• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modifikasi Ulos Batak (Studi Etnografi Tentang Perubahan Fungsi dan Ekonomi Kreatif)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Modifikasi Ulos Batak (Studi Etnografi Tentang Perubahan Fungsi dan Ekonomi Kreatif)"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

MODIFIKASI ULOS BATAK

(Studi Etnografi Tentang Perubahan Fungsi dan Ekonomi Kreatif)

OLEH

NESSYA PRESELLA SIBURIAN

080905034

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORISINALITAS

MODIFIKASI ULOS BATAK

(Studi Etnografi Tentang Perubahan Fungsi dan Ekonomi Kreatif)

S K R I P S I

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, 25 Februari 2015

(3)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul MODIFIKASI ULOS BATAK (Studi Etnografi Tentang Perubahan Fungsi dan Ekonomi Kreatif), disusun oleh Nessya Presella Siburian, NIM 080905034 berjumlah 98 halaman dengan 20 gambar dan 13 tabel.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan mengenai kain tenun ulos dalam lingkup modifikasi kain tenun ulos dan perubahan fungsi serta kegiatan ekonomi kreatif terhadap ulos pada masyarakat Batak di Desa Parbubu II. Kain tenun ulos merupakan sehelai kain yang bercerita mengenai proses pembuatan, makna, fungsi, peruntukkan dan status sosial bagi yang memakainya. Modifikasi terhadap kain tenun ulos adalah fokus utama dalam penelitian ini.

Proses penelitian yang dilakukan menggunakan metode etnografi yang bertujuan menggambarkan secara jelas dan menyeluruh mengenai modifikasi yang terjadi pada kain tenun ulos, dengan menggunakan pendekatan observasi secara partisipan dan non partisipan serta serangkaian wawancara terhadap masyarakat Desa Parbubu II, penenun, desainer, masyarakat pengguna kain tenun ulos. Pada proses pengumpulan data lapangan, peneliti menemui beberapa informan yang mengetahui mengenai kain tenun ulos dan proses modifikasi yang dilakukan yang bertempat tinggal di Desa Parbubu II.

Penelitian ini mendapatkan keterangan bahwa modifikasi ulos yang terjadi pada fungsi kain ulos dalam kehidupan masyarakat Batak Toba di Desa Parbubu II merupakan suatu kelanjutan kehidupan kebudayaan yang mencoba untuk tetap melestarikan kain tenun ulos dengan melakukan strategi, adaptasi agar tetap bertahan hingga saat ini, adapun perubahan mencakup penggunaan bahan baku, motif, fungsi, simbol, dan jenis kain ulos.

Kesimpulan dari penelitian ini sampai pada kain tenun ulos merupakan sehelai kain yang bercerita mengenai proses pembuatan, nilai budaya dan status sosial masyarakat yang menggunakannya. Selain itu kain ulos juga memiliki nilai ekonomi kreatif yang mendukung kehidupan masyarakat Batak, kain ulos merupakan suatu kekayaan kemampuan masyarakat dalam mengolah alam menjadi suatu bentuk karya seni melalui proses menenun yang memiliki serangkaian sejarah panjang dengan perkembangan zaman ulos yang telah dimodifikasi dapat mempunyai nilai uang sebagai kegiatan ekonomi kreatif dan menjadikan ulos sebagai ekonomi kreatif bagi masyarakat Batak

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih saya ucapkan terhadap kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Modifikasi Ulos Batak (Studi Etnografi Tentang Perubahan Fungsi dan Ekonomi Kreatif) ini dengan baik.

Tak lupa penghargaan sebesar-besarnya kepada mama dan papa, Ir. Lino Siburian dan Yuniar Hutagalung, yang telah melahirkan, membesarkan dan memeberikan saya kesempatan untuk mengenyam pendidikan hingga ke bangku perkuliahan.

Penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memeberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena ini, saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

Ibu Dra. Nita Savitri, Mhum, selaku pembimbing skripsi saya yang telah sangat sabar memberikan bimbingan, motivasi, waktu, serta perhatiannya sejak memulai penelitiannya sampai sekarang ini.

Ibu Dra. Rytha Tambunan. Msi, selaku dosen penguji saya.

(5)

Sahabat-sahabat terbaik saya, Ibnu Avena Matondang S.sos, Msi yang sudah sangat membantu saya bertukar pikiran, membantu saya ke lapangan, bertemu dengan designer ternama, mengkoreksi tulisan, sahabat paling pengertian dan sabar. Azhari, Tino, Tata, Ali, Fajrin, Bendry sekumpulan teman yang dianggap sebagai naga sembilan. Turut membantu dan memberi suport terbaik. Juga ak lupa saya ucapkan terima kasih kepada sahabat saya Thia Ayu Armindasari Nasution, atas bantuan dan semangat luar biasa yang diberikan kepada saya. Creasant Lassty untuk semua dorongan agar tidak menyerah dan meyelesaikan skripsi ini. Kalian teman terbaik ku.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Nessya Presella Siburian, lahir pada tanggal 21 July 1989 di Banda Aceh. Putri kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Ir. Lino Siburian dan Yuniar Hutagalung. Memeluk agama Kristiani dan berdarah Batak. Penulis telah penyelesaikan pendidikannya di Taman kanak-kanak Puteri Sion pada tahun 1996, Sekolah Dasar Swasta Budi Murni Dua pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama Puteri Cahaya pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 17 Medan tahun 2008. Di tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan kesarjanaanya di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dengan spesifikasi ilmu Antropologi, lewat jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Pengalaman organisasi penulis antara lain ikut sebagai peserta Riset dan Tehnologi pemerintahan Mahasiswa FISIP USU, periode tahun 2012/2013, Anggota Divisi Minat dan Bakat INSAN pada tahun 2008/2009, Koordinator bagian dokumentasi (PUDEKDOK) Inisiasi Antropologi tahun 2010, Bendahara Panitia Dies Natalis Antropologi USU 2009. Penulis memiliki hoby mendengarkan musik, membaca, menonton film, dan tertarik pada bidang fotografi.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini. Penulisan dan penyusunan penelitian ini dilakukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial pada bidang antropologi dari departemen antropologi. Skripsi ini berjudul “Modifikasi Ulos Batak; Studi Etnografi Tentang Perubahan Fungsi dan Ekonomi Kreatif”.

Dalam penulisan skripsi ini banyak hambatan yang dihadapi, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dalam menulis kepustakaan dan materi penulisan. Namun, berkat pertolongan Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan ketabahan, kesabaran dan kekuatan sehingga kesulitan tersebut dapat dihadapi.

Dalam skripsi ini dilakukan pembahasan secara holistik mengenai modifikasi kain ulos yang mencakup perubahan fungsi dan ekonomi kreatif. Pembahasan tersebut diuraikan dari bab I sampai dengan bab V. Adapun penguraian yang dilakukan oleh penulis pada skripsi ini.

Skripsi ini berisi dimulai pada Bab I dari latar belakang permasalah, tinjauan pustaka, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, pengalaman penelitian.

(8)

penggunaan teknologi tenun dengan menggunakan bantuan alat tenun bukan mesin (ATBM), fungsi ulos dan jenis kain tenun ulos.

Bab III merupakan deskripsi mengenai perubahan fungsi dan simbol yang terdapat pada kain tenun ulos dalam kehidupan masyarakat Batak, dimana ulos memiliki jenis dan fungsi penggunaan yang kini mulai terbatas pada jenis tertentu dikarenakan upacara adat yang menggunakan kain tenun ulos mulai terbatas pada beberapa acara ritus kehidupan, seperti : perkawinan, kelahiran, kematian.

Bab IV adalah pembahasan mengenai kegiatan ekonomi kreatif dalam bentuk modifikasi kain tenun ulos sebagai bagian dari usaha meningkatkan pendapatan masyarakat dan juga sebagai upaya melestarikan penggunaan kain ulos pada masa sekarang ini

Sebagai penutup dari penulisan skripsi ini, dilampirkan pula daftar kepustakaan sebagai penunjang dalam penulisan termasuk juga sumber-sumber lainnya.

Penulis telah mencurahkan segala kemampuan, tenaga, pikiran, serta juga waktu dalam penyelesaian skripsi ini. Namun penulis menyadari masih banyak kekurangannya. Dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari para pembaca. Harapan dari penulis, agar skripsi ini dapat berguna bagi seluruh pembacanya.

Medan,25 Februari 2015

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Pernyataan Originalitas ... i

Abstraksi ... ii

Ucapan Terima Kasih ... iii

Riwayat Hidup ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Gambar ... x

Daftar Tabel ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tinjauan Pustaka ... ... 6

1.3. Rumusan Masalah ... 14

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 14

1.5. Metode Penelitian ... 15

1.6. Pengalaman Penelitian ... 17

BAB II LOKASI PENELITIAN ... 24

2.1. Lokasi dan Letak Desa ... 24

2.2. Sejarah Desa ... 25

2.3. Kondisi Geografis ... 26

2.4. Pola Pemukiman Masyarakat ... 28

2.5. Keadaan Penduduk ... 28

2.5.1. Bahasa ... 28

2.5.2. Jumlah Penduduk, Usia dan Jenis Kelamin ... 29

(10)

2.5.4. Mata Pencaharian ... 32

2.5.5. Agama ... 33

2.6. Sarana dan Prasarana ... 34

2.6.1. Sarana Ibadah ... 34

2.6.2. Sarana Kesehatan ... 35

2.6.3. Sarana Perekonomian Desa ... 36

2.7. Sekilas Mata Pencaharian Bertenun ... 38

2.7.1. Penduduk Yang Bertenun ... 39

2.7. Organisasi Kemasyarakatan ... 38

BAB III DESKRIPSI ULOS ... 47

3.1. Sejarah Ulos ... 47

3.2. Kain Ulos ... 53

3.2.1. Jenis-jenis Ulos ... 54

3.3. Jenis-jenis Ulos Yang Ada Di Desa Parbubu II ... 71

3.3.1. Modifikasi Yang Dilakukan ... 71

3.3.2. Upaya Pelestarian ... 73

3.3.3. Proses Produksi ... 73

BAB IV MODIFIKASI KAIN ULOS DAN PERUBAHAN FUNGSI ... 75

4.1. Modifikasi Fungsi dan Penggunaan Ulos ... 75

4.1.1. Perubahan Fungsi Ulos Dari Proses Pemberian ... 79

4.2. Modifikasi Fungsi dan Bentuk Ulos ... . .80

4.2.1. Modifikasi Ulos Secara Internal ... . 82

4.2.2. Modifikasi Ulos Secara Eksternal ... . 83

(11)

BAB V KESIMPULAN ... 96

5.1. Kesimpulan ... 96

5.2. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 100

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Kecamatan Tarutung 25

Gambar 2 Ulos Jugia 54

Gambar 3 Ulos Ragi Hidup 57

Gambar 4 Ulos Ragi Hotang 59

Gambar 5 Ulos Sadum 62

Gambar 6 Ulos Runjat 63

Gambar 7 Ulos Sibolang 64

Gambar 8 Ulos Suri-suri Ganjang 66

Gambar 9 Ulos Mangiring 66

Gambar 10 Ulos Bintang Maratur 67

Gambar 11 Ulos Sitoluntuho-Bolean 69

Gambar 12 Ulos Jungkit 70

Gambar 13 Pemakaian Ulos Pada Perempuan Batak

Pada Masa Lampau 78

Gambar 14 Pemakaian Ulos Pada Masa Sekarang 78 Gambar 15 Benang Melalui Proses Tradisional

Bahan Baku Pembuatan Ulos 85 Gambar 16 Hasil Benang Dari Proses Modern 85

Gambar 17 Ipon-ipon dari Permata 87

Gambar 18 Ipon-ipon Terbuat dari Plastik 82

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Komposisi Jenis Pemanfaatan Lingkungan

Oleh Penduduk Desa Parbubu II 27

Tabel 2 Komposisi Jenis Rumah Penduduk di Desa Parbubu II 28 Tabel 3 Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia

Di Desa Parbubu II 30

Tabel 4 Komposisi Penduduk Usia Produktif (18 s/d 55 Tahun)

Di Desa Parbubu II 30

Tabel 5 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikannya

Di Desa Parbubu II 31

Tabel 6 Komposisi Jumlah Penduduk Desa Parbubu II

Menurut Profesinya 33

Tabel 7 Komposisi Penduduk Menurut Agama Di Desa Parbubu II 34 Tabel 8 Komposisi Sarana Agama Di Desa Parbubu II 35 Tabel 9 Komposisi Sarana Kesehatan Di Desa Parbubu II 36 Tabel 10 Komposisi Pelayan Kesehatan Di Desa Parbubu II 36 Tabel 11 Komposisi Sarana Perekonomian Desa Di Desa Parbubu II 37 Tabel 12 Komposisi Sarana Pemerintahan Desa Parbubu II 37 Tabel 13 Komposisi Kegiatan Kemasyarakatan Yang Ada Di

Desa Parbubu II 39

Tabel 14 Modifikasi Ulos di Desa Parbubu II 72 Tabel 15 Modifikasi Jenis dan Fungsi Ulos 76

(14)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul MODIFIKASI ULOS BATAK (Studi Etnografi Tentang Perubahan Fungsi dan Ekonomi Kreatif), disusun oleh Nessya Presella Siburian, NIM 080905034 berjumlah 98 halaman dengan 20 gambar dan 13 tabel.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan mengenai kain tenun ulos dalam lingkup modifikasi kain tenun ulos dan perubahan fungsi serta kegiatan ekonomi kreatif terhadap ulos pada masyarakat Batak di Desa Parbubu II. Kain tenun ulos merupakan sehelai kain yang bercerita mengenai proses pembuatan, makna, fungsi, peruntukkan dan status sosial bagi yang memakainya. Modifikasi terhadap kain tenun ulos adalah fokus utama dalam penelitian ini.

Proses penelitian yang dilakukan menggunakan metode etnografi yang bertujuan menggambarkan secara jelas dan menyeluruh mengenai modifikasi yang terjadi pada kain tenun ulos, dengan menggunakan pendekatan observasi secara partisipan dan non partisipan serta serangkaian wawancara terhadap masyarakat Desa Parbubu II, penenun, desainer, masyarakat pengguna kain tenun ulos. Pada proses pengumpulan data lapangan, peneliti menemui beberapa informan yang mengetahui mengenai kain tenun ulos dan proses modifikasi yang dilakukan yang bertempat tinggal di Desa Parbubu II.

Penelitian ini mendapatkan keterangan bahwa modifikasi ulos yang terjadi pada fungsi kain ulos dalam kehidupan masyarakat Batak Toba di Desa Parbubu II merupakan suatu kelanjutan kehidupan kebudayaan yang mencoba untuk tetap melestarikan kain tenun ulos dengan melakukan strategi, adaptasi agar tetap bertahan hingga saat ini, adapun perubahan mencakup penggunaan bahan baku, motif, fungsi, simbol, dan jenis kain ulos.

Kesimpulan dari penelitian ini sampai pada kain tenun ulos merupakan sehelai kain yang bercerita mengenai proses pembuatan, nilai budaya dan status sosial masyarakat yang menggunakannya. Selain itu kain ulos juga memiliki nilai ekonomi kreatif yang mendukung kehidupan masyarakat Batak, kain ulos merupakan suatu kekayaan kemampuan masyarakat dalam mengolah alam menjadi suatu bentuk karya seni melalui proses menenun yang memiliki serangkaian sejarah panjang dengan perkembangan zaman ulos yang telah dimodifikasi dapat mempunyai nilai uang sebagai kegiatan ekonomi kreatif dan menjadikan ulos sebagai ekonomi kreatif bagi masyarakat Batak

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Modernisasi dimulai di Italia pada abad ke-16 dan tersebar ke sebagian besar ke wilayah dunia Barat dalam lima abad berikutnya. Manusia yang telah mengalami modernisasi, terungkap pada sikap mentalnya yang maju, berpikir rasional, berjiwa wiraswasta, berorientasi ke masa depan dan seterusnya.

Modernisasi sebagai salah satu proses yang memebawa kehidupan dari suatu ingkat sederhana menuju tingkat yang lebih kompleks telah menjadi suatu proses global yang turut pula merubah kehidupan kultural manusia. Dalam konteks ini, modernisasi adalah suatu perubahan bentuk kehidupan manusia dan lingkungannya. Dalam hal ini penggunaan dan fungsi kain ulos dalam kehidupan masyarakat Batak

(16)

Koentjaraningrat (2000:342), modernisasi merupakan usaha penyesuaian hidup dengan konstelasi dunia sekarang ini. Untuk mencapai tingkat modern harus berpedoman pada dunia sekitar yang mengalami kemajuan. Modernisasi yang dilandasi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya bersifat fisik material saja, melainkan lebih daripada itu, yaitu dengan dilandasi oleh sikap mental yang mendalam.

Berdasarkan pembahasan di atas maka modernisasi juga mempunyai dampak positif dan dampak negatif bagi masyarakat. Beberapa dampak positif dari modernisasi adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mudah dalam mengakses informasi, sedangkan dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi membuat masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju, sehingga menciptakan kehidupan yang lebih baik.

Globalisasi mendorong pertumbuhan industri canggih yang merupakan salah satu upaya mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dilihat dari dampak negatifnya, modernisasi munculnya pola hidup konsumtif. Adanya modernisasi dan globalisasi mendorong perkembangan industri yang pesat untuk penyediaan barang kebutuhan masyarakat sehingga tingkat konsumsi masyarakat juga akan meningkat.

(17)

keragaman. Keragaman ini adalah suatu kondisi dalam masyarakat dimana terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang, terutama suku bangsa dan ras, serta agama dan keyakinan, ideologi, adat kesopanan, serta situasi ekonomi. Kebudayaan lokal suatu daerah merupakan simbol bahwa banyak sekali jenis kesenian yang ada terutama Indonesia. Baik itu pakaiaan, bahasa, lagu, tarian, dan makanan. Hal ini menjadi awal muncul kembalinya kebudayaan bangsa Indonesia.

Perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal abad ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi1

Salah satu hasil kebudayaan dari etnis Batak adalah tenun kain ulos

. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antar bangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan. Percepatan tersebut menyadarkan masyarakat akhirnya back to nature atau kembali pada pemikiran mengenai penggunaan bahan-bahan alam dalam kehidupan.

2

1 Komunikasi digital adalah teknologi yang berbasis sinyal elektrik komputer, sinyalnya bersifat terputus-putus dan menggunakan sistem bilangan biner. Bilangan biner tersebut akan membentuk kode-kode yang merepresentasikan suatu informasi tertentu.

2 Penulisan kata ulos dalam skripsi ini secara bergantian mempergunakan antara metode penulisan italic maupun biasa, penulisan italic diutamakan bagi kata ulos dengan sambungan jenis ulos tersebut sedangkan penulisan biasa dipergunakan ketika kata ulos sebagai sebentuk

kain.

(18)

dikembangkan oleh masyarakat Batak yang berdiam di Sumatera Utara. Dari bahasa asalnya, ulos berasal dari kata kain. Pada jaman dahulu sebelum orang Batak mengenal tekstil buatan luar, ulos artinya dalam bahasa Batak Toba adalah pakaian sehari-hari. Cara membuat ulos serupa dengan cara membuat songket atau kain tenun, yaitu menggunakan alat tenun bukan mesin (biasa disingkat dengan ATBM). Warna dominan pada ulos adalah merah, hitam dan putih yang dihiasi oleh ragam tenunan dari benang emas atau perak (Siahaan. 2004 : 58-59), selain itu secara historis terungkap bahwa antara asal-mula kehidupan memiliki keterkaitan dengan asal-mula kain pada masyarakat Batak sebagaimana dikatakan oleh Niessen (2013:13) sebagai :

“ ... seorang leluhur perempuan yang berada di dua dunia sekaligus yaitu dunia manusia dan dunia mitos. Dia mengejewantahkan dan mewakili keesaan asal-mula spiritual dan asal-mula fisik tenun-menenun”.

Pada awalnya ulos dikenakan di dalam bentuk selendang atau sarung saja, sering digunakan pada acara resmi atau upacara adat Batak. Namun dengan adanya modernisasi kini ulos banyak dijumpai di dalam bentuk produk sovenir, sarung bantal, ikat pinggang, tas, pakaian, alas meja, dasi, dompet, dan kain gordyn. Hal ini diharapkan agar seluruh masyarakat terutama masyarakat Batak

(19)

makna yang tinggi, ulos telah menjadi bagian dari sebuah identitas yang memiliki nilai kultur yang tinggi serta mengandung makna ekonomi dan juga makna sosial.

Menurut kepercayaan masyakarat Batak terkadang ulos juga diberikan kepada sang ibu yang sedang mengandung supaya mempermudah lahirnya sang bayi ke dunia dan untuk melindungi ibu dari segala mara bahaya yang mengancam saat proses persalinan. Arti dari mangulosi itu sendiri adalah suatu kegiatan adat yang sangat penting bagi orang Batak. Dalam setiap kegiatan seperti upacara pernikahan, kelahiran, dan dukacita.

Dalam Marx, Karl. Capital London: Penguin Classics(1990:165)

menuliskan bahwa proses modifikasi sosial memiliki dua bentuk yaitu: festhisme dan alienation, dimana festhisme merupakan modifikasi hasil produksi bersifat internal. Dalam hal ini ulos masyarakat Batak Toba sedangkan alienation adalah bentuk eksternal dimana ulos menjadi sebentuk materi yang berdar dan

berkembang diluar lingkungan masyarakat Batak Toba. Kedua bentuk modifikasi tersebut secara bersama-sama mendorong proses perubahan ulos namun memiliki ranah perubahan yang berbeda.

(20)

melainkan sebagai kain yang bernilai ekonomis dan bermanfaat sebagai komoditi dalam perspektif ekonomi kreatif.

Contohnya ulos bermata yang terbatas penggunaannya menjadi ulos dengan permata dan memiliki harga jual yang tinggi. Mengutip Savitri (2009:54) mengatakan bahwa:

“agar tercipta kondisi yang kondusif bertumbuhnya industri kreatif dan memotifasi talenta yang ada pada masyarakat harus adanya sinergi yang kuat antara cendikiawan/masyarakat terdidik pemerintah dan dunia usaha”

Penulis menggabungkan pemahaman antara dua kajian tersebut (Niessen, 2009 dan Sihombing, 2014) dengan mendeskripsikan perubahan fungsi yang terjadi pada kain ulos berikut pula mengenai kegiatan ekonomi kreatif yang terjadi pada kain tenun ulos dalam bentuk modifikasi. Penulis juga melihat secara langsung bagaimana proses pembuatan ulos dilakukan hingga dapat dijual kepasar di lokasi penelitian, suatu proses yang tidak mudah untuk mendapatkan hasil tenunan yang maksimal.

Mengutip Niessen (2013:10) yang mengatakan :

“Orang Batak sekarang acapkali mengungkapkan penyesalan dan kekecewaan mendalam karena begitu sulit mengakses warisan kesastraan mereka sendiri, mengetahui bahwa banyak yang tersimpan di Eropa sementara hampir tak ada lagi yang beredar di tanah Batak”.

(21)

pengetahuan masyarakat Batak terhadap ulos. Lebih lanjut, Niessen (2013:12) menyatakan dengan tegas bahwa :

“Secara sekilas Rangsa ni Tonun adalah suatu paparan, deskripsi, tentang proses menenun. Akan tetapi penyebutan asal-muasal menenun bermakna kegiatan menenun suatu konsekuensi mutlak: kuasa, kewenangan, hormat, hak mengada yang tak tersangkal, kesakralan dan dengan demikian misteri pula, yang secara kekal patut dilestarikan”.

Sejalan dengan penjelasan di atas oleh karena itu saya tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana menjaga atau melestarikan budaya, diantaranya kain ulos serta melihat modifikasi apa yang telah dilakukan penenun agar ulos dapat bertahan dan disukai oleh banyak orang dalam perspektif ekonomi kreatif.

1.2. Tinjauan Pustaka

(22)

Teori Deskripsi Penggunaan

Kebudayaan Kebudayaan merupakan hasil pemikiran, perbuatan atau tingkah laku dan wujud fisik (material)

Untuk mengetahui dan menjadi dasar pemahaman dalam penelitian yang nantinya akan dilakukan berdasarkan pemahaman mengenai kebudayaan Fungsi

Fungsi secara sederhana merupakan bentuk

pemanfaatan yang muncul dari suatu hal

Dalam penelitian ini, fungsi akan menjelaskan bentuk pemanfaatan pada ulos bagi masyarakat Batak-Toba

Modifikasi dan Ekonomi Kreatif

Modifikasi dapat diartikan secara harfiah sebagai bentuk perubahan dan penyesuaian bentuk dari bentuk asal pada bentuk lain yang sesuai dengan kebutuhan, sedangkan ekonomi kreatif adalah proses kegiatan ekonomis yang membawa hasil modifikasi menjadi sebentuk materi kreatif (seni) menjadi komoditas kreasi bernilai ekonomi

Pada penelitian ini modifikasi merupakan unsur yang menentukan dalam bentuk dan penggunaan ulos oleh masyarakat pendukungnya pada

perkembangan zaman saat sekarang ini, usaha modifikasi yang dilakukan

mencakup modifikasi bentuk, modifikasi penggunaan hingga pada aspek ekonomi yang diperoleh dari proses modifikasi ulos. Ekonomi kreatif dalam penelitian ini adalah kegiatan modifikasi yang dilakukan oleh partonun dalam hal menjadikan ulos sebagai kain yang bernilai adat dan juga sebagai nilai ekonomis.

a. Kebudayaan

(23)

di Kota Medan. Untuk dapat melihat hal tersebut dalam lingkup yang luas, diperlukan adanya pemahaman mengenai kebudayaan sebagai akar dari pengetahuan mengenai ulos yaitu sebagai bagian kriya seni atau pengetahuan berkesenian yang dimunculkan dalam bentuk kain tenun ulos. Merunut pada pemahaman kebudayaan yang mengungkapkan mengenai kaitan antara kebudayaan dan kesenian, setidaknya dapat dilihat dari pendapat Malinowski (1944:36) yang mengatakan kebudayaan sebagai :

“It obviously is the integral whole consisting of implements and consumers good, of constitutional charters for the various social groupings, of human ideas and crafts, belief and customs.”

(Ini jelas adalah seluruh kesatuan integral yang terdiri dari kesepakatan dan pengguna yang baik, piagam konstitusional bagi berbagai kelompok sosial, ide-ide manusia dan kerajinan, kepercayaan dan adat istiadat).

Malinowksi dalam pendapat tersebut secara sederhana memberi pandangan mengenai kebudayaan sebagai suatu kesatuan yang integral dan terdiri dari penerapan serta penggunaan yang terdiri dari kelompok sosial, ide pemikiran, materi atau hasil budaya, kepercayaan dan tradisi. Dalam hal ini, ulos termasuk dalam bentuk hasil karya yang berkaitan dengan budaya sebagai bentuk kesatuan penerapan dan penggunaan dalam kehidupan sehari-hari.

(24)

“In studying the art of a particular culture it would be ideal if we could determine the way the people themselves distinguish artistic work from the purrely utilitarian ... In actual modern usage, the word “art” is no longer limited to sculpture and painting, happenings, and whatever, so that the narrow definitions of the past do not limit the cross-cultural view as they once did.”

(Dalam mempelajari seni budaya tertentu akan ideal jika kita bisa menentukan cara masyarakat itu sendiri dalam membedakan karya artistik dari bagian utilitarian murni ... Pada penggunaan modern yang sebenarnya, "seni" merupakan kata yang tidak lagi terbatas pada patung dan lukisan, kejadian, dan apa pun, sehingga definisi sempit masa lalu tidak membatasi pandangan lintas-budaya yang pernah mereka lakukan).

Dalam pemahaman secara sederhana, Hatcher (1999:8) mengatakan bahwa mempelajari seni sebagai bagian dari kebudayaan merupakan bagian dari kehidupan manusia dalam aspek estetika, dimana dalam perkembangannya seni tidak terbatas pada bentuk patung dan lukisan saja melainkan sudah melampaui bentuk tersebut. Koentjaraningrat (1980) memberi pendapat bahwa kebudayaan dalam kehidupan secara umum selalu dilekatkan dalam bentuk kesenian dan hal tersebut lazim terjadi dalam tataran definisi secara sederhana mengenai kebudayaan.

(25)

kepada generasi selanjutnya, proses transmisi ini meliputi cara pandang, cara pembuatan maupun penggunaan yang dapat diperoleh melalui tiga wujud kebudayaan yang secara singkat dituliskan oleh Koentjaraningrat (1980:201-203) sebagai berikut, yaitu : wujud ide/gagasan, wujud sistem sosial serta wujud kebudayaan fisik.

Penelitian mengenai ulos ini akan dilihat sebagai bentuk pengetahuan masyarakat mengenai kain tenun tradisional yang bersinggungan dengan aspek kesenian, yaitu ketika berbicara ulos dalam bentuk motif, warna dan bentuk yang berdasarkan pengetahuan kebudayaan masyarakat Batak-Toba.

b. Fungsi

Fungsi dalam lingkup penelitian ini merujuk pada penggunaan konsep fungsi yang memiliki definisi yang sama seperti fungsi dalam bahasa yang didefinisikan oleh Jakobson (dalam Marcus dan Myers, 1995:13) yaitu :

“a function in which linguistic signs come to be valued not for what they transparently refer to (their signifieds), but for their combination as material, palpable entities. As for painting, in which the representational function is displaced by the painterly.” (fungsi di mana tanda-tanda linguistik datang harus dihargai bukan karena apa yang mereka lihat secara transparan (ditandai oleh mereka), tetapi untuk kombinasi mereka sebagai bahan, bentuk teraba. Adapun lukisan, di mana fungsi representasional digantikan oleh pelukis).

(26)

hal yang dapat memiliki nilai akibat dari proses pencampuran dalam kehidupan, sehingga dalam hal ini ulos merupakan benda (materi) yang memiliki fungsi yang ditimbulkan oleh akibat penggunaan, dan secara singkat tanpa adanya penggunaan maka fungsi dari materi tersebut tidak akan muncul.

Niessen (2009:29) mengatakan bahwa dalam bentuk ulos terdapat konsepsi simbol mengenai ruang dan kesuburan wanita Batak, yang didasarkan oleh bahasa, mitologi dan pengetahuan teks atas teknik menenun, secara lengkap Niessen mengatakan :

“I explored the symbolic connections between Batak weaving practices and indigenous conceptions of time, space and fertility. Notably, these symbolic analyses require more knowledge of language, myth and indigenous texts than of weaving techniques.” (Aku menjelajahi hubungan simbolis antara praktek tenun Batak dan konsepsi adat dalam konteks durasi waktu, yaitu dalam bentuk ruang dan kesuburan. Khususnya, analisa ini memerlukan simbolik pengetahuan yang lebih mengenai bahasa, mitos dan teks asli dari teknik tenun).

Lebih lanjut Niessen (2009:29) mengatakan bahwa ulos Batak merupakan kombinasi antara kemampuan tradisi masyarakat Batak dengan kemampuan desain terhadap ulos, hal ini secara singkat dinyatakan oleh Niessen sebagai :

(27)

(Teknologi tekstil Batak tidak dilihat sebagai sesuatu yang terpisah dari desain, desain dan teknologi tidak dapat dipisahkan. Pengamatan ini jauh melebihi harapan bahwa desain merupakan manifestasi dari proses teknis. Beberapa istilah adat sebagai bentuk kategori desain yang dapat dijelaskan dan beberapa proses teknis lainnya tampaknya dibentuk oleh citra mental yang sama atau struktur mental untuk menginformasikan bentuk desain).”

c. Modifikasi dan Ekonomi Kreatif

Perkembangan dari sisi waktu ke waktu dapat menyebabkan suatu aspek dalam kehidupan mengalami proses perubahan, dalam konteks ini perubahan yang dilihat adalah bentuk perubahan pada bentuk kain tradisional adat Batak-Toba, yaitu ulos.

Usaha perubahan bentuk ulos dapat dilihat sebagai bentuk usaha dan strategi dalam melestarikan bentuk dan penggunaan kain ulos dalam kehidupan masyarakat Batak-Toba sekarang ini.

Secara sederhana, modifikasi dapat diartikan sebagai bentuk perubahan dan penyesuaian bentuk dari bentuk asal pada bentuk lain yang sesuai dengan kebutuhan. Modifikasi dalam lingkup kebudayaan dapat dilihat dari pendapat Kottak (2007:42) yang memberikan pandangan bahwa :

“on the basis of cultural learning, people create, remember, and deal with ideas.”

(28)

Pendapat tersebut secara sederhana dapat diartikan bahwa kebudayaan bukanlah bentuk yang statis melainkan sebagai bentuk yang dapat berubah dan berkembang sesuai dengan kebutuhan.

Modifikasi ulos dilakulan tidak hanya sebagai bentuk usaha strategi melestarikan ulos semata melainkan juga sebagai sebentuk usaha yang dapat memberikan keuntungan secara finansial kepada masyarakat pendukung kebudayaan tersebut secara luas, mengutip Kottak (2007:261) yang memberikan saran untuk dapat memaksimalkan keuntungan dari proses modifikasi tersebut terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :

“(1) be culturally compatible, (2) respond to locally perceived needs, (3) involve men and women in planning and carrying ut the changes that affect them, (4) harness traditional organizations, and (5) be flexible.”

((1) secara budaya kompatibel, (2) menanggapi kebutuhan yang dirasakan secara lokal, (3) melibatkan laki-laki dan perempuan dalam perencanaan dan pelaksanaan ut perubahan yang mempengaruhi mereka, (4) memanfaatkan organisasi tradisional, dan (5) bersifat fleksibel).

(29)

Usaha modifikasi terhadap ulos dalam konteks ekonomi kreatif sebagaimana diungkapkan oleh Hawkins (dalam Suryana, 2013:46) merupakan sebentuk modal kreatif, yaitu :

“Modal kreatif (creative capital) adalah modal intelektual berupa kekayaan intelektual, seperti desain produk, merek dagang, hak cipta, paten, dan royalti.”

Dalam hal ini, ulos merupakan modal kreatif yang dapat dikembangkan sebagai bagian dari produk kegiatan ekonomi kreatif, dimana ulos merupakan bentuk kekayaan intelektual secara kultural yang dapat dirubah, reka-bentuk dan dikembangkan menjadi materi ekonomis yang berguna bagi kehidupan masyarakat serta hasil yang berdaya saing tinggi.

Secara lebih lanjut, kegiatan ekonomi kreatif membutuhkan beberapa modal, mengutip Home Affairs Bureau (2005:41); UNDP-UNCTAD (2008:10) dalam Suryana (2013:46) yaitu :

“Modal insani (human capital), modal sosial (social capital), modal budaya (cultural capital), modal struktur kelembagaan (structural institutional capital).”

(30)

struktur kehidupan dalihan na tolu dan struktur pemerintahan sebagai penyokong kegiatan ekonomi kreatif.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perubahan fungsi ulos dan juga modifikasi yang dilakukan agar ulos menjadi ekonomi kreatif mempunyai nilai uang pada masyarakat Batak. Pertanyaan penelitian yang akan diajukan adalah :

1. Apa saja fungsi ulos bagi masyarakat Batak-Toba ? 2. Bagaimana modifikasi ulos yang ada saat ini ?

3. Bagaimana kaitan antara modifikasi ulos dan ekonomi kreatif ?

1.4. Tujuan dan Manfaat penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui modifikasi kain ulos yang telah dilakukan dan bagaimana caranya agar masyarakat sekarang tetap melestarikan ulos batak dengan cara menenun bukan hanya menggunakan bahan kimia. Tetap

menjaga kelestarian ulos sebagai simbol masyarakat Batak.

(31)

Parbubu II. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan dan kepustakaan di bidang Antropologi.

1.5. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014 hingga Januari 2015. Lokasi penelitian yaitu di Desa Parbubu Sapuran Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara. Sebagai perbandingan dalam melihat ulos saya juga melihat ke daerah Pematang Siantar dan Balige, hal tersebut bertujuan untuk meluaskan pemahaman mengenai pentingnya pelestarian ulos dan perbedaan ulos setiap tempat serta modifikasi yang dilakukan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan secara etnografi. Peneliti akan mengungkapkan native’s point of view3

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan lansung di lapangan. Proses pengamatan tersebut dengan cara . Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap ulos batak, serta bagaiman fungsi dan penggunaan ulos batak pada masyarakat batak pada era globalisasi sekarang ini.

a. Teknik Observasi

(32)

mengamati cara pembuatan, siapa pelakunya, pola apa yang dilakukan pada setiap ulos, waktu, peristiwa serta aktivitas yang dilakukan oleh para penenun ulos.

Penulis melakukan observasi secara langsung dengan mendatangi rumah penduduk yang ada di Desa Parbubu II. Sebagian besar perempuan yang tinggal di desa ini melakukan kegiatan bertenun. Alasan yang paling mendasar adalah untuk menambah kebutuhan rumah tangga. Karena apabila hanya mengandalkan hasil panen padi saja maka tidak akan mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Penulis juga melihat secara langsung bagaimana proses pembuatan benang yang dipintal. Sebelum dipintal maka benang terlebih dahulu dikanji.

Observasi dalam bentuk partisipasi dan juga non partisipasi. Dalam penelitian yang akan dilakukan mencakup pada dua bentuk observasi, yaitu proses observasi kepada para penenun ulos yang masih menggunkan alat tenun dan proses obsevasi bagaimana ulos masih dikembangkan bukan hanya untuk acara resmi tetapi juga dapat digunakan pada segala tempat.

Observasi yang peneliti lakukan adalah sebentuk pengamatan terhadap kegiatan partonun atau individu yang bertenun di daerah Desa Parbubu II dan juga melakukan observasi terhadap individu yang memiliki keterkaitan terhadap ulos, dalam hal ini peneliti melakukan proses observasi terhadap kegiatan yang

dilakukan oleh Merdi Sihombing sebagai desainer kain tenun ulos terhadap kain ulos pada saat sekarang ini.

(33)

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan dua orang yaitu pewawancara (interviewer) yang memberikan pernyataan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan informasi atau jawaban atas pernyataan tersebut

(Moleong, 1991 : 135). Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, yaitu peneliti dan informan berinteraksi satu sama lain dalam waktu yang relatif lama sehingga peneliti dapat membangun rapport4

Informan dipilih secara purposive dan key informant (informan kunci). Key person ini digunakan apabila peneliti sudah memahami informasi awal tentang dengan informan. Untuk menjaga agar wawancara tetap fokus dan sesuai dengan pertanyaan yang dituju maka peneliti menggunakan interview guide. Selain menggunakan interview guide, dalam proses wawancara peneliti juga menggunakan alat bantu seperti recorder untuk merekam proses wawancara dengan informan. Dan juga menggunakan camera sebagai alat untuk dokumentasi pada saat proses menenun berlangsung.

Wawancara penelitian dan observasi dilakukan terhadap individu yang berkaitan dengan kain tenun ulos Batak Toba, diantaranya adalah : partonun, desainer ulos (dalam hal ini Merdi Sihombing), masyarakat pengguna ulos dan juga tokoh adat.

c. Informan

(34)

objek penelitian maupun informan penelitian. Sehingga membutuhkan key person untuk melakukan wawancara mendalam.

Setelah menentukan informan kunci peneliti akan melakukan wawancara mendalam terkait tema yang akan diteliti. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Merdi Sihombing, hal ini berkaitan dengan usaha yang dilakukannya terhadap ulos sebagai desainer kain tenun dan juga pengetahuan mengenai ulos yang dimilikinya, selain itu peneliti juga melakukan wawancara terhadap partonun untuk menguatkan data mengenai penggunaan fungsi dan modifikasi ulos pada tingkat individu yang menenun kain tenun ulos, salah satunya peneliti mewawancarai Mama Loise Situmorang yang merupakan seorang penenun Ulos, dan beberapa individu partonun yang terdapat di kilang penenunan ulos Desa Parbubu II sebayak sepuluh (10) orang.

Penulis bertemu dengan para wanita partonun yang ada di Desa Parbubu II Mama Loise SItumorang, Op. E. Sinaga, L Boru Hutabarat, Ibu L. Hutauruk, Ida Hutabarat, Hotnida Simorangkir, Ibu M. Simatupang, Merdi Sihombing.

1.6 Pengalaman Penelitian

(35)

Obervasi dan wawancara yang dilakukan tidak dapat dilakukan dengan begitu saja, pada awalnya penulis datang kerumah saudara penulis untuk dapat mengetahui dimana bisa ditemukan penenun ulos yang masih menggunakan mesin penenun manual. Manual yang dimaksudkan disini adalah penenun yang masih menggunakan alat tenun yang terbuat dari kayu sebagai alat membuat kain ulos. Setelah mendapatkan informasi dari saudara penulis, kemudian penulis meminta bantuan agar dapat diantar ke desa yang menjadi salah satu pusat pembuatan kain teun ulos. Setelah sampai pada desa yang dituju awalnya masyarakat merasa canggung karena kedatangan saya. Kemudian saudara penulis menjelaskan maksud dan tujuan saya datang kesana dengan menggunakan bahasa Batak. Penulis kemudian berbicara kepada para penduduk menggunakan bahasa Indonesia dengan sopan dan meminta bantuan juga kerja sama agar dapat menyelesaikan penulisa skripsi ini sesuai dengan yang diharapkan.

(36)

budaya Indonesia khususnya budaya Batak, memperkenalkan kain ulos kemata dunia dan disisi lain bagi si penenun bahwa ini pengalaman dia bisa pergi keluar negeri tidak mengeluarkan biaya apa pun, baik itu biaya transportasi, akomodasi, dan lain sebagainya.

Cuaca pada saat itu memang tidak mendukung. Hujan sangat deras sehingga suhu udara pun terasa dingin, dengan meminjam motor saudara, penulis tetap melakukan perjalanan. Kemudian penulis berkunjung lagi ke rumah warga yang lain, sesampainya dirumah warga yang lain saya mulai bercerita maksud dan tujuan saya datang ke rumah mereka dan mereka setuju untuk saya melakukan wawancara dan pengamatan berhubungan dengan proses pembuataan kain ulos.

Rangkuman yang saya dapat dari para pengrajin ulos mereka membuat tenun ulos untuk meningkatkan kebutuhan ekonomi. Dengan begitu mereka tidak hanya menunggu hasil panen selama 5 bulan lamanya. Karena dalam seminggu para pembuat ulos dapat menghasilkan ulos seminggu 3 lembar. Setelah ulos selesai ditenun mereka jual kembali. Biasanya ada orang yang akan datang ke desa mereka untuk membeli ulos yang sudah selesai. Perlembar ulos dibandrol dengan harga Rp 25.000 – Rp 30.000. Hal ini sungguhlah sangat membantu warga desa Parbubu sambil menantikan hasil panen padi mereka.

(37)

keinginan pemesannya, hal ini merupakan bagian dari modifikasi dan perkembangan kain tenun ulos menghadapi persaingan global.

Pada suatu waktu di awal tahun 2015 di bulan Januari, penulis diberitahukan oleh seorang teman untuk bertemu dengan seorang antropolog yang telah meneliti kain tenun ulos di Tanah Batak yang bernama Sandra Niessen yang secara kebetulan lagi berada di Kota Medan dan mengadakan diskusi mengenai ulos, namun pada saat itu penulis berhalangan untuk menghadiri acara tersebut

akan tetapi teman tersebut menolong penulis dengan menanyakan beberapa hal yang dapat membantu penulisan skripsi ini yang akhirnya penulis mendapatkan beberapa informasi mengenai kain tenun ulos dari sisi sejarah perkembangannya.

(38)

Penulis memberitahukan maksud dan tujuan kedatangan untuk bertemu Merdi dan Merdi pun dengan senang hati menerima penulis untuk berbincang untuk membahas jenis ulos. Rumah dengan aksen Batak pun ditampilkan disetiap sudut ruangan rumah Merdi, bertemu langsung dengan seorang desainer yang cukup dibilang papan atas merupakan pengalaman yang tak telupakan bagi penulis. Awalnya penulis merasa canggung untuk mengobrol dengan sosok Merdi tetapi dengan berjalannya waktu rasa canggung itu pun hilang. Dia bercerita banyak tentang pengalamannya kepada penulis. Lalu penulis bertanya kepada Merdi kenapa dia sangat tertarik menggunakan ulos sebagai bentuk desainnya dan Merdi berkata dia sangat bosan melihat seorang desainer yang hanya itu-itu saja, hanya menjahit baju untuk pernikahan. Padahal banyak dari suku di Indonesia yang mempunyai jenis kain yang sanggat indah, maka dari itu saya menggambil kain tenun ulos sebagai bahan dia menghasilkan karya-karyanya. Merdi juga bercerita kalau zaman dulu ulos itu menggunakan batu permata atau kini sering disebut dengan swarovski. Tetapi dengan bergesernya waktu swarovski itu pun hilang sehingga sekarang digantikan dengan manik-manik kecil atau disebut sekarang dengan ulos bermata. Penulis bertanya kira-kira berapa harga ulos swarovski yang ditawarkan Merdi kepada pembeli dan dia menjawab hampir Rp.

50.000.000.

(39)

dan memberitahukan jenis-jenis ulos yang mengantung pada dinding rumah Merdi sebagai hiasan. Ulos yang mengantung itu adalah Ulos Ragi Hotang, Ulos Ragi Hidup. Dan Merdi bercerita banyak mengapa disebut dengan Ulos Ragi Hotang

dan mengapa disebut Ragi Hidup. Disebut dengan Ragi Hotang karena mereka terinspirasi dari kayu rotan, apabila rotan itu dibelah maka akan ada motif pada kayu tersebut ide itulah yang dituangkan penenun pada kain ulos tersebut. Filosofi dari rotan juga menjadi awal untuk membuat Ulos Ragi Hotang, karena rotan sangat kuat maka ulos ini berikan kepada pasangan yang sudah menikah diharapkan mereka akan terus bersatu selamanya sama halnya dengan rotan. Ragi Hotang juga disebut juga dengan ulos hela. Hal serupa juga terjadi Merdi

menceritakan Ulos Ragi Hidup, Ulos ini mempunyai lima bagian dalam satu lebar kain ulos. Dan setiap bagian pada ulos ini berbeda-beda, tidak hanya itu saja motif pada bagian depan dan belakang juga berbeda. Motif depan sebagai laki-laki dan motif belakang sebagai perempuan.

(40)

Pada saat akan berpamitan pulang Merdi memberikan sebuah buku yang dia tulis sendiri dan dibubuhi dengan tanda tangan Merdi. Buku tersebut menceritakan bagaimana jenis ulos dan juga proses membuat ulos yang awalnya hanya terbuat dari kapas, pewarnaan pada benang menggunakan jenis tumbuh-tumbuhan, hingga ulos dapat digunakan pada berbagai acara dan kesempatan, pengalaman yang sangat mengagumkan bagi penulis bisa bertemu dengan Merdi.

Beragam informan yang penulis temui di lapangan memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan mengenai kain tenun ulos, karena secara langsung kain tenun ulos dalam kehidupan masyarakat Batak Toba tidak hanya sebagai bagian dari pakaian melainkan juga menyimpan pengetahuan budaya dalam lintasan sejarah perkembangan. Secara singkat Merdi Sihombing berkata kepada penulis bahwasanya kain tenun ulos adalah sehelai kain yang bercerita.

(41)

BAB II

LOKASI PENELITIAN

2.1. Lokasi dan Letak Desa

Lokasi penelitian ini terletak di Desa Parbubu II, Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Untuk mencapai Desa Parbubu II ini dibutuhkan waktu ± 7 jam pejalanan dari ibukota Provinsi Sumatera Utara yakni Kota Medan. Desa Parbubu II ini bejarak ½ jam dari Kota Tarutung.

Kota Tarutung adalah kot luas wilayah terkecil di Kabupaten Tapanuli Utara tetapi memiliki kepadatan tertinggi di Kabupaen Tapanuli Utara. Untuk mecapai Desa Parbubu II ini dapat ditempuh melalui jalur darat.

Wilayah Desa Parbubu II ini dibagi dalam 11 lingkungan dan 4 dusun. Adapun batas-batas wilayah Desa Parbubu II adalah :

• Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Parbubu Pea • Sebelah Barat : berbatasan dengan Parbubu Dolok • Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Parbubu I

(42)

Gambar 1

Peta Kecamatan Tarutung

Sumber Gambar : Tarutung Dalam Angka 2011.

2.2. Sejarah Desa

(43)

keturunannya di Tarutung. Salah satu keturunannya bahkan sampai sekarang masih bermukim di salah satu dusun di Desa Parbubu II.

Menurut cerita warga masyarakat, Desa Parbubu II pada awal sebelum ditempati oleh warga masyarakat merupakan hutan belukar di lereng Gunung Martimbang. Secara berangsur-angsur maka hutan belukar itu berubah menjadi sebuah desa yang bernama Parbubu II. Sampai sekarang Desa Parbubu II ini masih dikelilingi oleh hutan-hutan yang berasal dari Gunung Martimbang walaupun jumlahnya tidak lagi banyak.

(44)

2.3. Kondisi Geografis

Luas wilayah Desa Parbubu II keseluruhan adalah 450 Ha. Desa Parbubu II memilki tanah yang subur, di sekitarnya banyak dijumpai sawah dan ladang kopi milik penduduk. Desa Parbubu II ini tergolong tempat dengan dataran yang tinggi karena wilayah ini merupakan kawasan lereng gunung.

Tab el 1

Komposisi Jenis Pemanfaatan Lingkungan Oleh Penduduk Desa Parbubu II

No Jenis Pemanfaatan Lingkungan Jumlah

1 Sawah 37

2 Kebun/ Ladang 45

3 Tambak/ Kolam 23

4 Rawa 7

Sumber: Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

(45)

Mereka melakukan hal tersebut tanpa kendala karena sewaktu suami mereka masih hidup pun mereka sudah terbiasa membantu suami mereka di sawah atau ladang jadi bukan hal yang baru lagi bagi mereka untuk mengolah sawah dan ladang.

Pemanfaatan lingkungan melalui sawah dan ladang ini dikerjakan sendiri oleh para warga masyarakat, mulai dari mencangkul, mengairi sawah, menanam bibit, memotong rumput dan sampai saat memanen. Mereka berusaha mandiri dengan mengolah sawah atau ladang yang dapat menghasilkan uang untuk mereka. Sementara itu ketika sampai di rumah sebagian dari kaum wanita akan melakukan aktifitas menenun ulos yang mana hasilnya akan dipakai sendiri pada pesta adat ataupun di jual kepada orang yang berminat.

2.4. Pola Pemukiman Masyarakat

(46)

Tab el 2

Komposisi Jenis Rumah Penduduk di Desa Parbubu II adalah :

No. Jenis Rumah Jumlah

1. Menurut Sifat dan Bahannya a. Rumah Panggung / Kayu b. Rumah Semi Permanen c. Rumah Permanen

67 118

6 2. Menurut Fasilitasnya

a. Pelanggan PLN b. Pelanggan PAM c. Pelanggan Telepon

d. Rumah Yang Memiliki WC e. Rumah Yang Tidak Memiliki

WC

(47)

2.5.1.Bahasa

Keberadaan bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat penting, bahasa menjadi kunci penentu proses perubahan. Dengan bahasa kita dapat menyampaikan maksud dan tujuan kita kepada orang lain, bahasa juga merupakan perantara penyampai ilmu pengetahuan yang kita miliki kepada orang lain. Bahasa yang biasa digunakan penduduk Desa Parbubu II ini adalah bahasa Batak Toba, mengingat hampir seluruh penduduknya adalah suku Batak Toba.

Penggunaan bahasa lain seperti bahasa Indonesia hanya digunakan pada saat dan ditempat-tempat tertentu saja seperti di sekolah maupun tempat bimbingan belajar. Umumnya masyarakat hanya memakai bahasa Indonesia ketika ada orang asing yang datang. Orang asing yang dimaksud adalah suku lain selain Batak Toba yang tidak mengerti bahasa Batak Toba.

2.5.2. Jumlah penduduk, usia dan jenis kelamin

Bedasarkan data monografi Desa Parbubu II Tahun 2006-2007, jumlah penduduk di desa Parbubu II sebanyak 737 jiwa yang terdiri dari 278 orang laki-laki dan 459 orang perempuan.Di desa ini terdapat 174 kepala keluarga. Jumlah janda di Desa Parbubu II tercatat 19 orang sampai tahun 2007. Di desa ini lebih banyak jumlah perempuan dibandingkan laki-laki.

(48)

perempuan jarang diijinkan merantau karena perempuan biasanya diharapkan mengurus urusan rumah oleh orang tuanya sedangkan laki-laki yang pergi bekerja mencari nafkah. Jadi keinginan merantau lebih diprioritaskan untuk laki-laki.

Tab el 3

Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia Di Desa Parbubu II

No Golongan Usia Jumlah Penduduk

1. 0-5 Tahun 61 Orang

2. 6-12 tahun 83 orang

3. 13-18 tahun 90 orang

4. 19-25 tahun 76 orang

5. 26-35 tahun 89 orang

6. 36-45 tahun 82 orang

7. 46-55 tahun 70 orang

8. 56-65 tahun 86 orang

9. 66-75 Tahun 56 orang

10. 76 tahun ke atas 54 orang

(49)

Tab el 4

Komposisi Penduduk Usia Produktif (18 s/d 55 Tahun) Di Desa Parbubu II

No. Jenis Kelamin Jumlah

1. Laki-laki 150

2. Perempuan 157

Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

2.5.3. Pendidikan

Di Desa Parbubu II walaupun rata-rata masyarakatnya sudah mengecap pendidikan minimal SD, tetapi pendidikan di Desa ini lebih diutamakan untuk anak laki-laki karena dianggap anak laki-laki lah yang kelak menjadi pemimpin dan mencari nafkah keluarga sehingga memerlukan pendidikan yang bagus sebagai modal baginya.

(50)

Pemberian pendidikan sejak dulu lebih diutamakan pada anak laki-laki, anak laki-laki diberikan ijin untuk bersekolah bahkan bila diperlukan mereka dapat merantau untuk mencari ilmu. Hal ini mungkin salah satu penyebab para perempuan janda di desa ini memliki keahlian terbatas, hanya pada keahlian bersawah dan bertenun saja. Latarbelakang pendidikan yang hanya rata-rata SD membatasi ruang gerak perempuan untuk bekerja di sektor lain, ini juga pembatasan kemandirian perempuan akibat budaya yang telah terbangun sejak dahulu di masyarakat Batak Toba.

Tab el 5

Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikannya Di Desa Parbubu II

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk

(51)

2.5.4. Mata Pencaharian

Penduduk Desa Parbubu II sebagian besar bekerja sebagai petani dan selebihnya bekerja sebagai peternak, pegawai negeri sipil, karyawan swasta, pedagang, supir, pekerja bangunan, dan lain sebagainya. Dari semua jenis pekerjaan yang ada di desa ini, para perempuan janda yang ada di desa ini sebagian besar bekerja sebagai petani. Pekerjaan ini sebenarnya merupakan pekerjaan berat dan biasanya dilakukan oleh para laki-laki tetapi perempuan di desa ini dapat mengerjakan sawah seorang diri. Hal ini membuktikan bahwa perempuan yang selama ini dipandang sebagai mahluk yang lemah dibandingkan laki ternyata dapat mengerjakan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh laki-laki. Dalam hal pekerjaan lain yang disediakan di desa ini, para perempuan ini sulit mendapatkan akses untuk memilih pekerjaan lain dikarenakan adanya keterbatasan pendidikan, keahlian serta modal yang dimiliki oleh para perempuan ini.

(52)

Tab el 6

Komposisi Jumlah Penduduk Desa Parbubu Ii Menurut Profesinya

No. Profesi Jumlah

1. Petani 82 Orang

2. Peternak 3 Orang

3. Pegawai Negeri Sipil 19 Orang

4. Karyawan Swasta 39 Orang

5. Pedagang 35 Orang

6. Sopir/Kenek 8 Orang

7. Pekerja Bangunan 18 Orang

8. Lain-lain 39 Orang

Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

2.5.5.Agama

(53)

ditemukan janda yang bercerai karena suaminya telah meninggal. Tidak ada ditemukan janda yang cerai hidup atau janda yang memiliki anak tanpa suami. Hal ini disebabkan karena agama yang dianut oleh masyarakat di desa ini tidak memperbolehkan adanya perceraian.

Perempuan yang telah menjadi janda di desa ini, memiliki perkumpulan ibadah yang dilaksanakan satu kali dalam seminggu. Di dalam perkumpulan ini selain melakukan doa bersama juga mereka dapat saling bercerita tentang kesusahan yang mereka alami di dalam kehidupan mereka. Karena setelah ditinggal oleh suami mereka, secara otomatis beban mereka akan bertambah banyak. Dalam perkumpulan ini mereka dapat memperoleh hiburan dari masalah-masalah mereka sehari-hari.

Tab el 7

Komposisi Penduduk Menurut Agama Di Desa Parbubu II

No. Islam Jumlah Penduduk

1. Islam 1 Orang

2. Protestan 737 Orang

3. Katolik -

4. Hindu -

(54)

6. Aliran Kepercayaan 4 Orang

Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

2.6. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana yang tersedia di suatu desa akan sangat membantu perkembangan masyarakat di desa itu. Adanya sarana dan prasarana yang memadai dari pemerintah masyarakat akan lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya.

2.6.1. Sarana Ibadah

(55)

Tab el 8

Komposisi Sarana Agama Di Desa Parbubu II

No. Sarana Keagamaan Jumlah

1. Mesjid -

2. Surau / Mushola -

3. Gereja 1

4. Kuil / Pura -

Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

2.6.2. Sarana Kesehatan

(56)

Tab el 9

Komposisi Sarana Kesehatan Di Desa Parbubu II

No. Sarana Kesehatan Jumlah

1. Rumah Sakit -

2. Puskesmas / Pustu 1

3. Poliklinik 1

4. Pos Yandu 1

5. Prakter Dokter -

6. Apotik -

7. Toko Obat -

(57)

Tabel 10

Komposisi Pelayan Kesehatan Di Desa Parbubu II

No. Petugas Pelayan Kesehatan Jumlah

1. Dokter 1

2. Perawat 2

3. Bidan 2

Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

2.6.3. Sarana Perekonomian Desa

Sarana perekonomian di Desa Parbubu II membatu masyarakat memenuhi kebutuhannya, seperti warung-warung yang ada di desa ini menjual keperluan dapur serta bahan makanan sehingga masyarakat tidak perlu pergi ke kota untuk sekedar membeli keperluan-keperluan kecil.

(58)

Tab el 11

Komposisi Sarana Perekonomian Desa Di Desa Parbubu II

No. Sarana Perekonomian Desa Jumlah

1. Pasar -

2. Koperasi a. KUD

b. Simpan Pinjam

1 -

3. Toko / Kios / Warung 10

4. Lumbung Desa -

5. Bank BPR -

Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

Tabel 12

Komposisi Sarana Pemerintahan Desa Parbubu II

No. Sarana

Pemerintahan Desa

Jumlah Status

Kepemilikan

1. Kantor Kepala Desa 1 Pribadi

2. Balai Desa 1 Meminjam

3. Gedung Pertemuan Lain 1 Sewa

(59)

2.7. Organisasi Kemasyarakatan

Organisasi Kemasyarakatan yang ada di Desa Parbubu II ini menjadi wadah bagi masyarakat untuk bersosialisasi dengan orang lain. Organisasi kemasyarakatan ini juga dimanfaatkan oleh para janda-janda ini untuk tetap membina hubungan baik dengan masyarakat lain.

Seperti dalam persatuan marga-marga yang ada di desa ini, para janda masuk ke dalam organisasi marga-marga ini untuk tetap mempererat hubungan dengan keluarganya atau dengan keluarga suaminya. Mengikuti perkumpulan marga ini, ia akan tetap dianggap ada oleh keluarga suaminya walaupun keberadaannya sekarang tidak begitu diperhatikan dibandingkan sewaktu suaminya masig hidup.

2.8. Sekilas Mata Pencaharian Bertenun

Masyarakat Desa Parbubu II mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai petani, dimana laki-laki dan perempuan berprofesi sebagai petani. Kaum perempuan masyarakat Desa Parbubu II mengisi waktu selain bertani dengan kegiatan menenun kain ulos.

(60)

pencaharian utamanya sebagai petani, mata pencaharian sebagai petani dalam hal ini bergantung kepada musim dan biaya produksi yang tinggi sehingga menenun menjadi satu-satunya pilihan mata pencaharian tambahan selain bertani.

Mata pencaharian dengan menenun kain ulos yang dilakukan oleh kaum perempuan di Desa Parbubu II juga disebabkan oleh mata pencaharian dengan bertani yang dilakoni oleh mereka terkadang mengalami kegagalan (gagal panen) yang disebabkan oleh faktor musim, cuaca, dan lain sebagainya. Untuk mengatasi pendapatan yang tidak menentu yang diperoleh dengan cara bertani, kaum perempuan memilih untuk menenun kain ulos untuk mendapatkan penghasilan yang tetap.

Tabel 13

Komposisi Kegiatan Kemasyarakatan Yang Ada Di Desa Parbubu II

No Organisasi Kemasyarakatan Jumlah

1. Kelompok Tani 4

2. LKMD 1

3. Lembaga Partungkoan 1

4. Karang Taruna 2

5. Lembaga-lembaga Adat a. L.A.D.N

b. Persatuan marga-marga

(61)

6. Klub-klub olahraga -

7. Kelompok-kelompok seni -

Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

2.8.1 Penduduk Yang Bertenun

Kota Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara memiliki jenis ulos yang berbeda dengan Kota Siantar dan Balige maupun daerah lainnya, para penenun di Kota Tarutung masih menggunakan alat tenun sebagai fungsi utama mendapatkan ulos yang kuat dan tebal, hal ini terletak pada benangnya. Mereka menyebut benang tersebut dengan sebutan benang ipahan, benang yang belum diolah menjadi ulos. Sebelum benang dijadikan kain makanya awal prosesnya adalah benang tersebut harus diberi kanji5

Berbeda dengan yang digunakan para penenun Pematang Siantar dan Balige, mereka menggunakan mesin sebagai alat tenun. Harga alat tenun yang digunakan mencapai hingga jutaan rupiah, karena itu apabila menggunakan mesin maka hasil kain ulos yang didapat juga sangat tipis berbeda dengan ulos yang ditenun di wilayah Tarutung, dengan jenis kualitas kain yang ada maka harga ulos dulu kemudian dipintal. Hal ini bertujuan agar benang yang akan dijadikan kain akan lebih kuat dan teksturnya lebih halus. Alat tenun yang digunakan terbuat dari kayu yang bisa dibeli jadi atau dibuat sendiri karena bahannya juga mudah didapat masyarakat dari hutan yang tidak jauh dari perkampungan mereka.

(62)

pun bervariasi. Ada yang mahal dan ada yang murah semua tergantung dengan kebutuhan dan juga kondisi ekonomi si pemakai. Setelah kain ulos siap, mereka memberikannya pada toko langganan mereka yang biasa menampung hasil tenunan mereka.

Khusus untuk mereka para penenun ulos dari Siantar harga perlembar ulos mereka bisa mencapai harga ratusan ribu rupiah. Setelah dari penampungan tersebut maka ulos kembali lagi disebarkan diseluruh daerah di Sumatera contohnya Balige, Pematang Siantar, Sidempuan, Tebing Tinggi dan sampai ke Kota Medan. Tetapi terkadang dengan adanya modernisasi maka ujung dari ulos mengalami perubahan dengan ditambahkannya berbagai jenis bordir dan juga payet. Permintaan tersebut bisa dilakukan oleh penenun juga tetapi dengan menaikkan harga dari biasanya tapi terkadang para penampung tersebut juga membuat sendiri tanpa bantuan dari penenun tersebut. Satu kain ulos biasa dikerjakan oleh penenun dalam tiga hari, sehingga dalam seminggu mereka bisa menghasilkan tiga lembar kain ulos.

Tetapi terkadang apabila para masyarakat khususnya para pekerja penenun ulos sedang melakukan kegiatan panen disawah maka minat jual mereka kepada

(63)

penenun tidak sedang melakukan kegiatan menenun ulos. Sedangkan apabila mereka tidak melakukan kegiatan memanen dan kembali untuk menenun ulos maka harga yang diberikan para agen penampung ulos relatif kecil.

Ulos pun menjadi barang yang penting dan dibutuhkan semua orang kapan saja dan di mana saja, hingga akhirnya karena ulos memiliki nilai yang tinggi di tengah-tengah masyarakat Batak dibuatlah aturan penggunaan ulos yang di tuangkan dalam aturan adat, misalnya

ulos hanya di berikan kepada kerabat yang di bawah kita, misalnya

natoras tu ianakhon (orang tua kepada anak).

ulos yang di berikan haruslah sesuai dengan kerabat yang akan di beri

ulos, misalnya ragihotang diberikan untuk ulos kepada hela (menantu

laki-laki).

Sedangkan menurut penggunaanya :

Siabithonon (dipakai ke tubuh menjadi baju atau sarung) digunakan ulos

ragidup, sibolang, runjat, jobit dan lainnya.

Sihadanghononhon (diletakan di bahu) digunakan ulos sirara, sumbat,

bolean, mangiring dan lainnya.

Sitalitalihononhon (pengikat kepala) digunakan ulos tumtuman,

mangiring, padang rusa dan lain-lain. (dalam Sitompul, 2003:53)

(64)

untuk memberi kehangatan bagi tubuh pada saat berada pada udara yang sangat dingin.

Ulos sudah menjadi lambang kehangatan yang sudah mengakar di dalam budaya Batak. Namun juga menjadi tantangan bagi budaya Batak di masa depan, karena cara pandang dan penghargaan anak-anak muda masa depan sangat berbeda dengan para orang tua yang sempat merasakan berharganya nilai ulos dalam kekerabatan. Akan sangat banyak tantangan masa depan yang akan menghimpit “niat maradat” bagi generasi muda masa depan. Seperti masalah keuangan, penggunaan waktu, perkembangan pola pikir praktis, berkurangnya rajaparhata6

Ulos bintang maratur, ulos ini merupakan ulos yang paling banyak

kegunaannya di dalam acara-acara adat Batak Toba, beberapa diantaranya yakni: kepada anak yang memasuki rumah baru. Memiliki rumah baru (milik sendiri) adalah merupakan suatu kebanggaan terbesar bagi masyarakat Batak Toba, keberhasilan membangun atau memiliki rumah baru di anggap sebagai salah satu bentuk keberhasilan atau prestasi tersendiri yang tak ternilai harganya. Tingginya penghargaan kepada orang yang telah berhasil membangun dan memiliki rumah baru adalah karena keberhasilan tersebut di anggap merupakan suatu berkat dari . Keberagaman ulos juga memiliki jenis dan juga fungsi. Beberapa

jenis dan fungsi ulos adalah ulos Antakantak, ulos ini dipakai sebagai selendang orang tua untuk melayat orang yang meninggal, selain itu ulos tersebut juga dipakai sebagai kain yang dililit pada waktu acara manortor (menari).

(65)

Tuhan yang maha Esa yang di sertai dengan adanya usaha dan kerja keras yang bersangkutan di dalam menjalani kehidupan.

Keberhasilan membangun atau memiliki rumah baru adalah merupakan situasi yang sangat menggembirakan, oleh karena itu ulos ini akan diberikan kepada orang yang sedang berada dalam suasana bergembira. Orang Batak yang tinggal dan menetap di berbagai puak/horja di sekitar Tapanuli telah memiliki adat dan kebiasaan yang berbeda pula, walaupun konsep dan pemahaman tentang adat itu secara umum adalah sama, namun pada hal-hal tertentu ada kalanya memiliki perbedaan dalam hal pemaknaan terhadap nilai dan konsep adat yang ada sejak turun-temurun, oleh karena itu pemberian ulos bintang maratur khusus di daerah Silindung di berikan kepada orang yang sedang bergembira dalam hal ini sewaktu menempati atau meresmikan rumah baru.

Secara khusus di daerah Toba ulos ini diberikan waktu acara selamatan usia kehamilan tujuh bulan yang diberikan oleh pihak hulahula kepada anaknya. Ulos ini juga di berikan kepada pahompu (cucu) yang baru lahir sebagai parompa (gendongan) yang memiliki arti dan makna agar anak yang baru lahir itu di iringi kelahiran anak yang selanjutnya, kemudian ulos ini juga di berikan untuk pahompu (cucu) yang baru mendapat baptisan di gereja dan juga bisa di pakai sebagai selendang.

Ulos mangiring, ulos ini dipakai sebagai selendang. Ulos ini juga

(66)

dipergunakan sebagai parompa (alat gendong) untuk anak. Sedangkan ulos pinuncaan merupakan kain ulos uang terdiri dari lima bagian yang ditenun secara terpisah yang kemudian di satukan dengan rapi hingga menjadi bentuk satu ulos.

Dalam kehidupan masyarakat Batak Toba ulos memiliki beberapa kegunaan, antara lain:

• Dipakai dalam berbagai keperluan acara-acara duka cita maupun suka cita,

dalam acara adat ulos ini dipakai/ disandang oleh raja-raja adat.

• Dipakai oleh rakyat biasa selama memenuhi beberapa pedoman misalnya,

pada pesta perkawinan atau upacara adat di pakai oleh suhut sihabolonon/ hasuhuton (tuan rumah).

• Kemudian pada waktu pesta besar dalam acara marpaniaran (kelompok

istri dari golongan hulahula), ulos ini juga di pakai/dililit sebagai kain atau hohophohop oleh keluarga hasuhuton (tuan rumah).

Ulos ini juga berfungsi sebagai ulos passamot pada acara perkawinan.

Ulos passamot di berikan oleh orang tua pengantin perempuan (hulahula) kepada kedua orang tua pengantin dari pihak laki-laki (pangoli). Sebagai pertanda bahwa mereka telah sah menjadi saudara dekat.

(67)

memberikan mandar hela (sarung menantu) yang menunjukkan bahwa laki-laki tersebut tidak boleh lagi berperilaku layaknya seorang laki-laki lajang tetapi harus berperilaku sebagai orang tua, dan sarung tersebut dipakai dan dibawa untuk kegiatan-kegiatan adat.

Ulos ragi huting. Ulos ini sekarang sudah jarang dipakai, konon pada

jaman dulu sebelum Indonesia merdeka, anak perempuan (gadis-gadis) memakai ulos ragi huting ini sebagai pakaian sehari-hari yang dililitkan di dada (hobahoba)

yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah seorang putri (gadis perawan) Batak Toba yang beradat. Seiring dengan berjalannya waktu ada juga ulos yang jarang dipakai dalam berbagai acara adat batak. Hal ini karena ulos

sudah tidak diproduksi lagi, seperti ulos raja, ulos ragi botik, ulos gobar, ulos saput (ulos yang digunakan sebagai pembungkus jenazah), dan ulos sibolang.

Berdasarkan pengamatan lapangan, dimana mata pencaharian masyarakat Desa Parbubu II sebagai penenun kain ulos, terdapat 83 orang yang menjadi penenun ulos dimana 10 diantaranya bekerja pada kilang ulos di Desa Parbubu II yang menjadi informan penelitian ini.

(68)

Penelitian ini juga mendapatkan bahwa pengetahuan menenun ulos selain diperoleh secara turun-temurun juga dapat diperoleh melalui mengikuti kegiatan ulos yang banyak dilakukan pada kilang pembuatan ulos, pada umumnya ini dilakukan oleh kaum perempuan yang tidak mendapatkan pengetahuan menenun ulos secara turun-temurun.

(69)

BAB III

DESKRIPSI ULOS

3.1. Sejarah Ulos

Perkembangan ulos tidak terlepas dari perjalanan sejarah yang senantiasa melekat padanya. Ulos yang sekarang pastilah berjalan linear dengan perkembangan ulos pada masa lalu. Perkembangan ulos juga tidak terlepas dari folklore yang melekat padanya, yang bahkan hingga saat ini masih diyakini oleh

sebahagian masyarakat Batak.

Beberapa ahli memperkirakan bahwa kerajinan ulos sudah masuk ke tanah Batak sejak abad ke-147

7 Proses kerja lapangan yang penulis lakukan mendapatkan informasi bahwa kerajinan kain tenun adalah suatu bagian dari persebaran kebudayaan, hal ini dibuktikan dengan diketemukannya beberapa kesamaan motif, pola hingga tata cara pembuatannya.

Gambar

Gambar 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat 5 strategi penting dalam pengembangan ekonomi kreatif di Kabupaten Deli Serdang, diantaranya: lebih memperkenalkan produk usaha kreatif kepada masyarakat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Ulos memiliki nilai estetika seni visual dan sejarah kebudayaan yang unik, sehingga dapat menarik perhatian masyarakat

Pardiman yang mengisi berbagai acara program budaya untuk pengembangan ekonomi kreatif tidak merasakan dampak positif terhadap kreativitasnya.. Bahkan terdapat kesan

Terdapat 5 strategi penting dalam pengembangan ekonomi kreatif di Kabupaten Deli Serdang, diantaranya: lebih memperkenalkan produk usaha kreatif kepada masyarakat

“Wirausaha Aksesoris (Studi Etnografi Strategi Ekonomi Kreatif di Pasar UD Pajus Baru Medan)” yang menjadi judul dari skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: BATIK MOTIF MEDAN DALAM EKONOMI KREATIF

Pariwisata dan Ekonomi Kreatif adalah salah satu sektor terbesar di dunia, yang mendorong pembangunan sosio- ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Sektor ini memainkan peran

Hasil analisis korelasi memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan lokasi dan karakteristik hunian dengan perubahan sosial ekonomi, dimana 6