• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Kemasan Transportasi Buah Jambu Air (Syzygium aqueum (Burm.f.) Alston) cv Camplong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Kemasan Transportasi Buah Jambu Air (Syzygium aqueum (Burm.f.) Alston) cv Camplong"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman judul

PERANCANGAN KEMASAN TRANSPORTASI BUAH

JAMBU AIR (

Syzygium aqueum (Burm.f.) Alston

)

cv CAMPLONG

ISWAHYUDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perancangan Kemasan Transportasi Buah Jambu Air (Syzygium aqueum (Burm.f.) Alston) cv Camplong adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ISWAHYUDI. Perancangan Kemasan Transportasi Buah Jambu Air (Syzygium aqueum (Burm.f.) Alston) cv Camplong. Dibimbing oleh EMMY DARMAWATI dan SUTRISNO.

Jambu air cv Camplong merupakan salah satu buah unggulan Jawa Timur berasal dari Madura, bernilai ekonomis tinggi dan dibutuhkan dalam bentuk segar. Jambu air cv Camplong termasuk komoditas mudah rusak dan memiliki umur simpan yang pendek serta rentan terhadap benturan dan gesekan pada saat transportasi. Teknologi pengemasan saat transportasi menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kesegaran produk pada saat didistribusikan sampai ke tangan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk merancang kemasan sekunder untuk transportasi dan menentukan jenis kemasan primer yang tepat untuk mempertahankan kualitas buah.

Bahan yang digunakan adalah karton bergelombang tipe flute BC untuk kemasan dan flute A untuk partisi, buah jambu air cv Camplong dengan berat 90-110 g, berdiameter 60 mm dan tinggi 55 mm berasal dari Desa Tadden, Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Pertama perancangan kemasan dilakukan dengan memperhatikan sifat fisik, sifat mekanis buah, serta efisiensi ruang angkut (bak / kontainer). Perancangan kemasan sekunder yaitu menentukan dimensi, model, efisiensi dan membuat kemasan. Tahap kedua adalah melakukan pengujian terhadap kemasan yang telah dirancang, yaitu pengujian kekuatan tekan. Tahap ketiga adalah dilakukan transportasi terhadap jambu air cv Camplong dengan kemasan pengisi (primer) yaitu net foam dan kertas. Pascatransportasi dilakukan pengamatan kerusakan buah secara visual, kemudian buah disimpan pada suhu ruang ± 27ºC. Selama penyimpanan, dilakukan pengamatan setiap hari untuk melihat warna, kekerasan, total padatan terlarut dan buah busuk sebagai parameter mutu.

Rancangan kemasan (berpartisi dan tidak berpartisi) yang dihasilkan berdimensi 357x217x216 mm, dengan kapasitas 45 buah setara 4.5 kg untuk kemasan berpartisi dan 69 buah setara 7 kg untuk kemasan tanpa partisi. Kekuatan kemasan dalam menahan tekanan yaitu 258.59 kgf (kemasan tidak berpartisi) dan 401.92 kgf (kemasan berpartisi). Pascatransportasi, buah yang dikemas dengan kemasan berpartisi menggunakan bahan pengisi net foam memiliki kerusakan mekanis terendah yaitu 5.02 %, sedangkan kerusakan mekanis tertinggi menggunakan kemasan petani yaitu 20.87 %. Hasil analisis statistik menunjukkan, pengaruh kemasan primer (net foam / kertas) berbeda nyata yaitu untuk warna, kekerasan, total padatan terlarut dan jumlah buah busuk selama penyimpanan pasacatransportasi. Kemasan hasil rancangan dapat memberikan keuntungan bersih Rp 300 000 – Rp 600 000 lebih besar dibandingkan dengan kemasan petani, dengan memaksimalkan pengangkutan saat transportasi,

(5)

SUMMARY

ISWAHYUDI. Design of Packaging for Transportation of Jamboo cv Camplong (Syzygium aqueum (Burm.f) Alston). Supervised by EMMY DARMAWATI and SUTRISNO.

Jamboo cv Camplong, called water rose, is one of the East Java’s superior fruits from Madura that have the high economic values and consumed as fresh fruit. It is including most perishable comodities and having short shelf life and also suspectible with impact and friction during transportation. Therefore the packaging technology during transportation becomes a critical point of post-harvest to maintain freshness of products when it is distributed to consumers. The purposes of this research were designing a secondary packaging during transportation and determining the appropriate type of primary packaging to maintain the quality of Jamboo.

Materials in this reasearch were two types of corrugated cardboard (BC flute for packaging and A flute for partition) and jamboo cv camplong (weight 90 - 110 grams, diameter 60 mm and height 55 mm) from the Tadden village, Sampang East Java. The physical and mechanical properties of the fruits, and also the efficiency of the container space were being concerned to decide. The first step of packaging design. Secondary packaging design was done with determined dimensions, models, efficiency and manufacturing steps of packaging. The second step was done with tested of the package that has been designed, esspecially compression strength. For the third steps, the jamboo cv camplong was transported with net foam and paper packing filler (primer). After transportation process, fruits damage were observed visually and stored at room temperature ± 27 ºC. Then the color quality, hardness, total soluble solids, and amount of rotten fruits were observed every day during the time.

Result of the packaging design (partitioned and unpartitioned) was having dimension 57x217x216 mm, with capacity of 45 pieces of fruits (equivalent to 4.5 kg) for partitioned packaging design and 69 pieces of fruits (equivalent to 7 kg) for unpartitioned packaging design. The strength of packaging resulted about 258.59 kgf (partitioned packaging design) and 401.92 kgf (unpartitioned packaging design) for pressure resist. Fruits that were packed with partitioned packing using net foam filler material had lowest mechanical damage (about 5.02 %), while the highest mechanical damage of fruits happened in the farmers packaging design (about 20.87 %) after transportation process. Statistical analysis showed that the influence of the primary packaging net foam / paper was significantly different, there are for color, hardness, total dissolved solids and total rotten fruits during storage after transportation. By using this designed packaging could give a net profit of about IDR 300.000 – 600.000 and it was greater than the conventional farmer’s packaging, by maximizing the container space during transportation.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

PERANCANGAN KEMASAN TRANSPORTASI BUAH

JAMBU AIR (

Syzygium aqueum (Burm.f.) Alston

)

cv CAMPLONG

ISWAHYUDI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Perancangan Kemasan Transportasi Buah Jambu Air (Syzygium aqueum (Burm.f.) Alston) cv Camplong

Nama : Iswahyudi

NIM : F152130161

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Emmy Darmawati, MSi Ketua

Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen

Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 30 Juni 2015

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah pengemasan pangan, dengan judul Perancangan Kemasan Transportasi Buah Jambu Air (Syzygium aqueum (Burm.f.) Alston) cv Camplong.

Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua, Aipda Sudarsono dan Sri Wahyuni I. S.Pd, Ibu Dr Ir Emmy Darmawati dan Bapak Prof Dr Ir Sutrisno selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Lilik Pujantoro sebagai penguji. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Asmawi beserta Ibu Nawiyah selaku pengumpul jambu air cv Camplong, Bintarjo Agus Priyadi S.TP dan Khania Tria Tifani S.TP pendamping perancangan desain, Bapak Sulyaden dan Mas Baskara laboran TPPHP, Ahmad Rosiki S.P, Edy Irawan S.T dan Mohammad Subly, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga besar H.Ismail (Alm) dan Ibrahim, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga saya sampaikan untuk teman-teman seperjuangan TPP 2013 semuanya atas kerjasamanya selama perkuliahan dan penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 METODE 3

Waktu dan Tempat 3

Bahan dan Alat 3

Prosedur Penelitian 3

Pengamatan 10

Rancangan Percobaan 11

Analisis Data 12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Sifat Fisik dan Mekanis Buah Jambu Air 12

Perancangan Kemasan 13

Transportasi 19

Kerusakan Mekanis Pascatransportasi 21

Perubahan Mutu Buah 22

Penerapan Biaya Penggunaan Kemasan Hasil Rancangan 31

4 SIMPULAN DAN SARAN 31

Simpulan 31

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 36

RIWAYAT HIDUP 47

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kegunaan dan cara pengukuran sifat fisik dan mekanis buah jambu air 4

2 Hasil pengukuran sifat fisik buah jambu air camplong 12

3 Hasil uji sifat mekanis buah jambu air camplong 13

4 Dimensi kemasan hasil rancangan 16

5 Ukuran standart ISO palet beberapa Negara 18

6 Ukuran kemasan produk hortikultura 18

DAFTAR GAMBAR

1 Pengukuran sifat fisik buah 4

2 Pengujian sifat mekanis buah jambu air camplong. 4

3 Penentuan dimensi dalam kemasan 5 4 Penentuan dimensi desain 5 5 Penentuan dimensi luar kemasan 6 6 Pengujian kemasan menggunakan UTM INSTRON 7 7 Diagram alir penelitian 9 8 Ilustrasi buah yang melesak 10

9 Buah hasil uji kekuatan tekan maksimum 13

10 Pola penyusunan kemasan pada bak (a) 48 kemasan, (b) 46 kemasan 14

11 Desain kemasan hasil rancangan berpartisi 15

12 Kemasan hasil rancangan 16

13 (a) Pola susunan buah jambu air cv Camplong kemasan partisi (b) Pola susunan buah jambu air cv Camplong kemasan tanpa partisi 17

14 Pengaturan susunan buah dalam kemasan (a) pola petani (jumble); (b) pola susunan; (c) kemasan primer net foam ; (d) kemasan primer kertas; (e) kemasan menggunakan partisi dan kemasan primer net foam ; (f) kemasan menggunakan primer dan kemasan primer kertas 19

15 Grafik blok getaran selama transportasi dari Sampang ke Surabaya 20

16 Gaya saat transportasi 20

17 Persentase rusak mekanis jambu air cv Camplong pascatransportasi 21

18 Kerusakan fisik jambu air camplong 22

19 Persentase busuk buah selama penyimpanan 23

20 Perubahan derajat warna L setelah penyimpanan 25

21 Perubahan derajat warna a setelah penyimpanan 26

22 Perubahan derajat warna b setelah penyimpanan 27

23 Grafik perubahan nilai kekerasan buah jambu air camplong 27

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan dimensi kemasan 36

2 Desain kemasan 37

3 Perhitungan nilai MMI 38

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jambu air cv Camplong merupakan salah satu buah unggulan daerah Jawa Timur sesuai dengan SK Mentan No. 40/Kpts/TP.240/I/97. Sentra produksi buah jambu air cv Camplong terdapat di Kabupaten Sampang Madura, dimana luas areal tanaman jambu jenis camplong ini mencapai 780 hektar dengan jumlah tanaman sekitar 160.000 pohon yang memiliki tiga kali musim panen dalam satu tahun yakni pada bulan Februari, Juni dan Oktober. Produksi jambu air cv Camplong memberikan kontribusi sekitar Rp 9.5 miliar setiap musim panen (Purbiati dan Suryadi 2005). Pangsa pasar jambu air cv Camplong cukup luas, meliputi kota-kota besar yang ada di Indonesia seperti : Surabaya, Sidoarjo, Malang dan Jakarta. Hasil analisis SWOT yang dilakukan oleh Sudiyarto (2011) menunjukkan bahwa pemasaran buah lokal di Jawa Timur, nilai faktor peluang dan kekuatannya lebih tinggi daripada faktor ancaman dan kelemahan.

Penanganan pascapanen yang baik perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan nilai hasil pertanian. Kenyataannya di Indonesia, petani tradisional belum melakukan penanganan pascapanen yang baik karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki. Pasar tradisional di Indonesia masih mendominasi tujuan pemasaran komoditas buah lokal termasuk jambu air cv Camplong. Perbaikan pascapanen pada tingkat petani menjadi sangat penting agar buah lokal dapat bersaing dengan buah-buahan impor yang telah menyerbu pasar tradisional (Siswadi 2007).

Salah satu rantai pascapanen jambu air cv Camplong yang menyumbang kerusakan dan kehilangan cukup tinggi adalah pada proses transportasi. Perlakuan selama transportasi menjadi hal penting yang harus diperhatikan, dimana pengemasan yang baik merupakan salah satu cara yang dapat menekan kerusakan produk selama transportasi.

Buah jambu air cv Camplong memiliki bentuk menyerupai kerucut, kulit yang tipis bertekstur lunak dengan kadar air yang tinggi, sangat mudah mengalami memar terhadap tekanan yang menimpanya. Pengemasan yang tepat dapat mengurangi kerusakan mekanis karena dampak getaran dan beban kompresi pada saat transportasi berlangsung (Pathare dan Opara 2014). Penelitian mengenai kemasan transportasi telah dilakukan pada buah tomat (Sharan et al. 2009), anggur (Ngcobo et al. 2013) dan buah jeruk (Purba dan Haloho 2013).

(16)

2

Perumusan Masalah

Permasalahan yang menjadi pokok utama penelitian ini adalah bagaimana merancang kemasan sekunder berbahan karton gelombang untuk transportasi buah jambu air cv Camplong, dan bagaimana menentukan jenis kemasan primer yang dapat mempertahankan mutu buah jambu air cv Camplong pada saat ditransportasikan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah merancang kemasan sekunder untuk transportasi buah jambu air cv Camplong, menentukan jenis kemasan primer yang tepat untuk mempertahankan kwalitas buah jambu air cv Camplong dan mengkaji kerusakan dan lama simpan buah jambu air cv Camplong pascatransportasi.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kemasan yang dirancang menggunakan partisi mampu memperkecil kerusakan mekanis pada proses transportasi jambu air cv Camplong

2. Penggunaan kemasan pengisi (primer) yang tepat mampu mengurangi kerusakan mekanis dan mempertahankan mutu jambu air cv Camplong pada proses transportasi dan distribusi.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan solusi bagi petani jambu air cv Camplong dalam mengemas buah dengan kemasan tepat untuk memperkecil kerusakan mekanis pada buah dan memberikan nilai tambah bagi petani.

Ruang Lingkup Penelitian

(17)

3

2

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Desember 2014 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Rekayasa Desain Bangunan Kayu, Fakultas Kehutanan, IPB. Penelitian lapang dilakukan di Kabupaten Sampang Madura, pasar tradisional Kembang Surabaya dan pengujian buah setelah proses transportasi dilakukan di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian Universitas Trunojoyo Madura.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan utama dan bahan penunjang. Bahan utama adalah jambu air camplong, kemasan berbahan karton bergelombang tipe flute BC dengan kemasan tipe RSC (Regular Slotted Container), net foam, dan kertas buram. Buah yang digunakan merupakan jambu air cv Camplong kelas I dengan dimensi panjang 55–60 mm, diameter kepala 60-65 mm dan bobot berkisar 90–120 g, berumur 60 hari setelah berbunga yang diperoleh dari kebun petani jambu air cv Camplong di Kec. Camplong Kab. Sampang. Jambu air cv Camplong dipanen sesuai prosedur pemanenan yang benar.

Peralatan yang digunakan terdiri dari timbangan mettler scale PM-4800 untuk mengukur berat, texture analyzer untuk mengukur kekerasan, refractometer N-1 ATAGO untuk mengukur total padatan terlarut, camera DSLR Nikon 5100 untuk mengamati perubahan warna pada saat penyimpanan, penggaris dan jangka sorong untuk mengukur dimensi buah, serta mobil Pick-Up L300 berkapasitas 2540 kg dengan lebar bak 1600 mm dan panjang bak 2425 mm.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri atas lima tahapan, yaitu : 1. Pengukuran sifat fisik dan mekanis buah 2. Perancangan dimensi kemasan yang optimal.

3. Transportasi jambu air cv Camplong menggunakan kemasan hasil rancangan.

4. Pengamatan penurunan mutu selama penyimpanan dalam proses distribusi pasca transportasi.

5. Penerapan biaya penggunaan kemasan

1. Pengukuran sifat fisik dan mekanis buah

(18)

4

Tabel 1 Kegunaan dan cara pengukuran sifat fisik dan mekanis buah jambu air

a. Dimensi jambu air dengan pendekatan bentuk geometri kerucut

Menghitung volume buah dalam kemasan adalah menggunakan rumus volume buah individu dikalikan jumlah buah dalam kemasan. Volume buah dihitung berdasarkan bentuk geometrinya. Jika buah berbentuk bola maka dihitung menggunakan geometri bola, jika buah berbentuk elipsoidal maka dihitung menggunakan hitungan geometri elips. Pada jambu air cv Camplong geometri yang mendekati bukan bola atau elipsoidal namun kerucut, sehingga perhitungan dimensi digunakan hitungan volume geometri kerucut. Berikut Gambar 1 pengukuran sifat fisik buah.

Gambar 1 Pengukuran sifat fisik buah. b. Gaya maksimum

Gaya maksimum adalah beban maksimum yang digunakan untuk menghitung tinggi tumpukan buah dalam kemasan sesuai dengan kekuatan buah, pada penelitian ini dilakukan pengukuran kekuatan buah dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan buah menahan gaya yang diberikan jika akan disusun dalam kemasan. Berikut Gambar 2 pengujian sifat mekanis buah jambu air cv Camplong.

(19)

5

2. Perancangan dimensi kemasan

Perancangan dimensi kemasan meliputi : a. Penghitungan luas bak transport

Luas bak/kontainer digunakan untuk menghitung efisiensi susunan kemasan didalamnya.

Luas bak (LB) = P x L (1)

Dimana :

P = Panjang bak/kontainer L = Lebar bak/kontainer

b. Penentuan dimensi dalam kemasan

Dimensi dalam ditentukan berdasarkan jumlah buah yang disusun searah sumbu panjang dan sumbu lebar kemasan ditambah dengan sekat yang ada diantara buah. Penetuan jumlah buah dilakukan dengan simulasi yang hasilnya berupa ukuran panjang dan lebar kemasan yang bila disusun dalam bak/kontainer menghasilkan efisiensi tertinggi. Gambar 3 Penentuan dimensi dalam kemasan.

- Panjang (PKdalam) = nP x D + n2 x tebal flute partisi (2) - Lebar (LKdalam) = nL x D + n2 x tebal flute partisi (3)

Dimana :

D = diameter bagian kepala jambu air, nP = Jumlah buah arah panjang kemasan nL= Jumlah buah arah lebar kemasan

n2 = Jumlah sekat dengan n2 = np-1 atau nL-1

Gambar 3 Penentuan dimensi dalam kemasan c. Perhitungan dimensi desain

Dimensi desain adalah dimensi untuk pembuatan kemasan dari bahan dalam bentuk lembaran karton menjadi bentuk kemasan box. Untuk bahan karton gelombang tipe flute BC, dimensi desain dihitung dalam satuan mm dengan Persamaan 4, 5 dan 6. Gambar 4 Penentuan dimensi desain.

Panjang (PK desain) = PK dalam + 8 (4) Lebar (LK desain) = LK dalam + 4 (5) Tinggi (TKdesain) = TK dalam + 4 (6)

(20)

6

d. Perhitungan dimensi luar kemasan

Dimensi luar kemasan dihitung berdasarkan tipe flute dan ketebalan karton bergelombang yang digunakan. Perhitungan dimensi luar merupakan penjumlahan dari dimensi desain dengan ketebalan flute yang digunakan yaitu pada Persamaan 7, 8 dan 9. Gambar 5 penentuan dimensi luar kemasan.

PKluar = PK desain+ 2 x tebal flute (7)

LKluar = LK desain + 2 x tebal flute (8)

Luas Kemasan (LK) = PKluar x LKluar (9)

Gambar 5 Penentuan dimensi luar kemasan e. Pengaturan susunan kemasan dalam bak alat transport

Beberapa pola susunan kemasan dicoba untuk menghasilkan susunan yang paling efisien dengan dimensi kemasan hasil rancangan. Setiap pola akan menghasilkan jumlah kemasan pada lapisan dasar (lapisan pertama) bak/kontainer sebanyak N. Data ini digunakan untuk menghitung efisiensi penggunaan bak/kontainer.

f. Efisiensi penggunaan bak alat transport

Luas permukaan susunan kemasan pada dilapisan pertama (TLK)

TLK = N x LK (10) kemasan bagian dalam maupun bagian luar.

g. Perhitungan kekuatan kemasan secara teoritis dengan persamaan Mc Kee (Peleg 1985)

Dengan mengetahui panjang dan lebar kemasan, maka dapat dihitung kekuatan kemasan teoritis menggunakan persamaan berikut:

(12) Dimana : KK = Kekuatan kemasan

Pm = Nilai edgewise compressive strength (untuk flute BC = 6 (kgf/ cm)

h = tebal flute

(21)

7 h. Penentuan tinggi kemasan

Tinggi kemasan ditentukan berdasarkan jumlah tumpukan kemasan yang optimum dalam mengisi bak alat angkut, berat buah perkemasan, dan kekuatan kemasan. Oleh karena itu tinggi kemasan dihitung dengan tahapan sebagai berikut:

Jumlah tumpukan kemasan pada bak (NT)

NT = Tinggi bak / Tinggi Kemasan (13)

Tinggi tumpukan akan menentukan berat perkemasan yang diperbolehkan agar total beban yang diterima oleh kemasan dilapisan paling bawah sesuai dengan kekuatan kemasan. Berat per kemasan (GK) dihitung dengan persamaan :

GK = KK / (NT-1) x 9.81 m/s2 (14)

Jumlah buah yang dapat disusun pada arah tinggi kemasan

(nt) = TK / TB (15)

Dimana : TK = Tinggi kemasan TB = Tinggi individu buah KK = Kekuatan kemasan

Tinggi kemasan (TK) merupakan fungsi dari jumlah buah yang tersusun arah tinggi dan berat perkemasan. Untuk itu dilakukan perbandingan antara berat per kemasan hasil penetapan tinggi kemasan (GK1) dengan berat per kemasan (GK) hasil dari Persamaan 11. Tinggi kemasan yang dipilih adalah TK yang menghasil selisih nilai GK1 dan GK kecil dengan jumlah buah yang dapat disusun sesuai dengan susunan buah yang didapat pada Persamaan 16 dan Persamaan 17

GK1 dihitung dengan persamaan:

GK1 = nT x nL x nP x G (16)

Dimana : nT = Jumlah buah pada arah tinggi kemasan, nL = Jumlah buah pada arah lebar kemasan

Diagram alir perancangan kemasan disajikan pada Gambar 7

Dari perhitungan tersebut terbentuk rancangan kemasan yang diinginkan, dimensi kemasan juga mengacu pada ukuran luas bak pick-up untuk target pasar tradisional dan modern, serta dikombinasi dengan ukuran luas container untuk target pasar internasional.

i. Pengujian kekuatan tekan (Compression Strength)

(22)

8

Gambar 6 Pengujian kemasan menggunakan UTM INSTRON

3. Transportasi

Transportasi dirancang untuk membawa jambu air cv Camplong dari kabupaten Sampang ke pasar tradisional pasar kembang yang ada di Surabaya, menggunakan alat transportasi yang biasa digunakan oleh petani yaitu pick-up dengan ukuran bak terbuka 2425 x 1600 x 1500 mm (panjang x lebar x tinggi). Transportasi dilakukan dari Sampang ke Surabaya dengan jarak 124 km dan waktu 2 jam 30 menit dengan kondisi jalan dalam kota dan lalu lintas sedikit macet.

Vibrasi selama dalam transportasi diukur frekuensi dan amplitudo menggunakan alat Handphone tipe Android yang dilengkapi aplikasi vibrometer, yang ditempelkan pada bagian tengan kemasan buah dan bagian tengah susunan kemasan karton box.

4. Pengamatan mutu pasca transportasi.

Pengujian mutu pasca transportasi adalah kerusakan mekanis dan kerusakan fisiologis. Kerusakan mekanis adalah kerusakan buah yang dilihat langsung setelah transportasi dilakukan, sedangkan kerusakah fisiologis adalah kerusakan karena adanya aktifitas fisiologis buah yang menyebabkan penurunan mutu fisologis pasca transportasi. Penurunan mutu fisiologis dihitung berdasarkan jumlah buah pascatransportasi yang rusak / busuk setiap harinya sampai jumlah buah habis.

5. Penerapan biaya penggunaan kemasan

(23)

9 Mulai

-Diameter Buah ( D), Tinggi Buah (TB) - Berat Individu buah (G)

Tinggi kemasan dalam bak alat transportasi (TK) - Jumlah tumpukan (NT)

- Berat per kemasan (GK) - Jumlah buah dalam tinggi (nt )

- Berat per kemasan hasil rancangan (GK1)

GK1 ≈ GK Tidak

- Dimensi Luar Kemasan (Panjang, Lebar, Tinggi)

(24)

10

Pengamatan

1. Dimensi dan Berat Buah

Geometri buah jambu air cv Camplong mendekati geometri kerucut sehingga dimensi yang diukur adalah diameter bagian kepala jambu dan tinggi. Diameter diukur dengan jangka sorong sedang tinggi jambu diukur dengan mistar. Berat buah ditimbang dengan menggunakan timbangan mettler scale PM-4800.

2. Pengukuran Kerusakan Mekanis

Pengukuran tingkat kerusakan mekanis dilakukan setelah transportasi. Pengujian ini dilakukan secara visual dengan cara melihat luka memar, luka goresan buah dan buah yang melesak kedalam (penyok) pada masing-masing kemasan. Buah dikatakan melesak jika dijumpai kondisi kulit buah dan daging buah yang tidak rata dengan kulit sekitarnya. Kondisi tersebut diketahui dengan cara meraba dan mengamati permukaan kulit buah. Gambar 8 merupakan ilustrasi buah melesak. Persentase kerusakan mekanis pada jambu air dapat dihitung dengan persamaan :

Gambar 8 Ilustrasi buah yang melesak

3. Kekerasan

Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan alat texture analyzer dimana prinsip pengujian ini adalah dengan memberikan tekanan pada buah menggunakan probe yang akan menyebabkan penetrasi pada daging buah dan diperoleh nilai kekerasan tertentu. Pengukuran kekerasan dilakukan setiap hari pada tiga titik, yaitu bagian atas, tengah, dan bawah buah. Alat diset pada kedalaman 10 mm dengan beban maksimum 2 kg. Semakin tinggi nilai hasil uji maka semakin tinggi pula tingkat kekerasan buah, begitupula sebaliknya.

4. Perubahan Warna

Nilai warna diperoleh dengan menggunakan camera DSLR dan dianalisis menggunakan software photoshop untuk mengetahui nilai L, a* dan b*. Dimana nilai L mengidentifikasikan tingkat kecerahan, nilai a mengidentifikasikan tingkatan warna hijau hingga merah sedangkan nilai b mengidentifikasikan tingkatan warna biru hingga kuning. Tingkat kecerahan (nilai L) mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih), tingkat kehijauan (nilai a*) dimana nilai positif (+) menyatakan warna merah, nilai 0 menyatakan warna abu-abu dan nilai negatif (-) menyatakan warna hijau. Tingkat kekuningan (nilai b*), dimana nilai positif

(25)

11 (+) menyatakan warna kuning, nilai 0 menyatakan warna abu-abu dan nilai negatif (-) menyatakan nilai biru (Sutrisno et al. 2009). Penilaian warna jambu air cv Camplong dilakukan dengan mengambil gambar berupa foto dari buah jambu air selama penyimpanan dengan mode dan sudut pengambilan foto yang sama. Pengamatan terhadap buah jambu air cv Camplong selama penyimpanan terlihat perubahan warna dari putih menjadi kemerahan, selanjutnya menjadi coklat dan akhirnya hitam.

5. Total Padatan Terlarut

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan alat refraktometer. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refraktometer dibersihkan dengan aquades agar konsentrasi buah jambu air yang diukur sebelumnya tidak tercampur pada pengukuran selanjutnya. Pengukuran dilakukan dengan cara menghancurkan buah jambu air untuk mendapatkan cairannya kemudian dilakukan pengukuran kadar gula dengan meletakkan cairan tersebut ke dalam prisma refraktometer. Angka yang tertera pada refraktometer menunjukan kadar total padatan terlarut (°Brix). Pengukuran total padatan terlarut dilakukan setiap hari dan dengan perlakuan tiga kali ulangan terhadap masing-masing sampel.

6. Pengukuran vibrasi

Pengukuran vibrasi dilakukan menggunakan aplikasi vibrometer. dimana prinsip pengujian vibrasi ini adalah mengukur besarnya goncangan yang terjadi saat transportasi berlangsung dengan cara menginstalasi handphone tipe android dengan aplikasi vibrometer. Setelah aplikasi terpasang maka handphone direkatkan pada kardus selama transportasi berlangsung. Nilai getaran yang dihasilkan pada arah horizontal dan vertikal selama perjalanan berlangsung.

Penggunaan data vibrometer yaitu untuk mengetahui guncangan dan getaran dalam transportasi. Hasil pengamatan Lu et al (2010) menunjukkan bahwa adanya pengaruh kecepatan mobil dengan tingkat guncangan dan getaran yang dihasilkan selama transportasi berlangsung.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Percobaan RAL. Dengan faktor perlakuan kemasan karton gelombang hasil rancangan (sekunder) dan kemasan pengisi (primer) . Kemasan primer yang digunakan adalah kertas dan net foam. Kemasan sekunder yang digunakan karton box menggunakan partisi dan karton box tidak menggunakan partisi.

Model Umum dari rancangan percobaan tersebut adalah : Yij = µ + Pj + Єij, i = 1, 2,3 ……,k dan j = 1, 2, ……,p Keterangan :

Yij : Pengamatan Ulangan ke-i dan Perlakuan ke-j µ : Rataan Umum

Pj : Pengaruh Perlakuan ke-j

(26)

12

Ada tiga bagian rancangan percobaan. Pertama rancangan percobaan untuk membandingkan kemampuan kemasan hasil rancangan dengan kemasan yang dilakukan petani saat ini dalam mengurangi kerusakan mekanis. Kedua merupakan rancangan percobaan untuk mengetahui pengaruh kemasan primer yaitu C (kontrol), S (kertas buah), dan F (net foam ) terhadap tingkat kerusakan dan perubahan mutu buah pasca transportasi dan ketiga merupakan rancangan percobaan untuk membandingkan kemasan berpartisi dan tanpa partisi dalam menurunkan tingkat kerusakan pasca transportasi

Analisis Data

Analisis data didasarkan pada analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh dan interaksi perlakuan, serta dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5% dengan menggunakan Statistical Analysis Software (SAS). Acuan dalam analisis ragam untuk dapat dilanjutkan ke uji Duncan apabila:

1. Jika P-value ≥ 5 % maka tidak signifikan / tidak berpengaruh. 2. Jika P-value ≤ 5 % maka signifikan / berpengaruh.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisik dan Mekanis Buah Jambu Air

Pengukuran sifat fisik buah yang dilakukan meliputi berat buah, diameter buah dan tinggi buah. Pada penelitian lapang ukuran jambu air cv Camplong yang didapatkan beragam, dikarenakan buah dalam satu pohon tidak memiliki ukuran dan berat yang direncanakan pada metode penelitian, namun dengan mensortasi buah setelah panen adalah tindakan yang tepat untuk mendapatkan jumlah buah yang sama dalam satu kapasitas kemasan, sehingga dimensi dan beratnya tidak berbeda jauh satu dengan yang lain. Mutu jambu air cv Camplong yang digunakan dalam perancangan adalah jambu air cv Camplong dengan kelas mutu I. Hasil pengukuran dari 20 sample jambu air cv Camplong diperoleh data buah seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil pengukuran sifat fisik buah jambu air camplong. Parameter pengukuran Rataan

Berat buah (g) 110 ± 0.7

Diameter (mm) 60 ± 0.5

Tinggi buah (mm) 55 ± 0.5

(27)

13 Tabel 3 Hasil uji sifat mekanis buah jambu air cv Camplong.

Sifat mekanis buah jambu air cv Camplong

Nilai Keterangan

Bioyield (Kgf) 2.16 F max (puncak pertama)

Deformasi (cm) 0.6 Deformasi saat F max

Strain 0.28 Deformasi / Tinggi jambu air

Strees (Kg/cm2) 0.02 Bioyield/ Luas pluger

Firmness (Kgf/cm) 3.60 Bioyield/ Deformasi

Dari hasil uji, diperoleh rata-rata bioyield buah sebesar 2.16 kgf, bioyield adalah gaya yang diberikan pada benda tanpa menyebabkan benda tersebut rusak, sehingga dapat diartikan bahwa buah jambu air cv Camplong memiliki kemampuan menahan beban hingga 2.16 kgf tanpa mengalami kerusakan atau perubahan bentuk (deformasi). Nilai bioyield selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk mengatur buah dalam kemasan pada arah tinggi dengan tidak melebihi nilai bioyield. Nilai bioyield sebesar 2.16 kgf dan rata-rata berat buah jambu air cv Camplong seperti dalam Tabel 4, maka tinggi maksimal buah jambu air cv Camplong yang diperbolehkan dalam satu kapasitas kemasan adalah sebesar 20 buah dengan berat tiap individu berkisar antara 100–120 g.

Data yang diperoleh pada Tabel 3 menunjukkan bahwa, saat jambu air cv Camplong menerima beban sebesar bioyield (2.16 kgf), maka buah akan mengalami deformasi rata-rata sebesar 0.6 cm. Deformasi adalah perpindahan relatif titik-titik dalam bahan dan kondisi deformasi dinyatakan dengan melesaknya kulit ke dalam buah. Berikut Gambar 9 buah setelah dilakukan uji kekuatan tekan.

Gambar 9 Buah hasil uji kekuatan tekan maksimum

Hasil yang diperoleh pada tahap pengukuran sifat fisik dan mekanis buah, digunakan untuk menentukan dimensi pada perancangan kemasan. Pola pengaturan buah dalam kemasan pada arah tinggi tidak boleh melebihi bioyield agar buah tidak mengalami deformasi yang dapat menurunkan mutu buah dalam kemasan.

Perancangan Kemasan

(28)

14

mengalami kerusakan pascatransportasi biasanya disebabkan kurangnya daya redam kemasan dan permukaan kemasan yang kasar (Yulianti 2010).

Karton gelombang yang digunakan dalam perancangan kemasan adalah tipe flute BC. Tipe ini dipilih karena tipe flute BC digunakan secara luas untuk kemasan transportasi dan mudah dijumpai dipasaran dengan harga yang terjangkau serta masuk dalam standart kemasan transportasi tujuan ekspor (Qanytah dan Ambarsari 2011; Chen et al. 2011).

1. Penentuan dimensi kemasan (panjang dan lebar)

Penentuan dimensi panjang dan lebar kemasan bagian dalam dan bagian luar kemasan bertujuan untuk menentukan susunan buah pada arah panjang dan lebar kemasan, selain itu digunakan untuk menentukan efisiensi penggunaan bak alat transport. Persamaan 2 dan 3 digunakan untuk menghitung dimensi panjang dan lebar bagian dalam kemasan, sedangkan Persamaan 7 dan 8 digunakan untuk menghitung dimensi panjang dan lebar kemasan bagian luar. Simulasi penyusunan buah arah panjang dan lebar digunakan untuk memperoleh berbagai macam nilai kombinasi panjang dan lebar kemasan.

Hasil perhitungan didapatkan jumlah buah pada arah panjang adalah 5 buah dan pada arah lebar 3 buah. Susunan tersebut menghasilkan ukuran panjang dan lebar kemasan bagian dalam adalah 337 mm dan 201 mm. Karton gelombang yang digunakan mempunyai tebal 6 mm dengan tipe flute BC, sehingga diperoleh panjang dan lebar kemasan luar adalah 357 mm dan 217 mm.

Dimensi panjang dan lebar kemasan bagian luar digunakan untuk menentukan efisiensi penggunaan bak pick-up yang biasa digunakan petani untuk mentransportasikan jambu air camplong. Efisiensi penggunaan bak dihitung menggunakan Persamaan 9, 10 dan 11. Hasil perhitungan diperoleh efisiensi bak pick-up sebesar 95% dengan pola susunan pada Gambar 10 (a) yang mampu menyusun kemasan sebanyak 48 karton box dan ruang sisa bak bagian belakang serta samping adalah 38 mm dan 18 mm. Alternatif pola penyusunan lain seperti pada Gambar 10 (b) dapat memberi kemudahan saat penanganan di lapang, dengan efisiensi 91 % dan ruang sisa bak bagian belakang serta samping adalah 66 mm dan 81 mm. Sisa ruang digunakan untuk memberikan kemudahan penyusunan dan pembongkaran kemasan serta memberi ruang sirkulasi udara diantara kemasan.

(a) (b)

(29)

15 Dalam pelaksanaannya di lapangan saat penelitian dilakukan, diameter jambu air cv Camplong yang diperoleh dari petani rata-rata 60 mm, sedangkan rancangan awal menggunakan diameter buah 65 mm. Sehingga kemasan yang digunakan menyesuaikan dengan keadaan buah yaitu panjang kemasan 342 mm dan lebar kemasan 210 mm. Dimensi tersebut tidak mempengaruhi pola susunan dan efisiensi pemakaian ruang yang optimal yaitu 95% untuk pola Gambar 2 (a) dan 91 % pada pola Gambar 2 (b).

Dimensi kemasan dan cara penyusunan akan mempengaruhi efisiensi pemanfaatan ruang bak pick-up sebagai alat transportasi yang biasa digunakan petani. Analisis efisiensi muatan dengan tujuan efisiensi distribusi produk, telah banyak digunakan pada berbagai macam ukuran kemasan dan luasan bak alat transportasi sehingga dapat memaksimalkan pengiriman (Qanytah dan Ambarsari 2011).

2. Kekuatan kemasan

Penentuan kekuatan tekan kemasan dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan perhitungan secara teoritis dengan rumus Mc Kee (Peleg 1985) dan menggunakan pengujian langsung dengan alat UTM INSTRON. Hasil perhitungan secara teoritis menggunakan Persamaan 12, dengan menggunakan panjang 357 mm dan lebar 217 mm menghasilkan kekuatan kemasan sebesar 292.31 kgf. Sedangkan hasil pengukuran langsung mengasilkan kekuatan kemasan sebesar 258.59 kgf. Hasil perhitungan secara teoritis dan pengujian secara langsung terdapat sedikit perbedaan yang disebabkan antara lain oleh cara pengikatan kemasan, adanya ventilasi dan jenis kertas untuk pembuatan karton bergelombang.

Kekuatan kemasan karton gelombang dapat ditingkatkan dengan memilih bahan yang kuat dan menggunakan partisi didalamnya. Kekuatan kemasan hasil rancangan yang ditambah dengan partisi menjadi lebih besar yaitu 401.92 kgf. Uji kekuatan tekan yang dilakukan menghasilkan data kekuatan kemasan hasil rancangan. Data kekuatan kemasan selanjutnya menjadi acuan untuk menghitung tinggi tumpukan kemasan pada saat ditransportasikan.

3. Penentuan dimensi tinggi kemasan

Tumpukan kemasan diatur agar kemasan yang ada pada posisi terbawah tidak mengalami kerusakan yang disebabkan oleh beban statis yang ditimbulkan oleh kemasan diatasnya. Sehingga tumpukan kemasan bergantung pada berat bersih tiap kemasan. Menurut hasil pengamatan yang dilakukan Yulianti (2010), berat bersih tiap kemasan akan berbeda berdasarkan pola pengaturan buah yang berbeda meskipun dimensi kemasan yang digunakan sama.

(30)

16

ekonomis namun dapat menampung volume buah yang maksimal (Qanytah dan Ambarsari 2011; Watkins 2012 ). Dimensi kemasan hasil rancangan secara rinci pada Tabel 4, desain kemasan pada Gambar 11 dan kemasan dalam bentuk box ditunjukkan pada Gambar 12

Tabel 4 Dimensi kemasan hasil rancangan

Parameter

Rancangan Partisi 4.5

kg Petani

Jumlah Buah 45 84

Jumlah Buah dalam baris Panjang 5 7

Lebar 3 4

Tinggi 3 3

Dimensi dalam kemasan

(mm) Panjang 337 470

Lebar 201 138

Tinggi 200 350

Volume (cmᵌ) Buah dalam kemasan 2278.48 4253.16

Kemasan 13486.74 22701

Packing Density (%) 16.89 18.73

Dimensi desain kemasan

(mm) Panjang 345 47.70

Lebar 205 14.70

Tinggi 204 35.70

Tutup 145 11.30

Dimensi luar kemasan (mm) Panjang 357 478

Lebar 217 146

Tinggi 216 354

(31)

17

Gambar 12 Kemasan hasil rancangan

Pada arah tinggi kemasan dapat disusun 3 buah jambu yang sesuai dengan susunan buah arah panjang serta arah lebar (Gambar 13 (a)). Secara keseluruhan pada kemasan dengan dimensi 357 x 217 x 216 mm dapat diisi 45 buah dengan berat rata-rata 4.5 kg per kemasan. Hasil ini sedikit berbeda dengan perhitungan teoritis yang besarnya 4.73 kg per kemasan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh penyesuaian jumlah buah dalam kemasan yang diberi partisi. Dimensi kemasan dirancang berdasarkan jenis dan ukuran buah, dengan berbagai macam pola perbandingan antara panjang dan lebar kemasan (Suyanti 2011).

Berat per kemasan secara teoritis adalah 4.5 kg didasarkan pada jumlah buah dalam kemasan sebanyak 45 dengan rata-rata berat per buah 100 g. Berat buah yang disortasi dari hasil panen petani ada pada kisaran 90-120 g, dan populasi terbanyak adalah 90 g sehingga rata-rata berat per kemasan menjadi 4.2 kg.

(a) (b)

Gambar 13 (a) Pola susunan buah jambu air cv Camplong kemasan partisi (b) Pola susunan buah jambu air cv Camplong kemasan tanpa partisi

Nilai kekerasan buah jambu air cv Camplong pada arah vertikal yang dinyatakan oleh bioyield buah diperoleh sebesar 2.16 kgf, sehingga buah dengan bagian bawah lebar dapat menahan getaran yang dominan, dimana getaran yang dominan pada pick-up yaitu getaran arah vertikal. Penyusunan buah pada arah vertikal dapat dikatakan baik pada susunan buah jambu air camplong, karena buah akan tersusun rapi sehingga menguranggi gertaran yang ditimbulkan buah pada saat transportasi berlangsung (Zeebroeck et al. 2006).

(32)

18

buah pada kemasan tanpa partisi yang dapat memenuhi kemasan adalah 69 buah dengan berat rata-rata per kemasan adalah 7 – 7.1 kg.

Dalam merancang kemasan perlu dipertimbangkan optimasi penggunaan ruang angkut atau palet. Palet merupakan media bantu untuk mempermudah pemindahan barang dengan jumlah banyak dalam satu kesatuan atau mempermudah proses bongkar muat dalam distribusi. Standart ISO palet yang digunakan di beberapa negara disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Ukuran standart ISO palet beberapa negara

Ukuran Palet (mm) Negara Pengguna

1200 x 800 Eropa, Singapura, China

1140 x 1140 Beberapa negara Eropa, China

1200 x 1000 Jerman, Belanda, Taiwan, Singapura,

Thailand, China, Indonesia

1219 x 1016 Amerika Serikat, China

1067 x 1067 Amerika Serikat dan Kanada

1100 x 1100 Jepang, Taiwan, Korea, Singapura,

Thailand Sumber : Lee (2005b)

Dari beberapa ukuran palet pada Tabel 5, negara-negara Asia banyak menggunakan palet berukuran 1200 x 1000 mm. Ukuran palet tersebut direkomendasikan untuk beberapa ukuran kemasan komoditas hortikultura. Berikut beberapa ukuran kemasan yang direkomendasikan untuk palet berukuran 1200 x 1000 mm yang disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Ukuran kemasan produk hortikultura

Ukuran kemasan (mm) Jumlah tumpukan Efisiensi penggunaan palet (%)

(33)

19 Dengan ukuran kemasan kardus yang beragam maka efisiensi penggunaan palet juga akan bervariasi. Efisiensi penggunaan areal palet yang ideal adalah 100%. Ada 3 sebutan efisiensi muatan palet menurut Lee (2005a), efisiensi muatan palet 90% atau lebih disebut good fit, efisiensi 80% termasuk average fit, dan efisiensi muatan 70% tergolong poor fit.

Transportasi

Buah jambu air cv Camplong dikemas dengan kemasan hasil rancangan dengan menggunakan kemasan pengisi berupa net foam dan kertas, serta disusun seperti pada Gambar 14. Transportasi dari Sampang ke Surabaya memakan waktu 2 jam 30 menit dengan jarak 124 km kondisi jalan kota (hotmix mulus) serta lalu lintas sedikit macet. Sebagai kontrol dilakukan transportasi menggunakan kemasan yang biasa digunakan petani. Kemasan yang biasa digunakan petani adalah kemasan karton dengan dimensi seperti pada Tabel 4.

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(34)

20

Penyusunan karton box pada bak pick-up diatur dengan memaksimalkan luas bak sehingga meminimalisir goncangan yang terjadi pada karton box. Selama transportasi, kondisi jalan memiliki permukaan yang rata sehingga memacu kecepatan kendaraan mencapai range 80-100 km/jam. Soleimani dan Ahmadi (2014) menyatakan bahwa getaran memiliki dampak yang signifikan terhadap tingkat kerusakan produk pada waktu transportasi. Tingkat getaran yang terjadi selama transportasi disebabkan banyak faktor, seperti: jenis suspensi, kecepatan perjalanan, kondisi jalan, dan fitur kemasan. Gambaran getaran kemasan buah jambu air cv Camplong pada bak dapat dilihat pada Gambar 15 grafik blok gambaran getaran yang terjadi pada saat transportasi.

Gambar 15 Grafik blok getaran selama transportasi dari Sampang ke Surabaya Grafik blok pada Gambar 15, dapat menggambarkan getaran yang terjadi di lapangan dan kondisi jalan selama transportsi berlangsung dari Sampang menuju Surabaya. Getaran yang disebabkan kondisi jalan yang sesungguhnya memang tidak dapat digambarkan secara keseluruhan, namun pada hasil pengamatan yang dilakukan Pangidoan et al. (2014) menghasilkan adanya kesamaan getaran yang dihasilkan menggunakan pengukuran vibrometer saat transportasi lapangan dengan getaran yang dikondisikan sama dengan keadaan lapangan menggunakan simulasi transportasi di laboratorium.

Nilai rata-rata MMI (Modified Mercalli Intensity Scale) yang diperoleh dari vibrometer yaitu pada arah vertikal 6.2 MMI dan pada arah horizontal 5.8 MMI. Nilai tersebut merupakan satuan skala untuk mengukur getaran bumi dengan basis percepatan yaitu log α = 0.33I – 0.5 , dimana a = percepatan (cm/s2) dan I adalah Modified Mercalli Intensity. (Panza 2002 dalam Pangidoan et al. 2014). Perhitungan gaya yang disebabkan oleh adanya getaran terdapat pada Lampiran 3, sehingga gaya diperoleh kemasan saat transportasi yaitu pada Gambar 16.

(35)

21 Gambar 16 menujukkan bahwa gaya yang ditimbulkan pada arah vertikal lebih tinggi dibandingkan dengan arah horizontal pada semua perlakuan. Hal tersebut sejalan dengan hasil analisa Shahbazi et al. (2010) yang menyatakan bahwa nilai getaran yang dihasilkan paling dominan adalah getaran dalam arah vertikal. Nilai gaya tersebut masih lebih rendah dibandingkan kekuatan kemasan, sehingga tidak akan merusak kemasan saat transportasi. Selama proses distribusi, buah-buahan dan sayuran mengalami tingkat getaran yang berbeda dari kendaraan transportasi yang digunakan. Hasil pengamatan Lu et al. (2010) menunjukkan bahwa kecepatan mobil berpengaruh terhadap tingkat guncangan dan getaran yang dihasilkan selama transportasi berlangsung.

Kerusakan Mekanis Pascatransportasi

Jenis kerusakan mekanis yang paling umum terjadi pada produk hortikultura segar adalah memar, sehingga dapat mengurangi kulitas produk dan pendapatan produsen tentunya. Memar dapat terjadi selama panen dan pada semua tahap penanganan pascapanen, terutama selama pengepakan, transportasi dan penyimpanan, hal tersebut merupakan salah satu cacat fisik utama yang berkontribusi besar terhadap rendahnya kualitas dan kehilangan pascapanen dari produk hortikultura segar (Opara dan Pathare 2014; Li dan Thomas 2014). Memar juga disebabkan oleh gaya statis dan dinamis buah didalam kemasan, yang melebihi kekuatan buah tersebut (Zarifneshat et al. 2012).

Kerusakan pascatransportasi merupakan perubahan mutu buah jambu air cv Camplong yang ditandai dengan luka goresan buah, luka memar buah dan melesaknya buah ke dalam (penyok). Dikatakan melesak pada buah jambu air apabila kondisi kulit buah dan daging buah tidak rata. Pada penelitian ini buah rusak (tergores, memar dan melesak) ditemukan pascatransportasi dapat dilihat pada Gambar 17.

(36)

22

Gambar 18 Kerusakan fisik jambu air cv Camplong

Kerusakan mekanis yang terjadi pada jambu air cv Camplong merupakan akibat dari benturan antar buah dan adanya gesekan antara buah dengan dinding kemasan. Kulit jambu air sangat tipis yang rentan terhadap benturan sehingga mudah rusak, maka dari itu kerusakan fisik berupa tergores, memar dan lebam member nilai kerusakan. Ahmad (2013) menyatakan bahwa dengan adanya kerusakan pada permukaan buah akan mempercepat pematangan pada buah dan peningkatan peluang infeksi mikroba pembusuk.

Kerusakan mekanis tertinggi mencapai 20.87 % pada kemasan petani. Hal tersebut terjadi karena intensitas gesekan antar buah tinggi yang disebabkan tidak adanya kemasan primer yang melindungi, susunan buah yang tidak teratur dan gesekan buah dengan kemasan. Sejalan dengan analisa Jarimopas et al. (2007) bahwa kerusakan buah jambu air tertinggi pascatransportasi disebabkan pengemasan yang kurang baik sehingga terjadi memar. Sedangkan kerusakan mekanis paling rendah sebesar 5.02 % yaitu pada kemasan partisi dan menggunakan kemasan net foam sebagai kemasan primer, serta pola penyusunan buah memiliki partisi antar buah yang dapat meminimalisir benturan antar buah saat transportasi berlangsung. Penggunaan kemasan pengisi (primer) net foam dapat meminalisir kerusakan mekanis buah (Kitazawa et al. 2008; Jarimopas et al. 2007; Chonhenchob dan Singh 2005; Yang et al. 2002).

Kerusakan buah pada kemasan hasil rancangan menggunakan partisi disebabkan karena pembuatan partisi yang kurang bagus, dan terdapat pula ujung partisi yang runcing pada sisi partisi karena cutting yang kurang baik sehingga menyebabkan luka gores pada buah. Rendahnya tingkat kerusakan fisik / mekanis pada kemasan menggunakan partisi merupakan bukti bahwa kemasan partisi baik untuk melindungi buah. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa hasil yang berbeda nyata terlihat pada kemasan petani pada taraf 5 % dibandingkan dengan kemasan lainnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengujian bahwa kemasan petani tidak terdapat perlindungan dari gesekan, sedangkan kemasan yang lain terdapat perlindungan antar buah sehingga kerusakan mekanis dapat diminimalisir.

Perubahan Mutu Buah

Persentase Buah Busuk

(37)

23 transpirasi yang cepat karena kulit buah mengalami luka (Tehrani et al. 2014). Kerusakan fisik terlihat dengan adanya perubahan pada permukaan buah. Kehilangan air pada buah ditandai dengan pelayuan dan mengerutnya permukaan buah (Nurdjannah 2014). Pada penelitian ini buah mengalami kebusukan akibat kerusakan mekanis pascatransportasi dan penyimpanan. Pengamatan buah busuk pada buah jambu air cv Camplong dilakukan selama 6 hari dalam suhu ruang ±

27˚C pada setiap kemasan. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa persentase buah busuk mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan waktu penyimpanan (Gambar 19). Nilai persentase buah busuk yang tinggi menggambarkan bahwa buah mengalami kerusakan yang tinggi, begitu pula sebaliknya jika nilai persentase rendah menggambarkan bahwa buah mengalami kerusakan rendah.

Kemasan petani menunjukkan persentase buah busuk pada hari pertama yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan lainnya, yaitu sebesar 30,74 %. Sedangkan untuk kemasan yang lainnya, baik dengan atau tanpa partisi menunjukkan nilai persentase yang sama pada hari pertama. Kemasan petani mengalami kenaikan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan hasil rancangan. Kemasan tanpa partisi dan kemasan petani selama tiga hari penyimpanan awal memiliki kenaikan persentase yang berbeda, akan tetapi pada penyimpanan hari ke-6 memberikan nilai persentase yang hampir sama antara 93– 94 %. Hal tersebut karena kemasan tanpa partisi penyusunan buah dalam kemasan dikondisikan sama seperti kemasan petani (susunan bulky), hanya berbeda pada jenis kemasan. Perbedaan jenis kemasan antar keduanya tidak melindungi buah dengan baik, sehingga benturan antar buah tetap terjadi saat transportasi. Hasil yang jauh berbeda ditunjukkan oleh kemasan berpartisi, yaitu memberikan kenaikan persentase buah busuk yang lebih kecil dibandingkan kemasan petani maupun kemasan tanpa partisi. Adanya partisi dapat memberikan perlindungan dan meminimalisir benturan antar buah karena setiap buah ditempatkan pada tempat khusus yang tidak bersentuhan dengan buah lainnya secara langsung.

Gambar 19 Persentase buah busuk selama penyimpanan

(38)

24

kemasan primer net foam, baik pada kemasan menggunakan partisi maupun tanpa partisi. Kemasan primer merupakan kemasan yang bersentuhan langsung dengan permukaan buah sehingga sangat berpengaruh dengan tingkat kerusakannya. Selain itu, adanya kemasan primer juga dapat melindungi buah dari kontak langsung dengan kemasan sekunder sehingga mengurangi pengaruh getaran yang ditimbulkan selama proses transportasi. Kemasan primer mempengaruhi sirkulasi udara dan tingkat (kemampuan) respirasi buah. Uap air yang dihasilkan pada saat respirasi terperangkap pada kertas sehingga terjadi kelembaban tinggi pada kemasan. Pada kondisi kelembaban yang tinggi, mikroorganisme akan tumbuh dengan optimum dan kerusakan buah akan meningkat. Penggunaan net foam sebagai kemasan primer dapat memperkecil kerusakan buah karena celah diantara net foam membantu buah berespirasi secara normal dan menjaga kelembaban, suhu dan ketersediaan oksigen dalam kemasan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase buah busuk tertinggi terjadi pada kemasan partisi dengan kemasan pengisi (primer) kertas yaitu rata-rata 98 % setelah penyimpanan selama 6 hari. Sedangkan persentase terendah buah busuk yaitu pada kemasan tanpa partisi dengan kemasan primer net foam 88 %. Hal tersebut disebabkan oleh luka dalam buah getaran saat transportasi dan kurangnya sirkulasi udara akibat kemasan primer yang digunakan. Getaran pada saat transportasi memberikan gesekan antar buah satu dengan yang lain serta gesekan buah dengan kemasan. Gesekan tersebut menyebabkan buah tergores dan memar sehingga memicu peningkatan laju respirasi dan susut bobot tinggi serta memperpendek umur simpan (Pangidoan et al. 2013).

Pemakaian kemasan menunjukkan hasil yang tidak signifikan terhadap penurunan kualitas buah. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil yang tidak signifikan, diantaranya suhu penyimpanan, tingkat kematangan buah, dan kondisi lingkungan. Kondisi penyimpanan dalam suhu ruang menyebabkan tingkat kerusakan buah tinggi. Perlu dilakukan penyimpanan suhu rendah untuk memperlambat kerusakan yang terjadi. Kehilangan air pada buah jambu air cv Camplong sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik buah dan suhu lingkungan. Luka atau memar pascatransportasi memicu peningkatan respirasi buah, sehingga banyak CO2 dan air yang menguap (Widjanarko 2012). Selain disebabkan kerusakan pascatransportasi, tingginya kehilangan air dapat disebabkan oleh faktor buah itu sendiri. Jika buah memiliki umur yang berbeda saat dipanen maka akan berbeda pula tingkat kecepatan respirasinya.

Perubahan Warna

(39)

25 perubahan nilai L yang menurun karena degradasi klorofil dan perubahan kandungan antosianin (Zhang et al. 2008).

Gambar 20 Perubahan derajat warna L setelah penyimpanan.

Nilai L buah jambu air cv Camplong dalam kemasan primer kertas, baik dengan atau tanpa partisi, menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan kemasan lainnya. Hasil tersebut sesuai dengan pengaruh kemasan primer kertas terhadap persentase buah busuk maupun tingkat kekerasan. Kemasan kertas menutupi seluruh permukaan buah yang menyebabkan transpirasi buah terhambat, buah cepat busuk dan warna buah berubah menjadi coklat. Kemasan net foam masih dapat mempertahankan tingkat kecerahan buah karena adanya celah yang memungkinkan buah melakukan respirasi dan transpirasi buah, sehingga dapat memperlambat pembusukan dan perubahan warna buah.

Analisis sidik ragam untuk derajat L (P-value ≤ 5%) menunjukkan bahwa perlakuan kemasan dan transportasi berpengaruh nyata terhadap derajat nilai L. Akan tetapi analisis uji lanjut DMRT menunjukkan hasil yang berbeda-beda setiap harinya. Pada hari pertama, kemasan partisi dengan net foam memberikan hasil beda nyata dibandingkan kemasan lainnya. Pada hari kedua, kemasan partisi dengan net foam dan kertas yang memberikan hasil beda nyata, tetapi pada hari ketiga kemasan partisi maupun tanpa partisi dengan kertas yang menunjukkan hasil beda nyata dibandingkan kemasan lainnya. Hasil pada hari keempat kemasan tanpa partisi dan kemasan petani yang menunjukkan beda nyata, karena pada hari keempat warna buah dengan kemasan tersebut mengalami penurunan yang signifikan. Pada hari kelima tidak ada perbedaan nyata antar kemasan terhadap nilai warna L yang menunjukkan bahwa buah sudah mengalami penurunan kualitas warna dengan kemasan apapun. Hasil tersebut membuktikan bahwa kualitas warna masih dapat diterima konsumen sampai hari ketiga selama masa penyimpanan.

(40)

26

meningkat setelah transportasi dan penyimpanan pada suhu ruang menjadi 7.67 – 19.67 (Gambar 21). Hal tersebut menandakan perubahan warna jambu air cv Camplong menjadi kemerahan. Peningkatan nilai warna a ini memberikan efek berbeda nyata pada hasil perhitungan sidik ragam (P-value ≤ 5%).

Adanya partisi dalam kemasan secara umum memberikan pengaruh yang berbeda-beda. Akan tetapi kemasan primer berpengaruh terhadap nilai a karena bersentuhan langsung dengan buah. Perbedaan nilai tersebut lebih disebabkan oleh kandungan karotenoid yang berbeda-beda dari setiap buah. Nilai a yang positif menunjukkan buah menuju kebusukan dan dimulai dari hari ke-5 kecuali pada kemasan petani, tanpa partisi dan berpartisi dengan net foam. Hasil menunjukkan kesesuaian dengan persentase buah busuk dan nilai kekerasan dimana pada hari ke-5 buah sudah busuk secara fisik, misalnya kenampakan warnanya.

Gambar 21 Perubahan derajat warna a setelah penyimpanan.

(41)

27

Gambar 22 Perubahan derajat warna b setelah penyimpanan.

Berdasarkan nilai L, a dan b dari ketiga gambar di atas, masa penyimpanan buah yang masih memenuhi kriteria kualitas warna adalah selama 3 hari. Oleh karena itu, para penjual disarankan untuk menjual buah tersebut maksimal tiga hari setelah penyimpanan agar kualitasnya tetap terjaga.

Perubahan Kekerasan

Kekerasan buah merupakan salah satu parameter dalam membeli buah bagi konsumen untuk mengambil keputusan dalam membeli produk. Kekerasan pada buah disebabkan adanya perubahan komposisi dinding sel (Winarno 2002; Tarwyati 2009). Salah satu indikator kerusakan pada buah jambu air cv Camplong adalah mengkerutnya permukaan kulit jambu air sehingga mempengaruhi tingkat kekerasan buah dan mulai mengalami masa pembusukan. Perubahan kekerasan selama pengamatan terhadap jambu air cv Camplong selama 6 hari memiliki nilai yang fluktuatif (Gambar 23).

(42)

28

kertas memberikan nilai penurunan yang sangat tinggi dibandingkan kemasan yang lain. Kertas akan menyerap uap air yang keluar dari buah sehingga, permukaan buah menjadi lembab dan nilai kekerasannya menjadi rendah. Adanya partisi pada kemasan akan menurunkan laju perubahan nilai kekerasan sehingga kekerasan buah masih relatif tinggi. Partisi menjaga gesekan antar buah sehingga faktor yang berpengaruh terhadap nilai kekerasan lebih ditentukan oleh kondisi perubahan tekstur buah itu sendiri. Nilai perubahan kekerasan yang dihasilkan sesuai dengan nilai persentase buah busuk dimana adanya kemasan primer kertas meningkatkan kerusakan buah. Pantastico (1989) menyatakan bahwa laju penguapan air dan ketebalan kulit luar buah mempengaruhi perubahan nilai kekerasan buah, karena kandungan total zat padat dan kandungan pati yang terdapat pada bahan.

Nilai tingkat kekerasan yang tinggi secara umum menunjukkan tingkat kualitas buah yang baik. Akan tetapi, pada pengukuran terhadap jambu air cv Camplong ini tidak diperoleh hasil demikian. Hal tersebut karena sifat tekstur buah jambu air cv Camplong dan hasil penetrasi sistem alat ukur yang digunakan. Sifat tesktur pada permukaan jambu air cv Camplong akan mengkerut saat mulai terjadi kelayuan. Kerutan permukaan buah ini akan menyebabkan penetrasi jarum probe tidak maksimal sehingga nilai yang diperoleh belum dapat menunjukkan hasil yang optimal. Buah yang masih segar justru lebih mudah ditusuk oleh jarum sehingga memberikan nilai kekerasan yang rendah. Sebaliknya untuk buah yang sudah rusak (layu) justru dapat memberikan nilai kekerasan yang tinggi karena probe harus bekerja lebih keras untuk menembus daging buah dan memberikan nilai kekerasan yang tinggi.

Buah jambu air cv Camplong yang layu akan mempunyai jaringan kulit buah yang keras (terlihat berkeriput) karena kehilangan air selama proses penyimpanan dan mempengaruhi penetrasi probe. Perubahan kekerasan dipengaruhi oleh penguapan uap air yang disebabkan oleh proses respirasi. Proses respirasi dipercepat karena terlukanya buah, hal tersebut berhubungan dengan kerusakan mekanis yang terjadi pada buah jambu air cv Camplong selama transportasi. Jambu air mengalami pengerasan pada kulit dan daging buah selama penyimpanan. Hal tersebut disebabkan penguapan cairan pada ruang-ruang antar sel, sehingga sel menciut dan ruang antar sel menyatu, sehingga zat pektin saling berikatan (Winarno 2002). Penurunan kekerasan disebabkan oleh degradasi protopektin tidak larut menjadi pektin yang larut atau oleh hidrolisa karbohidrat diubah menjadi gula yang digunakan untuk menyediakan energi yang penting untuk proses metabolisme (Supapvanich et al. 2011).

(43)

29 lanjut DMRT menunjukkan tidak beda nyata pada semua perlakuan terhadap tingkat kekerasannya.

Perubahan Total Padatan Terlarut (TPT)

Total padatan terlarut (TPT) pada suatu bahan berhubungan dengan kandungan yang ada pada bahan tersebut, karena memiliki cadangan karbohidrat sebagai energi untuk tetap berespirasi, proses respirasi menyebabkan perubah karbohidrat menjadi gula (Winarno 2002). Gambar 24 menunjukkan perubahan nilai TPT yang fluktuatif pada buah jambu air cv Camplong selama pengamatan.

Gambar 24 Grafik perubahan nilai TPT pada jambu air cv Camplong Nilai TPT tertinggi selama 6 hari penyimpanan adalah pada perlakuan kemasan berpartisi dan menggunakan net foam, sedangkan nilai terendah didapatkan pada buah dengan kemasan tanpa partisi dan menggunakan net foam. Partisi pada kemasan akan menurunkan tingkat respirasi sehingga perombakan glukosa menjadi senyawa lain akan terhambat dan nilai TPT masih cenderung tinggi. Nilai TPT pada suatu bahan berhubungan dengan kandungan yang ada pada bahan tersebut, karbohidrat merupakan sumber energi buah dalam proses respirasi, sehingga merubah karbohidrat menjadi gula (Love et al. 2014). Pola grafik TPT ini hampir sama dengan pola grafik TPT pada penelitian Tehrani et al. (2011), adanya peningkatan dan penurunan nilai TPT yang fluktuatif selama penyimpanan disebabkan oleh kecepatan metabolisme dan kondisi individu buah menghidrolisis pati menjadi gula. Hasil analisis Alsadon et al. (2004) menyatakan bahwa buah yang dibungkus kertas memiliki susut bobot yang tinggi selama penyimpanan. Pengemasan dengan kertas menyebabkan buah berespirasi dengan kondisi minim oksigen. Sedangkan kemasan net foam dapat menyebabkan buah berespirasi dengan kondisi oksigen yang cukup. Perubahan nilai TPT tergantung jenis dan sifat fisik buah. Laju respirasi yang tinggi dapat meningkatkan produksi gula (Fransiska et al.2013).

(44)

30

yang menyebabkan kemudahan hidrolisis karbohidrat menjadi glukosa, dimana glukosa juga akan terurai menjadi senyawa lainnya yang menentukan nilai TPT. Perubahan nilai TPT pada buah jambu ini ditentukan oleh tingkat kematangan buah dan respirasinya. Nilai TPT akan mengalami kenaikan apabila kematangan buah jambu air cv Camplong belum sempurna dan terjadi respirasi buah yang tinggi. Setelah mengalami kenaikan, nilai TPT akan menurun seiring sengan tingkat kematangan buah. Kenaikan nilai TPT pada hari penyimpanan selanjutnya menunjukkan buah menuju pembusukan, yang ditandai dengan kondisi fisik buah (misalnya nilai kekerasan rendah). Penyimpanan hari ke-5 mempunyai nilai TPT tertinggi sesuai dengan data persentase buah busuk yang juga tinggi dan nilai kekerasan yang justru menurun. Perubahan nilai-nilai tersebut menunjukkan buah sudah mengalami pembusukan.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap perubahan TPT tiap hari selama 6 hari penyimpanan (P-value ≤ 5 %), kecuali pada hari kedua. Setelah dilakukan uji lanjut DMRT terlihat bahwa perbedaan TPT antar kemasan terjadi pada hari ke-3, yaitu untuk kemasan dengan ataupun tanpa partisi dengan kemasan sekunder net foam.

Hubungan Buah Busuk, Warna, Kekerasan dan TPT

Kerusakan buah jambu air berdasarkan karakteristik fisik (meliputi buah busuk, warna, kekerasan dan TPT) pada hari ke-4 setelah penyimpanan rata-rata telah mencapai 50%. Selaras dengan busuk buah dan penurunan nilai kekerasan, nilai total padatan terlarut (TPT) jambu air cv Camplong pada penyimpanan hari ke-4 juga mengalami penurunan setelah mengalami kenaikan yang disebabkan oleh hidrolisis kandungan pati menjadi gula. Kandungan TPT dan gula yang dihasilkan akan digunakan pada saat respirasi untuk diubah menjadi senyawa lain sehingga nilai TPT menurun. Respirasi tinggi disebabkan adanya kandungan gula tinggi ( Fransiska et al. 2013). Perubahan kekerasan dan nilai TPT pada buah jambu air cv Camplong dapat mempengaruhi perubahan warna buah jambu air yang berubah menjadi kecoklatan. Perubahan warna kecoklatan tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim polypenol oxidase (PPO) dengan bantuan oksigen dimana gugus monophenol diubah menjadi O-hidroksi phenol dan pada akhirnya menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna cokelat. Perubahan warna tersebut menandakan dimulainya masa pembusukan buah (Li et al. 2011).

(45)

31 biasa mereka gunakan agar diperoleh buah dengan kualitas yang paling baik. Selain itu, berdasarkan hasil analisis kualitas buah, penyimpanan maksimal untuk buah jambu air cv Camplong ini disarankan tidak lebih dari 3 hari.

Penerapan Biaya Penggunaan Kemasan Hasil Rancangan

Analisis biaya pada penelitian ini bertujuan untuk melengkapi tujuan utama desain kemasan yang telah dirancang sehingga dapat menjadi acuan untuk dapat menerapkan desain kemasan hasil rancangan. Perhitungan analisis biaya dilihat berdasarkan asumsi sistem distribusi dari Sampang menuju Surabaya, diantaranya biaya kemasan, pembelian buah, tenaga kerja dan transportasi. Harga beli jambu air cv Camplong mutu 1 pada petani adalah Rp 12 000/kg dan harga jual di pasar adalah Rp 20 000/kg. Buah jambu air cv Camplong ditransportasikan menggunakan pick-up L300 sewaan dengan kapasitas angkut 2.540 kg dan dimensi bak 2425x1600x1500 mm dapat menampung 46 kemasan/layer. Untuk menghindari kerusakan kemasan yang berada paling bawah akibat beban kemasan diatasnya, maka kemasan diatur dengan jumlah susunan yang tidak melebihi kekuatan tekan maksimum kemasan. Kemasan petani dengan 4 tumpukan, kemasan rancangan tanpa menggunakan partisi 4 tumpukan dan kemasan menggunakan partisi 7 tumpukan. Perhitungan (Lampiran 16) diperoleh bahwa perlakuan dengan menggunakan kemasan partisi maupun tanpa partisi membutuhkan modal pembuatan kemasan lebih besar dibandingkan kemasan petani. Akan tetapi kemampuan kemasan hasil rancangan dalam mengoptimalkan penggunaan ruang angkut dalam satu kali pengiriman dapat memberikan keuntungan lebih besar daripada kemasan petani.

Pendapatan bersih yang diperoleh dalam satu kali pengiriman jambu air cv Camplong menggunakan kemasan dengan partisi, baik dengan kemasan primer net foam maupun kertas, memberikan keuntungan bersih petani Rp 100 000,- hingga Rp 600 000,- lebih besar dibandingkan kemasan petani. Oleh karena itu, kemasan berpartisi lebih direkomendasikan untuk rancangan kemasan buah jambu air cv Camplong agar keuntungan petani meningkat. Sedangkan kemasan primer net foam dijadikan pilihan agar kenampakan buah lebih bagus dan lebih dapat dipasarkan di pasar modern. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlakuan kemasan rancangan partisi menggunakan net foam adalah perlakuan yang direkomendasikan untuk mengemas jambu air cv Camplong dengan kapasitas 4.5 kg.

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Gambar

Gambar 4 Penentuan dimensi desain
Gambar 7 Diagram alir penelitian
Tabel 2 Hasil pengukuran sifat fisik buah jambu air camplong.
Tabel 3 Hasil uji sifat mekanis buah jambu air cv Camplong.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan ada atau tidaknya penyakit penyerta, pemeriksaan eritrosit urin menunjukkan hasil hematuria paling banyak dialami oleh pasien dengan penyakit penyerta

Dalam proses konstruksi berdirinya dukungan sementara untuk kedua tikar dan lantai beton di bawah kelas dibuat karena penggunaan top-down metode konstruksi H-tumpukan

Hasil penelitian kuantitatif menunjukkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi donatur menyumbang pada crowdfunding adalah motivasi mewujudkan, faktor sosial/terpuji, dan

(2) dalam Desain Interior Museum Seni Tari Tradisi Surakarta, tema perancangan memiliki peran penting didalam memecahkan suatu masalah yang mana ide gagasan

Bahan yang digunakan adalah Garam Gunung asal Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur, yang diperoleh dari sumur warga yang berada di daerah

peranan tokoh pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sedangkan dilihat hasil paling terendah dilihat dari aspek dua dan aspek empat bahwa 70% atau 14

Anak panti asuhan dapat dikategorikan anak kurang beruntung dibandingkan anak pada umumnya yang memiliki keluarga utuh, sehingga harus diberi keterampilan sebagai

Dengan pemanfaatan penggunaan angkutan umum penumpang di kawasan kampus dapat mendukung program Undip Green Campus lebih dalam.Dapat dilihat setiap hari di kawasan