• Tidak ada hasil yang ditemukan

Residu Antibiotik Fluorokuinolon pada Daging Ayam Broiler di Wilayah Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Residu Antibiotik Fluorokuinolon pada Daging Ayam Broiler di Wilayah Jakarta Timur"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

RESIDU ANTIBIOTIK FLUOROKUINOLON PADA DAGING AYAM BROILER DI WILAYAH JAKARTA TIMUR

TANTINA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Residu Antibiotik Fluorokuinolon pada Daging Ayam Broiler di Wilayah Jakarta Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(4)

ABSTRAK

TANTINA. Residu Antibiotik Fluorokuinolon pada Daging Ayam Broiler di Wilayah Jakarta Timur. Dibimbing oleh HADRI LATIF dan ABDUL ZAHID ILYAS.

Fluorokuinolon ialah agen antibakteri sintetis yang digunakan dalam pengobatan berbagai infeksi bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan residu antibiotik fluorokuinolon pada daging ayam broiler yang dijual pada pasar wilayah Jakarta Timur. Sebanyak 240 daging ayam broiler diambil di pasar wilayah Jakarta Timur. Sampel diuji dengan menggunakan metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) kompetisi langsung. Hasil uji menunjukkan bahwa terdapat 51 sampel (21.25%) positif terdeteksi residu antibiotik fluorokuinolon pada kisaran konsentrasi 4.54 sampai 85.61 part per billion (ppb). Selanjutnya, terdapat 31 sampel (15.84%) sampel pada rentang 10.67 sampai 85.61 ppb melebihi batas maksimum residu (BMR) yang telah ditetapkan dalam SNI No: 01-6366-2000 yaitu 0.01 mg/kg atau setara dengan 10 ppb. Keberadaan residu antibiotik dalam daging ayam broiler dapat disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak sesuai jenis penyakit, dosis yang berlebihan dan tanpa memerhatikan waktu henti obat. Sebagian besar sampel daging ayam di wilayah Jakarta Timur memiliki residu antibiotik fluorokuinolon melebihi BMR.

Kata kunci: daging ayam broiler, ELISA, fluorokuinolon, residu antibiotik.

ABSTRACT

TANTINA. Fluoroquinolone Antibiotic Residues in Broiler Chicken in East Jakarta region. Guided by HADRI LATIF and ABDUL ZAHID ILYAS.

The fluoroquinolones way a series of synthetic antibacterial agents that are used in the treatment of a variety of bacterial infections. The aim of this study was to determine the presence of fluoroquinolone antibiotic residues in broiler chicken meat that sold in East Jakarta region. A total of 240 broiler meat were taken from market in East Jakarta region. Samples were tested using direct competitive Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). The results showed that there were 51 samples (21.25%) contained fluoroquinolones antibiotic residue in the range of concentration 4.54 to 85.61 parts per billion (ppb). Furthermore, there were 31 samples (15.84%) of the samples in the range of 10.67 to 85.61 ppb, that exceeding the maximum residue limit (MRL) established on SNI No: 01-6366-2000 was 0.01 mg/kg or equivalent to 10 ppb. The presence of antibiotic residues in broiler meat could be caused by improper use of antibiotics, excessive doses, and regardless withdrawal time. Most of the samples of chicken meat in East Jakarta region has a fluoroquinolones antibiotic residues exceeding the MRL.

(5)

RESIDU ANTIBIOTIK FLUOROKUINOLON PADA DAGING AYAM BROILER DI WILAYAH JAKARTA TIMUR

TANTINA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Residu Antibiotik Fluorokuinolon pada Daging Ayam Broiler di Wilayah Jakarta Timur

Nama : Tantina NRP : B04090166

Disetujui oleh

Dr Drh. Hadri Latif, MSi Pembimbing I

Drh. Abdul Zahid Ilyas, MSi Pembimbing II

Diketahui

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya, sehingga skripsi dengan judul Residu Antibiotik Fluorokuinolon pada Daging Ayam Broiler di Wilayah Jakarta Timur dapat diselesaikan.

Terima kasih Penulis ucapkan kepada Dr Drh. Hadri Latif, MSi selaku dosen pembimbing skripsi I dan Drh. Abdul Zahid Ilyas, MSi selaku dosen pembimbing skripsi II, atas segala bimbingan, dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh. Anita Esfandiari, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjadi mahasiswa FKH IPB. Ungkapan terima kasih Penulis ucapkan juga kepada Dr Ir. Etih Sudarnika, MSi, Prof Dr Drh Mirnawati Sudarwanto, Dr Drh Denny Widaya Lukman, MSi, Drh Herwin Pisestyani, MSi, Drh Yulia, Drh Odelia, mba Nia, Agung, dan mba Evy atas dorongan, masukan, dan bantuan selama pengumpulan dan pengolahan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Edy Taryono, Ibu Endang Rinjani, kakak (Ferdila, Windy, Yuda), adik Aga, dan keponakan Keizo atas doa, kasih sayang, dan dukungan yang diberikan selama ini. Selanjutnya ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada teman seperjuangan selama penelitian Rimadinar dan Theresia yang telah banyak membantu selama proses penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada sahabat-sahabat terdekat (Puri, Ica, Chiko, Uya, Rocky, Irnanda, Nisa, Widy, Dewi, Nandha, Memey, Pucan, Rifqah, Jo, Ridwan, Hadi) serta teman-teman seangkatan Geochelone 46 yang sama-sama berjuang dalam menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kesalahan.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai evaluasi bagi Penulis. Terlepas dari kekurangan yang ada, Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL Viii

DAFTAR GAMBAR Viii

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

1 2 TINJAUAN PUSTAKA

Antibiotik 2

Pengunaan Antibiotik pada Peternakan Unggas 2

Residu Antibiotik 3

Fluoorokuinolon 4

Enzyme Linked immunosorbent Assay (ELISA) 5

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat 6

Alat dan Bahan 6

Metode Penelitian 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

10 10

(10)

DAFTAR TABEL

1 Nilai residu antibiotik fluorokuinolon pada sampel daging ayam

broiler. 8

2 Nilai kisaran konsentrasi (ppb) residu antibiotik fluorokuinolon

pada daging ayam broiler. 9

DAFTAR GAMBAR

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dengan laju pertumbuhan yang terus meningkat setiap tahunnya. Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk Indonesia , meningkat pula kebutuhan akan protein hewani. Daging ayam broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang bernilai gizi tinggi dan berperan penting dalam memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Ayam broiler merupakan ternak yang pertumbuhannya cepat, sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat yaitu 5 hingga 7 minggu. Ayam broiler memiliki peran penting sebagai sumber protein hewani asal ternak (Resnawati 2005).

Meningkatnya permintaan produk ternak akan diikuti dengan peningkatan pemakaian obat hewan baik dalam bentuk, jenis, maupun jumlahnya. Dalam kesehatan hewan, antibiotik selain digunakan sebagai obat juga digunakan sebagai pemacu pertumbuhan yang diberikan dalam bentuk imbuhan pakan. Penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menimbulkan residu antibiotik dalam produk asal ternak (Bahri et al. 2006). Daging merupakan salah satu produk asal ternak yang dapat mengandung bahaya kimiawi yaitu residu antibiotik. Keberadaan residu antibiotik pada daging dikarenakan peternak tidak mematuhi dosis dan waktu henti pemberian obat. Keberadaan residu antibiotik yang melewati batas maksimum residu (BMR) menyebabkan daging tidak aman untuk di konsumsi.

Bahaya potensial residu antibiotik dalam makanan terhadap kesehatan secara umum dapat ditinjau dari 3 aspek, yaitu aspek toksikologis, mikrobologis, dan imunopatologis. Residu antibiotik dalam pangan asal hewan dapat mengancam kesehatan masyarakat serta menimbulkan alergi, keracunan, gagalnya pengobatan akibat resistensi, dan gangguan jumlah mikroflora dalam saluran pencernaan pada manusia (Murdiati 1997). Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari adanya residu antibiotik dalam pangan asal ternak, berupa penolakan produk terutama bila produk tersebut di ekspor ke negara yang konsisten dan serius dalam menerapkan sistem keamanan pangan (Crawford dan Franco 1994).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mendeteksi keberadaan residu antibiotik pada daging ayam broiler agar aman dikonsumsi yaitu melalui pengujian secara rutin dengan monitoring atau surveilans residu antibiotik secara terkoordinasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Antibiotik

(12)

2

tidak dapat dihindari, karena kesehatan ternak yang harus selalu terjaga sehingga dapat berproduksi secara optimal, namun penggunaan antibiotik untuk mengatasi penyakit infeksi harus didasarkan pada identifikasi bakteri yang menyebabkan infeksi, disertai hasil uji kepekaan dari bakteri yang bersangkutan, sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal (Murdiati 1997).

Penambahan obat-obatan anti bakteri (antibiotik) ke dalam ransum pakan ternak dapat meningkatkan laju pertumbuhan berat badan atau memperbaiki laju efisiensi pakan. Penggunaan obat-obatan tersebut meningkat tajam khususnya pada sapi potong dan ayam pedaging untuk mempercepat laju pertumbuhan bobot badan. Antibiotik yang diijinkan untuk dipergunakan sebagai imbuhan pakan umumnya tidak diabsorpsi dari saluran pencernaan atau absorpsinya sangat kecil, sehingga antibiotik dapat cepat dieleminasi dari tubuh. Absorpsi yang sangat kecil menyebabkan distribusi ke jaringan juga sangat kecil dan dengan sendirinya tidak akan ditemukan residu dalam produk hewan (Murdiati 1997).

Penggunaan Antibiotik pada Peternakan Unggas

Ayam broiler merupakan sebutan ayam ras hasil budidaya teknologi peternak yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, sebagai penghasil daging dengan konversi pakan yang efisien dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Ayam broiler siap dipanen pada usia 35 sampai dengan 45 hari dengan berat badan antara 1.2 sampai dengan 1.9 kg/ekor (Priyatno 2003). Cara yang digunakan untuk memperoleh pertumbuhan yang cepat oleh peternak yaitu dengan menggunakan antibiotik karena dipercaya dapat memperbaiki konversi pakan ternak sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi dan meningkatkan laju pertumbuhan. Penggunaan antibiotik yang tidak memperhatikan waktu henti obat (withdrawal time), akan menimbulkan residu antibiotik pada produk hewan (Bahri et al. 2000). Tidak dipatuhinya waktu henti obat, kemungkinan disebabkan oleh bahaya residu antibiotik pada pangan asal ternak belum dipahami, peternak belum mengetahui waktu henti obat setelah pemakaian antibiotik, banyak perusahaan obat hewan tidak mencantumkan waktu henti obat dan tanda peringatan khusus. Selain itu waktu henti obat juga bergantung pada jenis obat, spesies hewan, faktor genetik ternak, iklim setempat, cara pemberian, dosis obat, status kesehatan hewan, produk ternak yang dihasilkan, batas toleransi residu obat, dan formulasi obat (Bahri et al. 2005).

Antibiotik pada kemasan sering digunakan dalam peternakan unggas untuk mengobati dan menghindari penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, terutama yang disebabkan oleh bakteri. Herrick (1993) melaporkan bahwa sekitar 50% keberadaan residu obat pada produk ternak disebabkan karena tidak dipatuhinya waktu henti pemberian obat. Pemakaian obat yang dilakukan oleh peternak dapat menimbulkan residu dalam produk ternak. Penggunaan obat hewan yang kurang tepat berkaitan dengan pola pemasaran obat hewan di lapangan. Sekitar 33.3% peternak ayam petelur skala kecil dan 30.8% peternak ayam pedaging skala kecil tidak mempunyai dokter hewan, tetapi mendapat obat langsung dari distributor atau importir sehingga penggunaan obat-obatan cenderung tidak mengikuti aturan yang benar (Kusumaningsih et al. 1997).

(13)

3

metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Penyerapan terjadi di dalam saluran pencernaan yang sebagian besar dilakukan oleh usus apabila bahan tersebut dimasukkan melalui mulut. Senyawa yang berbentuk asli maupun metabolitnya akan dibawa oleh darah dan akan didistribusikan ke seluruh bagian tubuh setelah terjadi penyerapan. Metabolisme akan terjadi di dalam organ-organ tubuh yang berfungsi untuk hal tersebut dan pada sel-sel serta jaringan yang mampu melakukannya. Eliminasi akan dilakukan oleh alat-alat ekskresi terutama ginjal, dalam bentuk kemih dan lewat usus dalam bentuk tinja. Timbunan senyawa atau metabolit di dalam tubuh akan terjadi apabila senyawa-senyawa tersebut diberikan dalam waktu yang lama, itulah yang disebut dengan residu.

Residu Antibiotik

Residu antibotik merupakan senyawa asal dan atau metabolitnya yang terdapat dalam jaringan produk hewani dan termasuk residu hasil uraian lainnya dari antibiotik tersebut. Residu dalam bahan makanan (terutama jaringan ternak untuk konsumsi) meliputi senyawa asal yang tidak berubah, metabolit dan/atau konjugat lain. Beberapa metabolit obat diketahui bersifat kurang atau tidak toksik dibandingkan dengan senyawa asalnya, namun beberapa metabolit bersifat lebih toksik. Residu antibiotik dalam makanan asal hewan erat kaitannya dengan penggunaan antibiotik untuk pencegahan dan pengobatan penyakit serta penggunaannya sebagai imbuhan pakan. Pakan yang mengandung antibiotik akan berinteraksi dengan jaringan (organ) dalam tubuh ternak, meskipun dalam jumlah yang kecil pengaruh yang ditimbulkan tidak secara langsung tetapi akan berefek kronis dan tetap berada dalam tubuh ternak (Adam 2002).

Penggunaan antibotik meningkat tajam khususnya pada ternak sapi pedaging dan ayam pedaging. Apabila hewan ternak yang baru saja mendapatkan suntikan antibiotik atau ransum tersebut segera dipotong, maka dapat meninggalkan residu obat-obatan di dalam daging ternak, telur, susu, atau produk ternak lainnya. Keberadaan residu antibiotik dalam pangan asal hewan dapat mengakibatkan efek yang buruk bagi manusia, diantaranya alergi keracunan, karsinogen, dan resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik tertentu. Dengan bahayanya efek residu terhadap kesehatan, maka ada ketentuan nilai Batas Maksimum Residu (BMR) dalam produk ternak untuk masing-masing antibiotik berdasarkan Standar Nasional Indonesia (BSN 2001).

Fluorokuinolon

(14)

4

antimikroba generasi kedua golongan kuinolon yang disintesa pertama kalinya pada tahun 1980 oleh Grohe dan Peterson (Gambar 2). Antibakteri ini

Gambar 1 Struktur dasar senyawa kuinolon

Enrofloksasin sering digunakan untuk mengatasi salmonellosis, colibacillosis, dan CRD pada ayam. Pemberian enrofloksasin terhadap hewan untuk pengobatan secara intensif dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan akumulasi residu antibiotik dalam produk hewani. Enrofloksasin dalam tubuh hewan akan dimetabolisir menjadi siprofloksasin (Gambar 3) melalui proses oksidatif dealkilasi. Siprofloksasin masih mempunyai aktivitas bakterisidal, walaupun sebagai metabolit. Selain siprofloksasin terdapat pula metabolit tambahan lainnya (seperti oksosiprofloksasin, enrofloksasin amida, dioksosiprofloksasin) juga terbentuk namun kurang dari 10% dari total residu (Emea 1998). Menurut Widiastuti (2008), residu antibiotik dalam produk ternak dapat terbentuk akibat penggunaan yang berlebihan atau tidak memperhatikan waktu henti obat sehingga dapat memicu perkembangan resisten strain bakteri pada manusia melalui makanan yang dikonsumsi. Masalah ini akan berkaitan dengan kesehatan masyarakat, terutama melalui peningkatan resiko kegagalan pengobatan. Penggunaan antibiotik ini berkhasiat terhadap organisme yang resisten terhadap antibiotik beta laktam, aminoglikosida, tetrasiklin, folat antagonis, dan makrolida.

(15)

5

Gambar 3 Struktur ikatan kimia dari siproflokasin.

Menurut Andriyanto (2010), penggunaan antibiotik enrofloksasin pada ayam menjadi pilihan utama dalam menganggulangi infeksi saluran pencernaan dan pernafasan sehingga kadang-kadang penggunaanya menjadi tidak terkendali. Penggunaan antibiotik yang berlebihan akan menyebabkan resistensi bakteri sehingga penggunaan antibiotik menjadi tidak efektif, selain itu dapat menghambat pengendalian dan pengobatan penyakit (Murtidjo 2008). Adapun Batas Maksimum Residu (BMR) untuk total residu enrofloksasin dalam daging yang ditetapkan oleh SNI adalah 0.01 mg/kg atau setara dengan 10 ppb (BSN 2001).

Enzyme Linked Immunosorbent Assay

Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan salah satu metode yang sistem deteksinya berdasarkan reaksi enzimatik yang melibatkan protein yang mengkatalisis suatu reaksi biokimia dan antibodi atau antigen sebagai molekul imunologik. ELISA membutuhkan tahapan penambahan dan reaksi reagensi kedalam suatu senyawa terikat fase padat (solid phase bound substance), melalui inkubasi dan pemisahan molekul terikat dan bebas menggunakan tahapan pencucian. Reaksi enzimatik digunakan untuk menghasilkan warna dan analisis kuantifikasi. Competitive ELISA biasanya digunakan untuk mendeteksi kontaminan dengan berat molekul kecil didalam makanan seperti mikotoksin, pestisida, dan antibiotik. Competitive ELISA terdiri dari direct competitive ELISA dan indirect competitive ELISA.

ELISA kompetisi langsung (direct competitive ELISA) merupakan metode dimana antibodi dilekatkan pada sebuah fase solid yang kemudian analit dan enzyme-labelled competing antigen ditambahkan secara bersamaan untuk bersaing dengan bagian perlekatan antibodi yang terbatas (limited antibody binding sites). Setelah inkubasi, setiap reagen yang tidak terikat dihilangkan dengan pencucian yang kemudian ditambahkan larutan substrat untuk menghasilkan warna.

(16)

6

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan residu antibiotik fluorokuinolon pada daging ayam broiler yang dijual pada pasar-pasar wilayah Jakarta Timur dengan menggunakan metode ELISA.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keberadaan residu antibiotik fluorokuinolon pada daging ayam broiler yang dijual di pasar-pasar wilayah Jakarta Timur sebagai upaya untuk perlindungan terhadap kesehatan masyarakat.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2012 hingga Desember 2013 berlokasi di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner DKI Jakarta dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan yaitu kit ELISA untuk fluorokuinolon yang berisi Enrofloxacin Standarts, Fluoroquinolone Antibody, Horseradish Peroxidase ( HRP)-Conjugated Antibody, Antibody Diluent, Sample Extraction Buffer, Wash Solution, Stop Buffer, Tetramethyl Benzidine (TMB) Substrate, Meat Extraction Buffer I, Meat Extraction Buffer II.

Alat yang digunakan yaitu gelas ukur, gelas piala, tabung erlenmeyer, tabung reaksi, microtiter plate reader (450 nm), homogenizer atau stomacher, incubator, sentrifus, electric-heated themostatic water bath, tissue mixer, vortex mixer, pipet (10, 20, 100, 1000 µL), pipet multichannel (50 – 300 µL).

Metode Penelitian

Persiapan Sampel

(17)

7

kemudian dihomogenkan menggunakan vortex selama 10 menit dengan kecepatan maksimum. Setelah dihomogenkan, sampel disentrifus selama 10 menit pada 4000 g dalam suhu ruangan (25 °C) sehingga terbentuk supernatan. Supernatan tersebut dipindahkan ke dalam tabung sebanyak 1 mL, kemudian 50 mL Meat Extraction Buffer ditambahkan ke dalam tabung lalu dihomogenkan menggunakan vortex selama 30 detik. Setelah dihomogenkan, sampel disentrifus kembali selama 10 menit pada 4000 g dalam suhu ruang.

Pengujian Sampel

Deteksi residu antibiotik fluorokuinolon pada penelitian ini menggunakan metode direct competitive ELISA. Masing-masing standar enrofloksasin dimasukan ke dalam sumur yang berbeda sebanyak 50µL (standar dimasukan ke dalam plate dari konsentrasi yang rendah ke konsentrasi yang tinggi). Sebanyak 50 µ L dari masing-masing sampel dimasukan dalam sumur yang berbeda. Sebanyak 100 µL antibody fluorokuinolon ditambahkan ke dalam sumur dan dihomogenisasi secara manual selama 1 menit. Plate diinkubasikan selama 30 menit pada suhu ruangan (25 °C). Plate dicuci sebanyak 3 kali dengan menggunakan 250 µL larutan pencuci. Pencucian dilakukan untuk membuang semua ikatan molekul padatan yang tidak diperlukan. Setelah pencucian terakhir, plate dibalik kemudian diketuk-ketukan ke atas meja yang diberi kertas tissu. Sebanyak 150 µL HRP-Conjugated Antibody dimasukan ke masing-masing sumur, kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruangan (25 °C). Plate dicuci sebanyak 3 kali dengan menggunakan 250 µL larutan pencuci. Setelah pencucian terakhir, plate dibalik kemudian diketuk-ketukan ke atas meja yang diberi kertas tissu. Kemudian TMB Substrat ditambahkan sebanyak 100 µL. Homogenisasi secara manual selama 1 menit. Setelah inkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan (25 °C), stop buffer ditambahkan sebanyak 100 µL untuk menghentikan reaksi. Plate kemudian dibaca sesegera mungkin dengan ELISA Reader setelah dilakukan penambahan stop buffer dengan panjang gelombang 450 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(18)

8

enrofloksasin serta siprofloksasin dengan menggunakan ELISA, dilakukan dengan membandingkan nilai absorbansi dan akumulasi residu yang terdeteksi antara hasil uji sampel dengan nilai standar uji ELISA.

Kit ELISA untuk fluorokuinolon yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai limit deteksi pada sampel daging sebesar 0.3 ppb dengan 50% inhibition concentration (IC50) sebesar 0.8 part per billion (ppb). Tipikal kurva standar ELISA untuk fluorokuinolon dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Kurva standar untuk fluorokuinolon pada daging ayam.

Hasil uji ELISA terhadap 240 sampel menunjukkan 51 sampel (21.25%) positif mengandung residu antibiotik fluorokuinolon. Rentang nilai kandungan fluorokuinolon yang terdeteksi pada daging ayam broiler dengan menggunakan uji ELISA adalah 4.54 - 85.61 ppb. Hasil pengujian sampel terhadap residu antibiotik fluorokuinolon dengan menggunakan ELISA disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Konsentrasi residu antibiotik fluorokuinolon dalam sampel daging ayam broiler.

Antibiotik N

n positif

(%)

Konsentrasi (ppb)

Rata-rata Minimum Maksimum ±sd Fluorokuinolon 240 21.25 16.97 4.54 85.61 12.59

(19)

9

glukoronidase. Pada pemberian konsentrasi tinggi, fluorokuinolon dapat merusak membran inti dan membran luar sel. Fluorokuinolon bekerja pada DNA girase dan topoisomerase, beberapa jenis fluorokuinolon seperti siprofloksasin dan fleroksasin bekerja pada membran sel bakteri.

Residu antibiotik enrofloksasin bertahan di dalam daging maupun hati hingga hari ke-9 setelah penghentian pemberian antibiotik enrofloksasin, sedangkan residu siprofloksasin tereleminasi di daging pada hari ke-4 dan di hati pada hari ke-6 setelah penghentian pemberian antibiotik siprofloksasin pada pemberian dosis 10 mg/kg/hari selama 5 hari (Jelena et al. 2006).

Antibiotik fluorokuinolon dapat diberikan secara oral maupun intravena yang memiliki bioavailability dan efek yang sama. Fluorokuinolon memiliki bioavailability berkisar antara 70% hingga 90%. Salah satu kerugian pemberian secara oral adalah terganggunya absorpsi oleh alumunium, magnesium, zinc, kalsium dan zat besi. Pemberian fluorokuinolon sebagai imbuhan pakan akan memperlambat proses absorpsi (Somasundaram dan Manivannan 2013).

Hasil negatif pada uji dapat dikarenakan ayam tidak mendapatkan asupan antibiotik fluorokuinolon sebelumnya atau antibiotik telah dieliminasi. Proses eliminasi fluorokuinolon secara primer terjadi di dalam ginjal sedangkan eliminasi sekunder terjadi di dalam hati. Antibiotik yang biasa digunakan di peternakan ayam broiler antara lain fluorokuinolon, tetrasiklin, sulfonamida, penisilin, dan aminoglikosida (Bahri et al. 2006).

Batas maksimum residu (BMR) untuk total residu enrofloksasin dalam daging yang ditetapkan oleh SNI No: 01-6366-2000 yaitu 0.01 mg/kg atau setara dengan 10 ppb (BSN 2001). Sebanyak 74.51% dari sampel yang positif megandung residu antibiotik fluorokuinolon memiliki konsentrasi di atas BMR. Rentang konsentrasi residu fluorokuinolon dalam daging ayam broiler disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kisaran konsentrasi residu antibiotik fluorokuinolon dalam daging ayam broiler.

Rata-rata Minimum Maksimum ±sd

Fluorokuinolon ≤10

25.49 5.90 4.54 8.72 1.44 >10 75.41 20.76 10.67 85.61 12.49

(20)

10

berlebihan akan menyebabkan resistensi bakteri sehingga penggunaan antibiotik menjadi tidak efektif (Murdiati 1997; Murtidjo 2008). Nilai konsentrasi residu antibiotik yang melampaui batas mengakibatkan daging ayam tersebut tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia.

Residu antibiotik yang berlebihan dapat dicegah apabila peternak memerhatikan jenis antibiotik, dosis dan withdrawal time. Pemerintah telah menetapkan peraturan Menteri Pertanian 2007 tentang pengawasan obat hewan sebagai dasar pelaksanaan pengawasan bagi petugas pengawas terhadap pelaku usaha dalam penyediaan, pembuatan, peredaran, dan pemakaian obat hewan, dengan tujuan agar obat hewan yang beredar dalam masyarakat terjaga khasiat, mutu, dan keamanannya, terdaftar serta tepat dalam pemakainya. Sesuai dengan pernyataan Bahri et al. (2005) yang menjelaskan bahwa sebaiknya membedakan antara pengawas yang mengawasi pencampuran obat hewan dalam pakan, dengan pengawas yang mengawasi obat hewan yang langsung digunakan untuk pengobatan. Hal ini karena obat hewan dalam pakan lebih kompleks dan penyebarannya luas, sehingga penyimpanannya tidak sebaik obat yang digunakan langsung untuk pengobatan. Dikhawatirkan potensi dan sifat biologis obat hewan dalam pakan akan berubah karena pengaruh berbagai faktor seperti suhu dan kelembapan.

Akumulasi residu antibiotik dari makanan ke manusia akan memiliki dampak serius terhadap kesehatan manusia, khususnya pengobatan infeksi bakteri pada manusia. Food and Drug Administration (FDA) melaporkan bahwa pemberian antibiotik fluorokuinolon pada ayam dapat menyebabkan resistensi pada manusia, sehingga manusia tidak dapat merespon pengobatan yang dilakukan seperti terapi infeksi gastrointestinal, pernapasan kronis, saluran kemih, saluran genital, otitis eksterna, ophthalmitis, dan salmonella spp. (Murdiati 1997; Sarkozy 2001).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sebanyak 21.25% daging ayam di wilayah Jakarta Timur yang diuji dengan metode ELISA, mengandung residu antibiotik fluorokuinolon. Sebanyak 15.84% dari total sampel atau 74.51% dari sampel yang positif mengandung residu antibiotik fluorokuinolon, konsentrasinya melebihi BMR yang telah ditetapkan dalam SNI No: 01-6366-2000.

Saran

(21)

11

DAFTAR PUSTAKA

Adam R. 2002. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. Iowa (US): State Univ Pr.

Andriyanto. 2010. Pengaruh penambahan bio adenosin triphospat terhadap profil kinetik dan efektivitas enrofloksasin dakam mengatasi Coxiella burneti [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bahri S, Kusumaningsih A, Murdiati TB, Nurhadi A, Masbulan E. 2000. Analisis Kebijakan Keamanan Pangan Asal Ternak (Terutama Ayam Ras Petelur dan Broiler). Laporan Penelitian. Pusat Penelitian dan Pegembangan Peternakan, Bogor.

Bahri S, Masbulan E, Kusumaningsih A. 2005. Proses praproduksi sebagai faktor penting dalam menghasilkan produk ternak yang aman untuk manusia. J Litbang Pertanian. 24(1):27-35.

Bahri S, Sani Y, Indraningsih. 2006. Beberapa faktor yang mempengaruhi keamanan pangan asal ternak di Indonesia. Wartazoa 16(1):1-13.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2001. SNI No: 01-6366-2000 tentang batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan. Jakarta (ID): BSN.

Crawford L, Franco DA. 1994. Animal Drug and Human Health. USA: Technomic Publ.

Emea. 1998. The European Agency for the Evaluation of Medicinal Products, Committee for Veterinary Medicinal products. Enrofloxacin (modification for bovine, porcine and poultry), Summary report (2) [Internet]. [diunduh 2014 febuari 4]. Tersedia pada : http://www.ema.europa.eu/docs/en_GB/ document_library/Maximum_Residue_Limits__Report/2009/11/WC500014 142.pdf.

Herrick JB. 1993. Food for thought for food animal veterinarians, violative drug residues. JAVMA. 03:1122-1123.

Jelena P, Baltic M, Cupic V, Stefanovic S, Dragica S. 2006. Residues of enrofloxacin and its metabolite ciprofloxacin in broiler chicken. Acta Vet. (Beograd). 56:497-506.

Kusumaningsih A, Martindah E, Bahri S. 1997. Jalur pemasaran obat hewan pada peternakan ayam ras di beberapa lokasi di Jawa Barat dan DKI. Hemerazoa.

79(1-2):72-80.

Munaf S, Chaidir J. 1994. Obat Antimikroba Farmakologi UNSRI. Jakarta (ID): EGC.

Murdiati TB. 1997. Pemakaian antibiotik dalam usaha peternakan. Wartazoa.

6:18-21.

Murtidjo. 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Priyatno MA. 2003. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

(22)

12

Resnawati H. 2005. Preferensi terhadap daging dada ayam pedaging yang diberi ransum menggunakan tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus). Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Balai Penelitian Ternak, Bogor. Hlm 744-748.

[RI] Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Lembaran Negara RI Tahun 2004, No.107. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.

Sarkozy G. 2001. Quinolone: a class of antimicrobial agents. Vet. Med.- Czech. 46(9-10):257-274.

Somasundaram S, Manivannan K. 2013. An Overview of Fluoroquinolones. Ann Rev Res Biol. 3(3): 296-313.

[UCSUSA] Union of Concerned Scientists. 2003. Antibiotic resistance [Internet]. USA. [diunduh 24 Desember 2013]. Tersedia pada: http: //www.ucsusa.org/food_and_environment /antibiotic_resistance/page.cfm. Widiastuti R. 2008. Residu enrofloksasin dan siprofloksasin pada ayam pedaging

(23)

13

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kuala Kapuas pada tanggal 10 Juni 1991 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Edy Taryono dan Ibu Endang Rinjani. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN Papandayan 02 Bogor pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 3 Bogor dan lulus tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 3 Bogor dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI).

Gambar

Gambar 2  Struktur ikatan kimia dari enfrofloksasin.
Gambar 3  Struktur ikatan kimia dari siproflokasin.
Gambar 4.   Gambar 4  Kurva standar untuk fluorokuinolon pada daging ayam.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik fisik dan daya awet daging ayam broiler segar lebih baik daripada daging ayam broiler

Sampel yang mengandung residu oksitetrasiklin merupakan sampel yang diambil dari pedagang ayam ras broiler di Pasar Tradisional Bunder Sragen, yaitu sampel nomer 13

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa hanya 33% pedagang daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Lakessi Kota Parepare memiliki total bakteri

Berdasarkan hasil penelitian Isolat bakteri E.coli dari ayam broiler yang diperoleh menunjukkan tingkat resistensi yang cukup tinggi terhadap antibiotik, kecuali

Hasil penelitian Indrawasih (2008), tentang analisis nilai tambah pemasaran ayam broiler di pasar tradisional Kota Jakarta Selatan, nilai tambah terbesar terdapat pada pedagang

Hasil pengujian dari kandungan residu antibiotik golongan penisilin, makrolida, aminoglikosida, dan tetrasiklin pada daging ayam dan daging sapi yang berasal dari beberapa

Hasil uji residu antibiotik dalam daging sapi bali yang berasal dari lima pasar di seluruh bali Asal daging Jumlah sempel buah Positif Keterangan Tetrasiklin Penisilin

Hasil Pembiakan pada Media Xylose Lysine Deoxycholate XLD Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap kontaminasi Salmonella sp pada daging ayam broiler yang dijual di pasar rakyat Kota