangat

besar resikonya u n t i k tidak pulihnya Iingkungan yang mengalami

perubahan dalam skala besar.

5. Methodological pluralism

Satu-satunya kepastian yang dapat diyakini dari kerangka analisis

atau metode yang dikembangkan oleh seseorang adalah adanya

(36)

6. Land ethic

Paham utilitarian, yaitu doktrin filosofis yang menganggap manfaat

dari suatu benda atau kegiatan sebagai satu-satunya kriteria untuk

menunjukkan dari tindakan d m kegunaan suatu benda, merupakan

filosofi dasar dari ekonomi tradisional. Sebaliknya filosofi yang

dianut oleh ekologi ekonomi adalah etika Lingkungan d m etika

(37)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan W a k t u Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Bengkalis Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau. Secara administratif Pulau Bengkalis ini

terbagi dalam dua kecamatan yaitu Kecamatan Bengkalis dan

Kecamatan Bantan. Ada 2 (dua) desa yang dianggap dapat mewakili

seluruh Pulau Bengkalis dengan pertimbmgan (1) pemanfaatan

mangrove secara langsung (untuk k a y u bakar, kayu arang dan kayu

pancang (bangunan) (2) daerah abrasi. Penelitian dilaksanakan selama

3 bulan (April

-

Juni - 200 1)

Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif korelasional yang berusaha

untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara tepat mengenai

fakta-fakta serta hubungan antara fenomena yang diteliti (Nazir,1983).

Melalui pendekatan ini diharapkan memperoleh gambaran yang

komprehensif dan mendalam tentang obyek yang diteliti.

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu

menggunakan metode survei. Metode survei yaitu metode yang bertujuan

untuk mengumpulkan data dari sejumlah variabel pada suatu kelompok

melalui wawancara langsung dan berpedoman pada daftar pertany-

(38)

Teknik Pengambilan Contolt

Mengingat daerah penelitian yang luas, keterbatasan waktu, tenaga dan biaya serta pertimbangan agar tujuan penelitian ini dapat

dicapai maka ditentukan dua desa contoh yang mempunyai usaha

pemanfaatan mangrove dan adanya abrasi yang cukup tinggi agar dapat

mewakili seluruh populasi yang ada di lokasi penelitian.

Menurut Fauzi (2001) metode penarikan contoh yang sesuai

untuk populasi yang menyebar pada wilayah yang luas adalah dengan

metode penarikan contoh bertingkat (multi stage sampling). DaLam

pelaksanaanya, stratifikasi ini memerlukan d u a tahapan operasional

yaitu :

(a) Populasi penarikan contoh pertama untuk memilih desa contoh

dengan mempertimbangkan jumlah pemilik usaha kayu w g , kayu pmcang (bangunan), kayu bakar maka dipilih d u a desa contoh

yaitu : Desa Meskom, dan Desa Teluk Pambang.

(b) Dari desa contoh tersebut dilakukan pencatatan. jumlah pemilik

panglong arang (dapur arang), jumlah pengumpul kayu pancang

(bangunan) dan kayu bakar. Untuk pemilik panglong (dapur arang)

diambil sebanyak 4 "panglong"(l1 dengan dapur berkisar 5-6 dapur. Sedangkan untuk pengumpul kayu pancang (bangunan] dan kayu

bakar menurut Dinas Kehutanan Bengkalis data yang pasti tidak

ada maka data yang diambil adalab dari seluruh responden yang ada

yaitu 25 responden untuk pengambil kayu bakar dan 15 responden

untuk pengambil kayu pancang (bangunan).

(39)

Pengumpulan Data

Data Primer

a. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan

responden yang tinggal disekitar lokasi penelitian, dengan

berpedoman pada daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disusun

sesuai dengan tujuan penelitian.

a. Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi kondisi hutan

mangrove, keadaan geografi dan demosafi hutan mangrove di Pulau

Bengkalis. Serta informasi-informasi yang mendukung penelitian mulai

dari tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propinsi, dan Pusat.

Analisis Data

Data sosial

Data hasil penelusuran informasi baik melalui data sekunder

maupun primer (kuisioner), akan diolah dan ditabulasikan kemudian dianalisis secara diskriptif.

Data biofisik wilayah

Data biofisik yang digunakan adalah data sekunder melalui

pustaka-pustaka yang terkait, selanjutnya diolah dan tabulasi kemudian

dianalisis secara diskriptif.

Analisis keterkaitan ekologi-ekonomi (Regresi Linier Berganda)

Untuk m e n e n t u k a n keterkaitan antara ekologi-ekonomi dalam

(40)

Menurut Wibisono (1999) bila terdapat heteroseedascity maka dapat

ditempuh dengan mentransformasikan data. Dalam ha1 ini yang

digunakan adalah model LN.

Model umum regresi h i e r berganda adalah:

Ln Y = a

+PI

LnXi

+ p l

LnXz

+..

-pn

LnXn + p ~

Keterangan :

Y

-

-

Peubah tak bebas

x1,2,

...

-

-

Peubah bebas

FL

-

-

Gangguan

p1,2,

...

n = Koefisien regresi

a = Intersep

Pengujian ada tidaknya multikolinearitas digunakan metode Klein.

Pengujian autokorelasi digunakan metode Durbin-Watson.Uji Chi-

Kuadrat untuk menguji normalitas dari residu. Untuk mengetahui

pengaruh tiap-tiap peubah digunakan uji t, sedangkan untuk

mengetahui pengaruh peubah secara keseluruhan digunakan uji F.

Untuk membuat keterkaitan ekologi ekonomi dibuat beberapa

asumsi yaitu

(1) Semakin baik ekologi hutan mangrove maka pendapatan masyarakat

pengguna hutan mangrove juga akan semakin baik.

(2) Masyarakat dengan kesejahteraan rendah diasumsikan sebagai

(41)

(3) Diperhitungkan bahwa setiap penebangan harus menanam 4 pohon

pengganti dan dianggap 50% dapat hidup.

Faktor-faktor yang digunakan untuk pemanfaatan kayu adalah:

Y = Pendapatan (Rp/m3)

X1= Produksi (ma/ trip)

X2= Jenis (Rp/m3)

X3= Kerapatan (ind/ha)

X4= Diameter (cm)

Untuk menghasilkan keterkaitan hubungan tersebut kemudian

dianalisis secara diskriptif.

Pengelolaan hutan mangrove (Analisis klaster)

Dari hasil regresi yang diperoleh maka dilakukan pengelolaan terhadap hutan mangrove. Analisis yang digunakan adalah analisis

klaster yaitu mengklasifikasikan irrdividu-individu atau objek kedalam

kelompok-kelompok dalam jumlah kecil yang bersifat mutually eclusiue,

dengan berpedoman bahwa jumlah kesamaan antar anggota-anggota

dalam grup sama dengan jumlah perbedaan antar grup. Tujuan dari

pengelompokan tersebut adalah untuk menentukan beberapa grup yang

ada dan setiap grup tersebut bersifat urlik/khusus dan mengetahui

komposisi dari masing-masing grup tersebut.

Pemanfaatan dan pengelolaan hutan mangrove secara optimal dan

berkelanjutan akan dititik beratkan pada rehabilitasi dan konservasi,

maka yang perlu dilakukan adalah pembatasan diameter pohon yang di

(42)

ekologi-ekonomi dan kelestarian

.

Beberapa altematif yang digunakan adalah sebagai berikut Tabel 1.

Tabell. Beberapa altematif pemanfaatan hutan mangrove di Desa

Meskom dan Desa Teluk Pambang

Dalam penentuan Alternatif tidak berdasarkan perhitungan luas,

karena masyarakat tidak melakukan penebangan di areal yang sama

tetapi berdasarkan hubungan diameter yang ditebang terhadap cepat

atau lambatnya pengurangan luasan mangrove.

Alternatif

1 2 3 4 5 6 7 8

Penentuan alternatif pemanfaatan hutan mangrove adalah

sebagai berikut :

Diameter Kayu

Kayu bakar (7cm)+Kayu arang(l4cm)+Kayu pancang (16cm)

Kayu bakar (6cm)+Kayu arang(l8cm)+Kayu pancang (2Ocm)

Kayu bakar (7cm)+Kayu arang(l5cm)+Kayu pancang (20cm)

Kayu bakar (7cm)+Kayu arang(lScm)+Kayu pancang (1 5cm)

Kayu bakar (Scm)+Kayu arang(lScm)+Kayu pancang (20cm)

Kayu bakar (8cm)+Kayu arang(lScm)+Kayu pancang (20cm)

Kayu bakar (9cm)+Kayu arang(l8cm)+Kayu pancang (20cm)

Kayu bakar (9cm)+Kayu arang(1 Scm)+Kayu pancang (20cm)

(1) Alternatif 1 : Jika saat ini ada pemanfaatan hutan mangrove untuk kayu arang, kayu bangunan, (4.016 ha) dan kayu bakar (.I729 ha).

(2) Alternatif 2 : Jika pemanfaatan untuk kayu arang, kayu bangunan dan kayu bakar masing-masing mempunyai diameter 18cm. 20cm

dan. 6 cm

(43)

(4) Altematif 4 : Jika pemanfaatan untuk kayu arang, kayu pancang (bangunan) dan kayu bakar masing-masing mempunyai diameter15

cm, 18 cm dan 7 cm.

(5) Altematif 5 : Jika pemanfaatan untuk kayu arang, kayu pancang

(bangunan) dan kayu bakar masing-masing mempunyai diameter 15

cm, 20 cm dan 8cm.

(6) Alternatif 6 : Jika pemanfaatan untuk kayu arang, kayu pancang

(bangunan) dan kayu bakar masing-masing mempunyai diameter

15cm, 20cm d m 8cm.

(7) Altematif 7 : Jika pemanfaatan untuk kayu arang, kayu pancang

(bangunan) d m kayu bakar masing-masing mempunyai diameter 18

cm, 20cm dan 9 cm.

(8) Altematif 8 : Jika pemanfaatan untuk kayu arang, kayu pancang

(bangunan) dan kayu bakar masing-masing mempunyai diameter

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan U m u m Lokasf Penelitian

Letak geografis dan administratif

Pulau Bengkalis terletak pada bagian pesisir timur Pulau Sumatera yakni antara 10 1059'33.84'BT - 102030'24.35'BT dan 1036'39.60'ZU -

103 1'24.48". Pulau Bengkalis berada 2 meter diatas permukaan laut. Secara administratif Pulau Bengkalis merupakan s a l a h satu pulau yang terdapat di Kabupaten Bengkalis, dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasam dengan Selat Malaka

Sebelah Selatan berbatasan dengan Pulau Padang

Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Malaka

Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bengkalis

Luas Pulau Bengkalis 938.4 Km2 yang terbagi menjadi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Bantan dan Kecamatan Bengkalis. Secara administratif Desa Meskom termasuk wilayah Kecamatan Bengkalis sedangkan Teluk

Pambang termasuk Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis. Luas Lokasi penelitian

+

164 Km2 dan luas masing-masing desa adalah 5 1 km2 untuk

Desa Meskom, dan 114 km2 Desa Teluk Pambang. Luas hutan mangrove

(45)

Iklim Dan Topogrdi Perairan

Iklim di kedua wilayah ini mengalami d u a musim yaitu musim kemarau dan musim hujan, yang masing-masing berlangsung selama enam

bulan. Musim kemarau dimulai dari bulan Februari sampai Agustus, d a n musim hujan dari bulan September sampai Januari setiap tahunnya.

Curah hujan berkisar 900-1500 mm per tahun, dengan jurnlah hari hujan

kurang dari 110 hari/tahun. Suhu rata-rata 260C - 320C dengan

kelembaban udara 8 5 %. Selain itu, di kedua desa ini juga dikenal adanya 4 musim angin yaitu musim angin utara, angin timur, angin selatan d a n

angin barat.

Kondisi desa termasuk wilayah yang mempunyai topografi datar,

dengan kondisi tanah y m g sebagian berasal dari tanah endapan dan sebagian lagi mempakan tanah gambut. Tanah gambut dijurnpai pada daerah yang berhadapan dengan Selat Malaka, sedangkan tanah endapan

terdapat pada daerah yang berhadapan dengan Selat Bengkalis.

Desa Meskom memiliki bentangan. lahan datar seluas 5400 ha, dengan daerah yang memiliki tingkat erosi sedang seluas 5 ha. Lahan yang

memiliki tingkat kesuburan sedang seluas 4000 ha, lahan gambut 30 ha,

lahan terlantar 50 h a dan padang ilalang seluas 25 ha.

Desa Teluk Pambang memiliki bentangan lahan datar rendah seluas

13087 ha, yangmemiliki erosi ringan seluas 100 ha. Lahan seluas 4360 h a

mempunyai tingkat kesuburan sedang dan 500 h a tergolong tidak subur.

(46)

35

Desa Meskom terletak diujung barat Pulau Bengkalis dan berdekatan denga Tanjung Jati yang merupakan pintu atau selat yang menghubungkan Selat Malaka sebagai laut terbuka, dengan p e r a i m Selat Bengkalis, yang semi tertutup membuat perairan Laut Meskom memiliki a r u s yang

berubah-ubah yang dikendalikan oleh m u s h angin di kawasan tersebut

begitu juga halnya untuk Desa Teluk Pambang.

Pantai selatan Meskom maupun Teluk Parnbang merupakan daratan pantai yang landai ( ~ 3 % ) berupa liat berpasir (silt-clay). Pada waktu surut terlihat hamparan intertidal selebar 200-300 meter. Kondisi garis pantai

Meskom bagian selatan umumnya stabil, ha1 ini berkaitan dengan letaknya

yang menghadap Selat Bengkalis yang relatif tenang d a n sepanjang

pantainya ditumbuhi vegetasi mangrove yang merup&an green belt pantai tersebut. Sedangkan untuk Desa Teluk Pambang bagian selatannya relatif berubah lamban dan garis pantai sedikit bertebing 1 -2 m dan sepanjang pantai ditemukan vegetasi mangrove yang sebagian besar telah rusak,

kecuali di_daerah yang dekat dengan muara Sungai Kembung dirnana mangrove yang.merupakan green belt pantai mas* baik. Garis pantakya

mundur lamban disebabkan vegetasi mangrove sudah terfragmentasi atau terputus-putus. Berbeda dengan pantai utara Desa Meskom maupun Desa

Teluk Pambang, pantainya menghadapi energi gelombang d a n arus p'antai

yang cukup besar terutarna pada musim utara yang nantinya menyebabkan

abrasi pantai. Sedimen pantai selatan Desa Meskom secara visual adalah

liat berpasir kearah lower intertidal (arah laut) dan cenderung berlumpur

(47)

selatan Teluk Pambang umumnya berpasir ( s a d bottom) kearah lower

intertidal (arah laut) dan cenderung berlumpur (muddy clay) kearah

daratan dengan ketebalan 50 - 75 cm.

Jenis pantai Desa Meskom maupun Desa Teluk Pambang termasuk

pantai primer dimana proses utama pembentukannya bukan oleh proses marine dan termasuk jenis pantai lurus memanjang (long straight beaches).

Berdasarkan tinggi rendahnya pasang surut, pantai Meskom termasuk berpasang surut sedang (messo tidal beaches) dengan kisaran pasang surut

sekitar 2 meter.

Kelandaian dasar laut selatan Desa Meskom bertambah setelah

kedalam 2 - 3 meter. Kedalaman perairan pantai bertambah 3 - 4 meter setiap interval 200 meter. Pada jarak 500 meter dari garis pantai surut

terendah, kedalaman laut yang diukur sekitar 10 - 15 meter dengan

kerniringan/ lereng 3 0 - 50. Kedalaman maksimum laut sekitar 50 meter.

Kebutuhan akan air bersih untuk Desa Meskom maupun Desa Teluk

Pambang bersumber dari air hujan yang ditarnpung di dalam drum-drum. Selain itu di Desa Meskom sudah teraapat sumur galian sebanyak 400 galian dan 50 buah sumur pompa.

Kondisi Sosial Ekonomi

a. Jumlah penduduk

Jumlah penduduk d i Pulau Bengkdis tahun 1997 sebanyak 880509 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk d d a m kurun waktu tahun 1989-1997

(48)

terlihat laju pertumbuhan penduduk Ke-atan Bantan sebesar 2.13 O/O

lebih besar dari Kecamatan Bengkalis yang hanya 1.57% (Tabel 2).

Komposisi penduduk menurut umur dari kedua wilayah tersebut Tabel 2. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk di Ke-tan Bengkalis

dan Kecamatan Bantan

pada tahun 1997 adalah 45193 jiwa laki-laki dan 433 16 jiwa perempuan Tahun

1990

199 1

1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998

sehingga sex ratio adalah 104 O/o. Berdasarkan kelompok umur terdapat

penduduk usia baiita (0

-

4 tahun) sebanyak 11448 jiwa atau 12.93 Oh,

Sumber: Registrasi penduduk Kabupaten Bengkalis 1997/ 1998

penduduk usia ana.k/remaja (5 - 10 tahun) sebanyak 40602 jiwa atau Kecamatan Bengkalis

36.58 % penduduk usia dew- (20

-

54) tahun sebanyak 32337 jiwa atau

Jumlah Jiwa

5.884 52426 53368 52850 53122 53636 557 10

56073

57446

Kecamatan Bantan

45.87 %, penduduk lanjut usia (s55 tahun) seban~ak 4122 jiwa atau

Y o

2.25

?:o

4 1.80 0.97 0.51 0.97 3.87 0.65 1.28 Jumlah Jiwa 28348 28894 29446 29461 29476 29728 31860 32436 33866

4.65 O/O. Berdasarkan golongan umur tersebut maka penduduk usia ke rja

O/o 3.29 1.92 1.91 0.05 0.05 0.85 7.17 1.81 1.94

/produktif (>lo tahunf sebanyak 61834 jiwa atau 69.86 %. Penduduk

*

bukan usia kerja atau belum produktif (0

-

9tahun) sebanyak 26675 [image:48.533.89.467.143.310.2]
(49)

jiwa dan yang sudah bekerja sebanyak 34364 jiwa. Tiigkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 63.65 % dan angka kesempatan ke rja sebesar 95.42 O/o. Kondisi inimencerminkan bahwa tingkat p e n g a n g g u r a n

di kedua tempat tersebut cukup rendah.

Jumlah penduduk di lokasi penelitian pada tahun 1999 adalah 8240

jiwa terdiri dari 4300 laki-laki d v 4040 perempuan serta meliputi 1783

kepala keluarga (KK) dengan kepadatan penduduk 60 jiwa/lGn2 untuk Desa

Meskom dan 43 jiwa/Km2 untuk Desa Teluk Pambang. Dari kedua desa yang paling padat penduduknya adalah Desa Teluk Pambang kemudian Desa Meskom. Untuk memperoleh gambxan kondisi penduduk kedua desa

tersebut dapat dilihat Tabel 3.

Berdasarkan tingkat pLndidikan penduduk di lokasi p e n e t i a n Tabel 3. Kondisi Penduduk Desa Meskom dan Teluk Pambang

sebagian besar berada pada tingkat pendidikan S D ke bawah. Untuk lebih

jelas mengenai tingkat pendidikan masyarakat dapat dilihat pada Tabel 4.

TeIuk Pambang

1 1 4

43 1138 2646 2554 104 5100

Luas ( K W )

Kepadatan (jiwa/ !XI&)

Banyak Keluarga (KK)

Penduduk: - Laki-laki

-

Perempuan Sex Ratio Jumlah

Sumber: Bengkalis dalam angka 1999

Meskom

5 1

[image:49.535.125.442.309.455.2]
(50)

Tabel 4. Kondisi pendidikan masyarakat Meskom dan Teluk Parnbang 1999

Tingkat Pendidikan

Tidak sekolah dan tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Akademi

Perguruan tin&

Jumlah

Sumber: Monografi de

Meskom Teluk Pambang

Jiwa

18.00

Desa Meskom mempunyai penduduk sebanyak 2376 jiwa yang tidak

menamatkan S D dan 549 jiwa tamat SD. ~ e d a n g k a n di Teluk Pambang

yang tidak tamat SD relatif lebih kecil yakni 9 18 jiwa dan yang telah tamat SD 3243 jiwa Melihat kondisi ini perlu perhatian serius dan penangannya

harus lebih banyak dilakukan dengan pernbinaan teknis j q k a pendek

agar kualitas sumberdaya manusia di kedua desa tersebut dapat diperbaiki

dan ditingkatkan.

c. Matapencaharian penduduk

Menurut penelitian yang dilakukan oleh BPE-PDU UNRI (1999).

secara mayoritas penduduk Desa Meskom d a n Desa Teluk Pambang

mempunyai matapencaharian pokok sebagai nelayan. Nelayan pemilik sebanyak 166 orang (56.85%) + d m 131 orang (47.46%). buruh nelayan sebanyak 53 orang (18.15O/o) dan 65 orang (23.55%), petani sebanyak 43

[image:50.529.91.467.102.255.2]
(51)

Tabel 5 Matapencaharian Masyarakat Meskom dan Teluk Pambang Tahun 1999

Dari kenyatazm diatas menunjukkan bahwa ketergantungan

masyarakat terhadap laut sangat tinggi. Nelayan yang terdapat di Desa Meskom dan Teluk Pambang dibedakan menjadi: (1) Nelayan pemilik yaitu

Pekerjaan

Nelayan p e a / pengusaha Nelayan buruh Petani Pedag-fZ PNS/ABRI L.ainnya Jumlah

yang mempunyai sarana penangkapan, pada umurnnya turut dalam operasi Suxnber: BPE PDU UNRI 1999

Teluk Pambang

penangkapan, sebagian besar merupakan keturunan cina, (2) Nelayan Meskom Jumlah 131 65 54 6 12 8 276

pengusaha yaitu yang mexniliki alat tangkap atau kapal tetapi tidak ikut Jumlah 166 53 43 16 10 4 292 '?lo 47.46 23.55 19.57 2.17 4.35 2.90 100

melakukan penangkapan ke h u t dan nelayan ini juga kebanyakan dari O/o

56.85

18.15

,

14.72 ). '

5.47

3.42

1.32

100

keturunan cina dan (3) Nelayan buruh yaitu nelayan pekerja yang tidak

memiliki alat serta kapal penangkapan kebanyakan nelayan ini berasal dari penduduk asli Desa Meskom.

[image:51.529.81.469.109.459.2]
(52)

Untuk menambah pendapatan rumah tangga hanya sebagian kecil

dari masyarakat yang mempunyai matapencaharian tambahan. Mata

pencafiarian tambahan yang dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai petani, pedagang, dan pengumpul kayu.

Matapencahatian pengumpul kayu merupakan matapencaharian tambahan bagi masyarakat Desa Meskom. Pendapatan pengumpul kayu

berkisar Rp 100000 - Rp 200000 per bulan. Pengumpulan kayu ini

dilakukan oleh masyarakat disekitar hutan mangrove, sebagian dimanfaatkan sendiri dan sebagian lagi untuk menarnbah pendapatan.

Masyarakat Desa Teluk Pambang juga mempunyai matapencaharian

yang dominan dalam bidang perikanan. Alat tangkap yang di operasikan adalah jenis jaring, rawai, gombang dan pukat udang. Disamping mata

pencaharian sebagai nelayan sebagian besar masyarakat Teluk Pambang juga mempunyai matapencaharian tambahan yakni sebagai petani dan

,Tetapi dalam usaha pemanfaatan kayu mangrove Desa Teluk

Pambang ini sedikit berbeda dengan Desa Meskom, di Desa Teluk Pambatlg

kayu mangrove selain untuk kayu bakar juga untuk kayu bangunan dan kayu arang yang akan d i ekspor ke Malaysia dan Singapur. Menurut informasi yang diperoleh dari responden sangat sulit untuk mendapatkan

(53)

Pematlfaatan kayu mangrove untuk arang ini memerlukan tempat pembuatan arang. Tempat pembuatan arang atau oleh masyarakat setempat sering disebut dengan panglong arang beroperasi selarna 3 (tiga) bulan yaitu mulai dari penyusunan kayu ke dalam dapur arang,

pembakaran, penutupan dan pembongkaran.

d. Tingkat kesejahteraan

Tingkat kesejahteraan masyarakat disekitar hutan mangrove dilihat

berdasarkan indikator-indikator kesejahteraan yang dknalisis secara diskriptif dengan sistem uji skor. Dalam ha1 ini dibedakan menjadi tiga

kelompok yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini sesuai dengan aturan Susenas (1991) dalam Ardaxini (2001) yaitu tingkat kesejahteraan tinggi

memiliki skor 14-18, tingkat kesejahteraan sedang dengan skor 10-13 dan

tingkat kesejahteraan rendah dengan skor 6-9. Tingkat kesejahteraan yang

dilihat adalah berdasarkan tingkat pendapatan, konsumsi, pendidikan, kesehatan keluarga, kondisi perumahan, dan fasilitas perumahan.

Berdasarkan pengolahan data dari laporan BPE-PDU UNRI (1999)

maka tingkat kesejahteraan masyarakat di Desa Meskom dan Desa Teluk Pambang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tingkat kesejahteraan masyarakat Meskom dan Teluk Pambang Tingkat

kesejahteraan

Tinggi Sedang Rendah

Sumber : Pengolahan data sekunder (1999)

Meskom Jumlah

381

2 12

(54)

Tabel 6 menunjukkan bahwa 24 O/O rnasyarakat Meskom masuk

dalam tingkat kesejahteraan rendah. Dari kondisi dapat diasumsikan bahwa 24 % (150 KKJ yang mas* menggunakan bahan bakar dari kayu

mangrove. Sedangkan untuk Desa Teluk Pambang sebanyak 36 % (4 1 1 KK)

Berdasarkan jumlah penduduk pemanfaat hutan mangrove untuk Desa Meskom dan Desa Teluk Pambang dapat diperkirakan sebagai salah

satu penyebab terjadinya penurunan luasan hutan mangrove. Masyarakat

di d u a desa ini memanfaatkan hutan mangrove secara tenas menems untuk

kepentingan rumah tangga, disamping pengusaha ara

Gambar

Tabel 1. Beberapa alternatif pemanfaatan hutan mangrove
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Pengelolaan Hutan Mangrove
Tabel 2. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk di Ke-tan Bengkalis dan Kecamatan Bantan
Tabel 3. Kondisi Penduduk Desa Meskom dan Teluk Pambang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti membedakan penelitian ini dengan penelitian lain tentang Strenght of Character tersebut di atas dari segi subjek penelitian, peneliti mengambil

Sehubungan dengan itu kepada pemenang dimohon agar segera menghubungi Pengguna Anggaran Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Buol Tahun

merumuskan bahan kebijakan di bidang pembangunan ketahanan pangan di daerah yang meliputi kegiatan di bidang penyediaan pangan, distribusi pangan, cadangan pangan,

Lebih lanjut mengenai pola asuh otoriter dapat mengarahkan anak pada perilaku bullying, ini dibuktikan dengan beberapa penelitian, seperti penelitian yang dilakukan

Terselesaikanya tugas akhir dengan judul “PROTOTYPE PENYIRAM TANAMAN PERSEMAIAN DENGAN SENSOR KELEMBABAN TANAH BERBASIS ARDUINO” ini tidak lepas dari bantuan,

Electric Vehicle System Model System EV terdiri dari dua subsystem, motor listrik dan platform system kendaraan; keduanya harus dimodelkan, mengingat semua gaya yang bekerja

Seorang penulis harus mengetahui lebih dalam tentang gagasan utama yang diangkat dalam cerita, seperti tentang daerah yang diangkat pada skenario film “Simpur”

Diusulkan untuk mengikuti seleksi beasiswa BPPT oleh Kepala Unit Kerja yang disampaikan secara tertulis berupa Nota Dinas kepada Kepala Pusbindiklat dengan tembusan kepada Eselon