• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lama Waktu Penggorengan dan Presentase Coating Gula Terhadap Mutu Tekstur Coklat Tempe.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Lama Waktu Penggorengan dan Presentase Coating Gula Terhadap Mutu Tekstur Coklat Tempe."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAMA WAKTU PENGGORENGAN DAN

PRESENTASE COATING GULA TERHADAP MUTU

TEKSTUR COKLAT TEMPE

DIAN KUMALA RATNA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Lama Waktu Penggorengan dan Presentase Coating Gula Terhadap Mutu Tekstur Coklat Tempe adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DIAN KUMALA RATNA. Pengaruh Lama Waktu Penggorengan dan Presentase Coating Gula Terhadap Mutu Tekstur Coklat Tempe. Dibimbing oleh JOKO HERMANIANTO.

Coklat tempe merupakan salah satu pengembangan produk pangan berbasis tempe. Namun, mutu tekstur produk mudah berubah apabila disimpan disuhu ruang. Kombinasi perlakuan penggorengan dan pelapisan gula mengikuti metode pembuatan kering tempe, diharapkan dapat memperbaiki mutu teksturnya. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah penelitian pendahuluan yang meliputi penentuan besarnya perlakuan yang digunakan. Tahap kedua adalah pengamatan terhadap mutu tekstur coklat tempe yang telah diberi perlakuan, baik secara fisik maupun secara organoleptik, serta analisis proksimat sampel terpilih. Sampel terpilih adalah sampel yang dapat mempertahankan mutu tekstur coklat tempe paling lama dan sampel terpilih adalah sampel dengan perlakuan waktu penggorengan 10 menit 50% coating gula. Berdasarkan analisis statistika menggunakan uji lanjut Duncan, perlakuan lama waktu penggorengan dan presentase coating gula serta interaksi diantara keduanya berpengaruh nyata terhadap kekerasan coklat tempe pada taraf signifikansi 5%. Hasil analisis proksimat sampel terpilih menunjukkan sampel mengandung 1.47% kadar air, 0.96% kadar abu, 31.99% kadar lemak, 17.34% kadar protein, dan 48.26% karbohidrat.

Kata kunci: coklat tempe, kekerasan, lama waktu penggorengan, mutu tekstur, presentase coating gula

ABSTRACT

DIAN KUMALA RATNA. Effect of Frying Duration and Sugar Coating Percentage to Texture Quality of Tempeh Chocolate. Supervised by JOKO HERMANIANTO.

Tempeh chocolate is one of tempeh-based food product development. However, the product texture quality can easily changed when stored at room temperature. Combination of treatment by frying and sugar coating which are following kering tempe making process is expected to improve texture quality. This study is divided into two steps. The first step is preliminary study which consist of determining the magnitude of treatment that will be used. The second step is observation of tempeh chocolate texture quality which had been given both physical and organoleptic treatment and proximate analysis of selected sample. Selected sample is sample which can maintain texture quality of tempeh chocolate for the longest time and selected sample is sample with frying duration up to 10 minutes and 50% sugar coating. Based on statistical analysis using Duncan’s test, frying duration and sugar coating percentage as well as interaction between them give tangible effect to tempeh chocolate hardness at 5% significancy rate. Proximate analysis of selected sample shows that sample contains 1.47% moisture content, 0.96% ash content, 31.99% fat content, 17.34% protein content, and 48.26% carbohydrate content.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PENGARUH LAMA WAKTU PENGGORENGAN DAN

PRESENTASE COATING GULA TERHADAP MUTU

TEKSTUR COKLAT TEMPE

DIAN KUMALA RATNA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Pengaruh Lama Waktu Penggorengan dan Presentase Coating Gula Terhadap Mutu Tekstur Coklat Tempe. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2015 sampai bulan Juni 2015 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dengan tujuan utama untuk memperbaiki mutu tekstur dari coklat tempe, agar teksturnya tidak mudah berubah menjadi melempem (lunak) apabila disimpan disuhu ruang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, ibu, dek Nia, dan seluruh keluarga, atas segala dukungan, doa, dan kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr. Ir. Joko Hermanianto selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberi saran dan arahan dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi. Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief Sjaiful Nazli, DESS dan bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc selaku dosen penguji atas masukkanya dalam penyusunan skripsi ini. Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak Yahya, bapak Gatot, bapak Nurwanto, ibu Antin, ibu Sri selaku laboran di labolatorium Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang senantiasa membantu dan selalu memberi arahan dalam menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih juga kepada teman seperjuangan di ITP 48 dan IPB 48, khususnya Nindya, Ashri, Husnal, Tantry, Dita, Prajna, Hilda, Diana, Ifa, Ida, Indra, Randy, Restu, Hadi, dan Firda atas segala motivasi dan bantuannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Bahan 3

Alat 3

Prosedur Penelitian 3

Penelitian Pendahuluan 3

Penelitian Utama 5

Rancangan Percobaan 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Penelitian Pendahuluan 8

Penelitian Utama 10

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 26

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil penentuan waktu penggorengan tempe 9

2 Nilai indikator kelunakan tekstur produk 10

3 Skor uji fisik kekerasan coklat tempe hari ke-0, 3, 6, 9, 12, 15, dan 18 11 4 Skor uji rating intensitas kekerasan coklat tempe hari ke-0, 6, dan 12 14 5 Hasil perhitungan lama waktu (hari) tekstur produk dapat bertahan 17 6 Nilai kadar air produk coklat tempe hari ke-0, 3, 6, 9, 12, 15, dan 18 19

7 Hasil analisis proksimat produk coklat tempe 22

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan coklat tempe 4

2 Tahapan penelitian utama 5

3 Profil tekstur hasil pengukuran texture analyzer 9 4 Grafik penurunan mutu tekstur coklat tempe secara fisik 12 5 Grafik penurunan mutu tekstur coklat tempe secara organoleptik 15 6 Grafik perubahan kadar air produk coklat tempe 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Output hasil analisis ragam (ANOVA) pengukuran fisik hari ke-0 26 2 Output hasil analisis ragam (ANOVA) pengukuran fisik hari ke-3 27 3 Output hasil analisis ragam (ANOVA) pengukuran fisik hari ke-6 28 4 Output hasil analisis ragam (ANOVA) pengukuran fisik hari ke-9 29 5 Output hasil analisis ragam (ANOVA) pengukuran fisik hari ke-12 30 6 Output hasil analisis ragam (ANOVA) pengukuran fisik hari ke-15 31 7 Output hasil analisis ragam (ANOVA) pengukuran fisik hari ke-18 32

8 Lembar uji organoleptik 33

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tempe merupakan makanan tradisional di Indonesia yang diolah melalui proses fermentasi kedelai dengan menambahkan kapang Rhizopus sp., yang berbentuk padatan kompak, berwarna putih, dan berbau khas tempe (BSN 2009). Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Tempe telah dikonsumsi oleh lebih dari separuh penduduk di Indonesia dan menjadi lauk yang sering ditemui. Berdasarkan data Badan Standardisasi Nasional (BSN) tahun 2012 dan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) tahun 2013, konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia diperkirakan mencapai 6.45 kg pada tahun 2012 dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 6.53 kg serta menurun pada tahun 2014 menjadi 6.18 kg. Selain itu, berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan (BKP) pada tahun 2015, konsumsi tempe di Indonesia sampai tahun 2015 sudah meningkat mencapai 7.0 kg. Walaupun sempat terjadi penurunan, namun nilai konsumsi tempe di Indonesia masih lebih besar dibandingkan konsumsi kedelai dalam bentuk mentah/tidak diolah (Pusdatin 2013).

Seiring dengan perkembangan jaman, tempe tidak hanya menjadi makanan rakyat Indonesia namun tempe merupakan salah satu produk pangan yang sudah mendunia. Berbagai penelitian juga menunjukkan beberapa manfaat yang diberikan oleh tempe bagi kesehatan tubuh manusia. Tren konsumsi tempe yang semakin mendunia serta tingginya konsumsi tempe di Indonesia, membuat produk ini layak untuk dikembangkan lebih lanjut agar mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. Salah satu produk pangan olahan yang dapat meningkatkan nilai ekonomi dari tempe adalah coklat tempe.

Coklat tempe merupakan produk pangan berbahan baku utama tempe. Coklat tempe dibuat dari tempe yang digoreng dan dilapisi dengan coklat. Produk coklat tempe ini juga membuat olahan tempe menjadi lebih bervariasi. Pemilihan coklat dikarenakan coklat merupakan bahan pangan yang diminati oleh hampir semua tingkat usia baik dari kalangan anak kecil, muda, sampai orang tua. Hal ini dikarenakan coklat memiliki rasa yang manis dan lezat sehingga enak untuk dimakan serta memiliki senyawa yang dapat memberi efek penenang saat mengkonsumsinya. Selain itu, coklat juga mempunyai komponen bioaktif alami yang dapat berfungsi sebagai antioksidan, antiradikal, dan antikarsiogenik misalnya flavonoid (Khomsan 2002).

(12)

2

dalam penyusun struktur bahan yang dapat menyebabkan tekstur produk menjadi berubah. Berdasarkan masalah tersebut penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki tekstur produk dengan memberikan perlakuan penggorengan dan pelapisan dengan gula yang mengikuti metode pembuatan kering tempe. Penggorengan dilakukan menggunakan metode deep frying. Penggorengan akan mampu menurunkan kandungan air`dalam produk karena air dalam bahan pangan menguap selama penggorengan (Putri 2012). Sehingga dengan adanya penggorengan membuat tempe yang digunakan menjadi lebih kering dan renyah. Pelapisan (coating) gula dapat menurunkan penyerapan air dari lingkungan ke dalam produk pangan yang menyebabkan produk tidak mudah menjadi melempem (lunak), sehingga dengan perlakuan penggorengan dan coating gula diharapkan tekstur produk coklat tempe dapat diperbaiki sehingga tidak mudah melempem.

Perumusan Masalah

Salah satu parameter mutu produk pangan hasil penggorengan adalah tekstur. Coklat tempe merupakan salah satu produk pangan hasil dari proses penggorengan, namun tekstur produk masih mudah berubah menjadi melempem (lunak) apabila disimpan pada suhu ruang. Perlu adanya perbaikan dari mutu tekstur coklat tempe dengan memperbaiki tekstur tempe yang digunakan agar tidak mudah melempem (lunak). Salah satu caranya dengan memberi perlakuan mengikuti proses pembuatan kering tempe yaitu dengan mengkombinasikan waktu penggorengan tempe dan pelapisan (coating) menggunakan gula. Proses penggorengan dapat menurunkan kandungan air dalam bahan pangan, sedangkan pelapisan (coating) gula dapat mencegah terjadinya penyerapan air dari produk pangan. Sehingga, dengan adanya kombinasi perlakuan waktu penggorengan yang diikuti dengan adanya pelapisan gula, diharapkan mutu tekstur produk dapat bertahan lebih lama.

Tujuan Penelitian

1. Melihat pengaruh kombinasi perlakuan waktu penggorengan dan presentase coating gula terhadap tesktur coklat tempe.

2. Memperbaiki tekstur coklat tempe agar tidak mudah melempem (lunak) dengan menggunakan kombinasi perlakuan waktu penggorengan dan presentase coating gula sehingga tekstur coklat tempe dapat bertahan kurang lebih selama 1 bulan, skor organoleptik tekstur 5 dari skala 6 berdasarkan uji rating intensitas, dan kenaikan kadar air maksimum 5%.

Manfaat Penelitian

(13)

3 2. Mendapatkan perlakuan terbaik dari kombinasi perlakuan waktu penggorengan dan presentase coating gula yang dapat memperbaiki mutu tekstur coklat tempe sehingga tekstur produk dapat bertahan kurang lebih selama 1 bulan, dengan skor organoleptik 5 dari skala 6 berdasarkan uji rating intensitas serta kenaikan kadar air makasimum 5%.

3. Mendapatkan informasi tentang karakteristik kimia dari sampel dengan perlakuan terbaik.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 hingga bulan Juni 2015, bertempat di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan untuk memproduksi coklat tempe meliputi tempe, minyak goreng, gula pasir, air, dan coklat. Bahan untuk analisis kimia yaitu coklat tempe, HgO, K2SO4, H2SO4 pekat, HCl, H3BO3 jenuh, indikator MRMB, NaOH, Na2SO3.5H2O,

dan heksana.

Alat

Alat yang digunakan untuk memproduksi coklat tempe meliputi timbangan, deep fat fryer, spatula, saringan, garpu, loyang, piring, sendok, kemasan plastik, dan pisau. Sedangkan untuk analisis kimia alat-alat yang digunakan meliputi mortar, cawan alumunium, oven vakum, oven, desikator, neraca analitik, gegep, sudip, tanur listrik, cawan porselin, labu kjeldhal, pemanas kjeldhal, buret 50 ml, pengaduk magnetik, pipet mohr 1/5/10 ml, pipet tetes, botol akuades, penangas air, alat soxhlet, kertas saring, kapas wool, labu lemak, kondensor, labu takar 50/100/250 ml bertutup, gelas pengaduk, gelas piala, gelas ukur, dan corong. Alat yang digunakan untuk analisis fisik meliputi texture analyzer TA-XT2 dan untuk analisis organoleptik meliputi wadah sampel, kertas, dan alat tulis.

Prosedur Penelitian

Penelitian Pendahuluan

(14)

4

sendiri mengikuti tahapan dalam pembuatan kering tempe. Tahapan pembuatan coklat tempe disajikan lebih lanjut pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir pembuatan coklat tempe

Tempe komersil yang sudah dipisahkan dari bungkusnya kemudian diiris menggunakan pisau dengan ukuran berdasarkan hasil penelitian pendahuluan. Ukuran yang ditetapkan berdasarkan hasil pada penelitian pendahuluan adalah 4x4x0.5 cm. Irisan tempe kemudian diberi perlakuan penggorengan dengan menggunakan metode deep frying, yaitu dengan mencelupkan bahan pangan menggunakan minyak dalam jumlah banyak dan bersuhu tinggi (Ghidurus et al. 2010). Suhu yang digunakan untuk menggoreng sebesar 170 oC. Waktu penggorengan ditentukan berdasarkan metode trial and error menggunakan 5 waktu penggorengan yaitu 3 menit, 5 menit, 7 menit, 10 menit, dan 12 menit. Pemilihan waktu penggorengan didasarkan pada lama penggorengan yang menyebabkan tekstur tempe berubah menjadi cryspi (kering dengan warna kuning keemasan) dan hasilnya waktu penggorengan yang digunakan adalah 5 menit dan 10 menit. Irisan yang telah mengalami penggorengan kemudian ditimbang. Tempe yang telah mengalami penimbangan kemudian diberi perlakuan kedua yaitu

Coklat tempe Pendinginan (5 jam)

Penirisan

Pelapisan coklat Coklat

Pemanasan

Tempe

Pengirisan (4x4x0.5 cm)

Penggorengan (170 oC)

Penimbangan Coating dengan gula Air : gula

1:1

(15)

5 pelapisan dengan gula. Konsentrasi coating gula yang digunakan berdasarkan hasil pada penelitian pendahuluan yaitu 0%, 25%, dan 50%. Tahapan pelapisan gula dilakukan dengan cara mengikuti metode dalam pembuatan kering tempe yaitu dengan menambahkan air sebanyak 1:1 dengan bobot gula yang ditambahkan. Kemudian, tempe yang telah dilapisi gula ditiriskan dan setelah itu dilapisi dengan coklat agar menjadi coklat tempe. Coklat yang digunakan sebagai pelapis adalah coklat compound komersil merek collata. Coklat tempe kemudian didinginkan dan dikemas.

Dalam penelitian pendahuluan ini, dilakukan penentuan profil tekstur dari produk dengan menggunakan texture analyzer. Penentuan profil tekstur bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai parameter tekstur yang dominan pada produk, yang selanjutnya akan digunakan sebagai indikator pengukuran mutu tekstur pada produk dan penetapan nilai indikator kelunakan tekstur dari produk. Nilai indikator kelunakan tekstur digunakan untuk mengetahui sejauh mana tekstur sampel coklat tempe dapat diterima akibat adanya perubahan mutu tekstur produk. Apabila skor hasil pengukuran dari tekstur produk sama dengan atau lebih kecil dari nilai indikator kelunakan tekstur produk, maka dapat dipastikan bahwa tekstur dari produk sudah tidak dapat diterima (sudah berubah menjadi lunak). Besarnya nilai indikator mutu tekstur produk ditentukan berdasarkan pengukuran menggunakan texture analyzer sebanyak 3 kali ulangan dan masing-masing ulangan dilakukan pengamatan secara duplo terhadap sampel coklat tempe yang tekstur tempenya sudah melempem (lunak) selama penyimpanan.

.

Penelitian Utama

Tahapan penelitian utama seperti yang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Tahapan penelitian utama Penelitian pendahuluan

Produksi coklat tempe

(16)

6

Tahapan penelitian utama diawali dengan pembuatan sampel perlakuan menggunakan variabel yang nilainya telah ditentukan pada penelitian pendahuluan. Variabel yang digunakan sebagai perlakuan dalam penelitian utama adalah lama waktu penggorengan irisan tempe (5 menit dan 10 menit) dan presentase coating gula (0%, 25%, dan 50%). Coklat tempe perlakuan yang telah dibuat, dianalisis secara fisik setiap 2 hari sekali selama 18 hari yaitu pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, 15, dan 18 sebagai hasil analisis secara obyektif menggunakan parameter tekstur yang telah ditetapkan pada penelitian pendahuluan yang diikuti dengan analisis kadar air pada hari yang sama untuk mengetahui hubungan kadar air dengan perubahan mutu tekstur produk. Hasil dari analisis secara fisik kemudian digunakan untuk melakukan pendugaan lama waktu dalam satuan hari tekstur coklat tempe dapat dipertahankan dengan perlakuan yang diberikan. Pendugaan dilakukan dengan memasukkan ln dari nilai indikator kelunakan tekstur produk dalam satuan kgf (nilai y) yang nilainya telah ditetapkan pada penelitian pendahuluan, ke persamaan regresi linier dari setiap perlakuan sehingga akan dihasilkan lama waktu dalam satuan hari (nilai x) sampel tersebut dapat bertahan mutu teksturnya. Rumus persaaman regersi linier yang digunakan adalah ln Qt = lnQ0– kt, dimana Qt (nilai y) adalah penurunan skor kekerasan pada waktu

tertentu dan t (nilai x) adalah lama penyimpanan (hari). Hasil yang didapatkan digunakan untuk melihat pengaruh dari perlakuan terhadap mutu tekstur coklat tempe. Selanjutnya, sampel juga dianalisis secara organoleptik pada hari ke-0, 6, dan 12 sebagai hasil analisis secara subyektif. Hasil analisis secara subyektif dan obyektif dianalisis lebih lanjut secara statistika. Sampel perlakuan terbaik yaitu sampel dengan perlakuan yang dapat mempertahankan mutu tekstur coklat tempe paling lama, kemudian dilakukan analisis proksimat untuk mengetahui karateristik kimia dari produk.

Analisis Fisik Coklat Tempe

Analisis profil tekstur dan mutu tekstur coklat tempe dengan menggunakan texture analyzer TA-XT2. Analisis tekstur menggunakan texture analyzer merupakan pengukuran tekstur pada bahan pangan dengan memberikan gaya kepada bahan dengan besaran tertentu sehingga profil tekstur bahan tersebut dapat diukur (Anton dan Luciano 2007). Pada pengujian ini, probe yang digunakan adalah spherical ball probe 0.25 inch.

Setting TA-XT2:

Test Mode and Option: Measure Force in Compression Pre-Test Speed: 1.0 mm/s

Analisis Organoleptik Coklat Tempe (Adawiyah 2013)

(17)

7 diminta untuk menilai intensitas tekstur dari ke-6 sampel uji tersebut tanpa membandingkan satu sampel dengan sampel yang lain.

Analisis Kadar Air Metode Oven Vakum (AOAC 925.45, 1999)

Cawan kosong yang sudah dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (W2). Contoh sebanyak kurang lebih 1-2 gram (W) dimasukkan ke dalam cawan, kemudian diletakkan pada oven bersuhu 70 oC, dengan tekanan 25 mmHg selama 2 jam atau sampai beratnya konstan. Cawan berisi contoh didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (W1). Kadar air dapat dihitung menggunakan perhitungan berikut:

Kadar air (g/100 g bahan kering) = Analisis Statistika

Analisis statistika dilakukan untuk mengolah data hasil analisis secara fisik pada hari 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18 dan data hasil analisis organoleptik pada hari ke-0, 6, 12. Tujuan dari analisis statistika yaitu, agar diketahui adakah perbedaan secara nyata atau tidak adakah perbedaan secara nyata dari setiap perlakuan terhadap skor hasil pengukuran tekstur coklat tempe setiap harinya. Data hasil analisis fisik dan hasil analisis organoleptik diolah menggunakan Analysis of Varience (ANOVA) dengan uji lanjut Duncan pada taraf signifikansi 5%.

Analisis Proksimat Coklat Tempe

Analisis proksimat yang dilakukan berupa analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, protein, dan karbohidrat. Analisis proksimat dilakukan terhadap sampel coklat tempe dengan perlakuan terbaik yang dapat mempertahankan mutu tekstur coklat tempe. Analisis proksimat ini dilakukan untuk melihat karateristik kimia dari produk. Metode yang digunakan mengacu pada AOAC 925.45.1999 untuk analisis kadar air metode oven vakum, dan SNI 01-3181-1992 untuk analisis kadar abu dan kadar lemak metode soxhlet, serta AOAC 1995 untuk analis kadar protein.

Rancangan Percobaan

(18)

8

Penelitian dilakukan sebanyak 2 kali ulangan dan masing-masing ulangan dilakukan pengamatan secara duplo. Data hasil uji fisik dianalisis sesuai dengan model matematika faktorial, yaitu:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Tahap pembuatan coklat tempe diawali dengan penetapan suhu yang digunakan dalam penggorengan tempe. Menurut Mailangkay (2002), temperatur atau suhu yang baik digunakan untuk menggoreng umumnya berkisar antara 163-178 oC. Sedangkan, menurut Sartono (2007), hasil gorengan akan maksimal apabila suhu minyak yang digunakan sekitar 110-170 oC. Suhu diatas 196 oC mempercepat proses degradasi minyak goreng dan menghasilkan produk yang mentah dibagian dalam sementara kering/hangus dibagain luar. Oleh karena itu, suhu yang digunakan untuk menggoreng tempe pada penelitian ini adalah 170 oC.

(19)

9

Tabel 1 Hasil penentuan waktu penggorengan tempe. Waktu putih karena gula jenis tersebut sudah umum digunakan dalam pembuatan produk pangan, mudah ditemukan, dan ketersediaannya yang lebih banyak dipasaran. Alasan lainnya adalah proses kritalisasi gula pasir putih lebih cepat daripada gula lainnya. Berdasarkan penelitian Khamidah dan Eliartati (2006), pertumbuhan kristal yang menggunakan gula pasir lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan gula lainnya, misalnya gula merah karena kadar sukrosa gula pasir putih lebih besar dibandingkan gula merah. Pertumbuhan kristal yang lebih cepat tersebut akan menghasilkan tekstur coating (pelapis) yang lebih halus. Selain itu, menurut Syamsir (2012), kadar sukrosa yang tinggi tidak menyebabkan pencoklatan produk pada saat dikeringkan setelah adanya proses pelapisan menggunakan gula.

Profil tekstur yang didapatkan diigunakan sebagai indikator pengukuran mutu tekstur pada produk. Penentuan profil tekstur produk dilakukan dengan melihat peak yang muncul pada grafik hasil pengukuran dengan texture analyzer dan hasilnya,peak yang muncul pada grafik adalah peak pada maksimum gaya (nilai puncak) yang artinya tekstur yang terbaca pada produk adalah kekerasan. Menurut Bourne (2002), kekerasan dinyatakan dari maksimum gaya (nilai puncak) pada tekanan/kompresi pertama dengan satuan kilogram force (kgf), seperti yang dijelaskan pada Gambar 3. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan profil tekstur produk coklat tempe adalah kekerasan, sehingga indikator pengukuran mutu tekstur yang digunakan pada produk coklat tempe ini adalah kekerasan.

(20)

10

Selain itu, pada penelitian pendahuluan juga dilakukan penetapan indikator kelunakan tekstur produk. Nilai indikator kelunakan tekstur produk berdasarkan pengukuran menggunakan texture analyzer sebesar 0.7528 kgf. Nilai kekerasan sebesar 0.7528 kgf ditetapkan sebagai nilai indikator kelunakan tekstur produk karena nilai tersebut didapatkan berdasarkan pengukuran tekstur sampel coklat tempe yang mutu teksturnya sudah berubah menjadi melempem (lunak) yang ditandai dengan hilangnya tekstur cryspi dari tempe yang digunakan. Nilai indikator kelunakan produk menyatakan apabila skor kekerasan sampel sama dengan atau dibawah 0.7528 maka tekstur sampel coklat tempe sudah tidak dapat diterima karena sudah berubah menjadi lunak. Data hasil dari penetapan nilai indikator kelunakan tekstur produk disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai indikator kelunakan tekstur produk Ulangan Skor kekerasan (kgf) ẋ±SD

1 0.7311

0.7528±0.0248

2 0.7798

3 0.7475

0.7528: Nilai indikator kelunakan tekstur produk

Penelitian Utama

Analisis Fisik terhadap Mutu Tekstur Coklat tempe

Analisis fisik terhadap mutu tekstur coklat tempe dilakukan dengan mengukur tesktur produk menggunakan Texture Analyzer model TA-XT2. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, indikator pengukuran mutu tekstur coklat tempe adalah kekerasan, sehingga ketika tekstur produk diukur menggunakan texture analyzer (secara fisik) profil tekstur yang dilihat adalah kekerasan. Kekerasan ditunjukkan oleh peak yang muncul pada maksimum gaya atau nilai puncak pada tekanan pertama dari kurva hasil pengukuran menggunakan texture analyzer. Hasil analisis fisik pengukuran menggunakan texture analyzer terhadap kekerasan coklat tempe pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, 15, dan 18 disajikan pada Tabel 3.

(21)

11 menyebabkan sampel tidak dapat terukur teksturnya pada hari ke-15 dan ke-18. Hasil pengolahan statistika menggunakan rancangan acak faktorial untuk hasil pengukuran secara fisik dari hari ke-0 sampai hari ke-18 dengan program komputer SPSS 20, menunjukkan faktor penggorengan dan faktor presentase coating gula berpengaruh nyata terhadap kekerasan coklat tempe dan interaksi diantara keduanya juga berpengaruh nyata terhadap kekerasan coklat tempe pada taraf signifikansi 5%.

Tabel 3 Skor uji fisik kekerasan coklat tempe hari ke-0, 3, 6. 9, 12, 15, dan 18

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%, U: ulangan.

Perlakuan U Skor kekerasan (kgf) hari ke-

(22)

12

Hasil pengukuran secara fisik menunjukkan adanya penurunan mutu tekstur coklat tempe. Penurunan mutu tekstur coklat tempe ditandai dengan penurunan skor kekerasan hasil pengukuran menggunakan texture analyzer pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, 15, dan 18. Dapat terlihat pada Tabel 3, penurunan terjadi pada semua perlakuan. Terjadinya penurunan mutu tekstur tersebut berbeda-beda pada setiap perlakuan. Penurunan mutu tekstur terjadi paling cepat pada sampel dengan perlakuan waktu penggorengan 5 menit persentase coating gula 0% dan 25%, karena pada hari ke-15 dan ke-18 sampel sudah ditumbuhi kapang. Sehingga, dapat dipastikan sampel dengan perlakuan tersebut mutu teksturnya sudah sangat berubah dalam waktu kurang dari 15 hari. Sampel dengan penurunan mutu tekstur paling lambat yang ditandai dengan penurunan skor kekerasan yang tidak signifikan terjadi pada sampel dengan perlakuan waktu penggorengan 10 menit 50% coating gula. Penurunan mutu tekstur coklat tempe hasil pengukuran secara fisik dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 4. Gambar 4 juga menunjukkan bahwa sampel perlakuan 5 menit 0% coating gula pada hari ke-6 skor kekerasannya sudah lebih kecil atau di bawah nilai indikator kelunakan tekstur produk, sehingga menurut pendugaan menggunakan nilai tersebut tekstur sampel sudah menjadi lunak pada hari ke-6. Sedangkan untuk sampel perlakuan 5 menit 25% coating gula, pada hari ke-9 skor kekerasannya mendekati nilai indikator kelunakan tekstur produk, dan untuk perlakuan 5 menit 50% coating gula pada hari ke-18 baru menunjukkan skor kekerasan yang sudah lebih kecil, atau di bawah nilai indikator kelunakan tekstur produk, yang artinya tekstur sampel sudah menjadi lunak pada hari ke-18. Sampel dengan perlakuan lainnya belum menunjukkan skor kekerasan yang lebih kecil atau sama dengan nilai indikator kelunakan tekstur produk pada pengukuran secara fisik sampai hari ke-18.

: Standar penerimaan mutu tekstur, 0.7528 : Indikator kelunakan tekstur produk

Gambar 4 Grafik penurunan mutu tekstur coklat tempe secara fisik

Berdasarkan hasil pengolahan secara statistika dapat diketahui bahwa lama waktu penggorengan dan besarnya konsentrasi coating gula serta interaksi

(23)

13 diantara keduanya berpengaruh terhadap kekerasan coklat tempe. Pengaruh yang diberikan tersebut, dapat ditunjukkan berdasarkan hasil analisis fisik pada Tabel 3. Berdasarkan data pada Tabel 3, semakin lama waktu penggorengan maka produk akan memiliki skor kekerasan yang lebih tinggi, dapat dilihat bahwa waktu penggorengan 10 menit mempunyai skor kekerasan lebih tinggi dibandingkan dengan waktu penggorengan 5 menit. Hal tersebut karena penggorengan menyebabkan sebagaian air yang ada di dalam bahan pangan akan berpindah ke permukaan dan menguap ke lingkungan. Setelah sebagian besar air keluar dan menguap terjadi pengerasan (timbul kerak) di permukaan sehingga sebagian kecil air bahan pangan masih terjebak dalam padatan menyebabkan tekstur produk mengalami perubahan yang semula lunak menjadi keras (Jamaluddin et al. 2011). Selain itu, adanya penggorengan akan berdampak pada pembentukan struktur bahan yang akan membentuk pori-pori kecil. Seiring dengan pemanasan yang berlanjut, pori-pori tersebut mengalami pembesaran karena adanya tekanan uap, sehingga bahan pangan akan lebih mengembang dan teksturnya menjadi lebih baik (Moreira 1999). Sedangkan, pengaruh dari pelapisan (coating) gula adalah semakin besar presentase coating gula yang digunakan maka mutu tekstur coklat tempe dapat bertahan lebih lama. Mutu tekstur yang dapat bertahan lebih lama tersebut ditunjukkan dari penurunan skor kekerasan yang tidak signifikan. Hal tersebut karena adanya coating/pelapis gula dapat mempertahankan tekstur produk dengan cara menghambat penyerapan air yang berlebihan pada produk, yang akan membuat tekstur produk menjadi tidak mudah berubah (Syamsir 2012). Penghambatan penyerapan air tersebut karena gula dapat menutupi pori-pori yang terbentuk dalam makanan tersebut, sehingga dapat mencegah peningkatan kadar air dalam bahan pangan (Buckle et al. 2009). Berdasarkan hal tersebut, pengaruh yang diberikan dari interaksi kedua perlakuan adalah semakin lama waktu penggorengan dan semakin besar coating gula yang digunakan, maka semakin lama mutu tekstur coklat tempe dapat dipertahankan. Berdasarkan hasil analisis fisik terhadap mutu tekstur coklat tempe, perlakuan yang dapat mempertahankan mutu tekstur coklat tempe paling lama adalah perlakuan lama waktu penggorengan 10 menit dengan presentase coating gula 50%.

Analisis Organoleptik terhadap Mutu Tekstur Coklat Tempe

Analisis organoleptik atau sensori merupakan suatu metode ilmiah yang digunakan untuk mengukur, menganalisis, dan menginterpretasikan respon terhadap suatu produk yang ditangkap oleh indra manusia (Hermain dan Yusuf 2012). Analisis organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu. Analisis secara organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, penurunan mutu, dan kerusakan lainnya pada produk (Nurhayati 2010).

(24)

14

menggambarkan sampel paling lunak dan skala 6 menggambarkan sampel paling keras.

Hasil uji rating intensitas terhadap kekerasan coklat tempe pada hari ke-0, 6, dan 12 disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4 Skor uji rating intensitas kekerasan coklat tempe hari ke -0, 6 dan 12 Perlakuan Rata-rata skor kekerasan hari ke- Waktu

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Berdasarkan data pada Tabel 4, terlihat bahwa terdapat kejadian yang sama dari hasil pengukuran kekerasan produk secara fisik dan organoleptik, yaitu terjadi perubahan mutu tekstur coklat tempe pada penyimpanan hari ke-0, 6, dan 12. Perubahan yang terjadi tersebut sama seperti perubahan yang telah dijelaskan pada pengukuran secara fisik yaitu semakin lama produk disimpan maka mutu teksturnya akan semakin menurun yang ditunjukkan dengan nilai kekerasan yang semakin rendah. Sampel dengan skor kekerasan terendah dari pengukuran hari ke-0, 6, dan 12 terdapat pada sampel perlakuan waktu penggorengan 5 menit 0% coating gula, dan yang mempunyai skor kekerasan tertinggi sampai hari ke-12 adalah sampel dengan perlakuan 10 menit 50% coating gula.

Sampel perlakuan waktu penggorengan 5 menit 0% coating gula pada hari ke-0 nilai kekerasannya masih sebesar 3.40, yang berdasarkan analisis statistika tidak berbeda nyata dengan skor kekerasan sampel perlakuan waktu penggorengan 5 menit 25% coating gula. Sedangkan pada hari ke-6 skornya menurun menjadi 1.67 dan pada hari ke-12 skor kekerasannya menurun menjadi 1.33. Penurunan mutu tekstur yang terjadi pada sampel perlakuan tersebut sangat signifikan, karena pada hari 0 sampel masih mempunyai tekstur yang keras namun pada hari ke-6 sampel sudah menunjukkan karateristik tekstur yang lunak dengan skor kekerasan sebesar 1.67 yang sudah termasuk dalam range tekstur yang lunak dan pada hari ke-12 tekstur sampel sudah menjadi sangat lunak. Sedangkan, sampel dengan perlakuan waktu penggorengan 10 menit 50% coating gula tidak terjadi penurunan mutu tekstur yang signifikan dari hari ke-0, 6, dan 12 penyimpanan sampel. Hal ini dibuktikan dengan skor kekerasan sampel perlakuan tersebut pada hari ke-0 sebesar 5.30, kemudian terjadi penurunan yang nilainya tidak jauh berbeda menjadi 5.07, dan dihari ke-12 skor kekerasannya masih sebesar 4.87 yang masih dalam range tekstur yang keras.

(25)

15 lunak sedangkan pada hari ke-12 teksturnya sudah berubah menjadi lunak. Sampel dengan perlakuan waktu penggorengan 5 menit 50% coating gula dan perlakuan waktu penggorengan 10 menit 0% coating gula masih menunjukkan tekstur keras sampai hari ke-6, namun dihari ke-12 sampel sudah menunjukkan karateristik tekstur agak lunak, dan berdasarkan hasil analisis statistika skor kekerasan kedua perlakuan tersebut tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Sedangkan, pada sampel perlakuan waktu penggorengan 10 menit 25% coating gula masih menunjukkan tekstur keras sampai hari ke-12 namun skor kekerasannya masih lebih rendah daripada sampel perlakuan 10 menit 50% coating gula. Hasil analisis statistika menunjukkan kedua perlakuan tersebut mempunyai skor kekerasan yang tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Perlakuan yang tidak berbeda nyata berdasarkan hasil analisis statistika tersebut menunjukkan perlakuan tersebut akan memberikan pengaruh kekerasan yang sama sampai hari ke-12. Penurunan mutu tekstur coklat tempe dengan beberapa perlakuan berdasarkan analisis organoleptik, dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 5.

: Indikator penerimaan mutu tekstur secara organoleptik

(26)

16

berdasarkan analisis fisik dan analisis organoleptik sampai hari ke-12 mutu teksturnya masih bertahan atau tidak berubah menjadi melempem (lunak).

Data hasil analisis secara subyektif (organoleptik) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari perlakuan terhadap mutu tekstur coklat tempe, yang hasilnnya sama dengan hasil berdasarkan analisis secara obyektif (fisik). Pengaruh yang diberikan adalah semakin lama waktu penggorengan dan semakin besar presentase coating gula maka produk akan memiliki skor kekerasan yang lebih tinggi dan mutu tekstur yang akan bertahan lebih lama. Mutu tekstur yang dapat bertahan lebih lama tersebut ditunjukkan dari penurunan skor kekerasan hasil pengujian organoleptik yang tidak signifikan. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan sebelumnya pada hasil analisis fisik, adanya penggorengan akan menyebabkan sebagian air yang ada di dalam bahan pangan berpindah kepermukaan dan akhirnya menguap ke udara, sehingga permukaan bahan pangan akan cenderung lebih kering dan mengeras, semakin lama bahan pangan tersebut mengalami proses penggorengan maka teksturnya menjadi lebih keras. Adanya coating/pelapis gula akan mempertahankan mutu tekstur produk dengan menghambat penyerapan air dan apabila terdapat air yang diserap maka akan diikat oleh gula, karena salah satu sifat gula adalah higroskopis yaitu mampu mengikat air (Koswara 2009). Sehingga, bahan pangan tidak akan mudah menjadi melempem (lunak). Berdasarkan hasil analisis organoleptik terhadap mutu tekstur coklat tempe, perlakuan yang dapat mempertahankan mutu tekstur coklat tempe paling lama adalah perlakuan dengan lama waktu penggorengan 10 menit dan presentase coating gula 50%.

Persamaan Regresi Linier Penurunan Mutu Mengikuti Laju Reaksi Ordo 1 Hasil analisis secara fisik diolah lebih lanjut sehingga dapat digunakan untuk melihat pengaruh nyata dari perlakuan dalam mempertahankan mutu tekstur produk, yaitu dengan mencari persamaan regresi linier mengikuti laju reaksi ordo 1 dari setiap perlakuan. Persamaan regresi linier mengikuti laju reaksi ordo 1 yang didapatkan merupakan hubungan antara ln dari skor kekerasan (sumbu y) dan lama waktu penyimpanan dalam satuan hari (sumbu x). Seperti yang telah dijelaskan pada Prosedur Penelitian, persamaan regresi linier tersebut bertujuan untuk melakukan pendugaan lama waktu dalam satuan hari mutu tekstur coklat tempe dapat dipertahankan melalui perlakuan yang diberikan, dengan memasukkan nilai ln dari indikator kelunakan tekstur produk sebagai nilai y ke persamaan regersi linier. Berdasarkan penelitian pendahuluan, nilai dari indikator kelunakan tekstur produk yang telah ditetapkan sebesar 0.7528 kgf, sehingga ln dari nilai indikator tekstur produk tersebut sebesar -0.2840 kgf. Hasil perhitungan menggunakan persamaan regresi linier mengikuti laju reaksi ordo 1 dari setiap perlakuan disajikan pada Tabel 5.

(27)

17 coating gula dapat bertahan 16 hari yang tidak jauh berbeda nyata dengan sampel perlakuan waktu penggorengan 10 menit 0% coating gula yang dapat bertahan hanya 19 hari, dan sampel dengan perlakuan waktu penggorengan 10 menit 25% coating gula dapat mempertahankan mutu tekstur produk selama 28 hari.

Tabel 5 Hasil perhitungan lama waktu (hari) tesktur produk dapat bertahan Perlakuan Persamaan Regersi Linier Nilai y (kgf) Nilai x (hari)

5 menit 0% y=0.2399-0.0794x -0.2840 7 persamaan regersi linier tersebut, dapat menunjukkan bahwa semakin lama waktu penggorengan dan semakin besar presentase coating gula yang digunakan maka mutu tekstur produk dapat bertahan lebih lama.

Hubungan Perubahan Mutu Tekstur Produk dengan Perubahan Kadar Air Produk Selama Penyimpanan

Hasil pengukuran kadar air seperti yang tertera pada Tabel 6, menunjukan bahwa terjadinya penurunan mutu tekstur produk coklat tempe diikuti dengan kenaikan kadar air dari produk tersebut. Hal tersebut karena coklat tempe merupakan produk pangan hasil dari proses penggorengan. Produk pangan yang mengalami proses penggorengan memiliki kedekatan karakteristik dengan produk kering karena adanya peristiwa dehidrasi sejumlah kandungan air dalam bahan pangan tersebut. Keberadaan produk kering dalam suatu ruangan cenderung tidak stabil. Ketidakstabilan tersebut terjadi karena produk mangalami fase kesetimbangan dengan faktor lingkungan sekitarnya, sehingga produk akan cenderung melakukan penyerapan kembali sejumlah kandungan air dari lingkungan yang menyebabkan peningkatan kadar air dari produk tersebut. Peningkatan kandungan air dapat mempengaruhi karateristik fisik produk yaitu terjadinya pelunakan terhadap bagian dalam penyusun struktur bahan (matriks) pada suatu produk pangan dan menyebabkan fase bahan berubah menjadi rubbery state yang berdampak pada pelunakan tekstur menjadi lembek (Labuza et al. 2004).

(28)

18

mikrobiologi dan kimia dalam bahan pangan. Aw yang meningkat akan cenderung menunjukkan ketersediaan air bebas yang lebih tinggi dalam bahan pangan. Tersedianya air bebas yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya pertumbuhan kapang, karena air bebas merupakan air yang tidak terikat pada bahan pangan sehingga mudah digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba (Kusnandar 2010). Kapang dapat tumbuh pada aw minimal 0.7-0.8, sehingga saat kadar air sampel perlakuan 5 menit 0% dan 25% coating gula sudah ditumbuhi kapang yaitu sebesar 15%, aw produk sudah sebesar 0.7-0.8. Untuk sampel dengan waktu penggorengan yang lebih lama dan presentase coating gula lebih besar sampai hari ke-18 penyimpanan belum ditumbuhi kapang. Hal tersebut karena pengggorengan dapat memunculkan efek pangawetan karena adanya destruksi mikroorganisme dan aktivitas enzim oleh panas, serta penurunan aw pada permukaan bahan pangan jika digoreng dalam bentuk irisan tipis, sehingga ketersediaan air bebas cenderung lebih rendah (Subarna et al. 2013). Selain itu, semakin lama produk digoreng maka semakin banyak air yang akan berubah menjadi uap dan meninggalkan matriks bahan pangan sehingga kadar airnya cenderung lebih rendah (Fellows 2000). Adanya gula yang digunakan sebagai coating juga dapat mengikat air dalam produk pangan sehingga gula dapat menurunkan adanya air bebas dalam bahan pangan, sehingga tidak terdapat media untuk pertumbuhan mikroba, hal tersebut dapat mencegah adanya pertumbuhan kapang (Kusnandar 2010). Data mengenai nilai kadar air produk coklat tempe tersebut menunjukkan bahwa adanya perlakuan lama waktu penggorengan yang dikombinasi dengan adanya pelapisan gula menyebabkan kenaikan kadar air menjadi tidak besar. Hal ini disebabkan gula sebagai bahan pelapis dapat menghambat penyerapan air yang berlebihan pada produk, karena salah satu sifat gula yang higroskopis yaitu mampu mengikat air pada suatu produk pangan (Muawanah et al. 2012). Kenaikan kadar air produk coklat tempe selama 18 hari penyimpanan dapat dilihat lebih jelas pada gambar 6.

: Standar kadar air (SNI No 01-4269-1996)

Gambar 6 Grafik perubahan kadar air produk coklat tempe

Hasil analisis fisik dan analisis organoleptik menunjukkan bahwa semakin lama waktu penggorengan maka skor kekerasan sampel akan semakin tinggi karena semakin banyak air bebas yang ada dalam bahan pangan menguap ke lingkungan dan menyebabkan permukaan bahan menjadi kering dan mengeras.

(29)

19 Dapat terlihat pada Tabel 6, sampel dengan waktu penggorengan 10 menit mempunyai kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel dengan waktu penggorengan 5 menit. Sehingga, dapat dikatakan semakin lama waktu penggorengan, maka jumlah/kandungan air dalam bahan pangan akan semakin rendah karena semakin banyak air yang berpindah dari dalam bahan pangan ke lingkungan.

Tabel 6 Nilai kadar air produk coklat tempe hari ke-0, 3, 6, 9, 12, 15, dan 18

Perlakuan U Kadar air (%) hari ke-

(30)

20

tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan dari hasil analisis baik secara fisik dan organoleptik terhadap mutu tekstur produk dengan perubahan kadar air produk.

Coklat tempe yang merupakan produk pangan hasil penggorengan mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan produk pangan hasil penggorengan lainnya. Menurut SNI No 01-4269-1996, kadar air produk pangan hasil penggorengan yang memenuhi syarat yaitu maksimal 5%. Oleh karena itu, apabila kadar air produk sudah lebih dari 5% maka tekstur produk akan berubah menjadi lunak. Hal tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan antara analisis fisik dengan analisis pengukuran kadar air pada penelitian ini. Berdasarkan analisis fisik terhadap mutu tekstur coklat tempe, sampel dengan perlakuan waktu penggorengan 5 menit 0% coating gula teksturnya sudah berubah menjadi lunak saat pengukuran hari ke-6, dan berdasarkan pengukuran kadar air produk, sampel dengan perlakuan tersebut pada hari ke-6 kadar airnya sudah mendekati 5%. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh sampel dengan perlakuan 5 menit 25% coating gula, dimana berdasarkan pengukuran fisik pada hari ke-9 skor kekerasannya sudah mendekati nilai indikator kelunakan tekstur produk, dan berdasarkan hasil pengukuran kadar air produk pada hari ke-9, kadar airnya juga mendekati 5%. Namun pada sampel dengan perlakuan 5 menit 50% coating gula, pada hari ke-12 kadar airnya sudah lebih dari 5%, sedangkan berdasarkan hasil analisis fisik tekstur sampel menjadi lunak saat hari ke-18. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena pada sampel perlakuan tersebut terdapat gula yang digunakan sebagai pelapis. Salah satu sifat gula adalah dapat mengikat air, sehingga dimungkinkan air yang diikat oleh gula juga ikut terhitung saat pengukuran kadar air sampel. Hal yang sama juga terjadi pada sampel perlakuan 10 menit 25% coating gula.

Hasil Analisis Proksimat Coklat Tempe

Analisis proksimat dilakukan pada sampel terpilih dengan perlakuan terbaik yang dapat mempertahankan mutu tekstur coklat tempe paling lama. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui karakteristik kimia dari produk. Data hasil analisis baik secara fisik maupun secara organoleptik menunjukkan bahwa perlakuan terbaik yang dapat mempertahankan mutu tekstur coklat tempe paling lama adalah perlakuan waktu pengggorengan 10 menit dengan presentase coating gula 50%. Hal tersebut karena, sampel dengan perlakuan tersebut mempunyai skor kekerasan yang masih tinggi selama 18 hari penyimpanan dan berdasarkan hasil pendugaan menggunakan persamaan regersi linier ordo 1, perlakuan tersebut dapat mempertahankan mutu tekstur coklat tempe paling lama yaitu selama 54 hari. Selain itu, terjadinya peningkatan kadar air pada sampel dengan perlakuan tersebut tidak terlalu signifikan. Hasil analisis proksimat sampel tersebut, disajikan pada Tabel 7.

(31)

21 menekan reaksi kimia yang berlangsung karena ketersediaan air bebas (Omimawo dan Akubor 2012).

Kadar abu menunjukkan kandungan mineral dalam suatu bahan pangan dan jumlahnya bervariasi tergantung jenis mineral dengan komposisi bagaimanakah yang tersusun dalam bahan pangan tersebut. Analisis kadar abu sangat penting dilakukan untuk mengetahui kualitas gizi suatu bahan pangan dan digunakan pula sebagai indikator mutu pangan lain (Andarwulan et al. 2011). Kadar abu dari sampel sebesar 0.96%. Kandungan abu atau mineral dalam produk coklat tempe dapat berasal dari besi, tembaga, dan seng yang masing-masing nilainya 9.39; 2.87; dan 8.05 mg dalam 100 gram tempe (Lestari 2011). Selain itu kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang dapat menguraikan asam fitat menjadi fosfor dan inositol. Asam fitat merupakan senyawa pada kotiledon kacang-kacangan yang dapat menghalangi proses penyerapan mineral dalam tubuh. Asam fitat itu sendiri mengandung 70% fosfor (Sunaryanto 2014). Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral seperti besi, kalsium, magnesium, dan seng meningkat jumlah dan bioavalabilitasnya.

Lemak merupakan lipid sederhana dari ester gliserol yang disusun oleh asam lemak dan gliserin. Dalam struktur lemak, molekul gliseril mengikat tiga rantai asam lemak dan kemudian membentuk senyawa ester yang bersifat non polar. Berdasarkan hasil analisis proksimat, kandungan lemak pada produk coklat tempe cukup tinggi yaitu sebesar 31.99%. Kandungan lemak yang cukup tinggi tersebut dikarenakan dalam pembuatan produk terdapat proses penggorengan. Selama proses penggorengan sebagian besar air dihilangkan dari bahan pangan dalam bentuk uap air, dan sebagian minyak goreng berdifusi masuk ke dalam bahan pangan. Proses difusi air dan difusi minyak berlangsung secara berlawanan arah. Hilangnya kandungan air dari bahan pangan menyebabkan kadar air menurun, sedangkan masuknya sejumlah minyak ke dalam bahan mengakibatkan peningkatan kadar lemak (Moreira 1999). Selain itu salah satu bahan dalam pembuatan produk adalah coklat yang mempunyai kandungan lemak yang cukup tinggi.

(32)

22

dengan karbohidrat pada tempe, yang menyebabkan ketersediaan protein pada produk coklat tempe lebih rendah.

Karbohidrat merupakan komponen bahan pangan yang merupakan sumber energi utama dan serat makanan yang mempengaruhi proses fisiologi tubuh. Kandungan karbohidrat produk coklat tempe cukup tinggi yaitu sebesar 48.26%. Kandungan karbohidrat yang tinggi tersebut karena sampel mengandung gula yang cukup besar yang berasal dari coklat yang digunakan dan coating gula yang digunakan, dimana gula (sukrosa) merupakan salah satu jenis karbohidrat (Faridah et al. 2014).

Tabel 7 Hasil analisis proksimat produk coklat tempe U Hasil ẋ±SD

1. Semakin lama waktu penggorengan dan semakin tinggi presentase coating gula, maka semakin tinggi nilai kekerasan produk, tekstur produk dapat bertahan lebih lama, dan pencegahan terjadinya kenaikan kadar air yang signifikan.

2. Perlakuan terbaik yang dapat mempertahankan mutu tekstur coklat tempe paling lama adalah perlakuan waktu penggorengan 10 menit 50 % coating gula.

(33)

23 Saran

Pengujian lebih dalam mengenai sifat fisikokimia dari produk yang telah diberi perlakuan, seperti analisis warna, analisis ketengikan, dan analisis total gula. Pengujian secara organoleptik tentang penerimaan konsumen terhadap produk dengan perlakuan terbaik yang dapat mempertahankan mutu tekstur produk paling lama. Pendugaan umur simpan produk menggunakan metode arhenius serta pengujian secara mikrobiologi tentang jenis kapang yang tumbuh pada produk. Selain itu perlu adanya pengujian secara fisik menggunakan texture analyzer terhadap tempe goreng yang digunakan agar diketahui profil kerenyahan dari produk.

Perlu adanya penelitian lanjutan dengan menggunakan parameter perlakuan yaitu kombinasi lama waktu penggorengan dan presentase coating gula hasil dari penelitian ini dengan mengaplikasikan pada produk menggunakan jenis coklat lain, jenis tempe lain atau jenis kemasan lain agar mutu tektur coklat tempe dapat dipertahankan lebih lama lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah DR, B Nurtama, D Herawati, D Indrasti, E Syamsir. 2013. Panduan Praktikum Evaluasi Sensori. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Andarwulan N, F Kusnandar, dan D Herawati. 2011. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat.

Anton AA, Luciano FB. 2007. Instrumental texture evaluation of extruded snack foods: A riview. J.cienc. Technol. Aliment. 5(4): 245-251.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of Analysis. 960.5. Washingtoon DC (US): AOAC.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1999. Official Methods of Analysis. 925.45. Washingtoon DC (US): AOAC.

Boa AN. 2001. The Chemistry of Food Lecture 3. Diunduh pada: 5 Juli 2015 Tersedia di: http: //www.hull.ac.uk/php/Chsamb/Food3.pdf.

Bourne M. 2002. Food Texture and Viscosity: Concept and Measurement. London (GB): Academic Press.

[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2015. Hari tempe sedunia. [Artikel]. Palembang (ID): BKP

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-3181-1992. Cara uji makanan minuman. Jakarta (ID): BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1996. SNI 01-4269-1996. Keripik nangka. Jakarta (ID): BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 3144: 2009. Tempe kedelai. Jakarta (ID): BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2012. Tempe: Persembahan Indonesia untuk Dunia. Jakarta (ID): BSN.

Buckle KA, Edwards GH, Fleet dan M Wooton. 2009. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

(34)

24

Faridah DN, Dian H, Harsi DK, Hanifah LN, Nur W, Siti N, Dias I. 2014. Analisis Pangan. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. Fellows AP. 2000. Food procession, Technology, Principles and Practise 2nd ed.

Cambridge (UK): Woodread. Pub. Lim.

Ghidurus M, Turtoi M, Boskou G, Niculita P, Stan V. 2010. Nutritional and health aspects related to frying. Rom. Biotech. Lett.15 (6).

Hermain RM, Yusuf N. 2012. Formulasi produk ilabulo ikan patin (Pangasius sp.). [Laporan Penelitian]. Gorontalo (ID): Universitas Negeri Gorontalo. Jamaluddin, Budi R, Pudji H, Rochmadi. 2011. Model perubahan warna keripik

buah selama penggorengan vakum. J. Teknol. Per. 31(4).

Khamidah A, Eliartati. 2006. Pengaruh penambahan gula pasir dan gula merah terhadap tingkat kesukaan dodol nanas. Artikel Teknol. Per. Riau (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.

Khomsan A. 2002. Coklat Baik untuk Jantung dan Suasana Hati. Jakarta (ID): Kontribusi Ali Khomsan.

Koswara S. 2009. Teknologi Pembuatan Permen. [Internet] diunduh pada: 3 Juli 2015 tersedia di: ebookpangan.com.

Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan. Jakarta (ID): Dian Rakyat.

Labuza TP, Roe K, Payne C, Panda F, Labuza PS, Krusch L. 2004. Storage stability of dry food systems: influence of state changes during drying and storage. Di dalam: Silva M, Rocha S, editor. Drying; 2004; OSao Paulo, Brazil. Osao Paulo (BR): Proceeding 14th International Drying Symposium. hlm 48–68.

Lestari DY. 2011. Kandungan Gizi Tempe Beserta Manfaatnya [Internet] http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dewi-yuanita-lestari-ssi-msc/kandungan-gizi-tempe-beserta-manfaatnya-versi-ringkas.pdf (3 Juli 2015).

Mailangkay D. 2002. Pengaruh Kemasan Vakum dan Non Vakum Terhadap Perubahan Mutu Kimia dan Sifat Organoleptik Keripik Pisang Selama Penyimpanan. Bogor (ID): IPB.

Nurhayati E. 2010. Optimasi Perendaman Asam Askorbat Terhadap Tingkat Kecerahan dan Kandungan Vitamin C Tepung Bekatul Fungsional. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Omimawo IA dan PI Akubor. 2012. Food Chemistry (Integrated Approach with Biochemcial background) 2nd ed. Agbowo-Nigeria: Joytal printing press. [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. Buletin Konsumsi

Pangan. Jakarta (ID): Pusdatin. 4(3).

Putri A. 2012. Pengaruh kadar air terhadap tekstur dan warna keripik pisang kepok (Musa parasidiaca formatypica). [Skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hassanuddin.

(35)

25 Sugiyono, Esther M, Aton Y. 2013. Pembuatan crackers jagung dan pendugaan

umur simpan dengan pendekatan kadar air kritis. J. Teknol. Per. 24(2). Subarna, F Kusnandar, DR Adawiyah, N Wulandari, P Hariyadi, E Syamsir. 2013.

Teknik Pangan. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Sunaryanto R. 2014. Ada Apa Dengan Tempe? [Internet]

http://biotek.bppt.go.id/index.php/artikel-sains/128-ada-apa-dengan-tempe (3 juli 2014).

Supriyanto, Budi R, Y Marsono, Supranto. 2006. Kinetika perubahan kadar 5-Hydroxymethyl-2-Furfural (HMF) bahan makanan berpati selama penggorengan. J. Teknol. Pangan. 17(2).

Susiwi. 2009. Kerusakan Pangan. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia.

(36)

26

(37)
(38)

28

(39)
(40)

30

(41)
(42)

32

(43)

33 Lampiran 8 Lembar uji organoleptik

Nama : Tanggal : Sampel : Coklat Tempe No. Booth : Intruksi

1. Anda akan mendapatkan enam buah sampel coklat tempe yang akan diberikan secara satu persatu.

2. Lakukan pencicipan sampel satu persatu dengan cara menggigit dan mengunyahnya. 3. Setelah menggigit dan mengunyahnya, berikan penilaian anda terhadap tekstur coklat

tempe (kemudahan untuk dipatahkan) dengan memberikan tanda cek (√) terhadap intensitas tekstur coklat tempe pada kolom yang tersedia di bawah kode contoh.

4. Selesai menilai lakukan penetralan mulut dengan meminum air mineral yang telah disediakan, kemudian cicipi contoh berikutnya dengan cara yang sama dan lakukan penilaian terhadap tekstur coklat tempe. Demikian seterusnya sampai contoh terakhir. 5. Jangan membandingkan antar sampel.

Atribut penilaian : tekstur coklat tempe Keras : masih mempunyai tekstur padat/ renyah Lunak : melempem/lembek

Intensitas Kode

Sangat lunak

Lunak

Agak lunak

Agak keras

Keras

Sangat keras

keterangan: 1. Sangat lunak; 2. Lunak; 3. Agak lunak; 4. Agak keras; 5. Keras; 6. Sangat keras

Komentar (terkait dengan tekstur) :

(44)

34

(45)
(46)

36

(47)

37 Lampiran 12 Dokumentasi penelitian

Gambar pengujian organoleptik Gambar proses penggorengan

(48)

38

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Diagram alir pembuatan coklat tempe
Gambar 2 Tahapan penelitian utama
Tabel 1 Hasil penentuan waktu penggorengan tempe.
Tabel 2 Nilai indikator kelunakan tekstur produk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian lanjutan bertujuan untuk mempelajari perubahan mutu inderawi, karakteristik fisik, karakteristik kimia, karak- teristik mikrobiologi dan masa simpan minuman

Output Analisis Data Anova Satu Arah Uji Kadar lemak tempe kedelai dengan variasi lama pemanggangan dan tebal

Perlakuan lama waktu pencelupan yang terbaik pada hari ke-0 terdapat pada perlakuan P2 dengan lama waktu pencelupan 20 detik, sedangkan pada hari ke-7 terdapat pada perlakuan

Perlakuan lama waktu pencelupan yang terbaik pada hari ke-0 terdapat pada perlakuan P2 dengan lama waktu pencelupan 20 detik, sedangkan pada hari ke-7 terdapat pada perlakuan

Adanya variasi lama pengukusan menyebabkan terjadinya perbedaan rendemen pada keripik biji durian; semakin lama waktu pengukusan maka rendemen keripik biji durian

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, perlakuan penge- presan dan penggorengan menyebabkan perbedaan nyata kadar protein, lemak, dan asam fitat tempe kacang tanah dengan

83 PENGARUH LAMA WAKTU PENCAMPURAN TERHADAP MUTU BETON M.Riezka A.W1 Warizman2 Silviati3 Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Borobudur ABSTRAK Waktu pengadukan

Waktu pengadukan berpengaruh pada mutu beton, jika sebentar, pencampuran kurang merata, sehingga pengikatan antara bahan beton berkurang.Sebaliknya,pengadukan yang lama berakibat suhu