• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Lama Perendaman Auksin Terhadap Pertumbuhan Bibit Tebu (Saccharum officinarumL.) Teknik Bud Chip

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Lama Perendaman Auksin Terhadap Pertumbuhan Bibit Tebu (Saccharum officinarumL.) Teknik Bud Chip"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK BUD CHIP

SKRIPSI

ERLIANDI 100301115

(2)

TEKNIK BUD CHIP

SKRIPSI

ERLIANDI 100301115

Skripsi sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar sarjanadi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAMSTUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Bud Chip

Nama :Erliandi NIM : 100301115 Program Studi :Agroteknologi

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Ir. Ratna Rosanty Lahay, M.P. Ir. Toga Simanungkalit, M.P.

Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

AuksintowardGrowth of Sugar cane (Saccharum officinarum L.) by Bud chip Technique,supervised by RATNA ROSANTY LAHAY and TOGA SIMANUNGKALIT.

Responses of media composition and soaking time of auksin toward thegrowth of sugar cane (Saccharum oficinarum L.) by bud chip technique have not been researched in north sumateraregion. Therefor, research has been conducted atexperimental field of Tanjung Jatti estate Binjai PTPN II(± 50-60 m asl.) in April – Juny 2014 using a randomized block design with two factors, the first i.e. media composition (50:50, 70:30, 30:70 (% top soil : % blotong compost) and the second i.e. soaking time of auksin(10, 20, and 30 minute). Observation variables measured were bud growth percentation, bud growth rate, plant height, leaf total, stem diameter, leaf area, shoot wet weight, root wet weight, shoot dry weight, root dry weight, seed solid, shoot and root ratio, seed quality index.

The results showed that 1 weeks after planting (WAP) of bud growth presentation, on 6 WAP of plant height, on 6 WAP of steam diameter, on 4 and 6 WAP of leaf total, on 8 WAP of leaf area, seed solid, shoot and root ratio, seed quality indexbe significantly differentby media composition. On 8 WAP of leaf area and shoot and root ratiobe significantly different soaking time of auksin. On2 WAP of leaf total be significantly different by the interaction of treatments. We recommend that auksin (atonik) should not be applicated by soaking, because its influence was not been optimal.

(5)

ERLIANDI : Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Lama Perendaman Auksin Terhadap Pertumbuhan Bibit Tebu (Saccharum officinarumL.) Teknik Bud Chip, dibimbing oleh RATNA ROSANTY LAHAY dan TOGA SIMANUNGKALIT.

Pertumbuhan bibit tebu teknik bud chip yang dipengaruhi oleh kombinasi komposisi media tanam dan lama perendaman auksinbelum ada diteliti di daerah Sumatera Utara. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di lahan percobaan Kebun Tanjung Jatti BinjaiPTPN II (± 50-60 m dpl) pada April – Juni 2014 menggunakan rancangan acak kelompok dengan 2 faktor, pertama yaitu komposisi media tanam (50:50, 70:30, 30:70 (% top soil : % kompos blotong)) dan kedua yaitu lama perendaman auksin (10, 20, dan 30 menit). Peubah amatan yang diamati adalah kecepatan tumbuh tunas, persentase tumbuh tunas, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, luas daun, bobot basah pucuk, bobot basah akar, bobot kering pucuk, bobot kering akar, kekokohan bibit, rasio pucuk akar (RPA), indeks mutu bibit (IMB).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tumbuh tunas 1minggu setelah tanam (MST), tinggi tanaman 6 MST, diameter batang 6 MST, jumlah daun 4 dan 6 MST, luas daun 8 MST, kekokohan bibit, rasio pucuk akar, indeks mutu bibit berbeda nyata pada perlakuan komposisi media tanam. Luas daun 8 MST dan rasio pucuk akar berbeda nyata pada lama perendaman auksin. Hanya jumlah daun 2 MST yang berbeda nyata pada interaksi perlakuan. Sebaiknya auksin dengan merek dagang atonik tidak diaplikasikan dengan perendamankarna hasil perendaman tidak memberikan hasil maksimal.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur pada tanggal

02 April 1992 dari ayah Sumardi dan Ibu Ernawati. Penulis merupakan putra

kedua dari empat bersaudara.

Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Swasta Amanah Medan,

KecamatanMedan Sunggal dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB).

Penulis memilih Minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan (BPP), Program Studi

Agroteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai Seksi Komunikasi

dan Informasi pada Organisasi Gabungan Mahasiswan Bidik Misi

(GAMADIKSI). Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT.

Bakrie Sumatera Plantation Tbk. (BSP), Perkebunan Gurach Estate, Kecamatan

Kisaran, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara dari tanggal 17 Juli sampai

15 Agustus 2013.

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Kuasa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Lama Perendaman

Auksin Terhadap Pertumbuhan Bibit Tebu (Saccharum officinarumL.) Teknik

Bud Chip”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,

memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan terima kasih

kepada Ir. Ratna Rosanty Lahay, M.P. dan Ir. Toga Simanungkalit selaku ketua

dan anggota komisi pembimbing sertaFreddy A.B. Siamtupang, SP selaku

pembimbing lapangan yang telah membimbing dan memberikan berbagai

masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan

penelitian, sampai pada ujian akhir.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

staf Riset dan Pengembangangan Tebu PTPN II Binjai atas perizinan penelitian

dan fasilitas yang diberikan, karyawan PTPN II Kebun Tanjung Jatti Binjai Unit

Pembibitan Tebu atas segala bantuan dalam kegiatan pelaksanaan penelitian dan,

staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, serta semua rekan

mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

(8)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Syarat Tumbuh ... 5

Iklim ... 5

Tanah ... 7

Teknik Bud Chip ... 8

Media Tanam ... 9

Top Soil ... 9

Kompos Blotong ... 11

Auksin ... 11

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian ... 13

Pelaksanaan Penelitian ... 15

Penyiapan Media Tanam ... 15

Pembuatan Perlakuan Komposisi Media Tanam ... 15

Pengisian Media Tanam ke Pot Tray ... 15

Penyiapan Bibit Bud Chip ... 16

Perlakuan Aplikasi Auksin Pada Bud Chip ... 16

Penanaman Bibit Bud Chip di Pot Tray ... 16

Pemeliharaan Tanaman ... 17

Penyiraman ... 17

Penyiangan ... 17

Panen ... 17

(9)

Persentase Tumbuh Tunas (%) ... 17

Tinggi Tanaman (cm) ... 18

Diameter Batang (mm) ... 18

Jumlah Daun (helai) ... 18

Luas Daun (cm²)... 18

Bobot Basah Pucuk (g) ... 18

Bobot Basah Akar (g) ... 19

Bobot Kering Pucuk (g) ... 19

Bobot Kering Akar (g) ... 19

Kekokohan Bibit ... 19

Rasio Pucuk Akar (RPA) ... 19

Indeks Mutu Bibit (IMB) ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 21

Kecepatan Tumbuh Tunas (hari) ... 21

Persentase Tumbuh Tunas (%) ... 22

Tinggi Tanaman (cm) ... 24

Diameter Batang (mm) ... 27

Jumlah Daun (helai) ... 29

Luas Daun (cm²) ... 34

Bobot Basah Pucuk (g) ... 36

Bobot Basah Akar (g) ... 36

Bobot Kering Pucuk(g) ... 37

Bobot Kering Akar(g) ... 37

Kekokohan Bibit ... 38

Rasio Pucuk Akar(RPA) ... 39

Indeks Mutu Bibit(IMB) ... 41

Pembahasan ... 42

Pertumbuhan Bibit Tebu Pada Perlakuan Komposisi Media Tanam .... 42

Pertumbuhan Bibit Tebu Pada Perlakuan Perendaman Auksin ... 47

Pertumbuhan Bibit Tebu Pada Interaksi Perlakuan Komposisi Media Tanam dan Lama Perendaman Auksin ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 49

Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(10)

Nomor Halaman

1. Rataan kecepatan tumbuh tunas bibit tebu 5 HST (hari) pada

perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin ... 21

2. Rataan persentase tumbuh tunas bibit tebu 1,2 dan 3 MST (%) pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman

auksin... 22

3. Rataan tinggi tanaman tebu 2, 4 dan 6 MST (cm) pada perlakaun komposisi media tanam dan lama perendaman auksin ... 25

4. Rataan diameter batangtebu 2, 4 dan 6 MST (mm) pada

perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin ... 27

5. Rataan jumlah daun tebu 2, 4 dan 6 MST (helai) pada perlakuan

komposisi mediatanam dan lama perendaman auksin ... 30

6. Rataan luas daun tebu 8 MST (cm²) pada perlakuan komposisi

media tanam dan lama perendaman auksin ... 34

7. Rataan bobot basah pucuk tebu 8 MST(g) pada perlakuan

komposisi media tanam dan lama perendaman auksin ... 36

8. Rataan bobot basah akar tebu 8 MST (g) pada perlakuan

komposisi media tanam dan lama perendaman auksin ... 36

9. Rataan bobot kering pucuk tebu 8 MST (g) pada perlakuan

komposisi media tanam dan lama perendaman auksin ... 37

10.Rataan bobot kering akar tebu 8 MST(g) pada perlakuan

komposisi media tanam dan lama perendaman auksin ... 37

11.Rataan kekokohan bibit tebu 6 MST pada perlakuan komposisi

media tanam dan lama perendaman auksin ... 38

12.Rataan rasio pucuk akar tebu 8 MST pada perlakuan komposisi

media tanam dan lama perendaman auksin ... 39

13.Rataan indeks mutu bibittebu 8 MST pada perlakuan komposisi

media tanam dan lama perendaman auksin ... 41

(11)

Nomor Halaman

1. Top soil ... 9 2. Pertambahan persentase tumbuh tunas dari 1 sampai 3 MST

pada komposisi media tanam ... 23

3. Pertambahan persentase tumbuh tunas dari 1 sampai 3 MST

pada lama perendaman auksin ... 23

4. Hubungan antara komposisi media tanam dengan persentase

tumbuh tunas 1 MST ... 24

5. Pertambahan tinggi tanaman dari 2 sampai 6 MST pada

komposisi media tanam ... 25

6. Pertambahan tinggi tanaman dari 2 sampai 6 MST pada lama

perendaman auksin ... 26

7. Hubungan antara komposisi media tanam dengan tinggi tanaman 6 MST ... 26

8. Pertambahan diameter batang dari 2 sampai 6 MST pada

komposisi media tanam ... 28

9. Pertambahan diameter batang dari 2 sampai 6 MST pada lama

perendaman auksin ... 28

10.Hubungan antara komposisi media tanam dengan diameter

batang 6 MST ... 29

11.Pertambahan jumlah daun dari 2 sampai 6 MST pada komposisi media tanam ... 30

12.Pertambahan jumlah daun dari 2 sampai 6 MST pada lama

perendaman auksin ... 31

13.Hubungan antara lama perendaman auksin dengan komposisi

media pada jumlah daun 2 MST... 32

14.Hubungan antara komposisi media tanam dengan jumlah daun

4 MST ... 33

(12)

17.Hubungan antara lama perendaman auksin dengan luas daun

8 MST ... 35

18.Hubungan antara komposisi media tanam dengan kekokohan

bibit 6 MST ... 39

19.Hubungan antara komposisi media tanam dengan rasio pucuk

akar 8 MST ... 40

20.Hubungan antara lama perendaman auksin dengan rasio pucuk

akar8 MST ... 41

21.Hubungan antara lama perendaman auksin dengan indeks mutu

bibit 8 MST ... 42

(13)

Nomor Halaman

1. Data Pengamatan Kecepatan Tumbuh Tunas 5 HST (hari) ... 52

2. Sidik Ragam Kecepatan Tumbuh Tunas 5 HST (hari) ... 52

3. Data Pengamatan Persentase Tumbuh Tunas 1 MST (%) ... 53

4. Sidik Ragam Persentase Tumbuh Tunas 1 MST (%)... 53

5. Data Pengamatan Persentase Tumbuh Tunas 2 MST (%) ... 54

6. Sidik Ragam Persentase Tumbuh Tunas 2 MST (%)... 54

7. Data Pengamatan Persentase Tumbuh Tunas 3 MST (%) ... 55

8. Sidik Ragam Persentase Tumbuh Tunas 3 MST (%)... 55

9. Data Pengamatan Tinggi Bibit 2 MST (cm) ... 56

10. Sidik Ragam Tinggi Bibit 2 MST (cm) ... 56

11. Data Pengamatan Tinggi Bibit 4 MST (cm) ... 57

12. Sidik Ragam Tinggi Bibit 4 MST (cm) ... 57

13. Data Pengamatan Tinggi Bibit 6 MST (cm) ... 58

14. Sidik Ragam Tinggi Bibit 6 MST (cm) ... 58

15. Data Pengamatan Diameter Batang 2 MST (mm) ... 59

16. Sidik Ragam Diameter Batang 2 MST (mm) ... 59

17. Data Pengamatan Diameter Batang 4 MST (mm) ... 60

18. Sidik Ragam Diameter Batang 4 MST (mm) ... 60

19. Data Pengamatan Diameter Batang 6 MST (mm) ... 61

20. Sidik RagamDiameter Batang 6 MST (mm) ... 61

(14)

24. Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST (helai) ... 63

25. Data Pengamatan Jumlah Daun 6 MST (helai) ... 64

26. Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST (helai) ... 64

27. Data Pengamatan Luas Daun Daun 8 MST (cm²)... 65

28. Sidik Ragam Luas Daun 8 MST (cm²) ... 65

29. Data Pengamatan Bobot Basah Pucuk (g) ... 66

30. Sidik Ragam Bobot Basah Pucuk (g) ... 66

31. Data Pengamatan Bobot Basah Akar (g) ... 67

32. Sidik Ragam Bobot Basah Akar (g) ... 67

33. Data Pengamatan Bobot Kering Pucuk (g) ... 68

34. Sidik Ragam Bobot Kering Pucuk (g) ... 68

35. Data Pengamatan Bobot Kering Akar (g) ... 69

36. Sidik Ragam Bobot Kering Akar (g) ... 69

37. Data Pengamatan Kekokohan Bibit 6 MST ... 70

38. Sidik Ragam Kekokohan Bibit 6 MST ... 70

39. Data Pengamatan Rasio Pucuk Akar 8 MST ... 71

40. Sidik Ragam Rasio Pucuk Akar 8 MST ... 71

41. Data Pengamatan Indeks Mutu Bibit ... 72

42. Sidik Ragam Indeks Mutu Bibit ... 72

43.Deskripsi Tanaman Tebu Varietas BZ 134 ... 73

44. Bagan Penelitian ... 74

45. Foto Sampel Bibit ... 75

46. Foto Lahan ... 76

(15)

AuksintowardGrowth of Sugar cane (Saccharum officinarum L.) by Bud chip Technique,supervised by RATNA ROSANTY LAHAY and TOGA SIMANUNGKALIT.

Responses of media composition and soaking time of auksin toward thegrowth of sugar cane (Saccharum oficinarum L.) by bud chip technique have not been researched in north sumateraregion. Therefor, research has been conducted atexperimental field of Tanjung Jatti estate Binjai PTPN II(± 50-60 m asl.) in April – Juny 2014 using a randomized block design with two factors, the first i.e. media composition (50:50, 70:30, 30:70 (% top soil : % blotong compost) and the second i.e. soaking time of auksin(10, 20, and 30 minute). Observation variables measured were bud growth percentation, bud growth rate, plant height, leaf total, stem diameter, leaf area, shoot wet weight, root wet weight, shoot dry weight, root dry weight, seed solid, shoot and root ratio, seed quality index.

The results showed that 1 weeks after planting (WAP) of bud growth presentation, on 6 WAP of plant height, on 6 WAP of steam diameter, on 4 and 6 WAP of leaf total, on 8 WAP of leaf area, seed solid, shoot and root ratio, seed quality indexbe significantly differentby media composition. On 8 WAP of leaf area and shoot and root ratiobe significantly different soaking time of auksin. On2 WAP of leaf total be significantly different by the interaction of treatments. We recommend that auksin (atonik) should not be applicated by soaking, because its influence was not been optimal.

(16)

ERLIANDI : Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Lama Perendaman Auksin Terhadap Pertumbuhan Bibit Tebu (Saccharum officinarumL.) Teknik Bud Chip, dibimbing oleh RATNA ROSANTY LAHAY dan TOGA SIMANUNGKALIT.

Pertumbuhan bibit tebu teknik bud chip yang dipengaruhi oleh kombinasi komposisi media tanam dan lama perendaman auksinbelum ada diteliti di daerah Sumatera Utara. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di lahan percobaan Kebun Tanjung Jatti BinjaiPTPN II (± 50-60 m dpl) pada April – Juni 2014 menggunakan rancangan acak kelompok dengan 2 faktor, pertama yaitu komposisi media tanam (50:50, 70:30, 30:70 (% top soil : % kompos blotong)) dan kedua yaitu lama perendaman auksin (10, 20, dan 30 menit). Peubah amatan yang diamati adalah kecepatan tumbuh tunas, persentase tumbuh tunas, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, luas daun, bobot basah pucuk, bobot basah akar, bobot kering pucuk, bobot kering akar, kekokohan bibit, rasio pucuk akar (RPA), indeks mutu bibit (IMB).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tumbuh tunas 1minggu setelah tanam (MST), tinggi tanaman 6 MST, diameter batang 6 MST, jumlah daun 4 dan 6 MST, luas daun 8 MST, kekokohan bibit, rasio pucuk akar, indeks mutu bibit berbeda nyata pada perlakuan komposisi media tanam. Luas daun 8 MST dan rasio pucuk akar berbeda nyata pada lama perendaman auksin. Hanya jumlah daun 2 MST yang berbeda nyata pada interaksi perlakuan. Sebaiknya auksin dengan merek dagang atonik tidak diaplikasikan dengan perendamankarna hasil perendaman tidak memberikan hasil maksimal.

(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tebu merupakan tanaman penghasil gula yang menjadi salah satu sumber

karbohidrat. Tanaman ini sangat dibutuhkan sehingga kebutuhannya terus

meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Namun peningkatan

konsumsi gula belum dapat diimbangi oleh produksi gula dalam negeri. Dimana

Kementerian Pertanian telah mencatat realisasi produksi gula selama 2013

mencapai 2,54 juta ton dari produksi tebu sebanyak 35,4 juta ton dengan areal

464.644 hektar, dibandingkan pada 2012 produksi gula mencapai 2,59 juta ton

dari produksi tebu sebanyak 31,88 juta ton serta luas areal perkebunan 451.191

hektar. Penyebab rendahnya produksi gula dalam negeri salah satunya dapat

dilihat dari permasalahandi lapangan, diantaranya penyiapan bibit dan kualitas

bibit tebu. Selain penyiapan bibit, kualitas bibit yang digunakan juga

mempengaruhi karena kualitas bibit merupakan salah satu faktor yang sangat

menentukan bagi keberhasilan budidaya tebu (Balai PenelitianTanaman

Perkebunan dan Serat (BPTPS), 2014).

Selain permasalah dari sisi bibit, semakin sedikitnya ketersediaan lahan

menyebabkan kebutuhan lahan untuk pembibitan juga semakin sulit. Dari

beberapa problematika tersebut, maka diperlukan adanya teknologi penyiapan

bibit dengan waktu yang singkat, efisiensi lahan dan bibit yang berkualitas.

Adapun teknik pembibitan yang dapat menghasilkan bibit yang berkualitas tinggi

serta hanya memerlukan penyiapan bibit yang lebih efisien terhadap penggunaan

(18)

gunakan berumur 6-7 bulan, murni (tidak tercampur dengan varietas lain), bebas

dari hama penyakit dan tidak mengalami kerusakan fisik (Putriet al., 2013).

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil pembibitan dengan

teknik bud chip adalah media tanam dan penggunaan zat pengatur tumbuh. Komposisi media tanam yang digunakan pada teknik ini terdiri dari tanah top soil

dan kompos blotong. Tanah top soil digunakan karena dapat menyimpan

persediaan air dan mempermudah perakaran bagi tanaman. sedangkan kompos

blotong digunakan karena dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah

serta dapat menyediakan unsur hara. Sedangkan penggunaan zat pengatur tumbuh

(ZPT) bertujuan untuk merangsang tunas bibit maupun mempercepat sistem

perakaran serta jika diaplikasikan dalam perendaman dengan konsentrasi yang

tepat, diharapkan mampu merangsang pertumbuhan tunas atau akar dan dapat

memecahkan masa dormansi pada tunas bibit tebu.

Diharapkan kombinasi dari komposisi media tanam dan lamanya

perendaman ZPT tersebut dapat mengoptimalkan pertumbuhan bibit tebu dengan

teknik bud chip. Penggunaan komposisi media tanam serta perlakuan bibit dengan perendaman ZPT yang tepat merupakan langkah awal yang sangat menentukan

bagi keberhasilan budidaya tebu yang akhirnya akan mendorong peningkatan

produktivitas gula.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ialah untuk mendapatkan interaksi perlakuan

komposisi media tanam dan lama perendaman auksin serta mendapatkan

komposisi media tanam dan lama perendaman auksin yang tepat untuk

(19)

Hipotesis Penelitian

Adanya pengaruh nyata terhadap perlakuan komposisi media tanam dan

lama perendaman auksin serta interaksi perlakuan terhadap pertumbuhan bibit

tebu (Saccharum officinarum L.)teknik bud chip. Kegunaan Penelitian

Penelitian berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai

salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan dan diharapkan dapat berguna untuk

(20)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Menurut Chairunnisa (2005), sistematika tebudiuraikan sebagai berikut:

Kingdom: Plantae; Divisio:Spermatophyta; Subdivisio: Angiospermae; Kelas:

Monocotyledoneae; Ordo: Graminales; Famili: Graminae; Genus: Saccharum;

Spesies: Saccharum officinarumL.

Akar tanaman tebu berakar serabut dan menjalar hingga ke

permukaan tanah. Akar tebu dapat memanjang hingga 1,6 m, yang terdiri dari

cabang atau anak akar yang banyak. Akar tanaman tebu termasuk akar serabut

tidak panjang yang tumbuh dari cincin tunas anakan. Pada fase pertumbuhan

batang, terbentuk pula akar dibagian yanglebih atas akibat pemberian tanah

sebagai tempat tumbuh (Indrawanto, 2010).

Batang tanaman tebu berdiri lurus dan beruas-ruas yang dibatasi dengan

buku-buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas. Batang tanaman tebu berasal

dari mata tunas yang berada dibawah tanah yang tumbuh keluar dan berkembang

membentuk rumpun. Diameter batang antara 3-5 cm dengan tinggi batang antara

2-5 meter dan tidak bercabang(Indrawanto, 2010).

Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri,

berpelepah seperti daun jagung dan tak bertangkai. Tulang daun sejajar, ditengah

berlekuk. Tepi daun kadang-kadang bergelombang serta berbulu kasar

(Indrawanto, 2010).

Bunga tebu berupa malai dengan panjang antara 50-80 cm. Cabang bunga

pada tahap pertama berupa karangan bunga dan pada tahap selanjutnya berupa

(21)

dua kepala putik dan bakal biji. Buah tebu seperti padi, memiliki satu biji dengan

besar lembaga 1/3 panjang biji. Biji tebu dapat ditanam di kebun percobaan untuk

mendapatkan jenis baru hasil persilangan yang lebih unggul (Indrawanto, 2010).

Fase perkecambahan pada pertumbuhan tanaman sangat tergantung pada

ketersedian air dan makanan yang terdapat dalam bibit. Bibit dengan kualitas yang

buruk, misalnya diperoleh dari umur bibit yang sudah tua yang kondisi distribusi

air dan hara dalam jaringan lembaga tunas sudah berkurang akan menyulitkan

terjadinya inisiasi tumbuh tunas. Meskipun pada awal perkecambahan, jumlah

tunasberkorelasi dengan jumlah mata yang berinisiasi menjadi tunas, namun

sesungguhnya pola pertumbuhan populasi tebu akan mengalami keseimbangan

mencapai populasi optimal disebabkan antara masing-masing tunas akan terjadi

persaingan terhadap faktor lingkungan tumbuh. Artinya pola pertumbuhan

populasi tanaman pada periode pertunasan maksimal, akan diikuti penurunan

populasi tanaman sampai mencapai pertumbuhan populasi batang optimal

(Soedhono, 2009).

Syarat Tumbuh Iklim

Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan tebu dan rendemen gula sangat

besar. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air,

sedangkan saat masak tanaman tebu membutuhkan keadaan kering agar

pertumbuhan terhenti. Apabila hujan tetap tinggi maka pertumbuhan akan terus

terjadi dan tidak ada kesempatan untuk menjadi masak sehingga rendemen

(22)

Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik didaerah dengan curah hujan

berkisar antara 1.000 – 1.300 mm per tahun dengan sekurang-kurangnya 3 bulan

kering. Distribusi curah hujan yang ideal untuk pertanaman tebu adalah pada

periode pertumbuhan vegetatif diperlukan curah hujan yang tinggi (200 mm per

bulan) selama 5-6 bulan. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan

125 mm dan 4 – 5 bulan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan yang

merupakan periode kering. Periode ini merupakan periode pertumbuhan generatif

dan pemasakan tebu (Indrawanto, 2010).

Pengaruh suhu pada pertumbuhan dan pembentukan sukrosa pada tebu

cukup tinggi. Suhu ideal bagi tanaman tebu berkisar antara 24º C–34º C dengan

perbedaan suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10º C. Pembentukan

sukrosa terjadi pada siang hari dan akan berjalan lebih optimal pada suhu 30º C.

Sukrosa yang terbentuk akan disimpan pada batang dimulai dari ruas paling

bawah pada malam hari. Prosespenyimpanan sukrosa ini paling efektif dan

optimal pada suhu 15º C Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12-14 jam

setiap harinya. Proses asimilasi akan terjadi secara optimal, apabila daun tanaman

memperoleh radiasi penyinaran matahari secara penuh sehingga cuaca yang

berawan pada siang hari akan mempengaruhi intensitas penyinaran dan berakibat

pada menurunnya proses fotosintesa sehingga pertumbuhan terhambat

(Indrawanto, 2010).

Tanah

Struktur tanah yang baik untuk pertanaman tebu adalah tanah yang gembur

sehingga aerasi udara dan perakaran berkembang sempurna, oleh karena itu upaya

(23)

akan memudahkan akar menerobos. Sedangkan tekstur tanah, yaitu perbandingan

partikel - partikel tanah berupa lempung, debu dan liat, yang ideal bagi

pertumbuhan tanaman tebu adalah tekstur tanah ringan sampai agak berat dengan

kemampuan menahan air cukup dan porositas 30 %. Tanaman tebu menghendaki

solum tanah minimal 50 cm dengan tidak ada lapisan kedap air dan permukaan air

40 cm. Sehingga pada lahan kering, apabila lapisan tanah atasnya tipis maka

pengolahan tanah harus dalam. Demikian pula apabila ditemukan lapisan kedap

air, lapisan ini harus dipecah agar sistem aerasi, air tanah dan perakaran tanaman

berkembang dengan baik (Indrawanto, 2010).

Kesuburan tanah menentukan keberhasilan budidaya tebu, menyangkut

aspek faktor pembatas fisik dan kimia tanah. Sifat fisik tanah yang menonjol

adalah drainase / permeabilitas, tekstur dan ruang pori. Sedangkan sifat kimia

tanah adalah kadar bahan organik, pH, ketersediaan hara esensial dan KTK tanah..

Kemasaman tanah (pH) yang terbaik untuk tanaman tebu adalah pada kisaran 6,0

– 7,0 namun masih dapat tumbuh pada kisaran pH 4,5 - 7,5. Kesuburan tanah

(status hara), berdasarkan hasil penelitian P3GI untuk menentukan kesesuaian

lahan bagi tanaman tebu dengan kriteria N total > 1,5, P2O5 tersedia > 75 ppm,

K2O tersedia > 150 ppm dan kejenuhan Al > 4 bulan, masa tanam yang optimal

pada akhir musim kemarau sampai awal musim hujan yaitu pertengahan Oktober

sampai dengan masa tanam juga dapat pada akhir musim hujan sampai awal

musim kemarau dengan kondisi tanah ringan. Pada daerah basah (bulan kering ≤ 2

bulan) masa tanam tebu terbaik pada awal musim kemarau

(24)

Teknik Bud Chip

Teknik bud chipmerupakan pembibitan tebu berupa mata tunas yang diambil dari bibit tebu. Cara ini sudah pernah dilaksanakan di P3GI Pasuruan,

namun teknik ini belum menghasilkan pembibitan yang optimal. Bud chip yang dimaksud adalah bud chip Columbia, yang diadopsi dari Columbia hasil studi banding anggota DPRD Jatim tahun 2011(Budiarto, 2013).

Bud chip adalah teknologi percepatan pembibitan tebu dengan satu mata tunas yang diperoleh dengan menggunakan alat mesin bor berupa chisel mortisier

(alat pemotong batang tebu). Pusat Penelitian Gula PTPN X telah mengadopsi teknologi pembibitan tebu ini dari columbia dengan menggunakan bud chip

diharapkan akan dapat menghasilkan banyak anakan dengan pertumbuhan yang

seragam (P3GI, 2014).

Kelebihan dari metode single bud chipyakni areal lahan untuk perbanyakan tebu lebih sedikit (efisiensi lahan), umur bibit siap tanam lebih

pendek (sekitar 2-2,5 bulan), kualitas lebih tinggi (keseragaman dan vigornya),

persentase tumbuh bibit dilapangan lebih tinggi, penggunaan bibit lebih efisien

(menggunakan 1 mata tunas), jumlah anakan tebu lebih banyak dibandingkan

dengan metode konvensional serta ketersediaan bibit lebih terjamin. Tetapi

memiliki kelemahan dimana memerlukan tenaga kerja yang terampil, diperlukan

alat bor bud chip dan penyesuaian bibit dari persemaian sebelum ditanam di lapangan (BPTPS, 2014).

Media Tanam

Ada empat fungsi media tanam untuk mendukung pertumbuhan tanaman

(25)

bagi tanaman, dapat melakukan pertukaran udara antara akar dan atmosfer di atas

media dan harus dapat menyokong pertumbuhan tanaman (Fahmi, 2013).

Media tanam yang baik adalah media yang mampu menyediakan air dan

unsur hara dalam jumlah cukup bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat

ditemukan pada tanah dengan tata udara yang baik, mempunyai agregat mantap,

kemampuan menahan air yang baik dan ruang untuk perakaran yang cukup

(Fahmi, 2013).

Berbagai jenis media tanam dapat kita gunakan, tetapi pada prinsipnya kita

menggunakan media tanam yang mampu menyediakan nutrisi, air, dan oksigen

bagi tanaman. Penggunaan media yang tepat akan memberikan pertumbuhan yang

optimal bagi tanaman (Fahmi, 2013).

Top Soil

Top soil adalah lapisan tanah bagian atas. Istilah ini lazim digunakan di dunia pertanian. Di bidang pertanian, topsoil mempunyai peranan yang sangat

penting karena di lapisan itu terkonsentrasi kegiatan-kegiatan mikroorganisme

yang secara alami mendekomposisi serasah pada permukaan tanah yang pada

akhirnya akan meningkatkan kesuburan tanah.

Gambar 1. Top Soil(Andy, 2009)

(26)

Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah, dengan jumlah

yang tidak besar (sekitar 3 – 5 %), namun pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah

sangat besar. Adapun pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah dan akibat terhadap

pertumbuhan tanaman adalah :

- Sebagai granulator (memperbaiki struktur tanah)

- Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lainnya

- Menambah kemampuan tanah untuk menahan air

- Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur hara (kapasitas tukar

kation tanah menjadi tinggi)

- Sumber energi bagi mikroorganisme.

(Rosdianti, 2009).

Keberadaan bahan organik di dalam tanah ditunjukkan oleh lapisan

berwarna gelap atau hitam, biasanya pada lapisan atas setebal 10-15 cm. Jumlah

dan ketebalan lapisan ini bergantung pada proses yang terjadi seperti pelapukan,

penambahan, mineralisasi, erosi, pembongkaran dan pencucian (leaching), serta pengaruh lingkungan seperti drainase, kelembapan, suhu, ketinggian tempat, dan

keadaan geologi (Suhardjoet al., 1993).

Kompos Blotong

Pemberian blotong berpengaruh terhadap berat tanah, karna dapat

membentuk agregat tanah, sehingga butiran tanah dapat menahan air lebih

banyak. Dimana unsur yang diperlukan tanaman akan lebih tersedia bagi

pertumbuhan tanaman dan juga merupakan sumber C-organik yang penting dalam

(27)

Kompos dari blotong umumnya mengandung hara N, P2O5 dan K2O

masing-masing sekitar 1-1,5%, 1,5-2,0% dan 0,6-1,0%. Kompsos ini dapat

memperbaiki sifat fisik tanah di areal perkebunan tebu, khususnya meningkatkan

kapasitas menahan air, menurunkan penguapan air tanah. Secara umum bentuk

dari blotong berupa serpihan serat-serat tebu yang mempunyai komposisi humus,

N-total, C/N, P2O5, K2O, CaO dan MgO, cukup baik untuk dijadikan bahan

pupuk organic (Sinaga dan Susanto, 2010).

Blotong ternyata cukup efektif menekan laju penguapan air tanah. Sifat

higroskopisnya mampu mengikat air hujan dalam jumlah banyak. Menurut

Baharsyah (2007) salah satu alternatif memanen air hujan dan menyiasati

kekeringan yakni dengan memanfaatkan kompos blotong. Sifat higroskopis

limbah tebu/pabrik gula yang disebabkan kandungan niranya membuat lahan

mampu mengikat air hujan lebih banyak. Dengan begitu pembenamanya kedalam

tanah diharapkan dapat menyerap air hujan lebih banyak sehingga kelembaban

tanah dapat terjaga lebih lama.

Auksin

Salah satu alternatif tindakan dalam peningkatan produksi dapat dilakukan

melalui teknologi konvensional dan inkonvensional. Salah satu teknologi

inkonvensional yang belum dijalankan secara intensif adalah penggunaan zat

pengatur tumbuh. Menurut Manurung (1985) dalam Siahaan (2006), kemampuan zat pengatur tumbuh dikaitkan dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman,

maka dapat dapat diusahakan adalah agar perubahan atau modifikasi tersebut

(28)

Auksin adalah agent yang dapat mengendalikan untuk mencegah

terjadinya absisi. IAA yang dihasilkan helaian daun bergerak ke bawah melalui

petiolus dan menghambat terjadinya absisi. Tetapi kemampuan petiolus

mentransport IAA secara normal dikontrol oleh umur daun sehingga

kemampuannya dalam mentransport IAA dapat menurun dan dapat mengalami

penghambatan (Siahaan, 2006)

Auksin dengan merek dagang atonik merupakan zat pengatur tumbuh

tanaman berbentuk larutan dalam air, berwarna coklat, berbau khas. Atonik

berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar supaya lebih banyak,

mengaktifkan penyerapan unsur hara, meningkatkan keluarnya kuncup,

pembuahan serta memperbaiki kualitas hasil panen dengan susunan nitro aromatik

dan kandunga bahan aktifnya sebagai berikut:

- Nitro orto nitrofenol 0,2%

- Natrium para nitrofenol 0,3%

- Natrium 5 nitroquaiacolat 0,1%

- Natrium 2,4 dinitrofenol 0,05%

- Air pelarut 99,35%

(Mandiri, 1994).

Atonik bekerja secara biokimia, langsung meresap kedaun, akar dan

kuncup bunga dan mempengaruhi peroses aliran plasma sel dan memberikan

kekuatan vital untuk mempergiat pertumbuhan. Atonik mempunyai efek

tersendiri, menyempurnakan proses penyerbukan sehingga memastikan terjadinya

(29)

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Pembibitan Tebu Kebun Tanjung Jatti Binjai PTPN IIdengan ketinggian tempat ± 50-60 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan antara lain bibit tebubud chip varietas BZ 134, top soil, kompos blotong, atonik, nordox56 WP, plastik transparan dan bahan pendukung lainya.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pot tray, chisel

mortisier (alat pemotongmata tebu), alat steam media tanam, ayakan 20 mesh,

meteran,jangka sorong, oven, kameradan alat pendukung lainya. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial,

terdiri dari 2 faktor :

Faktor I : Media tanam (M) berdasarkanvolume komposisi top soil : kompos blotong yang terdiri dari 3 taraf, yaitu :

M1: 50% : 50%

M2: 70% : 30%

M3: 30% : 70%

Faktor II: Lama perendaman auksin (T) dengan konsentrasi 2 ml/L air yang terdiri dari 3 taraf, yaitu:

T1 : 10 menit

(30)

Adapun kombinasi perlakuan sebagai berikut :

M1T1 M1T2 M1T3

M2T1 M2T2 M2T3

M3T1 M3T2 M3T3

Varietas Tebu : BZ 134

Jumlah Ulangan : 3

Jumlah Satuan Percobaan : 27

Jumlah Tanaman per Plot : 120 Tanaman

Jumlah Sampel Tanaman per Plot : 64 Tanaman

Jumlah Sampel Seluruhnya : 1728 Tanaman

Jumlah Tanaman Seluruhnya : 3240 Tanaman

Jarak Antar Ulangan : 60 cm

Jarak Antar Perlakuan : 20 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam model linier sebagai berikut:

Yijk = µ + ρi+ αj+ βk+ (αβjk) + εijk

Dimana :

Yijk= hasil pengamatan blok ke-i yang mendapat perlakuan komposisi media tanam pada taraf ke-j dan lama perendaman auksin pada taraf ke-k

µ = nilai tengah perlakuan

ρi = pengaruh blok ke-i

αj = pengaruh perlakuan komposisi media tanam pada taraf ke-j

βk =pengaruh lama perendaman auksin pada taraf ke-k

(αβ)jk = pengaruh interaksi antar komposisi media tanam pada taraf ke-j dan lama perendaman auksin pada taraf ke-k

(31)

Data pengamatan yang diperoleh dianalis menggunakan analisis ragam (uji

F) pada taraf 5%. Apabila terdapat beda nyata (F hitung > F tabel 5%), maka akan

dilanjutkan dengan uji jarak berganda duncan (UJGD) pada taraf 5%

(Hanafiah, 2002).

Pelaksanaan Penelitian Penyiapan Media Tanam

Media tanam terdiri dari tanah top soil dan kompos blotong, kemudian media tanam dibersihkan dan dipisahkan dari kotoran lain seperti akar gulma,

kayu, dedaunan, batu dan sampah lainya. Media tanam top soil dan kompos blotong diayak hingga halus dengan menggunakan ayakan 20 mesh.

Pembuatan Perlakuan Komposisi Media Tanam

Media tanam dicampurkan berdasarkan volume komposisi media tanam

sesuai perlakuan masing - masing dengan menggunakan ember sesuai volume

media tanam.Masing-masing komposisi media tanam dimasukan ke dalam tong

yang berbeda untuk disterilisasikan dengan suhu 100ºC dengan waktu ± 2 jam.

Media tanam yang telah disterilisasi, dibiarkan selama satu hari hingga suhu

menurun.

Pengisian Media Tanam ke Pot tray

Pengisian media tanam ke pot tray dilakukan sedikit demi sedikit sambil diguncangkan perlahan-lahan agar tanah tersebut padat dan tidak terjadi adanya

(32)

menggunakan plastik transparan agar penyebaran akar tidak menembus lubang

bawah sehingga pertumbuhan seragam.

Penyiapan Bibit Budchip

Ditebang bibit tebu varietas BZ 134 bakal budchipyang berumur 7 bulan kemudian dikupas daun yang telah mengering dan disortir agar didapatkan mata

tunas yang baik. Dipotong 3 bagian bakal bibit yakni bagian atas, tengah dan

bawah dimana digunakan 10 mata dalam 1 tanaman dari bagian atas dan tengah

sebagai bakal bibit. Bakal bibit kemudian dipotong dengan alat bor yakni chisel mortisieruntuk membuat bibit bud chip yang menghasilkan bibit dengan 1 mata tunas. Bibit bud chip kemudian direndam dengan fungisida Nordox 56 WP dengan konsentrasi 2 gr/L air selama 10 menit dengan menggunakan ember

sebagai wadah perendaman.

Perlakuan Aplikasi Auksin Pada Bud chip

Aplikasi auksin dengan konsentrasi 2 ml/L air berdasarkan lamanya

perendaman masing- masing dengan menggunakan 3 ember sebagai wadah

perendaman auksin dimana tiap 1 ember sebagi perlakuan masing-masing

perendaman.

Penanaman Bibit Bud chip di Pot tray

Sebelum penanaman, media tanam disiram dengan air. Kemudian bibit

bud chip ditanam dalam pot tray dengan cara ditekan secara perlahan-lahan hingga mata tunas sampai kepermukaan tanah dengan arah mata tunas mengarah

(33)

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yakni pada pagi dan sore hari atau

tergantung kepada keadaan cuaca.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan didalam pot tray dan disekitar pembibitan secara manual. Interval penyiangan ini disesuaikan dengan keadaan gulma di

pembibitan.

Panen

Pemanenanbibit tebu dilakukan 8 minggu setelahtanam (MST)dengan

kriteriabibit layak dipaindahkan ke lapangan permanen.

Peubah Amatan

Kecepatan Tumbuh Tunas (hari)

Kecepatan tumbuh tunas pada bibit tebu diamati pada umur 5 hari setelah tanam (HST) dimana, persentase kecambah dalam pot tray> 5%(Pawirosemadi, 2011).

Persentase Tumbuh Tunas (%)

Menghitung persentase perkecambahan bibit tebu, dimana pengamatan pertama dilakukan pada umur 1 Minggu Setelah Tanam (MST)hingga3 MSTdengan mengamati seluruh mata tunas yang tumbuh dengan interval 1 minggu, dengan rumus:

% Tumbuh mata tunas = Jumlah mata tunas tumbuh Jumlah total mata tunas yang diamati

(34)

Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan media tanamdengan ketinggian 1 cm sampai bagian sendi segi tiga daun (tanda hitam pada pelepah daun) pada daun +1. Tinggi tanaman diukur pada umur 2 MST sampai 6 MST dengan interval 2 minggu.

Diameter Batang (mm)

Diameter batang tanaman diukur pada ketinggian 1 cm diatas permukaan media tanam menggunakan jangka sorong. Pengukuran diameter batang dilakukan pada umur 2 MST sampai 6 MST dengan interval 2 minggu.

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun yang dihitung adalah pada daun yang telah membuka sempurna. Perhitungan jumlah daun dilakukan pada umur 2 MST sampai 6 MST dengan interval 2 minggu.

Luas Daun (cm²)

Pengukuran luas daun dilakukan pada saat bibit berumur 8 MST. Pengukuran dilakukan dengan metode cokbor dimana sampel yang diukurpada daun +1 dengan rumus:

Luas daun = berat daun sampel (gr) x luas lingkaran alat pemotong (cm²) berat daun potongan (gr)

Bobot Basah Pucuk (g)

(35)

Bobot Basah Akar (g)

Bobot basah akar ditimbang pada saat panen tanaman berumur 8 MST yang telah dibongkar kemudian dibersihkan dari tanah dan dipisahkan dengan bagian pucuk kemudian dikering anginkan.

Bobot Kering Pucuk (g)

Perhitungan obot kering pucuk dilakukan setelah dihitung bobot basah pucuk kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 70 ºC selama 24 jam kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.

Bobot Kering Akar (g)

Perhitungan bobot kering akardilakukan setelah setelah dihitung bobot basah akar kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 70 ºC selama 24 jam kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.

Kekokohan Bibit

Perhitungan kekokohan bibit yakni dengan cara membandingkan tinggi

tanaman dengan diameter batang pada 6 minggu setelah tanam dengan kriteria

semakin tinggi nilai kekokohan bibit maka semakin layak dipindah ke lapangan,

dengan rumus:

Kekokohan Bibit =

Diameter Batang (mm) Tinggi Tanaman (cm)

(Hendromono,2003 dalam Junaedi, et al., 2009)

Rasio Pucuk Akar (RPA)

Perhitungan rasio pucuk akar yakni dengan cara membandingkan berat

kering bagian pucuk dengan berat kering akar dimana untuk mengetahui bibit

(36)

(Hendromono,2003 dalam Junaedi, et al., 2009)

Indeks Mutu Bibit (IMB)

Perhitungan indeks mutu bibit yakni dengan membandingkan berat kering

total tanaman dengan rasio pucuk akar dan kekokohan bibit dimana untuk

mengetahui bibit yang layak untuk tanam ke lapangan, dengan rumus:

Indeks Mutu Bibit =

Rasio Pucuk Akar + Kekokohan Bibit Berat Kering Total Tanaman (gr)

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa pengaruh

komposisi media tanam terhadap pertumbuhan bibit tebu, berbeda nyata terhadap

persentase tumbuh tunas 1 minggu setelah tanam (MST), tinggi tanaman 6 MST,

diameter batang 6 MST, jumlah daun 4 dan 6 MST, luas daun 8 MST, kekokohan

bibit 6 MST, rasio pucuk akar dan indeks mutu bibit.

Pengaruh lama perendaman auksin berpengaruh nyata terhadap luas daun

8 MST dan rasio pucuk akar.

Interaksi perlakuan hanya berpengaruh nyata terhadap jumlah daun 2

MST.

Kecepatan Tumbuh Tunas (hari)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam kecepatan tumbuh tunas pada 5

hari setelah tanam (HST) dapat dilihat pada Lampiran 1 – 2. Perlakuan komposisi

media tanam dan lama perendaman auksin serta interaksi perlakuan tidak

berpengaruh nyata terhadap kecepatan tumbuh tunas. Rataan kecepatan tumbuh

tunas pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin dapat

[image:37.595.114.511.626.749.2]

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan kecepatan tumbuh tunas bibit tebu 5 HST (hari) pada komposisi media tanam dan lama perendaman auksin.

Lama Perendaman Auksin (menit)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

Rataan M1

( 50:50)

M2 (70:30)

M3 (30:70)

T1 (10) 15.80 12.77 10.80 13.12

(38)

Persentase Tumbuh Tunas (%)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam persentase tumbuh tunas 1, 2 dan 3

MST dapat dilihat pada Lampiran 3 – 8. Perlakuan komposisi media tanam

berpengaruh nyata terhadap persentase tumbuh tunas 1 MST, dan lama

perendaman auksin serta interaksi perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap

persentase tumbuh tunas. Rataan persentase tumbuh tunas 1, 2 dan 3 MST pada

[image:38.595.116.510.350.604.2]

perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Rataan persentase tumbuh tunas bibit tebu 1, 2 dan 3 MST (%) pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin

MST Lama Perendaman Auksin (menit)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

Rataan M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70) 1

T1 (10) 54.97 46.10 50.27 50.44

T2 (20) 53.87 43.33 53.33 50.18

T3 (30) 57.77 48.30 53.33 53.13

Rataan 55.53 a 45.91 b 52.31 a 51.25

2

T1 (10) T2 (20) T3 (30)

84.97 90.77 86.37 88.27 87.47 86.10 88.87 85.77 86.37 87.37 88.00 86.28

Rataan 87.37 87.28 87.00 87.21

3

T1 (10) T2 (20) T3 (30)

87.49 90.27 89.72 89.72 90.27 87.50 88.33 87.44 87.50 88.51 89.33 88.24

Rataan 89.16 89.16 87.75 88.69

Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada kelompok baris menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan.

Pertambahan persentase tumbuh tuans dari 1 sampai 3 MST pada

perlakuan komposisi media tanam dapat dilihat pada Gambar 2. Persentase

tumbuh tunas dari 1 sampai 3 MST pada lama perendaman auksin dapat dilihat

(39)
[image:39.595.142.483.84.291.2]

Gambar 2. Pertambahan persentase tumbuh tunas dari 1 sampai 3 MST pada komposisi media tanam

Gambar 3. Pertambahan persentase tumbuh tunas dari 1 sampai 3 MST pada lama perendaman auksin

Pada 1 MST, perlakuan komposisi media tanam berpengaruh nyata

terhadap persentase tumbuh tunas. Persentase tumbuh bibit tebu tertinggi yaitu

pada perlakuan M1 (55,53 %), sedangkan yang terendah pada perlakuan M2 (45,91

%). Perlakuan M1 berbeda tidak nyata dengan M3, namun berbeda nyata dengan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3

P er sen tase T u m b u h T u n as ( % )

Umur Tanaman (MST)

M1 M2 M3 30 40 50 60 70 80 90

0 1 2 3

P er sen tase T u m b u h T u n as ( % )

Umur Tanaman (MST)

T1

T2

[image:39.595.147.488.360.562.2]
(40)

M2. Hubungan antara komposisi media tanam dengan persentase tumbuh tunas 1

[image:40.595.151.480.158.338.2]

MST dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan antara komposisi media tanam dengan persentase tumbuh tunas 1 MST.

Tinggi Tanaman (cm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam tinggi tanaman 2, 4 dan 6 MST

dapat dilihat pada Lampiran 9 – 14. Perlakuan komposisi media tanam

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 6 MST, dan lama perendaman auksin

serta interaksi perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Rataan

tinggi tanaman 2, 4 dan 6 MST pada perlakuan komposisi media tanam dan lama

perendaman auksin dapat dilihat pada Tabel 3. 0

10 20 30 40 50 60

M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70)

P

er

sen

tase

T

u

m

b

u

h

T

u

n

as (

%

)

(41)

Tabel 3. Rataan tinggi tanaman tebu 2, 4 dan 6 MST (cm) pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin

MST Lama Perendaman Auksin (menit)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

Rataan M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70) 2

T1 (10) 3.29 3.37 3.49 3.38

T2 (20) 2.94 3.25 3.27 3.15

T3 (30) 3.24 3.35 3.16 3.25

Rataan 3.16 3.32 3.30 3.26

4

T1 (10) T2 (20) T3 (20)

7.07 7.96 7.80 6.95 6.76 7.05 7.32 7.16 7.24 7.11 7.29 7.36

Rataan 7.61 6.92 7.24 7.26

6

T1 (10) T2 (20) T3 (30)

10.51 11.47 11.17 9.91 9.63 9.92 11.62 11.19 11.39 10.68 10.76 10.83

Rataan 11.05 a 9.82 b 11.40 a 10.76

Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada kelompok baris menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan.

Pertambahan tinggi tanaman dari 2 sampai 6 MST pada komposisi media

tanam dapat dilihat pada Gambar 5. Pertambahan tinggi tanaman dari 2 sampai 6

MST pada lama perendaman auksin dapat dilihat pada Gambar 6.

0 2 4 6 8 10 12

2 4 6

T inggi T ana m an (c m )

Umur Tanaman (MST)

M1

M2

[image:41.595.151.469.511.705.2]
(42)
[image:42.595.145.478.88.289.2]

Gambar 6. Pertambahan tinggi tanaman dari 2 sampai 6 MST terhadap lama perendaman auksin.

Pada 6 MST, perlakuan komposisi media tanam berpengaruh nyata

terhadap tinggi tanaman. Tanaman bibit tebu tertinggi yaitu pada perlakuan M3

(11,40 cm), sedangkan yang terendah pada perlakuan M2 (9,82 cm). Perlakuan M3

berbeda tidak nyata dengan M1, namun berbeda nyata dengan M2. Hubungan

[image:42.595.153.481.506.687.2]

antara komposisi media tanam dengan tinggi tanaman 6 MST dapat dilihat pada

Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan antara komposisi media tanam dengan tinggi tanaman 6 MST. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 2 4 6

T inggi T ana m an (c m )

Umur Tanaman (MST)

T1 T2 T3 0 5 10 15 20

M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70)

T inggi T ana m an (c m )

(43)

Diameter Batang (mm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam tinggi tanaman 2, 4 dan 6 MST

dapat dilihat pada Lampiran 15 – 20. Perlakuan komposisi media tanam

berpengaruh nyata terhadap diameter batang 6 MST, dan lama perendaman auksin

serta interaksi perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang.

Rataan diameter batang 2, 4 dan 6 pada perlakuan komposisi media tanam dan

lama perendaman auksin dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan diameter batang bibit tebu 2, 4 dan 6 MST (mm) pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin

MST Lama Perendaman Auksin (menit)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

Rataan M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70) 2

T1 (10) 1.73 1.77 1.80 1.77

T2 (20) 1.73 1.80 1.77 1.77

T3 (30) 1.67 1.70 1.73 1.70

Rataan 1.71 1.76 1.77 1.74

4

T1 (10) T2 (20) T3 (30)

2.67 2.73 2.77 2.57 2.53 2.57 2.60 2.57 2.63 2.61 2.61 2.66

Rataan 2.72 2.56 2.60 2.63

6

T1 (10) T2 (20) T3 (30)

5.17 5.50 5.47 5.20 4.93 5.03 5.43 5.23 5.47 5.27 5.22 5.32

Rataan 5.38 a 5.06 b 5.38 a 5.27

Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada kelompok baris menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan.

Pertambahan diameter batang dari 2 sampai 6 MST pada komposisi media

tanam dapat dilihat pada Gambar 8. Pertambahan diameter batang dari 2 sampai 6

(44)
[image:44.595.153.465.88.288.2]

Gambar 8. Pertambahan diameter batang dari 2 sampai 6 MST terhadap perlakuan komposisi media tanam.

Gambar 9. Pertambahan diameter batang dari 2 sampai 6 MST terhadap lama perendaman auksin.

Pada 6 MST, perlakuan komposisi media tanam berpengaruh nyata

terhadap diameter batang. Diameter batang tebu tertinggi yaitu pada perlakuan M1

dan M3 (5,38 mm), sedangkan yang terendah pada perlakuan M2 (5,06 mm).

Perlakuan M1 berbeda tidak nyata dengan M3, namun berbeda nyata dengan M2.

Hubungan komposisi media tanam dengan diameter batang 6 MST dapat dilihat

pada Gambar 10. 0 1 2 3 4 5 6

2 4 6

Di am et er B at an g ( m m )

Umur Tanaman (MST)

M1 M2 M3 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0

0 2 4 6

Di am et er B at an g ( m m )

Umur Tanaman (MST)

T1

T2

[image:44.595.139.484.347.550.2]
(45)
[image:45.595.141.482.82.270.2]

Gambar 10. Hubungan antara komposisi media tanam dengan diameter batang 6 MST.

Jumlah Daun (helai)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam jumlah daun 2, 4 dan 6 MST dapat

dilihat pada Lampiran 21 – 26. Perlakuan komposisi media tanam berpengaruh

nyata terhadap jumlah daun 4 dan 6 MST, dan lama perendaman auksin

berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun, sedangkan interaksi perlakuan

berpengaruh nyata terhadap jumlah daun 2 MST. Rataan jumlah daun 2, 4 dan 6

MST pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin dapat

dilihat pada Tabel 5. 0

1 2 3 4 5 6

M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70)

Di

am

et

er

B

at

an

g

(

m

m

)

(46)
[image:46.595.109.511.130.382.2]

Tabel 5. Rataan jumlah daun tebu 2, 4 dan 6 MST (helai) pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin

MST Lama Perendaman Auksin (menit)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

Rataan M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70) 2

T1 (10) 1.22 c 1.25 bc 1.37 ab 1.28 T2(20) 1.31 abc 1.26 abc 1.35 abc 1.31 T3 (30) 1.40 a 1.23 bc 1.24 bc 1.29

Rataan 1.31 1.24 1.32 1.29

4

T1 (10) T2 (20) T3 (30)

3.59 3.62 3.63 3.35 3.39 3.39 3.54 3.44 3.44 3.49 3.48 3.49

Rataan 3.61 a 3.38 b 3.48 b 3.49

6

T1 (10) T2 (20) T3 (30)

5.64 5.76 5.67 5.33 5.60 5.58 5.64 5.65 5.62 5.54 5.67 5.62

Rataan 5.69 a 5.50 b 5.64 a 5.61

Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada kelompok baris atau kelompok kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan.

Pertambahan jumlah daun dari 2 sampai 6 MST pada perlakuan komposisi

media tanam dapat dilihat pada Gambar 11. Pertambahan jumlah daun dari 2

sampai 6 MST pada lama perendaman auksin dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 11. Pertambahan jumlah daun dari 2 sampai 6 MST pada perlakuan komposisi media tanam

0 1 2 3 4 5 6

2 4 6

Ju m lah Dau n ( h el ai )

Umur Tanaman (MST)

M1

M2

[image:46.595.148.476.527.700.2]
(47)
[image:47.595.145.489.89.288.2]

Gambar 12. Pertambahan jumlah daun dari 2 sampai 6 MST pada lama perendaman auksin.

Pada 2 MST, interaksi perlakuan komposisi media tanam dengan lama

perendaman auksin berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Jumlah daun tebu

tertinggi yaitu pada perlakuan M1T3 (1,40 helai), sedangkan yang terendah pada

perlakuan M1T1 (1,22 helai). Hubungan antara perlakuan lama perendaman auksin

pada komposisi media tanam dengan jumlah daun 2 MST dapat dilihat pada

Gambar 13. Interaksi antara lama perendaman auksin dengan perlakuan M2

berbeda tidak nyata terhadap jumlah daun 2 MST, namun pada M1 dan M3

berbeda nyata dan menunjukkan hubungan linear. 0.5

1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0

0 2 4 6

Ju

m

lah

Dau

n

(

h

el

ai

)

Umur Tanaman (MST)

T1

T2

(48)
[image:48.595.147.476.89.304.2]

Gambar 13. Hubungan antara lama perendaman auksin pada komposisi media tanam dengan jumlah daun 2 MST.

Pada 4 MST, perlakuan komposisi media tanam berpengaruh nyata

terhadap jumlah daun. Jumlah daun tebu tertinggi yaitu pada perlakuan M1 (3,61

helai), sedangkan yang terendah pada perlakuan M2 (3,38 helai). Perlakuan M1

berbeda nyata dengan M2 dan M3, namun M2 dan M3 berbeda tidak nyata.

Hubungan komposisi media tanam dengan jumlah daun 4 MSTdapat dilihat pada

Gambar 14.

y (M1) = 0.008x + 1.131 R² = 0.999

y (M3) = -0.006x + 1.447 R² = 0.860

1.20 1.22 1.24 1.26 1.28 1.30 1.32 1.34 1.36 1.38 1.40 1.42

0 10 20 30

Ju

m

lah

Dau

n

(

h

el

ai

)

Lama Perendaman Auksin (menit)

M1 (n)

M2 (tn)

(49)
[image:49.595.160.471.85.256.2]

Gambar 14. Hubungan antara komposisi media tanam dengan jumlah daun 4 MST.

Pada 6 MST, perlakuan komposisi media tanam berpengaruh nyata

terhadap jumlah daun. Jumlah daun tebu tertinggi yaitu pada perlakuan M1 (5,69

helai), sedangkan yang terendah pada perlakuan M2 (5,50 helai). Perlakuan M1

berbeda nyata dengan M2, namun berbeda tidak nyata dengan M3. Hubungan

komposisi media tanam dengan jumlah daun 6 MSTdapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Hubungan antara komposisi media tanam dengan jumlah daun 6 MST 0

1 2 3 4 5

M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70)

Ju

m

lah

Dau

n

(

h

el

ai

)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

0 2 4 6 8

M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70)

Ju

m

lah

Dau

n

(

h

el

ai

)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

[image:49.595.153.484.481.661.2]
(50)

Lampiran 27 – 28. Perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman

auksin berpengaruh nyata terhadap luas daun, tetapi interaksi perlakuan

berpengaruh tidak nyata terhadap luas daun. Rataan luas daun pada perlakuan

[image:50.595.110.513.266.396.2]

komposisi media tanam dan lama perendaman auksin dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan luas daun tebu 8 MST (cm²) pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin

Lama Perendaman Auksin (menit)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

Rataan M1

(50:50)

M2 (70:30)

M3 (30:70)

T1 (10) 34.33 26.59 44.59 35.17 b

T2 (20) 46.26 34.33 47.31 42.63 a

T3 (30) 43.12 32.24 50.87 42.08 a

Rataan 41.24 a 31.05 b 47.59 a 39.96

Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris atau kolom menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan.

Pada 8 MST, perlakuan komposisi media tanam berpengaruh nyata

terhadap luas daun. Luas daun bibit tebu tertinggi yaitu pada perlakuan M3 (47.59

cm²), sedangkan yang terendah pada perlakuan M2 (31.05 cm²). Perlakuan M3

berbeda nyata dengan M2, namun berbeda tidak nyata dengan M1. Hubungan

(51)
[image:51.595.150.484.85.274.2]

Gambar 16. Hubungan antara komposisi media tanam dengan luas daun 8 MST.

Pada 8 MST, lama perendaman auksin berpengaruh nyata terhadap luas

daun. Luas daun tebu tertinggi yaitu pada perlakuan T2 (42,63 cm²), sedangkan

yang terendah pada perlakuan T1 (35.17 cm²). Perlakuan T2 berbeda nyata dengan

T1, namun berbeda tidak nyata dengan T3. Terdapat hubungan linear antara lama

perendaman auksin dengan luas daun 8 MST dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Hubungan antara lama perendaman ZPT atonik dengan luas daun 8 MST. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70)

L u as Dau n ( cm ²)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

y = 0.345x + 33.05 R² = 0.689

30 32 34 36 38 40 42 44 46

0 10 20 30

L u as Dau n ( cm ²)

[image:51.595.168.459.480.656.2]
(52)

Bobot Basah Pucuk (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot basah pucuk dapat dilihat

pada Lampiran 29 – 30. Perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman

auksin serta interaksi perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah

pucuk. Rataan bobot basah pucuk pada perlakuan komposisi media tanam dan

[image:52.595.112.510.284.398.2]

lama perendaman auksin dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan bobot basah pucuk tebu 8 MST (g) pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin

Lama Perendaman Auksin (menit)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

Rataan M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70)

T1 (10) 4.50 3.42 4.78 4.23

T2 (20) 4.89 3.63 4.60 4.37

T3 (30) 4.40 4.39 5.58 4.79

Rataan 4.60 3.81 4.99 4.47

Bobot Basah Akar (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot basah akar dapat dilihat

pada Lampiran 31 – 32. Perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman

auksin serta interaksi perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah

akar. Rataan bobot basah akar pada perlakuan komposisi media tanam dan lama

perendaman auksin dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan bobot basah akar tebu 8 MST (g) pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin

Lama Perendaman Auksin (menit)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

Rataan M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70)

T1 (10) 1.99 1.87 1.73 1.86

T2 (20) 1.37 1.33 1.47 1.39

T3 (30) 1.26 1.97 1.55 1.59

[image:52.595.112.511.619.732.2]
(53)

Bobot Kering Pucuk (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot kering pucuk dapat dilihat

pada Lampiran 33 – 34. Perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman

auksin serta interaksi perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering

pucuk. Rataan bobot kering pucuk pada perlakuan komposisi media tanam dan

[image:53.595.109.512.296.409.2]

lama perendaman auksin dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan bobot kering pucuk tebu 8 MST (g) pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin

Lama Perendaman Auksin (menit)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

Rataan M1

(50:50)

M2 (70:30)

M3 (30:70)

T1 (10) 1.30 1.00 1.33 1.21

T2 (20) 1.43 1.07 1.41 1.31

T3 (30) 1.39 1.54 1.58 1.50

Rataan 1.37 1.20 1.44 1.34

Bobot Kering Akar (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot kering akar dapat dilihat

pada Lampiran 35 – 36. Perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman

auksin serta interaksi perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering

akar. Rataan bobot kering akar pada perlakuan komposisi media tanam dan lama

perendaman auksin dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan bobot kering akar tebu 8 MST (g) pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin

Lama Perendaman Auksin (menit)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

Rataan M1

(50:50)

M2 (70:30)

M3 (30:70)

T1 (10) 0.76 0.62 0.59 0.66

[image:53.595.112.511.632.746.2]
(54)

Kekokohan Bibit

Data hasil pengamatan dan sidik ragam kekokohan bibit dapat dilihat pada

Lampiran 37 – 38. Perlakuan komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap

kekokohan bibit, namun lama perendaman auksin dan interaksi perlakuan

berpengaruh tidak nyata terhadap kekokohan bibit. Rataan kekokohan bibit pada

[image:54.595.112.511.321.489.2]

perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin dapat dilihat pada

Tabel 11.

Tabel 11. Rataan kekokohan bibit tebu 6 MST pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin

Lama Perendaman Auksin (menit)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

Rataan M1

(50:50)

M2 (70:30)

M3 (30:70)

T1 (10) 2.03 1.91 2.13 2.02

T2 (20) 2.09 1.88 2.14 2.03

T3 (30) 2.04 1.97 2.08 2.03

Rataan 2.05 a 1.92 b 2.12 a 2.03

Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan.

Pada 6 MST, perlakuan komposisi media tanam berpengaruh nyata

terhadap kekokohan bibit. Kekokohan bibit tebu tertinggi yaitu pada perlakuan M3

(2,12), sedangkan yang terendah pada perlakuan M2 (1,92). Perlakuan M3 berbeda

nyata dengan M2, namun berbeda tidak nyata dengan M1. Hubungan antara

komposisi media tanam dengan kekokohan bibit 6 MST dapat dilihat pada

(55)
[image:55.595.150.480.88.265.2]

Gambar 18. Hubungan antara komposisi media tanam dengan kekokohan bibit 6 MST.

Rasio Pucuk Akar (RPA)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam rasio pucuk akar dapat dilihat pada

Lampiran 39 – 40. Perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman

auksinberpengaruh nyata terhadap rasio pucuk akar, tetapi interaksi perlakuan

berpengaruh tidak nyata terhadap rasio pucuk akar. Rataan rasio pucuk akar pada

perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin dapat dilihat pada

Tabel 12.

Tabel 12. Rataan rasio pucuk akar tebu 8 MST pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin

Lama Perendaman Auksin (menit)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

Rataan M1

(50:50)

M2 (70:30)

M3 (30:70)

T1 (10) 1.79 1.61 2.28 1.89 b

T2 (20) 2.48 2.05 2.27 2.26 a

T3 (30) 2.63 2.01 2.78 2.47 a

Rataan 2.30 a 1.89 b 2.44 a 2.21

Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris atau kolom 0.0

0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70)

K

ekokoha

n B

ibi

t

(56)

Pada 8 MST, perlakuan komposisi media tanam berpengaruh nyata

terhadap rasio pucuk akar. Rasio pucuk akar bibit tertinggi yaitu pada perlakuan

M3 (2,44), sedangkan yang terendah pada perlakuan M2 (1.89). Perlakuan

M3berbeda nyata dengan M2, namun berbeda tidak nyata dengan M1. Hubungan

antara komposisi media tanam dengan rasio pucuk akar dapat dilihat pada Gambar

[image:56.595.146.471.238.437.2]

19.

Gambar 19. Hubungan antara komposisi media tanam dengan rasio pucuk akar 8 MST.

Pada 8 MST, lama perendaman auksin berpengaruh nyata terhadap rasio

pucuk akar. Rasio pucuk akar tebu tertinggi yaitu pada perlakuan T3 (2,47),

sedangkan yang terendah pada perlakuan T1 (1,89). Perlakuan T3 berbeda nyata

dengan T1, namun berbeda tidak nyata dengan T2. Terdapat hubungan linear

antara lama perendaman auksin dengan rasio pucuk akar 8 MST dapat dilihat pada

Gambar 20. 0 1 2 3

M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70)

R

asi

o

P

u

cu

k

Ak

ar

(57)
[image:57.595.173.454.87.287.2]

Gambar 20. Hubungan antara lama perendaman auksin dengan rasio pucuk akar 8 MST.

Indeks Mutu Bibit (IMB)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam indeks mutu bibit dapat dilihat

pada Lampiran 41 – 42. Perlakuan komposisi media tanam berpengaruh nyata

terhadap indeks mutu bibit, namun lama perendaman auksin dan interaksi

perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap indeks mutu bibit. Rataan indeks

mutu bibit pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin

dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan indeks mutu bibit tebu 8 MST pada perlakuan komposisi media tanam dan lama perendaman auksin

Lama Perendaman Auksin (menit)

Komposisi Media Tanam (% top soil : % kompos blotong)

Rataan M1 (50:50) M2 (70:30) M3 (30:70)

T1 (10) 1.04 1.12 0.79 0.98

T2 (20) 0.95 1.12 0.82 0.97

T3 (30) 0.80 1.18 0.79 0.92

Rataan 0.93 b 1.14 a 0.80 b 0.96

Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris y = 0.029x + 1.629

R² = 0.974

1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

0 10 20 30

R asi o P u cu k Ak ar

[image:57.595.111.511.579.751.2]
(58)

Pada 8 MST, perlakuan komposisi media tanam berpengaruh nyata

terhadap indeks mutu bibit. Indeks mutu bibit tebu tertinggi yaitu pada perlakuan

M2 (1,14), sedangkan yang terendah pada perlakuan M3 (0,80). Perlakuan M2

berbeda nyata dengan M1 dan M3, namun M1 berbeda tidak nyata dengan M3, yang

[image:58.595.145.483.227.409.2]

dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 20. Hubungan antara komposisi media tanam dengan indeks mutu bibit 8 MST.

Pembahasan

Pertumbuhan tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) pada perlakuan komposisi media tanam

Berdasarkan hasil pengamatan dan sidik ragam menunjukkan bahwa

perlakuan komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap persentase tumbuh

tunas

Gambar

Tabel 1. Rataan kecepatan tumbuh tunas bibit tebu 5 HST (hari) pada komposisi media tanam dan lama perendaman auksin
Tabel 2. Rataan persentase tumbuh tunas bibit tebu 1, 2 dan 3 MST (%) pada perlakuan komposisi media tanam dan  lama perendaman auksin
Gambar 2. Pertambahan persentase tumbuh tunas dari 1 sampai 3 MST pada  komposisi media tanam
Gambar 4. Hubungan antara komposisi media tanam dengan persentase tumbuh tunas 1 MST.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teras reaktor terdiri dari banyak kanal bahan bakar dan dideretkan berbentuk kisi kubus di dalam tangki kalandria, bahan pendingin mengalir masing-masing di dalam pipa tekan,

Dipilihnya PeGI sebagai framework/ kerangka kerja dalam menyusun strategi pengembang e-government LAPAN adalah karena PeGI merupakan kerangka kerja yang digunakan

elalui Aplikasi SPSE Kementerian Keuangan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi Perencanaan Renovasi Parkir Balai Diklat Keuangan Balikpapan Tahun Anggaran. enang

• Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya, antara lain adalah akuntabilitas program, akuntabilitas proses, akuntabilitas keuangan, akuntabilitas

Abstrak —Turbin angin Savonius adalah turbin angin yang dapat beroperasi pada kecepatan angin yang rendah, turbin jenis ini sangat tepat digunakan untuk beberapa tempat

Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam. Jabatan Fungsional Diplomat sesuai dengan

Tunjangan Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis, yang selanjutnya disebut dengan Tunjangan Dokter Pendidik Klinis adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada

Peraturan Kepala BKPM Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Usaha Penanaman Modal2. Peraturan Kepala BKPM Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara