KEBIJAKAN MONETER DALAM EKONOMI ISLAM
ANALISIS KEBIJAKAN MAHATHIR MOHAMAD DALAM MENGATASI KRISIS EKONOMI MALAYSIA TAHUN 1997-1998
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
OLEH:
Oleh :
KHAIRUL ANUAR BIN MOHD AMIN KHIR NIM : 104046101647
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H P R O G R A M S T U D I M U A M A L A T
FAKULTAS SYARIAH D AN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
KEBIJAKAN MONETER DALAM EKONOMI ISLAM
ANALISIS KEBIJAKAN MAHATHIR MOHAMAD DALAM MENGATASI KRISIS EKONOMI MALAYSIA TAHUN 1997-1998
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
KHAIRUL ANUAR BIN MOHD AMIN KHIR
NIM : 104046101647
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM Dr. Anwar Abbas, M.Ag
NIP : 150 210 422 NIP : 131 273 007
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S YA R I A H P R O G R A M S T U D I M U A M A L A T
FAKULTAS SYARIAH D AN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah menjadikan
manusia sebagai makhluk yang sempurna serta memberikan nikmat, taufik dan hidayah
serta rahmatNya. Salawat serta salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabat baginda yang telah membawa dan
menyebarkan agama Islam sebagai hidayah kepada jalan yang benar dalam rangka
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Skripsi berjudul: KEBIJAKAN MONETER DALAM EKONOMI ISLAM
ANALISIS KEBIJAKAN MAHATHIR MOHAMAD DALAM MENGATASI KRISIS EKONOMI MALAYSIA TAHUN 1997-1998, ini ditulis untuk memenuhi dan sekaligus melengkapi syarat-syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ekonomi Islam
(SEI) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Sesungguhnya di dalam menyelesaikan skiripsi ini penulis menghadapi ujian dan
rintanagan akibat dari beratnya topik perbahasan yang teliti, namun penulis akhirnya
memperolehi inspirasi dari beberapa individu yang sepanjang penulisan skiripsi ini
banyak membantu dalam memberikan masukan yang berharga kepada penulis guna
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena mendapat
dukungan dan bantuan dari pelbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat
yang dalam penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, baik sebagai Dekan
Fakultas Syariah & Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, maupun sebagai
dosen pembimbing I yang dengan sabar memberikan petunjuk, arahan, dan
masukan kepada penulis hingga tuntas skripsi ini. Hanya Allah SWT
memberikan ganjaran yang berlipat ganda atas jasa baiknya kepada penulis.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, masing-masing
sebagai ketua dan sekretarias jurusan Muamalat yang telah banyak memberikan
motivasi kepada penulis.
3. Bapak Dr. Anwar Abbas, M.Ag, merupakan dosen pembimbing II yang dengan
penuh kesabaran dalam memberi arahan dan masukan kepada penulis hingga
tuntasnya sebuah skripsi ini, hanya Allah saja yang selayaknya membalas jasanya.
4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,
tidak lupa juga terima kasih yang sebesar-besarnya kepada staf perpustakaan,
karyawan-karyawati yang banyak membantu penulis memfasilitasi penyelesaian
penulisan skripsi ini.
5. Teristimewa buat Ayahanda tersayang Mohammad Amin Khir Bin Tohar dan
Ibunda tercinta Zaidah Binti Abd. Ghani, serta seluruh ahli keluarga yang
dikasihi dan tersayang. Terima kasih banyak atas bantuan kalian terutama dari
pengorbanan kalian yang tidak terhingga serta sentiasa memberi semangat tanpa
jemu hingga penulis dapat menyelesaikan pengajian di sini dengan selamat dan
sempurna. Semoga Allah SWT menempatkan kalian di tempat orang-orang yang
beriman dan orang-orang yang soleh dan solehah. “semoga berjaya dan panjang
umur”.
6. Kepada Prof. Madya Dr. Rahimin Affandi Abd Rahim (Dosen Universitas
Malaya) Prof. Chamhuri Siwar (Dosen Universitas Kebangsaan Malaysia)
merupakan narasumber yang bertanggungjawab memberi masukan ke dalam
judul skripsi ini, beberapa pihak yang banyak memberi kerjasama samada berupa
kritikan, saran-saran mahupun tempat tinggal yaitu Sekretariat Kelab UMNO
Luar Negara, Jabatan Penuntut Malaysia di Indonesia, Atase Agama Kedutaan
Besar Malaysia Di Indonesia, Bapak Elias Bin Jafary dan Istri serta keluarganya
(Warden Wisma Malaysia) terima kasih atas partisipasinya. Semoga segala
pengorbanan yang telah diberikan akan beroleh ganjaran pahala daripada Allah
swt.
7. Teman-teman seangkatan 2004/2008, khususnya PS (C) dan juga
individu-individu lain yang tidak dapat penulis sebutkan di sini satu persatu, terima kasih
atas kebersamaannya selama penulis belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ini.
8. Teman-teman sahabat seperjuangan, Seth Effendi, Selan Taha, Mohd Ikram
Othman, Ammar Abd Adzis, Intan Shafinas Bakaruddin, Norfaridah Hazman,
2006/2008 dan juga individu-individu lain yang tidak dapat penulis sebutkan di
sini satu persatu jutaan terima kasih penulis ucapkan kepada saudara dan saudari
yang mendoakan kejayaan dan memberi semangat dan inspirasi kepada penulis
demi keberhasilan penulisan karya ilmiah ini.
9. Teman-teman Malaysia yang berada di Indonesia maupun di Malaysia dan
teman-teman seangkatan 2004/2008 Program Studi Perbankan Syar’iah, dan tidak lupa
juga kepada teman-teman yang berada di Indonesia Arif dan keluarga, semoga
perkenalan ini dirahmati dan diberkati olehNya. Terima kasih atas kebersamaan
kalian dalam menemani penulis selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Dan akhirnya semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang
positif kepada para pembaca. Semoga bantuan diberikan kepada penulis mendapat
imbalan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak
kekurangan, kekhilafan dan kesalahan, maka kritik dan saran yang bersifat konstruktif
sangat diharapkan dalam rangka perbaikan dan kesempurnaan tulisan ini.
Kepada Allah SWT jualah penulis memohon, semoga jasa baik yang telah
mereka sumbangkan menjadi amal shaleh dan mendapat balasan yang lebih baik dari
Allah SWT. Amin Jakarta, 20
November 2008M
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR i
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 7
D. Review Studi Terdahulu 8
E. Metode Penelitian 9
F. Sistematika Penulisan 10
BAB II KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM
A. Pengertian Kebijakan Moneter Dalam Islam 13
B. Macam-macam Kebijakan Moneter Dalam Islam 20
C. Fungsi dan Tujuan Kebijakan Moneter Dalam Islam 23
D. Instrumen Kebijakan Moneter Dalam Islam 28
BAB III EKSISTENSI DAN KEBIJAKAN EKONOMI MAHATHIR MOHAMAD DALAM PEMERINTAHAN MALAYSIA TAHUN 1997-1998
A. Sosiologi Ekonomi Politik di Malaysia 44
B. Biografi Mahathir Mohamad 46
C. Kondisi Ekonomi Malaysia Pada
Masa Pemerintahan Mahathir Mohamad 53
D. Strategi Mahathir Mohamad dalam
E. Analisis Terhadap Kebijakan Mahathir Mohamad 86
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 101
B. Saran-saran 102
DAFTAR PUSTAKA 104
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Angka Pertumbuhan GDP Negara-negara ASEAN 1991-1996 (%) 58
2. Tabel 2 Pertumbuhan KDNK Benar (%) 1996-2005 74
3. Tabel 3 Nilai Tukar RM / AS (Januari 1996-Desember 2000) 76
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Sebelum krisis ekonomi melanda, negara-negara Asia Timur, negara-negara
seperti Korea, Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Taiwan, Singapura dan Thailand telah
dikagumi oleh negara luar kerana pencapaian ekonomi mereka dari segi pertumbuhan
pesat, inflasi yang rendah, kestabilan makro ekonomi dan kekuatan kedudukan fiskal,
kadar simpanan yang tinggi, keterbukaan ekonomi serta perkembangan sektor
pengeksportan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan berkekalan itu telah menyebabkan
pencapaian kualitas hidup yang mengkagumkan. Selama lebih tiga dekade, sebagian
besar Asia Timur menjadi model pembangunan ekonomi yang ingin dicapai oleh
negara-negara membangun. Pendapatan per kapita meningkat secara keseluruhan antara empat
hingga enam peratus setahun dalam tiga dekade yang lalu. Hal ini adalah tiga kali ganda
berbanding Amerika Selatan dan Asia Selatan dan lima kali ganda berbanding Afrika.1
Isu krisis ekonomi menjadi perbualan hangat yang sering diperkatakan umum
sejak isu itu melanda rantau Asia pada pertengahan tahun 1997. Krisis ekonomi ini
dikatakan telah mendatangkan pelbagai implikasi buruk ke atas negara-negara Asia,
tidak terkecuali Malaysia. Walaupun ekonomi Malaysia sebelum ini tersenarai diantara
ekonomi dunia yang paling aktif dan berdaya saing, serta mempunyai asas-asas ekonomi
yang kukuh, namun Malaysia tidak terlepas daripada menerima padah kemelesetan
ekonomi serantau.
1
Krisis ekonomi yang melanda Malaysia pada bulan Juli 1997 didorong oleh
beberapa faktor yang menyebabkan Malaysia mengalami tekanan yang amat berat
sekali. Krisis ekonomi ini amat berkait rapat dengan kejatuhan nilai mata uang.
Walaupun Malaysia diakui oleh banyak pakar ekonomi termasuk dari Barat, mempunyai
asas ekonomi yang kukuh, namun kekukuhan itu masih belum cukup untuk menjamin
negara ini terlepas dengan masalah besar yang dihadapi oleh semua negara ASEAN,
yaitu kejatuhan nilai mata uang yang melampau. Pada umumnya, punca sebenar krisis
ekonomi ini masih belum dapat kenal pasti. Namun begitu, terdapat beberapa pandangan
yang mengatakan bahwa krisis ekonomi ini berlaku akibat daripada kelemahan sistem
keuangan dan dasar perekonomian negara itu sendiri dan juga faktor luaran.2
Jelas bahwa pemicu utama terjadinya krisis ekonomi adalah krisis di sektor
moneter. Kekacauan di sektor ini mengakibatkan kekacauan disektor riil (produksi,
perdagangan dan jasa). Harga-harga barang dan jasa naik bukan karena hukum
permintaan dan penawaran, tetapi karena suku bunga perbankan naik, juga karena
terjadinya depresiasi Ringgit yang melewati batas kewajaran.
Salah satu kebijakan pemerintah Malaysia adalah dengan mengambil tindakan
awal untuk memulihkan krisis ekonomi ialah dengan menubuhkan Majlis Tindakan
Ekonomi Negara (MTEN) yang bertanggungjawab menyediakan Perencanaan
Pemulihan Ekonomi Negara (PPEN). Selain daripada matlamat menstabilkan nilai
Ringgit, memulihkan keyakinan pasar, mengekalkan kestabilan pasar uang,
2Ibid.,
mengukuhkan asas ekonomi dan pemulihan sektor-sektor yang terjejas, sasaran PPEN
adalah meneruskan agenda ekuiti dan sosioekonomi3.
Di Malaysia usaha memartabatkan perbankan Islam menunjukkan kejayaan yang
terbatas. Ia dimulai dengan penggubalan Akta Perbankan Islam 1983 yang menubuhkan
bank Islam hinggalah kepada beberapa pindaan akta-akta berkaitan bagi membolehkan
bank-bank konvensional turut membuka kaunter yang menawarkan jasa perbankan dan
keuangan Islam. Di samping itu, pelbagai kemudahan sokongan kepada industri
perbankan Islam turut diperkenalkan seperti penubuhan perusahaan takaful dan
mewujudkan pasaran modal Islam. Krisis ekonomi dan keuangan yang melanda
negara-negara Asia semenjak tahun 1997 telah membuka jalan kearah peluang memperkenal
dan memperluaskan sistem ekonomi Islam dengan lebih berkesan. Ini karena masyarakat
dunia kiat mencari alternatif baru bagi menangani krisis yang berpontensi mencetuskan
krisis baru yang lebih parah yaitu kemelesetan ekonomi sedunia, sekiranya masalah
masa kini tidak di atasi secara global.4
Dalam konteks keresahan inilah sebarang alternatif baru itu akan menerima
perhatian yang kritis dan sokongan sekiranya terbukti berkesan. Dan sekiranya ekonomi
Islam itu ditonjolkan secara ilmiah dan pragmatik, maka tidak mungkin ia akan
diabaikan oleh mereka yang rasional lagi profesional. Penyusunan ekonomi juga
bermakna bagaimana manusia itu menyelesaikan masalah asas ekonomi berpandukan
3
Berita Harian Online, Pelan Pemulihan Diumumkan, artikel diakses pada 08 April 2008 dari http://161.139.39.251/akhbar/economic.conditions/1998/bh98724.htm
4
nilai-nilai yang mereka percayai. Nilai-nilai ini menentukan sama ada penysunan
ekonomi itu berupaya menepati sasaran pembangunan ekonomi.5
Malaysia di bawah kepemimpinan Mahathir Mohamad telah memacu ke tahap
sebuah negara perindustrian maju menjelang tahun 2020, sebuah negara Islam contoh,
sederhana tetapi dan progresif yang menjadi rujukan kepada negara-negara Islam lain.
Keadaan itu berlaku karena sepanjang tempoh 22 tahun pemerintahannya keadaan
politik adalah stabil, sistem pendidikan yang mantap, ekonomi yang berkembang pesat,
perpaduan kaum yang utuh manakala hutang luar negara pula tidaklah sampai
membebankan negara.6
Malaysia telah mencapai kemajuan pesat setanding dengan negara maju Barat
hasil pandangan jauh, kebijaksanaan dan kemampuan Mahathir Mohamad sepanjang 22
tahun pemerintahannya. Pencapaian dan kemajuan ini adalah natijah daripada sains atau
ilmu ketamadunan yang diperkenal dan dilaksanakan di dalam pemerintahan Mahathir
Mohamad sebagai Perdana Menteri sepanjang pemerintahan beliau.
Salah satu ide atau pandangan beliau dalam mengatasi krisis ekonomi adalah
dengan mencadangkan supaya dinar Islam yang diperbuat daripada emas dan bukannya
kertas, digunakan sebagai mata uang umat Islam di seluruh dunia.
Di samping itu ia juga membuka pintu penyelesaian kepada kemelut umat Islam
yang sudah terlalu lama bergumpal dan bergelumang dengan riba, terutamanya dalam
hal-hal berkaitan keuangan dan perniagaan.
5Ibid.,
h. 19
6
Beliau juga melihat, untuk melindungi diri daripada menjadi ratahan globalisasi,
umat Islam memerlukan pasaran yang menggunakan satu mata uang untuk
memanfaatkan kekayaan yang dianugerahi kepada wilayah-wilayah Islam. Lebih
penting lagi, pelaksanaan penggunaan dinar Islam itu dengan sendirinya akan
mewujudkan blok perdagangan Islam yang pastinya mencetuskan kerangka baru pasaran
Islam dan keuangan Islam di peringkat dunia.7
Dalam skripsi ini dibahas komparasi kebijakan Mahathir Mohamad dalam
mengatasi krisis ekonomi Malaysia dan pandangan beliau terhadap ekonomi Islam.
Kefahaman beliau mengenai kepentingan mata uang dan sistem ekonomi dunia sudah
pun mekar dalam minda dan hatinya sejak awal tahun 1980-an lagi dan tentunya krisis
mata uang Asia 1997 menjadi pemangkin kepada kebenaran kefahaman beliau.
Bedasarkan pertimbangan, penulis merasa sangat perlu untuk membahas
komparasi kebijakan Mahathir Mohamad tentang kebijakannya dalam mengatasi krisis
ekonomi Malaysia 1997-1998 dalam persepktif ekonomi Islam. Pembahasan ini
dituangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul : “Kebijakan Moneter Dalam Ekonomi Islam Analisis Kebijakan Moneter Mahathir Mohamad Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Malaysia Tahun 1997-1998”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
7
Skripsi ini membahas tentang kebijakan ekonomi Mahathir Mohamad dalam
mengatasi krisis ekonomi yang melanda Malaysia, karena luasnya masalah krisis
ekonomi ini maka penulis membatasi pembahasan pada kebijakan moneter Mahathir
Mohamad dalam mengatasi krisis ekonomi Malaysia pada tahun 1997-1998.
2. Perumusan Masalah
Dalam uraian latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, maka yang dikaji
penulis dalam skripsi ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep kebijakan moneter dalam Islam ?
2. Bagaimana kebijakan moneter yang digunakan Mahathir dalam mengatasi krisis
ekonomi Malaysia pada tahun 1997-1998 ?
3. Bagaimana kesesuaian kebijakan moneter Mahathir dengan konsep kebijakan
moneter dalam Islam ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian :
a) Untuk mengetahui sambil meneliti dan mengkaji kebijakan Mahathir Mohamad
dalam mengatasi krisis ekonomi Malaysia terutama dalam perspektif ekonomi Islam.
b) Menganalisa dan mencari tahu bagaimana strategi atau sistem yang digunakan dalam
c) Untuk mengetahui perkembangan ekonomi Islam di Malaysia pada saat ini.
2. Manfaat Penelitian :
a) Idelogi dan pemikiran Mahathir Mohamad dalam ekonomi Islam boleh dikatakan
satu tindakan yang brilian dalam menyatupadukan seluruh umat Islam dan
menangani krisis keuangan yang dicetuskan oleh para “perampok mata uang”.
b) Agar dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang kebijakan
pemerintah dalam mengatasi jatuh bangunnya ekonomi di Malaysia demi kemajuan
serta membangun negara.
c) Manfaat penelitian ini diharapkan menjadi salah satu solusi terhadap permasalahan
moneter di Malaysia, selain itu sebagai salah satu sarana sosialisasi sistem ekonomi
Islam kepada masyarakat luas
d) Dalam tatanan praktis, penulis mengharapkan agar dapat menambah referensi atau
pengetahuan bagi para mahasiswa syariah dan seluruh umat Islam di Indonesia dan
Malaysia
D. Review Studi terdahulu
Berikut berapa anotasi dari beberapa Skripsi yang terkait dengan tema penulis
yang didapatkan dari Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta:
1. Penelitian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Cepi Cahyana (Mahasiswa
Perbankan Syariah UIN) yang berjudul Arah Kebijakan Moneter Sebelum Reshufle
Kabinet Indonesia Bersatu. Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2006 ini fokus pada
berusaha mencapai distribusi dan kesejahteraan yang wajar. Dari sisi metode penelitian,
penelitian yang dilakukan Cepi Cahayana menggunakan kajian kepustakaan Penelitian
yang dibuat oleh Cepi Cahayana jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas.
Perbedaan tersebut terletak (salah satunya ) pada objek penelitian. Objek penelitian
penulis adalah pemikiran kebijakan Moneter Mahathir Mohamad Dalam Mengatasi
Krsisi Ekonomi Malaysia.
2. Penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Jalalluddin (Mahasiswa
Perbankan Syariah UIN) yang berjudul Dinar dan Dirham; Mengasas Standarisasi
Sistem Moneter Negara Islam. Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2003 ini
mempunyai berfokus pada penjelasan mengenai konsep uang dalam Islam, standar mata
uang universal yang layak menurut Islam. Dari sisi metode penelitian, penelitian yang
dilakukan Jalalluddin menggunakan kajian kepustakaan. Penelitian yang dibuat oleh
Jalalluddin jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut
terletak pada (salah satunya) objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah pemikiran
Mahathir Mohamad tetapi yang dibahas adalah dinar dan dirham, namun konsep uang
yang diutarakan bisa membantu penulis sebagai salah satu sumber data.
3. Penelitian ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Wina Tresa Rahayu (Mahasiswa
Perbankan Syariah UIN) yang berjudul Otoritas Moneter Masa Abbasiyah Kajian
Pemikiran Moneter Ibnu Khaldun . Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2002 ini
fokus pada masa peralihan khalifah Abbasiyah kekuasaan Dinasti Moghul dengan
merujuk pada pemikiran Ibnu Khaldun. Dari sisi metode penelitian, penelitian yang
berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak pada (salah
satunya) objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah kebijakan Mahathir Mohamad
dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Malaysia.
E. Metode Penelitian
Untuk menyelesaikan penelitian ini, maka penulis menggunakan metode-metode
berikut:
1. Penentuan Jenis Data
Dalam penelitian ini data yang diteliti adalah data yang berhubungan dengan
topik, yaitu mengenai kebijakan moneter dalam ekonomi Islam serta pandangan dan
kebijakan Mahathir Mohamad dalam mengatasi krisis ekonomi Malaysia tahun
1997-1998.
2. Sumber Data
Sumber sekunder, adapun alasannya karena ada kesulitan dalam memperoleh
data langsung dari sumber primer yaitu Mahathir Mohamad sendiri.
3. Pengumpulan Data
Skripsi ini berupa penelitian kepustakaan (library research) dengan data dan cara
analisa kualitatif, cara mendeskripsikan dan menganalisa objek penelitian, yaitu
membaca dan menelaah berbagai sumber yang berkaitan dengan topik, untuk kemudian
dilakukan analisa dan akhirnya mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif,
karena dalam penelitian ini akan menemukan sebuah pandangan atau idelogi yang mana
itu akan menjadi sebuah kebijakan pemerintah Malaysia dalam mengatasi krisis
ekonomi Malaysia. Teknik pengumpulan data melalui studi pustaka dan melayari
internet di web site-web site yaitu dengan cara menelusuri karya-karya Mahathir
Mohamad dan karya-karya lain yang menceritakan tentang Mahathir Mohamad yang
berkaitan dengan pandangan beliau dan strategi beliau semasa memerintah Malaysia.
Selain itu, penulis juga membuat studi lapangan dengan mewawancara terhadap dosen
dan pakar ekonomi yang kompeten.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk lebih memudahkan penulisan dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis
menuangkannya dalam sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I Pada bab ini, penulis memulai dengan pendahuluan yang terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Perumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan
Penelitian dan Manfaat Penelitian, Langkah-langkah atau Metode
Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
BAB II Dalam bab ini, penulis menjelaskan tinjauan umum tentang kebijakan moneter yang terdiri dari: pengertian kebijakan moneter, macam-macam
kebijakan moneter, fungsi kebijakan moneter, instrument kebijakan
BAB III Pada bagian ini, penulis membahas sekilas tentang eksestensi Mahathir Mohamad dalam pemerintahan Malaysia. Selain itu, akan dikupas juga
secara singkat tentang biografi Mahathir Mohamad. Bab ini juga akan
membahas tentang kondisi ekonomi Malaysia sepanjang pemerintahan
beliau. Di dalam bab ini juga, penulis membahas kebijakan moneter
dalam ekonomi Islam; Mahathir Mohamad dalam mengatasi krisis
ekonomi Malaysia tahun 1997-1998 yang mana akan dibahas tentang
strategi beliau dalam mengatasi krisis ekonomi Malaysia, apakah
pandangan serta idelogi beliau dalam ekonomi Islam, keunggulan dan
kelemahan dalam pemerintahan beliau. Analisa penulis dalam bab ini
juga akan membahas tentang strategi tersebut sama ada cocok atau tidak
dengan sistem ekonomi Malaysia.
BAB IV Pada bab terakhir ini, penulis menarik suatu kesimpulan yang merupakan bab penutup dan memberikan saran-saran yang bisa dijadikan pedoman
BAB II
KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM
Dalam peradaban manusia, uang telah memberi manfaat yang besar. Berdasarkan
fungsi-fungsinya sebagai alat transaksi, satuan hitung dan penyimpan nilai, uang
memberi manfaat bagi manusia dalam mengatasi kesulitan untuk melakukan berbagai
kegiatan ekonomi, seperti perdagangan, investasi, konsumsi dan menabung. Manfaat
uang tersebut menyebabkan permintaan masyarakat akan dilatarbelakangi oleh motif
yang berbeda-beda, antara lain untuk keperluan transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi.
Dengan latar belakang tersebut, pemerintah atau otoritas moneter suatu negara merasa
perlu untuk melakukan upaya-upaya untuk mengendalikan jumlah uang beredar tersebut,
dan ini lazimnya disebut sebagai kebijakan moneter.8
Berbagai definisi tentang kebijakan moneter antara lain disebutkan kebijakan
moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara. Biasanya otoritas
moneter dipegang oleh bank sentral suatu negara. Dengan kata lain, kebijakan moneter
merupakan instrumen bank sentral yang sengaja dirancang sedemikian rupa untuk
mempengaruhi variable-variabel finansial seperti suku bunga dan tingkat penawaran
uang. Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap
faktor internal maupun eksternal. Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga
8
yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu
negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan
kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.9
Definisi lain juga menyatakan, kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang
diambil oleh pemerintah (bank sentral), untuk menambah dan mengurangi jumlah uang
yang beredar. Kebijakan moneter merupakan salah satu kebijakan di bidang ekonomi
yang sangat berperan untuk mengatur dan menjaga stabilitas ekonomi suatu negara.
Kebijakan ini lebih khusus mengatur tentang pengendalian jumlah uang yang beredar.
Seperti kita ketahui, bidang keuangan di negara manapun sangat memegang peranan
penting dalam menjaga stabilitas ekonomi, karena apabila jumlah uang yang beredar di
suatu negara jumlahnya kurang maka negara tersebut akan mengalami kelesuan
ekonomi. Begitu juga sebaliknya jika jumlah uang yang beredar melebihi kebutuhan
maka akan terjadi inflasi. Dengan demikian jelas bahwa untuk menjaga kestabilan
jumlah uang maka pemerintah melalui bank sentral harus berupaya senantiasa menjaga
kestabilan moneter. Salah satu indikator keberhasilan kebijakan moneter adalah adanya
stabilitas ekonomi dan perbaikan neraca pembayaran.10
Di dalam ekonomi Islam uang bukanlah modal. Uang adalah barang khalayak
masyarakat luas. Uang bukan barang monopoli seseorang. Jadi semua orang berhak
9
Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004, Cet. Kedua), h.255
10
Nurmawan, Kebijakan Moneter, artikel diakses pada 14 Juni 2008 dari
memiliki uang yang berlaku di sesuatu negara. Sementara modal adalah barang peribadi
atau per orang. Jika uang sebagai flow concept sementara modal adalah stock concept.11
Fokus kebijakan moneter Islam lebih tertuju pada pemeliharaan berputarnya
sumber daya ekonomi, di mana ini menjadi inti ekonomi Islam pada semua bentuk
kebijakan dan ketentuan yang diperkenankan oleh syariah. Dengan demikian dalam
Islam, secara sederhana para regulator harus memastikan tersedianya usaha-usaha
ekonomi dan atau produk keuangan syariah yang mampu menyerap “potensi investasi”
masyarakat atau ketentuan-ketentuan yang mendorong preferensi penggunaan “potensi
investasi” pada usaha produktif terjadi. Dengan begitu waktu memegang uang oleh
setiap pemilik dana akan ditekan seminimal mungkin di mana waktu tersebut sebenarnya
menghambat velocity. Dengan kata lain penyediaan regulasi berupa peluang usaha,
produk-produk keuangan syariah serta ketentuan lainnya berkaitan dengan arus uang
masyarakat akan semakin meningkatkan velocity dalam perekonomian. Dengan
demikian perhatian regulasi moneter tidak tertuju pada konsep money supply seperti
yang dianut konvensional, tapi pada velocity perekonomian.12
Sementara pengeluaran yang berlebihan dilarang, penimbunan simpanan juga
dikecam tegas oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sumber-sumber daya yang telah
disediakan Allah harus dipergunakan untuk kegunaan si empunya (dalam batas-batas
yang ditetapkan oleh Islam) atau diperuntukan bagi orang lain, sehingga memenuhi
11
Eko Suprayatino, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional (Yogyakarta: Graha Imu, 2005), h. 197
12
tujuan dasar bagi penciptanya. Membiarkan menganggur dan tidak memanfaatkan bagi
tujuan-tujuan konsumsi yang benar atau untuk pengembangan barang-barang umum
lewat konstribusi kesejahteraan (zakat,sedekah dan pembayaran semacamnya) atau
untuk investasi produktif, telah dikecam oleh Islam.13
Allah SAW berfirman:
!"
#$
%
& '( )
*
+,
-(.
/01
2
3)
5
67 89
:,
; <=
, >?*@A
BC
DE
F) G
+
+I
:J
K
6F
L
M 5 NO
'
:JB
6PQ
R
S"
#$
M '=
TUR
V?P<$#
C WX YF
0Z
[ \-
Y('
]
!
:JB
6PQ
^>< ._`a ;CA
Db
cBP>
L
d
G
)
Artinya :
“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang
alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan
yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah,
maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih.” (Q.S At-Taubah/09:34)14
13
Nurlaila, Mata Uang Emas Dalam Perspektif Islam Dan Prospek Aplikasinya Pada Perbankan Syariah ( Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007) h.19
14Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Moderasi adalah jantung utama pesan Islam dalam semua kegiatan kemanusiaan.
Karena itu, ketika Islam melarang asetisisme, ia juga melarang secara tegas
berlebih-lebihan dan konsumsi pamer.15
Allah SWT berfirman:
!"
#$
Ce
-%
\-cYf G
g^C
%
>Ah
j
g^C
%
.*kF-
,#01
S l L
m
ECe
I)
C#
Artinya:
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (hartanya), mereka tidak
berlebih-lebihan dan tidak (pula) bakhil, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara
keduanya.”(Q.S Al-Furqaan/25:67)16
Akan tetapi, dalam menjaga pendekatannya yang rasional dan unversal kepada
persoalan-persoalan ini, Islam menggunakan pembatasan-pembatasan kualitatif (bukan
kuantitatif) pada aspek konsumsi. Pengeluaran harus selara dengan hakikat seorang
muslim yang secara moral adalah jujur dan rendah hati.
Secara ringkasnya, kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan
keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui
15
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam (Jakarta: Gema Insani, 2000), h.44
16 Al-Qur’an dan Terjemahnya,
pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan
agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output
keseimbangan.17 Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan
tujuan kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik
secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang diharapkan
dapat tercapai.
Bank sentral hanya dapat memberikan kredit kepada bank-bank komersial; ia
tidak mampu memaksa sektor swasta untuk melakukan investasi ketika prospek bisnis
tidak cerah. Dalam keadaan seperti ini, pemerintah harus melihat ulang program
pengeluarannya (belanjanya) dan menggantikan defisiensi dalam permintaan agregat
sektor swasta dengan menyiapkan suatu proporsi peningkatan uang berdaya tinggi yang
lebih besar melalui defisit fiskalnya.
Sektor eksternal pasti dapat menciptakan fluktuasi dalam uang beredar melalui
capital flows di dalam dan di luar suatu negara yang tidak memiliki kontrol nilai tukar.
Gerakan-gerakan ini dimungkinkan karena suatu kombinasi faktor-faktor ekonomi dan
politik. Gerakan modal yang paling menganggu adalah spekulatif panas dalam capital
flows yang terjadi karena perbedaan suku bunga dan ekspektasi (harapan) nilai tukar.
Ada kemungkinan kecil capital flows ‘panas’ dalam sebuah perekonomian Islam yang
terjadi karena perbedaan suku bunga, karena uang giral tidak akan memberikan bunga,
sementara deposito mudharabah tidak saja akan berorientsi kepada ekuitas dan
17Kebijakan Moneter
komitmen kepada periode yang relatif lebih panjang, tetapi juga diterima oleh lembaga
finansial hanya jika mereka menemukan dirinya sendiri dalam suatu posisi
memanfaatkannya secara menguntungkan dalam suatu kerangkan bagi hasil. Aliran uang
panas ke dalam, yang terjadi karena apresiasi mata uang yang prospektif, perlu dikurangi
dengan larangan dan kontrol, seperti yang dipraktikkan dibeberapa negara maju. Efek
moneter aliran dana ke dalam seperti ini dapat dinetralisasi dengan mewajibkan dana
semacam ini, yaitu suatu ketentuan cadang wajib yang sangat tinggi.18
Pada umumnya, hanya negara-negara yang memiliki laju inflasi yang tinggi dan
nilai mata uang yang terus mengalami depresiasi dibarengi dengan sistem pajak yang
tidak realistis, mengalami capital outflows, meskipun mereka memiliki sistem kontrol
nilai tukar. Tidak mungkin mengatasi kaburnya dana secara signifikasikan kecuali jika
nilai eksternal mata uang tersebut distabilkan dan sistem perpajakan mereka direformasi
untuk meminimalkan maraknya uang gelap (black money), di mana ‘biang keroknya’
adalah konsumsi pamer atau rekening ‘rahasia’ di negara lain. Nilai eksternal suatu mata
uang tidak dapat distabilkan, seperti yang kini diterima tanpa menstabilkan nilai
internalnya. Setiap upaya untuk menstabilkan nilai eksternal secara isolatif, akan
menemui kegagalan. Pada gilirannya, nilai eksternal suatu mata uang tidak dapat
distabilkan tanpa adanya suatu perekonomian domestik yang sehat dan kebijakan fiskal,
moneter dan pandapatan yang sehat. Penekanan Islam yang tegas terhadap reformasi
kemanusiaan, pembangunan ekonomi yang seimbang dan pengaturan sistem perbankan
diharapkan dapat menciptakan perekonomian yang sehat dan menstabilkan nilai internal
18
dan eksternal mata uang negara-negara muslim yang komitmen kepada implementasi
ajaran-ajaran Islam.19
B. MACAM-MACAM KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM
Dalam sebuah perekonomian Islam, permintaan terhadap uang akan lahir
terutama dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan pada umumnya
oleh tingkat pendapatan uang dan distribusinya. Penghapusan bunga dan kewajiban
membayar zakat dengan laju 2,5 persen per tahun tidak saja akan meminimalkan
permintaan spekulatif terhadap uang dan mengurangi efek suku bunga “terkunci”, tetapi
juga akan memeberikan stabilitas yang lebih besar bagi permintaan total terhadap uang.
Hal ini akan lebih kuat oleh sejumlah faktor yang terdapat dalam macam-macam
kebijakan moneter sebagai berikut:20
1. Aset pembawa bunga tidak akan tersedia dalam sebuah perekonomian Islam,
sehingga orang yang hanya memegang dana likuid menghadapi pilihan apakah tidak
mau terlibat dengan risiko dan tetap memegang uangnya dalam bentuk cash tanpa
memperoleh keuntungan atau turut berbagi risiko dan menginvestasikan uangnya
pada aset bagi hasil sehingga mendapatkan keuntungan.
2. Peluang investasi jangka pendek dan panjang dengan berbagai tingkatan risiko akan
tersedia bagi para investor tanpa memandang apakah mereka adalah pengambilan
19Ibid.
20
risiko tinggi atau rendah, sejauh mana risiko yang dapat diperkirakan akan diganti
dengan laju keuntungan yang diharapkan.
3. Tidak akan ada pemegang dana yang cukup irasional untuk menyimpan sisa
uangnya setelah dikurangi oleh keperluan-keperluan transaksi dan berjaga-jaga
selama ia dapat menggunakan sisanya yang menganggur untuk melakukan investasi
pada aset bagi hasil untuk menggantikan paling tidak sebagian efek erosit zakat dan
inflasi, sejauh dimungkinkan dalam sebuah perekonomian Islam.
Tidak mungkin menegakkan sesuatu bangunan kuat tanpa adanya suatu fondasi
yang kokoh, begitu pula tidak mungkin menegakkan suatu ekonomi bebas riba yang
berbasis pada penyertaan modal dan merealisasikan keseluruhan tujuan Islam, tanpa
adanya suatu lingkungan yang mendukung. Meskipun penghapusan riba itu penting,
namun hal itu tidak memadai karena ia bukan satu-satunya nilai yang ditegakkan oleh
Islam. Penghapusan riba hanyalah salah satu dari beberapa nilai dan institusi penting
yang secara bersama-sama membentuk pandangan hidup Islam. Hal ini sangat intergrasi
dan terjalin sedemikian rupa sehingga tak satu pun dapat dikeluarkan tanpa
menyebabkan kelemahan pada sistem atau membuatnya kurang efektif.
Walaupun bagaimana sulitnya, suatu kenyataan bahwa terjadi ketimpangan yang
semakin tajam antara negara-negara kaya di satu pihak dan negara-negara miskin di
pihak lain, serta semakin terkurasnya sumber-sumber ekonomi yang tidak dapat
diperbaharui di negara-negara miskin akibat eksploitasi kapitalis yang berlebihan, akan
menyadarkan semua pihak bahwa sistem ekonomi kapitalis tidak akan dapat mengatasi
sebagaimana yang difirmankan dalam Al-Qur’an, bahwa bukanlah suatu keunggulan
atau pilihan yang baik pada sistem ekonomi barat ataupun timur, tetapi yang unggul dan
baik itu adalah sistem ekonomi yang mendasarkan dirinya tidak hanya pada nilai-nilai
material, tetapi juga nilai-nilai yang sifatnya transendental.21
Allah SWT berfirman:
n
o F $
.
F
, G
%
p
>
g^*RP< 'r'
0J 6 #
s .7aPtF
bh F
PtF
u _R C
.
F
7
)
v
)
*
L
wg
BF
h _v8P
c6x
y?PtF
?
z_RF
v {|B
}+(
] D
*
D
PtF
~]y '
•
6'
€ Ce
~•y‚g \-F
~]Pt
z
F
!l_R V PtF
!F
:JB
6
!ƒ
„
]
!
_…
C#h|
w
C# G
y†~ y?‡O
] D
*
y†~ 01+€
M >A tF
g^
<
7‰P>
L
Ce
-%
P‰
'
%
!"
.
‡O
]
!
*
PQA
;F
*
.Š‹
!l
y
+A
;F
R
P;x
C
ŒG
!"
#$
%
>#P V
%
P;x
C
ŒG
'^><
, \-ŽztF
Artinya:
“ Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi
kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir,
malaikat-malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan
21
(musafir), peminta-peminta dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang
melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji dan
orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka
itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Q.S
Al-Baqarah/02:177)22
C. FUNGSI DAN TUJUAN KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM
Kebijakan moneter bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi terdapat
interdependensi terhadap berbagai variabel dalam perekonomian. Di satu sisi, kebijakan
moneter banyak mempengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian, di sisi lain
kebijakan moneter secara langsung juga mempengaruhi kondisi moneter dan keuangan
yang pada gilirannya akan membawa pengaruh terhadap kondisi sektor riil atau sektor
nyata.
Implementasi kebijakan moneter tidak dapat dilakukan secara terpisah dari
kebijakan ekonomi makro lainnya, seperti kebijakan fiskal, kebijakan sektoral dan
kebijakan lainnya. Semuanya mengarah pada pencapaian suatu tujuan akhir yaitu
kesejahteraan sosial masyarakat. Secara keseluruhan, kebijakan fiskal yang merupakan
suatu kebijakan yang terkait dengan anggaran pemerintah bersama-sama dengan
kebijakan moneter mempengaruhi sisi permintaan dalam perekonomian, kebijakan
sektoral seperti kebijakan dibidang perdagangan, perindustrian, pertambangan,
22Al-Qur’an dan Terjemahnya,
pertanian, tenaga kerja dan lain-lain, mempengaruhi sisi penawaran dari
perekonomian.23
Pembangunan ekonomi pada dasarnya berhubungan dengan setiap upaya untuk
mengatasi masalah keterbatasan sumber daya. Di negara-negara sedang berkembang,
keterbatasan sumber daya ini terutama berupa keterbatasan sumber dana untuk investasi
dan keterbatasan devisa, di samping tentunya keterbatasan sumber daya manusia yang
berkualitas.
Dalam rangka mengatasi keterbatasan sumber daya tersebut, pilihan kebijakan
yang diambil pada umumnya berfokus kepada dua aspek, yaitu aspek penciptaan iklim
berusaha yang kondusif, terutama berupa kestabilan ekonomi makro, dan aspek
pengembangan infrastruktur perekonomian yang mendukung kegiatan ekonomi.
Kestabilan ekonomi makro tercermin pada harga barang dan jasa yang stabil serta nilai
tukar dan suku bunga yang berada pada tingkat yang memungkinkan pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan dengan kondisi neraca pembayaran internasional yang
sehat.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa keberhasilan dari kebijakan moneter di
antaranya dapat menciptakan peningkatan kesempatan kerja dan semakin meningkatnya
23
iklim usaha yang bergairah. Dengan demikian apabila kita rinci lebih lanjut maka fungsi
kebijakan moneter adalah sebagai berikut:24
a) Menjaga Stabilitas Ekonomi
Stabilitas ekonomi akan tercapai apabila tercipta keadaan ekonomi yang stabil,
untuk mewujudkan hal ini maka harus terwujud arus perputaran barang dan arus
perputaran uang yang berjalan secara seimbang dan terkendali. Dengan demikian perlu
adanya pengatyuran jumlah uang yang beredar sesuai dengan kebutuhan oleh bank
sentral.
b) Menjaga Kestabilan Harga
Jumlah uang yang beredar di masyarakat sangat mempengaruhi tingkat
harga-harga yang berlaku. Dengan adanya pengaturan jumlah uang yang beredar oleh bank
sentral, maka tingkat harga dari waktu ke waktu relativf akan terkendali. Jika keadaan
harga stabil, masyarakat akan percaya bahwa membeli barang sekarang akan sama
dengan membeli barang pada masa yang akan datang.
c) Meningkatkan Kesempatan Kerja
Stabilitas ekonomi yang baik akan mendorong peningkatan jumlah investor
untuk mengembangkan investasi-investasi baru, yang akan membuka lapangan kerja
baru sehingga terjadi peningkatan kesempatan kerja. Stabilitas ekonomi tercapai apabila
pengaturan jumlah uang yang beredar dapat dikendalikan dengan baik oleh bank sentral.
d) Memperbaiki Neraca Perdagangan dan Neraca Pembayaran
24
Nurmawan, Kebijakan Moneter, artikel diakses pada 14 Juni 2008 dari
Melalui kebijakan moneter, pemerintah dapat memperbaiki neraca perdagangan
luar negeri menjadi surplus (ekspor lebih besar daripada impor) atau minimal
berimbang. Bentuk kebijakan moneter pada permasalahan ini seperti pemerintah
melakukan devaluasi (menurunkan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang
asing). Dengan adanya devaluasi, diharapkan nilai ekspor kita meningkat dan
berpengaruh pada neraca perdagangan dan neraca pembayaran ke arah yang lebih baik.
Tujuan-tujuan Kebijakan Moneter Islam:25
a. Menurut Iqbal dan khan
i. Kesejahteraan ekonomi yang dengan kesempatan kerja penuh dan laju
pertumbuhan yang optimal
ii. Keadilan sosio-ekonomi dan distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata
iii. Stabilitas nilai uang
b. Menurut Umer Chapra
i. Kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang optimum
ii. Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan
kesejahteraan
iii. Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of exchange
dapat dipergunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam
penangguhan pembayaran, dan nilai tukar yang stabil
25
iv. Penagihan yang efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari sistem
perbankan
Dari fungsi dan tujuan di atas sekilas hampir sama dengan sistem kapitalis, akan
tetapi kalau dikaji lebih dalam, ada perbedaan penekanan dan komitmen yaitu tentang
nilai-nilai spritual, keadilan sosio ekonomi dan persaudaraan manusia.
Sesebuah negara tidak boleh menjalankan otoritasnya secara semena-mena.
Justeru negara harus menggunakan kekuasaannya untuk memungkinkan pasar berfungsi
dengan baik dan menciptakan suatu lingkungan yang tepat bagi realisasi pembangunan
dan keadilan. Negara hendaknya merupakan lembaga yang berorientasikan kepada
kesejahteraan, moderat dalam berbelanja, menghormati hak milik orang lain dan
menghindari perpajakan yang membebani. Sebagai pemerintah juga hendaknya
berfungsi sebagai penolong dan membantu rakyat dalam menjalankan usaha mereka
secara lebih efisien, mencegah mereka dari melakukan hal-hal yang berbahya dan
menghapuskan segala bentuk ketidakadilan. Dengan demikian, maka sebuah
pemerintahan itu akan menjamin berlakunya syariah, dan berperan sebagai fasilitator
pembangunan manusia dan kesejahteraan.26
D. INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM
Seperti yang diketahui, mekanisme kebijakan moneter yang tidak saja akan
membantu mengatur penawaran uang seirama dengan permintaan riil terhadap uang,
tetapi juga membantu memenuhi kebutuhan untuk membiayai defisit pemerintah yang
26
benar-benar riil dan mencapai sasaran-sasaran sosioekonomi masyarakat Islam lainnya.
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan berbagai instrumen kebijakan
moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan
menjual atau membeli surat berharga pemerintah (goverment securities). Jika ingin
menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah.
Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual
surat berharga pemerintah kepada masyarakat.27
2. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar
dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau
perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk
mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke
bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.28
3. Target Pertumbuhan dalam M dan Mo
27 Kebijakan Moneter
, artikel diakses pada 20 Juni 2008 dari http://organisasi.org/definisi-pengertian-kebijakan-moneter-dan-kebijakan-fiskal-instrumen-serta-penjelasannya
Setiap tahun, bank sentral harus menentukan pertumbuhan peredaran uang yang
diinginkan (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional, termasuk laju pertumbuhan
ekonomi yang diinginkan, tetapi yang berkesinambungan dan stabilitas mata uang.
Target pertumbuhan dalam M ini harus dilihat ulang setiap kuartal atau kapan saja bila
diinginkan dengan melihat kinerja perekonomian dan trend variabel-variabel penting
lainnya. Hal ini disebabkan karena target moneter menganggap bahwa kecepatan
pendapatan uang dapat dipredeksi dengan tepat selama periode tersebut. Sementara itu,
hal ini dapat diharapkan lebih tepat dalam suatu perekonomian Islam sesudah
penghapusan bunga dan implementasi reformasi yang disarankan. Walaupun begitu, ia
akan diperlukan untuk menjaga target agar tetap terkontrol. Target-target ini jangan
selalu sering diubah kecuali terdapat gejolak-gejolak ekonomi baik domestik maupun
eksternal.29
Mengingat telah diakui bahwa pertumbuhan pada M berkaitan erat dengan
pertumbuhan dalam Mo atau uang berdaya tinggi yang didefinesikan sebagai mata uang
dalam sirkulasi plus deposito pada bank sentral, bank sentral harus mengatur
ketersediaan dan pertumbuhan Mo. Tentu saja, hal ini menuntut suatu kebijakan fiskal
yang berorientasi kepada sasaran dan pengaturan yang tepat terhadap akses kepada
lembaga keuangan untuk mendapatkan kredit dari bank sentral. Seperti yang diketahui,
suatu kebijakan fiskal yang baik perlu bagi semua negara untuk memenuhi target-target
moneter. Akan tetapi, nyaris tidak dapat dihindarkan di negara-negara Muslim, di mana
29
peran kebijakan moneter secara alami terbatas karena kurangnya pasar uang yang
terorganisasi dengan baik.
Karena penciptaan Mo terjadi karena hak khusus yang dinikmati oleh bank
sentral untuk menciptakan uang, yang memang merupakan hak prerogatifnya,
sumber-sumber daya yang dapat diturunkan dari kekuatan ini harus dimanfaatkan hanya untuk
memenuhi sasaran-sasaran masyarakat Islam yang berorientasi kepada kesejahteraan
sosial. Mereka harus dipergunakan terutama untuk membiayai proyek-proyek yang akan
membantu merealisasikan ideal-ideal umat yang merupakan satu saudara, yang tidak
akan dipisahkan oleh kesenjangan pendapatan dan kekayaan.
Untuk merealisasikan tujuan di atas, bank sentral harus membuat total Mo yang
diciptakannya tersedia, sebagian bagi pemerintah dan sebagian bagi bank-bank
komersial dan lembaga keuangan khusus. Proporsi Mo yang dialihkan penggunaannya
oleh bank sentral bagi masing-masing lembaga ini harus ditentukan oleh kondisi
perekonomian, sasaran-sasaran ekonomi Islam dan keinginan kebijakan moneter.
Sebgaian dari Mo diberikan kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek
kepentingan sosialnya, termasuk penyediaan perumahan, fasilitas kesehatan dan
pendidikan bagi yang miskin.30
Sebagian Mo yang diberikan kepada bank komersial, yang pada umumnya dalam
bentuk pinjaman mudharabah dan bukan mengandung diskonto, harus dipergunakan
oleh bank sentral sebagai alat kontrol kuantitatif dan kualitatif untuk mengontrol kredit.
Ia harus memadai untuk memungkinkan bank-bank komersial membiayai aktivitas
pertumbuhan ekonomi yang diinginkan dalam sektor swasta tanpa menimbulkan
kepanasan inflasioner. Dalam merasionalkan kredit diantara bank-bank komesial, bank
sentral harus selalu memonitor promosi kredit bank komersial untuk tujuan-tujuan dan
sektor-sektor tertentu sesuai dengan keseluruhan sasaran perekonomian Islam. Sebagian
laba yang diraih oleh bank sentral dari pinjaman ini harus diberikan kepada pemerintah
untuk dipergunakan dalam membiayai proyek-proyek yang ditujukan untuk
menghilangkan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan pendapatan dan sebagai
disimpan oleh bank sentral untuk memenuhi pengeluarannya.
Sebagian Mo yang diberikan kepada lembaga-lembaga kredit khusus harus juga
dalam bentuk pinjaman mudharabah. Ia harus dipergunakan terutama untuk membiayai
aktivitas produktif seperti wirausaha, petani, industri rumah tangga dan pembiayaan
bisnis kecil lainnya, yang meskipun layak dan secara sosial diperlukan, tetapi tidak
mendapatkan dana yang cukup dari bank-bank komersial dan Lembaga Keuangan Non
Bank (LKNB).31
4. Saham Publik terhadap Deposito Unjuk (Uang Giral)
31Ibid
Sebagian uang giral bank komersial, sampai ukuran tertentu, misalnya 25 persen,
harus dialihkan kepada pemerintah untuk memungkinkan membiayai proyek-proyek
yang bermanfaat secara sosial di mana prinsip bagi hasil tidak layak atau tidak
diinginkan. Ini merupakan tambahan bagi jumlah yang dilimpahkan kepada pemerintah
oleh bank sentral untuk melakukan ekspansi basis moneter (Mo). Alasan dibalik usulan
ini adalah : pertama, bank-bank komersial bertindak sebagai agen; kedua, bank-bank itu
tidak membayar pengembalian apa pun pada uang giral; dan ketiga, publik tidak
menanggung risiko apa pun pada deposito ini sekiranya ini sepenuhnya dijamin. Karena
itu, adalah adil untuk mengharapkan bahwa sumber-sumber daya masyarakat yang
menganggur dan dimobilisasikan dipergunakan untuk kemaslahatan sosial. Salah satu
cara yang penting dalam menggunakannya untuk kemaslahatan umum adalah dengan
mengalihkan sebagian deposito unjuk yang dimobilisasi kepada perbendaharaan publik
untuk membiayai proyek-proyek yang bermanfaat secara sosial tanpa memaksakan
beban pada pundak publik lewat pajak yang dikumpulkan untuk tujuan ini oleh
perbendaharaan. Pemerintah harus memikul beban sebagian ongkos total memobilisasi
deposito unjuk, memberikan pelayanan kepada para deposan yang berkaitan dengan
deposito ini, dan membiayai skema asuransi deposito.32
Perlu ditambah di sini bahwa rasio 25 persen yang disebutkan di depan adalah
sebagai batas maksimal dalam keadaan normal. Barangkali, hal itu dapat dilampui dalam
keadaan-keadaan yang eksepsional, yaitu ketika terjadi keadaan darurat nasional atau
32Ibid.
ketika pemerintah harus berperan sebagai lokomotif dalam sebuah perekonomian yang
sedang mengalami penurunan. Dalam sebuah resesi, bank-bank cenderung memiliki
likuiditas berlebihan dan penggunaan yang lebih besar oleh pemerintah terhadap
deposito unjuk akan memberikan pertolongan sementara kepada bank-bank tersebut
melalui partisipasi pemerintah yang lebih besar dalam menanggung ongkos
memobilisasi dan mencicil deposito ini. Dalam situasi normal, rasio yang dipakai
pemerintah dapat lebih kecil dari 25 persen kecuali jika ia dipakai sebagai suatu
mekanisme untuk menyalur sebagian laba ekstral bank pada saat perekonomian boom
dan mengurangi likuiditas sektor swasta.33
5. Cadangan Wajib Resmi
Bank-bank komersial diwajibkan untuk menahan suatu proporsi tertentu,
misalnya 10-20%, dari deposito unjuk mereka dan disimpan di bank sentral sebagai
cadangan wajib. Bank sentral harus membayar ongkos memobilisasi deposito ini kepada
bank-bank komersial, persis seperti pemerintah menanggung ongkos memobilisasi 25
persen deposito unjuk yang dialihkan kepada pemerintah. Cadangan resmi ini dapat
divariasikan oleh bank sentral dengan anjuran kebijakan moneter.34
Alasan di balik cadangan wajib hanya diberlakukan kepada deposito unjuk,
adalah sifat ekuitas deposito mudharabah dalam sebuah perekonomian Islam.
Mengingat bentuk ekuitas lain dikecualikan dari cadangan wajib resmi, tak ada alasan
33Ibid
., h. 143
34Ibid.
untuk mewajibkan deposito mudharabah dengan ketentuan semacam ini. Hal ini tidak
harus berdampak buruk pada kontrol sirkulasi uang yang harus direalisasikan melalui
kontrol uang berdaya tinggi pada sumbernya.
Dapat dikatakan bahwa cadangan wajib resmi juga membantu menjamin
keamanan deposito likuiditas yang memadai bagi sistem perbankan. Tujuan-tujuan ini
dapat dicapai melalui suatu kewajiban modal yang lebih tinggi, adanya aturan yang baik
dan dijalankan dengan tepat, termasuk rasio likuiditas yang sesuai, diperkuat dengan
sistem pengujian bank yang efektif. Hal ini lebih dipilih untuk menahan sebagian
deposito mudharabah melalui dana kewajiban cadangan yang cenderung membuat
kurang mendatangkan keuntungan dibandingkan dengan bentuk-bentuk ekuitas lainnya.
Suatu ketentuan cadangan demikian juga akan mendorong pergeseran deposito
mudharabah dari bank-bank komersial kepada institusi-institusi finansial lainnya dengan
meletakkan bank-bank komersial pada suatu posisi yang relatif kurang
menguntungkan.35
Dapat juga dikatakan pada praktiknya, perbedaan antara giro dan tabungan atau
deposito berjangka menjadi kabur, terutama jika cek dapat ditulis untuk deposito
berjangka. Kemungkinan seperti ini secara substansial dapat dikurangi dalam sistem
Islam karena sifat ekuitas deposito mudharabah dan keterlibatan dalam risiko yang
diperlukan. Walaupun demikian, bank-bank Islam mungkin bersedia, seperti halnya
dengan mitra bank-bank konvensional, untuk mencairkan cek yang ditulis untuk
35 Ibid.
deposito tabungan atau memperbolehkan penarikan deposito mudharabah sebelum jatuh
tempo, dengan atau tanpa pemberitahuan. Untuk menghadapi kemungkinan seperti itu,
bank-bank harus mempertahankan sejumlah kecil deposito demikian sebagai kas dalam
saku, menyusul praktik perbankan konvensional. Jika mereka dituntut juga
mempertahankan cadangan dengan bank sentral untuk deposito ini, cadangan-cadangan
akan cenderung beku dan tidak tersedia bagi bank untuk memperbolehkan penarikan.
Dana-dana yang diterima oleh bank sentral melalui kewajiban cadangan resmi
dapat digunakan untuk memungkinkannya dengan dua tujuan. Sebagian dari dana harus
dipergunakan untuk memungkinkannya melayani peminjaman sebagai lender of last
resort. Bank-bank komersial Islam, dengan sumber-sumber daya yang ada padanya
dalam suatu kerangka bagi hasil, mungkin akan mendapatkan tugas mempredeksi
cashflow-nya yang lebih sulit daripada perbankan konvensional. Karena itu, mungkin
ada peluang ketika memerlukan bantuan dari bank sentral sebagai lender of last resort.
Bank sentral dapat menciptakan suatu penghimpunan umum untuk meningkatkan
sumber-sumber daya melalui suatu kewajiban cadangan khusus atau diversi proporsi
tertentu dari total cadangan resmi bank komersial. Fungsi utama penghimpunan ini
adalah untuk memungkinkan bank sentral berfungsi sebagai lender of last resort dalam
batas-batas yang disepakati untuk menghindari penggunaan fasilitas ini secara tidak
telah disarankan, dengan hukuman-hukuman yang tepat dan peringatan-peringatan serta
suatu program korektif yang sesuai.36
Sisa dana yang ditinggalkan melalui cadangan wajib dapat diinvestasikan oleh
bank sentral Islam, seperti yang dilakukan oleh bank sentral kapitalis. Karena obligasi
pemerintah yang mengandung bunga tidak tersedia, bank sentral Islam harus
menemukan lahan-lahan alternatif bebas bunga untuk investasi. Bagaimanapun juga, ia
harus menahan diri dari melakukan investasi berapa pun dana yang ia anggap perlu
untuk mengelola kebijakan moneter.
6. Pembatasan Pembiayaan
Alat-alat yang disebut di atas akan memudahkan bank sentral dalam melakukan
ekspansi yang diinginkan pada uang berdaya tinggi, ekspansi pembiayaan masih dapat
melebihi batas yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena : pertama, tidak mungkin
menentukan secara akurat kecucuran dana kepada sistem perbankan, selain yang telah
disediakan oleh peminjam mudharabah bank sentral, terutama dalam sebuah pasar uang
yang masih kurang berkembang, seperti yang ada pada negara-negara muslim; kedua,
hubungan antara cadangan bank komersial dan ekspansi kredit tidak akurat benar.
Perilaku sirkulasi uang merefleksikan sebuah interaksi yang kompleks oleh berbagai
faktor intertnal dan eksternal perekonomian. Karena itu, perlu menetapkan batasan pada
kredit bank komersial untuk menjamin bahwa penciptaan kredit total adalah konsisten
dengan target-target moneter. Dalam alokasi batasan diantara bank-bank komersial
36Ibid
individual, perlu melakukan kehati-hatian sehingga menjamin terwujudnya kompetisi
yang sehat di antara bank-bank.37
7. Alokasi Pembiayaan Yang Berorientasi Kepada Nilai
Mengingat pembiayaan bank terjadi karena dana yang dimiliki oleh publik,
pembiayaan harus dialokasikan dengan tujuan supaya membantu merealisasikan
kemaslahatan sosial secara umum. Kriteria untuk alokasi ini, seperti dalam kasus
sumber-sumber daya yang disediakan Allah pada umumnya, harus merealisasikan
sasaran-sasaran masyarakat Islam dan kemudian memaksimalkan keuntungan privat. Hal
ini dapat dicapai dengan menjamin bahwa :38
a) Alokasi pembiayaan akan menimbulkan suatu produksi dan distribusi optimal bagi
barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagian besar anggota masyarakat
b) Manfaat pembiayaan dapat dirasakan oleh sejumlah besar kalangan bisnis dalam
masyarakat.
Cara yang tepat untuk mencapai tujuan pertama adalah dengan mempersiapkan
suatu perencanaan yang berorientasi kepada nilai dan kemudian menyambungkan
perencanaan ini dengan sistem perbankan komersial untuk implementasi yang efisien.
37Ibid.
38Ibid
Pendekatannya harus : pertama, menjelaskan kepada bank-bank komersial tentang
sektor dan area mana dalam ekonomi yang harus didorong lewat pembiayaan bank-bank
komersial dan apa sasaran-sasaran yang harus direalisasikan; kedua, mengadopsi
tindakan-tindakan institusional untuk tujuan ini seperti yang akan dibahaskan di bawah
ini. Tak ada upaya yang dilakukan untuk mengikat bank-bank komersial dengan suatu
jaringan kontrol. Operasi kekuatan-kekuatan pasar telah diakui oleh Islam, namun dalam
kerangka nilainya. Sekiranya perencanaan tersebut menentukan kerangka nilai dan
tindakan-tindakan intitusional yang diperlukan itu dilakukan, tidak perlu memiliki
kontrol-kontrol yang kaku atau memiliki intervensi yang berlebihan.39
Alasan yang secara normal diberikan oleh bank-bank komersial untuk
memberikan sebagian kecil dana kepada pengusaha kecil dan menengah adalah risiko
yang lebih besar dan biaya yang dilibatkan dalam pembiayaan semacam ini. Karena itu,
usaha kecil menghadapi dua kesulitan : tidak mampu mendapatkan pembiayaan dari
perbankan atau mendapatkannya dengan persyaratan yang mencekik (dalam bentuk
ongkos dan kolateral) dibandingkan dengan mitra usaha besar mereka. Dengan
demikian, pertumbuhan dan kelangsungan hidup usaha kecil terganggu meskipun
mereka memiliki potensi besar untuk menyerap tenaga kerja dan memasuk output dan
memperbaiki distribusi pendapatan.
Oleh karena itu, risiko dan biaya dari pembiyaan semacam ini perlu dikurangi
dengan memperkenalkan suatu skema jaminan pinjaman yang dijamin sebagian oleh
pemerintah dan sebagian lagi oleh bank komersial. Dalam hal bank-bank Islam, scheme
jaminan tidak dapat menjamin pengembalian utang dengan bunga seperti dalam kasus
bank-bank konvensional. Betapapun juga, skema itu harus dapat menahan bank-bank
untuk meminta jaminan kolateral dalam usaha kecil yang surat-surat pengesahan
umumnya telah didaftar atau diberi sertifikat oleh skema jaminan. Scheme akan
melakukan ini sesudah dilakukan investigasi yang tepat terhadap usaha yang dimaksud.
Ia juga akan melakukan trining bisnis untuk mempertahankan rekening yang diinginkan
dan dipersiapkan agar selalu dapat diaudit kapan saja saat diperlukan. Dengan demikian,
sejumlah besar bisnis skala kecil akan dapat memperoleh pembiayaan dari bank tanpa
harus menyerahkan kolateral yang diperlukan oleh bank-bank konvensional. Bank-bank
akan menerima uangnya kembali pada saat terjadi kegagalan moral bisnis. Scheme juga
dapat dilakukan untuk risiko non-komersial yang akan ditutup untuk meningkatkan
ketersediaan dana bagi usaha kecil dan menengah. Pada saat terjadi kegagalan pasar dan
kerugian, bank tentu akan ikut berbagi konsekuensi dengan bisnis, sesuai dengan
proporsi pembiayaan yang diberikan.40
Biaya tambahan yang ditetapkan oleh bank-bank komersial dalam melakukan
evaluasi dan pembiayaan kepada usaha kecil, harus diganti sebagian atau seluruhnya
oleh pemerintah, bergantung pada sifat kasus dan tujuan-tujuan yang diberikan. Ongkos
yang harus ditanggung oleh pemerintah terjadi karena scheme di atas dijustifikasi
dengan mengikuti kepentingan yang lebih besar dari tujuan-tujuan ekonomi Islam.
40Ibid
Ongkos sebagian atau seluruhnya diganti oleh biaya gradual yang dikumpulkan oleh
pemerintah dari keuntungan yang diraup dari pembiayaan demikian oleh perbankan dan
usaha kecil.41
Teknik di atas harus diperkuat