KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN
KEMAMPUAN DAYA INGAT PADA LANJUT USIA
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh
DIAN HARSIWI INDRIANI 20110310198
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
i
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN
KEMAMPUAN DAYA INGAT PADA LANJUT USIA
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh
DIAN HARSIWI INDRIANI 20110310198
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN KTI
HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN
KEMAMPUAN DAYA INGAT PADA LANJUT USIA
Disusun oleh:
DIAN HARSIWI INDRIANI 20110310198
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 05 Agustus 2016
Dosen pembimbing Dosen penguji
Dr. Tri Pitara Mahanggoro S.Si. M.Kes dr. Ratna Indriawati, M.Kes
NIK : 19680606199509 173 012 NIK : 197208200101 173 038
Mengetahui,
Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Dian Harsiwi Indriani
NIM : 20110310198
Program Studi : S1 Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 05 Agustus2016 Yang membuat pernyataan,
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga dapat terselesaikan pembuatan Karya Tulis Ilmiah
berjudul “Hubungan antara Berpikir Positif dengan Kemampuan Daya Ingat pada Lanjut Usia” dengan baik. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Kedokteran Umum Program Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Dr. Tri Pitara Mahanggoro, S.Si., M.Kes., selaku dosen pembimbing Karya
Tulis Ilmiah
2. dr. Ratna Indriawati, M.kes., selaku dosen penguji Karya Tulis Ilmiah.
3. Kedua orang tuaku tersayang, Hartono, A.Md., Tasiyah, S.P dan adikku
tercinta Cynthia Dwi Mayayustika yang selalu memberi dukungan setiap saat.
4. Panti Sosial Tresna Werdha Unit Budhi Luhur yang telah bersedia untuk
menjadi tempat pengambilan data responden.
5. Pratifi Nurleili, Fajar Megasari S.ked, Zedda Mia Kautsari S.ked, Esty
Mampuni Pangastuti S.ked, dan Farah Fauzia S.ked yang senantiasa selalu mendukung dan membantu.
6. Teman-teman kelompok Karya Tulis Ilmiah ; Fajar Megasari S.Ked, Kania
Agustina S.Ked, Nafi Udin S.ked dan Zidna Salma Nahdia.
7. Operalis Tri Widyaningsih, S.P., Renyka Sucipta Kadhi S.Pd., Pinta S.H.I dan
dr. Novita Wulandari yang senantiasa mendukung.
8. Teman-teman Pendidikan Dokter UMY angkatan 2011.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini dan
v
Mohon kritik dan saran dari pembaca.Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua.Amin.
Yogyakarta, 05Agustus 2016 Peneliti
vi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
INTISARI ... ix
1. Definisi Berpikir Positif ... 6
2. Manfaat Berpikir Positif ... 7
3. Ciri-Ciri Individu Yang Berpikir Positif ... 7
B. Kemampuan Daya Ingat ... 8
1. Definisi Kemampuan Daya Ingat ... 8
2. Bentuk-Bentuk Daya Ingat ... 8
3. Jenis-Jenis Daya Ingat ... 10
4. Bentuk-Bentuk Daya Ingat ... 11
5. Teori-Teori Daya Ingat ... 13
6. Peran Fasilitas Simpatik dan Inhibisi Simpatik ... 13
7. Proses Pemasukan Memori Jangka Panjang ... 14
8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Memori ... 15
C. Lanjut Usia ... 15
D. Kerangka Konsep ... 17
E. Hipotesis ... 17
BAB III METODE PENELITIAN... 18
A. Desain Penelitian ... 18
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 18
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19
D. Variabel Penelitian ... 20
E. Definisi Operasional ... 20
F. Alat dan Bahan Penelitian ... 21
G. Jalannya Penelitian ... 21
vii
I. Analisis Data ... 23
J. Etik Penelitian ... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
A. HASIL PENELITIAN ... 27
B. PEMBAHASAN ... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
A.Kesimpulan ... 36
B.Saran ... 36
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi Usia Responden di PSTW ... 27
Tabel 4.2. Distribusi Jenis Kelamin Responden di PSTW... 28
Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden di PSTW ... 28
Tabel 4.4. Distribusi Jenis Pekerjaan Responden di PSTW ... 29
Tabel 4.5. Kelompok Berpikir pada Responden Penelitian ... 30
Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Daya Ingat Lansia ... 31
Tabel 4.7. Uji Normalitas Shapiro Wilk ... 32
Tabel 4.8. Uji Beda Mann Whitney ... 32
ix
HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN KEMAMPUAN DAYA INGAT PADA LANJUT USIA
Dian Harsiwi Indriani1, Tri Pitara Mahanggoro2
1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2Bagian Ilmu Fisiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
INTISARI
Seseorang dikatakan lanjut usia jika telah mengalami perubahan struktur dan fungsi tubuh secara alamiah. Perubahan kognitif pada usia lanjut diakibatkan perubahan pada fungsi otak.Perubahan fungsi otak pada lanjut usia meliputi penurunan terhadap kemampuan memecahkan masalah, penurunan daya ingat, dan penurunan kemampuan dalam pengambilan keputusan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan latar belakang dari permasalahan tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lanjut usia.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelatif. Populasi dalam penelitian ini adalah lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Sampel dalam penelitian ini adalah lanjut usia yang memiliki rentang usia 60-70 tahun dengan jumlah 47 orang. Pengambilan sampel menggunakan metode total sampling.Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir positif dan kemampuan daya ingat pada lansia.
Perhitungan statistik hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji hubungan Pearson Correlation menunjukan perolehan nilai p (sig) = 0,000. Nilai p (sig) bernilai kurang dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara berpikir positif dengan daya ingat pada seseorang dengan usia lanjut.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha.Lansia yang berpikir positif memiliki skor daya ingat yang lebih baik dibandingkan lansia dengan pola pikir negatif.
x
RELATIONSHIP BETWEEN POSITIVE THINGKING WITH THE ABILITY OF MEMORY IN THE ELDERLY
Dian Harsiwi Indriani1, Tri Pitara Mahanggoro2
1Medico UMYPart of Health Sciences FK UMY2Departement of Physiology
Faculty of Medical Medical and Health Science of Muhammadiyah University of Yogyakarta
ABSTRACT
Elderly has complex changes in the structure and function of the body in the naturally way. Cognitive changes in the elderly due to changes in brain function. Those changes are include a decrease of the ability to solve problems, memory loss, and decreased ability in decision-making in performing daily
activities. Based on the background of those problems, this research has purpose to determine the relationship between positive thinking with the ability of memory fungction in the elderly
This study uses a correlative analytic design. Population in this study were elderly in Tresna Elderly Social Institution of Budhi Luhur Yogyakarta, Bantul, Yogyakarta. Sample in this research are the elderly who had an age range of 60
-70 years consist of 47 people. This study using total sampling method. Variables used in this research are the ability to think positively and the ability of memory in the elderly.
Statistic calculation of hypothesis testing using Pearson Correlation test shows the result of the acquisition p value (sig) = 0.000. The p-value (sig) value is
less than 0.05, so we can conclude that there is a significant relationship between positive thinking with the ability of memory in the elderly.
Results of this study we can conclude that there is a relationship between positive thinking with the ability of memory in the elderly in Social Institutions of Tresna Werdha. Elderly who think positive has better memory score than the elderly with negative thought patterns.
RELATIONSHIP BETWEEN POSITIVE THINGKING WITH THE ABILITY OF MEMORY IN THE ELDERLY
Dian Harsiwi Indriani1, Tri Pitara Mahanggoro2
1Medico UMY Part of Health Sciences FK UMY2Departement of Physiology Faculty of Medical
Medical and Health Science of Muhammadiyah University of Yogyakarta
ABSTRACT
Elderly has complex changes in the structure and function of the body in the naturally way. Cognitive changes in the elderly due to changes in brain function. Those changes are include a decrease of the ability to solve problems, memory loss, and decreased ability in decision-making in performing daily activities. Based on the background of those problems, this
research has purpose to determine the relationship between positive thinking with the ability of memory fungction in the elderly
This study uses a correlative analytic design. Population in this study were elderly in Tresna Elderly Social Institution of Budhi Luhur Yogyakarta, Bantul, Yogyakarta. Sample in this research are the elderly who had an age range of 60-70 years consist of 47 people. This study
using total sampling method. Variables used in this research are the ability to think positively and the ability of memory in the elderly.
Statistic calculation of hypothesis testing using Pearson Correlation test shows the result of the acquisition p value (sig) = 0.000. The p-value (sig) value is less than 0.05, so we can
conclude that there is a significant relationship between positive thinking with the ability of memory in the elderly.
Results of this study we can conclude that there is a relationship between positive thinking with the ability of memory in the elderly in Social Institutions of Tresna Werdha. Elderly who think positive has better memory score than the elderly with negative thought patterns.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Martono, 2011 (Untari dan Rohmawati, 2014) hasil survei pertumbuhan lanjut
usia di Indonesia sebesar 414 % dari tahun 1995-2050. Angka ini merupakan angka
pertumbuhan terbesar di Asia yang diinformasikan oleh world health organization (WHO).
Hasil survei yang dilakukan oleh BPS didapatkan data jumlah penduduk di Indonesia
35.072.097 untuk rentang usia 45-59 tahun sedangkan menurut Soepardi (2011) dalam Untari
dan Rohmawati (2014), penduduk lanjut usia di Indonesia akan mencapai 11,3 % atau 28,8 %
pada tahun 2020. Sejak tahun 1995 penduduk Indonesia terutama lanjut usia mengalami
peningkatan sebesar 7%, dan beberapa daerah yang mengalami peningkatan penduduk
tersebut antara lain Jawa Tengah sebesar 8,95%, Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 12,5 %
dan yang terakhir Jawa Timur sebesar 9,46 % (Suardiman, 2011 dalam Untari dan
Rohmawati, 2014).
Seseorang dikatakan lanjut usia jika sudah mengalami perubahan struktur dan fungsi
tubuh secara alamiah. Perubahan yang dialami lanjut usia secara normal tidak akan
menimbulkan masalah tetapi jika perubahan ini terjadi secara tidak normal dapat
mengganggu sebagian atau seluruh kemampuan yang dimilikinya (Aswin, 2003 dalam
Santoso dan Rohmah (2013)).
Menurut Azizah, 2011 (dalam Santoso dan Rohmah, 2013) perubahan struktur dan
fungsi tubuh yang dialami oleh lanjut usia secara bertahap berupa perubahan fisik, kognitif
Perubahan fungsi tubuh yang dialami lanjut usia berupa perubahan fisik yang
berhubungan dengan kemunduran pada beberapa fungsi dari organ tubuh. Beberapa sistem
organ tubuh yang mengalami penurunan seperti sistem kardiovaskuler, respirasi, pencernaan,
perkemihan, syaraf, reproduksi dan panca indra. Penurunan fungsi ini dapat menyebabkan
lanjut usia mudah sakit (Maryam, 2008 dalam Santoso dan Rohmah, 2013).
Perubahan Psikososial pada usia lanjut berupa perubahan terhadap peran sosialnya
dimasyarakat dan perubahan pada kepribadiannya. Penyebab dari perubahan ini, salah
satunya karena penurunan beberapa fungsi organ seperti fungsi indera baik penglihatan
maupun pendengaran yang menyebabkan para usia lanjut merasa terasingkan dari
lingkungannya (Stanley, 2006 dalam Santoso dan Rohmah, 2013).
Perubahan kognitif pada usia lanjut berupa perubahan pada fungsi otak. Perubahan
fungsi otak pada lanjut usia meliputi penurunan terhadap kemampuan memecahkan masalah,
penurunan daya ingat dan penurunan dalam pengambilan keputusan dalam melakukan
Berdasarkan hasil dari penelitian terakhir terhadap lanjut usia, didapatkan bahwa
penurunan dari fungsi kognitif dapat menyebabkan lanjut usia terutama yang wanita sulit
dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Zunzunegui et.al., 2003 dalam Santoso dan
Rohmah, 2013). Menurut Gill, et.al., 1997 (dalam Santoso dan Rohmah, 2013), perasaan
positif pada pria usia lanjut dapat menurunkan ketidakmampuan merawat diri sehari-hari.
Perasaaan positif dapat timbul dari pikiran yang positif pula. Berdasarkan uraian diatas,
sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut :
Artinya : Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani,
sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya) (QS.Al-Mukmin ayat 67).
Berdasarkan latar belakang di atas, penting diteliti tentang hubungan antara berpikir
positif dengan kemampuan daya ingat pada lansia.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dirumuskan masalah berupa apakah
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini secara umum untuk mengetahui hubungan antara berpikir positif
dengan kemampuan daya ingat pada lanjut usia.
2. Tujuan Khusus
Tujuan penelitian ini secara khusus untuk mengetahui kemampuan berpikir positif
pada lanjut usia.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Instansi Pendidikan
Manfaat penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut yang
berhubungan dengan lanjut usia.
2. Manfaat bagi Profesi
Manfaat penelitian ini bagi para dokter dapat digunakan sebagai dasar referensi dalam
menyiasati dan memberi saran-saran pada pasien lanjut usia.
3. Manfaat bagi Masyarakat
Manfaat dari penelitian ini agar supaya lanjut usia dapat menerapkan dan mempunyai
E. Keaslian Penelitian
No
. Judul Penelitian Sebelumnya Nama Peneliti dan Tahun Penelitian
Perbedaan Penelitian dan Metode yang Digunakan
1 Hubungan Antara
Berpikir Positif Dengan Harga Diri pada Lansia yang Tinggal di Panti Jompo di Bali
Andini dan
Supriyadi, 2013. Penelitian ini menggunakan variabel bebas yaitu berpikir positif dan variabel tergantung ialah harga diri
serta untuk metodenya,
menggunakan metode analisis non parametric dengan studi korelasional. Perbedaan dengan penelitian sekarang terletak pada variabel tergantung yang akan diteliti. Variabel tergantung dari penelitian sekarang adalah kemampuan daya ingat.
2 Berpikir Positif Dengan Harga diri pada Wanita
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Berpikir Positif
1. Definisi Berpikir Positif
Menurut Elfiky, 2008 (dalam Dwitantyanov dan Sawitri, 2010) berpikir positif
adalah cara pandang dan emosi seseorang yang lebih mengarah kepada hal-hal yang
positif, baik yang ada pada dirinya, orang lain maupun lingkungan serta masalah yang
sedang dihadapi. Salah satu penelitian, berpikir positif dapat diukur dengan angket skala
Likert yang dikemukakan oleh Albrecht, 1980 (dalam Damayanti dan Purnamasari, 2011)
ialah :
1) Perhatian positif ialah kemampuan tiap individu untuk mengubah semua hal negatif yang ada pada dirinya menjadi hal-hal yang positif.
2) Afirmasi diri ialah seseorang yang dapat memperlihatkan kelebihan yang ia miliki.
3) Penggambaran diri apa adanya ialah seseorang yang dapat menerima kekurangan yang ada pada dirinya dan dapat mengubah kekurangan tersebut menjadi kelebihan.
4) Penyesuaian diri ialah seseorang yang dapat menerima keadaannya dengan baik dan bersosialisasi dengan lingkungannya.
5) Harapan positif ialah keyakinan yang tertanam pada diri masing-masing orang untuk menggapai kesuksesan yang dikehendaki dan berusaha menyelesaikan masalah yang
ada.
2. Manfaat Berpikir Positif
Sawitri, 2010) membuktikan bahwa kebiasaan berpikir negatif menyebabkan rendahnya
harga diri seseorang. Berpikir positif dapat membuat seseorang dapat bertahan dari hal
-hal yang memicu terjadinya stres (kivimaki dkk, 2005, h.413 dalam Dwitantyanov;
Hidayati; Sawitri, 2010). Menurut Fordyce (dalam Seligman dkk, 2005, h.419 dalam
Dwitantyanov; Hidayati; Sawitri, 2010) menjelaskan bahwa peningkatan kemampuan
dalam menyelesaikan berbagai tugas atau masalah suatu individu, dipengaruhi oleh
kondisi dari psikologis yang positif pada individu tersebut. Menurut Hill dan Ritt, 2004
(dalam Dwitantyanov; Hidayati; Sawitri, 2010) menyatakan bahwa seseorang yang
berpikir positif dapat memberi sugesti yang positif pada dirinya untuk menghadapi
kegagalan dan membangkitkan motivasi diri seseorang.
3. Ciri-Ciri Individu yang Berpikir Positif
Individu yang berpikir positif, memiliki beberapa kriteria tertentu sebagai berikut:
a. Percaya dengan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa
b. M e n g h i n d a r i berbagai perilaku negatif seperti sombong, menggunjing, mengadu domba dan sebagainya.
c. Mengerahkan seluruh potensi yang dimilikinya, seseorang memiliki cara pandang, tujuan dan alasan menginginkan sesuatu, kapan serta bagaimana cara
mendapatkannya.
d. S e s e o r a n g yang memiliki keyakinan dan gambaran tentang sesuatu secara positif.
e. Seseorang yang dapat mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi.
f. Belajar dari masalah yang ada atau masalah yang sedang dihadapi.
g. M a s a l a h atau kesulitan yang ada diselesaikan dengan baik.
menghadapi berbagai tantangan hidup.
i. In d i v i d u yang memiliki cita-cita dalam hidupnya dan memperjuangkan apa yang dicita-citakan serta sabar dalam menghadapi segala tantangan untuk menggapai hal
yang telah dicita-citakan.
j. M e m i l i k i kepandaian dalam bersosialisasi dan suka membantu orang lain (Dwitantyanov; Hidayati; Sawitri, 2010).
B. Kemampuan Daya Ingat
1. Definisi Kemampuan Daya Ingat
Menurut Drever (dalam Raharjo, 2009) ingatan ialah sesuatu yang abstrak dan
menggambarkan karakter dari kehidupan baik berupa sifat dan tingkah laku yang akan
datang serta merupakan rekaman sejarah seseorang. Kemampuan daya ingat adalah
kemampuan seseorang untuk menerima masukan data berupa gambar atau tulisan dari
luar lalu menyimpannya dalam pikiran dan jika suatu saat diperlukan ditimbulkan
kembali dari ingatan.
2. Bentuk-Bentuk Daya Ingat
Secara fisiologi, ingatan dibagi menjadi 2 bentuk yaitu eksplisit dan implisit.
Ingatan eksplisit atau ingatan deklaratif, berhubungan dengan kesadaran serta retensinya
bergantung pada hipokampus dan bagian lain dari lobus temporalis medial otak. Ingatan
implisit atau ingatan non-deklaratif tidak berhubungan dengan kesadaran dan retensinya
tidak diproses di hipokampus (Ganong, W.F., 2015).
Ingatan eksplisit adalah ingatan tentang pengetahuan faktual, orang, tempat dan
(misalnya kata, aturan dan bahasa) dan ingatan episodik berupa kejadian. Ingatan
eksplisit dapat berubah menjadi ingatan implisit setelah ingatan tersebut dikuasai dengan
baik (Ganong, W.F., 2015).
Ingatan implisit dibagi menjadi 4 macam berdasarkan pentingnya melatih
keterampilan motorik refleksif atau keterampilan perseptual yaitu :
a. Priming adalah fasilitasi pengenalan kata atau benda yang sebelumnya telah dipelajari dan bergantung pada neurokorteks. Contohnya mengingat kata dengan cara subyek
diberi tahu beberapa huruf awal dari kata tersebut.
b. Prosedural adalah ingatan yang diperoleh dari keterampilan dan kebiasaan yang secara otomatis masuk ke alam bawah sadar manusia. Jenis ingatan ini diproses di
striatum.
c. Associative learning (belajar asosiatif) berkaitan dengan classical conditioning dan
operant conditioning yaitu pembelajaran mengenai hubungan antara suatu rangsangan
dengan rangsangan yang lainnya. Jenis ingatan ini bergantung pada amigdala untuk
respon emosinya dan serebelum sebagai respon motorik.
d. Belajar non-asosiatif mencakup beberapa hal seperti habituasi (kebiasaan) dan sensitisasi serta bergantun pada beberapa jalur refleks (Ganong, W.F., 2015).
3. Jenis Daya Ingat
Ingatan digolongkan berdasarkan jenis informasi yang disimpan berupa ingatan
deklaratif dan ingatan keterampilan. Ingatan deklaratif adalah beragam detail dari
pemikiran yang terintegrasi seperti ingatan berupa pengalaman yang penting meliputi:
a. Ingatan tentang keadaan sekelilingnya,
c. Ingatan yang berhubungan dengan penyebab dari pengalaman tersebut,
d. Ingatan yang berhubungan dari makna pengalaman tersebut,
e. Ingatan berupa kesimpulan seseorang yang berada dalam pikiran orang lain.
Ingatan keterampilan berhubungan dengan aktivitas motorik tubuh seseorang,
seperti keterampilan yang terbentuk untuk memukul bola tenis, ini termasuk ingatan
otomatis pada (1) pandanagn kearah bola, (2) menghitung, hubungan dan kecepatan bola
ke raket, (3) mengambil kesimpulan dengan cepat dari pergerakan tubuh, lengan dan
raket yang dibutuhkan untuk memukul bola seperti yang diinginkan-semua hal ini
teraktivasi segera berdasarkan permainan tenis yang telah dipelajari sebelumnya
-kemudian beralih ke pukulan berikutnya seraya melupakan detil dari pukulan sebelumnya
(Guyton and Hall, 2008).
4. Tipe-Tipe Daya Ingat
Menurut Ahmadi, 1991 (dalam Raharjo, 2009) yang mempengaruhi cepat
lambatnya seseorang dalam menerima stimulus adalah sebagai berikut:
a. Tipe visual adalah seseorang yang menerima stimulus dari luar, jauh lebih cepat dengan cara melihat obyeknya.
b. Tipe auditif adalah individu yang menerima stimulus dari luar, jauh lebih cepat dengan cara mendengarkan obyeknya.
c. Tipe taxtual adalah seseorang yang menerima stimulus dari luar, jauh lebih cepat dengan cara meraba obyeknya.
d. Tipe campuran adalah seseorang yang dengan cepat menerima stimulus dengan campuran dari ketiga hal diatas baik visual, auditif dan taxtual.
waktu yang dibutuhkan untuk memunculkan kembali stimulus ialah :
a. Short Term Memory (ingatan jangka pendek) adalah sebuah tempat penyimpanan informasi dengan jumlah yang terbatas dan waktu yang sempit atau hanya beberapa
detik saja. Atau ingatan yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit,
kecuali jika ingatan ini diubah menjadi ingatan jangka panjang (Guyton & Hall,
2008).
Seseorang yang sudah tidak memikirkan informasi tersebut maka informasi ini
akan terbuang sebelum masuk ke memori jangka pendek atau tidak akan bertahan
lebih dari 30 detik. Cara yang dapat digunakan untuk memasukkan informasi yang
didapat bisa dengan menyebutkan secara berulang kali atau latihan dalam
pembelajaran. Latihan dalam pembelajaran sangat penting untuk membuat informasi
tersebut dapat tertinggal dimemori jangka pendek yang kemudian dapat dipindahkan
ke memori jangka panjang.
b. Long Term Memory (memori jangka panjang) adalah ingatan yang sekali disimpan dapat diingat kembali selama bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup (Guyton &
Hall, 2008). Sebuah tempat penyimpanan informasi seseorang dengan kapasitas yang
lebih besar dan waktu penyimpanan yang sangat lama. Beberapa teori meyakini
bahwa individu tidak pernah melupakan informasi yang terdapat dalam memori
jangka panjang, tetapi individu hanya kehilangan kemampuan untuk menemukan
informasi yang telah tersimpan dalam ingatannya.
Rosnaeni, 2009).
5. Teori-Teori Ingatan
Menurut Walgito, 2001 (dalam Sitanggang, 2009) ada dua teori yang berhubungan
dengan masalah dalam penyimpanan ingatan yaitu :
a. Teori Atrofi (Teori disense) adalah teori yang menitikberatkan pada lamanya interval. Berdasarkan teori ini, kelupaan terjadi karena memori yang sudah lama tidak diingat
kembali dan lama-kelamaan akan mengendap serta menjadi terlupakan.
Sebagai contoh: seseorang yang sudah lama tidak menggunakan ototnya, maka otot
-otot tersebut akan mengalami penurunan atau bahkan tidak dapat menjalankan
fungsinya dengan baik, pada akhirnya akan menyebabkan kelumpuhan atau sulit
digerakkan pada ototnya.
b. Teori Interfensi adalah teori yang menitikberatkan pada isi dari interval. Teori ini menjelaskan bahwa lupa dapat terjadi karena ingatan yang saling bercampur satu
sama lain dan dapat mengganggu atau mengacaukan ingatan yang lain sehingga dapat
menimbulkan lupa.
6. Peran Fasilitasi Sinaptik dan Inhibisi Sinaptik
Secara fisiologi, ingatan tersimpan dalam otak dan cara memunculkan ingatan ini
dengan mengubah sensitivitas dari penjalaran sinaptik yang berada di antara neuron
-neuron sebagai akibat aktivitas neural sebelumnya. Jejak ingatan (memory traces) adalah
jaras yang baru atau jaras yang terfasilitasi. Jaras-jaras yang menetap ini sangat penting
untuk menimbulkan ingatan yang sudah ada dengan pengaktifan secara selektif di pikiran
(Guyton & Hall, 2008).
timbul pada semua tingkat sistem saraf. Proses mengingat salah satunya terjadi perubahan
pada respon medula spinalis yang diakibatkan oleh refleks-refleksnya terhadap aktivasi
medula yang berturut-turut. Ingatan jangka panjang diperoleh dari hasil perubahan
penghantaran sinaptik di pusat-pusat otak bagian bawah. Ingatan yang berhubungan
dengan intelektual, didasarkan pada jejak ingatan yang terdapat di korteks serebri
(Guyton & Hall, 2008).
7. Proses Pemasukan Informasi ke Memori Jangka Panjang Menurut Atkinson dan
Shiffrin
a. Informasi yang masuk atau diterima oleh memori sensori dengan waktu penyimpanan sekitar satu detik. Apabila informasi yang datang dapat dipahami selajutnya ditransfer
ke memori jangka pendek dengan durasi 15-30 detik tetapi penyimpanan tidak akan
terjadi jika memori yang datang tidak dapat dipahami atau tidak memiliki makna.
b. Informasi yang dapat dipertahankan pada memori jangka pendek selanjutnya akan ditransfer ke memori jangka panjang.
c. Tahap terakhir proses ini, informasi yang telah tersimpan dimemori jangka panjang maka tersimpan secara permanen di dalam ingatan. Apabila suatu saat informasi ini
dibutuhkan maka dapat diakses dengan mentransfer informasi tersebut ke memori
jangka pendek untuk dimunculkan dalam kesadaran (Guyton & Hall, 2008).
8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Memori
Menurut Gunawan, 2003 (dalam Sitanggang, 2009) beberapa faktor yang
mempengaruhi memori atau ingatan adalah :
a. Interfensi atau gangguan
maka akan mengacaukan proses pemasukan informasi tersebut.
b. Tidak Fokus
Informasi yang terlalu banyak dapat menyebabkan terpecahnya perhatian sehingga
pemasukan informasi ke dalam memori akan terganggu.
c. Fisik yang lelah
Saat kondisi fisik tidak memungkinkan atau dalam keadaan lelah maka akan
mempengaruhi pemasukan informasi ke dalam memori.
C. Lanjut Usia 1. Definisi Lansia
Lanjut usia adalah individu yang mengalami perubahan struktur dan fungsi tubuh
secara fisiologis (Aswin, 2003 dalam Santoso dan Rohmah, 2011).
Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi 4 kreteria
umur ialah :
a. Usia pertengahan (middle age) 46-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) 60-74 tahun
c. Tua (old) 75-90 tahun dan
d. Usia sangat tua (very old) yaitu usia diatas 90 tahun (Efendi, 2009 dalam Wahyuningsih, 2014).
2. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lanjut Usia
Menurut Achir, Y.C.A., 2001 (dalam Mahayyun, 2008) ada beberapa perubahan
a. Perubahan Fisik dan motorik
Lanjut usia lebih cepat mengalami perubahan fisik ditandai dengan :
1)Sistem Kardiovaskuler: pompa jantung pada lanjut usia mengalami peningkatan sehingga dapat menimbulkan tekanan darah meningkat.
2)Keseimbangan : gangguan keseimbangan juga terjadi pada lanjut usia sehingga menyebabkan mudah jatuh.
3)Kekuatan mengalami penurunan : lanjut usia sering kali mengalami penurunan kekuatan otot.
4)Kecepatan dalam bergerak mengalami penurunan sehingga gerakan menjadi lamban.
b. Perubahan Aspek Psikososial lanjut Usia
Menurut Sutarto dan Cokro, 2005 (dalam Wahyuningsih, 2014) lanjut usia
mengalami perubahan psikososial berupa penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Menurut Pranarka, (2006) penurunan fungsi kognitif diikuti dengan penurunan
kemampuan dalam meningkatkan fungsi intelektual, kurang efektif dalam
menyampaikan informasi ke otak menyebabkan informasi melambat dan banyak pula
informasi yang hilang saat transmisi, kemampuan mengumpulkan informasi baru
mengalami penurunan sehingga menyebabkan kemampuan dalam mengingat kejadian
masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja
terjadi.
Kegagalan lanjut usia dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi
menyebabkan lanjut usia mengalami depresi. Kejadian depresi meningkat seiring
teman. Menaruh angka depresi pada lanjut usia perlu diberikan motivasi dan
dukungan moril. Motivasi dan dukungan moril yang diberikan lanjut usia berguna
untuk mengembalikan perannya sehingga lansia merasa masih dibutuhkan serta angka
kejadian depresi dapat menurun secara perlahan (Santoso dan Ismail, 2009 dalam
Wahyuningsih, 2014).
D. Kerangka Konsep
E. Hipotesis
Kebiasaan lanjut usia yang berpikir positif memiliki daya ingat lebih tinggi
dibandingkan lanjut usia yang berpikir negatif.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain berupa analitik korelatif dengan tujuan untuk
mengetahui hubungan antara variabel yang akan diteliti. Variabel penelitian ini yaitu variabel
bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah berpikir positif dan
variabel terikatnya adalah kemampuan daya ingat.
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah lanjut usia dengan rentang usia 60-70 tahun yang
tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur Kasihan, Bantul,
Yogyakarta .
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah lanjut usia yang memiliki rentang usia 60-70 tahun.
Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling.
Purposive sampling adalah pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar
pertimbangan peneliti saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada
dalam anggota sampel yang diambil (Nasution, 2003).
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus :
n = N/1+N(d²)
keterangan : N = besarnya populasi
d = tingkat kesalahan diinginkan (10%)
n = N/1+N(d²)
= 88/1 + 88{(10/100)²}
= 88/1+0,88
= 88/1,88
= 47
Jadi, jumlah sampel responden dibulatkan menjadi 47 orang.
Sampel penelitian ini memiliki kreteria sebagai berikut:
a. Kreteria Inklusi
lanjut usia pria dan wanita yang memiliki rentang usia 60-70 tahun.
b. Kreteria Eksklusi
lanjut usia yang mengalami demensia
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur
Kasihan, Bantul, Yogyakarta pada bulan Oktober - November 2015.
D. Variabel Penelitian
Penelitian ini memiliki dua variabel yaitu variabel independent (variabel bebas) berupa
berpikir positif dan variable dependent (variabel terikat) ialah kemampuan daya ingat.
E. Definisi Operasional
1) Berpikir Positif
Berpikir Positif adalah cara pandang dan emosi seseorang yang lebih mengarah
kepada hal-hal yang positif, baik yang ada pada dirinya, orang lain maupun lingkungan
serta masalah yang sedang dihadapi (Elfiky, 2008, h.269 dalam Dwitantyanov; Hidayati;
Sawitri, 2010).
Skala pengukuran yang digunakan untuk variabel berpikir positif adalah skala
Likert. Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
persepsi seseorang yang berhubungan dengan kejadian sosial. Skala ini memiliki skor
penilaian berdasarkan keperluan analisis kuantitatif. Misalnya : sangat setuju/ setuju/
sangat positif diberi skor 5, selanjutnya setuju/ sering/ positif diberi skor 4 dan seterusnya
(Pusat Penelitian Teknik Informatika, 2010).
2) Kemampuan Daya Ingat
Kemampuan daya ingat adalah kemampuan seseorang untuk menerima masukan
data berupa gambar atau tulisan dari luar kemudian menyimpannya dalam pikiran dan
jika suatu saat diperlukan ditimbulkan kembali dari ingatan (Raharjo, 2009).
Penelitian kemampuan daya ingat menggunakan kuesioner tingkat kognitif atau
kuesioner Mini Mental Stage Examination (MMSE). Kuisioner MMSE adalah kumpulan
pertanyaan untuk mengukur skor daya kognitif (pertanyaan dan sistem skoring terlampir).
Jumlah skor maksimal jawaban dari daftar pertanyaan kuisioner MMSE adalah 30. Hasil
dari perhitungan dimasukan dalam 3 kategori sesuai klasifikasi kuisioner MMSE sebagai
berikut:
Nilai: 24 -30 : Daya ingat baik
Nilai: 0-16 : Daya ingat kurang baik
(Kolegium Psikiatri Indonesia, 2008).
F. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah inform
consent (IC) kuesioner yang diisi langsung oleh responden penelitian.
G. Jalannya Penelitian 1. Tahap Persiapan
a. Menyusun dan mengajukan proposal penelitian
b. Mengurus surat izin penelitian dari Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
c. Melakukan survei tempat atau lokasi penelitian dan melakukan pendekatan serta koordinasi kepada pihak pengurus panti Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit
Budhi Luhur Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
d. Mempersiapkan alat dan bahan penelitian yang diperlukan.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Melakukan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
b. Meminta kesediaan lanjut usia dengan rentang usia 60-70 tahun untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
c. Memberikan inform consent dan kuesioner berpikir positif serta kuesioner kemampuan daya ingat.
e. Menganalisa data yang sudah lengkap dan terperinci dengan uji yang sesuai
3. Tahap Penyusunan Laporan
a. Menyusun hasil dari analisa data ke pembahasan hasil
b. Membuat kesimpulan dan saran berdasarkan hasil yang telah didapatkan untuk pengembangan pengetahuan sebagai bahan masukan penelitian selanjutnya.
H. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas
Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu alat ukur
yang satu dengan alat ukur yang lain (Dahlan, 2013). Validitas dalam penelitian ini diukur
dengan rumus korelasi. Valid atau ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel
yang diuji, nilai p (dalam SPSS, ditunjukkan dengan nilai sig.) menunjukkan < 0,05 dan
tidak valid atau tidak bermakna jika nilai p > 0,05.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah menggunakan metode yang berbeda atau dua kali pengujian,
uji ini dilakukan untuk mengetahui hasil pengukuran sudah sesuai atau belum dengan
standard baku (Dahlan, 2013).
I. Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tahap penyuntingan data dan
informasi untuk mengendalian kualitas data. Pengelolahan data dilakukan dengan program
komputer SPSS versi 15.0 for Windows dan menggunakan uji statistik korelasi bivariate.
kemampuan daya ingat.
J. Etika Penelitian
Penelitian ini akan menjaga rahasia dari sampel yang akan diteliti dan apabila
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada siang hingga sore hari di Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) yang terletak di Kasongan, Bantul. PSTW memiliki 8 wisma yang terdiri atas
wisma A-H dengan penghuni rata-rata setiap wisma sejumlah 11 orang sehingga jumlah
seluruh penghuninya 88 orang. Wisma terdiri dari lansia pria dan wanita. Lansia perempuan
lebih banyak dibanding lansia laki-laki. Terdapat 55 orang lansia perempuan dan 33 orang
lansia laki-laki. Wisma A-C, F dan H berpenghuni lansia wanita sedangkan wisma D, E dan
G berpenghuni lansia pria.
Penghuni di panti memiliki beberapa alasan mengapa tinggal di panti tersebut.
Beberapa alasan para lansia tinggal di panti antara lain 1) lansia mengaku tidak memiliki
saudara dan penghasilan tetap. 2) lansia tidak ingin merepotkan anak atau sanak saudara. 3)
keinginan dari lansia sendiri. Sebagian besar penghuni di panti ini mendapatkan subsidi dari
pemerintah sehingga tidak mengeluarkan biaya awal dan iuran bulanan untuk masuk dan
dirawat di panti, tetapi ada sebagian kecil dari penghuni panti yang membayar iuran bulanan
untuk keperluan hidup selama tinggal di panti. Data ini diperoleh dari hasil survei yang
dilakukan pada subyek penelitian.
Penghuni PSTW diberikan beberapa pelayanan dan kegiatan sehari-hari agar tetap bisa
mengoptimalkan hari tua. Seluruh kegiatan yang ada di panti ini sudah memiliki jadwal yang
disesuaikan dengan kondisi semua penghuni. Kegiatan dimulai pukul 08.00 dan berakhir
pukul 12.00 selanjutnya bebas dari kegiatan yang dijadwalkan dari panti.
sebanyak tiga kali dalam satu hari dengan menu yang sesuai dengan kebutuhan gizi lansia.
(2) pelayanan kesehatan yang diberikan berupa pemeriksaan kesehatan rutin dilakukan
setiap hari Rabu. (3) pelayanan untuk psikis yaitu bimbingan psikologis secara kelompok
dan individu yang dilakukan setiap hari Rabu. (4) pelayanan sosial, bimbingan sosial yang
diberikan untuk lansia secara berkelompok dan individu serta pendampingan untuk lansia
terutama yang mengalami permasalahan di wisma. Selain pelayanan yang diberikan ada juga
beberapa kegiatan yang diberikan di panti seperti: 1) Kegiatan fisik berupa senam bugar
lansia yang dilaksanakan setiap hari kecuali hari Jumat dan Minggu. 2) Membersihkan
wisma yang dilakukan oleh semua penghuni pada hari Jumat.
Panti juga menyediakan kegiatan kerohanian atau peribadatan seperti pengajian untuk
penghuni yang beragama Islam dan kebaktian untuk penghuni yang beragama Kristen.
Selanjutnya memberikan beberapa keterampilan dan kesenian yang bisa diterapkan oleh para
penghuni panti berupa:
1) pembuatan kemocing, pembuatan pembersih kaki, pembuatan sapu dan menjahit.
A. Hasil Penelitian
1. Data Karakteristik Responden
Tabel 4.1. Distribusi Usia Responden di PSTW
Usia F %
Berdasarkan keterangan data pada tabel 4.1 diketahui bahwa lansia dengan rentang
usia 60-70 tahun terbanyak adalah berusia 67 tahun yaitu sebanyak 9 orang (19,1%).
Lansia dengan usia 69 tahun hanya ada 1 orang (2,1%). Total lansia yang digunakan
sebagai subyek penelitian ada sebanyak 47 orang. Subyek penelitian pada penelitian ini
menggunakan 47 lansia yang kemudian diberikan kuesioner guna mengetahui pola
berpikir lansia tersebut dan untuk mengetahui tingkat kognitif atau daya ingatnya.
Jenis kelamin lansia di PSTW terbanyak adalah perempuan. Berikut ini ditampilkan
dalam tabel distribusi frekuensi jenis kelamin lansia di PSTW
Tabel 4.2.Distribusi Jenis Kelamin Responden di PSTW
Jenis Kelamin F %
Laki-laki 18 38,3
Perempuan 29 61,7
Total 47 100,0
Tabel 4.2 ditunjukkan bahwa terbanyak responden berjenis kelamin perempuan
yaitu sebanyak 29 orang atau sebesar 61,7%. Lansia dengan jenis kelamin laki-laki ada
sebanyak 18 orang atau sebesar 38,3%.
Tabel 4.3.Distribusi Tingkat Pendidikan Responden di PSTW
Tingkat Pendidikan f %
Responden terbanyak memiliki tingkat status pendidikan tidak bersekolah yaitu ada
28 lansia atau setara dengan 59,6%. Tingkat pendidikan terendah dari 47 responden yang
ada adalah berpendidikan tingkat SMP yaitu sebanyak 2 orang atau sebesar 4,3%. Hasil
ini menunjukkan bahwa sebagian besar penghuni panti ini tidak sekolah. Alasan mereka
tidak sekolah karena keterbatasan ekonomi. Saat mudanya ditemukan di jalan dalam
keadaan tidak tahu keluarga dan asal
Tabel 4.4.Distribusi Jenis Pekerjaan Responden di PSTW
Jenis Pekerjaan f %
Bekerja Informal 29 61,7
Total 47 100,0
Data primer (2015)
Data yang diperoleh dari pengurus PSTW mengungkapkan bahwa lansia yang ada
di panti tersebut terbanyak awalnya di sektor informal yaitu ada 29 orang (61.7%). Lansia
tersebut berstatus sebagai ibu rumah tangga. Lansia dengan status pekerjaan formal
2. Hasil Pengukuran
a. Pengukuran Cara Berpikir
Pengukuran cara berpikir positif lansia dengan mengisi kuesioner pola berpikir
dengan jumlah 32 pertanyaan. Skor jawaban dari 32 pertanyaan tersebut berupa Skala
Likert dengan skoring nilai 1-4. Skor masing-masing dari 32 jawaban responden
ditampilkan dalam lampiran. Skor jawaban 32 pertanyaan tersebut kemudian
dijumlahkan. Nilai rata-rata menjadi batas pengukuran apakah responden termasuk
dalam kategori berpikir positif atau negatif sesuai dengan metode pengelompokan
skor Likert metode klasifikasi berdasarkan nilai median rerata seluruh sampel.
Nilai rata-rata yang diperoleh dari seluruh populasi sampel sebesar 91,46. Skor
yang berada di atas nilai rata-rata masuk ke dalam kategori berpikir positif sedangkan
untuk skor yang berada di bawah nilai rata-rata masuk dalam kategori berpikir
negatif. Berikut ini deskripsi data nilai pengelompokan cara berpikir dari subyek
penelitian dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5. Kelompok Berpikir pada Responden Penelitian
Pola
Berpikir F %
Negatif 25 53,2
Positif 22 46,8
Total 47 100,0
Data primer (2015)
Hasil dari pengukuran diketahui bahwa responden dengan pola pikir negatif
lebih banyak dibanding yang berpikir positif. Ada sebanyak 25 orang (53,2%) lansia
memiliki pola pikir yang negatif. Lansia dengan pola pikir positif dari 47 responden
b. Pengukuran Tingkat Kognitif
Kuesioner pengukuran tingkat kognitif atau daya ingat berupa pertanyaan dari
Kuisioner Mini Mental Stage Examination (MMSE). Kuisioner MMSE adalah
kumpulan pertanyaan untuk mengukur skor daya kognitif (pertanyaan dan sistem
skoring terlampir). Jumlah skor maksimal jawaban dari daftar pertanyaan kuisioner
MMSE adalah 30. Hasil dari perhitungan dimasukan dalam 3 kategori sesuai
klasifikasi kuisioner MMSE sebagai berikut:
Nilai: 24 -30 : Daya ingat baik Nilai: 17-23 : Daya ingat normal Nilai: 0-16 : Daya ingat kurang baik
Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Daya Ingat Lansia
Kategori F %
Daya ingat baik 5 10,6
Daya ingat normal 17 36,1
Daya ingat kurang baik 25 53,3
Total 47 100,0
Data primer (2015)
Perhitungan kategori daya ingat dari 47 lansia diketahui bahwa ada sebanyak 5
orang (10.6%) lansia yang memiliki daya ingat baik dengan perolehan skor antara 24
sampai 30. Lansia dengan daya ingat normal ada sebanyak 17 orang (36.1%) dengan
perolehan skor 17 hingga 23. Sebanyak 25 orang (53.3%) lansia berdaya ingat kurang
baik dengan perolehan skor antara 0 hingga 16.
Setelah melakukan pengelompokan pola pikir lansia menjadi dua kategori yaitu
positif dan negatif serta mengelompokan tingkat kognitif lansia menjadi tiga
kelompok yang terdiri dari daya ingat baik, normal, dan kurang baik, dilakukan
ingat lansia dan variabel kebiasaan pola berpikir dengan menggunakan SPSS.
Sebelum kedua uji tersebut perlu dilakukan uji normalitas Shapiro Wilk dengan hasil
yang disajikan pada tabel 4.7.
Tabel 4.7. Uji Normalitas Shapiro Wilk
p value Keterangan
0,000 Data terdisitribusi tidak normal
Hasil dari perhitungan yang disajikan pada tabel 4.7 diketahui bahwa p value
sebesar 0,000. Nilai p value = 0,000 (lebih dari 0,05) sehingga disimpulkan bahwa
data terdistribusi tidak normal. Distribusi data ini tidak normal maka harus diuji beda
dengan metode Mann Whitney. Hasil uji beda dengan metode Mann Whitney
ditunjukan dengan data seperti pada tabel 4.8
Tabel 4.8. Uji Beda Mann Whitney
Statistics Daya Ingat
Mann-Whitney U 98,500
Wilcoxon W 504,500
Z -3,694
Asymp. Sig (2-tailed) 0,000
Hasil tabel 4.8. ditemukan nilai test statistik p = 0,000 maka hipotesis diterima,
berarti terdapat perbedaan signifikan pada kemampuan daya ingat lansia yang
berpikir positif dan negatif. Uji hipotesis hubungan antar variabel di dalam penelitian
ini menggunakan alat uji statistik korelasi bivariate. Korelasi bivariate ini berguna
untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel. Berikut ini hasil dari uji
korelasi bivariate antara cara dan pola berpikir lansia terhadap kemampuan kognitif
Tabel 4.9.Hasil Uji Hubungan variabel dengan Pearson test
Correlations Berpikir positif Daya Ingat
N Berpikir positif 47 47
Pearson Correlation 1 0,653
Sig. (2-tailed) - 0,000
N Daya Ingat 47 47
Pearson Correlation 0,653 1
Sig. (2-tailed) 0,000 -
Tabel 4.9 menampilkan hasil uji dengan menggunakan Pearson Correlation
dengan perolehan nilai p = 0,000. Nilai p bernilai kurang dari 0,05maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara berpikir positif dengan
daya ingat.
B. Pembahasan
Hasil dari penelitian diketahui bahwa ada 25 lansia atau sekitar 53,2% masuk dalam
kategori berpikir negatif, sedangkan sisanya sebanyak 22 lansia atau sekitar 46,8% masuk ke
dalam kategori berpikir positif. Hasil perhitungan daya ingat lansia mayoritas masuk dalam
kategori daya ingat kurang baik sebanyak 25 orang (53.3%). Dominasi jumlah lansia dengan
daya ingat kurang baik dan pola pikir negatif selaras dengan data yang menunjukan bahwa
mayoritas lansia di panti ini juga memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yaitu tidak
bersekolah (59,6%) serta sedikitnya jumlah lansia dengan latar belakang memiliki pekerjaan
formal dan mapan yang hanya berjumlah 6,4% di sektor pegawai. Sementara 61,7% sisanya
bekerja di sektor informal.
Lansia yang berada di PSTW mayoritas dikategorikan berpikir negatif dikarenakan
lansia memiliki pendidikan yang rendah sehingga mempengaruhi pekerjaannya. Selain itu,
mempengaruhi daya ingat lansia. Lansia di PSTW yang mayoritas wanita juga menjadi
pengaruh dalam berpikir negatif dikarenakan wanita lebih banyak was-was atau khawatir atas
hal-hal yang belum terjadi.
Berdasarkan teori Hall dan Gardner (2012), tingkat pendidikan seorang individu turut
menentukan terbentuknya pola berpikir. Individu dengan pengalaman akses pendidikan tinggi
cenderung memiliki pondasi logika yang runtut, sudut pandang luas, kepercayaan diri yang
kuat dalam menghadapi masalah, serta pandangan optimis sehingga membentuk individu
dengan pola pikir positif dan konstruktif. Lebih dari separuh lansia yang menjadi responden
penelitian ini tidak bersekolah, hal ini menjadi potensi penghambat terbentuknya pola pikir
yang positif sehingga banyak ditemukan lansia dengan pola pikir negatif (53,2%).
Berdasarkan teori Nugroho (2011), pola pikir negatif terbentuk akibat dari tekanan dan
stressor yang tidak teratasi dengan baik. Lansia di panti sebagian besar memiliki latar
belakang tidak memiliki pekerjaan mapan di sektor formal dengan pendapatan finansial yang
memuaskan. Sebelum masuk di PSTW kondisi ini mempengaruhi keadaan pola pikir ke arah
negatif. Keadaan lansia di PSTW ini sesuai dengan pendapat Nugroho (2011), Kemampuan
menghadapi stress datang dari pola pikir positif dan rasa puas pada suatu pencapaian seperti
kemampuan memenuhi kebutuhan hidup lewat pekerjaan yang mapan, kehidupan keluarga
harmonis hingga masa tuadan interaksi lingkungan sosial yang heterogen.
Penelitian ini juga mengukur kemampuan daya ingat lansia berhubungan dengan jenis
pola pikir. Hasil yang didapat menunjukan banyak lansia memiliki pola pikir negatif (25
orang) dan skor daya ingat yang kurang memuaskan, sementara jumlah lansia dengan daya
ingat yang baik memiliki jumlah (22 orang) yang sedikit seperti halnya jumlah lansia dengan
(2009), Faktor yang menentukan terpeliharanya fungsi kognitif dan daya ingat seorang
dengan usia lanjut antara lain: kondisi riwayat kesehatan fisik dimasa lalu, tingkat potensi
intelegensi, jenis kepribadian, dampak sosio-kultural dan cara pola pikir.
Pola pikir negatif mendorong seseorang mengalami hambatan dalam memanfaatkan
potensi kecerdasan, penyesuaian perilaku, dan kemampuan daya tangkap memori jangka
panjang (Setiabudhi dan Hardiwinoto, 2004). Beberapa teori inilah yang menjadi dasar
pemahaman tentang hasil penelitian ini yang menunjukan hubungan antara pola pikir dan
daya ingat pada lansia. Hasil analisa menunjukan hubungan bernilai positif searah yang
berarti semakin baik (positif) pola pikir seorang lansia semakin baik pula kemungkinan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Terdapat hubungan antara berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha. Lansia yang berpikir positif memiliki skor daya ingat yang lebih
baik dibandingkan lansia dengan pola pikir negatif.
B. Saran
Disarankan pentingnya untuk perawatan kemampuan daya ingat dan pola berpikir pada
Lampiran 1
LEMBAR PERNYATAAN KESEDIAAN RESPONDEN
(INFORM CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
Telepon rumah / HP :
Dengan ini saya bersedia berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang
dilakukan oleh saudara Dian Harsiwi Indriani, sebagai peneliti dalam penelitian
berjudul “Hubungan antara Berpikir Positif dengan Kemampuan Daya Ingat pada
Lanjut Usia ” dengan suka rela tanpa paksaan dari siapapun.
Penelitian ini tidak akan merugikan saya atau berakibat buruk bagi saya dan
keluarga saya. Demikian surat persetujuan ini saya buat untuk digunakan
sebagaimana semestinya.
Yogyakarta, .../...2015
Responden
Lampiran 2
IDENTITAS DIRI
Nama/Inisial :
Usia :
Tanggal Lahir :
Status Pekerjaan :
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut ini sejumlah pertanyaan. Berikan tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban
yang sesuai dengan keadaan, perasaan, dan pikiran saudara dari empat pilihan yang
disediakan yaitu :
SS : bila anda merasa sangat sesuai dengan pertanyaan tersebut.
S : bila anda merasa setuju dengan pernyataan tersebut.
TS : bila anda merasa tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
STS : bila anda merasa sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Usahakan untuk tidak melewati satu nomorpun dalam memberi jawaban pada pertanyaan
Kuesioner Berpikir Positif dan Negatif
No Pertanyaan SS S TS STS
1. Saya akan menyelesaikan masalah yang saya
hadapi dengan pikiran positif.
2. Saya tetap tenang ketika berat badan saya
bertambah.
3. Saya melakukan perawatan wajah ke dokter kulit.
4. Produktivitas saya meningkat ketika saya
berolahraga (senam).
5. Saya senang berbagi pengalaman diri dengan
teman dan mendengarkan pengalaman mereka.
6. Meskipun pekerjaan saya banyak, saya akan
menyelesaikannya dengan baik.
7. Stamina yang saya miliki tidak kalah dengan
stamina orang yang lebih muda dari saya.
8. Saya tetap optimis dapat melakukan pekerjaan
meskipun umur saya sudah tidak muda.
9. Walaupun memiliki pekerjaan yang banyak, saya
yakin stamina saya tidak turun.
10. Saya tidak masalah dibilang tua.
11. Saya akan mempertimbangkan dengen matang
setiap keputusan yang saya buat.
12. Banyak orang yang melakukan perawatan diri dan
saya tertarik untuk melakukannya.
hari lebih dianjurkan dan saya melakukannya.
14. Saya tetap menjaga kesehatan karena saya tahu
sudah tidak muda lagi.
15. Umur saya tidak mempengaruhi pekerjaan yang
saya lakukan.
16. Saya lebih memilih mengalah untuk menghindari
pertengkaran dengan orang sekitar.
17. Saya akan marah saat orang menyinggung
penampilan saya.
18. Saya akan marah ketika orang lain
mempermasalahkan berat badan saya.
19. Saya tidak suka diatur orang lain yang berkaitan
dengan penampilan.
20. Saya tidak peduli dengan wajah saya yang mulai
keriput.
21. Saya enggan menghabiskan waktu untuk merawat
diri.
22. Saya tidak suka melihat pengalaman masa lalu.
23. Karena umur saya tidak muda lagi, saya malas
melakukan pekerjaan yang menjadi tugas saya.
24. Saya tidak bisa mengatasi perubahan-perubahan
fisik yang saya alami.
25. Ketika berjumpa dengan teman dijalan, saya tidak
menegur karena malu terhadap penampilan saya.
meskipun terdapat keriput diwajah.
27. Saya tidak mau menanyakan sesuatu yang tidak
dimengerti kepada orang yang lebih muda dari
saya.
28. Saya merasa dipandang aneh oleh orang
disekeliling saya.
29. Saya tidak peduli dengan tubuh saya saat ini.
30. Saya tidak mau terpengaruh melakukan perawatan
tubuh seperti orang lain.
31. Kalau boleh memilih saya tidak mau menjadi tua.
32. Saya tidak yakin bisa mengerjakan pekerjaan
Kuesioner Tingkat Kognitif (Daya Ingat)
No Pertanyaan Jawaban
Responden
Nilai Skor
1. Tahun berapa sekarang ?
Bulan berapa sekarang ?
Tanggal berapa sekarang ?
Hari apa sekarang ?
Musim apa sekarang ?
2. Dimana kita sekarang, negara apa ?
Kota apa ?
Kabupaten/kecamatan mana ?
Di tempat apa ?
Di ruangan apa ?
3. Sebutkan 3 buah nama benda (meja, kursi,
pintu). Tiap 1 detik responden diminta
untuk mengulangi ketiga nama benda
tersebut.
4. Hitung mundur dari 10 ke bawah dengan
mengurangi 2 berhenti setelah angka 2.
5. Tanya kembali ketiga nama benda yang
telah disebutkan sebelumnya diatas.
6. Apa nama benda ini ? (lihat responden
menunjuk dan menyebutkan nama benda,
tunjukkan 2 macam benda).
meminta anda mengulangi kata TIDAK,
JIKA, DAN, ATAU.
8. Katakan kepada responen untuk mengikuti
perintah berikut : “ambil kertas ditangan
anda, lipat dua dan letakkan di lantai”.
9. Katakan kepada responden : silahkan baca
tulisan ini dan lakukan apa yang anda
katakan “TUTUP MATA ANDA”.
10. Perintahkan pada responden untuk menulis
satu kalimat.
11. Perintahkan kepada responden untuk
menggambar dibawah ini :
Lampiran 3
Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-tailed). **.
NPar Tests
Mann
-
Whitney Test
Ranks
19 32,82 623,50
28 18,02 504,50
47 Berpikir
Negatif Positif Total Day a Ingat
N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsa
98,500 504,500 -3,694 ,000 Mann-Whitney U
Wilcoxon W Z
Asy mp. Sig. (2-tailed)
Day a Ingat
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN
KEMAMPUAN DAYA INGAT PADA LANJUT USIA
NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
DIAN HARSIWI INDRIANI
20110310198
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN
KEMAMPUAN DAYA INGAT PADA LANJUT USIA
Dian Harsiwi Indriani1, Tri Pitara Mahanggoro2 1
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2Bagian Ilmu Fisiologi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
INTISARI
Seseorang dikatakan lanjut usia jika telah mengalami perubahan struktur dan fungsi tubuh secara alamiah. Perubahan kognitif pada usia lanjut diakibatkan perubahan pada fungsi otak.Perubahan fungsi otak pada lanjut usia meliputi penurunan terhadap kemampuan memecahkan masalah, penurunan daya ingat, dan penurunan kemampuan dalam pengambilan keputusan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan latar belakang dari permasalahan tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lanjut usia..
Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelatif. Populasi dalam penelitian ini adalah lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Sampel dalam penelitian ini adalah lanjut usia yang memiliki rentang usia 60-70 tahun dengan jumlah 47 orang. Pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling. Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir positif dan kemampuan daya ingat pada lansia.
Pada perhitungan statistik hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji hubungan Pearson Correlation menunjukan perolehan nilai p (sig) = 0,000. Nilai p (sig) bernilai kurang dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara berpikir positif dengan daya ingat pada seseorang dengan usia lanjut.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha. Lansia yang berpikir positif memiliki skor daya ingat yang lebih baik dibandingkan lansia dengan pola pikir negatif.
RELATIONSHIP BETWEEN POSITIVE THINGKING WITH
THE ABILITY OF MEMORY IN THE ELDERLY
Dian Harsiwi Indriani1, Tri Pitara Mahanggoro2 1
Medico UMY Part of Health Sciences FK UMY 2Departement of Physiology Faculty of Medical Medical and Health Science of Muhammadiyah University of
Yogyakarta
ABSTRACT
Elderly has complex changes in the structure and function of the body in the naturally way. Cognitive changes in the elderly due to changes in brain function. Those changes are include a decrease of the ability to solve problems, memory loss, and decreased ability in decision-making in performing daily activities. Based on the background of those problems, this research has purpose to determine the relationship between positive thinking with the ability of memory fungction in the elderly
This study uses a correlative analytic design. Population in this study were elderly in Tresna Elderly Social Institution of Budhi Luhur Yogyakarta, Bantul, Yogyakarta. Sample in this research are the elderly who had an age range of 60-70 years consist of 47 people. This study using simple random sampling method. Variables used in this research are the ability to think positively and the ability of memory in the elderly.
In the statistic calculation of hypothesis testing using Pearson Correlation test shows the result of the acquisition p value (sig) = 0.000. The p-value (sig) value is less than 0.05, so we can conclude that there is a significant relationship between positive thinking with the ability of memory in the elderly.
From the results of this study we can conclude that there is a relationship between positive thinking with the ability of memory in the elderly in Social Institutions of Tresna Werdha. Elderly who think positive has better memory score than the elderly with negative thought patterns.
Keywords : Elderly, Positive Thinking, Memory
3
Pendahuluan
Seseorang dikatakan lanjut usia jika sudah mengalami perubahan struktur dan fungsi tubuh secara alamiah. Perubahan yang dialami lanjut usia secara normal tidak akan menimbulkan masalah, tetapi jika perubahan ini terjadi secara tidak normal dapat mengganggu sebagian atau seluruh kemampuan yang dimilikinya (Aswin, 2003 dalam Rohmah, Alfina Shofia Nur dan Santoso, Totok Budi, 2013). Menurut Azizah, 2011 (dalam Intani, Arum Cahya, 2013) perubahan struktur dan fungsi tubuh yang dialami oleh lanjut usia secara bertahap berupa perubahan fisik, kognitif dan psikososial.
Perubahan kognitif pada usia lanjut berupa perubahan pada fungsi otak. Perubahan fungsi otak pada lanjut usia meliputi penurunan terhadap kemampuan memecahkan masalah, penurunan daya ingat, dan penurunan dalam pengambilan keputusan dalam melakukan kegiatan aktivitas sehari-hari (Tamher, 2009 dalam Intani, Arum Cahya, 2013).
Berdasarkan hasil dari penelitian terakhir terhadap subjek lanjut usia, didapatkan bahwa penurunan dari fungsi kognitif dapat menyebabkan lanjut usia terutama yang wanita sulit dalam proses beradaptasi dengan lingkungannya (Zunzunegui et al., 2003 dalam Rohmah, Alfina Shofia Nur dan Santoso, Totok Budi, 2013). Menurut Gill, et al (1997), perasaan positif pada pria usia lanjut dapat menurunkan ketidakmampuan merawat diri sehari-hari. Perasaaan positif dapat timbul dari pikiran yang positif pula.Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dirumuskan masalah berupa apakah ada hubungan berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lanjut usia.
Tinjauan Pustaka