• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Wisata Alam Di Taman Nasional Kepulauan Seribu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Wisata Alam Di Taman Nasional Kepulauan Seribu"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

RIZQIAH MEGAWATI AL-MAKHZUMI

PEMBELAJARAN

(

LESSON LEARNED

) PENGEMBANGAN WISATA

ALAM DI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pembelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Wisata Alam di Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014 Rizqiah Megawati Al-Makhzumi

(4)

ABSTRAK

RIZQIAH MEGAWATI AL-MAKHZUMI. Pembelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Wisata Alam di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan NANDI KOSMARYANDI.

Kecenderungan masyarakat perkotaan yang menginginkan wisata berbasis alam dengan biaya terjangkau, akses mudah dan waktu singkat menjadikan TNKpS pilihan tempat wisata. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor pengembangan wisata alam di TNKpS, kemudian mendeskripsikan lesson learned yang didapat untuk membantu pengembangan wisata alam di taman nasional khusunya di taman nasional laut. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode wawancara tidak terstruktur dan kuisioner terbuka, lalu dianalisis secara statistik deskriptif menggunakan panduan kebijakan operasional dalam pengembangan wisata alam menurut PHKA 2003 dan Renstra tahun 2014 BTNKpS. Jenis wisata yang ditawarkan di TNKpS yaitu wisata resort dan wisata pemukiman. Pengelola wisata di TNKpS meliputi kepala resort wisata, agen travel wisata, manajer resort wisata, dan pemda. Terdapat delapan faktor pengembangan wisata yang dilakukan TNKpS yaitu partisipasi dan pemberdayaan masyarakat lokal, manajemen SDA, promosi dan pemasaran, akomodasi, pelayanan, infrastruktur, dukungan finansial pemerintah.

Kata kunci: kebijakan, pembelajaran, wisata alam.

ABSTRACT

RIZQIAH MEGAWATI AL-MAKHZUMI Lessons Learnt from Development of Nature Based Tourism in Kepulauan Seribu Marine National Park. Under academic supervision of RINEKSO SOEKMADI and NANDI KOSMARYANDI.

The trend of urban society to desire nature tourism with affordable cost and easy access, which takes not much time, makes the Kepulauan Seribu National Park (TNKpS) one of the choices for tourism destination. The objectives of this study are analyzing the factors for nature tourism development in TNKpS, and afterwards describing lessons learnt which are obtained, to help development of nature tourism in National Park, particularly Marine National Park. Data were obtained by method of interviews which were not structured and open questionnaires. The data were subsequently analyzed with descriptive statistics using operational policy guidelines in developing nature tourism according to PHKA 2003 and 2014 Strategic Plan of Balai (Agency) of TNKpS. Types of tourism being offered in TNKpS were resort tourism and residence tourism. Tourism managers in TNKpS comprise head of tourism resort, tourism travel agent, manager of tourism resort and local government. There are eight factors of tourism development which are handled in TNKpS, namely participation and empowerment of local community, management of natural resources, promotion and marketing, accommodation, service, infrastructure, and financial support from government.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

RIZQIAH MEGAWATI AL-MAKHZUMI

PEMBELAJARAN

(

LESSON LEARNED

) PENGEMBANGAN WISATA

ALAM DI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pembelajaran(Lesson Learned) Pengembangan Wisata Alam Di Taman Nasional Kepulauan Seribu

Nama : Rizqiah Megawati Al-Makhzumi

NIM : E34100129

Disetujui oleh

Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF Pembimbing I

Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul “Pembelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Wisata Alam di TNKpS” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini juga disusun untuk mengembangkan wawasan penulis mengenai pengembangan wisata alam.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF dan Bapak Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran, masukan, dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi dari awal sampai akhir penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terima kasih kepada ayah dan mamah tercinta, Drs Imam Asrori dan Muryanah yang selalu mendoakan, mengingatkan, memberi semangat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhingga. Penulis juga tidak lupa berterima kasih kepada seluruh staf Taman Nasional Kepulauan Seribu dan Pemerintah daerah Kepulauan Seribu. Terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Alat dan Subyek 3

Jenis Data 3

Metode Pengambilan Data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4

Wisata Alam di TNKpS 6

Pengelola Wisata Alam di TNKpS 8

Faktor Pengembangan Wisata alam di TNKpS 11

Pembelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Wisata alam di TNKpS 13 SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kondisi fisik TNKpS 5

2 Sifat partisipasi masyarakat lokal terhadap kegiatan wisata alam 11

3 Potensi kehilangan pendapatan dari penarikan PNBP 16

4 Selisih PNBP dengan Kel. P. Panggang berdasarkan PP No. 12 Tahun

2014 17

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 2

2 Hubungan timbal balik antar pengelola wisata 10

3 Persentase pengetahuan pengunjung terhadap SIMAKSI 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pengelola wisata alam 22

2 Faktor pengembangan wisata alam 23

3 Analisis keberhasilan dan kegagalan pengembangan wisata alam 25

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wisata alam (nature tourism), merupakan aktifitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya (Brunn 1995). Jenis wisata alam diatur dalam Permendagri No. 33 tahun 2009, salah satunya adalah jenis wisata alam bahari seperti yang ada di Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) yang terdiri dari 78 pulau sangat kecil dan 6 merupakan pulau pemukiman, 86 gosong, dangkalan pasir dan hamparan laut. Sebagian besar pulau di TNKpS telah menjadi tujuan wisata termasuk pulau-pulau pemukiman dan spot-spot bawah air untuk olahraga diving dan snorkeling yang menampilkan obyek visual terumbu karang, lumba-lumba, penyu, dan bangkai kapal-kapal karam. Lokasi berjemur (sunbathing), sunset dan sunrise, camping, birdwatching, pemancingan (fishing), danolahraga jet-ski juga tersedia di sana.

Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) masuk ke dalam wilayah administratif Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta ibukota Negara Republik Indonesia. DKI Jakarta merupakan kota metropolitan, sentral pemerintahan, kegiatan ekonomi dan pendidikan serta dekat dengan bandara internasional Soekarno-Hatta yang merupakan gerbang bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.

Menurut Freyer (1993) dalam Damanik & Weber (2006) ada beberapa hal yang dipertimbangkan oleh wisatawan sebelum mengambil keputusan untuk melakukan perjalanan, yaitu biaya, daerah tujuan wisata, bentuk perjalanan, waktu dan lama berwisata, akomodasi yang digunakan, moda tranportasi dan lainnya. Dari beberapa hal yang perlu dipertimbangkan TNKpS termasuk ke dalam destinasi wisata yang dipilih oleh wisatawan, terutama wisatawan daerah DKI Jakarta dan sekitarnya. Hal tersebut, dikarenakan TNKpS menyediakan biaya paket wisata (makan, transportasi, penginapan, sewa alat dll) dengan harga yang terjangkau. TNKpS merupakan salah satu dari 12 destinasi wisata bahari unggulan di Indonesia, bentuk perjalanan yang disediakan TNKpS ada bermacam-macam yaitu berkelompok dengan diorganisir oleh travel wisata, dan individual ataupun kelompok kecil. Waktu dan lama berwisata di TNKpS yaitu dua hari di akhir minggu atau di musim libur karena hal tersebut berimplikasi pada waktu luang dan biaya yang dikeluarkan wisatawan, karena masyarakat perkotaan memiliki kecenderungan menginginkan wisata yang berbasis alam dengan biaya yang terjangkau, akses mudah dan waktu yang singkat. Akomodasi yang disediakan TNKpS bermacam-macam sesuai permintaan wisatawan, moda tranportasi yang digunakan wisatawan untuk sampai ke TNKpS yaitu dengan menggunakan moda transportasi darat dan laut yang selama perjalanan wisatawan juga dapat menikmati atraksi wisata.

(12)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor pengembangan wisata alam di TNKpS, kemudian mendeskripsikan lesson learned yang di dapat dari pengembangan wisata alam untuk membantu pengembangan wisata alam di taman nasional khusunya di taman nasional laut.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Perencanaan dan pengembangan sektor pariwisata khususnya wisata alam Taman Nasional laut dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pengembangan wisata alam.

2. Sivitas akademika dan praktisi diharapkan tulisan ini menjadi referensi dalam melakukan penelitian dan praktik terkait pengembangan wisata alam.

3. Pemerintah dapat dijadikan sebagai masukan dalam membuat kebijakan terkait dengan aktifitas wisata alam di Taman Nasional Laut.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kepulauan Seribu, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. seperti terlihat pada Gambar 1.

(13)

3 Waktu penelitian yaitu pada bulan Februari sampai dengan April dan empat kali pengambilan data di PJLKKHL (Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung) pada bulan Mei tahun 2014.

Alat dan Subyek

Subyek penelitian ini adalah seluruh pihak yang memiliki kepentingan dan pengaruh langsung terhadap wisata alam yaitu pengelola TNKpS, Pemda (Pemerintah Daerah) setempat, travel dan manajer resort. Peralatan yang digunakan selama penelitian berlangsung ialah alat tulis, peta kawasan, komputer, kamera dan panduan wawancara serta kuesioner.

Jenis Data

Jenis data dikelompokkan menjadi dua, yaitu data utama dan data Penunjang. Data utama merupakan data pokok yang berkaitan dengan pengembangan wisata alam di TNKpS, diperoleh dari kuesioner maupun hasil wawancara mendalam (in-depth interview) dengan pihak terkait dan dokumen-dokumen penting.

Data penunjang merupakan data yang dijadikan sebagai pelengkap data utama yang dapat dijadikan sebagai bahan untuk mengambil pelajaran dari pengembangan wisata alam di TNKpS, dikumpulkan dari dokumen yang dipublikasikan pihak terkait berupa buku, laporan hasil penelitian, dan laporan lainnya serta regulasi dan aturan yang terkait dengan pengelolaan taman nasional.

Metode Pengambilan Data

Pengumpulan data yang dilakukan selama penelitian menggunakan metode: Metode wawancara mendalam (in-depth interview)

Metode ini diberikan terhadap responden yang mewakili dan atau tokoh kunci (key person) dengan cara melakukan wawancara mendalam secara berulang dari pertanyaan yang bersifat santai, fleksibel, informal dan efektif. Dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik wawancara yang ditujukan kepada responden yang dianggap mengetahui kajian yang dibahas. Data yang dikumpulkan adalah informasi pengelola TNKpS, travel dan manajer resort wisata serta Pemerintah Daerah setempat.

Studi pustaka

(14)

4

Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan yaitu

1. Metode statistik deskriptif analitik berupa penjelasan secara deskriptif data-data hasil pengolahan yang berupa persentase suatu nilai secara statistik. 2. Metode analisis kualitatif dengan dengan penjelasan secara deskriptif

hasil-hasil wawancara. Untuk menyelidiki dan memecahkan masalah yang tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi data sampai kepada kesimpulan yang didasarkan atas penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

TNKpS merupakan kawasan pelestarian alam perairan seluas 107.489 Ha, termasuk daratan P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/kpts-II/2002 terletak pada posisi geografis antara 5°24' - 5°45' LS dan 106°25' - 106°40' BT yang terdiri dari empat ekosistem utama yaitu, hutan pantai, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang.

Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya

TNKpS merupakan wilayah kecamatan Kep. Seribu Utara, yang terdiri dari tiga kelurahan yaitu: Kel. P. Panggang, Kel. P. Kelapa dan Kel. P. Harapan. Total keseluruhan jiwa sebesar 14.632 jiwa. Mata pencaharian masyarakat TNKpS mayoritas nelayan, karyawan swasta/PNS/ABRI, pedagang, pensiunan, pertukangan dll. Perekonomian masyarakat TNKpS yang paling menonjol adalah usaha perikanan dan wisata. Kel.P.Panggang masyarakatnya berasal dari Tangerang, Jawa, dan Sulawesi, masyarakat Kel.P.Harapan masyarakatnya mayoritas asli pulau dan suku Betawi, Kel.P.Kelapa mayoritas masyarakatnya dari suku Bugis. Karena kebudayaan yang beragam pada Kel.P.Panggang dan P.Harapan, sehingga tidak ada budaya khusus yang ditonjolkan selain rebana dan marawis. Namun pada kelurahan P.Kelapa karena masyarakatnya berasal dari suku Bugis, sehingga ada tari-tarian, makanan khas suku Bugis serta rumah adat suku Bugis.

Kondisi Fisik

(15)

5 Tabel 1 Kondisi fisik TNKpS

No Data Uraian Data

1. Lokasi Kec. Kep. Seribu Utara, Kab. Adm. Kep. Seribu

2. Lingkungan Sekitar Pulau-pulau kecil berpasir putih dan gosong, perairan laut dangkal (10-40 meter)

3. Geologi Geologi kuarter batuan yang belum kompak (QI), terbentuk dari batuan sedimen satuan batu gamping koral tersusun oleh koloni koral, hancuran koral dan cangkang moluska.

4. Geomorfologi Laguna, Rataan Terumbu (Reef flat), dan Lereng Terumbu (Tubir).

5. Batimetri Kedalaman perairan laut dangkal sekitar 0-40 m

6. Topografi Topografi landai 0-5 % dengan ketinggian rata-rata 0 – 2 mdpl

7. Iklim iklim tipe A yaitu daerah iklim tropika basah di mana dipengaruhi oleh 2 (dua) musim yaitu musim barat (Januari-Februari) dan musim timur (Juli-Agustus). 8. Hidrologi dan

Oceanografi

Pasang Surut Pasut Harian Tunggal (diurnal), di mana dalam satu hari terdapat satu kali pasang surut dengan periode pasut selama 24 jam 50 menit

Gelombang Tinggi gelombang sekitar 0,5 – 1,5 meter, panjangnya 1-12 meter

Arus Laut Kecepatan arus permukaan berkisar antara 0,05 – 0,12 m/detik

Suhu 28-30,5 ºC

Salinitas 30-31,5 ‰.

Derajat Keasaman pH rata-rata sebesar 8

Kecerahan, Kekeruhan Kecerahan 3-15 m, kekeruhan 0,5 – 1,1 NTU

Sumber: Statistik BTNKpS 2012

Kondisi Biotik

(16)

6

Beberapa pulau menjadi habitat atau tempat perteluran penyu sisik (Eretmocelys imbricata) diantaranya seperti P. Pramuka, P. Karya, P. Semak daun, P. Kotok Besar, P. Bira Besar, P. Sepa Barat, P. Yu Barat, P. Yu Timur, P. Penjaliran dan P.Peteloran.

Vegetasi

Jenis-jenis vegetasi pantai yang dijumpai adalah pandan laut (Pandanus tectorius), butun (Barringtonia asiatica), cemara laut (Casuarina equisetifolia), mengkudu (Morinda citrifolia), sentigi (Pemphis acidula), ketapang (Terminalia Catappa) dan seruni (Wedelia biflora). Selain itu juga terdapat beberapa jenis mangrove seperti bakau (Rhizophora stylosa Griff.) pedada (Sonneratia sp.) dan api-api (Avicennia sp.).

Lamun dan Flora Laut Lainnya

Jenis flora laut, kawasan TNKpS ditumbuhi oleh beberapa jenis lamun dan alga yaitu 7 jenis lamun dan 18 jenis alga (BTNKpS, 2009). Jenis-jenis lamun yang telah teridentifikasi sebanyak 7 jenis sebagai berikut : Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Cymodoceae rotundata, Cymodoceae serrulata, Syringodium isoetifolium, Halodule uninervis, dan Enhalus acoroides.

Terumbu Karang

Terumbu karang pada masing-masing tapak membentuk ekosistem khas daerah tropik, pulau-pulaunya dikelilingi terumbu karang tepi (fringing reef) dengan kedalaman 1-20 meter. Terumbu karang tepi (fringing reef) dapat ditemukan di tubir (lereng terumbu) sekeliling pulau dengan kedalaman 2 m atau lebih. Koloni (lifeform) karang terdiri dari koloni karang keras (hard coral) dan koloni karang lunak (soft coral), yang dijumpai antara lain Acropora Tabulate, Acropora branching, Acropora digitate, Acropora submassive, Branching, Massive, Encrusting, Submassive, dan Foliose. Kelompok karang keras yang kelimpahannya cukup banyak antara lain dari famili Fungidae, Poritidae, Acroporidae, Faviidae, dan Agaricidae.

Wisata Alam di TNKpS

Wilayah TNKpS sejak dulu sudah menjadi salah satu destinasi wisata dan mengalami perkembangan wisata yang pesat dari tahun 2004 hingga saat ini. Hal ini dikarenakan perkembangan wisata alam yang semakin diminati dilatar belakangi oleh semakin banyaknya masyarakat yang ingin kembali ke alam (back to nature).

(17)

7 selama dua hari satu malam. Wisatawan yang memilih resort wisata sebagian besar golongan ekonomi menengah ke atas. Wisatawan ekonomi menengah ke bawah umumnya wisata yang dipilih adalah wisata pemukiman dengan jumlah tak terbatas atau wisata massal dengan harga paket Rp. 450.000,- dengan fasilitas homestay, catering, barbeque, diving, dan snorkeling selama dua hari satu malam. Pulau-pulau yang dijadikan wisata pemukiman diantaranya P.Pramuka dan P.Harapan.

TNKpS dibagi menjadi tiga seksi pengelolaan taman nasional (SPTN), yaitu SPTN wilayah I pulau Kelapa, SPTN wilayah II pulau Harapan, dan SPTN wilayah III pulau Pramuka dengan rincian sebagai berikut :

1. SPTN wilayah I P.Kelapa mencakup P.Semut, P.Kaliage Kecil, P.Kaliage Besar, P.Kelapa, P.Kelapa Dua, P.Panjang Besar, P.Panjang Kecil, P.Genteng Kecil, P.Gentang Besar, P.Matahari, P.Putri Gundul, P.Putri Barat, P.Macan Kecil, P.Panjang, P.Tongkeng, P.Kayu Angin Putri, P.Melintang Kecil, P.KA Melintang, P.Melintang Besar, P.Melinjo, P.Semut Besar, P. Cina, P.Jukung, P.Kelor Barat, P.Kelor Timur, P.Saktu, P.Yu Barat, P.Yu Timur, P.Gosong Yu, P.Hantu Barat, P.Hantu Timur, P.Bundar, P.Kapas, P.Lipan, P.Sebaru Kecil, P.Gosong Rengat, dan P.Dua Barat.

2. SPTN wilayah II P. Harapan mencakup P.Opak Besar, P.Harapan, P.Pamegaran, P.Bulat, P.Bira kecil, P.Rose, P.Bira besar, P.Kayu Angin Bira, P.Belanda, P.Putri Timur, P.Pelangi, P.Perak, P.Paptheo, P.Sepa Besar, P.Sepa Kecil, P.Sepa Besar, P.Semut Kecil, P.Nyamplung, P.Sebaru Besar, P.Rengit, P.Jagung, P.Penjaliran Barat, P.Penjaliran Timur, P.Peteloran Barat, P.Peteloran Timur dan P.Dua Timur.

3. SPTN wilayah III P. Pramuka mencakup P.Opak Kecil, P.Karang Bongkok, P.Kotok Kecil, P.Kotok Besar, P.Gosong Congkak, P.Semak Daun, P.Karya, P.Panggang dan P.Pramuka.

Tiap-tiap SPTN terdapat pulau yang dijadikan wisata pemukiman dan wisata resort yaitu :

1. Pada SPTN wilayah I P.Kelapa yang merupakan pulau resort wisata adalah P.Matahari, P.Hantu Timur, dan P.Macan Kecil. Pulau wisata pemukiman hanya P.Kelapa, adapun P.Kelapa Dua tidak menjadi wisata pemukiman dikarenakan penduduk P.Kelapa Dua merupakan penduduk suku Bugis, sehingga penduduk P.Kelapa Dua tidak menginginkan adanya wisata dikarenakan takut terjadinya pergeseran budaya. Dengan demikian wisatawan yang ingin berkunjung ke P.Kelapa Dua hanya dapat melihat pelestarian penyu, arboretum mangrove dan arboretum terumbu karang di sekitar kantor SPTN wilayah I P.Kelapa yang berlokasi di P.Kelapa Dua.

2. SPTN wilayah II P.Harapan terdapat pulau yang menjadi pulau resort wisata adalah P. Bira Besar, P.Putri timur, dan P.Sepa, sedangkan pulau yang menjadi pulau wisata pemukiman yaitu P.Harapan.

(18)

8

Pengelola Wisata Alam di TNKpS

Pengelola wisata di TNKpS meliputi pihak dari TNKpS yaitu kepala resort wisata, agen travel wisata, manajer resort wisata dan Pemda.

Elang Ekowisata (SPTN III)

Didirikan pada tahun 2003, namun diresmikan pada tahun 2004. Keadaan SDM berjumlah 10 orang yang merupakan orang asli pulau yang berprofesi sebagia guide. Upaya –upaya seperti legalitas, pelatihan, monitoring, transek yang diberikan dari Yayasan Terangi dan TNKpS merupakan upaya yang dilakukan dalam mendukung serta meningkatkan kualitas SDM. Promosi melalui media sosial yaitu situs facebook dan dari mulut ke mulut.

Paguyuban Pemandu (SPTN II)

Paguyuban pemandu diketuai oleh Bapak Ilham, didirikan pada tahun 2013 dengan jumlah anggota 40 orang dengan latar belakang pendidikan SD hingga SMA. Upaya untuk mendukung meningkatkan SDM dilakukan dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh TNKpS. Strategi pemasaran yang dilakukan untuk mengangkat wisata di Pulau Harapan dengan cara menurunkan harga paket wisata.

AJWKS (Asosiasi Jasa Wisata Kepulauan Seribu)

AJWKS merupakan himpunan lembaga-lembaga wisata di Kepulauan Seribu. Berdiri tahun 2012 yang merupakan inisiasi salah satu dari masyarakat P.Pramuka, dibawahi oleh Pemda dan dibina oleh TNKpS.

Tujuan dibentuknya AJWKS yaitu untuk memudahkan komunikasi antar lembaga wisata, yang mencakup travel, guide, dan dive centre. Hingga tahun 2014 perkembangan AJWKS masih tahap sosialisasi lembaga-lembaga wisata secara keseluruhan, karena belum seluruhnya tahu lembaga wisata tentang adanya AJWKS dan keharusan menjadi anggota. Selain itu terlalu banyak lembaga-lembaga wisata yang ada di Kepulauan Seribu, sehingga mengalami kendala saat ada rapat tidak semua yang bisa hadir. Sistem pemasaran yang dilakukan AJWKS dalam mengembangkan wisata melalui kaskus dan milist, alasan tidak menggunakan media cetak karena keterbatasan dana. Sumber pendanaan AJWKS hanya berasal dari anggota AJWKS.

GURITA (Guide Tour and Travel)

Merupakan himpunan guide dan travel P.Pramuka dan P.Panggang yang berdiri pada tahun 2012. Gurita beranggotakan 80 orang dari berbagai usia. Latar belakang terbentuknya Gurita yaitu tidak ingin adanya perbedaan harga paket travel dan guide, sehingga tujuan dibentuknya Gurita yaitu standarisasi atau menyamakan harga paket travel dan guide agar tidak ada kesenjangan serta tidak menjatuhkan harga travel dan guide. Selain itu juga dengan adanya Gurita memudahkan untuk menyamakan persepsi terkait wisata alam yang berbasis lingkungan.

(19)

9 PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) dan konservasi serta edukasi. Dengan demikian guide juga merupakan sebagai interpreter. Guide yang membawa tamu atau wisatawan 10 orang untuk snorkeling mendapatkan pendapatan sebesar Rp. 300.000,- sedangkan guide yang membawa tamu atau wisatawan sebanyak lima orang mendapatkan pendapatan sebesar Rp. 250.000,-.

Resort wisata (swasta)

Pada awalnya pulau yang dijadikan wisata resort merupakan pulau vila keluarga yang jarang dikunjungi, namun pada tahun 2005 melihat potensi pulau yang dapat dijadikan wisata resort, dengan demikian sejak tahun 2005 sampai saat ini menjadi pulau wisata resort yang terbatas. Biaya yang dikenakan untuk wisatawan Rp.1.500.000,- per orang selama dua hari, jumlah wisatawan yang diperbolehkan sangat terbatas yaitu hanya 150 orang. Dari hasil pendapatan wisata resort akan disisihkan untuk kepentingan sosial dan lingkungan sebesar 10 % dari pendapatan resort, sementara dari aspek edukasi kontribusi yang diberikan hanya melalui penurunan tarif untuk pelajar yang akan berlibur di pulau yang dijadikan wisata resort. Dalam segi kelestarian lingkungan manajer resort bekerja sama dengan TNKpS, karena dalam menjaga konservasi laut TNKpS merupakan garda depan.

Pemerintah Daerah

Wisata dirintis oleh Pemda Kepulauan Seribu sejak tahun 2003. Saat ini wisata yang ada bermacam-macam, diantaranya seperti wisata resort dan wisata pemukiman. Pulau-pulau yang menjadi resort wisata diantarannya yaitu P. Bidadari, P. Air, P. Ayer, P. Kotok besar, P. Putri, P. Sepa, P. Matahari, P. Macan kecil, dan P. Pantara. Pulau yang dijadikan wisata pemukiman yaitu seperti P. Pramuka, P. Harapan, P. Kelapa.

Hingga saat ini belum adanya kebijakan pemerintah Kepulauan Seribu terkait wisata, karena Pemda masih fokus bagaimana caranya agar Pulau Seribu menjadi tujuan wisata yang berkembang dan banyak diminati oleh pengunjung. Upaya yang dilakukan oleh pemda dalam memajukan wisata dilakukan dari berbagai aspek, seperti peningkatan transportasi yang dikelola oleh suku dinas pehubungan dan kelautan, dan suku dinas pariwisata yang fokus dalam pengembangan wisata melalui promosi dan paket travel serta guide wisata. Selain upaya tersebut, pemda juga meningkatkan sarana prasarana seperti peningkatan jumlah homestay, pembuatan jalan, pembuatan kolam labuh sebagai salah satu obyek wisata.

(20)

10

Namun kondisi dilapang menunjukkan belum adanya koordinasi dan kerjasama antara TNKpS dan Pemda. Kep. Seribu dalam pengelolaan kawasan maupun penjelasan peran masing-masing dalam kegiatan wisata seperti pada Gambar 2.

Keterangan: (1). Pengelolaan kawasan yaitu TNKpS dengan Pemda; (2) adminstratif pengelolaan; (2a) pemda dengan resort; (2b) Pemda dengan agen; (3) kegiatan wisata resort dengan agen; (4) pengelolaan konservasi (4a) TNKpS dengan agen; dan (4b) TNKpS dengan resort.

Gambar 2 Hubungan timbal balik antar pengelola wisata

Keterkaitan antara Pemda. Kep. Seribu dengan pihak resort wisata dan agen penyelenggara (2a) dan (2b) wisata merupakan bentuk keterkaitan dalam hal administratif pengelolaan seperti perizinan dan rekomendasi serta lainnya. Selain itu keterkaitan TNKpS dan agen wisata berupa pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas pengelolaan wisata seperti pemanduan, penyelaman, dan lainnya. Keterkaitan antar pelaku utama kegiatan wisata yaitu resort wisata dan agen wisata (3) lebih pada bentuk pengelolaan wisata seperti dalam pengarahan pengunjung, upaya promosi kawasan, koordinasi paket yang terintegrasi antar wisata resort dan wisata pemukiman hingga koordinasi dan kerjasama dalam sarana maupun prasana.

Kedua pengelola wisata tersebut merupakan pelaku utama karena yang merasakan manfaat ekonomi langsung dari kegiatan wisata adalah agen dan resort wisata, sedangkan pemda dan TNKpS merupakan pengelola wisata penunjang dan tidak merasakan manfaat ekonomi secara langsung. Instansi pemerintahan tersebut menjadi pembimbing dalam kegiatan wisata baik dalam segi pengunjung, wisata yang bertanggung jawab dan pelestarian alam.

(21)

11 Faktor Pengembangan Wisata alam di TNKpS

Faktor pengembangan wisata alam diformulasi dari berbagai sumber (Lampiran 3). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan wisata alam di TNKpS, diantaranya seperti partisipasi masyarakat lokal. Terdapat beberapa kelompok partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata alam di TNKpS. Steck et al (1999) dalam Damanik & Weber (2004) mengelompokkan partisipasi masyarakat berdasarkan derajat keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan usaha wisata, seperti disederhanakan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Sifat partisipasi masyarakat lokal terhadap kegiatan wisata alam

Masyarakat Sifat partisipasi Parameter

Guide

Langsung - - Masyarakat bekerja di dalam kawasan wisata (pemandu, karyawan

akomodasi/restoran).

- Masyarakat sebagai pengusaha atau pengelola jasa akomodasi atauu restoran, atraksi, dan transportasi di dalam kawasan wisata.

Pedagang Dive shop Rental sepeda

Tidak langsung - Masyarakat sebagai supplier bahan kebutuhan kegiatan wisata alam dalam bentuk: bahan pangan (beras, sayur-mayur, buah-buahan, minuman, dll), bahan bangunan, kerajinan tangan.

- Masyarakat sebagai pengelola usaha jasa penunjang kegiatan wisata alam (persewaan tenda, alat selam dll).

Masyarakat biasa

Nol/tidak ada Masyarakat tidak berpartisipasi.

Faktor pengembangan wisata lainnya yaitu pengembangan pengetahuan dan pelatihan kepada masyarakat lokal melalui sosialisasi dan pelatihan terkait kawasan dan kegiatan wisata alam. Hal ini seperti yang disebutkan oleh (Zeppel 2006, Butler dan Hinch 2007). TNKpS memberikan pengembangan pengetahuan kepada ketua RT (rumah tangga) dan masyarakat yang berprofesi sebagai pemandu, selain itu juga memberikan pengetahuan terkait kawasan yang diperbolehkan melakukan kegiatan wisata alam serta bagaimana wisata bertanggung jawab dapat diberikan kepada wisatawan.

(22)

12

TNKpS melakukan pengembangan wisata alam melalui pameran, pembuatan jurnal, pembuatan dan pembaharuan media-media promosi seperti melalui booklet, leaflet, website, film dokumentasi, kegiatan-kegiatan yang mengangkat potensi secara luas dengan kegiatan-kegiatan seperti festival bahari dan jambore bahari. Tidak hanya TNKpS yang melakukan hal tersebut. Promosi dan marketing juga dilakukan oleh agen dan resort wisata melalui website dan pemberian harga khusus untuk pelajar. Pemasaran dan media sosial dalam rangka promosi, iklan dan hubungan publik merupakan faktor penting dalam pengembangan wisata alam menurut Dieke (2005).

Akomodasi wisata yang disediakan pengusaha wisata masuk kedalam paket wisata (Lampiran 4). Paket wisata disesuaikan dengan permintaan dan tingkatan wisatawan. Jenis transportasi yang digunakan terdapat tiga jenis, penginapan untuk wisatawan terbagi tiga yaitu di pulau pemukiman, pulau pribadi dan resort wisata. Hal tersebut sesuai dengan (Mill dan Morrison 2002; Perreault dan McCarthy 2002) bahwa akomodasi dan pelayanan merupakan elemen yang mempengaruhi pengembangan wisata alam. Bentuk pelayanan yang diberikan guide sebatas pendampingan kegiatan wisata penyediaan kebutuhun dan fasilitas selama berwisata, tidak berperan sebagai interpreter yang mampu menjelaskan hal-hal menarik pada obyek wisata. Hal ini dikarenakan beberapa kendala seperti keterbatasan bahasa, keterbatasan ketrampilan dan jumlah guide dalam satu kelompok wisata.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya tentang keterkaitan antar pengelola wisata di TNKpS, namun demikian tidak ada kolaborasi dan kemitraan serta hubungan kerjasama yang jelas diantara pengelola tersebut. Sedangkan menurut Blackman et al. (2004) kolaborasi dan kemitraan merupakan faktor dalam pengembangan wisata alam.

Infrastruktur, dukungan pemerintah dan finansial merupakan faktor kesuksesan dalam pengembangan wisata alam menurut Blackman et al. (2004). Infrastruktur yang ada di Kepulauan Seribu merupakan infrastruktur yang diberikan untuk masyarakat, namun fungsi infrastruktur tersebut menjadi sarana prasarana penunjang untuk wisatawan. Infrastruktur yang ada seperti dermaga, ATM, Rumah Sakit, dan Kantor Pos. Kepulauan Seribu merupakan bagian dari pengembangan infrastruktur wilayah oleh kabupaten, sehingga kegiatan wisata pada wilayah Kep. Seribu mendapat dukungan dari pemerintah setempat melalui dinas pariwisata berupa pusat informasi dan dinas perhubungan berupa dermaga dan transportasi. Dukungan finansial berasal dari pemerintah daerah setempat.

Pengelolaan dan pengusahaan wisata alam di TNKpS tidak ada organisasi yang menaungi keseluruhan kegiatan wisata, meskipun ada beberapa usaha pembentukan lembaga wisata masyarakat yang berusaha menaungi seluruh kegiatan wisata di TNKpS seperti Gurita dan AJWKS. Namun keduanya belum secara keseluruhan dapat mengakomodir kegiatan wisata di TNKpS. Organisasi wisata di TNKpS berjumlah banyak, namun berjalan masing-masing dalam pelaksanaan wisatanya. Terdapat koordinasi, namun hal tersebut sebatas pengalihan pengunjung yang terlalu banyak.

(23)

13 dilakukan 6 bulan 1x telah dilakukan oleh TNKpS dalam upaya peningkatan kapasitas pengetahuan wisata yang bertanggung jawab.

Pembelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Wisata alam di TNKpS

Pembelajaran (Lesson learned) pengembangan wisata di TNKpS dianalisis dengan menggunakan panduan kebijakan operasional dalam pengembangan wisata alam (PHKA 2003). Tabel keberhasilan dan kegagalan pengembangan wisata alam di TNKpS dituangkan dalam Lampiran 3.

Pengelolaan wisata berdasarkan kebijakan dan strategi tahun 2014 Balai TNKpS yaitu Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam terdiri dari 5 kegiatan pokok (BTNKpS 2014). Beberapa metode pengembangan wisata alam yang dilaksanakan oleh TNKpS adalah penyuluhan terhadap generasi muda dan melaksanakan kegiatan Bina Cinta Alam melalui muatan lokal di sekolah-sekolah, pembinaan kader konservasi dan pendampingan wisata alam yang merupakan bagian dari rencana strategi tersebut, secara detail dijelaskan sebagai berikut.

1. Pengembangan wisata alam bahari di SPTN I

Melalui pembentukan paguyuban pemandu Bintang Harapan, saat ini kondisi paguyuban tersebut mulai merintis kegiatan wisata di SPTN I ditunjukan dengan adanya kegiatan seperti pembuatan ID card pemandu, seragam dan pelatihan serta peningkatan SDM (sumber daya manusia) pemandu.

2. Pengembangan wisata alam bahari di SPTN III

Melalui pembentukan paguyuban pemandu GURITA pada tahun 2012, saat ini kondisi paguyuban tersebut sudah tidak aktif lagi dikarenakan terdapat masalah internal antar anggota.

3. Promosi dan publikasi

Promosi dan publikasi yang telah dilakukan TNKpS selama tahun 2012 melalui booklet sebanyak 2000 eksemplar, 1000 eksemplar poster, 5000 eksemplar leaflet, pameran flora fauna, gebyar wisata dan budaya nusantara, serta indogreen forestry expo di JCC dan kegiatan pendampingan wisata alam bahari.

4. Pembentukan dan pembinaan kader konservasi

TNKpS telah melakukan pembentukan dan pembinaan kader konservasi sesuai SK Kepala Balai TN Kep. Seribu No.07/BTNKpS-1/2010 yaitu kader konservasi Tk pemula sebanyak 20 orang pada tahun 2012.

5. Pembentukan dan pembinaan pemandu wisata

(24)

14

6. Kegiatan Bina Cinta Alam

Telah dilakukan selama tahun 2012 kegiatan Bina Cinta Alam oleh TNKpS, diantaranya kegiatan seperti Perkemahan Konservasi dalam Bentuk Jambore Bahari, Cerdas Cermat Konservasi, Pendidikan Konservasi Tk. Dasar sebagai muatan lokal di SD. Pulau Harapan, Pendidikan Konservasi Tk. Dasar sebagai Mulok di SD 01 dan 02 Pulau Kelapa.

Pengelolaan wisata yang dilakukan oleh TNKpS belum efektif terutama dari aspek pengenalan kawasan. Persepsi pengunjung sebagian besar tidak tahu bahwa mereka berada dan melakukan kegiatan wisata di kawasan konservasi. Hal tersebut dapat dilihat dari Gambar 3 yang menunjukkan pembuatan SIMAKSI oleh pengunjung.

Gambar 3 Persentase pengetahuan pengunjung terhadap SIMAKSI

Meskipun pengunjung tidak diwajibkan membuat simaksi, namun dari Gambar 3 diketahui bahwa pengunjung tidak tahu SIMAKSI dan izin pada kawasan apa SIMAKSI tersebut. Sebanyak 85.6% pengunjung tidak melakukan pembuatan SIMAKSI dikarenakan pengunjung tidak tahu bahwa kegiatan wisata yang mereka lakukan termasuk ke dalam kawasan konservasi TNKpS.

Pengunjung hanya mengetahui bahwa mereka berwisata di Kepulauan Seribu yang dikelola oleh agen wisata dan Pemda Kep. Seribu. Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa sebanyak 14.4% pengunjung yang melakukan pembuatan SIMAKSI, hal tersebut dilatar belakangi karena tujuan pengunjung untuk melakukan penelitian dan diharuskan melakukan birokrasi ke kantor taman nasional, sehingga pengunjung tahu tentang TNKpS.

Rendahnya pengetahuan pengunjung mengenai kawasan yang menjadi lokasi berwisata didukung dengan Tour operator resort wisata dan agen wisata yang ada di TNKpS mayoritas tidak berizin sesuai dengan Permenhut No. 48 Tahun 2010 dan PP No. 36 Tahun 2010 Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Paguyuban pemandu Bintang Harapan dan GURITA berada dibawah

(25)

15 bimbingan TNKpS dalam melakukan kegiatan wisata, sehingga kegiatan wisata lebih terarah dan terkontrol baik dari materi dan dalam kegiatan berwisata.

Penyelenggaraan kegiatan wisata selain tidak memiliki izin, terdapat faktor lain berupa manajemen wisata yang terpisah-pisah. Hal tersebut menyebabkan promosi wisata tidak mendukung satu dan lainnya, melainkan hanya menonjolkan lembaga masing-masing untuk mendapatkan pengunjung sebanyak-banyaknya. Manajemen wisata terpisah juga mengakibatkan TNKpS tidak dapat mengontrol wisatawan dari segi jumlah yang berimplikasi kepada daya dukung wisata dan daya dukung kawasan menjadi terganggu.

Manajemen wisata terpisah menimbulkan beberapa hal seperti adanya wisatawan dan guide lepas yang berimplikasi pada tujuan wisata ke zona inti yang memiliki keunikan dan keindahan yang lebih seperti Pulau Kayu Angin Bira (Zona Inti III). Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 56 tahun 2006 tentang Pedoman zonasi taman nasional yang menyatakan bahwa zona inti taman nasional adalah zona yang mutlak harus dilindungi, didalamnya tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktifitas manusia. Kegiatan yang diperbolehkan hanya yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, dan penunjang budidaya. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan adanya kegiatan yang dapat mengancam kelestarian pada zona inti.

Manajemen wisata yang terpisah juga mengakibatkan penarikan tiket tidak efektif. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa terdapat gap yang sangat signifikan dari pencatatan jumlah pengunjung kawasan. Data jumlah pengunjung yang berasal dari pihak Kelurahan Panggang terdapat 147.983 orang yang terdiri dari pengunjung dalam negeri 145.376 orang dan luar negeri 2.607 orang. Sedangkan data jumlah pengunjung yang dihimpun oleh pihak taman nasional hanya sebesar 4342 orang orang dengan komposisi jumlah pengunjung dalam negeri 4.296 orang dan 46 pengunjung luar negeri, sehingga pada tahun 2013 terdapat selisih jumlah pengunjung sebesar 143.641 pengunjung.

Jumlah kunjungan tersebut jika dinominalkan sesuai dengan PP No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan Dan Perkebunan, maka PNBP berdasarkan data taman nasional pada tahun 2013 sebesar Rp. 11.660.000, sedangkan oleh kelurahan sebesar Rp. 415.580.000. Sehingga jumlah potensi pendapatan yang hilang (potential income lost) dari kegiatan wisata di SPTN III sebesar Rp. 403.920.000. Jika total potensi pendapatan yang hilang diekstrapolasikan pada ketiga SPTN Kepulauan Seribu dengan asumsi jumlah kunjungan sama pada tahun 2013, maka total jumlah potensi pendapatan yang hilang di TNKpS yang menjadi pemasukan negara bukan pajak sebesar Rp. 1.211.760.000/tahun seperti terlihat pada Tabel 3.

(26)

16

Tabel 3 Potensi kehilangan pendapatan dari penarikan PNBP1

No Bulan

Jumlah pengunjung2

PNBP (Rp) TNKpS Kelurahan

DN LN DN LN TNKpS Kelurahan

1 Januari 162 0 13.216 237 405.000 37.780.000 2 Februari 127 0 13.216 237 317.500 37.780.000 3 Maret 195 0 13.216 237 487.500 37.780.000 4 April 438 0 13.216 237 1.095.000 37.780.000 5 Mei 702 4 13.216 237 1.835.000 37.780.000 6 Juni 601 21 13.216 237 1.922.500 37.780.000

7 Juli 292 0 0 0 730.000 0

8 Agustus 197 9 13.216 237 672.500 37.780.000 9 September 626 10 13.216 237 1.765.000 37.780.000 10 Oktober 416 2 13.216 237 1.080.000 37.780.000 11 Nopember 136 0 13.216 237 340.000 37.780.000 12 Desember 404 0 13.216 237 1.010.000 37.780.000 Total 4296 46 145.376 2.607 11.660.000 415.580.000 Potential income lost (1 SPTN/tahun) 403.920.000

Ekstrapolasi 3 SPTN/tahun 1.211.760.000

Keterangan: 1. Perhitungan PNBP dari PP No.59 Tahun tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan Dan Perkebunan, namun hanya digunakan perhitungan untuk Rayon I (tarif masuk kawasan Rp.2500/pengunjung dalam negeri, Rp. 20.000/pengunjung luar negeri) karena TNKpS merupakan pengelolaan kawasan pada rayon I

2.Data pengunjung yang dihimpun dari TNKpS lengkap pada tahun 2013, sedangkan dari

pihak kelurahan data tersebut merupakan data bulan Desember tahun 2013 namun berdasarkan keterangan pihak Kelurahan P. Panggang jumlah kunjungan relatif sama sehingga dapat diextrapolasi dengan seragam namun hanya pada bulan puasa (Bulan juli) tidak ada pengunjung yang tercatat.

Perubahan kebijakan dari PP No. 59 Tahun 1998 menjadi PP No. 12 tahun 2014 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan, dapat mengakibatkan pendapatan negara yang hilang di TNKpS semakin besar dan nyata pada setiap bulannya.

Pendapatan negara bukan pajak yang hilang di TNKpS akibat wisatawan yang tidak membayar tiket (PNBP) dari wisata alam yang dinikmati.

(27)

17 Tabel 4 Selisih PNBP antara TNKpS dengan Kelurahan P. Panggang berdasarkan

PP No.12 Tahun 20141

No Bulan Selisih PNBP (Rp)

Rayon I Rayon II Rayon III 1 Januari 320.330.000 177.940.000 100.820.000 2 Februari 321.030.000 178.290.000 100.995.000

3 Maret 319.670.000 177.610.000 100.655.000

4 April 314.810.000 175.180.000 99.440.000

5 Mei 308.530.000 171.740.000 97.520.000

6 Juni 306.300.000 169.350.000 95.475.000

7 Juli -5.840.000 -2.920.000 -1.460.000

8 Agustus 317.380.000 175.790.000 99.295.000 9 September 308.550.000 171.300.000 97.000.000 10 Oktober 314.750.000 175.000.000 99.250.000 11 Nopember 320.850.000 178.200.000 100.950.000 12 Desember 315.490.000 175.520.000 99.610.000 Potential income lost (1

SPTN/tahun) 3.461.850.000 1.923.000.000 1.089.550.000 Ekstrapolasi Potential

income lost (3 SPTN/tahun)

10.385.550.00

0 5.769.000.000 3.268.650.000

Keterangan: 1. Perhitungan potential income lost jika menggunakan peraturan terbaru yaitu PP No.12 Tahun

2014 dan kemudian penerapan data tabel 1 pada pengelolaan PNBP Rayon I (Rp.20.000/pengunjung dalam negeri dan Rp.250.000/pengunjung luar negeri), Rayon II (Rp.10.000/pengunjung dalam negeri dan Rp.200.000), dan Rayon III (Rp.5.000/pengunjung

dalam negeri dan Rp.150.000/pengunjung luar negeri).

Data potensi kehilangan pendapatan diekstrapolasikan melalui PNBP pada satu SPTN dalam Rayon I menjadi data potensi kehilangan pendapatan dalam satu tahun pada 3 SPTN, maka didapat potensi kehilangan pendapatan total sebesar Rp. 10.385.550.000/tahun. Data tersebut merupakan gambaran umum jumlah total pendapatan yang hilang dari kegiatan wisata di TNKpS jika pihak pengelola tidak segera membenahi sistem dan membangun kolaborasi yang kuat.

Data jumlah pengunjung pada Tabel 4 dapat dijadikan gambaran besarnya pendapatan yang hilang pada taman nasional dengan pengelolaan wilayah Rayon II dan III. Berdasarkan Tabel 4, potential income lost taman nasional pada Rayon II berdasarkan perbandingan data TNKpS dan data kelurahan pada tahun 2013 sebesar Rp. 1.923.000.000. Angka tersebut merupakan potensi kerugian negara hanya pada satu seksi pengelolaan wilayah. Akumulasi potensi hilangnya pendapatan dari PNBP taman nasional Rayon II pada tiga SPTN selama satu tahun sebesar Rp. 5.769.000.000.

(28)

18

TNKpS tidak menambahkan sarana prasarana serta tidak meningkatkan pelayanan kepada pengunjung.

Manajemen wisata yang terpisah selain mengakibatkan beberapa hal di atas juga mengakibatkan pengembangan wisata yang tidak maksimal. Oleh karena itu, pengelola wisata di TNKpS disarankan untuk berkolaborasi seperti terdapat pada peraturan perundang-undangan yaitu Permenhut No. 19 tahun 2004 (pasal 1) yang menyebutkan bahwa kolaborasi adalah pengelolaan bersama-sama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan kesepakatan untuk mewujudkan pengelolaan yang efektif.

TNKpS belum melakukan pengelolaan sumber daya alam hayati (SDAH) secara intensif, dibuktikan dengan pengelolaan wisata yang di dominasi oleh agen, travel dan resort wisata yang sebagaian besar tidak memiliki izin pengusahaan pariwisata alam di kawasan konservasi serta TNKpS belum mampu secara keseluruhan mengawasi dan membina tour travel tersebut. Sampai saat ini TNKpS masih dalam tahap penjagaan kawasan, dibuktikan dengan kegiatan rutin seperti patroli, pelestarian penyu dan pembuatan arboretum mangrove serta terumbu karang.

Permendagri No. 33 tahun 2009 tentang pedoman pengembangan wisata alam di daerah yang pada dasarnya adalah mengatur bahwa jenis-jenis wisata alam di daerah antara lain wisata alam bahari, wisata alam hutan, wisata alam pegunungan dan wisata alam karst. Adapun prinsip-prinsip pengembangan wisata alam dalam permendagri No. 33 tahun 2009 mencakup panduan kebijakan operasional dalam pengembangan wisata alam menurut PHKA 2003 yang telah dianalisis faktor keberhasilan dan kegagalan pengembangan wisata alam di TNKpS melalui lima aspek yaitu konservasi, pendidikan, ekonomi, partisipasi dan rekreasi. Pada lima aspek tersebut ditemukan bahwa tidak ada kegagalan dalam aspek pendidikan, namun selain keberhasilan dan kegagalan juga ditemukan potensi yang belum dimanfaatkan. Hal ini dituangkan dalam Lampiran 3.

(29)

19 Berdasarkan paparan diatas dapat diperoleh bahan sebagai hasil pembelajaran dalam pengembangan wisata alam di TNKpS, yaitu bahwa permasalahan pengembangan wisata alam di TNKpS disebabkan oleh lemahnya kemampuan manajerial, enforcement (penegakan), komunikasi serta koordinasi. Manajerial yang merupakan keterampilan dalam pengelolaan pengembangan wisata alam di suatu kawasan penting dilakukan untuk mengefektifkan sumber daya yang dimiliki dalam pengelolaan wisata alam. selain manajerial, enforcement (penegakan) juga penting.

Berdasarkan fenomena yang terjadi di dalam kawasan TNKpS pengusaha wisata tidak melakukan pengajuan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA), IUPSWA serta IUPJWA dalam kurun waktu yang lama sejak mereka melakukan pengusahaan wisata. Padahal izin tersebut wajib sesuai dengan peraturan atau kebijakan dari pusat. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kurangnya komunikasi dan koordinasi antara pengelola TNKpS, pemda dan pihak lainnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Faktor keberhasilan dalam pengembangan wisata alam di TNKpS terdapat dari masing-masing elemen yaitu konservasi, pendidikan, ekonomi, partisipasi dan rekreasi. Dalam pengembangan wisata alam di TNKpS selain faktor keberhasilan dan kegagalan, juga ditemukan potensi yang belum dimanfaatkan. 2. Hasil pendeskripsian lesson learned pengembangan wisata alam di TNKpS,

diperoleh pelajaran bahwa dalam pengembangan wisata alam di suatu kawasan terdapat tiga aspek yang harus diperkuat seperti manajerial, enforcement, komunikasi dan koordinasi.

Saran

(30)

20

DAFTAR PUSTAKA

Blackman A, Foster F, Hyvonen T, Kuilboer BJA, Moscardo G. (2004), Factors contributing to successful tourism development in peripheral regions, The Journal of Tourism Studies, 15(1): 59- 70.

Brunn M. 1995. Landscape as resource for leisure, threatened by exploitation ?. prociding The 32nd IFLA Word Congress. Bangkok, 21-24 Oktober 1995.

TALA Thailand. 330p.

Butler R, Hinch T. (2007), Revisiting common ground. Tourism and indigenous peoples: Issues and implications, Oxford, UK: Elsevier.

[BTNKPS] Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. 2014. Rencana Strategi BTNKPS 2009-2014.

Damanik J, Weber HF. 2006. Perencanaan Wisata alam. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 1998. Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif Jasa Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan Dan Perkebunan.

Dieke P. (2005), Critical success factors for tourism development in less developed countries (LDCs), Presented at the Debate on Tourism in the Toolbox of Development Projects, Leuven Univ.

Johnson JE, Fox BW, Zipper C E. (1999), Natural resources and environmental management, A program focuses of Virginia Cooperative Extension, Natural. Resources, and Environmental Management, Publication Number 420-001.

Mill RC, Morrison AM. (2002), The tourism system. 4th Edition. Dubuque, IA: Kendall/Hunt.

Murphy A, Williams PW. (1999). Attracting Japanese tourists into the rural hinterland: Implications for rural development and planning. Tourism Management, 20(4): 487-499.

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

Peraturan Menteri Kehutanan No. 56 tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional

Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2014 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak.

Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

Perreault WD, McCarthy EJ. (2002), Basic marketing. 14th Edition. Boston: McGraw-Hill.

[PHKA] Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Pedoman Pengembangan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam di KPA. Bogor. Shemshad Masoomeh, Iraj M. Mohammadi. 2012. Analysis od Factors Affecting

(31)

21 Veerakumaran G, Pitchai C. (2007), Cooperative management of natural resources. Faculty of dry land agriculture and natural resources, Mekelle University Press.

Wang Y, Pfister RE, Morais DB. (2006), Residents attitudes toward tourism development: A case study of Washington, NC, Proceedings of the 2006 Northeastern Recreation Research Symposium, pp: 414- 418.

(32)

22

Lampiran 1 Pengelola wisata alam

No. Pengelola wisata alam Keterangan

1. Elang ekowisata(SPTN III)

Agen wisata

Bimbingan TNKpS

Promosi melalui media elektronik dan dari mulut ke mulut.

2. Paguyuban Pemandu Kelompok pemandu wisataBimbingan TNKpS

Promosi menurunkan harga paket wisata.

3. AJWKS Himpunan lembaga wisata di Kep. SeribuDibawahi Pemda dan dibina TNKpS Promosi melalui kaskus dan milist.

4. Gurita Kelompok Bimbingan TNKpSguide dan travel Standarisasi harga

5. Resort wisata Pihak swastaHub. Kerjasama TNKpS terkait pelestarian penyu.

6. Pemerintah daerah

Merintis wisata di beberapa pulau pada tahun 2003

(33)

23 Lampiran 2 Faktor pengembangan wisata alam

No Faktor Pengembangan literatur Parameter lapang Aktor

TNKpS Masyarakat Pihak lain 1 Partisipasi dan pemberdayaan

masyarakat lokal

2 Manajemen SDA (invent, ident, perlindungan, potensi)

(34)

24

Lampiran 2 Faktor pengembangan wisata alam (lanjutan)

No. Faktor pengembangan literatur Parameter lapang Aktor

TNKpS Masyarakat Pihak lain 5 Pelayanan Guide sebagai fasilitator

kebutuhan selama berwisata, tidak berprofesi sebagai interpreter.

√ √

6 Kolaborasi dan kemitraan Belum ada kolaborasi dan kemitraan yang jelas terkait kegiatan wisata

- - -

7 Infrastruktur Homestay, dermaga, ATM, Rumah Sakit, Kantor Pos, warung, dive shop, dan pusat informasi.

8 Organisasi dan pengembangan SDM (berbagai macam

9 Dukungan pemerintah Ada, berupa akomodasi dan infrastruktur

- - Pemkab melalui sudin pariwisata dan perhubungan. 10 Dukungan finansial Ada, dari pemerintah daerah

maupun swasta

(35)

25 Lampiran 3 Analisis keberhasilan dan kegagalan pengembangan wisata alam

No Elemen dan Kriteria Indikator Verifikasi 1 Keberhasilan

a Konservasi

.

Terjaganya kelestarian fungsi kawasan dan SDAH&E.

Ada upaya peningkatan kapasitas pengetahuan tentang konservasi.

Ada inisiatif konservasi dari kelompok masyarakat contohnya oleh SPKP Samo-samo.

- Pembuatan papan wisata yang di pasang di dermaga, jalan dan sticker himbauan laut bukan tempat sampah di kapal ojek wisatawan. - Pengolahan sampah.

- Pemanfaatan sampah menjadi aksesoris. - Pembuatan arboretum mangrove dan terumbu karang.

- Pelestarian penyu sisik.

.

Pihak swasta dan LSM ikut dalam program konservasi.

Ada upaya pihak swasta bekerja sama dengan TNKpS dalam kegiatan konservasi.

-PT.Pulau Sepa Permai dan PT. United Adventure ikut membantu pelestarian penyu sisik.

-Yayasan Terangi ikut membantu dalam pelestarian terumbu karang.

-JAAN ikut membantu dalam rehabilitasi Elang.

.

Tidak merubah bentang alam. Tidak ada perubahan alam dalam kegiatan wisata oleh penyelenggara wisata.

Tidak ada pembangunan yang dilakukan TNKpS dalam bentuk permanen merubah bentang alam. Pembangunan yang ada hanya berupa bangunan semi permanen.

Adanya upaya peningkatan SDM yang dilakukan TNKpS untuk tour operator dan pemandu wisata alam.

Adanya upaya memberikan informasi kepada pengunjung terkait konservasi.

-TNKpS mengadakan pelatihan dan pendidikan kepada tour operator dan pemandu wisata alam terkait konservasi yang dilakukan setiap enam bulan sekali.

-guide memberikan informasi kepada pengunjung

(36)

26

Lampiran 3 Analisis keberhasilan dan kegagalan pengembangan wisata alam (lanjutan)

No. Elemen dan kriteria Indikator Verifikasi

.

Kegiatan wisata memberikan informasi kepada pengunjung agar peduli terhadap

lingkungan.

Adanya papan informasi mengenai kegiatan wisata yang bertanggung jawab dari TNKpS, swasta dan LSM.

TNKpS bekerjasama dengan agen wisata melalui papan interpretasi yang berisikan kegiatan diving yang tetap peduli dengan lingkungan serta mencegah agar terumbu karang tidak rusak.

Ekonomi

.

Adanya keuntungan ekonomi dan peluang usaha bagi travel wisata dan masyarakat.

Jumlah kunjungan yang tinggi dan

pengelolaan wisata yang dominan dikelola masyarakat dan travel wisata.

Adanya penambahan lapangan kerja di bidang wisata untuk masyarakat sekitar.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kegiatan wisata menjadi sumber pendapatan baik utama maupun pendukung bagi travel wisata maupun masyarakat. homestay, RS, dermaga dan jalan. Partisipasi

.

Masyarakat berpartisipasi terhadap pelaksanaan kegiatan wisata.

Mayoritas mata pencaharian masyarakat yaitu seperti pemandu, ojek kapal wisata dan penjual souvenir dan kebutuhan pokok pengunjung.

Daftar mata pencaharian masyarakat Kep. Seribu dalam laporan bulanan pada tiga kecamatan dan observasi langsung

Harga paket wisata yang murah dan pelayanan yang baik, akses yang mudah dan potensi wisata yang tinggi.

Daftar paket wisata, kondisi umum lokasi, dan hasil wawancara

.

Meningkatkan pengunjung. observasi lapang dan data dari kelurahan tiap minggunya wisatawan yang datang ke TNKpS mencapai 2000 pengunjung.

(37)

27 Lampiran 3 Analisis keberhasilan dan kegagalan pengembangan wisata alam (lanjutan)

No. Elemen dan kriteria Indikator Verifikasi 2. Kegagalan

Tidak adanya peraturan tertulis kepada wisatawan agar berperilaku mengikuti budaya setempat serta tour operator tidak memberikan pemahaman lingkungan kepada wisatawan hanya menginformasikan.

Sampah belum terkelola dengan baik.

Kuantitas dan kualitas ikan menurun, dari hasil wawancara kepada nelayan bahwasannya jarak nelayan mencari ikan kini semakin jauh. Udang menjadi spesies langka. Perubahan sikap dan perilaku masyarakat khususnya pemuda

.

Sumber dana belum dapat dijadikan untuk pembangunan konservasi.

Paket wisata TNKpS belum memberikan tunjangan dana untuk pengelolaan konservasi.

Penarikan biaya masuk utama dari PNBP belum maksimal masih mengalami kebocoran dana terbukti dari perbedaan pencatatan jumlah pengunjung oleh TNKpS dan kelurahan sehingga mengakibatkan perbedaan pendapatan yang diterima TNKpS. Selain itu paket wisata masih berupa paket wisata dari paket perundang-undangan belum ada penambahan harga dalam paket wisata yang dapat dijadikan sumber dana untuk pembangunan konservasi.

.

Kesadaran konservasi Pengetahuan pemandu dan masyarakat tentang konservasi dalam melakukan aktivitas wisata di laut kurang.

Berdasarkan hasil wawancara ada masyarakat yang beranggapan bahwa mangrove tidak mempunyai manfaat selain mendatangkan nyamuk dan wabah penyaik demam berdarah. Selain itu masih banyak masyarakat yang membuang sampah ke laut.

Tidak memperhatikan daya dukung kawasan.

Belum ada penelitian terkait daya dukung kawasan wisata dan pemukiman.

Kepala seksi III menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada penelitian terkait daya dukung kawasan wisata dan pemukiman di TNKpS.

(38)

28

Lampiran 3 Analisis keberhasilan dan kegagalan pengembangan wisata (lanjutan)

No. Elemen dan kriteria Indikator Verifikasi b Pendidikan

Kegiatan wisata tidak memberikan feedback ekonomi kepada TNKpS.

Banyaknya kunjungan wisatawan tidak sebanding dengan banyaknya penjualan tiket masuk kawasan konservasi ataupun wil. Administratif Kep.Seribu.

TNKpS dan pihak-pihak lain yang memiliki kekuasaan, kurang melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan

Masyarakat menjalankan hasil keputusan para pihak, seperti kegiatan penanaman. Masyarakat dilibatkan dalam penanaman saja, tidak

dilibatkan dalam proses perencanaan kegaiatan penanaman, padahal wilayah yang akan ditanami adalah pulau pemukiman

e Rekreasi

.

TNKpS belum mampu mengelola wisatawan.

Banyaknya guide dan wisata lepas, tour operator tidak mempertimbangkan aspek ekologi kawasan hanya memperhitungkan keuntungan ekonomi.

Selama ini guide hanya fokus terhadap

peningkatan jumlah kunjungan yang berimplikasi dengan peningkatan ekonomi, tanpa

memperhatikan kemampuan kawasan mendukung kunjungan.

Adanya wisatawan yang melakukan wisata ke zona inti.

.

Manajemen wisata yang terpisah dan lembaga wisata utama tidak ada.

Ego sektoral Antara Pemda, TNKpS, masyarakat, agen dan travel wisata mempunya visi misi dan

pengelolaan yang berbeda-beda terhadap kegiatan wisata.

.

Wisata massal Wisatawan berkelompok berpotensi

memberikan dampak negative bagi kawasan

(39)

29

Lampiran 3 Analisis keberhasilan dan kegagalan pengembangan wisata alam (lanjutan)

No. Elemen dan Kriteria Indikator Verifikasi

.

Promosi Kegiatan promosi sudah dilakukan melalui pameran wisata, booklet, leaflet dan internet.

Booklet dan leaflet hanya diberikan pada pengunjung yang datang ke kantor TNKpS padahal hanya sebagian orang yang mengenal TNKpS di Pulau Seribu.

.

Tidak adanya interpretasi lingkungan.

Belum ada program interpretasi. Tidak adanya guide, tour operator dan agen wisata yang menginterpretasikan lingkungan kepada wisatawan. Wisatawan langsung diberikan kegiatan olahraga air.

3. Potensi yang belum dimanfaatkan

.

Kurang menonjolkan wisata edukasi konservasi.

Belum terstrukturnya kegiatan wisata di pelestarian penyu, arboretum mangrove dan arboretum terumbu karang.

Tidak ada penjelasan terkait pendidikan konservasi di pelestarian penyu, arboretum mangrove dan terumbu karang dari petugas kepada wisatawan.

Pelatihan dan pendidikan konservasi hanya formalitas tidak ada implementasi lebih lanjut.

.

Kurang memaksimalkan potensi keanekaragaman hayati (flora dan fauna)

Tidak ada program wisata terestrial. Berdasarkan hasil wawancara pengunjung merasa bahwa dalam kegiatan wisata tidak ada

(40)

30

Lampiran 4 Paket wisata Lembaga

wisata Harga paket Fasilitas

Jumlah Ancol - Putri Island - Marina Ancol

Tranportasi pp Muara Angke - Pramuka

(41)

31

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rizqiah Megawati Al-Makhzumi dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Februari 1992. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Drs Imam Asrori dan Muryanah. Peneliti menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Al-Haitsam Bogor pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010, peneliti diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dengan mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowsisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Semasa SMA, penulis aktif dalam kepengurusan kelas selama 2 tahun berturut-turut dan pernah mengikuti lomba pidato bahasa Inggris di kota Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis pernah melakukan Magang mandiri IPB di Taman Wisata Alam Sangeh dan Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali, penulis melaksanakan Pratikum Pengenalan Ekosistem Hutan di Cilacap – Baturraden, Praktikum Pengenalan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Praktek Profesi Kerja Lapang di TNKpS. Penulis aktif menjabat sebagai anggota Himakova (Himpunan Mahasiswa Konservasi), anggota divisi KPE (Kelompok Pemerhati Ekowisata), bendahara Biro Kesekretariatan, sekertaris acara SIMAKSI (Silaturrahim Mahasiswa Konservasi), sekertaris Humas dalam Kepanitiaan MPD (Masa Perkenalan Departemen) Gebyar, anggota divisi acara FAS (Festival Anak Sholeh) Bogor dan menjadi pembawa acara pada seminar nasional di UGM. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Pendidikan Konservasi selama 1 semester dan asisten praktikum mata kuliah Interpretasi Alam selama 1 semester.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Tabel 1 Kondisi fisik TNKpS
Gambar 2 Hubungan timbal balik antar pengelola wisata
Tabel 2 Sifat partisipasi masyarakat lokal terhadap kegiatan wisata alam
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh yang positif bagi Pekon Kuala Stabas ini diantaranya sejak adanya destinasi wisata di Pekon ini membuat nama Kampung yang berada di Tengah- tengah

Dalam pengefraisan gigi rack, pencekaman benda kerja dapat dilakukan dengan menjepit benda kerja pada ragum, menggunakan fixture dan dapat pula diklem langsung

 Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cedera pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil,

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh kesimpulannya, bahwa: (1) Latar belakang diadakannya layanan kantin sehat di SMPN 3 Sampang dan SMPN 1 Ketapang

Jika penilaian awal didapatkan hasil buruk (kulit biru, bayi lemas, tidak menangis) maka SEGERA dilakukan tindakan resusitasig. Penilaian

yang berhasil dengan terapi yang dianjurkan oleh dokter dan diabetes melitus tersebut dapat terkendali dengan baik, maka dapat menghambat atau mencegah keluhan fisik

Sehubungan dengan ini terjemah DEPAG, dalam menangani ayat-ayat imperatif Alquran, lebih banyak menerapkan teknik penerjemahan yang berorientasi pada BS meliputi

Faktor yang mempengaruhi tingkat keanekaragaman adalah kondisi fisika–kimia lingkungan yang mencakup suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan kecepatan angin. Data kondisi