• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kapasitas Petani Kakao Bekas Penambang Batu Bara Di Kota Sawahlunto Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kapasitas Petani Kakao Bekas Penambang Batu Bara Di Kota Sawahlunto Sumatera Barat"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

KAPASITAS PETANI KAKAO BEKAS PENAMBANG

BATU BARA DI KOTA SAWAHLUNTO

SUMATERA BARAT

DELKI UTAMA ASTA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kapasitas Petani Kakao Bekas Penambang Batu Bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 14 Agustus 2015

(4)
(5)

RINGKASAN

DELKI UTAMA ASTA. Kapasitas Petani Kakao Bekas Penambang Batu Bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat. Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S HUBEIS dan ANNA FATCHIYA.

Sawahlunto merupakan kota pertambangan batubara dan sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai buruh tambang. Penutupan pertambangan di kota ini membuat sebagian besar buruh tambang beralih profesi menjadi petani kakao. Adanya peluang pekerjaan baru menuntut adanya kesiapan dan kapasitas untuk mengantisipasi dan melakukan penyesuaian terhadap aktivitas ekonomi keluarga. Kesiapan ini dibutuhkan karena untuk menjadi seorang petani kakao harus memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam persiapan lahan, pemilihan bibit yang baik, penanaman, pemeliharaan, penanganan panen dan pasca panen serta kemampuan manajerial usahataninya. Kondisi ini menuntut adanya sumberdaya petani yang memiliki kapasitas tinggi sebagai petani perkebunan.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara di Sawahlunto dan (2) menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara di Sawahlunto.

Penelitian ini menggunakan metode survei yang dilaksanakan di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat pada Desember 2014 sampai Februari 2015. Jumlah sampel penelitian ini adalah 70 orang dan menggunakan analisis deskriptif dan korelasi rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara dalam proses produksi, pemasaran, manajemen usahatani, pemecahan masalah dan proses adaptasi lingkungan tergolong kategori rendah, dan (2) rendahnya kapasitas petani bekas penambang di Sawahlunto berhubungan dengan pendidikan formal petani yang masih rendah, pengalaman berusahatani kakao yang masih terbatas yang menyebabkan pengetahuan dan keterampilan berusahatani mereka masih rendah, dukungan penyuluhan dalam memberikan informasi usahatani belum maksimal, peran kelompok tani dalam membantu petani mencari informasi usahatani masih rendah dan dukungan pemerintah daerah dalam memfasilitasi kebutuhan petani belum optimal.

(6)
(7)

SUMMARY

DELKI UTAMA ASTA. Capacity of Cocoa Farmer ex-Coalmining in Sawahlunto City West Sumatera. Supervised by AIDA VITAYALA S HUBEIS and ANNA FATCHIYA.

Sawahlunto is a coalmining town and most of the community work as a miner. Closure of mines in this town make the most of the miners switch profession to be cocoa farmer. New job oppurtunities demands their readiness and capacity to anticipate and adjust family economic activity. This readiness is needed because to be a cocoa farmer must have the ability and knowledge in land preparation, seed selection, planting, maintenance, harvesting and post-harvest handling and managerial ability farming. This condition requires resources that have high capacity as a farmer plantations.

The study aims to: (1) analyze the capacity of cocoa farmers ex-coalmining in Sawahlunto and (2) analyze factors that corrrelated with the capacity of cocoa farmers ex-coalmining in Sawahlunto.

This research used survey method and was conducted in Sawahlunto City, West Sumatera on Desember 2014-February 2015. Numbers of sample this research are 70 respondents and used descriptive and correlational rank Spearman analysis.

The results of this research showed that: (1) capacity of cocoa farmers ex-coalmining in production, marketing, farming management, problem solving and enviroment adaptation process was low, and (2) low capacity of cocoa farmer ex-coalmining in Sawahlunto correlated with formal education of farmers is still low, farming experience of farmers is still limited so their knowledge and skill to farm is low , extension support to give information for farmer is not maximal, the role of farmer groups to help farmers seeking farming information is still low and local goverment support to facilitating farmers needs is not optimal.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

KAPASITAS PETANI KAKAO BEKAS PENAMBANG

BATU BARA DI KOTA SAWAHLUNTO

SUMATERA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kapasitas Petani Kakao Bekas Penambang Batu Bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat dan dilaksanakan sejak bulan Desember 2014-Februari 2015.

Penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya kepada Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis MSc dan Ibu Dr Ir Anna Fatchiya MSi selaku komisi pembimbing atas arahan, dukungan, nasihat, dan semangat yang diberikan kepada penulis saat penelitian dan penulisan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh dosen dan staf kependidikan Program Studi Ilmu penyuluhan Pembangunan yang telah mendidik dan mambantu penulis selama penyelesaian studi di IPB. Rasa terima kasih juga Penulis ucapkan kepada petani kakao bekas penambang batu bara Kota Sawahlunto yang telah memberikan informasi dan menyediakan waktu dan pikirannya untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada staf UPTD, penyuluh, ketua Kelompok Tani, dan Tokoh Adat yang telah memberikan informasi dalam penelitian ini.

Ungkapan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada orang tua tercinta Bapak Taswin SPd dan Ibu Asmalaini Skep atas kasih sayang, do’a, nasihat, dukungan moril dan materil yang diberikan kepada penulis sampai saat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta Yulie Asta ST, Andi Prasetyo Jati Amd, Yolla Pandu Asta SKg, dan Naura Azkia Jati atas kasih sayang dan semangat yang diberikan kepada penulis. Penuis juga mengucapkan terima kasih kepada Dedeh Kurniasih Kusnani SP MSi atas kasih sayang, dan motivas yang diberikan kepada penulis selama ini.

Kepada seluruh sahabat PPN: Cici, Heri dan keluarga, Edo Pramana, Didi Enik, Azwar, Bang Muhib Isni, Rial, Ilham, Nurul, Firmansyah, Muji, Aan, Rindi, Lina, Anisa, Kesa, Ike, Shinta, Siti, Nila, Mba Tintin, Shanti, Nia, Inong, Pak Erix, Darma, dan Mba Vera atas kasih sayang, kebersamaan, diskusi, dukungan, nasihat yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi ini.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi yang membaca umumnya dan penulis khususnya.

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Konsep Kapasitas 3

Karakteristik Internal yang Mempengaruhi

Kapasitas Petani 8 Dukungan Eksternal yang Mempengaruhi

Kapasitas Petani 10

Kerangka Berpikir 15

Hipotesis Penelitian 18

3 METODE 19

Pendekatan Penelitian 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Populasi dan Sampel Penelitian 19

Jenis dan Sumber Data 20

Definisi dan Batasan Operasional 20

Rancangan Percobaan Instrumen 25

Analisis Data Penelitian 26

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29

Kondisi Umum Wilayah Penelitian 29

Karakteristik Internal Petani Kakao Bekas

Penambamg Batu Bara 30 Dukungan Eksternal Petani Kakao Bekas

Penambang Batu Bara 34

Kapasitas Petani Kakao Bekas Penmabang Batu Bara 40 Hubungan Karakteristik Internal dan Dukungan Eksternal Petani

dengan Kapasitas Petani Kakao Bekas Penambang Batu Bara 48

5 KESIMPULAN DAN SARAN 50

DAFTAR PUSTAKA 55

LAMPIRAN 61

(16)

DAFTAR TABEL

1 Definisi kapasitas 5

2 Pokok pemikiran strategi penyuluhan pembangunan

untuk peningkatan kapasitas petani 11

3 Jumlah sebaran data populasi dan sampel penelitian 20 4 Sub variabel, definisi operasional, indikator, cara pengukuran,

katagori pengukuran karakteristik internal petani kakao 21 5 Sub variabel, definisi operasional, indikator, cara pengukuran,

katagori pengukuran dukungan faktor eksternal petani petani kakao 21 6 Sub variabel, definisi operasional, indikator, cara pengukuran,

katagori pengukuran kapasitas petani 23

7 Distribusi responden berdasarkan karakteristik internal, 2015 31 8 Distribusi responden berdasarkan dukungan eksternal, 2015 34 9 Tingkat frekuensi berdasarkan persepsi responden terhadap peran

penyuluh, 2015 35

10 Tingkat frekuensi berdasarkan persepsi responden terhadap peran

Kelompok Tani, 2015 36

11 Tingkat frekuensi berdasarkan persepsi responden terhadap peran intensitas dan ketepatan waktu pemberian bantuan pemerintah daerah

2015 37

12 Tingkat frekuensi berdasarkan persepsi responden terhadap dukungan

Tokoh Adat, 2015 39

13 Distribusi responden berdasarkan tingkat kapasitas petani kakao,2015 40 14 Distribusi responden berdasarkan kapasitas proses produksi kakao,

2015 41

15 Distribusi responden berdasarkan kapasitas proses pemasaran kakao,

2015 43

16 Distribusi responden berdasarkan kapasitas proses manajemen

usahatani, 2015 45

17 Distribusi responden berdasarkan kapasitas proses pemecahan

masalah, 2015 46

18 Distribusi responden berdasarkan kapasitas beradaptasi lingkungan,

2015 47

19 Koefisien korelasi antara karakteristik internal dan dukungan

eksternal petani dengan kapasitas petani 49

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka berpikir kapasitas petani kakao bekas penambang batu

bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat 18

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian 61

2 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioer penelitian 70

(18)
(19)

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota Sawahlunto merupakan salah satu daerah di Sumatera Barat yang menghasilkan bahan tambang batu bara. Kota ini mulai memproduksi batu bara sejak tahun 1892 yang diolah oleh pemerintah Hindia-Belanda. Seiring dengan itu, kota Sawahlunto mulai menjadi kawasan pekerja tambang dan terus berkembang menjadi kota kecil dengan penduduk yang mayoritas bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta, dan buruh tambang. Pada tahun 1916 pengolahan bahan tambang batu bara di Kota ini diambil alih oleh PT Bukit Asam Unit Perseroan Ombilin (PT BA UPO). Sejak tahun 1940 sampai dengan akhir tahun 1970 produksi batu bara merosot dengan produksi yang hanya puluhan ribu ton per tahun. Kemerosotan jumlah produksi batu bara ini terus berlanjut sehingga mengakibatkan penutupan oleh PT BA UPO pada tahun 2002. Dengan penutupan ini tumbuh pertambangan liar oleh masyarakat yang tidak mengikuti prosedur sehingga banyak menimbulkan bencana, bahkan kematian.

Ketidaksesuaian prosedur pertambangan batu bara mengakibatkan pelarangan penambangan oleh pemerintah Kota Sawahlunto pada tahun 2009. Larangan ini mengakibatkan masyarakat yang awalnya bekerja sebagai buruh tambang beralih profesi menjadi pedagang, buruh bangunan, wiraswasta dan petani, serta banyak lahan tambang yang terlantar. Oleh sebab itu, pemerintah membuat program yang ditujukan untuk perbaikan fungsi lahan yang dapat dilakukan dengan cara menanam lahan tersebut dengan tananam perkebunan seperti kakao. Pembagian bibit kakao gratis oleh pemerintah adalah salah satu cara agar program perbaikan fungsi lahan berhasil dan bertujuan membantu petani mendapatkan bibit berkualitas sehingga meningkatkan produksi usaha tani perkebunan. Bibit kakao yang dibagikan gratis kepada masyarakat tersebut merupakan bibit unggul hasil okulasi oleh pemerintah setempat. Bantuan pemberian bibit tersebut hanya bersifat simultan karena pemerintah tidak mampu memfasilitasi 100 persen dan terus menerus kebutuhan petani sehingga perlu adanya usaha, kemampuan dan pengalaman dari petani itu sendiri dalam menjalankan usaha taninya.

Pengalaman budidaya tanaman kakao yang masih terbatas menyebabkan pekerja buruh tambang kurang memiliki kapasitas untuk menjalankan usaha perkebunan ini, baik secara teknis budidaya maupun manajerial usaha taninya. Akibatnya produktivitas kakao rendah, sebagai gambaran produksi akako di Kota Sawahlunto hanya sebesar 1.967 ton (2,8 persen) dari total produksi keseluruhan di Sumatera Barat. Seharusnya jumlah produksi kakao di Kota Sawahlunto bisa lebih tinggi lagi mengingat sebagian besar masyarakat di daerah ini berprofesi sebagai petani kakao.

(20)

2

yang telah ditetapkan. Individu juga menggunakan kapasitas diri, kemampuan dan kompetensi yang dimiliki untuk mengintervensi sumberdaya alam dan sosial di sekitarnya. Usaha tani perkebunan kakao membutuhkan keseriusan dan harus menerapkan manajerial usaha tani yang tepat, hal ini berkaitan dengan kapasitas yang diperlukan petani dalam pengolahan lahan dan teknis budidaya usaha tani yang meliputi penanaman, pemupukan, pemeliharaan, penanganan panen dan pasca panen, membuat perencanaan dan melakukan evaluasi usaha tani. Berdasarkan uraian di atas perlu dikaji tentang kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat, dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan kapasitas petani perkebunan bekas penambang batu bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat.

Perumusan Masalah

Kota Sawahlunto awalnya merupakan kota pertambangan batu bara dan sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai buruh tambang. Penutupan pertambangan di Kota Sawahlunto membuat sebagian besar buruh tambang beralih profesi menjadi petani kakao. Alih profesi ini menjadi tantangan bagi masyarakat karena hasil yang mereka peroleh dari usaha tani tidak sebesar dengan hasil pada saat mereka menambang. Perbedaan pendapatan ini dapat mendorong petani meninggalkan usaha taninya dan kembali menjadi pekerja di pertambangan. Akan tetapi jika usaha tani ini dilakukan dengan tekun dan sesuai konsep usaha tani akan menghasilkan produksi yang tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan, tetapi jika usaha tani dilakukan dengan kapasitas yang rendah maka produksi yang dihasilkan juga akan rendah. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana tingkat kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat?

2. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat?

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi tingkat kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara Kota Sawahlunto Sumatera Barat.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Bidang keilmuan, dapat memberikan kontribusi pemikiran yang terkait dengan pengembangan kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara dan dapat digunakan sebagai bahan keilmuan di bidang penyuluhan pembangunan. 2. Bidang praktisi, sebagai bahan pertimbangan dan masukan mengenai

(21)

3

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Kapasitas

Kapasitas merupakan kemampuan atau keterampilan yang diperlukan untuk membangun tingkat kesiapan yang dimiliki oleh individu, organisasi maupun masyarakat sehingga dapat ditandai dengan suatu kemajuan maupun kemunduruan (Goodman dalam Brown et al. 2001). Havelock dalam Sumardjo (1999) mengartikan kapasitas sebagai suatu kemampuan untuk mengerahkan dan menginvestasi berbagai sumber daya yang dimiliki. Selanjutnya menurut Subagio (2008) pengembangan kapasitas merupakan gambaran kemampuan dari individu ataupun masyarakat untuk menghadapi permasalahan mereka sebagai bagian dari usaha mereka untuk mencapai tujuan pembangunan secara berkesinambungan. Kapasitas individu atau masyarakat menyangkut kemampuan dan keterampilan dalam memecahkan permasalahan yang dimiliki individu ataupun masyarakat tersebut berdasarkan tujuan pembangunan yang telah ditetapkan (Laily et al 2013). Anantanyu (2008) mengungkapkan bahwa kapasitas individu atau masyarakat dalam kehidupannya dapat ditingkatkan melalui interaksi sesama individu maupun masyarakat dalam proses kegiatan belajar mengajar. Sucihatiningsih dan Waridin (2010) petani yang tidak memiliki kapasitas pengetahuan dan wawasan yang memadai untuk dapat memahami permasalahan mereka, memikirikan permasalahannya, ataupun pemilihan cara pemecahan masalah yang tepat untuk mencapai tujuan mereka. Terbatasnya pengetahuan, sikap dan keterampilan petani akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk berusaha tani dengan baik. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas produksi pertanian berkurang. Unsur penting dalam pembentukan kepribadian individu dalam berperilaku untuk memenuhi harapan dan kebutuhannya adalah kapasitas dan kompetensi sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan dalam ranah pengetahuan, sikap dan keterampilan. Namun kapasitas dan kompetensi memiliki arti yang berbeda, menurut Badudu (2003) kapasitas adalah suatu kemampuan untuk berfungsi dan berproduksi yang berasal dari kekuatan yang dimilikinya, sedangkankompetensi adalah suatu kemampuan yang menyangkut tugas dan tanggung jawabnya. Seseorang yang memiliki kompetensi akan memiliki kapasitas, akan tetapi tingkat kapasitas yang dimiliki belum tentu besar atau tinggi, sebaliknya yaitu seseorang yang memiliki kapasitas tinggi akan tentu memiliki kompetensi yang tinggi juga.

Pengembangan kapasitas sumber daya manusia atau individu adalah pengembangan personal yang bertujuan untuk menemukan hal-hal yang kurang pada dirinya tetapi ada upaya untuk meningkatkan kekurangan tersebut Sugeng (2004). Dengan demikian pengembangan kapasitas individu adalah bagaimana menciptakan kemampuan untuk mencapai keberhasilan melalui tindakan yang dilakukan individu. Pengembangan kapasitas individu dapat digali dengan berbagai cara, yaitu adanya pelatihan yang akan meningkatkan kemampuan individu agar memiliki keterampilan yang dibutuhkan, memberikan tugas yang harus dilaksanakan sehingga dapat mengatasi masalah sendiri.

(22)

4

farming, better bussiness dan better living) Marliati (2008). Proses kegiatan agribisnis dalam pertanian dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Teknik kegiatannya dilakukan mulai dari penyediaan sarana produksi (input pertanian), proses produksi dan pasca produksi (panen, pemasaran dan pengolahan hasil pertanian). Dengan demikian, kebutuhan pengembangan kapasitas petani beragribisnis adalah kebutuhan pengembangan kapasitas petani dalam meningkatkan produktivitas, kapasitas dalam pemasaran, kapasitas dalam peningkatan pendapatan, kapasitas dalam keamanan usaha, berkelompok, berjaringan dan peningkatan prestasi atau kemajuan usaha.

Berhasil atau tidaknya tindakan yang dilakukan oleh petani tergantung dari kapasitas yang dimiliki petani itu sendiri. Apabila seseorang memiliki kapasitas di bidang pertanian, maka orang tersebut melakukan tindakan ke arah pertanian. Tindakan yang dilakukan oleh petani umumnya merupakan tindakan untuk pemenuhan kebutuhan petani dan keluarganya. Marliati (2008) menyebutkan bahwa terdapat empat jenis fungsi penting agar suatu sistem usaha tani tetap bertahan, yaitu adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi dan latency.Keempat fungsi tersebut harus dapat berjalan optimal agar keberhasilan usaha tani dapat terwujud. Pengembangan kapasitas juga dapat diartikan sebagai suatu pendekatan pembangunan yang berbasis pada kekuatan-kekuatan dari dalam secara nyata (Subagio 2010).

Pengembangan kapasitas juga dipahami sebagai suatu proses peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien, yaitu sebagai strategi untuk meningkatkan daya dukung kelembagaan dalam mengantisipasi masalah dan kebutuhan yang dihadapi. Proses peningkatan atau perubahan perilaku tersebut meliputi peningkatan kemampuan individu (pengetahuan, sikap dan keterampilan), peningkatan kemampuan kelembagaan (manajemen organisasi, finansial dan kultur), peningkatan kemampuan masyarakat (kemandirian, keswadayaan dan antisipasi perubahan). Strategi pengembangan kapasitas kelembagaan tersebut dapat dikaji melalui dimensi kultural, struktural, maupun interaksional. Dimensi kultural meliputi sistem nilai, etika dan norma yang ada; dimensi struktural berkaitan dengan keberadaan kelembagaan sebagai medium untuk mengangkat derajat kehidupan sosial ekonomi para anggotanya; dimensi interaksional berkaitan dengan kelembagaan yang mampu mengembangkan jejaring sosial demi kemajuan anggota maupun komunitas di dalamnya; dimensi sumber daya manusia meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap.

(23)

5 ikan dalam menjalankan fungsi-fungsi usaha yang meliputi kegiatan produksi, pengolahan keuangan, tenaga kerja dan pemasaran, memecahkan masalah dan kemampuan dalam merencanakan dan mengevaluasi untuk mencapai keberlanjutan usaha.

Yusriaddin (2005) dalam penelitiannya untuk menilai kapasitas petani dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan kapasitas struktural yang meliputi pelapisan sosial, kepemimpinan, pola hubungan dan komunikasi, pola penguasaan lahan dan struktur modal; dan pendekatan kapasitas kultural yang meliputi sistem nilai dan norma, pendidikan formal, pengetahuan dan teknologi. Dalam penelitianya menyimpulkan bahwa rendahnya kapasitas petani tambak ditandai dengan rendahnya penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola usaha tani tambaknya, lemah dalam mendapatkan informasi teknologi usaha tani tambak dan lemah dalam hal permodalanserta kurangnya keterlibatan pihak luar dalam melakukan pembimbingan dan pendampingan petani sehingga masih perlu pemberdayaan petani agar mampu berdaya dalam melakukan kegiatan usaha taninya. Dalam upaya pengembangan kapasitas petani, maka startegi yang penting untuk dilakukan meliputi peningkatan pengetahuan dan keterampilan manajemen usaha tani dengan melakukan kegiatan pelatihan-pelatiham teknis budidaya dan pelatihan manajemen usaha tani, pengembangan jaringan teknologi dan penguatan modal usaha tani.

(24)

6

Definisi Kapasitas Unsur-unsur Kapasitas Penulis permasalahan mereka sebagai

bagian dari usaha mereka untuk mencapai tujuan pembangunan

kemampuan untuk berfungsi dan berproduksi yang berasal dari (better farming, better bussiness, dan better living)

(25)

7 Definisi Kapasitas Unsur-Unsur

Kapasitas

Penulis Sebagai pengetahuan dan

keterampilan dalam mengelola usaha tani tambak, dalam

mendapatkan informasi teknologi usaha tani tambak dan mampu permodalan

Mampu dalam proses produksi dan

beradaptasi dengan lingkungan

Yusriadin 2005

Berdasarkan literatur dan pendapat beberapa ahli dapat penulis simpulkan bahwa kapasitas merupakan kemampuan yang terdapat di dalam diri individu, masyarakat atau organisasi untuk melakukan sesuatu dalam menuju keberhasilan dan memenuhi harapan dan kebutuhannya. Kapasitas diri sangat diperlukan oleh setiap individu untuk menjalankan aktivitasnya dalam mencapai tujuan hidupnya, begitu juga dengan petani. Petani sebagai seorang individu yang kesehariannya bekerja di dunia pertanian harus memiliki kapasitas dalam menjalankan usaha taninya, misalnya memecahkan masalah pertanian, beradaptasi dengan lingkungan kerja, melakukan manajemen usaha taninya dan lain lain. Keterbatasan kapasitas yang dimiliki petani akan berpengaruh pada kemampuannya dalam menjalankan usaha tani. Keterbatasan kemampuan ini disebabkan petani tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam berusaha tani. Penelitian ini akan menejelaskan mengenai kapasitas petani bekas buruh tambang. Kapasitas petani bekas buruh tambang adalah kemampuan yang dimiliki petani bekas penambang dalam melakukan usaha tani perkebunannya. Dalam menjalankan usaha taninya, petani harus memiliki kapasitas yang memadai agar tujuan usaha tani yang mereka miliki dapat tercapai. Kapasitas juga diperlukan agar petani dapat menjaga produktivitas usaha tani sehingga keberlanjutan usaha tani mereka tetap terjaga.

Beberapa aspek yang dilihat untuk mengetahui kapasitas petani bekas penambang ini adalah kemampuan petani dalam melakukan kegiatan usaha tani yang meliputi: 1) kegiatan produksi, proses produksi pertanian adalah proses yang mengkombinasikan faktor–faktor produksi pertanian untuk menghasilkan produksi pertanian (output). Soekartawi (1998) menjelaskan bahwa petani melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang sangat penting. Usaha tani dapat efektif dan efisien apabila petani 1) mampu mengalokasikan faktor-faktor produksi, seperti bibit, pupuk, tenaga kerja, keuangan dengan baik, 2) kegiatan pemasaran, pemasaran dapat diartikan sebagai keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Arinong dan kadir (2008) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses pemasaran meliputi 4P (Product, price, place dan promotion), 3) manajemen usaha tani, adalah suatu kegiatan dalam bidang pertanian yang menerapkan manajemen dengan melaksanakan fungsi fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi pengarahan dan pengendalian dan fungsi pengawasan dan pengendalain dengan menggunakan sumber daya yang tersedia untuk

(26)

8

menghasilkan produk pertanian dan keuntungan yang maksimal, 4) memecahkan masalah dan 5) kemampuan beradaptasi (Kartasapoetra 1994)

Karakteristik Internal yang Mempengaruhi Kapasitas Petani

Petani dapat diartikan sebagai manusia yang bekerja dalam memelihara tanaman dan atau hewan untuk diambil manfaatknya guna menghasilkan pendapatan (Mosher 1987). Selanjutnya Wolf dalam Subagio (2008) mengungkapkan bahwa petani merupakan orang desa yang melakukan cocok tanam artinya mereka yang bercocok tanam dan beternak di daerah pedesaan, tidak di dalam ruanga tertutup di tengah-tengah kota atau dalam kotak-kotak yang diletakkan di atas ambang jendela. Petani sebagai pelaku utama kegiatan agribisnis memiliki karakteristik yang merupakan ciri yang ada dalam diri petani yang nampak dalam menjalankan kegiatan usaha taninya. Mardikanto (1993) mengungkapkan bahwa karakteristik individu adalah sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, seperti umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial dan agama. Selanjutnya Slamet (1995) mengartian karakteristik individu kaitannya dengan inovasi seperti umur, pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan dan sikap dapat mempengaruhi proses difusi. Karakteristik petani dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan formal, luas lahan garapan, pengalaman berusaha tani dan pengalaman menjadi penambang.

1. Umur

Secara umum umur akan mempengaruhi seseorang dalam menjalankan aktivitasnya karena berkaitan dengan tingkat kematangan yang dimilikinya. Salkind (1989) berpendapat bahwa perbedaan usia pada seseorang dapat membedakan juga tingkat kematangan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan interaksi dengan individu sebagai diri yang bersangkutan. Berdasarkan taraf perkembangan, usia dikelompokkan menjadi usia balita, usia remaja, usia dewasa dan usia lanjut. Soekartawi (1998) menyimpulkan bahwa dikaitkan dengan difusi inovasi, petani yang berusia paruh baya (setengah tua) memiliki tingkat difusi inovasi paling tinggi. Sedangkanpetani yang berusia lanjut kurang respon terhadap perubahan dan petani yang berusia muda akan lebih semangat dalam menjalankan usaha taninya. Susilowati dan Tinaprilla (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa umur petani berpengaruh nyata terhadap efisiensi usaha tani. Semakin tua umur petani maka inefisiensi usaha tani akan semakin meningkat, hal ini disebabkan penurunan tingkat kemampuan teknis dan manajerial petani dalam usaha tani yang mengakibatkan hasil produksi usaha tani akan semakin menurun. Umur dalam penelitian ini adalah usia petani sejak lahir sampai dengan penelitian ini dilakukan yang dihitung dalam satuan tahun dan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu muda, madya dan lanjut.

2. Pendidikan Formal

(27)

9 diterima oleh masyarakat (Padmowihardjo 1994). Selanjutnya Winkel (2006) mengartikan pendidikan sebagai proses pembentukan watak seseorang sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku. Slamet (2003) menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha untuk menghasilkan perubahan-perubahan perilaku pada manusia. Perubahan-perubahan tersebut meliputi 1) perubahan dalam hal pengetahuan 2) perubahan dalam keterampilan atau kebiasaan dalam melakukan sesuatu, dan 3) perubahan dalam sikap mental terhadap segala sesuatu yang dirasakan. Pada dasarnya pendidikan dibedakan menjadi tiga, yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Pendidikan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pendidikan formal.

Pendidikan formal adalah pendidikan yang didapat di sekolah yang teratur, sistematis, mempunyai jenjang dan dibagi dalam waktu-waktu tertentu berlangsung dari tanam kanak-kanak sampai perguruan tinggi (Heliawati dan Nurlina 2009). Subagio (2008) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan formal petani dan tingkat pendapatan berhubungan secara nyata dan positif terhadap perencanaan anggaran rumah tangga termasuk perencanaan anggaran usaha tani. Pengaruh umur terhadap kemampuan usaha tani petani juga dijelaskan oleh Susilowati dan Tinaprilla (2012) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa petani dengan pendidikan yang lebih tinggi mudah mengadopsi atau menerima perubahan teknologi sehingga usaha tani mereka menjadi efisien. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal yang dilalui oleh petani dapat memberikan pengaruh terhadap kegiatan usaha taninya. Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tahun sukses atau lamanya pendidikan formal yang pernah diikuti petani selama masa hidupnya.

3. Luas Lahan Garapan

(28)

10

misalnya kompetensi dalam penggunaan tekonologi secara efisien, kewirausahan dan cara bercocok tanam yang tepat.

4. Pengalaman Berusaha Tani

Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami oleh seseorang pada waktu tertentu. Subagio (2008) mengungkapkan bahwa pengalaman berusaha tani adalah sesuatu yang pernah dijalankan, dialami, dirasakan dan ditanggung oleh petani dalam menjalankan kegiatan usaha tani dengan menggerakkan tenaga, pikiran, atau Badan untuk mencapai tujuan usaha tani yang memperoleh pendapatan bagi kebutuhan hidup petani dan keluarganya. Sesorang yang belajar dapat memperoleh atau memperbaiki kemampuan untuk melaksanakan suatu pola sikap melalui pengalaman dan praktik (van den Ban dan Hawkins 2001). Slamet (1995) mengungkapkan bahwa seseorang lebih mudah menerima atau memilih sesuatu yang baru, bila inovasi tersebut berkaitan dengan pengalaman masa lalunya sehingga inovasi tersebut tidak asing bagi dirinya. Pengalaman dalam melakukan kegiatan bertani tercermin dari kebiasaan-kebiasaan yang mereka (petani) terapkan dalam kegiatan bertani dan merupakan hasil belajar dari pengalamannya.

Damiharti dan Jahi (2005) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pengalaman usaha tani berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam perlakuan bibit, identifikasi kedala atau peluang, pemanenan, perencanaan biaya produksi, pemilihan komoditas dan pemanfaatan lahan secara efisien. Semakin rendah pengalaman usaha tani yang dimiliki petani maka akan semakin rendah pengetahuan, sikap dan keterampilan petani dalam berusaha tani. Petani dengan pengalaman usaha tani rendah memiliki kompetensi yang berbeda dengan petani yang pengalaman usatanainya tinggi, misalnya dalam hal pemilihan bibit, pemanfaatan secara efektif dan efisien dan penggunaan teknologi. Pengalaman berusaha tani dalam penelitian ini adalah kegiatan usaha tani perkebunan yang pernah diikuti, dijalankan, atau dialami oleh petani.

Dukungan Eksternal yang Mempengaruhi Kapasitas Petani

(29)

11 1. Dukungan Penyuluhan

Berdasarkan UU Nomor 16 tahun 2006 mengenai Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan bahwa penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dan mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian dalam fungsi lingkungan hidup. Dalam melakukan proses penyuluhan tentu perlu memperhatikan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. van Den Ban dan Hawkins (2001) mengungkapkan bahwa unsur-unsur penyuluhan merupakan semua faktor yang menyebabkan terjadinya atau berlangsungnya kegiatan penyuluhan pertanian. Unsur-unsur tersebut antara lain penyuluh pertanian, sasaran, metode, materi, media, tempat dan waktu pelaksanaan penyuluhan.

Proses penyuluhan sebagai langkah pengembangan kapasitas harus dibuat melalui strategi-strategi agar tujuannya berhasil. Sumardjo (1999) dan Slamet (2003) memodifikasi pokok-pokok pemikiran strategi penyuluhan pembangunan untuk peningkatan kapasitas petani sebagai berikut:

Tabel 2 Pokok-pokok pemikiran strategi penyuluhan pembangunan untuk peningkatan kapasitas petani.

Aspek Prinsip dan strategi

Model Petani sebagai subjek

Bottom up lateral Falsafah pembelajaran

Penyuluh Profesional (compenetent, confie dance, commitment)

Sebagai fasilitator, mediator dan pembimbing Demokratis dan egaliter

Klien/Sasaran/Petani Mitra pembelajaran Partisipatif

Sebagai sumber informasi/data Metode dan materi

kebutuhan

Berbasis kepada kebutuhan, pengalaman dan pengembangan IPTEK spesifik

Andragogi, komunikasi interaktif, belajar sambil berbuat

Proses penyuluhan Berkesinambungan

Menggali, menemukan dan mengembangkan IPTEK

Ukuran keberhasilan Tingkat perkembangan kapasitas (harmonisasi antara pengetahuan, keterampilan dan sikap) Meningkatkan jaringan kerja dan kemitraan Peningkatan kesejahteraan

(30)

12

Beberapa indikator dukungan penyuluhan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Peran Penyuluh

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 bahwa penyuluh pertanian adalah perorangan, Warga Negara Indonesia (WNI) dapat berupa PNS, penyuluh swasta dan penyuluh swadaya penyuluh pertanian berkedudukan sebagai pelaksana teknis dan fungsional penyuluhan pertanian pada instansi pemerintah di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Seorang penyuluh pertanian memiliki peran yang harus dijalankan agar proses penyuluhan berjalan dengan efektif. Peran penyuluh juga sangat penting karena melalui penyuluh petani mendapatkan informasi usaha tani yang dibutuhkan. Wulandari (2009) dalam penelitiannya menjelaskan peran penyuluh pertanian PG Tjoekir yaitu sebagai motivator, memelihara hubungan, identifikasi dan diagnosa masalah, transfer teknologi dan menstabilkan perubahan. Yunasaf dan Tsapirin (2011) pada penelitiannya juga menjelaskan bahwa dalam rangka mendorong tumbuhnya peternak yang berdaya, maka dibutuhkan penyuluh yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar peternak. Peran penyuluh dalam memfasilitasi kegiatan pembelajaran dapat dilihat dalam peranannya sebagai pendidik dan fasilitator. Peran penyuluh yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peran penyuluh sebagai fasilitator yaitu memfasilitasi kebutuhan petani seperti informasi usaha tani, mediator yaitu membantu petani untuk menjalin hubungan dengan dinas pertanian atau lembaga pertanian setempat, motivator yaitu memberi dorongan kepada petani untuk berusaha tani dengan baik dan pembimbing yaitu mengajarkan petani mengenai budidaya tanaman perkebunan.

b. Metode Penyuluhan

van Den Ban dan Hawkins (2001) mengungkapkan bahwa metode penyuluhan dapat diartikan sebagai cara-cara yang digunakan pada saat dilakukan penyuluhan, yang bersifat mendidik, membimbing dan menerapkan sehingga dapat mengubah pemahaman, sikap dan perilaku petani agar dapat menolong dirinya sendiri (self help). Metode penyuluhan yang dapat digunakan dalam proses penyuluhan antara lain metode perorangan, kelompok dan massal. Ariani dan Apsari (2011) dalam penelitiannya menjeleskan bahwa agar pelaksanaan penyuluhan dapat mencapai tujuan yang diharapkan jika dilakukan dengan metode yang sesuai dengan karakteristik kelompok sasaran. Metode penyuluhan dapat dikatakan efektif apabila metode tersebut mudah untuk dilaksanakan oleh penyuluh sehingga informasi yang disampaikan dapat dimengerti sasaran penyuluh (Laily et al. 2013).

(31)

13 yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara yang digunakan oleh penyuluh dalam menyampaikan materi penyuluhan. Penilaian metode penyuluhan dalam penelitian ini terkait dengan kejelasan penyuluh dalam menyampaikan informasi usaha tani dalam proses penyuluhan.

c. Materi penyuluhan

Samsudin (1987) menjelaskan bahwa materi penyuluhan adalah segala sesuatu yang disampaikan dalam proses komunikasi yang menyangkut dalam setiap kegiatan penyuluhan. Pada prinsipnya materi penyuluhan pertanian harus dibuat berdasarkan kebutuhan dan kepentingan petani dan pelaku usaha pertanian lainya dengan memperhatikan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya pertanian. Secara umum materi penyuluhan harus memiliki sifat-sifat seperti berhubungan dengan kebutuhan belajar sasaran, dapat digunakan sessuai keadaan nyata, menguntungkan sasaran, mudah dipahami dan praktis untuk diterapkan, sederhana atau tidak berbelit-belit dan cocok denga inovasi terdahulu. Materi penyuluhan dalam penelitian ini adalah hal-hal yang disampaikan penyuluh dalam proses penyuluhan. Penilaian aspek materi ini terkait dengan kesesuaian antara materi penyuluhan dengan kebutuhan petani.

2. Dukungan Kelompok Tani

Mosher (1987) menjelaskan salah satu syarat untuk memperlancar pembangunan pertanian adalah adanya kerja sama kelompok tani sehingga perlu adanya pengorganisasian wadah petani yang berupa kelompok tani. Adanya kelompok tani diharapkan petani bisa saling ketemu dan bermusyawarah secara bersama-sama untuk merencanakan suatu kegiatan. Wujud dari kegiatan kelompok tani bisa dicerminkan adanya pertemuan anggota kelompok secara rutin dan kegiatan gotong royong. Sukadi (2007) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa kelompok tani merupakan kelompok yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi lingkungan, keakraban, yang dipimpin oleh seorang ketua. Fungsi kelompok tani bagi petani adalah sebagai tempat belajar mengajar, bekerja sama dalam satu unit produksi, tempat memperkuat kerjasama dengan petani lainnya dan sebagai tempat berbagi pekerjaan dan mengkoordinasikan pekerjaan.

Nurhayati dan Swastika (2011) menjelaskan bahwa selain peran-peran ini kelompok tani juga memiliki peran lain misalnya dalam penerapan tekonologi baru. Pada umumnya program-program bantuan pemerintah seperti penyaluran pupuk bersudsidi, penyuluhan teknologi pertanian, kredit usaha tani bersubsidi dan program-program lain disalurkan melalui kelompok tani atau gabungan kelompok tani (Gapoktan). Petani yang ingin mendapat teknologi baru dan berbagai program bantuan pemerintah harus menjadi anggota kelompok atau anggota gapoktan. Dengan demikian, peran kelompok tani tidak hanya sebagai media untuk menyalurkan bantuan-bantuan pemerintah, tetapi juga sebagai agen penerapan teknologi baru. Selain itu juga adanya kelompok tani memberikan manfaat bagi petani manfaat seperti adanya penyediaan pupuk subsidi oleh kelompok tani dari pemerintah, mudahnya mendapat informasi dan bantuan dari pemerintah, mendapat pengetahuan dan menjalin kerukunan dengan teman sesama anggota kelompok tani.

(32)

14

Beberapa aspek yang dinilai dari dukungan kelompok tani terkait dengan kapasitas petani ini antara lain fungsi kelompok tani sebagai tempat belajar, sebagai tempat bekerja sama petani dengan petani lainnya, sebagai motivator untuk berusaha tani dengan baik dan membantu petani memecahkan masalah usaha taninya.

3. Dukungan Pemerintah Daerah

Pembangunan yang berorientasi pada masyarakat memberikan kesempatan pada masyarakat untuk turut berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan hingga menikmati hasil pembangunan tersebut. Pembangunan dapat berjalan dengan baik bila adanya koordinasi yang baik antara pemerintah dan segenap masyarakat. Dalam proses inovasi peran pemerintah sangat dominan terutama di dalam proses difusi teknologi. Berbagai proyek, bantuan hibah maupun bentuk bentuk lain mendorong masuknya teknologi mekanisasi pertanian. Hariadi (2005) menjelaskan bahwa peran pemerintah sebagai fasilitator tidak serta merta melepaskan semua urusan kepada masyarakat dalam pembangunan. Hal hal yang sifatnya sangat strategis dan merupakan kepentingan publik tetap menjadi kewajiban pemerintah. Penyuluhan pertanian, pembangunan sarana dan prasarana pertanian dan percepatan pembangunan untuk daerah-daerah yang tertinggal masih perlu mendapatkan porsi bantuan pemerintah.

Menurut Comb dan Mansyur (1985) untuk menciptakan suatu sistem mekanisasi pertanian yang berkelanjutan, maka semua pihak yang terkait dengan mekanisasi pertanian termasuk pemerintah harus memiliki hubungan yang erat dan masing-masing pihak dapat memperoleh manfaat dari mekanisasi pertanian tersebut. Hubungan antar lembaga yang terkait dengan mekanisasi pertanian di Indonesia masih renggang, contohnya, antara petani dengan pemerintah belum terjadi komunikasi yang cukup baik sehingga setiap kebijakan pertanian yang diambil pemerintah, termasuk kebijakan dalam bidang mekanisasi pertanian belum mampu menampung aspirasi dan kepentingan petani. Renggangnya komunikasi anatar pemerintah dan petani ini akan memberikan dampak negatif bagi perkembangan usaha tani petani. Petani tidak mendapatkan informasi yang berguna bagi peningkatan kemampuan usaha taninya dan petani tidak mendapatkan fasilitas yang dibutuhkan dalam usaha taninya.

(33)

15 penilaian dukungan pemerintah yang digunakan terkait dengan pengembangan kapasitas petani ini adalah kecukupan bantuan yang diberikan, kebermanfaatan bantuan, kesesuaian bantuan dengan kebutuhan petani dan ketepatan waktu pemberian bantuan.

4. Dukungan Tokoh Adat

Dalam mencapai keberhasilan usaha tani petani membutuhkan orang lain disekitarnya sebagai pemberi semangat, nasehat dan berbagi informasi. Supriyanto et al. (2011) menjelaskan bahwa petani telah menyatu dengan perangkat desa atau tokoh adat dalam kehidupan desa. Dalam setiap musyawarah dusun, perangkat desa atau tokoh adat senantiasa memfasilitasi dan menyambungkan aspirasi masyarakat ke tingkat yang lebih tinggi. Dalam setiap musyawarah dusun semua warga memiliki hak untuk hadir dan memberikan usulan. Kesepakatan musyawarah dusun yang melibatkan tokoh adat ini misalnya tentang penguasaan lahan, penentuan sikap terhadap pemerintah dan penyatuan pendapat dengan tokoh masyarakat. Keberadaan perangkat desa atau tokoh adat juga memberikan manfaat bagi petani, petani dapat mengamati keberhasilan yang telah dicapai perangkat desa atau tokoh adat serta petani dapat saling bertukar informasi mengenai berbagai hal yang menyangkut usaha taninya.

Indraningsih (2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, peran tokoh adat, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi di dalam diri individu. Sikap yang diperoleh melalui pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap perilaku berikutnya. Azwar (1998) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa seorang individu cenderung memilih sikap searah dengan orang yang dianggap penting seperti orang tua, tokoh masyarakat, ketua adat, anak dan lain-lain. Kecenderungan ini dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang-orang tersebut.

Kerangka Berpikir

(34)

16

proses produksi, kegiatan pemasaran, melakukan manajemen usaha tani, mengatasi masalah dan beradaptasi dengan kondisi sekitar.

Kapasitas yang dimiliki oleh petani perlu dikembangkan secara terus menerus sesuai dengan perkembangan. Pengembangan kapasitas petani bekas buruh tambang ini ditentukan oleh karakteristik internal dan dukungan eksternal. Karakteristik internal yang diduga berhubungan dengan pengembangan kapasitas petani ini meliputi:

1) Umur petani, umur petani akan mempengaruhi petani dalam menjalankan aktivitas karena memiliki hubungan dengan tingkat kematangan, petani yang berusia lanjut berbeda dengan petani yang berusia muda dalam menjalankan aktivitasnya, petani yang berusia muda akan lebih semangat dalam menjalankan usaha taninya sedangkan petani yang berusia lanjut kurang respon terhadap

perubahan yang ada di lingkungannya sehingga kematangan dan

kemampuannya akan lebih rendah dibanding petani usia muda

2) Pendidikan formal, adalah usaha-usaha yang ditempuh seseorang untuk menghasilkan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Pendidikan diduga berhubungan dengan kapasitas petani karena petani yang memiliki tingkat pendidikan formal lebih tinggi akan memiliki kemampuan lebih tinggi dalam berusaha tani sehingga hasil yang diperoleh pun akan lebih tinggi, sedangkanpetani yang memiliki tingkat pendidikan formal rendah akan terbatas dengan kemampuan berusaha tani dan akan mempengaruhi berpengaruh terhadap aktivitas usaha taninya

3) Luas lahan garapan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah luas areal tanam perkebunan yang dimiliki oleh petani. Luas lahan garapan diduga berhubungan dengan kapasitas petani karena luas lahan yang sempit dengan pengolahan yang tradisonal dapat menimbulkan ketimpangan dalam penggunaan teknologi dan penggunaan sumberdaya alam dan lebih jauh akan menimbulkan kemisikinan karena hasil yang diperoleh tidak maksimal. Terbatasnya luas lahan garapan tentu akan mempengaruhi petani dalam aktivitas usaha taninya karena adanya keterbatasan faktor produksi

4) Pengalaman berusaha tani, merupakan sesuatu yang peran dialami seseorang pada waktu tertentu. Pengalaman petani dalam berusaha tani adalah aktivitas yang pernah dijalankan, dialami, dirasakan oleh petani dalam kegiatan berusaha tani. Pengalaman berusaha tani diduga berhubungan dengan kapasitas petani dalam berusaha tani karena petani yang memiliki pengalaman berusaha tani lebih lama akan memiliki kemampuan lebih tinggi, contohnya petani telah memiliki kemampuan lebih mengenai cara pemilihan bibit yang baik, perawatan yang baik, pemanfaatan cara tradisional dan manajemen usaha tani yang baik, sedangkanpetani yang pengalamannya masih baru memiliki kemampuan berusaha taninya belum sebanyak petani yang telah lama menjalankan usaha taninya

5) Pengalaman menjadi penambang, pengalaman menjadi penambang dalam

(35)

17

Dukungan eksternal yang diduga berhubungan dengan pengembangan kapasitas petani antara lain:

1) Dukungan penyuluh, dukungan penyuluh dalam penelitian ini dilihat dari beberapa indikator yaitu peran penyuluh, yaitu fungsi yang harus dijalankan oleh seorang penyuluh dalam menjalankan tugasnya. Peran penyuluh diduga berhubungan dengan kapasitas petani karena dengan adanya penyuluh petani dapat belajar, bertanya, berkonsultasi bersama-sama dengan penyuluh sehingga kemampuan tentang usaha tani akan menjadi lebih baik. Metode penyuluhan yang digunakan, metode penyuluhan memiliki arti cara yang digunakan oleh penyuluh dalam melakukan kegiatan penyuluhan. Metode penyuluhan diduga berhubungan dengan kemampuan petani dalam usaha tani karena metode akan menentukan seberapa besar informasi yang bermanfaat akan diperoleh petani untuk kegiatan usaha taninya. Semakin intensif metode yang digunakan akan semakin banyak informasi usaha tani yang akan diperoleh petani. Selain itu indikator selanjunya yang digunakan adalah materi penyuluhan, materi penyuluhan adalah bahan ajar yang berisikan informasi yang akan disampaikan oleh penyuluh kepada petani. Kesesuaian materi penyuluhan diduga berhubungan dengan kapasitas petani karena apabila materi yang diberikan penyuluh sesuai dengan kebutuhan petani, petani akan mudah merespon materi tersebut sehingga kemampuan petani akan meningkat dan berpengaruh pada kapasitas yang akan mereka gunakan dalam berusaha tani.

2) Peran kelompok tani, peran kelompok tani adalah fungsi dan tugas yang harus dijalankan oleh kelompok tani sebagai suatu kelembagaan yang dibutuhkan petani dalam memfasilitasi kebutuhan mereka. Peran kelompok tani diduga berhubungan dengan kapasitas petani karena adanya dukungan yang diberikan oleh kelompok tani akan memudahkan petani dalam memperoleh sarana produski, akses informasi pasar dan informasi usaha tani. Peran kelompok tani yang diukur dalam penelitian ini meliputi perannya sebagai wahana belajar, wahana meningkatkan kerjasama dan sebagai unit produksi. Apabila tidak ada dukungan dari kelompok tani kemungkinan petani akan sulit untuk mendapatkan kebutuhannya sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuan mereka dalam berusaha tani

3) Dukungan pemerintah daerah, dukungan pemerintah daerah dalam penelitian ini adalah bantuan yang diberikan pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan kemampuan petani dalam berusaha tani. Dukungan pemerintah daerah diduga berhubungan dengan kapasitas petani karena dengan adanya fasilitas atau bantuan yang diberikan pemerintah daerah akan memberikan kemudahan dan juga membangkitkan semangat petani dalam melakukan aktivitas usaha taninya

4) Dukungan tokoh adat, dukungan tokoh adat menandakan adanya keragaman kondisi lingkungan usaha tani petani. Dukungan tokoh adat diduga berpengaruh terhadap kapasitas petani karena apabila tokoh adat yang ada di lingkungan setempat mendukung proses usaha tani memungkinkan dapat membangkitkan semangat petani untuk mengembangkan kapasitasnya dalam melakukan usaha tani.

(36)

18

Keterangan : : hubungan

Gambar 1. Kerangka berpikir kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Karakteristik internal (umur, pendidikan formal, luas lahan garapan, pengalaman berusaha tani dan pengalaman menjadi penambang) berhubungan signifikan dengan kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara.

2. Dukungan eksternal (dukungan penyuluhan, peran kelompok tani, dukungan pemerintah setempat dan dukungan tokoh adat) berhubungan signifikan dengan kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara.

Dukungan eksternal (X2) : (X2.1) Dukungan penyuluhan

(X2.2) Dukungan kelompok tani

(X2.3) Dukungan pemerintah

daerah

(X2.4) Dukungan tokoh adat

Karakteristik internal (X1) : (X1.1)Umur

(X1.2)Pendidikan formal

(X1.3)Luas lahan garapan

(X1.4)Pengalaman berusaha tani

(X1.5)Pengalaman menjadi

penambang Kapasitas petani kakao bekas

penambang batu bara (Y) : (Y1) Proses produksi

(Y2) Proses pemasaran

(Y3) Manajemen usaha tani

(Y4) Memecahkan masalah

(Y5) Beradaptasi dengan

(37)

19

3.

METODE

Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei sebagai pendekatan kuantitatif dan diperdalam dengan metode kualitatif. Muljono (2012) mengatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah riset yang menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, maka desain penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif eksplanasi, yaitu metode yang digunakan untuk menggali, mengungkapkan dan menggambarkan, secara analitis, faktual dan akurat berbagai hal atau aspek yang berkaitan dengan peubah-peubah yang ada di dalam penelitian.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Kota Sawahlunto adalah salah satu kota di Sumatera Barat yang pada awalnya sektor pertambangan batu bara sebagai sektor utama yang dikembangkan di kota ini. Namun, saat ini kegiatan pertambangan di daerah ini telah ditutup yang menyebabkan buruh tambang beralih profesi menjadi petani kakao. Alih profesi ini akan mempengaruhi kapasitas petani dalam melakukan kegiatan usaha taninya.

Jangka waktu penelitian lapangan yang diperlukan dari uji coba, pengumpulan data dan analisis data adalah sekitar tiga bulan, yaitu mulai dari Desember 2014 sampai Februari 2015.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah petani bekas penambang batu bara di Kota Sawahlunto yang membudidayakan kakao. Petani kakao bekas penambang di Kota Sawahlunto tersebar di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Silungkang, Lembah Segar, Barangin, dan Talawi. Jumlah petani kakao bekas penambang tersebut berjumlah 230 orang. Perhitungan jumlah sampel responden dalam penelitian ini menggunakan rumus Yamane dalam Rakhmat (2001) sebagai berikut:

Keterangan:

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

(38)

20

Dengan menggunakan rumus tersebut, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 70 petani. Teknik pengambilan sampel penelitian ini dilakukan secara proporsional acak sederhana (proportional simple random sampling). Pengambilan sampel masing-masing kecamatan mengacu pada pada rumus berikut (Nasir1988):

Keterangan:

ni = jumlah sampel menurut lapisan

n = jumlah sampel seluruhnya

Ni = jumlah populasi menurut lapisan

N = jumlah populasi seluruhnya

Dengan menggunakan penentuan sampel menurut lapisan di atas maka rincian jumlah populasi dan sampel penelitian sebagai berikut.

Tabel 3 Jumlah sebaran data populasi dan sampel penelitian

No Lokasi Penelitian Jumlah populasi

(orang)

Jumlah sampel (orang)

1 Kecamatan Silungkang 60 18

2 Kecamatan Lembah Segar 55 16

3 Kecamatan Barangin 45 14

4 Kecamatan Talawi 70 21

Jumlah 230 70

Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat secara langsung oleh pengumpul data dan diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden. Teknik pengumpulan data primer yang dilakukan adalah dengan membuat kuesioner (daftar pertanyaan), melakukan uji validitas dan reliabilitas, melakukan pengamatan (observasi) langsung di lapangan, wawancara mendalam dan berdiskusi bersama responden. Data sekunder adalah data yang didapat secara tidak langsung oleh pengumpul data, melainkan data yang berasal dari lembaga maupun pustaka. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini, contohnya data produksi kakao per tahun, jumlah petani kakao di Kota Sawahlunto dan data geografis dan demografis Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.

Definisi dan Batasan Operasional

(39)

21 variabel mengenai karakteristik internal petani yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4 Variabel, definisi operasional, cara pengukuran dan kategori karakteristik internal petani

No Variabel Definisi

operasional

2. Dukungan eksternal petani (X2) adalah faktor pendorong yang berasal dari luar diri petani yang keberadaannya berhubungan dengan pengembangan kapasitas petani. Sub variabel dukungan eksternal yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(40)
(41)

23 dalam melakukan budidaya kakao. Indikator kapasitas petani yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 6 Sub variabel , definisi operasional, indikator, cara pengukuran dan kategori kapasitas petani

No Sub

Variabel

Definisi Operasional

Indikator Cara Pengukuran Kategori

(42)
(43)

25

Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk menghitung validitas alat ukur digunakan rumus Pearson Product Moment, yaitu sebagai berikut (Singarimbun dan Effendi 1989).

∑ ∑ ∑

Untuk mengukur valid tidaknya alat ukur maka dibandingkan antara rhitung

dan rtabel dengan kaidah keputusan sebagai berikut:

1. Jika rhitung> rtabel berarti instrumen penelitian valid

2. Jika rhitung< rtabel berarti instrumen penelitian tidak valid

Uji instrumen dilakukan di Kabupaten Sijunjung yaitu dengan mengambil 30 responden, yang terdiri dari 30 responden petani kakao. Berdasarkan hasil analisis uji instrumentasi dapat diketahui bahwa seluruh butir pertanyaan dalam instrumen tergolong dalam kategori valid. Hasil ini terlihat dari nilai r hitung yang berkisar dari 0,364 sampai 0,818 lebih besar daripada r tabel yaitu 0,365 pada taraf nyata lima persen (Lampiran 2).

Uji Reliabilitas

(44)

26

pengukuran dapat dipercaya. Rumus yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini adalah Koefisien Alfa dari (a), yaitu (Singarimbun dan Effendi 1989):

[ ]

Dimana:

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrument atau koefisien alfa

k = banyaknya bulir soal

∑ = jumlah varians bulir

∑ = jumlah varians total

Dari hasil perhitungan reliabilitas, dapat diklasifikasikan tingkat reliablitas instrumen penelitian dengan melihat indeks korelasi sebagai berikut:

1. Antara 0,800-1,000 = sangat reliabel 2. Antara 0,600-0,799 = reliabel

3. Antara 0,400-0,599 = cukup reliabel 4. Antara 0,200-0,399 = agak reliabel 5. Antara 0,199-0,000 = kurang reliebel

Hasil uji coba instrumen menunjukkan bahwa nilai koefisien reabilitas alfa cronbach pada karakteristik internal termasuk ke dalam kategori reliabel, dukungan eksternal termasuk ke dalam kategori relaibel dan kapasitas petani termasuk ke dalam kategori reliabel. Kisaran nilai koefisien reabilitas alfa cronbach yang diperoleh mulai dari 0,704 sampai 0,765. (Lampiran 2)

Analisis Data Penelitian

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik analisis statistik deskriptif dan korelasional.

1. Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara. Analisis statistik deskriptif dilaksanakan melalui beberapa tahapan:

a. Penyajian data variabel X dan Y dengan metode tabulasi

b. Penentuan kecenderungan nilai responden untuk masing-masing variabel yang dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kelas kriteria masing-masing adalah: (1) rendah (2) sedang dan (3) tinggi. Interval kelas ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

(45)

27

2. Analisis korelasional digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik internal dan dukungan eksternal dengan kapasitas petani, rumus yang digunakan sebagai berikut (Siegel 1994).

Keterangan :

rs = Penduga koefisien korelasi. di = Perbedaan setiap pasangan rank . N = Jumlah responden.

Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan menjadi hipotesis statisitik: H1 : pyxi> 0;

H0 : pyxi = 0

Dengan taraf signifikan (p) = 0,05 atau 0,01, diterima tidaknya hipotesis penelitian dilihat dari nilai signifikansi, dengan pengambilan keputusan sebagai berikut:

1. Jika nilai signifikansi lebih kecil dengan nilai probabilitas 0,05 atau 0,01, maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya variabel independent berhubungan

signifikan dengan variabel dependent.

2. Jika nilai signifikansi lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas 0,05 atau 0,01, maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya variabel independent

(46)
(47)

29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Kota Sawahlunto adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Barat yang memiliki luas wilayah 273,45 km2 dan terdiri atas 4 kecamatan 37 kelurahan 27 RW, 64 RT dan 107 dusun. Kecamatan yang terdapat di Kota Sawahlunto antara lain: Silungkang, Lembah Segar, Barangin, dam Talawi. Letak geografis kota ini yaitu antara 00o 33'40' - 00o48'33'' Lintang Selatan dan 100o41' - 100o41'59'' Bujur Timur dan terletak pada ketinggian 280-785 mdpl . Jarak Kota Sawahlunto sekitar 95 km dari Kota Padang. Kota Sawahlunto memiliki batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tanah Datar, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sijunjung, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Solok dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Solok

Secara umum Kota Sawahlunto mempunyai iklim tropis dengan kisaran suhu minimum 22oC dan maksimum 27,5oC. Pada sepanjang tahun, kota ini memiliki dua musim, yaitu musim hujan yang berlangsung dari bulan November sampai Juni dan musim kemarau yang berlangsung dari bulan Juli sampai Oktober. Curah hujan Kota Sawahlunto mencapai rata-rata 1.071,6 mm per tahun dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember.

Jenis tanah di Kota Sawahlunto sebagian besar termasuk dalam kategori podsolik merah kuning, yaitu segolongan tanah yang memiliki profil berwarna merah jingga, teguh, gumpal bersudut, masam, berselaput liat dan kejenuhan basa rendah. Jenis tanah ini dapat dimanfaatkan untuk persawahan dan perkebunan melalui pemupukan yang teratur. Luas penyebaran tanah pertanian di Kota ini sekitar 48 persen dari luas wilayah Kota Sawahlunto. Kedalaman efektif tanah berhubungan erat dengan pertumbuhan tanaman, baik tanaman tahunan maupun tanaman musiman. Kedalaman efektif tanah di Kota Sawahlunto adalah sekitar 90 cm.

Jumlah penduduk Kota Sawahlunto pada Tahun 2014 yaitu 58.972 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 29.205 jiwa dan perempuan sebanyak 29.767 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,56 persen dan sex ratio sebesar 98,11. Sebesar 31,57 persen dari keseluruhan jumlah penduduk di Kota Sawahlunto bekerja di bidang jasa, sedangkan persentase penduduk yang bekerja di bidang pertanian di kota ini adalah 17,75 persen. Kota ini memiliki Indek Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 76,11 (BPS 2014).

Hasil survei Badan Pusat Statistik Tahun 2013 menunjukkan bahwa usaha pertanian di Kota Sawahlunto didominasi oleh usaha jenis rumah tangga. Hal ini ditandai dari besarnya jumlah rumah tangga usaha pertanian di seluruh kecamatan. Jumlah rumah tangga usaha pertanian hasil survei BPS tercatat sebanyak 6.558 rumah tangga, kondisi ini menurun 11,56 persen dari hasil sensus pada tahun 2013 (BPS 2014).

(48)

30

pertanian yaitu sebanyak 2.594 rumah tangga dan Kecamatan Silungkang adalah kecamatan paling sedikit yang memiliki rumah tangga usaha pertanian yaitu 938 rumah tangga. Usaha pertanian lainnya tersebar di dua kecamatan yaitu Kecamatan Barangin dan Lembah Segar.

Potensi tanaman perkebunan seperti kakao dari tahun ke tahun rata-rata mengalami kenaikan. Jumlah produksi tanaman kakao pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 15,25 persen dari tahun sebelumnya, sedangkan produksi kakao pada tahun 2012 tidak mengalami kenaikan jumlah produksi dari tahun sebelumnya (BPS 2014).

Produksi kakao di Provinsi Sumatera Barat pada Tahun 2012 mencapai 69.281 ton, sedangkan produksi kakao di Kota Sawahlunto yaitu 1.967 ton. Angka ini cukup jauh jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Sumatera Barat seperti Kabupaten Agam (7.175 ton), PadangPariaman (12.139 ton), Pasaman (16.483) dan Pasaman Barat (8.742 ton) (BPS 2015). Rendahnya produksi kakao di wilayah ini dikarenakan tanaman tidak dirawat dengan baik, tingginya tingkat serangan hama dan penyakit, kurangnya pemangkasan dan pemupukan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Kota Sawahlunto dalam mendukung pengembangan kakao di antaranya adalah pembagian bibit gratis dari tahun 2009-2013; peningkatan SDM petani perkebunan berupa pelatihan, magang, studi banding, bantuan alat pasca panen berupa kotak fermentasi dan tempat penjemuranserta bantuan pupuk NPK dan Dolomit.

Karakteristik internal Petani Perkebunan

Karakteristik ndividu dalam ilmu penyuluhan merupakan bagian dari ranah perilaku yang dapat membawa individu tersebut ke dalam masyarakat. Karakteristik internal petani kakao bekas penambang yang dimakusd dalam penelitian ini adalah ciri-ciri yang ada di dalam diri petani yang keberadaanya berhubungan dengan pengembangan kapasitas petani. Karakteristik internal petani yang diamati dalam penelitian ini adalah: (1) umur; (2) pendidikan formal; (3) luas lahan garapan; (4) pengalaman berusaha tani dan (5) pengalaman menjadi penambang.

Umur

Umur petani kakao bekas penambang didomnasi oleh golongan umur madya (43–50 tahun) dengan rataan 47,3 tahun (Tabel 7). Penelitian Antara dan Effendy (2009) di Parigi Moutong juga memperlihatkan hal yang sama, rata-rata umur petani perkebunan adalah 46 tahun. Berdasarkan Badan Pusat Statistik umur produktif seseorang untuk bekerja adalah 15–64 tahun, dengan demikian petani perkebunan bekas buruh tambang ini tergolong usia produktif untuk bekerja/berusaha tani.

Gambar

Tabel 1. Definisi Kapasitas
Tabel 1 Lanjutan
Tabel 2 Pokok-pokok pemikiran strategi penyuluhan pembangunan untuk peningkatan kapasitas petani
Gambar 1. Kerangka berpikir kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Artinya persentase keuntungan usahatani Daun Hijau Nursery pada setiap periode tanam dalam 9 periode yang akan datang lebih besar dari suku bunga kredit bank

Instruksional diambil dari bahasa inggris instruction, yang berarti suatu tindakan, suatu kegiatan atau profesi untuk memberikan instruksi.(Free.Dictionary.com) atau

Hasil pengujian menunjukkan tingkat keberhasilan menerima perintah suara dari kondisi yang sudah ditentukan dan pengucapan perintah suara yang memiliki variasi sama dengan

Gambar 4-4 Flowchart Tugas II.A.2 Berdasarkan realisasi program yang telah dibuat akan menghasilkan keluaran pada PORT A yang terhubung pada LED dengan

Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh data langsung dari sumbernya baik mengenai pandangan atau pendapat maupun fenomena yang dilihat dirasakan dan dialami

Hasil analisis kesesuaian wisata pantai untuk kategori rekreasi di wilayah pesisir Pantai Panjang Kota Bengkulu dengan mempertimbangkan semua parameter yang

nyata, manfaat yang tidak nyata dan kepuasan pihak pengurusan dengan penggunaan teknologi maklumat dalam syarikatnya.. Hanya syarikat perkilangan

Oleh karena itu, perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam dan/atau bidang yang berkaitan dengan sumber daya alam diwajibkan untuk