• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku Energi Biomassa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku Energi Biomassa"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK BEBERAPA JENIS KAYU SEBAGAI

BAHAN BAKU ENERGI BIOMASSA

TIA MULYASARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku Energi Biomassa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya ilmiah saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

TIA MULYASARI. Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku Energi Biomassa. Dibimbing oleh DEDED SARIP NAWAWI.

Kayu merupakan sumber energi biomassa yang sangat potensial untuk mensubtitusi energi fosil yang semakin berkurang. Biomassa bersifat terbarukan dan ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mengukur sifat-sifat delapan jenis kayu potensial sebagai bahan baku energi biomassa. Karakterisasi dilakukan dengan analisis proksimat berdasarkan standar ASTM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis kayu yang diuji memiliki kadar air 10,24-14,25%, kadar abu 0,25-1,13%, kadar zat terbang 81,00-84,75%, kadar karbon terikat 14,85 -18,12%, kerapatan kayu berkisar 0,44-0,74 g/cm³, dan nilai kalor 3571-4288 kkal/kg. Berdasarkan karakteristik tersebut, jenis kayu yang memiliki kualitas baik sebagai sumber energi biomassa adalah bagian batang kayu gamal, lamtoro, ki hiyang, kaliandra, mete, dan sengon merah, sedangkan bagian batang kayu mindi, gmelina dan kaliandra bagian cabang memiliki kualitas lebih rendah namun masih berpotensi sebagai sumber kayu energi.

Kata kunci: analisis proksimat, biomassa, energi alternatif, energi terbarukan

ABSTRACT

TIA MULYASARI. Characteristics of Some Wood Species as Biomass Energy Raw Materials. Supervised by DEDED SARIP NAWAWI.

Wood is an alternative renewable energy resources which potential to substitute fossil energy. Biomass is renewable and environmentally fiendly. The objective of this research is to measure the properties of eight wood species as an energy feedstock. Characteristics of woods was analyzed by proxymate analysis according to ASTM standard. The results showed that characteristics of woods were moisture content 10.24-14.25%, ash content 0.25-1.13%, volatile matter content 81.00-84.75%, fixed carbon content 85-18.12%, density 0,44-0,74 g/cm³, and calorific value 3571-4288 kcal/kg. Based on these characteristics, the woods species that has good quality as a source of biomass energy are stem of gamal, lamtoro, ki hiyang, kaliandra, mete, and red sengon, while mindi, gmelina and branch stem of kaliandra have lower quality but it still has the potential for biomass energy.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

KARAKTERISTIK BEBERAPA JENIS KAYU SEBAGAI

BAHAN BAKU ENERGI BIOMASSA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku Energi Biomassa

Nama : Tia Mulyasari NIM : E24090021

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Wayan Darmawan, MSc Ketua Departemen

Tanggal Lulus

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Juli 2013 ini ialah energi terbarukan, dengan judul Karakteristik Beberapa Jenis Kayu sebagai Bahan Baku Energi Biomassa.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Deded Sarip Nawawi, MSc selaku pembimbing. Penghargaan penulis disampaikan kepada Bapak Suprihatin dan Mas Gunawan dari Laboratorium Kimia Hasil Hutan yang telah membantu selama penelitian. Penulis ucapkan terimakasih kepada PT PLN atas bantuannya untuk penyediaan bahan baku dan biaya pengujian nilai kalor. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, sahabat, dan teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan dan Alat 2

Prosedur Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kadar Air 4

Kerapatan Kayu 6

Kadar Zat Terbang 7

Kadar Abu 8

Kadar Karbon Terikat 9

Nilai Kalor 10

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis kayu yang dinalisis sebagai bahan baku energi biomassa 2

DAFTAR GAMBAR

1 Kadar air kering udara jenis kayu bahan baku energi 5 2 Kerapatan kayu dari beberapa jenis kayu bahan baku energi 6 3 Kadar zat terbang pada beberapa jenis kayu bahan baku energi 7 4 Kadar abu beberapa jenis kayu bahan baku energi 8 5 Kadar karbon terikat beberapa jenis kayu bahan energi 9

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsumsi energi yang semakin meningkat dan menipisnya sumber energi berbahan dasar fosil menimbulkan masalah keberlanjutan sumber energi di masa mendatang. Cadangan sumber energi yang berasal dari fosil di seluruh dunia diperkirakan hanya sampai 40 tahun untuk minyak bumi, 60 tahun untuk gas alam, dan 200 tahun untuk batu bara (Quan 2006). Untuk itu pencarian dan pengembangan sumber energi alternatif terbarukan menjadi tidak bisa ditawar lagi. Di antara sumber energi alternatif terbarukan, biomassa merupakan sumber energi yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Biomassa merupakan material organik berupa produk maupun limbah yang terbentuk dari tanaman, hewan, dan mikro organisme. Biomassa tersedia dalam jumlah besar dan dapat dijumpai di hampir seluruh permukaan bumi serta dapat dimanfaatkan dengan teknologi sederhana (kayu bakar) sampai modern (bahan baku pembangkit listrik atau bahan bakar kimia). Oleh karena itu biomassa berpotensi besar sebagai sumber energi di berbagai tingkatan, mulai dari pemenuhan energi bagi masyarakat di daerah terpencil hingga untuk pemenuhan energi di industri. Menurut Hunt dan Förster (2006) Indonesia memiliki potensi besar untuk dapat memproduksi energi yang berasal dari biomassa yang dikenal dengan nama bioenergi. Sebagai contoh, energi listrik yang dapat dihasilkan dari bahan baku biomassa mencapai 49,8 Gwe, dan baru terpasang sebesar 302 MWe atau kurang dari 1% (Departemen ESDM 2005).

Sumber energi biomassa selain bersifat terbarukan (renewable energy), juga bersifat ramah lingkungan jika dikelola secara berkelanjutan, dengan kadar CO2 yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan energi fosil serta kandungan sulfur dan heavy metal yang relatif rendah. Walaupun pembakaran biomassa menghasilkan karbondioksida tetapi akan diseimbangkan kembali oleh tumbuhan, sehingga tidak ada penimbunan karbondioksida dalam atmosfer dan keberadaannya terus berimbang (Priambudi 2008). Menurut Mindawati (2005), di antara usaha yang dapat dilakukan untuk pengembangan sumber energi biomassa adalah dengan menggalakkan kembali pembangunan hutan dengan tujuan kayu energi, khususnya bagi penyediaan energi di daerah terpencil dan bagi masyarakat golongan bawah.

(12)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur karakteristik dan kualitas 8 jenis kayu potensial sebagai bahan baku energi biomassa. Karakteristik kayu energi yang diukur meliputi kerapatan, nilai kalor, dan kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, dan karbon terikat.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai karakteristik kayu sebagai sumber energi. Hal ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar dalam pemilihan jenis kayu untuk pembangunan hutan tanaman energi biomassa.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei-Juli 2013. Penelitian bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Pustekolah Kementerian Kehutanan Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan adalah 8 jenis kayu berasal dari daerah Sumba Barat Daya sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain willey mill, alat pemotong kayu, timbangan analitik, saringan bertingkat, oven, desikator, cawan porselin, tanur listrik, dan Bomb Calorimeter.

Tabel 1 Jenis kayu yang dinalisis sebagai bahan baku energi biomassa

Jenis Kayu Nama Latin

Diameter (cm)

Gmelina Gmelina arborea 20,0

Kaliandra bagian batang Calliandra calothyrsus 5,4 Kaliandra bagian cabang Calliandra calothyrsus 3,8

Gamal Gliricidia sepium 7,6

Mindi Melia azedarach 20,0

Jambu Mete Anacardium occidentale 7,6

Lamtoro bagian batang Leucaena leucocephala 10,2 Lamtoro bagian cabang Leucaena leucocephala 4,5

Ki hiyang Albizia lebbeck 6,1

(13)

3

Prosedur Penelitian

Karakterisasi kayu energi menggunakan analisis proksimat (proximate analysis) berdasarkan standar ASTM. Parameter yang diuji meliputi kadar air, kadar zat terbang (volatile matter), kadar abu, karbon terikat (fixed carbon), nilai kalor, dan kerapatan kayu.

Penyiapan serbuk kayu

Sampel kayu dipotong menjadi serpih berukuran kecil dan dikeringudarakan. Serpih kayu digiling dengan alat willey mill dan disaring dengan saringan bertingkat untuk menghasilkan serbuk berukuran lolos saringan 40 mesh dan tertahan pada saringan 60 mesh. Serbuk kayu disimpan dalam botol tertutup dan diukur kadar airnya.

Pengukuran kadar air serbuk

Prosedur pengukuran kadar air serbuk kayu mengacu pada ASTM E-871. Sampel serbuk kayu sebanyak 1 g dikeringkan dalam oven pengering selama 24 jam pada suhu 105±3 °C atau hingga berat keringya konstan. Kadar air dinyatakan sebagai berat air terhadap berat kering contoh uji yang dinyatakan dalam persen.

Kadar zat terbang

Kadar zat terbang diuji berdasarkan standar ASTM E-872. Sebanyak 2 g serbuk kayu ditimbang dalam cawan porselen. Cawan berisi sampel serbuk kayu kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik dan dipirolisis pada suhu 950 oC selama 7 menit. Sampel didinginkan dalam desikator dan sampel ditimbang ketika sudah dingin. Kadar zat terbang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: merupakan sisa dari proses pembakaran sampel. Pengukuran kadar abu merujuk pada standar ASTM D-1102. Sampel serbuk kayu sebanyak 2 g ditempatkan dalam cawan porselen dan diabukan dalam tanur pada suhu 600 oC selama 6 jam. Sampel abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

Kadar abu (%) =

(14)

4

Kadar karbon terikat (fixed carbon)

Karbon terikat merupakan kandungan karbon dalam sampel setelah penghilangan zat terbang dan abu. Kadar karbon terikat dihitung sebagai berikut:

Kadar karbon terikat (%) = 100% - kadar zat terbang (%) - kadar abu (%).

Kerapatan

Kerapatan kayu diukur dalam kondisi kering udara dengan menggunakan sampel uji berukuran 1cm × 1cm × 1cm. Sampel uji ditimbang dan diukur volumenya. Kerapatan kayu dihitung sebagai berikut:

Kerapatan kering udara =

Nilai kalor

Nilai kalor kayu diukur dengan menggunakan alat Bomb calorimeter yang dilakukan di Pustekolah Kementerian Kehutanan. Nilai kalor dinyakatan dalam nilai kalor kasar (gross calorific value) (kkal/kg).

Pengolahan data

Pengolahan data sederhana dilakukan dengan program Microsoft Excel 2010 untuk melihat indikasi korelasi antar variabel. Data penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Informasi data kadar air biomassa untuk bahan energi sering kali diperlukan terkait dengan penanganan bahan, seperti dalam pengangkutan, dan pendugaan nilai kalor efektif. Kadar air bahan baku energi biomassa dapat mempengaruhi nilai kalor bersih yang dihasilkan pada saat konversi energi (Huhtinen 2005). Semakin tinggi kadar air pada bahan bakar akan semakin rendah nilai kalor yang dihasilkan (Haygreen & Bowyer 1996). Semakin tinggi kadar air kayu maka efisiensi energi menjadi semakin rendah karena dalam proses konversi energi dari kayu tersebut akan lebih banyak kalor yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air menjadi uap sehingga energi yang tersisa dalam bahan bakar menjadi lebih kecil. Selain itu, kadar air kayu tinggi juga akan menyebabkan sulitnya pembakaran awal.

(15)

5

Gambar 1 Kadar air kering udara jenis kayu bahan baku energi. Pada kayu lamtoro dan kaliandra terdapat perbedaan nilai kadar air kering udara yang tidak jauh berbeda pada bagian cabang dan batang, keragaman nilai kadar air kering udara ini menurut Tsoumis (1991) dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kayu, posisi kayu pada batang, dan kondisi lingkungan tempat kayu berada. Soenardi (1976) menambahkan bahwa perbedaan nilai kadar air bagian batang dan cabang disebabkan oleh perbedaan tebal dinding sel dan rongga sel yang akan menentukan air keluar dari kayu. Cahyono et al. (2008) menyebutkan kayu akan mudah digunakan sebagai bahan bakar pada kondisi kering udara dengan kadar air sekitar 12%. Lebih lanjut penelitian Cahyono et al. (2008) menunjukkan bahwa peningkatan kadar air kayu sebesar 1% akan menyebabkan penurunan nilai kalor kayu sekitar 50,87 kkal/kg.

Berbagai jalur alternatif konversi kayu menjadi energi biomassa seperti gasifikasi sangat berpeluang untuk dikembangkan guna mencapai efisiensi terhadap pemanfaatannya. Gasifikasi merupakan metode mengkonversi secara termokimia bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas dalam alat gasifier dengan menyuplai agen gasifikasi seperti uap panas, udara dan lainnya (Anis & Budiyono 2008). Abdullah et al. (1998) menyatakan bahwa salah satu variabel bahan baku yang mempengaruhi hasil proses gasifikasi adalah kadar air bahan bakar. Kadar air yang baik dalam proses gasifikasi berkisar 10-20%. Secara umum, kayu sebagai bahan baku energi biomassa sebaiknya memiliki kadar air lebih rendah dari 20% sehingga akan memudahkan pada tahap pengeringan dan tidak banyak energi terbuang (Rajvanshi 1986, Raglan & Aerts 1991). Berdasarkan nilai kadar air yang diperoleh, semua jenis kayu yang diuji sesuai sebagai bahan baku energi biomassa.

Kerapatan Kayu

(16)

6

kerapatan kayu memiliki korelasi dengan nilai kalor yang dihasilkan. Nilai kalor cenderung semakin besar untuk jenis kayu berkerapatan tinggi.

Gambar 2 Kerapatan kayu dari beberapa jenis kayu bahan baku energi. Kerapatan kayu untuk jenis-jenis kayu yang diteliti tergolong cukup tinggi berkisar 0,44-0,74 g/cm³ (Gambar 2). Kayu gamal memiliki kerapatan tertinggi yakni sebesar 0,74 g/cm3 dan kerapatan terendah adalah kayu gmelina 0,44 g/cm3. Gambar 2 menunjukan adanya perbedaan kerapatan pada bagian batang dan cabang pada kayu kaliandra dan lamtoro. Kayu dari bagian batang memiliki kerapatan lebih tinggi dibandingkan dengan bagian cabang. Seng (1967) menyatakan bahwa batang memiliki dinding sel yang tebal dan rongga sel yang relatif kecil sehingga menyebabkan massa zat kayu menjadi lebih besar. Kerapatan kayu berpengaruh pada massa per satuan volume sehingga berkorelasi juga dengan potensi nilai kalor per satuan volume kayu. Nilai kalor kayu sangat ditentukan oleh kadar karbon dalam bahan baku energi. Komponen kimia yang paling besar pengaruhnya terhadap kadar karbon adalah selulosa dan lignin (Kendry 2002, Basu 2010) sebagai penyusun dinding sel dan massa kayu yang berpengaruh terhadap kerapatan atau berat jenis kayu (Tsoumis 1991).

Hygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa perbedaan nilai kerapatan kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu dimensi serat, letak kayu awal dan kayu akhir, persentase selulosa dan lignin serta kandungan zat ekstraktif yang ada dalam kayu. Secara umum, kerapatan bahan energi biomassa 0,4 g/cm³ atau lebih dianggap sesuai sebagai bahan baku energi biomassa, sedangkan kerapatan biomassa yang lebih rendah dapat ditingkatkan dengan perlakuan densifikasi. Densifikasi atau pengempaan merupakan cara lain untuk memperbaiki sifat suatu bahan sumber bahan bakar agar dalam penggunannya lebih mudah dan efisien.

Kadar Zat Terbang (Volatile Matter)

(17)

7

Gambar 3 Kadar zat terbang pada beberapa jenis kayu bahan baku energi. Kadar zat terbang pada jenis-jenis kayu yang diuji berkisar 81,00-84,75% (Gambar 3). Kadar zat terbang terendah diantara jenis kayu yang diuji adalah kayu gamal sebesar 81% dan kadar zat terbang tertinggi adalah kayu mindi sebesar 84,75%. Hasil pengujian ini sesuai dengan penelitian Stahl et al. (2004) yang memperoleh kadar zat terbang sebesar 84% untuk kayu energi. Kadar zat terbang biomassa kayu umumnya berkisar 75-85% (Fuwape et al. 1997, Ragland & Aerets 1991, Kendry 2002). Berdasarkan grafik diatas tidak terdapat perbedaan kadar zat terbang pada bagian batang dan cabang kayu lamtoro dan kaliandra.

Fauziah (2009) menyatakan bahwa besarnya kadar zat terbang dipengaruhi oleh temperatur dan lamanya proses pirolisis. Pirolisis merupakan pembakaran biomassa tanpa kehadiran oksigen sehingga yang terlepas hanya bagian zat terbang sedangkan karbonnya tetap dan tidak akan terjadi pembakaran tanpa adanya oksigen (Sutiyono 2002). Fauziah (2009) mengatakan semakin rendah kadar zat terbang, maka semakin tinggi nilai karbon terikat yang menunjukan semakin baik kayu sebagai sumber energi. Biomassa dengan kandungan zat terbang tinggi umumnya akan memiliki nilai kalor yang rendah dan berkontribusi terhadap pembentukan tar pada saat digunakan dalam proses gasifikasi (Anonimus 1988, Ragland & Aerets 1991). Besarnya kadar zat terbang yang dimiliki seluruh jenis kayu yang diuji lebih kecil 85%, sehingga jenis-jenis kayu tersebut tergolong baik digunakan sebagai sumber energi biomassa.

Kadar Abu

(18)

8

Gambar 4 Kadar abu beberapa jenis kayu bahan baku energi.

Kadar abu menjadi salah satu parameter penting dalam penilaian biomassa sebagai bahan energi. Tsoumis (1991) menyebutkan besarnya kadar abu pada kayu umumnya sebesar 0,1-5% dan semakin rendah kadar abu, maka nilai kalor yang dihasilkan akan semakin besar. Kadar abu tertinggi terdapat pada kayu gmelina yakni sebesar 1,13%. Pada kayu kaliandra terdapat perbedaan kadar abu yang tinggi antara bagian batang dan cabang. Hal ini dikarenakan pada bagian cabang masih terdapat senyawa-senyawa ekstraktif primer yang tinggi (Arryati 2006). Komponen utama abu dalam beberapa kayu tropis adalah kalium, kalsium, magnesium, dan silika (Haygreen & Bowyer 1996). Salah satu unsur utama abu yaitu silika memiliki pengaruh kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan.

Dalam penggunaan kayu sebagai bahan baku gasifikasi untuk pembangkit listrik, kadar abu sangat penting diperhatikan. Kadar abu tinggi, selain dapat mengurangi nilai kalor bersih juga pada suhu tinggi berpotensi membentuk kerak besi yang mengotori alat. Kadar abu tinggi pada saat mengalami pelunakan (melting) pada suhu tinggi akan menggumpal dan membentuk kerak sehingga akan menutupi reaktor. Bahan energi biomassa dengan kadar abu < 5% termasuk kelompok bahan energi biomassa yang tidak menyebabkan pembentukan kerak metal (non-slagging fuel) dan biomassa dengan kadar abu < 1,5% termasuk kelompok bahan energi biomassa “excellent non-slagging fuel” (Rajvanshi 1986, Anonimus 1988).

Kadar Karbon Terikat

(19)

9

Gambar 5 Kadar karbon terikat beberapa jenis kayu bahan energi. Kadar karbon terikat pada kayu yang diteliti berkisar 14,85-18,12%, dan kayu gamal memiliki kadar karbon terikat tertinggi sebesar 18,12% sedangkan kayu mindi terendah 14,85%. Stahl et al. (2004) menyatakan bahwa kadar karbon terikat untuk kayu energi sekitar 16%, oleh karena itu kardar karbon terikat semua jenis kayu yang diuji tergolong baik sebagai kayu energi kecuali kayu mindi, mete dan sengon. Pada pengujian kayu kaliandra, kadar karbon terikat pada bagian batang lebih besar dibandingkan dengan cabang, hal ini dikarenakan bagian pohon yang mampu menyimpan lebih banyak karbon adalah batang. Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa batang umumnya memiliki zat penyusun kayu lebih banyak dibandingkan dengan bagian pohon lain. Kadar karbon terikat berkorelasi negatif dengan zat terbang (Gambar 3 dan 5). Kayu dengan kadar zat terbang tinggi memiliki kadar karbon terikat rendah, dan sebaliknya.

Hendra dan Winarni (2003) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar karbon terikat maka semakin tinggi pula nilai kalornya, walaupun nilai kalor merupakan hasil interaksi dari beberapa komponen termasuk didalamnya zat terbang, kadar abu dan kadar air (Basu 2012). Fraksi zat terbang dapat berkontribusi pula terhadap nilai kalor, karena fraksi zat terbang bisa berasal dari komponen selulosa amorf, hemiselulosa dan zat ekstraktif. Ketiga komponen kimia tersebut disusun terutama oleh unsur karbon. Oleh sebab itu, untuk menduga nilai kalor juga dapat dilakukan berdasarkan kadar unsur penyusun kayu (karbon, hidrogen, oksigen) melalui analisis ultimat (Basu 2012). Kadar karbon dalam biomassa kayu berkisar 45-50% (Stahl et al. 2004).

Nilai Kalor

(20)

10

Gambar 6 Nilai kalor beberapa jenis kayu bahan energi.

Nilai kalor yang tinggi dihasilkan dari bahan baku yang memiliki kadar air, kadar abu, dan zat terbang rendah serta kerapatan dan kadar karbon terikat yang tinggi. Gambar 6 menunjukan besarnya nilai kalor pada masing masing jenis kayu berkisar 3571-4288 kkal/kg. Kayu gmelina memiliki nilai kalor terendah yakni sebesar 3571 kkal/kg dan kayu gamal memiliki nilai kalor tertinggi sebesar 4288 kkal/kg. Pada kayu lamtoro dan kaliandra nilai kalor pada bagian batang lebih besar dibandingkan dengan bagian cabang, karena pada bagian batang memiliki kadar karbon yang lebih tinggi, dan massa kayu yang lebih besar dibandingkan dengan bagian cabang. Nilai kalor sangat berpengaruh terhadap laju pembakaran pada proses pembakaran. Semakin tinggi nilai kalor maka semakin lambat laju pembakaran pada proses pembakaran (Tiruno & Sabit 2011).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakteristik jenis kayu yang diuji memiliki kadar air 10,24-14,25%, kadar abu 0,25-1,13%, kadar zat terbang 81,00-84,75%, kadar karbon terikat 14,85-18,12%, dan nilai kalor 3571-4288 kkal/kg. Berdasarkan karakteristik tersebut, jenis kayu yang memiliki kualitas baik sebagai sumber energi biomassa adalah kayu gamal, lamtoro, ki hiyang, kaliandra, mete, dan sengon merah, sedangkan kayu kaliandra bagian cabang, gmelina dan mindi memiliki kualitas lebih rendah namun masih berpotensi untuk dijadikan sebagai kayu energi.

Saran

(21)

11

DAFTAR PUSTAKA

[ASTM] American Society for Testing Material. 2013. ASTM D-1102. Test Method for Ash in Wood. USA.

______________________________________. 2013. ASTM E-871. Test Method for moisture in the Analysis of Particulate Wood Fuels. USA.

______________________________________. 2013. ASTM E-872. Test Method for Volatile Matter in the Analysis of Particulate Wood Fuels. USA.

Abdullah K et al. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. PROJECT/ADAET: JTA-9a (132). Bogor (ID): IPB Pr.

Alimah D. 2010. Kayu sebagai sumber energi. [diunduh 20 September 2013]. Tersedia pada: http://foreibanjarbaru.or.id.

Anis S, Budiyono A. 2008. Pengaruh bentuk buffle terhadap unjuk kerja alat penukar kalor (Heat Exchanger), Laporan penelitian Dosen Muda, 2007 DP2M Dikti.

Anonimus. 1988. Handbook of Biomass Downdraft Gasifier Engine System. Colorado (US): Solar Energy Information Program.

Arryati H. 2006. Analisis kimia kayu batang, cabang dan kulit kayu jenis kayu leda (Eucalyptus deglupta Blume).Jurnal Hutan Tropis Borneo.18: 81-84. Basu P. 2012. Biomass Gasification and Pyrolysis: Practical Design and Theory.

(US): Academic Pr.

Cahyono TD, Zahrial C, Fauzi F. 2008. Analisis nilai kalor dan kelayakan ekonomis kayu sebagai bahan bakar subtitusi batu bara dipabrik semen. Forum Pascasarjana 31(2): 105-110.

Departemen ESDM. 2005. Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005 [Internet]. [Jakarta, 2005]. [diunduh 20 Agustus 2013]. Tersedia pada: http://www.esdm.go.id/batubara/doc_download/714-blue-print-pengelolaan-energi-nasional-pen.html.

Djatmiko B, Ketaran, Setyahartini S. 1981. Arang Pengolahan dan Kegunaannya. Bogor (ID): IPB Pr.

Fauziah N. 2009. Pembuatan arang aktif secara langsung dari kulit Acacia mangium Wild dengan aktivasi fisika dan aplikasinya sebagai Adsorben [Skripsi]. Bogor (ID): IPB. Hadikusumo SA. penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Pr.

Hendra D, Winarni I. 2003. Sifat fisis dan kimia briket arang campuran limbah kayu gergajian dan sebetan kayu. Bul Penelitian Hasil Hutan 18:1-9.

(22)

12

Huhtinen M. 2005. Wood Energy Basic Information Pages, Wood as a Fuel. [diunduh 7 September 2013]. Tersedia Pada:

http://www20.gencat.cat/docs/dmah/Home/Ambits%20dactuacio/Medi%20

natural/Gestio%20forestal/ 20biomassa%20forestal/2_ncp.pdf. Hunt S, Förster E. 2006. Biofuels for transportation. Renewable Energy World.

9:94-103.

Jamilatun S. 2011. Kualitas sifat-sifat penyalaan dari pembakaran briket tempurung kelapa, briket serbuk gergaji kayu jati, briket sekam padi dan briket batubara. Journal of Energi Convertion and Management. 43:1291-1299.

Kendry PM. 2002. Energy production from biomass (Part 3): gasification technologies,” Bioresource Technology. 83:55-63.

Mindawati N. 2005. Dampak kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap kerusakan hutan dan alternatif penanggulangannya. Warta Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. 2(4): 3-5.

Prambudi NA. 2008. Menyulap Biomassa Menjadi Energi. [Internet]. [waktu dan tempat tidak diketahui]. [di unduh 29 Juli 2013]. Tersedia pada: http://netsains.net/2008/03/menyulap-biomassa-menjadi-energi/.

Purwitasari H. 2011. Model Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Akasia Mangium. Bogor (ID): IPB Pr.

Quan VA. 2006. Degradation of the solar cell dye sensitizer N719 Preliminary building of dye-sensitized solar cell [Tesis]. Denmark (DK): Roskilde University.

Ragland KW, Aerts DJ. 1991. Properties of Wood for Combutions Analysis. (US): University of Wisconsin- Madison Pr.

Rajvanshi AK. 1986. Biomass Gasification. Di dalam: D.Yogi Goswami, editor; Nimbkar Agricultural Research Institute, India. Phaltan (415523): CRC Press. hlm 83-102.

Rowell RM. 1984. The Chemistry of Solid Wood. Washington (US): American Chemical Society.

Seng OD. 1990. Specifik Gravity of Indonesian Woods and Its Significance for Prectical Use. Terjemahan Soewarsono. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Soenardi. 1976a. Sifat - Sifat Fisika Kayu. Yogjakarta (ID): Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada.

Sthal R, Henrich E, Gehrmann HJ, Vodegel S, Koch M. 2004. Definition of Standard Biomass.Germany (DE): Forschungszentrum Karlsruhe.

Suyitno. 2002. Pembuatan briket arang dari tempurung kelapa dengan bahan pengikat tetes tebu dan tapioka. Jurnal Kimia dan Teknologi: 2(2):3-8. Tiruno, Sabit. 2011. Efek suhu pada proses pengarangan terhadap nilai kalor

arang tempurung kelapa (Coconut Shell Charcoal). Jurnal Neutrino. 3(2):149-151.

(23)

13

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 20 September 1991 yang merupakan putri ke tiga dari lima bersaudara pasangan Bapak S. Wahyudi dan Ibu Marhamah. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 47 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Hutan Mangrove Cikeong dan Gunung Tangkuban Perahu pada tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) dengan lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan PGT Sindangwangi pada tahun 2012, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tahun 2013 di PT Korindo Ariabima Sari, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Selain aktif mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif berorganisasi dan pernah menjadi Sekertaris HIMASILTAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan) dan anggota Divisi Kelompok Minat Kimia Hasil Hutan Mahasiswa Hasil Hutan pada tahun 2011. Penulis juga merupakan anggota Divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan dan Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia PC Sylva IPB pada tahun 2011. Selain itu penulis memperoleh pendanaan Dikti dalam PKM Kewirausahaan dan lolos PIMNAS XXV Jogjakarta 2012, dan CDA IPB dalam Program Mahasiswa Wirausaha 2013.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan

Gambar

Tabel 1 Jenis kayu yang dinalisis sebagai bahan baku energi biomassa
Gambar 1 Kadar air kering udara jenis kayu bahan baku energi.
Gambar 2  Kerapatan kayu  dari beberapa jenis kayu bahan baku energi.
Gambar 3 Kadar zat terbang pada beberapa jenis kayu bahan baku energi.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Biopelet Dari Campuran Serbuk Kayu Sengon Dengan Arang Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan adalah

Dengan kata lain, pemanfaatan energi yang bersumber dari biomassa untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti rumahtangga, transportasi dan industri dalam prakteknya

Berdasarkan hasil telaahan analisis komponen kimia kayu terutama kadar selulosa, lignin, pentosan dan zat ekstraktif ternyata 8 dari 10 jenis tersebut yaitu kayu ki rengas,

Berdasarkan hasil telaahan analisis komponen kimia kayu terutama kadar selulosa, lignin, pentosan dan zat ekstraktif ternyata 8 dari 10 jenis tersebut yaitu kayu ki rengas,

Permasalahan utama dalam penggunaan jenis-jenis kayu yang memiliki keawetan alami rendah seperti sengon, meranti, kelapa dan surian adalah mudah terserang oleh berbagai

Walaupun secara umum kulit buah kapuk berpotensi menjadi bahan energi biomassa yang baik, akan tetapi berdasarkan karakter kimia dan nilai kalornya, kulit buah

Untuk proses pindah panas yang terjadi pada sistem kompor biomassa, berawal dari teradiasinya panas dalam bentuk nyala api dari hasil pembakaran kayu bakar ke

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menguji kinerja dari kompor biomassa yang dimodifikasi dengan menggunakan bahan bakar kayu (biomassa kering), (2) menghitung banyaknya