Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
ANA FIANDANI SOFYANA NIM: 1110046100019
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang belaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 11 September 2014
iii
Bank Syariah Mandiri”, Program Strata I, Program Studi Muamalat, Konsentrasi
Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Dalam perkembangan pembiayaan kendaraan bermotor di bank syariah yang semakin meningkat akhir-akhir ini bisa berpotensi menimbulkan berbagai risiko sehingga bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor. Dalam hal ini, Bank Indonesia kemudian mengelarkan kebijakan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP yang mengatur kenaikan DP minimum yang harus dibayar nasabah saat mengajukan pembiayaan. Tujuan penelitian yaitu (1) Untuk menganalisis dampak-dampak yang terjadi pada pembiayaan kendaraan bermotor di Bank Syariah Mandiri pasca dikeluarkannya SEBI No. 15/40/DKMP; (2) Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap pembiayaan kendaraan bermotor; (3) untuk menganalisis pengaruh BI rate terhadap pembiayaan kendaraan bermotor; (4) Untuk menganalisis strategi yang dilakukan Bank syariah Mandiri dalam mengatasi dampak SEBI No. 15/40/DKMP tahun 2013.
Pengumpulan data dilakukan melalui data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pihak BSM, sedangkan data sekunder diperoleh dari web yang berkaitan dengan penelitian, serta analisis kuantitatif Regresi dengan Variabel Dummy dengan Regresi Linear Berganda menggunakan Software SPSS versi 21,0 for Windows. Dalam upaya mengetahui dampak kebijakan tersebut, peneliti menggunakan variabel bebas Dummy DP, inflasi, dan BI rate terhadap pembiayaan kendaraan bermotor di BSM.
Dari hasil uji regresi linear berganda, variabel (X) berpengaruh secara keseluruhan terhadap pembiayaan kendaraan bermotor (49,6%) dan uji F menunjukkan pengaruh nyata secara keseluruhan. Sedangkan secara parsial ketiga variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan karena nilai t hitung ketiga variabel bebas tersebut lebih besar dari taraf alpha 0,05. Hal ini dikarenakan BSM telah melakukan strategi khusus guna mengantisipasi kebijakan tersebut yaitu dengan adanya program COP (Car Ownership Program), sehingga pembiayaan kendaraan bermotor di BSM setelah adanya kebijakan DP tersebut relatif stabil dan cenderung meningkat tiap bulannya.
iv
Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang telah mencurahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya tanpa
jemu. Sesungguhnya, hanya karena kemurahan hati-Nya lah sehingga akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan Rasulullah saw beserta seluruh keluarga, sahabat, dan
juga ummatnya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari terdapat banyak
kendala yang menghambat langkah penulis untuk merampungkan skripsi ini. Namun,
berkat bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Phil. J.M. Muslimin, MA. sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., sebagai Ketua Prodi Muamalat
(Ekonomi Islam) dan Abdurrauf, MA., sebagai Sekretaris Prodi Muamalat
(Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H. M. Zainul Arifin sebagai Dosen Pembimbing Akademik Penulis.
4. M. Nur Rianto Al Arif, SE, M. Si sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis
yang telah memberi arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik.
5. Segenap pihak Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Slipi yang telah
bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu penulis
v
hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Segenap staff akademik dan staff perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Orang tua tercinta Ahmad Sofyan Sauri dan Dwi Wuryani Esti yang selalu
membimbing dan mendukung penulis baik moril maupun materiil tanpa
pernah mengeluh dan berputus asa tetap memberikan motivasi kepada penulis
dalam kondisi senang maupun susah. Serta adik satu-satunya Muhammad
Hasan Syifa yang turut memberikan motivasi dan doanya bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada bapak Hadi Wajaya Arifin selaku Mortgage Alliance Departement
Head Consumer Banking Division Bank Syariah Mandiri, serta bapak Aep
Saeful Bahri yang telah membantu memberikan data-data yang dibutuhkan
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
10.Sahabat-sahabat terbaik penulis, Nur Kurota Ayun yang selalu bersama sejak
awal masuk kuliah. Titin Nurasiah yang selalu memotivasi dan bersama-sama
berjuang dari awal pengerjaan skripsi ini. Devita Octaviani, Ika Kartika,
Mahrun Nisa Ali yang sama-sama berjuang selama masa perkuliahan hingga
akhir.
11.Teman-teman Mahasiswa jurusan Perbankan Syariah kelas A angkatan 2010,
vi teguh mencapai cita-cita kita.
12.Terima kasih kepada seluruh teman-teman di Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Perbankan Syariah yang masih banyak lagi yang penulis tidak bisa
sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua dukungan dan bantuannya
dalam penyelesaian skripsi ini.
13.Dan akhirnya, semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian
skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih. Semoga
segala kebaikan yang tulus dari semua pihak dapat diterima oleh Allah SWT
serta mendapatkan pahala yang berlipat dari-Nya.
Kiranya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun kritik dan saran dari para
pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaannya. Besar harapan penulis agar
skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi penulis dan masyarakat
seluruhnya.
Jakarta, 11 September 2014
vii
ABSTRAKSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 8
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
E. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II: TINJAUAN TEORITIS A. Pembiayaan Kendaraan Bermotor Syariah ... 13
B. Uang Muka (Down Payment) ... 29
C. Uraian Singkat SEBI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 ... 30
D. Teori Inflasi ... 33
E. Teori Suku Bunga ... 37
F. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu) ... 40
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 43
B. Hipotesis ... 51
viii
C. Dampak SEBI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 pada Pembiayaan
Kendaraan Bermotor Bank Syariah Mandiri ... 59
D. Uji Asumsi Klasik ... 63
E. Uji Regresi Linier Berganda ... 68
F. Pembahasan ... 73
G. Strategi Khusus Sebagai Respon BSM Akibat Dikeluarkannya SEBI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 ... 76
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 78
B. Saran... 79
ix
Tabel 1.1 Perkembangan Pembiayaan KPR & KKB BSM ... 6
Tabel 4.1 Porsi Pembiayaan Konsumer Untuk PKB dan Multifinance BSM 2012-2013 ... 58
Tabel 4.2 Perbandingan Pembiayaan Kendaraan Bermotor BSM ... 60
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas ... 63
Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 65
Tabel 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 66
Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi ... 67
Tabel 4.7 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 68
Tabel 4.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 70
Tabel 4.9 Uji t-Hitung ... 71
x
1
A. Latar Belakang Masalah
Tingginya permintaan masyarakat terhadap kendaraan bermotor membuat
perbankan syariah makin bergairah memberikan pembiayaan kendaraan bermotor
(kepemilikan kendaraan bermotor syariah atau KKB iB), hal itu terlihat dari
bertambahnya kapasitas produksi oleh produsen kendaraan bermotor.1 Penjualan
mobil dari distributor ke dealer (wholesale) pada 2012 berdasarkan laporan dari
salah satu anggota GAIKINDO mencapai 1,161 juta unit atau naik 24,8% dari
tahun sebelumnya 894,164 unit.2 Sedangkan untuk penjualan sepeda motor 2012
turun 11,2% dibandingkan tahun sebelumnya 8,034 juta unit menjadi 7,141 juta
unit.3 Banyaknya permintaan masyarakat dalam mengajukan pembiayaan
kendaraan bermotor ini membuat lembaga-lembaga keuangan berlomba untuk
memberikan pembiayaan yang terbaik yang sesuai dengan minat konsumen.
Seiring dengan meningkatnya pembiayaan kendaraan bermotor yang
sangat signifikan, hal ini berpotensi menimbulkan berbagai risiko bagi perusahaan
1
Info Bank News, “KKB iB Makin Gencar di Pasar Otomotif”, artikel ini diakses pada tanggal 24 Desember 2013 dari www.infobanknews.com/2010/09/kkb-ib-syariah-makin-gencar-di-pasar-otomotif/
2
Kompas Otomotif, “Rekor Baru Penjualan Mobil di Indonesia, 1,161 Juta Unit”, artikel ini diakses pada tanggal 24 Desember 2013 dari m.kompas.com/otomotif/read/2013/01/11/6126/2012. Rekor.Baru.Penjualan.Mobil.di.Indonesia.1.161.Juta.Unit
3
pembiyaan dan juga dalam rangka meningkatkan prinsip kehati-hatian perusahaan
pembiayaan dalam menyalurkan pembiayaan kendaraan bermotor. Berdasarkan
hal itu, maka pada tanggal 15 Maret 2012 dikeluarkannya Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 14/10/DPNP Perihal Penetapan Manajemen Risiko Pada Bank
Yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan
Bermotor. Dalam ketentuan tersebut, ditetapkan DP bagi KKB untuk roda dua
minimal sebesar 25%, roda empat minimal 30%, dan roda empat atau lebih untuk
keperluan produktif minimam DP 20%.4 Ketentuan tersebut hanya berlaku bagi
kredit kendaraan bermotor konvensional saja, sedangkan pembiayaan kendaraan
bermotor syariah belum dikenai ketentuan DP minimum tersebut.
Dampak dikeluarkannya peraturan tersebut adalah menurunnya
pembiayaan konvensional yang mana di sisi lain meningkatkan pembiayaan
syariah. Menurut data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK), sebelum aturan DP bagi multifinance konvensional diberlakukan,
porsi pembiayaan baru melalui jalur syariah hanya sekitar 2%. Namun, begitu
aturan DP tersebut diberlakukan, pembiayaan syariah tumbuh hingga kisaran 13%
atau Rp 14 triliun per Oktober 2012.5 Meningkatnya pembiayaan syariah ini
menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih uang muka atau DP yang rendah
dalam pembiayaannya.
4
Okezon, “BI: Uang Muka Kredit Mobil Minimal 30%, Motor 20%”, artikel ini diakses pada tanggal 24 Desember dari m.okezon.com/read/2012/03/16/20/594330/bi-uang-muka-kredit-mobil-minimal-30-motor-20
5
Bank syariah atau lembaga pembiayaan syariah yang melakukan
penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor telah menjadi alternatif ampuh
konsumen dalam menghindari uang muka yang tinggi bagi pembiayaan
konvensional. Banyak konsumen yang setelah diberlakukannya DP minimum
tersebut beralih mengajukan pembiayaan di multifinance syariah. Hal ini
dikarenakan tingginya uang muka yang harus dibayarkan di pembiayaan
konvensional.
Namun, di sisi lain, Bank Indonesia mengkhawatirkan risiko-risiko yang
akan dihadapi bank syariah atau multifinance syariah yang kebanjiran konsumen
untuk mengajukan pembiayaan kendaraan bermotor. Risiko itu di antaranya
adalah gagal bayar atau kredit macet. Selain risiko yang harus dihadapi, bank
syariah atau multifinance syariah juga harus menerapkan prinsip kehati-hatian
dalam menyalurkan pembiayaan. Oleh karena itu, pada tanggal 27 November
2012 Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 14/33/DPbS
tentang Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah atau KPR
dan Kendaraan Bermotor Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Surat edaran tersebut bertujuan untuk meminimalisir risiko kredit bagi
bank syariah yang memiliki eksposur pembiayaan properti besar. BI juga
memperketat pembiayaan kendaraan bermotor syariah yang terlampau ekspansif
dan dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank. Aturan minimal uang muka ini
menjadi salah satu manajemen risiko pembiayaan, mengingat bahwa kegiatan
Kebijakan tentang uang muka minimum yang harus dibayar yang tertuang
dalam Surat Edaran BI Nomor 14/10/DPNP dan Surat Edaran BI Nomor
14/33/DPbS sudah tidak berlaku lagi seiring dengan diterbitkannya ketentuan
baru yang menyempurnakan ketentuan sebelumnya yaitu dengan dikeluarkannya
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP pada tanggal 24 September
2013 tentang Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Yang Melakukan
Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan
Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.6
Ketentuan tersebut mulai berlaku pada tanggal 30 September 2013 serentak untuk
bank konvensional, bank syariah, dan unit usaha syariah.7 Peraturan tersebut
bertujuan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat ketahanan
perbankan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Aturan minimal uang
muka ini menjadi salah satu manajemen risiko pembiayaan, mengingat bahwa
kegiatan suatu lembaga dalam menyalurkan pembiayaan berpotensi terhadap
suatu risiko.
PT. Bank Syariah Mandiri (selanjutnya disebut BSM) yang berdiri pada
tanggal 25 Okober 1999, sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto,
SH, No. 23 tanggal 8 September 1999. Ini merupakan bank syariah yang berdiri
atas konversi dari PT. Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank
6
Kompas, “BI Terbitkan Surat Edaran Penyempurnaan Ketentuan LTV”, artikel ini diakses pada tanggal 6 Januari 2014 dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/09/25 /1507017/BI. Terbitkan.Surat.Edaran.Penyempurnaan.Ketentuan.LTV
7
syariah. Ini merupakan respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang
memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking
system). Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan
oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999,
25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior
Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama
menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal
tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin
tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.8
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP salah satu
fokus tujuannya yaitu mengatur tentang adanya kenaikan DP minimum syariah
yang harus dibayarkan oleh nasabah. Sebagai salah satu bank syariah di
Indonesia, PT. Bank Syariah Mandiri juga termasuk salah satu bank syariah yang
terkena dampak dari kenaikan Down Payment (DP) minimum syariah pada
pembiayaan kendaraan bermotor tersebut. Dengan naiknya uang muka yang harus
dibayar oleh konsumen tersebut bisa jadi membuat para pelanggan enggan untuk
mengajukan pembiayaan dikarenakan tingginya uang muka yang harus dibayar.
Besarnya uang muka yang harus dibayarkan konsumen sebelum diberlakukannya
ketentuan ini adalah berkisar antara 10-15%, sedangkan setelah diberlakukannya
ketentuan ini, maka uang muka yang harus dibayarkan adalah berkisar antara
20-25%.
8
Tabel 1.1
Perkembangan Pembiayaan KPR & KKB BSM Jenis
Pembiayaan
2011 2012 2013
Outstanding Porsi Outstanding Porsi Outstanding Porsi
KPR Rp 2,14 T 13,32% Rp 4.208,31 M 21,44% Rp 77,07 T 41,20%
Kendaraan Rp 3,58 T 1,01% Rp 258,57 M 1,32% Rp 265,96 M 1,55%
Sumber: laporan tahunan Bank Syariah Mandiri
Perkembangan pembiayaan konsumer di Bank Syariah Mandiri 3 tahun
terakhir ini terbilang fluktuatif. Pada tahun 2011 pembiayaan KPR sebesar Rp
2,14 Triliun atau 13,32% dari total pembiayaan konsumer. Namun pembiayaan
KPR tersebut turun di tahun 2012 menjadi Rp 4.208,31 Miliar atau 21,44% dari
total pembiayaan konsumer. Sedangkan pada tahun 2013, pembiayaan KPR BSM
kembali meningkat yaitu menjadi Rp 77,07 Triliun atau 41,20% dari total
pembiayaan konsumer. Begitupun dengan pembiayaan kendaraan bermotor di
BSM, pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 3,58 Triliun atau 1,01% dari total
pembiayaan konsumer. Sama halnya dengan pembiayaan KPR yang mengalami
penurunan di tahun 2012, pembiayaan kendaraan bermotor pun menurun menjadi
Rp 258,57 Miliar atau 1,32% dari total pembiayaan konsumer. Dan meningkat
kembali pada tahun 2013 yaitu menjadi Rp 265,96 Miliar atau 1,55% dari total
Penurunan tingkat pembiayaan konsumer di Bank Syariah Mandiri yang
terjadi pada tahun 2012 yaitu diindikasikan karena adanya kebijakan
pembentukan Unit Usaha Syariah bagi Multifinance yang menerima dana dari
perbankan syariah, kebijakan Loan to Value/Finance to Value, serta kebijakan
pemasangan fidusia. Melihat data-data pembiayaan konsumer pada Bank Syariah
Mandiri tersebut, dampak kebijakan LTV atau DP bagi pembiayaan kendaraan
bermotor cukup berpengaruh dalam kegiatan pembiayaan yang diberikan oleh
BSM. Walaupun pembiayaan kendaraan bermotor bukan merupakan pembiayaan
utama di BSM yang porsinya jauh lebih kecil dibanding pembiayaan KPR, namun
kebijakan kenaikan DP tersebut juga mendapat perhatian khusus dan Bank
Syariah Mandiri diharuskan untuk menyusun strategi khusus agar dapat terus
mengembangkan pembiayaannya serta mengatasi dampak yang terjadi akibat
kenaikan DP pembiayaan kendaraan bermotor tersebut, dan tetap menjaga
kredibilitas dan stabilitas keuangan perusahaan yang baik.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirasa perlu untuk menggali dan
menganalisa lebih lanjut mengenai strategi apa yang digunakan oleh bank syariah
dalam memberikan pembiayaan kendaraan bermotor pasca kenaikan DP
minimum syariah, dengan demikian maka penulis ingin membahas lebih lanjut
dalam bentuk skripsi dengan judul: “Dampak Surat Edaran Bank Indonesia
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diidentifikasikan
masalah-masalah sebagai berikut:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP tahun 2012 menurunkan
tingkat pembiayaan konvensional namun meningkatkan pertumbuhan
pembiayaan syariah.
2. Dampak dari dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
14/33/DPbS tahun 2012 diprediksi akan mempengaruhi tingkat pembiayaan
kendaraan bermotor pada lembaga pembiayaan.
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP tahun 2012 dan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS tahun 2012 sudah tidak
diberlakukan lagi dan dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
15/40/DKMP sebagai penyempurna kebijakan tersebut.
4. Dengan diberlakukannya aturan DP minimum syariah pada pembiayaan
kendaraan bermotor ini akan membuat masyarakat sulit dalam mendapatkan
pembiayaan karena terbentur uang muka yang tinggi.
5. Dengan berlakunya DP minimum syariah ini akan berdampak pada strategi
pemasaran yang dilakukan lembaga pembiayaan dalam menyalurkan
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, agar penelitian dalam
skripsi ini terfokus pada permasalahan yang ingin dibahas, maka penulis
membatasi masalah yang akan dikaji sebagai berikut:
a. Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah dampak SE BI No.
15/40/DKMP Tahun 2013 terhadap pembiayaan kendaraan bermotor pada
bank syariah serta strategi yang digunakan dalam mengatasi dampak
tersebut.
b. Objek penelitian ini hanya dilakukan pada PT. Bank Syariah Mandiri yang
dilakukan pada tahun 2014.
c. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan outstanding
pembiayaan kendaraan bermotor PT. Bank Syariah Mandiri dari periode
Januari 2012 – Juni 2014.
d. Inflasi dan BI Rate adalah sebagai variabel kontrol di mana keduanya juga
erat kaitannya dengan pembiayaan-pembiayaan di bank syariah.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, agar mempermudah penulis
menyusun skripsi ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana dampak SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 terhadap
b. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap pembiayaan kendaraan bermotor
pada PT. Bank Syariah Mandiri?
c. Bagaimana pengaruh BI Rate terhadap pembiayaan kendaraan bermotor
pada PT. Bank Syariah Mandiri?
d. Bagaimana strategi yang dilakukan PT. Bank Syariah Mandiri dalam
mengatasi dampak SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan utama yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis dampak-dampak yang terjadi pada pembiayaan
kendaraan bermotor di PT. Bank Syariah Mandiri pasca dikeluarkannya
SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013.
b. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap pembiayaan kendaraan
bermotor di PT. Bank Syariah Mandiri.
c. Untuk menganalisis pengaruh BI Rate terhadap pembiayaan kendaraan
bermotor di PT. Bank Syariah Mandiri.
d. Untuk menganalisis strategi yang dilakukan PT. Bank Syariah Mandiri
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Penulis
Mendapat pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas mengenai strategi
yang dilakukan PT. Bank Syariah Mandiri dalam mengatasi dampak
dikeluarkannya SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013.
b. Bagi Bank Syariah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan dalam
pengambilan strategi dalam mengatasi dampak dikeluarkannya SE BI No.
15/40/DKMP Tahun 2013.
c. Bagi Program Studi Muamalat/ Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah khazanah ilmu
pengetahuan, melengkapi dan memberikan informasi yang berharga
mengenai dampak dan strategi bank syariah dalam mengatasi dampak
dikeluarkannya SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013.
d. Bagi Masyarakat Umum
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
memilih pembiayaan yang cocok dengan keinginan dan kriteria yang
E. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang, identifikasi masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi
terdahulu, dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan disampaikan teori terkait akad murabahah dan apa saja
yang terkait di dalamnya, penjelasan mengenai pembiayaan kendaraan bermotor
syariah serta apa saja yang terkait di dalamnya, penjelasan mengenai uang muka,
fatwa Dewan Syariah Nasional mengenai uang muka, uraian singkat mengenai
ketentuan yang membahas tentang kenaikan DP minimum syariah yaitu SE BI
No. 15/40/DKMP Tahun 2013.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dijabarkan mengenai kerangka pemikiran penelitian,
ruang lingkup penelitian, metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian,
pengumpulan data, serta pengolahan dan analisis data.
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini memuat pembahasan hasil analisis dan interpretasi terhadap
temuan penelitian dengan cara mengolah data dari alat uji yang disesuaikan.
BAB V : PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan
13
A. Pembiayaan Kendaraan Bermotor Syariah
1. Pengertian Pembiayaan Kendaraan Bermotor Syariah
Pembiayaan kendaraan bermotor yang selanjutnya disebut KKB iB
adalah pemberian pembiayaan kepada nasabah dalam rangka kepemilikan
kendaraan bermotor dengan menggunakan akad berdasarkan prinsip syariah.1
Dalam bank syariah, pembiayaan kendaraan bermotor tersebut menggunakan
akad murabahah.
2. Akad Pembiayaan Kendaraan Bermotor
a. Pengertian Murabahah
Menurut para fuqaha, Murabahah didefinisikan sebagai penjualan
barang seharga biaya/harga pokok (cost) barang tersebut ditambah
mark-up atau margin keuntungan yang disepakati. Karakteristik murabahah
adalah bahwa penjual harus memberi tahu pembeli mengenai harga
pembelian produk dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan
pada biaya (cost) tersebut.
Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah
Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah
menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli
1
dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Sedangkan dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah
paragraf 52 dijelaskan bahwa murabahah adalah akad jual beli barang
dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli.
b. Dasar Hukum Murabahah
1) Al-Quran
...
“...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS Al -Baqarah: 275)Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Riba adalah mengambil kelebihan di atas
modal dari yang butuh dengan mengeksploitasi kebutuhannya. Para
pemakan riba itulah yang dikecam oleh ayat ini, apalagi praktik ini dikenal
luas di kalangan masyarakat Allah.2
2) Al-Hadits
“Dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh,
2
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gamdum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah)
Hadits lain terkait jual beli yaitu mengatakan bahwa jual beli
hanya sah apabila antara kedua belah pihak suka sama suka.
“Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR. Al -Baihaqi dan Ibnu Majah, serta dinilai Sahih oleh Ibnu Hibban).
Para ulama telah mengemukakan kehalalan murabahah karena
keumuman dalil yang menjelaskan tentang dibolehkannya jual beli dalam
skala umum. Ijma kaum muslimin menjadi landasan kebolehan
murabahah ini, karena jual beli ini juga dilakukan di berbagai negeri dan
setiap masa. Orang yang tidak memiliki keterampilan jual beli dapat
bergantung kepada orang lain dan hatinya tetap merasa tenang. Ia bisa
membeli barang dan menjualnya dengan keuntungan yang logis sesuai
kesepakatan.
Dari dalil-dalil di atas dapat diketahui mengapa jual beli dengan
menggunakan akad murabahah diperbolehkan, karena dalam Al-Quran
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Oleh sebab
itu, murabahah diperbolehkan karena murabahah merupakan salah satu
bahwa jual beli secara murabahah atau jual beli secara tangguh
diperbolehkan.
c. Rukun dan Syarat Murabahah
1. Rukun Pembiayaan Kendaraan Bermotor Syariah secara umum adalah:
a) Pelaku akad, yaitu ba‟i (penjual) adalah pihak yang memiliki barang
untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang
memerlukan dan akan membeli barang.
b) Objek akad, yaitu mabi‟ (barang dagangan) dan tsaman (harga).
c) Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
2. Syarat pembiayaan kendaraan bermotor dengan mengacu pada skema
bai‟ al-Murabahah:
a) Penjual atau pihak lembaga pembiayaan memberi tahu biaya modal
pembelian kendaraan bermotor kepada nasabah
b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
c) Kontrak harus bebas dari riba
d) Penjual atau pihak lembaga pembiayaan harus menjelaskan kepada
pembeli tentang kendaraan bermotor yang dijadikan objek transaksi
bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian
e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Secara prinsip, jika syarat dalam (1), (4), dan (5) tidak dipenuhi,
1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya
2) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas
barang yang dijual
3) Membatalkan kontrak
d. Akad Pembiayaan Kendaraan Bermotor di Bank Syariah Mandiri
Sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No 14/
33/ DPbS, bahwa pemberian pembiayaan kendaraan bermotor ini harus
memenuhi atau menggunakan akad berdasarkan prinsip syariah. Akad yang
digunakan dalam pembiayaan kendaraan bermotor tersebut adalah akad
murabahah. Dalam penyaluran pembiayaan berdasarkan akad murabahah,
Undang-Undang Perbankan Syariah memberikan penjelasan bahwa yang
dimaksud dengan akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang
disepakati.3
Murabahah juga dikenal sebagai al-bai bi tsaman ajil. Murabahah
berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual beli di mana
bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual,
sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari
3
pemasok ditambah keuntungan (margin).4 Dalam murabahah, penjual harus
memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya.5 Harga jual dicantumkan dalam akad
jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya
akad.
Akad yang terjadi dalam murabahah ini merupakan salah satu bentuk
natural certainty contracts, karena dalam murabahah ini ditentukan berapa
required rate of profit-nya, atau keuntungan yang diharapkan akan
diperoleh dari transaksi ini.6 Dalam teknis yang ada di perbankan Islam,
murabahah merupakan akad jual dan beli yang terjadi antara pihak bank
Islam selaku penyedia barang yang menjual dengan nasabah yang
memesan dalam rangka pembelian barang itu. Keuntungan yang diperoleh
dari pihak bank Islam dalam transaksi ini merupakan keuntungan jual beli
yang telah disepakati bersama. Harga jual bank Islam merupakan harga beli
dari para pemasok ditambah keuntungan yang telah disepakati. Dengan
begitu pihak nasabah mengetahui besarnya keuntungan yang diambil oleh
pihak bank Islam.
Dalam pembiayaan murabahah, bank dapat memberikan
potongan/diskon dengan besar yang wajar tanpa diperjanjikan di muka.
4
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. 88.
5Syafi‟i Antonio,
Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 101.
6
Dalam praktik, potongan tersebut diberikan oleh bank apabila nasabah
melunasi utang murabahah lebih awal daripada jangka waktu akad
pembiayaan. Dalam Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah antara lain ditegaskan bahwa jaminan dalam murabahah
dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.7
Beberapa syarat pokok murabahah menurut Usmani (1999), antara lain
sebagai berikut8:
1. Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli ketika penjual secara
eksplisit menyatakan biaya perolehan barang yang akan dijualnya dan
menjual kepada orang lain dengan menambahkan tingkat keuntungan
yang diinginkan.
2. Tingkat keuntungan dalam murabahah dapat ditentukan berdasarkan
kesepakatan bersama dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu
dari biaya.
3. Semua biaya yang dikeluarkan penjual dalam rangka memperoleh
barang, seperti biaya pengiriman, pajak, dan sebagainya dimasukkan ke
dalam biaya perolehan untuk menentukan harga agregat dan margin
keuntungan didasarkan pada harga agregat ini. Akan tetapi,
pengeluaran yang timbul karena usaha, seperti gaji pegawai, sewa
tempat usaha, dan sebagainya tidak dapat dimasukkan ke dalam harga
7
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 201.
8
untuk suatu transaksi. Margin keuntungan yang diminta itulah yang
meng-cover pengeluaran-pengeluaran tersebut.
4. Murabahah dikatakan sah hanya ketika biaya-biaya perolehan barang
dapat ditentukan secara pasti. Jika biaya-biaya tidak dapat dipastikan,
barang/komoditas tersebut tidak dapat dijual dengan prinsip
murabahah.
Secara umum, aplikasi perbankan dari bai‟ al-murabahah dapat
digambarkan dalam skema berikut ini:
Gambar 2.1
Skema Bai’ al-Murabahah
Keterangan9:
1) Bank syariah dan nasabah melakukan negosiasi tentang rencana transaksi jual
beli yang akan dilaksanakan. Poin negosiasi meliputi jenis barang yang akan
dibeli, kualitas barang, dan harga jual.
9
2) Bank syariah melakukan akad jual beli dengan nasabah, di mana bank syariah
sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Dalam akad jual beli ini,
ditetapkan barang yang menjadi objek jual beli yang telah dipilih oleh
nasabah, dan harga jual barang.
3) Atas dasar akad yang dilaksanakan antara bank syariah dan nasabah, maka
bank syariah membeli barang dari supplier/penjual. Pembelian yang dilakukan
oleh bank syariah ini sesuai dengan keinginan nasabah yang telah tertuang
dalam akad.
4) Supplier mengirimkan barang kepada nasabah atas perintah bank syariah.
5) Nasabah menerima barang dari supplier dan menerima dokumen kepemilikan
barang tersebut.
6) Setelah menerima barang dan dokumen, maka nasabah melakukan
pembayaran. Pembayaran yang lazim dilakukan oleh nasabah ialah dengan
cara angsuran.
e. Landasan Hukum Positif Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan murabahah mendapatkan pengaturan dalam Pasal 1 angka 13
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perbankan. Ketentuan secara teknis dapat
dijumpai dalam Pasal 36 huruf b PBI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum
yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yang intinya
kehati-hatian dalam kegiatan usahanya yang meliputi penyaluran dana melalui prinsip
jual beli berdasarkan akad murabahah.10
Di samping itu, pembiayaan murabahah juga diatur dalam Fatwa DSN No.
04/DSN-MUI/IV/2000 pada tanggal 1 April 2000 yang intinya menyatakan
bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan dan
meningkatkan kesejahteraan dari berbagai kegiatan, bank syariah perlu memiliki
fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembayarnya dengan harga yang lebih
sebagai laba. Ketentuan tentang pembiayaan murabahah yang tercantum dalam
Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 adalah sebagai berikut11:
1. Ketentuan Umum Murabahah
a) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
b) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam.
c) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
d) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,
dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
e) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
f) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)
dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini
bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah
berikut biaya yang diperlukan.
g) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
h) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
i) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang,
secara prinsip, menjadi milik bank.
2. Ketentuan Murabahah kepada Nasabah
a) Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang
atau asset kepada bank.
b) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih
dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
c) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah
harus menerima (membelinya) sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat;
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
d) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar
uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
e) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank
f) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh
bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
g) Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari uang
muka, maka:
1. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal
membayar sisa harga.
2. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal
sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan
tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib
melunasi kekurangannya.
h) Jaminan dalam murabahah diperbolehkan, agar nasabah serius dengan
pesanannya. Di sini bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan
jaminan yang dapat dipegang.
i) Hutang dalam murabahah secara prinsip penyelesaiannya tidak ada
kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak
ketiga atas barang tersebut.
j) Penundaan pembayaran dalam murabahah. Bahwa nasabah yang memiliki
kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. Jika
nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu
pihak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaian dilakukan melalui
badan Arbitrase Syariah setelah tidak mencapai kesepakatan melalui
k) Bangkrut dalam murabahah, jika nasabah telah dinyatkan pailit dan gagal
menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia
menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
f. Aplikasi Pembiayaan Murabahah dalam Bank Syariah
1. Penggunaan akad murabahah
a) Pembiayaan murabahah merupakan jenis pembiayaan yang sering
diaplikasikan dalam bank syariah, yang pada umumnya digunakan dalam
transaksi jual beli barang investasi dan barang-barang yang diperlukan
oleh individu.
b) Jenis penggunaan pembiayaan murabahah lebih sesuai untuk pembiayaan
investasi dan konsumsi. Dalam pembiayaan investasi, akad murabahah
sangat sesuai karena ada barang yang akan diinvestasikan oleh nasabah
atau akan ada barang yang menjadi objek investasi. Dalam pembiayaan
konsumsi, biasanya barang yang akan dikonsumsi oleh nasabah jelas dan
terukur.
c) Pembiayaan murabahah kurang cocok untuk pembiayaan modal kerja
yang diberikan langsung dalam bentuk uang.
2. Barang yang boleh digunakan sebagai objek jual beli
a) Rumah
b) Kendaraan bermotor dan/atau alat transportasi
c) Pembelian alat-alat industri
e) Pembelian aset yang tidak bertentangan dengan syariah Islam.
3. Bank
a) Bank berhak menentukan dan memilih supplier dalam pembelian barang.
Bila nasabah menunjuk supplier lain, maka bank syariah berhak
melakukan penilaian terhadap supplier untuk menentukan kelayakannya
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh bank syariah.
b) Bank menerbitkan purchase order (PO) sesuai dengan kesepakatan antara
bank syariah dan nasabah agar barang dikirimkan ke nasabah.
c) Cara pembayaran yang dilakukan oleh bank syariah yaitu dengan
mentransfer langsung pada rekening supplier/penjual, bukan kepada
rekening nasabah.
4. Nasabah
a) Nasabah harus sudah cakap menurut hukum, sehingga dapat
melaksanakan transaksi.
b) Nasabah memiliki kemauan dan kemampuan dalam melakukan
pembayaran.
5. Supplier
a) Supplier adalah orang atau badan hukum yang menyediakan barang sesuai
permintaan nasabah.
b) Supplier menjual barangnya kepada bank syariah, kemudian bank syariah
c) Dalam kondisi tertentu, bank syariah memberikan kuasa kepada nasabah
untuk membeli barang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan
dalam akad. Purchase order (PO) atas pembelian barang tetap dilakukan
oleh bank kepada supplier. Namun penyerahan barang dapat dilakukan
langsung oleh supplier kepada nasabah atas kuasa dari bank syariah.
6. Harga
a) Harga jual barang telah ditetapkan sesuai dengan akad jual beli antara
bank syariah dan nasabah dan tidak dapat berubah selama masa perjanjian.
b) Harga jual bank syariah merupakan harga jual yang disepakati antara bank
syariah dan nasabah.
c) Uang muka (urbun) atas pembelian barang yang dilakukan oleh nasabah
(bila ada), akan mengurangi jumlah piutang murabahah yang akan
diangsur oleh nasabah.
7. Jangka waktu
a) Jangka waktu pembiayaan murabahah, dapat diberikan dalam jangka
pendek, menengah, dan panjang, sesuai dengan kemampuan pembayaran
oleh nasabah dan jumlah pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah.
b) Jangka waktu pembiayaan tidak dapat diubah oleh salah satu pihak.
8. Lain-lain
a) Denda atas tunggakan nasabah (bila ada), diperkenankan dalam aturan
perbankan syariah dengan tujuan untuk mendidik nasabah agar disiplin
b) Bila nasabah menunggak terus, dan tidak mampu lagi membayar
angsuran, maka penyelesaian sengketa ini dapat dilakukan melalui
musyawarah.
g. Manfaat dan Risiko Bai‟ al-Murabahah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi bai‟ al-murabahah memiliki
beberapa manfaat, demikian juga risiko yang harus diantisipasi. Bai‟ al
-murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah
keuntungan yang muncul dari selisih haega beli dari penjual dengan harga jual
kepada nasabah. Selain itu, sistem bai‟ al-murabahah juga sangat sederhana.12 Hal
tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.
Di antara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai
berikut13:
1) Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
2) Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik
setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga
jual beli tersebut.
3) Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena
berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah
tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi.
Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda
dengan yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian
12 Muhammad Syafi‟i Antonio,
Bank Islam dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 107.
13
dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan
demikian, bank mempunyai risiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
4) Dijual; karena bai‟ al-murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika
kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. nasabah bebas
melakukan apa pun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk
menjualnya. Jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar.
B. Uang Muka (Down Payment)
1. Pengertian Uang Muka
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, uang muka diartikan sebagai
uang yang dibayarkan terlebih dahulu sebagai tanda jadi pembelian dan
sebagainya; panjar; persekot.14 Uang muka (down payment) adalah
pembayaran di muka atau uang muka secara tunai yang sumber dananya dari
debitur (self financing) dalam rangka pembelian kendaraan bermotor.15
2. Uang Muka Dalam Murabahah
Sesuai Fatwa DSN No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September
200016:
a. Dalam akad pembiayaan murabahah, LKS dibolehkan untuk meminta
uang muka apabila kedua belah pihak sepakat.
14
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1513.
15
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS Tahun 2012 16
b. Besarnya jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
c. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan
ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.
d. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta
tambahan kepada nasabah.
e. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus
mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.
C. Uraian Singkat Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013 perihal
Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau
Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun
Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor berlaku secara efektif
pada tanggal 30 September 2013. Surat edaran ini membahas tiga ruang lingkup
yaitu Pembiayaan Pemilikan Properti, Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti,
dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Uraian singkat SE BI Nomor
15/40/DKMP Tahun 2013 untuk ruang lingkup Pembiayaan Kendaraan Bermotor
adalah sebagai berikut:
1. Latar Belakang
a. Sejalan dengan tingginya pertumbuhan pembiayaan kendaraan bermotor
meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan kendaraan
bermotor.
b. Dalam rangka menjaga perekonomian yang produktif dan mampu
menghadapi tantangan di sektor keuangan, perlu adanya kebijakan yang
dapat memperkuat sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-sumber
kerawanan yang mungkin timbul, termasuk pertumbuhan pembiayaan
kendaraan bermotor yang berlebihan.
c. Kebijakan dalam rangka meningkatkan kehati-hatian bank dalam
pemberian pembiayaan kendaraan bermotor, serta kebijakan untuk
memperkuat ketahanan sektor keuangan dilakukan melalui penetapan
besaran down payment untuk pembiayaan kendaraan bermotor.
2. Pengaturan Uang Muka (Down Payment) pada KKB iB
a. Ruang lingkup KKB atau KKB iB dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini
mencakup kredit atau pembiayaan yang diberikan bank kepada debitur
atau nasabah untuk pembelian kendaraan bermotor.
b. DP ditetapkan sebesar persentase tertentu dari harga pembelian kendaraan
bermotor yang dibiayai oleh bank. DP untuk bank yang memberikan KKB
atau KKB iB sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini
ditetapkan sebagai berikut:
1) DP paling rendah 25% (dua puluh lima persen), untuk pembelian
2) DP paling rendah 30% (tiga puluh persen), untuk pembelian kendaraan
bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan non produktif.
3) DP paling rendah 20% (dua puluh persen), untuk pembelian kendaraan
bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu apabila
memenuhi salah satu syarat sebagai berikut:
(a) Merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan orang
atau barang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; atau
(b) Diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memilki izin
usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan
digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dari usaha yang
dimilikinya.
4) Bank dilarang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan untuk
pemenuhan DP dari KKB atau KKB iB.
3. Sanksi
Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
tersebut dikenakan sanksi administratif beruoa teguran tertulis dan kewajiban
menyampaikan:
a. Komitmen tertulis untuk tidak melakukan pelanggaran kembali.
b. Action plan yang antara lain terdiri dari:
1) Rencana perbaikan atau evaluasi terhadap Standar Operating
Procedure (SOP) termasuk batasan waktu pelaksanaan perbaikan atau
2) Upaya-upaya untuk memastikan bahwa SOP telah efektif dijalankan.
Sesuai batas waktu yang ditetapkan Bank Indonesia.
D. Teori Inflasi
1. Definisi Inflasi
Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi didefinisikan sebagai
kenaikan harga umum secara terus-menerus dari suatu perekonomian.
Menurut Rahardja dan Manurung, inflasi adalah gejala kenaikan harga
barang-barang yang bersifat umum dan berlangsung secara terus-menerus.17
Sedangkan menurut Sukirno, inflasi yaitu kenaikan dalam harga barang dan
jasa yang terjadi karena permintaan pasar bertambah lebih besar dibandingkan
dengan penawaran barang di pasar.18 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa syarat terjadinya inflasi adalah terletak pada objek dan waktunya.
Kenaikan harga terjadi pada barang-barang secara umum, bukan hanya pada
salah satu barang saja. Sedangkan kenaikan harganya terjadi secara
terus-menerus, bukan hanya pada situasi tertentu saja. Contoh hal-hal yang dapat
menimbulkan inflasi adalah kenaikan harga bahan mentah yang diimpor,
kenaikan harga bahan bakar, defisit dalam anggaran belanja pemerintah,
17
Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Makroekonomi (Jakarta: LPEE-UI, 2004), h. 155.
18
pinjaman sistem bank yang berlebihan, dan kegiatan investasi yang sangat
pesat perkembangannya.19
2. Jenis Inflasi
Menurut Paul A. Samuelson, inflasi dapat digolongkan menurut tingkat
keparahannya yaitu sebagai berikut20:
a. Moderate inflation. Karakteristiknya adalah kenaikan tingkat harga yang
lambat, umumnya dikenal dengan inflasi satu digit.
b. Galloping inflation. Inflasi pada tingkat ini terjadi pada tingkatan 20% sampai
dengan 200% per tahun.
c. Hyper inflation. Inflasi jenis ini terjadi pada tingkatan yang sangat tinggi
yaitu beberapa ratus persen sampai dengan beberapa ribu persen hanya dalam
waktu singkat.
Sedangkan menurut Adiwarman A. Karim, pembagian inflasi berdasarkan
penyebabnya adalah21:
a. Natural inflation dan human error inflation adalah inflasi yang terjadi karena
sebab-sebab alamiah dan manusia tidak mempunyai kekuasaan dalam
mencegahnya, misalkan inflasi karena terjadi paceklik.
b. Actual/anticipated/expected inflation dan unanticipated/unexpected inflation.
Pada expected inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan sama dengan
19
Sadono Sukirno, Makroekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru (Jakarta: PT Raja Grafino Persada. 2000), h. 483.
20
Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam (Bandung: ALFABETA, 2010), h. 92. 21
tingkat suku bunga pinjaman nominaldikurangi inflasi. Sedangkan pada
unexpected inflation tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak
merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi.
c. Demand pull inflation dan cost push inflation. Deman pull inflation
diakibatkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sisi permontaan
agregat dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. Cost push inflation
adalah inflasi yang terjadi karena adanya perubahan-perubahan pada sisi
penawaran agregat dari barang dan jasa pada suatu perekonomian.
d. Spirraling inflation adalah inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang terjadi
sebelumnya di mana inflasi yang sebelumnya terjadi akibat dari inflasi yang
terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya.
e. Imported inflation dan domestic inflation. Imported inflation adalah inflasi
yang berasal dari luar negeri. Domestic inflation adalah inflasi yang berasal
dari dalam negeri.
3. Dampak Inflasi
Inflasi memiliki beberapa dampak buruk terhadap individu dan
masyarakat menurut Pratama Rahardja dan Manurung yaitu22:
a. Menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat
22
Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat menjadi berkurang. Inflasi ini akan
menurunkan upah riil setiap individu yang berpendapatan tetap, seperti
pegawai negeri sipil ataupun karyawan.
b. Memperburuk distribusi pendapatan
Inflasi ini akan menyebabkan pembagian pendapatan di antara golongan yang
berpendapatan tetap dengan para pemilik kekayaan tetap akan semakin tidak
merata.
c. Terganggunya stabilitas ekonomi
Inflasi menggangu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan atas kondisi
di masa depan (ekspetasi) para pelaku ekonomi.
Sedangkan menurut Sadono Sukirno, dampak inflasi yaitu23:
a. Merosotnya pendapatan riil yang diterima masyarakat
b. Terganggunya stabilitas ekonomi
c. Meningkatkan pengangguran
d. Menimbulkan kemerosotan mata uang
e. Mengurangi tabungan
f. Mengurangi gairah perusahaan untuk melakukan investasi yang produktif
g. Defisit neraca pembayaran
4. Kebijakan Untuk Mengatasi Inflasi
23
Untuk menjaga kestabilan ekonomi, pemerintah perlu menjalankan
kebijakan menurunkan tingkat inflasi karena pemerintah mempunyai peranan
yang penting dalam mengendalikan laju inflasi sebab terjadi atau tidaknya inflasi
tergantung dari kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menjalankan roda
perekonomian. Kebijakan-kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah
inflasi yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
a. Kebijakan fiskal. Ada dua kebijakan fiskal yang dapat dilaksanakan oleh
pemerintah untuk menekan tingkat inflasi yaitu dengan meningkatkan pajak
dan mengurangi pengeluaran pemerintah.
b. Kebijakan moneter. Kebijakan moneter adalah peraturan dan ketentuan yang
dikeluarkan oleh otoritas moneter (bank sentral) untuk mengendalikan jumlah
uang beredar. Dalam kondisi inflasi, pemerintah dapat pula menerapkan
kebijakan uang ketat (rigth money policy) yang merupakan salah satu
kebijakan ampuh untuk mengatasi terjadinya inflasi. Karena kebijakan ini
mempengaruhi seluruh sektor perekonomian.
E. Teori Suku Bunga
1. Definisi Suku Bunga
Suku bunga adalah harga dari aset finansial. Bagi dunia perbankan,
suku bunga dapat dinyatakan sebagai harga yang harus dikeluarkan bank
kepada nasabah yang menyimpankan dananya atau uangnya di bank (yang
memilki simpanan), dan di sisi lain dapat dikatakan sebagai harga yang
yang memperoleh pinjaman). Suku bunga adalah persentase atas uang yang
diberikan sebagai imbalan pada periode tertentu. Penetapan suku bunga
merupakan instrumen pengendalian moneter secara langsung oleh bank
sentral terhadap pinjaman maupun simpanan dalam sistem perbankan.24
Tingkat bunga adalah harga yang menghubungkan masa kini dan masa
depan.25 Tingkat bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga
dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu.26
2. Jenis-Jenis Suku Bunga
Secara umum suku bunga dibagi atas suku bunga nominal dan suku
bunga riil.
a. Suku bunga nominal
Suku bunga nominal dapat diartikan sebagai suku bunga yang berlaku di
satu negara sebelum dikurangi tingkat inflasi.
b. Suku bunga riil
Suku bunga riil adalah suku bunga nominal di suatu negara setelah
dikurangi dengan tingka inflasi di negara itu.
3. Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga
Menurut Kasmir faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar
kecilnya penetapan suku bunga adalah27:
24
a. Kebutuhan dana
Saat bank membutuhkan banyak dana, maka otomatis akan menaikkan
suku bunga agar nasabah berbondong-bondong menyimpan dananya di
bank. Begitu sebaliknya, jika simpanan banyak, maka akan menurunkan
suku bunga.
b. Persaingan
Tidak dipungkiri persaingan antar bank untuk menarik nasabah sangat
tinggi. Ini dikarenakan setiap bank ingin memiliki nasabah dan DPK yang
tinggi pula. Salah satu caranya yaitu dengan menaikkan atau menurunkan
suku bunga.
c. Kebijaksanaan Pemerintah
Bagaimanapun juga bank tidak boleh menetapkan suku bunga melebihi
suku bunga yang ditetapkan pemerintah.
d. Hubungan Nasabah
Nasabah yang memiliki hubungan baik karena loyalitas dan keaktifan
maka penetuan suku bunganya pun berbeda dengan yang lain.
e. Jangka Waktu
Semakin lama jangka waktu pinjaman, maka semakin besar pula suku
bunganya. Itu dikarenakan resiko kemungkinan di masa mendatang.
27
f. Kualitas Jaminan
Semakin likuid jaminan yang diberikan, semakin rendah bunga yang
dibebankan.
g. Reputasi Perusahaan
Semakin bonafid suatu perusahaan maka semakin kecil resiko kredit
macet.
h. Produk yang Kompetitif
Jika produk yang dibiayai laku di pasaran, maka bunga yang ditetapkan
relatif lebih kecil.
i. Target Laba yang Diinginkan
j. Jaminan Pihak Ketiga
Jika jaminan pihak ketiganya merupakan pihak yang sangat terpercaya,
maka suku bunganya relatif kecil.
F. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu)
Untuk mendukung materi yang akan dibahas pada skripsi ini, maka penulis
membandingkan dengan beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan
strategi lembaga pembiayaan dalam mengatasi dampak kebijakan uang muka.
Berikut adalah penelitian terdahulu yang membahas akad murabahah pada
pembiayaan kendaraan bermotor:
1. Kurnia Ratri Cahyani, Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi
Muamalat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013. Strategi Pemasaran Dalam
Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS Tahun 2012. Fokus masalah dalam
penelitian tersebut adalah untuk mengetahui dengan lebih jelas bagaimana
dampak yang terjadi pada pembiyaan kendaraan bermotor pada bank syariah
dan strategi pemasaran apa yang dilakukan bank syariah pasca dikeluarkannya
Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/33/DPbS Tahun 2012.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dampak
yang terjadi akibat dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia No.
14/33/DPbS Tahun 2012 adalah terjadinya penurunan kuantitas pembiayaan
kendaraan bermotor namun terjadi peningkatan kualitas dari sisi
pengembalian nasabah. Sedangkan strategi yang digunakan Bank Syariah
Mandiri yaitu dengan mengubah kebijakan pengajuan pembiayaan secara
individu menjadi kolektif dengan perusahaan lain, sedangkan Bank Muamalat
Indonesia mengantisipasi sock effect pada nasabah terlebih dulu menghimbau
end user untuk menaikkan persentase down payment sebelum surat edaran
tersebut berlaku secara aktif.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama
membahas tentang strategi pembiayaan kendaraan bermotor pasca kenaikan
DP minimum syariah. Perbedaannya adalah dalam penelitian saya yang
menjadi fokus pembahasan adalah mengenai strategi PT. Bank Syariah
Mandiri dalam mengatasi dampak SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 dan
2. Muttabiatun Dzawil Mauidhah, Universitas Negeri Surabaya, Jurnal Ekonomi:
“Strategi Lembaga Pembiayaan Dalam Mengatasi Dampak SE BI Nomor
14/10/DPNP Tahun 2012 (Studi Kasus pada PT. Adira Dinamika
Multifinance)”. 2012. Fokus masalah dalam penelitian ini adalah untuk
menjelaskan dampak dari SE BI Nomor 14/10/DPNP Tahun 2012 terhadap
kegiataan pembiayaan PT. Adira Dinamika Multifinance serta strategi apa
yang dilakukan PT. Adira Dinamika Multifinance untuk mengatasi dampak
tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah terjadinya
penurunan kredit kendaraan roda dua dan laba keseluruhan. Strategi yang
dilakukan adalah dengan membangun sistem pembiayaan baru yatiu sistem
pembiayaan syariah yang mulai diterapkan pada akhir Juni 2012.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama
membahas dampak dan strategi pasca kenaikan down payment bagi
kredit/pembiayaan kendaraan bermotor. Perbedaannya adalah dalam
penelitian saya lebih terfokus pada pembahasan mengenai strategi yang
digunakan PT. Bank Syariah Mandiri dalam mengatasi dampak SE BI No.
43
A. Metode Penelitian
1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk menganalisis Dampak Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013, Inflasi dan BI Rate
terhadap Pembiayaan Kendaraan Bermotor pada Bank Syariah. Objek
penelitian ini adalah laporan bulanan Outstanding pembiayan kendaraan
bermotor Bank Syariah Mandiri yang diperoleh langsung dari laporan bulanan
Divisi Consumer Bank Syariah Mandiri, data inflasi dan data BI Rate yang
diambil dari situs resmi Bank Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif yang menggunakan data runtun waktu (time series) dengan data
bulanan dimulai dari Januari 2012 sampai dengan Juni 2014.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Bank Syariah Mandiri yang beralamat
di Wisma Mandiri Lt. 10 Jl. MH. Thamrin No. 5, Jakarta 10340, Indonesia.
Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 2014.
3. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang menjadi objek penelitian ini adalah:
a. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat adalah yang merupakan hasil dari pengamatan dan
pembiayaan kendaraan bermotor Bank Syariah Mandiri dari Januari 2012
sampai dengan Juni 2014.
b. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas merupakan variabel yang dipilih dan diolah oleh peneliti
untuk dicari keterkaitan atau pengaruhnya dengan variabel terikat. Dalam
suatu persamaan regresi, variabel bebas bisa lebih dari satu (multiple
regression). Jika variabel bebas lebih dari satu, mungkin selain yang
kuantitatif ada pula yang kualitatif. Variabel dalam persamaan regresi
yang sifatnya kualitatif tersebut biasanya menunjukkan ada tidaknya
(presence or absence) suatu “quality” atau suatu “atribute”. Suatu cara
untuk membuat kuantifikasi (berbentuk angka) dari data kualitatif (tidak
berbentuk angka) ialah dengan jalan memberikan nilai 1 (satu) atau 0
(nol). Angka nol (0) kalau attribute yang dimaksud tidak ada (tak terjadi)
dan diberi angka satu (1) kalau ada (terjadi). Variabel yang mengambil
nilai 0 atau 1 tersebut dinamakan variabel boneka (dummy variable).
Dalam penelitian ini variabel bebasnya berupa:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP yang diukur dengan
menggunakan variabel dummy, di mana bernilai 1 untuk data pembiayaan
kendaraan bermotor setelah diberlakukannya surat edaran tersebut, dan
bernilai 0 untuk data pembiayaan kendaraan bermotor sebelum
diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP