SEMARAK BIDIK MISI PRESTATIF 2016
PENDIDIKAN ALTERNATIF BERBASIS ECO-GRADUAL SEBAGAI UPAYA MEMPERJUANGKAN KEMERDEKAAN PENDIDIKAN
KOMUNITAS ORANG RIMBA DI DESA PEMAYUNGAN KECAMATAN SUMAY KABUPATEN TEBO
TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH
Diusulkan oleh:
Ketua : Soni Afriansyah RSA1C115003/2015 Anggota : Desi Aulia Ulpa A1A114014/2014
Ahmad Rifki A1A115004/2015
UNIVERSITAS JAMBI JAMBI
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul “Pendidikan Alternatif Berbasis Eco-Gradual sebagai Upaya Memperjuangkan Kemerdekaan Pendidikan Komunitas Orang Rimba di Desa Pemayungan Kec. Sumay, Kab. Tebo Taman Nasional Bukit Tigapuluh”. Sholawat dan salam senantiasa terlimpah untuk Nabi Muhammad SAW, Nabi junjungan yang telah membawa perubahan, pencerahan dan rahmat bagi seluruh alam.
Dalam penulisan karya tulis ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, kepada :
1. Prof. Dr. M. Rusdi, selaku Dekan Fakultas FKIP Universitas Jambi. 2. Drs. Abu Bakar, M.Pd selaku Wakil Dekan III FKIP Universitas Jambi. 3. Aulia Sanova,S.T., M.Pd selaku dosen pembimbing penulisan karya tulis. 4. Orangtua, keluarga, dan teman-teman yang selalu memberi dukungan pada
kepada kami.
5. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya penulisan karya tulis ini, yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan dan sangat jauh dari sempurna. Akhirnya kami mohon kritik, saran, dan masukan yang membangun sebagai pedoman kami dalam melangkah ke arah yang lebih baik lagi. Semoga karya tulis ini dapat berguna bagi kita semua.
Jambi, 26 Oktober 2016
Penulis
di Desa Pemayungan Kec. Sumay, Kab. Tebo Taman Nasional Bukit Tigapuluh
1Soni Afriansyah, 2Desi Aulia Ulpa, 3Ahmad Rifki Dosen Pengampu: Aulia Sanova, S.T., M.Pd
Jurusan Pend. Kimia dan Pend. Ekonomi, FKIP, Universitas Jambi, Jambi
ABSTRAK
Indonesia memiliki berbagai keragaman terminologi suku-suku yang
dilatarbelakangi pandangan terhadap kerharmonisan budaya yang dominan. Setelah 71 tahun Indonesia merdeka, masih banyak suku asli yang hidup berdasarkan keaslian budayanya yang mana suku tersebut memiliki jati diri dan norma yang hidup berbeda dari masyarakat umum. Suku minoritas tersebut salah satunya yaitu Suku Anak Dalam atau Orang Rimba atau dikenal dengan Suku Kubu. Namun, ditengah kondisi pada era globalisasi saat ini terjadi dengan ditambah kondisi Indonesia yang mengalami berbagai krisis multidimensi. Hal ini membuat pendidikan tidak merata untuk dikembangkan di daerah terpencil. Seperti halnya yang terdapat di Desa Pemayungan Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Pola pendidikan yang pemerintah terapkan yang disamakan dengan pendekatan mainstrim layaknya sekolah umum tidak dapat diterapkan pada anak-anak Rimba. Dengan hidup yang memencar dalam suatu kelompok-kelompok kecil, akan sangat sulit bagi anak Rimba untuk bisa bergabung dengan sistem pendidikan yang telah pemerintah terapkan tersebut. Oleh sebab itu, penulis melakukan program pendidikan alternatif demi mengoptimalisasikan kebudayaan dan pendidikan di daerah tersebut yaitu dengan cara pendekatan secara gradual. Penerapan pengembangan pendekatan gradual adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan area hutan sebagai media yang paling dekat dan tepat bagi kehidupan orang Rimba. Artinya kita harus hidup dengannya, sebagai perintis dengan cara BTH (Baca Tulis Hitung). Tujuannya untuk memberikan kesempatan pada anak-anak Rimba untuk mendapatkan pendidikan agar nantinya bisa mendapatkan pendidikan jika suatu saat nanti ada yang mau melanjutkan ke sekolah-sekolah umum. Diharapkan dengan pola pendidikan alternatif untuk Komunitas Orang Rimba tersebut, dengan baik dan merata di kalangan kelompok masyarakat adat, mampu menjadikan generasi kedepannya dapat berdaya saing dan mampu hidup layak sesuai adat, budaya dan keinginan mereka sehingga dapat tercapainya Indonesia yang sejahtera.
Kata Kunci: Pendidikan alternatif, Pendekatan Gradual, Komunitas Orang Rimba, Indonesia Sejahtera
Halaman Pengesahan ... ii
Kata Pengantar ... iii
Abstrak ... iv
Daftar Isi ... v
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 2
1.4 Batasan Masalah ... 2
Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Pendidikan Alternatif 2.1.1 Definisi Pendidikan ... 3
2.1.2 Definisi Alternatif ... 3
2.1.3 Konsep Pendidikan Alternatif ... 3
2.1.4 Tujuan Pendidikan Alternatif ... 4
2.2 Eco-Gradual ... 5
2.3 Orang Rimba ... 5
2.4 Letak Geografis Desa Pemayungan, Sumay, Tebo TNBT ... 6
Bab III Metode Penulisan 3.1 Metode Penulisan ... 8
3.1.1 Analisis Data Kualitatif ... 8
3.1.2 Teknik Studi Pustaka ... 8
3.1.3 Metode Analisis Data ... 8
3.2 Kebutuhan yang diperlukan untuk mendukung penilaian alternatif berbasis Eco-Gradual ... 9
3.3 Skema Konsep Pembelajaran berbasis Eco-Gradual ... 9
Bab IV Hasil dan Pembahasan ... 10
Bab V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan ... 15
5.2 Saran ... 15
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara majemuk yang memiliki berbagai suku bangsa yang tersebar di berbagai daerah. Walaupun telah 71 tahun merdeka, masih terdapat Suku Asli yang hidup berdasarkan keaslian budayanya yaitu sebagai suku yang memiliki jati diri dan norma hidup yang berbeda dari masyarakat umum lainnya. Di Indonesia, hak suku-suku asli telah diakui terdapat pada pasal 18 UUD 1945 tentang Pemerintah Daerah “hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”. Selain itu, Pada tanggal 13 September 2007 Pemerintah Indonesia juga ikut menandatangani deklarasi United Nation Declaration on The
Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) yang mengamanatkan bahwa Masyarakat
Adat memiliki hak yang sama terkait penghidupan, pendidikan, mempertahankan identitas, dan bebas dari segala bentuk diskriminasi.
Masyarakat Adat merupakan bagian dari Komunitas Adat Terpencil yang pada hakikatnya, kehidupannya berada di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Terpencil). Tak jarang hak memperoleh pendidikan kurang terjamah di daerah tersebut, salah satunya ada pada Komunitas Orang Rimba atau Suku Anak Dalam. Suku Anak Dalam atau Orang Rimba atau biasa dikenal dengan Suku Kubu merupakan suku asli minoritas melayu yang hidupnya di Pulau Sumatra, tepatnya pedalaman Provinsi Jambi. Komunitas Orang Rimba tersebut salah satunya berada di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Desa Pemayungan Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Hal ini dilansir berdasarkan data yang dihimpun dari KKI Warsi bahwa di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), Orang Rimba yang mendiami wilayah tersebut kehilangan hak dasarnya untuk memperoleh pendidikan, karena sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah belum mengakomodir pada Komunitas Orang Rimba tersebut.
atau kesempatan yang mana memiliki kesetaraan hidup yang sama dalam artian pendidikan, kehidupan, kesehatan dan keseimbangan dalam taraf ekonomi. Dalam hal ini, diperlukan beberapa upaya agar dapat memperjuangkan kemerdekaan pendidikan bagi Komunitas Orang Rimba dan pengoptimalisasian sumber daya alam di kawasan Taman Nasional tersebut. Dalam hal ini sebagai suatu kegiatan pengajaran yang memerlukan pola pengembangan pendekatan yang nantinya dapat diterima di Komunitas Orang Rimba tersebut.
Oleh sebab itu, pendekatan tersebut penulis terapkan dalam pendidikan alternatif berbasis pendekatan gradual guna memperjuangkan kemerdekaan pendidikan bagi Komunitas Orang Rimba, dimana sebagai media pembelajaran pada pendekatan tersebut adalah area hutan sebagai tempat hidupnya Orang Rimba. 1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah bagaimana proses pendidikan alternatif berbasis pendekatan gradual guna memperjuangkan kemerdekaan pendidikan bagi Komunitas Orang Rimba di Desa Pemayungan Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Dapat mengembangkan kreatifitas dan inovasi dalam segi pemikiran dan tindakan khususnya dalam bidang pendidikan.
2. Bagi Pendidik dan Masyarakat Rimba
Dapat mempermudah proses pembelajaran bagi guru dan siswa di Komunitas Orang Rimba dengan konsep pembelajaran berbasis lingkungan. 3. Bagi Pemerintah
Membantu pemerintah untuk memecahkan permasalahan keterbelakangan pendidikan pada Komunitas Adat Terpencil dan dapat mewujudkan Indonesia yang sejahtera.
1.4 Batasan Masalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan Alternatif
2.1.1Definisi Pendidikan
Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi –potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani). Pendidikan juga berarti lembaga yang bertanggungjawab menetapkan cita – cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan. Lembaga – lembaga ini meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat (Ihsan Fuad, 2005). Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan permintaan dalam kehidupan anak-anak. Intinya adalah bahwa pendidikan mengarah semua kekuatan yang ada di alam agar peserta didik sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan yang tinggi dan kebahagiaan hidup. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan sebagai proses pengembangan seorang individu dengan tujuan dapat membentuk sikap dan perilaku yang berguna untuk masyarakat. Proses tersebut bisa dipengaruhi oleh lingkungan yang nantinya dapat mencapai keterampilan sosial dan dapat mengembangkan kepribadiannya.
2.1.2Definisi Alternatif
Alternatif adalah satu dari dua atau lebih cara untuk mencapai tujuan atau akhir yang sama. Alternatif tidak harus menjadi pengganti dekat untuk pilihan pertama (atau alternatif lain), atau harus memecahkan masalah dengan cara tertentu. Arti kata alternatif sendiri berarti suatu pilihan sebagai solusi dari permasalahan atas kebijakan yang diterapkan kurang memenuhi untuk tercapainya tujuan.
2.1.3Konsep Pendidikan Alternatif
individual; 2) memberikan perhatian lebih besar kepada peserta didik, orangtua/keluarga, dan pendidik; 3) dikembangkan berdasarkan minat dan pengalaman. Menurut Dewantara (1964), terdapat 3 tri pusat pendidikan Dewantara mengartikan pendidikan secara luas yang meliputi tri pusat pendidikan, yaitu pendidikan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Ke tiga lingkungan itu harus berkembang secara selaras, serasi dan berimbang, sehingga memungkinkan anak dapat berkembang secara utuh. Oleh sebab itu, pendidikan lingkungan merupakan solusi alternatif untuk memenuhi kebutuhan pendidikan sesuai dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan. Dengan demikian, pendidikan alternatif merupakan unsur imperatif dalam masyarakat madani, dan karena itu perlu terus dikembangkan dan dibina dalam usaha reformasi demi pembangunan pendidikan.
2.1.4Tujuan Pendidikan Alternatif
2.2 Eco – Gradual
Ecogradual merupakan gabungan dari dua kata Eco dan Gradual. Eco
berarti lingkungan. Sedangkan menurut KBBI arti dari Gradual adalah tahapan. Dengan demikian ecogradual berarti tahapan yang terjadi pada lingkungan. Tahapan yang terjadi pada lingkungan itu dapat berupa tahapan sosial, ekonomi, kebudayaan, sains dan lain-lain. Dengan demikian ecogradual dapat menyesuaikan dengan seluruh ilmu pengetahuan yang berada di masyarakat. Menurut Ralph W. Tyler, aspek yang dilakukan dalam eco-gradual adalah menentukan pola yang sederhana dengan komponen-komponen pada setiap pembelajarannya menggunakan strategi ekspositori disertai dengan menggunakan pendekatan klasikal.
Adapun yang dilakukan dalam penerapan eco-gradual adalah melalui Program BTH, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan Orang Rimba. Orang Rimba diajarkan baca tulis hitung dengan tujuan dapat menyelesaikan persoalan dalam kehidupan mereka. Program BTH ini tentunya diharapkan mampu membantu Orang Rimba dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial budaya Orang Rimba. Hal itu disebabkan program ini dapat menjadi jembatan bagi Orang Rimba dengan masyarakat luar. Orang Rimba harus memiliki bekal kemampuan dan pengetahuan yang cukup tentang 'dunia luar' dan tentang bagaimana mereka bisa hidup saat hutan tak bisa lagi dijadikan sandaran hidup. Dengan menularkan pendidikan baca tulis dan berhitung ke segenap kelompok Orang Rimba, maka mereka dapat memperjuangkan kepentingan minoritas mereka dari ketidakadilan masyarakat luar.
2.3 Orang Rimba
Terpencil di Taman Nasional Bukit Duabelas. Menurut M.Nurdin Zuhdi (2013: 5), orang rimba sudah ada sejak berabad-abad, jauh sebelum penjajahan Belanda datang ke Nusantara. Orang rimba merupakan keturunan dari kerajaan-kerajaan yang dulu pernah ada di Indonesia, seperti kerajaan Sriwijaya yang selama ini diyakini berada di sekitar Palembang dan Jambi, Sumatra. Menurutnya, orang rimba dahulu merupakan rakyat dari sebuah kerajaan yang memberontak. Kemudian mereka diperangi sehingga mereka melarikan diri dan bersembunyi di dalam hutan. Karena sudah lamanya mereka sembunyi dan hidup di hutan rimba, mereka lama kelamaan betah dan terbiasa hidup di hutan rimba dan jadilah orang rimba. Sejak saat itulah orang rimba ada sampai sekarang. Hal ini menunjukan jati diri mereka sebagai etnis yang mengembangkan kebudayaan yang tidak bisa lepas dari hutan. Dewasa ini, kebiasaan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba telah berubah dari nomaden ke lebih menetap dalam hidupnya. Walaupun, kebiasaanya dalam berburu, meramu, dan menangkap ikan di sungai masih menjadi tradisi dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut kalangan ahli sejarah, Suku Anak Dalam adalah salah satu suku tertua yang ada di daerah Jambi, karena mereka telah menetap sejak nenek moyangnya ratusan tahun yang lalu. Secara umum suku anak dalam hidup dalam budaya berburu dan meramu, mereka sangat terampil berburu dengan menggunakan alal tradisional seperti tombak, kujur, dan anak panah. 2.4 Letak Geografis Desa Pemayungan Kec. Sumay, Kab. Tebo Taman
Nasional Bukit Tigapuluh
734 meter dpl. Lokasi TNBT adalah lokasi tempat tinggal "Orang Rimba/Anak Rimba/Suku Anak Dalam/Suku Kubu" dan orang "Suku Talang Mamak" serta "Suku Melayu Tua". Satu kelompok Suku Talang Mamak berada di Kecamatan Sumai, Kabupaten Tebo, Jambi. Mereka percaya akan perlunya keseimbangan alam untuk kehidupan, sehingga mereka menjaga alam TNBT dengan sebaik-baiknya. Untuk mencapai lokasi TNBT dapat dilakukan dari Pekanbaru menuju Siberida - Rengat di Kabupaten Indragiri Hulu sejauh kurang lebih 285 km sekitar 4-5 jam perjalanan kendaraan roda 4. Dari Siberida dapat masuk ke lokasi TNBT melalui jalan bekas HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Desa Pemayungan merupakan salah satu desa dari kecamatan Sumay Kabupaten Tebo. Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Riau, Selatan berbatasan dengan desa Semambu, sebelah Barat berbatasan dengan desa Balai Rajo kecamatan Tujuh Kota Kota Ilir, Tebo dan sebelah Timur berbatasan dengan Taman Nasional Bukit 30. Jarak dengan ibu kota kecamatan di Teluk Singkawang sekitar 55 km yang dapat di tempuh dengan kendaraan roda dua selama + 2 jam dan jarak dengan ibu kota kabupaten Muara Tebo sekitar 75 km yang dapat di tempuh dengan kendaraan roda sekitar 5 jam dengan kondisi jalan tanah berbatu. Topografi perbukitan dengan ketinggian antara 100 – 500 mdpl.
BAB III
METODE PENULISAN
Penulis melakukan pengumpulan data dari berbagai sumber, yaitu literatur serta data-data akurat yang diperoleh dari media cetak dan elektronik. Penulis mendapatkan informasi yang diperlukan melalui berbagai metode diantaranya:
3.1 Metode
3.3.1Analisis Data Kualitatif
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini dengan menggunakan metode analisis data kualitatif. Matthew dan Michael (1992:1) menjelaskan bahwa data kualitatif merupakan sumber data deskripsi yang luas dan berlandaskan kokoh, data-data yang diperoleh penulis dari berbagai sumber dalam karya tulis ini, kemudian dideskripsikan dalam penjelasan ide berupa “Pendidikan Alternatif Berbasis Sistem Pendekatan Eco-Gradual sebagai Upaya Untuk Memperjuangkan Kemerdekaan Pendidikan Komunitas Orang Rimba di Desa Pemayungan, Kec. Sumay, Kab. Tebo, Jambi”.
3.3.2Teknik Studi Pustaka
Penulisan karya tulis ilmiah ini didasarkan pada analisis data dan fakta yang penulis ambil dari beberapa sumber yang relevan terhadap pokok pembahasan. Pada metode ini, penulis banyak membaca literatur-literatur yang berhubungan dengan Pendidikan Alternatif Berbasis Sistem Pendekatan Gradual.
3.3.3Metode Analisis Data
3.2 Kebutuhan yang Diperlukan Untuk Mendukung Pendidikan Alternatif Berbasis Eco-Gradual
Beberapa kebutuhan yang harus dilengkapi dalam Pendidikan Alternatif Berbasis Eco-Gradual ini, yaitu :
3.3 Skema Konsep Pembelajaran Berbasis Eco-Gradual
No Kebutuhan Deskripsi / Fungsi 1 Buku Panduan
Pendidikan Alternatif
Media cetak seperti gambar dan tulisan lainnnya yang berfungsi sebagai panduan untuk proses belajar mengajar guru dan siswa
2 Kamera Alat yang digunakan untuk merekam/mengambil gambar untuk mendokumentasikan hasil pengamatan di lapangan.
3 Alat tulis Alat tulis yang digunakan untuk mencatat hasil pengamatan dan menjelaskan materi pada papan tulis.
4 Guru dan Siswa Guru dan siswa pada media pembelajaran ini berperan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar menggunakan Pendidikan Alternatif Berbasis “Sistem Pendekatan Eco-Gradual” dalam penyampaian dan penerimaan materi pelajaran oleh siswa yang diberikan oleh gurunya.
Guru menerapkan konsep kepada siswa
Buku Panduan Pembelajaran Pendidikan Alternatif
Siswa Pembelajaran Gradual di Lapangan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendidikan sangat penting peranannya untuk berkontribusi dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia, pengusaan teknologi informasi, dan pertumbuhan ekonomi menuju kesejahteraan di suatu Negara. Pendidikan merupakan kunci untuk mengubah kehidupan dan bahkan dapat merubah dunia (Nelson Mandela). Dengan berpendidikan, kesejahteraan masyarakat dapat terwujud serta dapat mengatasi berbagai persoalan-persoalan yang dianggap kritis. Oleh karena itu, pembangunan di bidang pendidikan sangat di prioritaskan demi membangun suatu Negara yang sejahtera, mandiri, maju, adil, makmur dan dapat berdaya saing tinggi.
Oleh karena itu, salah satu cita-cita yang ingin diwujudkan setelah Indonesia merdeka yaitu seperti halnya yang tertuang dalam rumusan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga, berbagai upaya pun dilakukan oleh pemerintah demi mewujudkan cita-cita tersebut. Dengan sistem pendidikan sebagai keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait untuk mencapai suatu tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 tahun 2003). Oleh karena itu, salah satu jenisnya melalui jalur pendidikan pada pendidikan non-formal sebagai upaya untuk memperjuangkan kemerdekaan di bidang pendidikan.
Dalam hal ini, perlu upaya advokasi di bidang pendidikan sebagai alternatif agar tidak ada dirugikan satu sama lain. Melalui kegiatan pendidikan yang berbasis pada pendekatan eco-gradual yang mana area hutan sebagai media pembelajarannya. Karena hutanlah, media yang paling dekat dan tepat bagi kehidupan Orang Rimba. Selama ini, hutanlah tempat tinggal mereka yang sebelumnya pemerintah telah menetapkan bahwa area hutan merupakan kawasan hutan lindung yang menjadi tempat pusat kegiatan kehidupan Orang Rimba.
Berdasarkan program pilot proyek yang dimulai sejak 1998 oleh Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, dalam kegiatan pemberdayaannya terhadap Komunitas Orang Rimba yaitu mengenai program pendidikan dasar baca, tulis hitung sebagai perintis perkembangan dunia pendidikan pertama kalinya bagi anak-anak Rimba yang berada di Taman Nasional Bukit Dua Belas seperti layaknya Butet Manurung pendiri Sokola Rimba, Yusak Andrian Hutapea (alm) perintis pendekatan pendidikan di Komunitas Orang Rimba.
Menurut pengalaman Yusak Andrian Hutapea (alm) bahwa pada awalnya sebagian besar Orang Rimba menolak pendidikan dengan alasan takut akan mengubah adat budaya mereka. Penolakan Orang Rimba lebih disebabkan karena budaya Orang Rimba yang menganut paham berkebalikan dengan masyarakat Melayu (Sukmareni, 14:2013). Namun, seiring berkembangnya zaman akhirnya mereka menyadari betapa pentingnya pendidikan untuk saat ini. Karena selama ini, mereka sering dirugikan seperti sering disuruh cap jempol dengan disodorkan kertas yang tidak tahu artinya, kemudian diberi imbalan berupa handphone, sepeda motor. Pada akhirnya, hak atas hidup di hutan tersebut semakin terisolir. Terkait dengan hal tersebut, penulis melakukan wawancara pada salah satu anak Rimba di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh Desa Pemayungan bahwa anak tersebut ingin sekali merasakan sekolah. Namun, takut akan ancaman dari pihak luar yang selalu menakuti-nakuti mereka apabila kelak mendapatkan pendidikan.
dengan kondisi lingkungan Orang Rimba, tidak berbatas waktu dan ruang tertentu. Dengan metode ini, ratusan Orang Rimba yang terbebas dari buta aksara. Bagi yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan formal, difasilitasi ke sekolah lanjutan, kini tercatat ada anak rimba yang sudah duduk di bangku kuliah dan sekolah menengah.
Oleh karena itu, dengan membidik pendidikan alternatif baca, tulis, hitung (BTH) dengan tujuan agar anak-anak Rimba memiliki kemampuan dasar baca tulis hitung, dengan tidak lain agar mereka nantinya dapat membela diri dan dapat memperjuangkan haknya serta kepentingan minoritasnya dari pihak-pihak eksternal. Karena program tersebut sebagai syarat penting bagi Orang Rimba untuk dapat memiliki kemampuan alternatif sehingga dapat mengakses sistem pendidikan. Hal ini perlu diasumsikan sebagai pilar utama agar dalam kegiatan program Baca Tulis Hitung (BTH) dapat diterapkan pula untuk Komunitas Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Dimana masih hidup dalam kemarginalannya. Sehingga, kehidupan mereka semakin sulit akibat dari lahan yang makin terbatas dan tidak terintregrasi dalam kehidupan yang global. Posisi ini membuat orang rimba lemah dalam berbagai sisi, ekonomi, sosial, budaya dan politik.
Metode yang dipilih dalam pendidikan alternatif yang mana pendidikan tersebut diterapkan sejalan dengan sistem pendidikan khas Orang Rimba. Melalui proses pembelajaran pada media gambar maupun tulisan-tulisan yang disebar di berbagai batang-batang pohon, hal ini menjadi daya tarik pada anak-anak Rimba itu sendiri. Selain itu, metode alternatif lainnya seperti halnya yang diterapkan pada pendidikan anak usia dini yaitu belajar dan bermain sesuai dengan adat-budaya mereka serta mengaitkannya dengan alam sekitar. Apabila dalam belajar, anak-anak rimba tersebut mulai merasakan jenuh direhat sebentar dengan cara mencari ikan di sungai. Dan jika sudah bersemangat kembali, maka proses belajarnya dilanjutkan kembali. Jadi, belajar yang diusahakan tidak hanya sebagai kegiatan menambah pengetahuan namun juga memberikan suasana yang menyenangkan dan gembira.
yang mana harus ikut belangun bersama dalam kurun waktu tertentu dapat mengubah pola pikir mereka agar kelak dapat melanjutkan ke pendidikan formal.
Sistem yang praktis tersebut agar aspek pmbelajarannya dapat disesuikan dengan kondisi dan tuntutan kebutuhan Orang Rimba. Jadi, dalam prosesnya lebih banyak dibentuk dan diwarnai oleh Orang Rimba sendiri. Adapun, tujuan yang televan diadakannya pendidikan alternatif ini yaitu apabila dilihat dari aspek jangka pendek harapannya agar mengetahui kemampuan dasar (baca tulis dan hitung) pada semua anak-anak Rimba. Kemudian, dalam jangka panjangnya diharapkan dengan adanya kemampuan tersebut Orang Rimba dapat membela dan memperjuangkan hak-hak dan kepentingan minoritasnya terhadap dunia luar dan masyarakat sekitar.
Menurut Jaharul Maknun, seorang fasilitator pendidikan Warsi mengatakan bahwa melalui pola pendidikan tersebut dapat menjadi minat anak-anak untuk bersekolah tinggi dan tentunya tidak hanya bisa membaca, menulis dan berhitung. Namun, ada juga sejumlah anak Rimba yang sudah bisa melanjutkan ke sekolah umum lainnya seperti Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan bahkan keperguruan tinggi.
Atas dasar tersebut, sebagai langkah awal demi memperjuangkan kemerdekaan pendidikan di Komunitas Orang Rimba, Yayasan PKHS berkoordinasi dengan beberapa pihak terkait seperti Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Camat Batang Gansal, Kepala Desa Rantau Langsat serta tokoh adat setempat untuk melaksanakan kegiatan pendidikan membaca, menulis dan berhitung mulai dilaksanakan pada tanggal 5 Januari 2004. Kemudian diberi nama “SANGGAR BELAJAR DATAI”, berpusat di Desa Rantau Langsat. Hal ini dapat terlihat jumlah murid yang sangat sifgnifikan bagi Komunitas Orang Rimba di TNBT terhadap minat anak-anak Rimba dalam mengikuti pelajaran baca tulis hitung (BTH).
Jumlah Murid Anak Rimba di TNBT selama periode 5 Januari 2004 – Desember 2005
Laki-laki Perempuan Total
58 25 82
Dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak-anak Rimba, pola pikir yang sudah mau maju agar tidak tertinggal dari yang sebelumnya. Hal ini dapat membuat semangat dalam memperoleh pendidikan yang sangat diharapkan agar kelak tidak ada lagi tindakan-tindakan diskriminasi terhadap komunitas mereka. Karena selama ini, jauh dari rasa tahu akan baca tulis hitung sehingga semerta-merta dapat di tipu daya oleh pihak luar. Dalam artian akibat keliterasian mereka, membuat Komunitas Orang Rimba terkepung di hutan yang selama ini menjadi mata pencahariannya.
Oleh sebab itu, melalui pendidikan tersebut yang pada hakikatnya bahwa pendidikan sangat berperan dalam membantu Suku Anak Dalam untuk memahami persoalan hidup, mampu berpikir mandiri, kreatif menciptakan peluang usaha dan peka terhadap tuntutan kemajuan zaman, serta dengan kasatmata saja dapat melihat bahwa di kantong-kantong pemukiman Suku Anak Dalam masih terlihat lemahnya kemampuan kritis masyarakat dan kurangnya jumlah kaum terdidik di kalangan komunitas tersebut.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Dalam menempatkan fasilitas belajar sebagai kawasan Taman Nasional yang mana dijadikan lokasi tempat mereka hidup dan sekaligus dapat dijadikan pembangunan pikiran sebagai penentu kemajuan dalam menghadapi persoalan-persoalan sosial. Karena Komunitas Orang Rimba kerap dan sering mengalami depresi mental dan kerap terjadi konflik akibat adanya kerusakan hutan dan pengaruh luar.
Oleh sebab itu, baik sadar maupun tidak sadar Komunitas Orang Rimba memang harus berubah guna menghadapi persaingan era globalisasi agar dapat membentuk komunitas yang unggul dan berdaya saing tinggi. Perubahan itu harus dimulai dengan perubahan gradual. Dalam artian, perubahan tersebut tidak serta merta radikal, karena selama ini hutanlah tempat mereka hidup. Sehingga, dalam proses pembelajaran gradual ini media area hutan sebagai solusi yang tepat agar anak-anak Rimba dapat memahami cara Baca Tulis Hitung (BTH).
Hal ini dapat dijadikan parameter guna membangun dan membuka mata mereka untuk mengetahui dunia luar yang berperadaban modern. Selain daripada itu, dengan sistem yang berbasis pada cara Baca Tulis Hitung (BTH) anak-anak Rimba dapat memiliki daya tarik dalam mengembangkan potensi kemarginalannya. Oleh sebab itu, demi tercapainya tujuan untuk kemerdekaan pendidikan di Komunitas Orang Rimba tersebut proses pendekatan eco-gradual yang berbasis pada cara Baca Tulis Hitung (BTH) sebagai cerminan ke depannya agar anak-anak Rimba dapat melanjutkan pendidikannya ke sekolah-sekolah formal umum lainnya. 5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, Robert, dkk. 2010. Catatan Pendampingan: Orang Rimba Menantang Zaman Komunitas Konservasi Indonesia WARSI. ISBN: 978-602-96339-0-0, KKI Warsi
Cindo. Morena. 2010. Bilingual Suku Anak Dalam. Jilid/Vol. 2. Jakarta: CV. Ghina Walafafa
Jauhari, Budhi Vrihaspathi & Arislan Said. 2012. Jejak Peradaban Suku Anak Dalam: Perjalanan Upaya Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat Pedalaman Jambi. Dinas Pariwisata & Kebudayaan, Jambi
Kurniawan, Iwan. 2012. Agroekosistem Desa Pemayungan. Frankfurt Zoological Society – FZS JAMBI
Kurniawan, Diki, dkk. 2014. Buletin Alam Sumatera: Pendidikan Bagi Masyarakat Adat. Ed. Oktober 2014. ISSN-0216-4698, KKI Warsi
Miarso, Yusufhadi. 2011. Pendidikan Alternatif: Sebuah Agenda Reformasi. Modul Buku Pendidikan Alternatif, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Nori, Hilda. 2011. Program Baca, Tulis dan Hitung (BTH) Sebagai Salah Satu Bentuk Akulturasi dalam Kehidupan Sosial Budaya Orang Rimba yang Berubah (Studi Kasus: Orang RImba Kedundung Muda-TNBD, Jambi). Diploma Thesis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Universitas Andalas
Saleh, Syamsudhuha. 2014. Agama, Kepercayaan, dan Kelestarian Lingkungan Studi Terhadap Gaya Hidup Orang Rimba Menjaga Lingkungan di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD)-Jambi. Dalam jurnal Kawistara, Vol. 4. No. 3: 225-330
Sukmareni, Hermayulis. 2013. Rekam Jejak Sang Sahabat: Yusak Andrian Hutapea Pahlawan Pendidikan Orang Rimba. ISBN 978-602-96339-2-4, KKI Warsi
Utami, dkk. 2005. Alam Sumatera. Ed. 2/th. IV. Laporan Utama Balada Orang Pedalaman: KKI Warsi, Jambi
Wulandari, Lucky Ayu. 2009. Konservasi Hutan Taman Nasional Bukit-12 menjadi Media Pendekatan Gradual terhadap Upaya Pengubahan Pola Hidup Suku Anak Dalam (Suku Kubu) Jambi. Skripsi: FKIP Pendidikan Bahasa Inggris
______ Pemberdayaan Bagi Masyarakat Pedalaman di TNBT. Yayasan PKHS
LAMPIRAN
1. Soni Afriansyah
2. Desi Aulia Ulpa