• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KALKULUS I BERBASIS PBM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR MAHASISWA STKIP “TAPANULI SELATAN” PADANGSIDIMPUAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KALKULUS I BERBASIS PBM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR MAHASISWA STKIP “TAPANULI SELATAN” PADANGSIDIMPUAN."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KALKULUS I BERBASIS PBM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR MAHASISWA STKIP

“TAPANULI SELATAN” PADANGSIDIMPUAN

Tesis

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh : ANNI HOLILA NIM : 8126172005

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

ANNI HOLILA. Pengembangan Bahan Ajar Kalkulus I Berbasis PBM Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Mahasiswa STKIP “Tapanuli Selatan” Padangsidimpuan. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Penelitian bertujuan untuk: (1) memperoleh bahan ajar yang valid, praktis dan efektif, (2) mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar mahasiswa dengan menggunakan bahan ajar yang dikembangkan berbasis PBM. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Model pengembangan yang digunakan adalah model 4-D dari Tiagarajan, dkk. Uji coba I di Semester IA dan uji coba II di Semester IB Pendidikan Matematika STKIP Tapanuli Selatan Padangsidimpuan. Bahan Ajar yang dikembangkan yaitu SAP, Diktat. Setiap bahan ajar memenuhi aspek validitas dan reliabilitas. Dari hasil pengembangan ini diperoleh bahwa: (1) Validitas Perangkat pembelajaran valid yaitu validitas SAP = 89,14 dan Diktat = 89,07, kepraktisan bahan ajar dilihat dari respoan mahasiswa dalam kategori baik dan efektivitas perangkat pembelajaran efektif dilihat dari ketercapaian ketuntasan belajar maha; (2) persentase peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa pada uji coba 1 adalah 34,4% dan uji coba 2 adalah 60%; dan peningkatan tertinggi kemandirian belajar mahasiswa pada uji coba 1 sebesar 18,75% dan pada uji coba 2 sebesar 11,76%.

(7)

ii ABSTRACT

ANNI HOLILA. Development of Instructional Equipment Calculus I Based PBL To Problem Solving Ability and Self Regulated Learning Student of STKIP “Tapanuli Selatan” Padangsidimpuan. Thesis. Medan: Graduate Program, State University of Medan, 2016.

The objective of the study to: (1) obtaining the validity, practis and effectively of instructional equipment, (2) determine the increasing of problem solving skills and self regulated learning of students' by using instructional equipment based PBM. This study is developmental research. Development model used is a model 4-D by Tiagarajan, dkk. The first trial in semester IA and the second trial in semester IB at STKIP “Tapanuli Selatan” Padangsidimpuan. Instructional equipment developed namely Lesson Planning, Teacher’s,Student’s Book. Each of equipment have to valid and reliable. Based on the development found that: (1) The validity of instructional equipment was valid namely the validity of lesson planning = 89,14, Student’s Book = 89,07, and the effectively of instructional equipment effective can be seen from the achievement of mastery learning students, student activities within the specified tolerance limits and the students' response in learning in good category; (2) Percentage of increasing problem solving ability of students in the firt trial is 34,4% and the second is 50%; and the most increase of students' self regulated learning in first trial is 18,75% and the second trial is 11,76%.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan

tesis dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Kalkulus I Berbasis PBM untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian

Belajar Mahasiswa STKIP Tapanuli Selatan Padangsidimpuan”.

Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan

Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED). Sejak

mulai persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan

semangat, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Semoga Allah Swt

memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan

penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. KMS. M. Amin Fauzi, M.Pd., selaku Pembimbing I dan Bapak

Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd, Bapak Prof. Dr. Hasratuddin M.Pd, dan

Bapak Dr. Edy Surya, M.Si, selaku Narasumber yang telah banyak

(9)

iv

3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd., selaku ketua program studi Pendidikan

Matematika Program Pascasarjana UNIMED, serta Bapak Dapot Tua

Manullang, M,Si selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika.

4. Direktur, Asisten Direktur I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana

UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis

menyelesaikan tesis ini

5. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Pendidikan Matematika Program

Pascasarjana UNIMED.

6. Ketua STKIP Tapanuli Selatan Padangsidimpuan yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan.

7. Teristimewa Suami Tercinta Hadengganan Harahap, S.Pd; Ayahanda Tercinta

Daulat Sormin (Alm) dan Ibunda Tersayang Dermawati Harahap, Amang

Boru Toguan Harahap dan Bou Nur Habibah Siregar. Anakku: Rahmat

Pervaiz Harahap, Irham Rizky Harahap, Hilman Fakhri Dana Shofwan

Harahap, beserta adik-adikku: Sri Handayani Siregar, S.Pd dan Mhd Bahri,

S.Pd; Anjas Sormin dan Desi Pulungan, Eka Nulliyah Sormin, Fitri Asiyah

Harahap, Nur Intan Dongoran yang telah memberikan rasa kasih sayang,

perhatian doa, dan dukungan moril maupun materil sejak sebelum kuliah,

dalam perkuliahan hingga menyelesaikan pendidikan ini

8. Sahabat –sahabatku: Agus Saleh, M.Pd; Yusrida Hapni Harahap, Apriadani

Harahap dan Parlaungan Harahap, Ade Rahman Matondang, M.Pd, Oncu

(10)

v

9. Semua pihak serta rekan-rekan satu angkatan dari Program Studi Pendidikan

Matematika yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam

penyelesaian tesis ini.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga

tesis ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga

dapat memperkaya khasanah penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat

memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.

Medan, 2016

Penulis,

(11)

vi 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 14

2.1.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika... 20

2.1.3 Kemandirian Belajar ... 24

2.1.4 Pengembangan Bahan Ajar ... 30

2.1.5 Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah... 41

2.2 Teori Belajar Yang Mendasari Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah... 49

2.3 Penelitian yang Relevan ... 51

2.4 Kerangka Konseptual... 53

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Subjek dan Objek Penelitian ... 56

3.2 Jenis Penelitian... 56

3.3 Prosedur Penelitian ... 56

3.4 Definisi Operasional Variabel... 70

3.5 Instrumen Penelitian ... 72

(12)

vii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 87 4.1.1 Deskripsi Tahap Pengembangan Bahan ajar... 88 4.2 Pembahasan... 110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 137 5.2 Saran ... 139

(13)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Rekap Nilai Mata Kuliah Kalkulus I Tiga Tahun Terakhir ... 4

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah... 47

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah... 73

Tabel 3.2 Skor Alternatif Pemecahan Masalah Matematis... 74

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Angket Kemandirian Belajar ... 75

Tabel 3.4 Rangkuman Hasil Validasi Butir Tes Kemampuan Pemecahan Masalah... 78

Tabel 3.5 Rangkuman Hasil Validitas Butir Angket Kemandirian Belajar... 79

Tabel 3.6 Nilai Ketuntasan ... 84

Tabel 3.7 Pedoman Penskoran Kemandirian Belajar Mahasiswa ... 85

Tabel 3.8 Kategorisasi Kemandirian Belajar Siswa ... 85

Tabel 4.1 Respon Mahasiswa terhadap Bahan ajar dan Kegiatan Pembelajaran pada Uji Coba 1 ... 99

Tabel 4.2 Hasil Ketuntasan Mahasiswa pada Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Uji Coba 1 ... 102

Tabel 4.3 Hasil Data Kemandirian Belajar Mahasiswa Uji Coba 1 ... 102

Tabel 4.4 Respon Mahasiswa terhadap Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Uji Coba 2 ... 106

Tabel 4.5 Hasil Data Kemampuan Pemecahan Masalah Uji Coba 2... 108

Tabel 4.6 Hasil Data Kemandirian Belajar Mahasiswa Uji Coba 2 ... 108

Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Nilai Validasi ... 113

Tabel 4.8 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 116

Tabel 4.9 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal Nomor 1 pada Indikator Memahami Masalah ... 123

Tabel 4.10 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal Nomor 1 pada Indikator Merencanakan Penyelesaian ... 124

Tabel 4.11 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal Nomor 1 pada Indikator Menyelesaikan Masalah ... 124

Tabel 4.12 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal Nomor 1 pada Indikator Memeriksa kembali prosedur ... 125

Tabel 4.13 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal Nomor 2 pada Indikator Memahami Masalah ... 127

Tabel 4.14 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal Nomor 2 pada Indikator Merencanakan Penyelesaian ... 127

Tabel 4.15 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal Nomor 2 pada Indikator Menyelesaikan Masalah ... 128

Tabel 4.16 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal Nomor 2 pada Indikator Memeriksa kembali prosedur ... 128

Tabel 4.17 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal Nomor 3 pada Indikator Memahami Masalah ... 130

(14)

ix

Tabel 4.19 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal

Nomor 3 pada Indikator Menyelesaikan Masalah ... 131 Tabel 4.20 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal

Nomor 3 pada Indikator Memeriksa kembali prosedur ... 132 Tabel 4.21 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal

Nomor 4 pada Indikator Memahami Masalah ... 134 Tabel 4.22 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal

Nomor 4 pada Indikator Merencanakan Penyelesaian ... 134 Tabel 4.23 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal

Nomor 4 pada Indikator Menyelesaikan Masalah ... 135 Tabel 4.24 Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk Soal

(15)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Contoh soal pemecahan masalah Kalkulus ... 5

Gambar 1.2 Tabung... 5

Gambar 1.3 Contoh Hasil Kerja Mahasiswa... 7

Gambar 3.1 Modifikasi Skema Pengembanga Model Pembelajaran 4-D... 69

Gambar 4.1 Peta Konsep Kalkulus I ... 92

Gambar 4.2 Diagram Peningkatan Persentase Mahasiswa yang Tuntas Dari Pretes ke Postes Uji Coba 1 dan 2... 116

Gambar 4.3 Diagram Peningkatan Kemandirian Belajar Mahasiswa pada Uji Coba 1 ... 117

Gambar 4.4 Diagram Peningkatan Kemandirian Belajar Mahasiswa pada Uji Coba 2 ... 118

Gambar 4.5 Diagram Persentase Respon Positif Mahasiswa pada Uji Coba 1 dan 2... 120

Gambar 4.6 Proses Jawaban Soal Nomor 1 ... 122

Gambar 4.7 Proses Jawaban Soal Nomor 2 ... 126

Gambar 4.8 Proses Jawaban Soal Nomor 3 ... 129

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan sebagai suatu sistem, tidak lain dari totalitas fungsional yang

terarah pada suatu tujuan. Setiap sub sistem yang ada dalam sistem, tersusun dan

tidak dapat dipisahkan dari rangkaian unsur-unsur atau komponen-komponen

yang berhubungan secara dinamis dalam satu kesatuan. Salah satu upaya untuk

meningkatkan mutu pendidikan di sekolah ialah dengan cara perbaikan proses

belajar mengajar. Perbaikan ini dapat mengubah tujuan dan arah pendidikan ke

tahap yang lebih baik sehingga apa yang kurang baik dilakukan sebelumnya

ditinggalkan.

Demikian halnya dengan pendidikan disekolah tinggi, dosen dan

mahasiswa harus memiliki komunikasi yang baik untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Dimana mahasiswa dituntut untuk mengenal kampus dan bukan

hanya pelajaran yang diterima dari dosen sehingga dari hal tersebut mahasiswa

dapat memunculkan ide-ide baru untuk memecahkan masalah baik itu di dalam

kampus maupun di luar kampus. Sebagaimana Wibowo (2013:1) mengemukakan

bahwa

Perguruan tinggi mengemban tanggung jawab dan kewajiban yang besar, khususnya dalam melahirkan sumber daya intelektual, yang diharapkan nantinya bisa memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa ini. Namun, perguruan tinggi juga harus mampu mengkonstruktivitaskan institusinya secara moral dan manejerial agar ia dapat survive dan mampu menyediakan semua proses intelektualisasi produk yang dihasilkannya kepada masyarakat secara sistematis, kontinu dan sesuai dengan tuntunan dan kebutuhan masyarakat tentang harapan dan cita-citanya mendapatkan manfaat belajar di perguruan tinggi.

(17)

2

Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari

SD hingga SMA dan bahkan juga di Perguruan Tinggi. Ada banyak alasan tentang

perlunya mahasiswa belajar matematika. Menurut Cornelius (dalam Abdurrahman

2003:253)

Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

Pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran

matematika. Hal ini sesuai dengan rekomendasi National Council of Teachers of

Mathematics (NCTM, 2000:52) dinyatakan:

“Problem solving means engaging in a task for which the solution method is not known in advance. In order to find a solution, students must draw on their knowledge, and through this process, they will often develop new mathematical understandings. Solving problems is not only a goal of learning mathematics but also a major means of doing so. ... In everyday life and in the workplace, being a good problem solver can lead to great advantages. … Problem solving is an integral part of all mathematics learning, ...

Pemecahan masalah berarti melibatkan tugas yang metode

penyelesaiaanya tidak diketahui. Untuk menemukan solusi siswa harus

menggambar pengetahuan yang dimilikinya, melalui proses ini, peserta didik

mengembangkan pemahaman matematika yang baru. Memecahkan masalah tidak

hanya tujuan dari pembelajaran matematika tetapi juga mengutamakan arti dari

apa yang dilakukan. Di dalam kehidupan sehari-hari, di tempat kerja, orang yang

melakukan pemecahan masalah bisa memperoleh keuntungan yang besar.

(18)

3

Selanjutya Polya (1957: 154) menggolongkan masalah matematik menjadi

dua golongan, yaitu:“... problems ‘to find’ and problems ‘to prove’. The aim of a

problem to find, is a certain object, the unknown of the problem. The aim of a

problem to prove is to show conclusively that a certain clearly stated assertion is

true, or else to show that it is false”. Problem ‘to find’: bertujuan untuk

menemukan suatu objek tertentu yang tidak dikenal dari masalah. Sedangkan

problem ‘to prove’ bertujuan untuk memutuskan kebenaran suatu pernyataan,

membuktikannya dan menyangkalnya. Secara umum Polya (1957: xvi)

menetapkan empat langkah yang dapat dilakukan agar siswa lebih terarah dalam

menyelesaikan masalah matematika, yaitu understanding the problem, devising

plan, carrying out the plan, dan looking back yang diartikan sebagai memahami

masalah, membuat perencanaan, melaksanakan rencana, dan melihat kembali hasil

yang diperoleh.

Mengingat pentingnya pemecahan masalah sebagai salah satu tujuan

pembelajaran matematika maka mahasiswa sebagai calon guru yang akan

mendidik siswa untuk belajar pemecahan masalah dan sebagai bekal ketika

mereka meninggalkan perguruan tinggi haruslah meningkatkan kemampuannya

dalam pemecahan masalah. Sebagaimana Pinter (2012:1) mengemukakan bahwa

“one of the central goals of mathematics education is the development of the

problem solving skills of the students. Salah satu tujuan utama dari pendidikan

matematika adalah pengembangan keterampilan pemecahan masalah siswa.

Dalam memahami matematika, kita dihadapkan pada kajian Kalkulus.

Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu

(19)

4

Kalkulus menjadi 3 bagian yakni: Kalkulus I, Kalkulus II dan Kalkulus III.

Tujuan mata kuliah Kalkulus I berdasarkan silabus Program Studi Pendidikan

Matematika STKIP “Tapanuli Selatan” Padangsidimpuan adalah agar mahasiswa

mampu menjelaskan, memahami, dan menemukan konsep Kalkulus Diferensial

dan Integral, serta dapat mengembangkan dan mengaplikasikannya untuk

kehidupan bermasyarakat dan lebih memajukan dunia pendidikan. Tujuan mata

kuliah Kalkulus I dalam tiga tahun terakhir ini dapat dikatakan belum tercapai,

karena berdasarkan Daftar Nilai Akademik Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Matematika STKIP “Tapanuli Selatan” Padangsidimpuan, masih banyak

mahasiswa yang mendapat nilai kurang dari 70 (kategori: C). Hal ini dapat dilihat

dari rekap nilai tiga tahun terakhir pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Rekap Nilai Mata Kuliah Kalkulus I Tiga Tahun Terakhir Tahun

Akademik

Sebaran Nilai Mahasiswa

A % B % C % D % E %

2011/2012 27 16,98 89 55,97 38 23,90 2 1,26 3 1,89 2012/2013 19 15,70 59 48,76 42 34,71 1 0,83 - -2013/2014 20 24,39 46 56,10 15 18,29 1 1,22 - -Sumber : DPNA Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Tapanuli Selatan

Padangsidimpuan

Mahasiswa yang memperoleh nilai D adalah mahasiwa yang tidak

mengikuti Ujian Semester (US), dan yang memperoleh nilai E adalah mahasiswa

yang persentase kehadirannya kurang dari 75% otomatis tidak bisa mengikuti

Ujian Semester. Selain nilai Kalkulus I yang kurang memuaskan, peneliti juga

melakukan mengamatan awal kepada mahasiswa semester I Program studi

Pendidikan Matematika STKIP “Tapanuli Selatan” Padangsidimpuan. Terlihat

bahwa mahasiswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal dalam bentuk

pemecahan masalah khususnya pada mata kuliah Kalkulus I. Contoh sebagai

(20)

5

Gambar 1.1 contoh soal pemecahan masalah Kalkulus I

Alternatif Penyelesaian:

Mari kita sketsa tabung yang akan dibuat. Misal-kan r adalah radius alas dan atap

tabung, t adalah tinggi tabung, = .

Gambar 1.2 Tabung

=22

7 = 43120 ⟺ =

7 22×

43120

Biaya = (Luas alas × biaya alas) + (Luas selimut × biaya selimut) + (Luas atap ×

biaya atap)

Biaya = × 150 + × 80 + × 50

Biaya = × 150 + × × × 80 + × 50

Biaya = × 200 + × 80

Biaya B(r) adalah fungsi atas radius r (dalam Rupiah). Contoh:

(21)

6

B(r) = +

B’(r)= − = 0

= 3449600

r3= 2744 ⟺r = 14

Jadi biaya minimum

= 14 × 200 + × 80

= 616 x 200 + 3080 x 80

= 123200 + 246400

= 369.600

Jadi biaya minimum adalah Rp.

369.600,-Hasil jawaban salah satu mahasiswa dapat dilihat pada gambar 1.3. Dari

jawaban mahasiswa tersebut dapat dilihat bahwa mahasiswa masih salah

menentukan biaya minumum. Kesalahan tersebut sering terjadi karena mahasiswa

belum memahami masalahnya meskipun menuliskan apa yang diketahui pada

soal. Untuk menyelesaikan masalah tersebut perlu membuat perencanaan yakni

menghubungkan situasi yang diketahui dengan yang tidak diketahui ke

pengetahuan sebelumnya. Di samping itu, mahasiswa tidak menuliskan kembali

jawaban dari yang ditanyakan. Kebanyakan mahasiswa sering melakukan

kesalahan yang demikian, padahal yang ditanyakan adalah biaya minimum.

Dari jawaban mahasiswa terlihat bahwa kemampuan pemecahan masalah

mahasiswa masih rendah sehingga kemampuan pemecahan masalah pada mata

kuliah kalkulus I perlu dilatih dan dibiasakan kepada mahasiswa, karena dengan

(22)

7

suatu pengalaman konkret sehingga dengan pengalaman tersebut dapat digunakan

untuk memecahkan masalah yang serupa

Gambar 1.3 Contoh Jawaban Mahasiswa

Selain banyaknya penelitian tentang aspek kognitif, dalam 20 tahun

terakhir ini aspek afektif mulai ditelaah para peneliti, antara lain kemandirian

belajar yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan matematika

mahasiswa. Kemandirian belajar mempunyai banyak pengertian. Skinner

mengatakan belajar mandiri tidak berarti harus belajar secara individu (dalam

Yamin: 2012:115). Belajar mandiri bukan merupakan usaha untuk mengasingkan

siswa dari teman belajar dan dosen. Mahasiswa boleh bertanya, berdiskusi

ataupun meminta penjelasan dari orang lain. Kemandirian belajar akan terbentuk

dari proses belajar mandiri. Hal yang terpenting dalam kemandirian belajar adalah

(23)

8

bantuan orang lain, sehingga pada akhirnya mahasiswa tidak tergantung pada

dosen, pembimbing, teman, atau orang lain dalam belajar. Kemandirian belajar ini

juga dituntut dalam kurikulum matematika. Tuntutan pengembangan kemampuan

kemandirian belajar yang tertulis dalam kurikulum matematika antara lain

menyebutkan bahwa pelajaran matematika harus menanamkan sikap menghargai

matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian minat

dalam mempelajari matematika sikap mandiri, ulet dan percaya diri ulet dan

percaya diri dan pemecahan masalah.

Hasil wawancara peneliti dengan Ibu Rahmatika Elindra, M.Pd yang

merupakan dosen mata kuliah kalkulus I Program Studi Pendidikan Matematika di

STKIP “Tapanuli Selatan” Padangsidimpuan, mengatakan bahwa masih banyak

mahasiswa yang belum bisa menjadi pembelajar mandiri. Sebagai contoh, (1)

Mahasiswa tidak melakukan persiapan sebelum menghadapi perkuliahan, dan

mempelajari materi pembelajaran hanya apabila akan diadakan tes, (2) ketika

mengerjakan suatu materi yang diterapkan pada persoalan nyata mahasiswa

cenderung sulit untuk mengerjakan walaupun sebenarnya sama dengan persoalan

yang ada, (3) dan apabila diminta untuk persentasikan materi perkuliahan hanya

mengandalkan 1 orang teman yang dianggap mampu oleh teman satu

kelompoknya. Berdasarkan fakta, disimpulkan tingkat kemandirian belajar

matematika mahasiswa masih rendah dan hal ini berdampak pada rendahnya

kemampuan pemecahan masalah matematis serta kemandirian belajar matematika

mahasiswa.

Untuk mengantisipasi kondisi yang demikian, diperlukan suatu bahan ajar.

(24)

9

belajar mengajar. Bahan ajar merupakan komponen terpenting dapat menentukan

keberhasilan pembelajaran yang harus dipersiapkan dosen sebelum melaksanakan

kegiatan pemelajaran di dalam ruangan. Bahan ajar adalah seperangkat materi

pelajaran yang mengacu pada kurikulum yang digunakan (dalam hal ini adalah

silabus perkuliahan) dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompensi

dasar yang telah ditentukan (Lestari, 2013: 2). Bahan yang dimaksud bisa berupa

bahan yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang digunakan dalam proses

pembelajaran sehingga membuat suasana belajar yang kondusif dan teratur dan

bertujuan untuk menciptakan sebuah kegiatan pembelajaran yang berkualitas bagi

mahasiswa.

Bahan ajar sangat penting, artinya bagi dosen maupun mahasiswa. Tanpa

bahan ajar akan sulit bagi dosen untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.

Demikian pula tanpa bahan ajar akan sulit bagi mahasiswa untuk mengikuti proses

perkuliahan, apalagi jika dosennya menjelaskan materi dengan cepat dan kurang

jelas.

Terkait dengan kondisi bahan ajar di STKIP”Tapsel” Padangsidimpuan,

hasil wawancara dengan mahasiswa menghasilkan kesimpulan bahwa mahasiswa

kekurangan buku, diktat atau semacamnya sebagai sumber belajar. Khususnya

pada mata kuliah jurusan, seperti kalkulus, persamaan diferensial, matematika

diskrit, teori bilangan, dll. Selain itu mahasiswa juga mengharapkan adanya

inovasi dalam pembelajaran sehingga mahasiswa merasakan nuansa baru dan

menjadi inspirasi bagi mahasiswa ketika terjun ke lapangan sebagai guru nantinya.

Adapun fungsi dari bahan ajar menurut Lestari (2013 :7) yaitu sebagai

(25)

10

Bagi guru adalah untuk mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa. Sedangkan bagi siswa akan menjadi pedoman dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari. Bahan ajar juga berpungsi sebagai alat evaluasi pencapaian hasil pembelajaran.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara informal yang dilakukan

terhadap dosen program studi pendidikan matematika STKIP ”Tapanuli Selatan”

Padangsidimpuan, pada umumnya mahasiswa belum memiliki sumber

perkuliahan yang memadai dan bahan ajar yang digunakan belum efektif karena

jumlah referensinya banyak dan sifatnya heterogen. Selain itu, selama ini STKIP

”Tapanuli Selatan” Padangsidimpuan belum menyediakan diktat perkuliahan

seperti kebanyakan Perguruan Tinggi lainnya sehingga memaksa mahasiswa

untuk memiliki buku-buku pegangan yang beragam. Realitasnya hal ini sangat

sulit untuk mencapai proses pembelajaran yang efektif seperti yang diharapkan

sehingga membuat mereka hanya mencatat soal, berhenti mengerjakan soal jika

menemui hambatan sehingga menyebabkan mahasiswa cepat bosan dengan

pembahasan soal-soal. Apabila diamati lebih lanjut ditemukan mahasiswa yang

tidak tekun menghadapi tugas atau cepat putus asa, tidak ada usaha/keinginan

mencari solusi sendiri sehingga cenderung menyelesaikan soal bersama-sama,

berhenti sebelum waktu kuliah habis, mudah melepaskan hal yang diyakini atau

tidak dapat mempertahankan pendapatnya, mahasiswa tidak ada respon dalam

kegiatan pemecahan masalah dan hanya bergantung pada jawaban rekannya yang

berkemampuan tinggi.

Keterbatasan sumber belajar ini juga menyebabkan mahasiswa bergantung

(26)

11

menunggu kopian bahan dari dosen yang pada dasarnya adalah kopian dari buku

matematika yang terbatas sumber dan materinya.

Selain masalah di atas Mahasiswa juga mengungkapkan bahwa bahan ajar

yang selama ini digunakan belum memadai untuk mendukung proses

pembelajaran, pada proses pembahasan satu soal bisa memerlukan beberapa buku

sebagai penunjangnya sehingga belum ada satupun bahan ajar yang praktis dari

dosen sebagai pegangan yang bisa dipelajari sendiri oleh mahasiswa. Buku-buku

yang digunakan selama ini tidak memperhatikan keragaman latar belakang asal

sekolah, sehingga mahasiswa tidak dapat memanfaatkan buku secara maksimal.

Mereka berharap ada suatu usaha membuat bahan ajar yang dapat menjembatani

keragaman kemampuan mereka, bahan ajar yang komplit dan mudah

dipahami/dipakai, menarik serta efektif bagi mahasiswa.

Kualitas pendidikan ditentukan oleh berbagai faktor dominan antara lain;

guru, kepemimpinan kepala sekolah, sarana dan perasarana sekolah termasuk

kelengkapan buku, media/alat pembelajaran, perpustakaan sekolah, tanpa

terkecuali kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik (Wahyudi,2010:

107). Salah satu komponen yang sangat penting dalam kualitas pendidikan adalah

buku, media dan alat pembelajaran. Dalam penelitian ini akan dikembangkan

bahan ajar berbasis pembelajaran berdasarkan masalah berupa satuan acara

perkuliahan (SAP) dan diktat.

Bahan ajar yang berkualitas adalah bahan ajar memenuhi kriteria valid,

praktis dan efektif. Dari pernyataan Akker (dalam Rochmad, 2012: 68)

disimpulkan bahwa kriteria kualitas suatu perangkat yaitu kevalidan (validity),

(27)

12

dinyatakan bahwa bahan ajar yang berkualitas adalah yang memenuhi ketiga

aspek tersebut. Selanjutnya dari pernyataan Tati, dkk.(2009: 78) disimpulkan

bahwa validitas diperoleh dari validasi perangkat oleh pakar (expert) dan teman

sejawat berisikan validasi isi (content), konstruk dan bahasa. Selanjutnya

kepraktisan berarti bahwa bahan ajar dapat diterapkan oleh dosen sesuai dengan

yang direncanakan dan mudah dipahami oleh mahasiswa. Sedangkan keefektifan

dilihat dari hasil penilaian autentik yang meliputi penilaian terhadap hasil belajar.

Di samping pengadaan bahan ajar, model pembelajaran di ruang

perkuliahan perlu direformasi. Tugas dan peran dosen bukan lagi sebagai pemberi

informasi tetapi sebagai pendorong mahasiswa agar dapat mengkonstruksi sendiri

pengetahuan melalui aktivitas pemecahan masalah.

Proses pembelajaran di peguruan tinggi berbeda dengan proses

pembelajaran di sekolah menengah. Dari segi apapun, mahasiswa telah dianggap

dewasa dibandingkan dengan siswa sekolah menengah. Secara umum, dapat

dikatakan bahwa mahasiswa telah memiliki kematangan dalam berpikir dan

menentukan pilihan dalam proses pembelajaran. Belajar diperguruan tinggi yang

merupakan pilihan strategis untuk mencapai tujuan individul yang berkompeten,

ternyata masih jauh dari harapan. Menurut pengamatan peneliti dan studi awal

yang peneliti lakukan, menemukan beberapa permasalahan yang dialami

mahasiswa dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran yang dilaksanakan

selama ini sering menerapkan pembelajaran yang berpusat pada dosen (teacher

centered). Hal ini terlihat pada saat proses pembelajaran berlangsung, dosen lebih

banyak menjelaskan materi demi materi yang ada di halaman powerpoint,

(28)

13

mencatat apa yang dikatakan dosen. Begitu juga pada saat diskusi dalam ruang

perkuliahan hanya beberapa persen saja yang pro aktif menganggap dosennya

sebagai fasilitator lalu keluar ruangan.

Dalam pembelajaran dosen dapat menerapkan model pembelajaran yang

dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar

mahasiswa yaitu model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Pembelajaran

Berdasarkan Masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based

Learning (PBL). Hal ini sesuai dengan pendapat Amir (2013:12) mengemukakan

bahwa salah satu metode yang banyak mengadopsi untuk menunjang pendekatan

pembelajaran learner centered dan yang memberdayakan pemelajar adalah

metode Problem Based Learning(PBL)”.

Pada model pembelajaran berdasarkan masalah, kelompok - kelompok

kecil mahasiswa bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati

oleh mahasiswa dan dosen. Pada model ini, pembelajaran dimulai dengan

menyajikan permasalah nyata yang penyelesainnya membutuhkan kerja sama

diantara mahasiswa. Dalam model pembelajaran ini dosen memandu mahasiswa

menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, dosen

memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang

dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaaikan. Dosen menciptakan

suasana perkuliahan yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh

mahasiswa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Arends (dalam Trianto 2010:

92), “Pengajaranberdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran

dimana mahasiswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud

(29)

14

keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan

percaya diri”.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti sekaligus tenaga

pengajar mata Kuliah Kalkulus I di Program Studi Pendidikan Matematika STKIP

Tapanuli Selatan Padangsidimpuan tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul: “Pengembangan Bahan Ajar Kalkulus I Berbasis PBM Untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Kemandirian

Belajar Mahasiswa STKIP Tapanuli Selatan Padangsidimpuan”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat

diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa masih rendah;

2. Pembelajaran Kalkulus I masih berpusat pada dosen (teacher centered);

3. Kemandirian belajar mahasiswa masih rendah;

4. Mahasiswa kurang aktif dalam proses pembelajaran;

5. Respon dari mahasiswa akan kurangnya buku dan diktat sebagai sumber

belajar dan mahasiswa menginginkan pembelajaran yang inovatif;

6. Dosen kurang memvariasikan model pembelajaran yang sesuai dengan materi

dan kegiatan pembelajaran;

7. Bahan Ajar Kalkulus I yang dibuat dosen di STKIP “Tapanuli Selatan”

Padangsidimpuan belum ada yang dikembangkan untuk meningkatkan

(30)

15

1.3 Batasan Masalah

Dari masalah yang teridentifikasi, maka masalah dalam penelitian ini

dibatasi pada:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa masih rendah;

2. Kemandirian belajar mahasiswa masih rendah;

3. Respon dari mahasiswa akan kurangnya buku dan diktat sebagai sumber

belajar dan mahasiswa menginginkan pembelajaran yang inovatif;

4. Dosen kurang memvariasikan model pembelajaran yang sesuai dengan materi

dan kegiatan pembelajaran;

5. Bahan Ajar Kalkulus I yang dibuat dosen di STKIP “Tapanuli Selatan”

Padangsidimpuan belum ada yang dikembangkan untuk meningkatkan

pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar mahasiswa

1.4 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana validitas, kepraktisan dan efektivitas bahan ajar yang

dikembangkan berbasis pembelajaran berdasarkan masalah?

2. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa dengan

bahan ajar yang dikembangkan berbasis pembelajaran berdasarkan masalah?

3. Bagaimana peningkatan kemandirian belajar mahasiswa dengan bahan ajar

yang dikembangkan berbasis pembelajaran berdasarkan masalah?

4. Bagaimana respon mahasiswa terhadap bahan ajar yang dikembangkan

berbasis pembelajaran berdasarkan masalah?

5. Bagaimana proses jawaban mahasiswa dalam menyelesaikan soal pemecahan

(31)

16

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui validitas, kepraktisan dan efektivitas bahan ajar yang

dikembangkan berbasis pembelajaran berdasarkan masalah.

2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa

dengan bahan ajar yang dikembangkan berbasis pembelajaran berdasarkan

masalah.

3. Untuk mengetahui peningkatan kemandirian belajar mahasiswa dengan bahan

ajar yang dikembangkan berbasis pembelajaran berdasarkan masalah.

4. Untuk mengetahui respon mahasiswa terhadap bahan ajar yang

dikembangkan berbasis pembelajaran berdasarkan masalah.

5. Untuk mengetahui bagaimana proses jawaban mahasiswa dalam

menyelesaikan soal pemecahan masalah matematis.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi:

1. Mahasiswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

dan kemandirian belajar mahasiswa serta menjadikan bahan ajar kalkulus I

berbasis pembelajaran berdasarkan masalah pada mahasiswa pendidikan

matematika STKIP “Tapanuli Selatan” Padangsidimpuan sebagai referensi

pada perkuliahan kalkulus I.

2. Dosen, sebagai salah satu alternatif alat bantu bagi dosen matematika dalam

meningkatkan kualitas perkuliahan di STKIP ”Tapanuli Selatan”

(32)

17

3. Peneliti, sebagai sumber ide dan referensi untuk melakukan penelitian

selanjutnya.

4. Pembaca, untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, serta sebagai

(33)

137

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pengembangan bahan ajar berbasis pembelajaran berdasarkan masalah

dengan menggunakan model pengembangan 4-D dari Tiagarajan, Semmel and

Sammel telah menghasilkan bahan ajar yang valid, praktis dan efektif pada

Kalkulus I materi turunan dan integral yang bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar. Bahan ajar

tersebut terdiri dari Satuan Acara Perkuliahan (SAP), diktat, tes kemampuan

pemecahan masalah, dan angket kemandirian belajar. Dari hasil penelitian yang

telah dilakukan dapat diuraikan kesimpulan sebagai berikut.

1. a. Bahan ajar yang dikembangkan telah memenuhi kriteria valid Untuk

memperoleh kriteria valid dilakukan validasi kepada lima orang validator

untuk melakukan validasi isi bahan ajar selanjutknya dilakukan validasi

lapangan untuk memperoleh butir soal dan angket yang valid dan reliabel.

Nilai validasi rata-rata total Satuan Acara Perkuliahan (SAP) sebesar 89,14

dan rata-rata total validasi diktat sebesar 89,07. Nilai rerata total untuk

keseluruhannya berada pada nilai 85,01≤ <100 sehingga dapat

dinyatakan memenuhi kriteria sangat valid.

b. Bahan ajar yang dikembangkan telah memenuhi kriteria praktis. Kriteria

ini ditinjau dari respon mahasiswa. Respon mahasiswa yaitu apabila

diperoleh lebih besar atau sama dengan 70% respon positif mahasiswa

terhadap komponen-komponen bahan ajar dan kegiatan pembelajaran.

Pada uji coba 1 rerata total respon positif mahasiswa pada uji coba 1

(34)

138

sebesar 92,71%, sedangkan pada uji coba 2 rerata total respon positif

mahasiswa sebesar 97,43% sehingga kriteria ini telah tercapai.

c. Bahan ajar yang dikembangkan telah memenuhi kriteria efektif. Kriteria

efektif ditinjau dari kriteria ketercapaian ketuntasan belajar mahasiswa.

Ketercapaian ketuntasan belajar mahasiswa yaitu apabila lebih dari atau

sama dengan 85% mahasiswa dinyatakan telah memiliki kemampuan

pemecahan masalah dengan KKM 66. Pada uji coba 1 terdapat 20

mahasiswa tuntas (62,5%) sedangkan pada uji coba 2 terdapat 30

mahasiswa tuntas (88,23%) sehingga kriteria ini telah tercapai.

2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa diperoleh dari

peningkatan persentase mahasiswa yang memenuhi kriteria tuntas yaitu pada

uji coba 1 sebesar 34,4% sedangkan pada uji coba 2 sebesar 50%.

3. Peningkatan kemandirian belajar mahasiswa diperoleh dari peningkatan

jumlah mahasiswa pada setiap kategori pada uji coba 1 dan uji coba 2.

a. Peningkatan pada kategori sangat tinggi yaitu dari 4 menjadi 6

mahasiswa (6,25%), pada kategori tinggi yaitu dari 10 menjadi 12

mahasiswa (6,25%). Penurunan jumlah mahasiswa pada kategori sangat

rendah dari 12 mahasiswa menjadi hanya 6 mahasiswa yang berarti

peningkatan mahasiswa yang semakin baik dari 12 menjadi 6 mahasiswa

(18,75%). Selanjutnya terjadi penambahan jumlah mahasiswa pada

kategori sangat rendah yaitu dari 6 menjadi 8 mahasiswa (6,25%).

Penambahan ini berarti ada mahasiswa yang kemandirian belajarnya

menurun sebanyak 2 mahasiswa. Naik turunnya jumlah mahasiswa pada

(35)

139

mahasiswa kalaupun diberikan pembelajaran. Hal ini bisa diakibatkan

mahasiswa semakin kesulitan mengikuti pembelajaran atau semakin tidak

berani mengikuti pembelajaran dikarenakan model pembelajaran baru

bagi mahasiswa.

b. Peningkatan yang signifikan berupa berkurangnya mahasiswa pada

kategori rendah dari 12 menjadi 8 mahasiswa (11,76%). Selanjutnya

terlihat peningkatan mahasiswa pada kategoti sangat tinggi yaitu dari 3

menjadi 6 mahasiswa (8,82%). Sedangkan pada kategori tinggi terlihat

tidak terdapat peningkatan jumlah mahasiswa yaitu tetap 13 mahasiswa

(38,24%). Pada kategori sangat rendah terjadi pertambahan jumlah dari 6

menjadi 7 mahasiswa (2,94%). Hal ini terjadi bisa diakibatkan

mahasiswa kurang sesuai dengan pembelajaran baru yang diterapkan,

namun persentasenya sangat kecil

4. Terkait respon mahasiswa diperoleh hasil persentase mahasiswa yang senang

terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran pada uji coba 1 dan 2 sebesar

95,84% dan 96,08%. Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas mahasiswa

senang terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran. Begitu juga dengan

mahasiswa yang mengganggap baru terhadap komponen dan kegiatan

pembelajaran pada uji coba 1 dan 2 lebih dari 70%. Selanjutnya pada coba 2

100% mahasiswa berminat mengikuti pembelajaran serupa untuk selanjutnya

walaupun pada uji coba 1 masih sebesar 96,88% yang berminat. Selanjutnya

pada uji coba 1, 78,13% menyatakan bahasa pada diktat sudah jelas

sedangkan pada uji coba 2, 97,06% menyatakan sudah jelas. selanjutnya

(36)

140

uji coba 1 sebesar 93,37% sedangkan pada uji coba 2 sebesar 97,06%. Dari

semua kriteria respon mahasiswa yang ditetapkan seluruh persentase berada

di atas kriteria yang ditetapkan yaitu lebih besar atau sama dengan 70%.

Persentase pada kedua uji coba memenuhi kriteria yang ditetapkan

sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tampilan diktat menarik bagi

mahasiswa

5. Proses jawaban mahasiswa pada postes uji coba 1 sebagian mahasiswa sudah

mampu memahami masalah hal ini terlihat dari rata-rata pada indikator ini

sebesar 6,13. Rata-rata ini lebih rendah dari indikator merencanakan

penyelesaian yaitu sebesar 8,06. Hal ini menunjukkan mahasiswa banyak

yang menerka perencanan penyelesaian meskipun kurang memahami

masalahnya, mungkin mahasiswa mengarang jawaban. Hal ini terlihat dari

penurunan jumlah mahasiswa yang mampu menyelesaikan masalah yaitu

dengan rata-rata 7,63. Sedangkan pada indikator memeriksa kembali

mahasiswa berada pada rata-rata terendah sebesar 5,16. Hal ini

mengindikasikan mahasiswa kesulitan memeriksa kembali prosedur

penyelesaiannya. Sedangkan pada postes uji coba 2 sebagian mahasiswa

sudah mampu memahami masalah hal ini terlihat dari rata-rata pada indikator

ini sebesar 7,65. Rata-rata ini lebih rendah dari indikator merencanakan

penyelesaian yaitu sebesar 7,91. Hal ini sama dengan postes uji coba 1,

namun terjadi peningkatan jumlah mahasiswa yang mampu menyelesaikan

masalah yaitu dengan rata-rata 8,03. Walaupun peningkatannya tampak tidak

signifikan, namun justru mengindikasikan pada uji coba 2 mahasiswa tidak

(37)

141

masalahnya. Sedangkan pada indikator memeriksa kembali mahasiswa

berada pada rata-rata terendah sebesar 5,97. Hal ini mengindikasikan

mahasiswa kesulitan memeriksa kembali prosedur penyelesaiannya, namun

rata-rata ini lebih tinggi dari uji coba 1.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa saran

sebagai berikut.

1. Perguruan tinggi dan dosen diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang

kreatif dan inovatif untuk dapat menarik minat dan meningkatkan motivasi

belajar siswa dengan mengembangkan bahan ajar menggunakan model-model

pembelajaran yang lain.

2. Dalam mengembangkan bahan ajar di perguruan tinggi diharapkan dosen

dapat melakukan analisis mahasiswa terlebih dahulu sehingga bahan ajar

yang dihasilkan dapat sesuai dengan mahasiswanya.

3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mencoba menerapkan

pembelajaran berdasarkan masalah untuk meningkatkan aspek kognitif dan

afektif lain, sehingga menambah perbendaharaan penelitian untuk

meningkatkan kualitas pendidikan dalam negeri.

4. Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah hendaklah difokuskan

pada indikator memeriksa kembali prosedur, sebab dalam dua kali uji coba

(38)
(39)

141

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Akbar, S. (2013). Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya

Amir, M.T. (2013). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Base Learning. Jakarta: Kencana

Amri, S. (2013). Pengembangan dan Model Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Aningsih. (2012). Proses Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar A dalam (Studi Deskriptif Kualitatif di Kelas I SD Alam Cikeas Bogor). Jurnal Pendidikan Dasar. 5(5): 118-146

Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Arlitasari, O. (2013). Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Bebasis SalingTemas dengan Tema Biomassa Sumber Energi Alternatif Terbarukan. Jurnal Pendidikan Fisika, 1(1): 24-36

Daryanto. (2013). Menyusun Modul (Bahan Ajar Untuk Persiapan Guru Dalam Mengajar). Yogyakarta: Gava Media.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. (2009). Pedoman Operasional Penilaian Angka kredit Kenaikan Jabatan Fungsional Dosen ke Lektor Kepala dan Guru Besar. Jakarta.

Djelita, R. (2012). Pemilihan dan Pengembangan Bahan Ajar Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Tuntutan Profesionalisme. Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya, 5(1): 13-25

Effendi, M. Y. (2013). Upaya Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Penalaran Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Peluang Dengan Mengggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah di SMA Negeri 2 Binjai. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan.

Eggen, P, Kauchak, D. (2012). Strategi dan Model Pembelajaran (Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir). Jakarta: Indeks.

Ellianawati. (2010). Pemanfaatan Model Self Regulated Learning Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Belajar Mandiri Pada Mata Kuliah Optik. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 6(2): 35-39

(40)

142

Hamalik, O. (2008). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Hamzah, A. dan Muhlisrarini. (2014). Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Rajawali Pers

Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM Press

Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah atas. (2010). Jakarta. DepDikNas

Lestari, I. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi (Sesuai dengan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan). Jakarta: Akademia Permata.

Mukhtar. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis Masalah untuk Memfasilitasi Pencapaian Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Konsep Siswa. Proseding Semirat FMIPA Universitas Lampung.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. NCTM.

Nieveen, N. dkk, (2002).Computer Support for Curriculum Developers: CASCADE. ETR&D, 50(4): 25–35

Nuridawani, dkk. (2015), Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Jurnal Didaktik Matematika, 2(2): 59-71

Pinter, K. (2012). On Teaching Mathematical Problem-Solving and Problem Posing. Ph.D, Thesis. Szeged: University of Szeged

Polya, G. (1957). How To Solve It.A NewAspect of Mathematical Method. New York: Stanford University.

Purnamasari, Y. (2014), Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Kemandirian Belajar dan Peningkatan Kemampuan Penalaran Dan Koneksi Matematik Peserta Didik SMPN 1 Kota Tasikmalaya, Jurnal Pendidikan dan Keguruan, 1(1): 2-11

Rachmayani, D. (2014), Penerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Matematika Siswa, Jurnal Pendidikan Unsika, 2(1): 13-23

(41)

143

Bahasan Trigonometri di Kelas X SMA Negeri 1 Kualah Hulu Aek Kanopan T.A. 2009/2010. Jurnal Visi, 19(1) 427-442

.

Rochmad. (2012). Desain Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran. Jurnal Kreano, 3 (1): 59-72.

Rusman.(2011). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana

Sugiyono.(2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta

Sungkono. (2013), Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Ajar Modul Dalam Proses Pembelajaran. Jurnal Visi, 19(1): 427-442.

Tati, dkk, 2009, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Konstekstual Pokok Bahasan Turunan di Madrasah AliyahNegeri 3 Palembang, Jurnal Pendidikan Matematika, 3(1): 75-89

Thiagarajan, Semmel dan Semmel.(1974). Instructional Development for Training Teachers of Execeptional Children. Bloomington: Indiana University

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif - Progresif. Jakarta: Kencana.

Wahyudi, (2010), Standar Kompetensi Profesional Guru, Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora, 1(2): 107-119

Wahyuni. (2013). Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Antara Siswa Kelas Heterogen Gender Dengan Kelas Homogen Gender Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Di Mts Kota Langsa. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan.

Wibowo, A. (2013). Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Yamasari, Y. (2010). Pengembangan Media PembelajaranBerbasis ICT yang Berkualitas. Surabaya: Seminar Nasional Pascasarjana X-ITS.

Gambar

Tabel 4.19Hasil Analisis Skor Perolehan Mahasiswa Untuk SoalNomor 3 pada Indikator Menyelesaikan Masalah..........................
Tabel 1.1 Rekap Nilai Mata Kuliah Kalkulus I Tiga Tahun Terakhir
Gambar 1.1 contoh soal pemecahan masalah Kalkulus I
Gambar 1.3 Contoh Jawaban Mahasiswa

Referensi

Dokumen terkait

Program Kecemerlangan 1 Malaysia PMR Dan SPM Siri 1 ini diadakan adalah bertujuan untuk memantapkan lagi kemahiran teknik menjawab soalan peperiksaan sebagai persediaan

Hasil analisis Metode Perbandingan Eskponensial (MPE) dan analisis korespondensi dinyatakan bahwa bentuk pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah berbasis potensi daerah dan

Dengan adanya fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “ PENGARUH LABEL HALAL DAN IKLAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KOSMETIK WARDAH

4.1.2 Dalam hal Dewan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga Perseroan pailit dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban

17 Mei: Hari Komunitas Informasi Sedunia 19 Mei: Hari Korps Cacat Veteran Indonesia 20 Mei: Hari Kebangkitan Nasional. 21 Mei: Hari

[r]

Bagi memahami budaya hidup atau gaya hidup adalah penting dengan memahami kelakuan sesuatu golongan tersebut seperti yang telah dijelaskan oleh Jackson (2005, dipetik dari

Variasi arus 8000 A dan waktu pengelasan 0,4 detik pada spesimen dengan menggunakan filler serbuk zinc memiliki kekuatan sambungan las yang paling optimal