ANALISIS POLA KLASTER DAN ORIENTASI PASAR SENTRA BATIK DI KABUPATEN BANTUL
ANALYSIS OF CLUSTER PATTERNS AND MARKET ORIENTATION BATIK CENTER IN BANTUL
Oleh:
THOUMY FUTHU SOELAIMAN ABHAR 20110430089
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI
i
ANALISIS POLA KLASTER DAN ORIENTASI PASAR SENTRA BATIK DI KABUPATEN BANTUL
ANALYSIS OF CLUSTER PATTERNS AND MARKET ORIENTATION BATIK CENTER IN BANTUL
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Prasayarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Universitas Muhammaddiyah Yogyakarta
Oleh:
THOUMY FUTHU SOELAIMAN ABHAR 20110430089
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI
v MOTTO
“Man Jadda Wa Jadda”
Barang siapa yang bersunggu – sungguh maka akan mendapatkannya
Sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan
(QS. Al-Insyiroh ; 6-7)
Kata yang paling Indah bagi mat manusia adalah “IBU” dan panggilan yang
paling indah adalah “IBUKU”.Ini adalah Kata penuh harap dan cinta yang keluar
dari kedalaman hati paling dalam
(Kahlil Gibran)
vi PERSEMBAHAN
Sekripsi ini aku persembahkan untuk:
Kepada kedua Orang Tua Ku Alm. Bapak Abdul Ghafur dan Alm Ibu
Istiqlaliah yang selalu ku sayang dan memberikan yang terbaik. Kasih
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
INTISARI ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
UCAPAN TERIMA KASIH ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR SKEMA ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat Penelitian ... 9
xiii
A. Landasan Teori ... 10
1. Pengertian Industri ... 10
2. Konsep Aktivitas Industri ... 11
3. Sentra Industri ... 12
4. Klaster Induatri ... 14
5. Jenis Klaster ... 19
6. Keterkaitan Industri... 20
7. Pola Klaster Markussen ... 22
8. Manfaat Klaster ... 29
9. Orientasi Pasar ... 30
B. Penelitian Terdahulu ... 33
C. Kerangka Pemikiran ... 36
D. Hipotesis ... 38
E. Metode Penelitian... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41
A. Obyek/Subyel Penelitian ... 41
B. Jenis Data ... 40
C. Teknik Pengambilan Data ... 42
D. Teknik Pengumpulan Data ... 43
1. Metode Survey ... 43
2. Metode Literatur ... ... 43
E. Variabel Penelitian dan Devinisi Oprasional Variabel ... 43
xiv
1. Uji Validitas ... 48
2. Uji Reabilitas... 49
G. Uji Hipotesis dan Analisi Data ... 50
1. Analisi Diskriptif... 50
a. Analisi Statistik Deskriptif ... 51
b. Analisi Klaster ... 51
2. Analisis logistik... 52
a. Uji Kelayakan Model ... 56
b. Mnenilai Keseluruan Model (Overal Model Fit) ... 56
c. Uji Hipotesis Parsial ... 57
BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ... 58
A. Keadaan Wilayah dan Letak Geografis ... 58
B. Kondisi Industri Kecil Menengah di Kabupaten Bantul ... 60
C. Perkembangan Industri Batik di Kabupaten Bantul ... 60
D. Profil Sentra Batik ... 62
E. Karakteristik Responden ... 64
1. Responden Berdasarkan Umur ... 64
2. Resonden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65
3. Resonden Berdasarkan Umur Perusahaan ... 65
4. Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 67
5. Responden Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja ... 68
6. Tingkat pendidikan Tenaga Kerja ... 69
xv
8. Pelatian Usaha ... 71
9. Nilai Penjualan ... 72
10. Jaringan Dengan Pemasok Bahan Baku... 73
11. Jaringan Pembeli Terbesar ... 74
12. Jaringan Keaktifan Berpromosi ... 75
13. Orientasi Pasar ... 77
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 79
A. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 79
1. Uji Validitas ... 79
2. Uji Reliabilitas ... 80
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan... 81
1. Analisi Pola Klaster ... 81
2. Analisi Regresi Logistik... 90
3. Uji Wald ... 95
4. Pengujian Hipotesis... 97
BAB VI PENUTUP ... 111
A. Kesimpulan ... 111
B. Saran ... 112
C. Katerbatasan Penelitian ... 113
DAFTAR PUSTAKA ... 114
xvi
DAFTAR TABEL
2.1. Matrik Pola Klaster Markussen ... 27
2.2. Matrik Penelitian Terdahulu ... 34
3.1. Klasifikasi Jaringan Pemasok dan Pembeli... 47
3.2. Klasifikasi Intensitas Promosi ... 48
3.3. Keterangan Persamaan ... 55
4.1. Daftar Kecamatan di Kabupaten Bantul ... 58
4.2. Desa di Kecamatan Imogiri ... 59
4.3. Desa di Kecamatan Pandak ... 60
4.4. Daftar Sentra Batik Bantul ... 63
4.5. Jumlah Responden Berdasarkan Umur ... 64
4.6. Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65
4.7 Jumlah Perusahaan Berdasarkan Umur Perusahaan ... 67
4.8. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 66
4.9. Jumalah Tenaga Kerja di Sentra Industrik Batik Kabupaten Bantul ... 68
4.10. Pendidikan Tenaga Kerja Pada Sentra Industri Batik Kabupaten Bantul ... 69
4.11. Jumlah Perusahaan di Sentra Batik Kabupaten Bantul ... 70
4.12. Pelatian Usaha Pada Sentra Industri Batik Kabupaten ... 71
4.13. Nilai Penjualan Pada Sentra Industri Batik Kabupaten Bantul ... 72
4.14. Presentase Jaringan Pemasok Bahan Baku ... 73
4.15. Presentase Jaringan Pembeli Terbesar ... 74
xvii
4.17. Orientasi Pasar ... 77
5.1. Hasil Uji Validitas ... 79
5.2. Hasil Uji Reliabilitas ... 81
5.3. Penggolongan Variabel Pola Klaster Markussen ... 89
5.4. Statistik Deskriptif Variabel Independen ... 91
5.5. Statistik Variabel Dummy ... 92
5.6. Deskriptif Kategori Keaktifan Promosi ... 93
5.7. Deskripsi Kategori Jaringan Pembeli Terbesar ... 93
5.8. Deskripsi Kategori Jaringan Pemasok Bahan Baku ... 94
5.9. Uji Kelayakan Model Hosmer and Lomeshow’s ... 95
5.10. Omnimus Test of Model Coefficients ... 96
5.11. Nilai Nagelkerke R Square ... 97
5.12. Hasil Uji Wald... 98
xviii
DAFTAR GAMBAR
1.1. Jumlah PDRB DIY dan Kabupaten Bantul Tahun 2010-2014 ... 3
1.2. PDRB Kabupaten Bantul Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014 ... 4
2.1. Distrik Masrshallian dan Varian ... 23
2.2. Distrik Hub dan Spoke ... 24
2.3. Distrik Satelit ... 25
4.1. Peta Lokasi Sentra Industri Batik di Kabupateb Bantul... 62
xix DAFTAR SKEMA
xx DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Gubernur
Lampiran 2 Surat Ijin BAPPEDA Kabupaten Bantul
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
Lampiran 4 Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Jaringan Promosi
Lampiran 5 Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Jaringan Pembeli
Terbesar
Lampiran 6 Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Jaringan Pemasok
Bahan Baku
Lampiran 7 Frekuensi Variabel Dummy
Lampiran 8 Statistik Deskripsi Vvariabel Independen
Lampiran 9 Hasil Regresi Logistik
Lampiran 10 Omnibus Test of Model Coefficent
Lampiran 11 Hosmer and Lamshow Test
Lampiran 12 Tabulasi Kuesioner
viii
ABSTRACT
The manufacturing sector is the biggest contributor to the GDP of Bantul in comparison with other sectors. Among leading manufacturing sectors in Bantul is batik industry. There are several places known as batik center in Bantul, they are Wijirejo, Wukirsari, and Girirejo. Batik center in Bantul has long been a long standing history. The batik expertise is inherited from ancient era of Mataram kingdom and has lots of pattern and style of production such as batik tulis (handwritten batik), batik cap (stamp batik), and batik kombinasi (combination batik). The industries of batik decrease every year so it is necessary to develop the batik industry in order to raise the revenue Bantul.
The purpose of this study is to analyze the cluster patterns and the factors that influence the market orientation in Bantul batik industry. The data used in this study is primary data from 46 respondents who are batik bussiness owner in Wijirejo, Wukirsari, and Girirejo collected through questionnaire. This study uses pattern cluster analysis and logistic regression Markussen.
From the results of research using cluster patterns Markussen, it can be concluded that the batik industries in Bantul follow the Marshallin pattern cluster and Hub and Spoke. Logistic regression analysis results in this study showed that of the seven independent variables, there is one variable that influence significantly to the market orientation. The influential variable is the amount of labor and the insignificant six variables are largest buyer network, network of promotion, network of raw material suppliers, business training, and the sales value.
vii INTISARI
Sektor industri pengolahan di Kabupaten Bantul memberikan sumbangan terbesar terhadap PDRB Kabupaten Bantul di bandingkan dengan sektor-sektor yang lainnya. Di kabupaten bantul banyak sektor-sektor unggulan salah satunya industri batik. Sentra batik di Kabupaten Bantul tersebar di beberapa tempat salah satunya sentra batik Wijirejo, sentra batik Wukirsari, dan sentra batik Girirejo. Sentra batik di Kabupaten Bantul sudah lama lama berdiri keahlian ini turun temurun darai jaman kerajaan mataram, dan memiliki banyak motif dan jenis batik yaitu batik tulis, batik kombinasi dan batik cap. Keterkaitan industri-industri batik kauman semakin menurun setiap tahunnya sehingga diperlukan pengembangan agar mampu meningkatkan pendapatan Kabupaten Bantul.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisi pola klaster dan faktor-faktor yang mempengarui orientasi pasar di industri batik Kabupaten Bantul. Data yang di gunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer yang di sebarkan kepada 46 responden pelaku usaha usaha batik di kabupateb Bantuk yang berada di sentra Wijirejo, Wukirsari, Girirejo yang menjadi objek penelitian dengan mealui daftar pertanyaan yang telah di siapkan dalam bentul kuesioner. Penelitian ini mengunakan analisi pola klaster markussen dan regresi logistik.
Hasil penelitian mengenai pola klaster markussen dapat di simpulkan bahwa sentra industri batik Kaupaten Bantul mengikuti pola klaster Marshallin dan Hub and spoke. Hasil analisi regresi logidtik pada penelitian ini menunjukkan bahwa dari tujuh variabel independen, terdapat satu variabel yang berpengaruh signifikan terhadaporientasi pasar. Yaitu variabel jumlah tenaga kerja dan enam tidak signifikan dan tidak berpengaruh terhadap orientasi pasar yaitu jaringa pembeli terbesar, jaringan promosi, jaringan pemasok// bahan baku, pelatian usaha, dan nilai penjualan.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini Paradigma konsep pembangunan ekonomi di Indonesia
berubah dari “government driver growth manjadi public driven growth”
mulai tahun 80 an. Dampak dari perubahan konsep tersebut pemerintah
pemerintah hanya hanya berperan sebagai pembuat kebijakan pembangunan
ekonomi dan pelaksanaannya di lakukan oleh masyarakat, tetapi
kenyataannya karena pola manajemen ekonomi makro Indonesia masih
serba sentralistik, mengakibatkan hanya sedikit masyarakat yang memiliki
modal besar atau konglomerat yang diutamakan dan mereka sangat
tergantung dengan proyek yang di lakukan pemerintah, sehinga berdampak
menghilangkan jiwa kerjasama dan kewirausahaan dan akhirnya
menyebabkan krisis ekonomi (Marsuki, 2005).
Saat ini Indonesia termasuk neraga yang berkembang dan salah
satu cirinya melakukan pembangunan di berbagai sektor untuk mewujutkan
perekonomian yang lebih baik. Tujuan pembangunan ekonomi untuk
menciptakan pemerataan pembangunan yang di rasakan masyarakat, dengan
meningkatkan kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan serta mampu
mengurangi ketimpangan antara daerah satu dengan daerah lainnya.
Industrialisasi adalah salah satu strategi untuk mempercepat pembangunan
2 pertumbuhan industri skala besar beralih menjadi pembangunan yang
bertujuan untuk kemakmuran masyarakat (Kuncoro, 2006).
Industri rumah tangga merupakan jenis usaha skala kecil yang sifatnya
memberdayakan masyarakan kecil melalui penyerapan tenaga kerja, apalagi
dalam kirisi ekonomi dan inflasi di berbagai faktor ekonomi lainnya. Di
Indonesia sektor industri kecil merupakan salah satu bentuk strategi
alternatif untuk mendukung pengembangan perekonomian dalam
pembangunan jangka panjang di Indonesia. Perannya terhadap pemerataan
dan kesempatan kerja untuk masyarakat dan peran terhadap pendapatan
devisa membuktikan Usaha kecil tidak hanya aktif tetapi produktif.
Pengembangan Industri kecil harus di merupakan topik yang harus dikaji
bertujuan untuk mengoptimalkan pengembangan industri (Megasari, 2014).
Pada setiap daerah memiliki kelebihan dan kekurangan di setiap
sektor tergantung letak geografis maupun sumber daya alam yang tersedia,
pada sektor industri itu di sebuat sebagai leading sektor, Sehingga Jika sektor Industri Kuat akan mempengaruhi sektor – sektor lainnya, sehingga
permasalahan kemiskinan, penganggurang dapat di atasi dan terjadi
3 Sumber: Data BPS diolah, 2016
Gambar 1. 1
Jumlah PDRB Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Bantul Tahun 2010-2014 (Juta Rupia)
Pada gambar 1.1 Dapat di lihat dari penyumbang PDRB tahun
2010 sampai 2014 mengalami perubahan yang signifikan, dapat dilihat
setiap tahun pendapatan PDRB mengalami peningkatan pada tahun 2010
64.678.968,2 meningkat pada tahun 2011 menjadi 68.049.449,2 sampai
tahun 2014 PDRB Propinsi Yogyakarta mencapai 79.557.248,0 hal ini di
sebabkan perokonomian Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami tren yang
positif. Sehingga meningkatkan PDRB. PDRB Kabupaten Bantul tahun
2011 sebesar 2.060.040 menjadi 2.011.903,8 pada tahun 2012. Tetapi
sampai tahun 2014 mengalami kenaikan kembali menjadi 2.224.275,1. Bisa
disimpulkan bahwa kebanyakan di Kabupaten Bantul mata pencarian
merupakan di industri pengolahan dan kebanyak industri pengolahan
merupakan usaha kecil dan menengah.
0,0 10.000.000,0 20.000.000,0 30.000.000,0 40.000.000,0 50.000.000,0 60.000.000,0 70.000.000,0 80.000.000,0 90.000.000,0
2010 2011 2012 2013 2014
Yogyakarta
4 Sumber: Data BPS diolah, 2016
Gambar 1.2
Kontruksi dan Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Kabupaten Bantul Tahun 2010-2014
Dari Gambar di atas dapat di simpulkan Kontruksi Sektor Industri
Pengolahan dari tahun 2010-2014 mengalami sedikit penurunan dari 16,2%
pada tahun 2010 dan 2011 turun menjadi 15 % di tahun 2012, 15,1 % di
tahun 2013 dan turun kembali pada tahun 2014 menjadi 15 %. Walaupun
mengalami penurun kontruksi Sektor Industri Pengolahan masih mejadi
andalan penyumbang PDRB terbesar di Kabupaten Bantul, penurunan ini di
sebabkan beberapa sektor lain penyumbang PDRB Kabupaten Bantul
mengalami kenaikan yang signifikan.
Sedangkan pertumbuhan sektor industri pengolahan pada tahun
2010 sebanyak 4,6 %, tahun 2011 menjadi 4,7 % mengalami sedikit
kenaikan. Sedangkan tahun 2012 Sektor Industri Pengolahan terjadi
penurunan sampai -2,3 % di karenakan tejadi pnurunan sumbangan PDRB
di subsektor industri makanan dan minuman, tahun 2013 mengalami
kenaikan pertumbuhan mencapai 6,3 % tetapi pada tahun 2014 mengalami
5 kawasan Eropa dan Asia pada tahun 2014 mengakibatkan sektor industri
pengolahan mengalami perlambatan pertumbuhan karena permintaan barang
berkurang khususnya industri tekstil dan manufaktur yang menjadi salah
satu komoditas ekspor Kabupaten Bantul.
Dari asumsi di atas dapat di simpulkan bahwa salah satu
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bantul adalah sektor industri
pengolahan, industri pengolahan selalu berhubunngan dengan Usaha Kecil
dan Menengah (UKM) karena penggerak krusial bagi pertumbuhan
ekonomi. UKM merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian
suatu Negara atau Daerah (Brata, 2003).
Di Kabupaten Bantul banyak sentra kerajinan UKM yang tersebar
di beberapa tempat seperti kerajinan kulit di Manding kerajinan gerabah dan
kerajinan batik di Giriloyo dan Wijirejo. Batik menjadi salah satu daya tarik
Kabupaten Bantul karena terdapan pembuatan batik turun temurun sejak
Kerajaan Mataram.
Industri kecil dan menengah sangat berperan dalam dalam
penyangga perekonomian masyarakat bawah, hal ini di tunjukka dengan
tanpa adanya proteksi dari pemerintah industri kecil masih dapat bertahan
dalam perekonomian saat ini. Pendekatan Klaster dinilai lebih efektif
mengingat jumlah IKM yang sangat banyak dan tersebar. strategi IKM
melalui Klaster (clustering) sudah terbukti di banyak negara mampu meningkatkan kemampuan inovasi dan daya saing global dari para pelaku
6 dapat lebih efisien dengan penguatan klaster yang akan meningkatkan daya
saing industri dan diharapkan dapat menghadapi persaingan global. Sejalan
dengan pendapat Pyke Sengeberger (Handayani dan Furqon, 2003).
Industri – industri yang berkumpul di dalam sebuah klaster dalam
ruang geografis tertentu akan menikmati keuntungan yang jauh besar bila di
bandingkan dengan industri yang berada di luar klaster (Marsall dalam
Yulianti, 2014).
Maka dari itu pembinaan dan pengembangan industri kecil merupakan
topik penting yang harus terus dikaji, disempurnakan dan ditingkatkan agar
penangananya lebih efektif. Secara khusus hal tersebut ditujukan upaya
untuk mengoptimalkan pembinaan dalam rangka pengembangan industri
kecil (Megasari, 2014).
Pada tanggal 2 oktober 2009 UNESCO mengukuhkan batik
merupakan warisan budaya tak benda asli Indonesia, hal ini menyebabkan
timbulnya kesadaran masyarakat untuk mengenakan batik dan berdampak
positif terhadab aspek pembuatan dan penggunaaan kain batik sebagai
warisan budaya tak benda.
Di Kabupaten Bantul memeliki beberapa sentra batik di antaranya
sentra batik Wijirejo, Girirejo, dan Wukirsari yang memiliki karakteristik
masing-masih dari corak, jenis batik, karakteristik wilayah.yang menjadi
7 Di Daerah Istimewa Yogyakarta banyak sekali objek wisata yang
tersebar di beberbagai kabupaten di Kabupaten Sleman, Gunung Kidul dan
Bantul, di Kabupaten Bantul banyak obyek wisata yang potensi yang cukup
besar seperti obyek wisata alam, wisata budaya, pendidikan, taman hiburan,
dan sentra industri kerajinan (handmade), sentra industri kerajinan di Kabupaten Bantul merupakan wujud fisik hasil budaya masyarakat dalam
memfaatkan potensi lokal yang ada baik sumber daya alam maupun sumber
daya manusianya. Salah satunya sentra industri batik tulis Dusun Giriloyo
Desa Wukirsari Kecamtan Imogiri (Pamulia, Ayu, 2014).
Di Indoensia kota yang terkenal dengan sentra pembuatan batik
yaitu Pekalongan, Solo dan Yogyakarta. Dewan Kerajinan Dunia atau
World Craft Council (WCC) menobatkan Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia atau 'World Batik City' bersama-sama dengan Dongyang di China yang juga dinyatakan sebagai 'World Woodcarving City' dan Donique di Chili yang dinyatakan sebagai 'World City of Chamanto'. Penobatan tersebut dinyatakan dalam bentuk pemberian Plakat Pengakuan yang diserahkan
WCC kepada GKR Pembayun mewakili ibundanya GKR Hemas selaku
Ketua Dekranasda Yogyakarta. Pengukuhan Yogyakarta sebagai World Craft City of Batik dideklarasikan dihadapan anggota dari WCC yang hadir lebih dari 50 di Tiongkok (http://www.krjogja.com).
Tidak dipungkiri lagi sudah banyak yang mengetahui keistimewaan
Dusus Giriloyo akan keasriannya dalam melestarikan batik tetapi tidak
8 dan Desa Wijirejo dengan jenis batik yang hampir sama, di Desa Wukirsari
dan Desa Girirejo memproduksi batik tulis maupun kombinasi beda lagi di
Desa Wijirejo, di tempat ini lebih berfariasi terdapat tiga jenis batik yaitu
batik tulis, batik cap dan batik kombinasi,. Berdasarkan uraian di atas, maka
penulis mengambil judul“ Analisi Klaster Dan Orientasi Pasar Di Sentra Batik Kabupaten Bantul ”.
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakan di atas,maka di dalam penelitian di
perlukan batasan pengetahuan, waktu, maka penulis membuat batasan atas
penelitian yang di lakukan:
1. Obyek penelitian hanya sentra batik di Kabupaten Bantul yaitu:
a. Sentra batik di Dusun Giriloyo desa Wukirsari Kecamatan
Imogiri kemudian disebut sentra batik Wukirsari,
b. Sentra batik di Dusun Pajimatan Desa Girirejo Kecamatan
Imogiri kemudian disebut dengan sentra batik Girirejo,
c. Sentra batik di Dusun Payan Desa Wijirejo Kecamatan Pandak
kemudian disebut dengan sentra batik Wijirejo.
2. Pembahasan dalam penelitian ini berkisar pada faktor – faktor yang
mempengarui potensi pengembangan industri batik tulis dengan
pendekatan klaster dan orientasi pasar.
3. Periode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data
9
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakan di atas yang sudah di jabarkan, maka di
dalam penelitian terdapat permasalahan yang mengenai potensi industri
batik tulis menggunakan pendekatan Klaster Yaitu:
1. Apakah industri batik tulis sudah terdapat formasi keterkaitan
(stakeholder) antara industri inti sehingga terbentuk Klaster yang maju.
2. Mengetahui faktor – faktor yang mempengarui orientasi pasar ekspor
pada sentra industri di sentra batik Wukirsari, Girirejo, Wijirejo.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hal – hal sebagi
berikut:
1. Untuk mengetahui sejauh mana formasi keterkaitan antara industri inti
maupun industri pendukung (stakeholdel) dalam industri di sentra batik Wukirsari, Girirejo, Wijirejo.
2. Unyuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi orientasi pasar
pada industri di sentra batik Wukirsari, Girirejo, Wijirejo.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian di atas yaitu memberikan konstribusi
kepada pengusaha dan pengkrajin tentang wawasan dan pengetahuan serta
manfaat pengembangan sentra industri dengan pendekatan Klaster dan
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Industri
Industri adalah kegiatan ekonomi dengan memproses atau
mengolah bahan – bahan atau barang mentah atau setengah jadi
dengan menggunakan sarana atau peralatan seperti mesin, untuk
menghasilkan barang jadi atau jasa, Sedangakan Menurut Undang –
Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2014 tentang
perindustrian pasal 1 menyatakan jika Industri merupakan seluruh
bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan manfaat
sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai
nilai tambah atau manfaat yang lebih tinggi, termasuk jasa industri.
Perusahaan Industri merupakan badan usaha yang melakukan
kegiatan industri di wilayah Indonesia (peraturan kawasan industri).
suatu perusahaan Industri akan menghasilkan produk – produk yang
memiliki ciri khas tersendiri dari perusahaan lain untuk perkembangan
dan pertumbuhan dan perlindungan hukum bisa di dapatkan dari hak – hak perusahaan terhadap produk industri yang di hasilkan (Winarno
dan Ismaya, 2007).
Di Indonesia Industri pengolahan di bagi menjadi empat
11 tanpa melihat dari segi permodalannya yang di golongkan
oleh Badan Pusat Statistik yaitu :
a. Industri kerajinan rumah tangga, yaitu perusahaan atau usaha
industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1 - 4 orang.
b. Industri kecil, yaitu perusahaan atau usaha industri pengolahan
yang mempunyai pekerja 5 - 19 orang.
c. Industri sedang, yaitu perusahaan atau usaha industri
pengolahan yang mempunyai pekerja 20 - 99 orang.
d. Industri besar, yaitu perusahaan atau usaha industri pengolahan
yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih.
2. Konsep Aktivitas Industri
Aktivitas industri dapat memberikan pengaruh terhadap unit
ekonomi lainnya. Menurut Glasson dalam Choirunnisa (2012),
terdapat tiga konsep dasar ekonomi dan pengembangan lingkup
geografinya sebagai berikut.
a. Konsep Leading Industries
Konsep ini dimana pertumbuhan yang didalamnya
terdapat perusahaan propulsif yang mendominasi unit ekonomi
lain, dapat berbentuk sebuah perusahaan propulsif saja atau
dapat berupa kawasan industri. Lokasi industri tersebut secara
geografis disebabkan oleh adanya sumber daya alam, sumber
12 infrastruktur, dan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan adanya
keterkaitan antara sektor industri dengan unit ekonomi lainnya.
b. Konsep Polarisasi
Konsep polarisasi menyatakan bahwa leading industries yang tumbuh cepat dapat mengakibatkan adanya polarisasi unit ekonomi yang lain ke dalam kutub pertumbuhan
yang menimbulkan keuntungan aglomerasi ekonomi yang akan
memicu pemusatan aktivitas melalui aktivitas ekonomi dan
aliran sumberdaya.
c. Konsep Spread Effect
Konsep ini menyatakan bahwa ketika mencapai
keadaan yang dinamik, maka kualitas propulsif suatu kutub
pertumbuhan akan menyebar ke daerah sekitarnya.
3. Sentra Industri
Sentra industri memiliki pengertian dimana suatu wilayah
terdapat pengelompokan industri-industri yang sejenis dan memiliki
keterkaitan antar industri. Industri inilah yang mempunyai peranan
yang penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, sehingga
perekonomian rakyat berkembang dan diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka kesempatan kerja,
13 Model sentra industri merupakan bentuk khusus dari
aglomerasi perusahaan lokal, hal ini ditandai dengan banyaknya pola
evolusi yang memungkinkan pertumbuhan, inovasi dan pembelajaran
(Belussi dan Sedita, 2008). Peningkatan kemampuan industri dalam
aspek penyediaan produk jadi, bahan baku untuk kebutuhan dalam
negeri maupun ekspor Menurut Tambunan (1999) terdapat beberapa
karakteristik dari sentra industri yaitu :
a. Sejumlah pengusaha pada skala yang sama yang pada umumnya
membuat jenis-jenis produk yang sama atau sejenis dan
berlokasi saling berdekatan di suatu wilayah. Terdapat (tapi
tidak selalu) fasilitas dari pemerintah yang dapat digunakan
bersama oleh semua pengusaha di lokasi tersebut.
b. Suatu sentra mencerminkan keahlian yang seragam dari
penduduk di wilayah tersebut yang sudah dimiliki sejak lama,
turun temurun.
c. Adanya kerjasama antara sesama pengusaha, misalnya dalam
pengadaan bahan baku atau pemasaran.
d. Di dalam sentra terdapat pensuplai bahan baku, alat-alat
produksi dan mesin, dan komponen-komponen subkontraktor
Berdasarkan SK Menteri Negara Koperasi dan UKM No: 32 /
Kep / M.KUKM / IV / 2002, tentang Pedoman Penumbuhan dan
Pengembangan Sentra. Sentra didefinisikan sebagai pusat kegiatan di
14 bahan baku/sarana yang sama, menghasilkan produk yang
sama/sejenis serta memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi
klaster.
4. Klaster Industri
Pada masa sekarang ini usaha kecil menengah menjadi salah
satu faktor pertumbuhan ekonomi dan konsep klaster pada usaha kecil
menengah mulai banyak yang di debatkan karena mejadi cara untuk
mengebangakan usaha kecil menengah yang sejenis dalam suatu
daerah dan mengembangkan pembangunan ekonomi daerah tersebut.
klaster sebagai kumpulan, kelompok, himpunan, atau
gabungan obyek tertentu yang memiliki keserupaan atau atas dasar
karakteristik tertentu. Dalam konteks ekonomi/bisnis, klaster industri
(industrial cluster) merupakan terminologi yang mempunyai pengertian khusus tertentu. Dan menurut Desperindag, bahwa klaster
sebagai Kelompok industri dengan core industry yang saling berhubungan secara intensif dan membentuk partnership baik dengan
supporting industry maupun related industry (Tatang, 2008).
Kementrian Koperasi dan UKM seperti dalam buku
Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Melalui Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia dan Klaster Bisnis, menunjukkan pengertian
klaster sebagai kelompok kegiatan yang terdiri atas industri inti,
15 (sektor-sektor) penunjang dan terkait lain, yang dalam kegiatannya
akan saling terkait dan saling mendukung (www.smecda.com).
Konsep klaster berbeda dari pendekatan klasik, kebijakan
persaingan di organisasi atau tingkat pemerintah karena memerlukan
analisis konsentrasi geografis perusahaan yang saling berhubungan
dan lembaga dalam bidang tertentu yang bekerja dalam lingkungan
yang kompetitif untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi
kluster dan implisit dari masing-masing anggota (Boja, 2011).
Literatur klaster industri menunjukkan bahwa dalam
prakteknya, pendekatan dalam pengembangan klaster industri sangat
beragam. Untuk dapat mengembangkan suatu klaster industri,
seseorang tidak dapat meniru begitu saja apa yang telah dilakukan
dalam pengembangan klaster industri lain. Pengembangan klaster
industri harus disesuaikan dengan industri yang bersangkutan
(termasuk perilaku pelaku bisnisnya) dan karakteristik daerah
setempat (Taufik, 2009)
Menurut Mudrajad (2001) melalui bukunya Analisis Spasial
dan Regional, awalnya klaster industri diasosiakan dengan
Marshallian Industrial District. Menurut pemahaman Marshallin ini
sentra industri merupakan klaster produksi tertentu yang berdekatan.
Ia membedakan antara kota manufaktur dan sentra industri sebagai
16 “Hampir setiap sentra industri berpuat pada suatu kota besar atau lebih. Tiap kota besar ini telah menjadi pemimpindalam teknik industri dan perdagangan; dan sebagian besar penduduknya merupakan para pengrajin. Setelah pabrik-pabrik memerlukan lebih banyak ruang daripada sebelumnya, padahal nilai tanah mulai tinggi, maka terjadilah pergerakan menuju pinggiran (luar) kota; danpabrik-pabrik baru mengalami pertumbuha yang pesat didaerah pedesaan dan kota-kota kecil.”
Marshall, menekankan pentingnya tiga jenis penghematan
eksternal yang memunculkan sentra industri yaitu:
a. Konsentrasi pekerja terampil dan peluang penyerapan tenaga
kerja lokal yang lebih besar.
b. Berdekatannya para pemasok spesialis
c. Tersedianya fasilitas untuk mendapatkan pengetahuan.
Para pelaku (stakeholders) dalam suatu klaster industri
biasanya dikelompokkan kepada industri inti, industri pemasok,
industri pendukung, industri terkait, dan pembeli, serta institusi
pendukung. Istilah pendukung dan terkait menunjukkan peran pelaku
dalam klaster tertentu dan tidak ada hubungan dengan tingkat
kepentingan para pelaku. Peran tersebut dapat dilakukan oleh siapa
saja tergantung pada tingkat ekonomis dari hubungan rantai nilai
tertentu (Lestari, 2010).
Menurut Humprey dab Schimitz dalam Choirunnisa (2012)
17
a. Orientasi Konsumen
Dalam melakukan proses produksi, klaster perlu
berorientasi pada konsumen. Dengan mempelajari karakteristik
permintaan konsumen, pelaku dalam klaster akan melakukan
produksi sesuai kualitas dan jumlah yang diminati
b. Efek Kumulatif
Pembentukan klaster diutamakan pada solidnya
aktivitas maupun spasial dengan usaha pencarian dan
pencapaian biaya produksi rendah. Dengan kerjasama dalam
satu kelompok, industri yang sebagian besar mengalami masalah
financial akan dapat menekan biaya produksi. Dalam proses produksi dan pemasaran diantara pelaku klaster saling berbagi
dalam hal penggunaan peralatan, tenaga kerja, informasi dan
bahan baku
c. Efek Kolektif
Efisiensi kolektif dipahami sebagai penghematan biaya
eksternal yang timbul dalam suatu aktivitas industri yang
dirasakan oleh seluruh pelaku industri. Hal tersebut dapat
dipahami melalui penjelasan berikut :
1) Eksternalitas Ekonomi
Hal ini akan muncul bila keuntungan sosial lebih
tinggi daripada keuntungan pribadi. Eksternal ekonomi
18 terbentuknya pasar buruh atau tenaga kerja, efek
peningkatan kegiatan pelayanan dalam klaster, dan
pentingnya penggunaan teknologi secara kolektif
2) Aksi Bersama
Aksi bersama dapat mendorong perkembangan
klaster industri secara signifikan. Hal ini terkait dengan
efek efisiensi kolektif yang menekankan pada pentingnya
keterkaitan dan jaringan usaha yang terbentuk. Aksi
bersama dapat bersifat bilateral yaitu dua perusahaan
bekerja sama seperti kegiatan yang saling berbagi dalam
pembelian alat produksi yang mahal maupun multilateral
yaitu kelompok perusahaan yang bergabung dalam sebuah
asosiasi atau organisasi. Aksi bersama juga terbentuk
dengan sifat horizontal yang terjadi antar pesaing dan
vertikal yang membentuk keterkaitan antar pelaku usaha.
3) Kondisi Kelembagaan
Terbentuknya klaster industri perlu didukung
dengan tindak lanjut institusi atau kelembagaan yang
menunjang kegiatan tersebut. Hal ini diharapkan untuk
membentuk pola yang progresif dalam kegiatan bisnis atau
19
5. Jenis Klaster
Pada Umumnya Klater yang banyak di temui dalam
masyarakat adalah klaster regional dan klaster bisnis,klaster ini dalam
wilayah yang sama
a. Klaster Regional adalah kelompok perusahaan yang muncul
dalam satu batas wilayah perekonomian tertentu. Klaster ini
memperoleh keunggulan dari interaksi antar perusahaan,
penggunaan asset bersama, dan atau penyediaan layanan
bersama.
b. Klaster Bisnis adalah sekelompok perusahaan yang kendati
memiliki bisnis yang saling berbeda tetapi memiliki aktivitas
yang saling berhubungan. Kemudian secara bersama-sama
melakukan sinergi dan proses belajar yang saling
menguntungkan (Aisyah, 2011).
Klaster industri terdiri dari para pelaku yang dikelompokkan
menjadi industri inti, industri pemasok, industri pendukung, industri
terkait, pembeli, dan lembaga pendukung (non industri). Pelaku industri dalam klaster memiliki keterkaitan yang terbentuk secara
langsung maupun tidak langsung yang selanjutnya akan bekerjasama
dalam klaster tersebut. Menurut Kuncoro (2007) keterkaitan aktivitas
industri dalam klaster secara horizontal dan vertikal. Keterkaitan
horizontal terdiri dari atas persaingan antar pelaku ekonomi dalam
20 keterkaitan vertikal meliputi keterkaitan belakang terhadap sumber
bahan baku dan kaitan ke depan seperti daya tarik terhadap pasar.
Klaster berbasis teknologi inovatif memiliki kapasitas untuk
mengubah dan merevitalisasi ekonomi lokal, memberikan daya saing
ekonomi, penciptaan kekayaan, dan pekerjaan. konsentrasi lokal dari
perusahaan horizontal dan vertikal terkait dapat menciptakan dan
mempertahankan keunggulan kompetitif internasional (Porter, 1990).
Contoh keberhasilan ekonomi dari kluster industri seperti Silicon
Valley dan Route telah membantu perkembangan upaya untuk
menciptakan klaster industri baru menurut Feldman dan Bercovitz
dalam Aisah, 2011).
Keterkaitan dan kerjasama antar perusahaan dalam klaster
akan memberikan kesempatan tumbuhnya uang belajar secara kolektif
dimana terjadi pengembangan saling tukar menukar pendapat dan
saling membagi pengetahuan secara kolektif. Jaringan bisnis diantara
perusahaan, penyedia jasa layanan usaha (seperti institusi pelatihan,
konsultan, broker) serta perumus kebijakan lokal, sehingga dapat
mendukung pembentukan suatu visi pengembangan lokal bersama dan
memperkuat pengembangan klaster (Handito, 2011).
6. Keterkaitan Industri
Menurut Kuncoro (2007) keterkaitan aktivitas industri dalam
klaster secara horizontal dan vertikal. Keterkaitan horizontal terdiri
21 maupun untuk mendapatkan bahan baku, sedangkan keterkaitan
vertikal meliputi keterkaitan belakang terhadap sumber bahan baku
dan kaitan ke depan seperti daya tarik terhadap pasar.
Keterkaitan antar industri dapat dilihat dari kebutuhan yang
diperoleh dari industri hulu (upstream industri) dan penggunaan output suatu industri hilir (downstream industri)
a. Keterkaitan Horizontal Industri
Menurut Dijk dan Sverrison dalam Choirunnisa (2012),
keterkaitan horizontal dalam klaster industri terbentuk karena
adanya hubungan kerjasama dan saling bertukar informasi antar
perusahaan. Bentuk keterkaitan horizontal yaitu sebagai berikut
1) Kegiatan saling membantu antar pengusaha kecil dalam
menangani order besar.
2) Kegiatan antar perusahaan dalam penggunaan mesin atau
alat-alat produksi bersama.
3) Kolaborasi antar perusahaan dalam usaha pemasaran
produk.
b. Keterkaitan Vertikal Industri
Scltovsky, dalam Aisah (2011), Jika suatu industri x
melakukan investasi maka hal tersebur untuk memperluas
kegiatan industri, industri tersebut menguntungkan beberapa
22 eksternalitas ekonomi keuangan dari industri x dan menjalin
keterkaitan aktivitas vertikal dengan industri x adalah :
1) Perusahaan yang akan menggunakan produksi x sebagai
bahan mentah industri mereka, karena harga yang lebih
murah.
2) Industri yang menghasilkan barang komplementer untuk
barang yang diproduksikan industri x, karena dengan
naiknya produksi dan penggunaan hasil industri x maka
jumlah permintaan akan barang-barang komplementer
tersebut bertambah.
3) Industri yang menghasilkan barang subtitusi bahan mentah
yang digunakan oleh industri x.
7. Pola Klaster Markussen
Pola Klaster Markussen adalah Pola klaster industri yang
diajukan markussen berdasarkan studinya di Amerika Serikat,
berdasarkan pada variabel struktur bisnis dan skala ekonomi,
keputusan investasi, jalinan kerjasama dengan pemasok, jaringan
kerjasama dengan pengusaha dalam klaster, pasar dan migrasi tenaga
kerja, keterkaitan identitas budaya lokal, peran pemerintah lokal, dan
peran asosiasi, maka pola klaster Markussen dibedakan menjadi
23
a. Distrik Industri Marshallian dan Varian
Sebuah wilayah dimana struktur bisnisnya kecil yang
terdiri dari perusahaan dan memungkinkan adanya evolusi dari
identitas budaya lokal yang kuat serta mempunyai keahlian.
Distrik Marshallian juga mencakup layanan yang relatif khusus
disesuaikan dengan produk-produk industri daerah. Layanan
tersebut meliputi keahlian teknis, mesin dan pemasaran, dan
pemeliharaan dan layanan perbaikan. Di dalam distrik terdapat
lembaga keuangan lokal yang menawarkan bantuan modal,
bersedia mengambil resiko jangka panjang karena mereka
memiliki kedua informasi orang dalam dan adanya kepercayaan
pengusaha di perusahaan lokal, Marshall dalam Markussen
(1996) . Model ini digambarkan dalam Gambar 2.1, sebagai
beriku.
Gambar 2.1
24
b. Distrik Industri Hub dan Spoke
Distrik Hub dan Spoke sangat berbeda dengan sentra industri daerah, dimana sejumlah perusahaan inti bertindak
sebagai jangkar atau hub ke perekonomian daerah, pemasok dan kegiatan yang terkait menyebar di sekitar mereka seperti jari-jari
roda. Di mana sebuah perusahaan tunggal yang besar membeli
dari pemasok lokal maupun eksternal dan menjual kepada
pelanggan eksternal. Model ini digambarkan dalam gambar 2.2.
Gambar 2.2 Distrik Hub dan Spoke
Distrik Hub dan Spoke didominasi oleh satu atau beberapa, perusahaan besar terintegrasi secara vertikal, dalam
satu atau sektor lebih, dikelilingi oleh pemasok yang lebih kecil.
Distrik ini memperlihatkan bentuk yang terkait, dimana
perusahaan-perusahaan kecil sangat tergantung pada perusahaan
besar atau lembaga baik untuk pemasaran dimana perusahaan
kecil menikmati eksternalitas agglomerasi dari organisasi yang
25
c. Distrik Satelit
Dalam Distri Satelit didominasi oleh perusahaan besar, perusahaan eksternal yang membuat keputusan berinvestasi.
Skala ekonomi dalam setiap fasilitas berukuran menengah ke
atas. Pada umumnya perusahaan inti membuat produk yang
bersifat heterogen. Industri disini tidak kooperatif antara
penduduk untuk berbagi risiko, menstabilkan pasar, atau terlibat
dalam kemitraan yang inovatif. Dalam hal ini mereka berbeda
dari distrik hub dan spoke, di mana perusahaan lokal besar atau
lembaga yang berbasis lokal. Model ini di gambarkan pada
gambar 2.3.
Gambar 2.3 Distrik Satelit
Gambar 2.3 menunjukkan yang paling mencolok adalah
tidak adanya jaringan dalam wilayah dan dominasi link ke perusahaan induk di tempat lain (Markussen, 1996)
d. Distrik State – Anchored
26 perusahaan tetap, laboratorium, universitas, dan pusat
pemerintahan menjadi kunci investasi distrik ini. Distrik ini
terdapat jalinan keterkaitan khusus dan ditentukan oleh campur
tangan politik bukan perusahaan swasta. Distrik State-Anchored
memiliki ciri seperti didominasi satu atau beberapa perusahaan
besar, skala ekonomi relatif tinggi pada sektor publik, investasi
dilakukan secara lokal berbagai tingkat pemerintahan, kontrak
dan komitmen jangka pendek antara institusi dominan dan
pemasok bahan baku lokal, keterkaitan antar sesama pengusaha
di dalam dan di luar klaster relatif kuat, Pekerja lebih
berkomitmen pertama ke perusahaan besar, kedua distrik, ketiga
ke perusahaan kecil. Terjadi evolusi kebudayaan, tidak terdapat
unit peminjaman dana, peran pemerintah lokal lemah dalam
regulasi dan promosi industri inti serta Asosiasi perdagangan
lemah dalam menyediakan infrastruktur, pelatihan, bantuan
teknis, keuangan serta adanya ketergantungan pada infrastruktur
publik. Distrik ini seperti distrik hub dan spoke hanya saja fasilitasnya dapat beroperasi dengan sedikit koneksi
perekonomian daerah, seperti kasus distrik satelit (Markussen,
1996).
Untuk lebih jelasnya tentang pola klaster Markussen
27
Tabel 2.1.
Matrik Pola Klaster Markussen
NO Variabel Distrik Marshallian Distrik Hub dan Spoke Distrik satelit Distrik State Anchord
28 Lanjutan Tabel 2.1 Pola Matrik Markussen
29
8. Manfaat Klaster
Menurut Marshall (dalam Kuncoro, 2000), pembentukan
klaster bisa membantu industri kecil untuk meningkatkan daya saing.
Karena dengan adanya aglomerasi perusahaan-perusahaan sejenis
yang mempunyai kesamaan maupun keterkaitan aktivitas, sehingga
akan membatasi eksternalitas ekonomi yang dihasilkan dan akan
mengurangi atau menurunkan biaya produksi perusahaan yang
tergabung dalam klaster. Keuntungan yang dihasilkan dari
pembentukkan klaster antara lain peluang penyerapan tenaga kerja
yang lebih besar, kemudahan dalam modal, akses kepada supplier dan input pelayanan khusus serta terjadinya transfer informasi dan ilmu
pengetahuan klaster membawa keuntungan sebagai berikut :
a. Lokalisasi ekonomi. Melalui klaster, dengan memanfaatkan
kedekatan lokasi, industri yang menggunakan input (informasi,
teknologi atau layanan jasa) yang sama dapat menekan biaya
perolehan dalam penggunaan jasa tersebut. Misalnya pendirian
pusat pelatihan di klaster akan memudahkan akses industri
pelaku klaster tersebut.
b. Pemusatan tenaga kerja. Klaster akan menarik tenaga kerja
dengan berbagai keahlian yang dibutuhkan klaster tersebut,
sehingga memudahkan industri pelaku klaster untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerjanya dan mengurangi biaya pencarian
30 c. Akses pada pertukaran informasi dan patokan kinerja. industri
yang tergabung dalam klaster dapat dengan mudah memonitor
dan bertukar informasi mengenai kinerja supplier dan nasabah
potensial. Dorongan untuk inovasi dan teknologi akan
berdampak pada peningkatan produktivitas dan perbaikan
produk.
d. Produk komplemen. Karena kedekatan lokasi, produk dari satu
pelaku klaster dapat memiliki dampak penting bagi aktivitas
usaha industri yang lain. Disamping itu kegiatan usaha yang
saling melengkapi ini dapat bergabung dalam pemasaran
bersama.
Klaster merupakan upaya untuk membuat industri mikro,
kecil, dan menengah menjadi lebih berorientasi pada pasar nasional
maupun global. Dalam pelaksanaan klaster, menghilangkan
persaingan di daerah sendiri, kekuatan dapat digabungkan untuk
meraih daya saing nasional dan internasional. Dukungan diberikan
kepada pengusaha lokal melalui Lembaga Pengembangan Bisnis yang
diharapkan mampu mengembangkan klaster sebagai komunitas dan
secara bisnis Bhinukti dalam Choirunnisa (2012).
9. Orientasi Pasar
Orientasi pasar merupakan salah satu bagian dari pemasaran.
Pemasaran adalah kegiatan yang memberikan arah kepada seluruh
31 barang, jasa, dan gagasan yang dipasarkan merupakan perwujudan
dari konsep yang mengalami proses pengembangan dan produksi yang
ditujukan kepada pemakai akhir (Hibertus dalam Choirunnisa 2012).
Sedangkan Menurut Kotler (1980) pemasaran adalah sebagai suatu
proses sosial dan managerial yang membuat individu dan kelompok
memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat
penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang
lain. Dalam orientasi pasar perlu pengetahuan mengenai jenis pasar
yang akan dimasuki, termasuk di dalam karakteristiknya. Dengan
demikian dapat diketahui arah yang jelas mengenai orientasi pasar
dari produk yang dihasilkan. Adapun orientasi pasar yang dimaksud
untuk produk industri kerajinan batik adalah pasar dalam daerah
Yogyakarta dan pasar penjualan di luar daerah Yogyakarta.
Orientasi pasar dan perilaku kewirausahaan merupakan faktor
penting yang dapat memengaruhi kinerja perusahaan. Perusahaan
yang berorientasi pasar senantiasa menggunakan informasi pasar
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan pada saat ini maupun
prediksi/antisipasi kebutuhan di massa depan. Kecepatan mengakses
informasi pasar dan merespon informasi pasar terkait dengan
kemampuan adaptif perusahaan (Jaworski & Kohli; 1993) dalam
(Adinoto, 2012).
Perusahaan yang akan memenangkan persaingan dengan
32 menyampaikan superior value kepada pelanggan. Superior value ini
dapat diciptakan apabila perusahaan memahami dengan baik siapa
pelanggan mereka, apa kebutuhan mereka dan bagaimana memuaskan
mereka secara lebih baik dibandingkan dengan pesaing. Selain itu,
Hunt dan Morgan (1995)
Orientasi pasar merupakan sesuatu yang penting bagi
kelangsungan perusahaan, sejalan dengan meningkatnya persaingan
global dan perubahan dalam kebutuhan pelanggan dimana perusahaan
menyadari bahwa mereka harus selalu dekat dengan pasar (Swastha
dan Handoko, 2000).
Orientasi pasar merupakan budaya bisnis dimana organisasi
menciptakan perilaku untuk terus berkreasi dalam menciptakan nilai
unggul bagi pelanggan untuk memusatkan diri pada kepentingan
jangka panjang serta profitabilitas. Orientasi pasar terdiri dari tiga
komponen perilaku yaitu orientasi pelanggan, orientasi pesaing dan
inter fungsional atau semua aktivitas yang dilibatkan dalam
memperoleh informasi tentang pembeli dan pesaing pada pasar yang
dituju dan menyebarkan melalui bisnis dan koordinasi. Narver dan
Slater dalam Sensi (2006).
. Orientasi pesaing ini harus berjalan bersama dengan
orientasi pelanggan, yaitu bagaimana caranya memenangkan
persaingan namun tetap dengan memuaskan keinginan pelanggan. Hal
33 bisnis, karena perusahaan cenderung hanya bersifat reaktif terhadap
permasalahan bisnis yang muncul dan tidak bersifat proaktif dalam
mengungguli pesaing bisnisnya (Wahyono, 2002).
Orientasi Pasar salah satu yang terpenting yaitu orientasi
pelanggan yaitu tentang kepentingan dan target beli pelanggan pada
urutan teratas dan tidak menyampingkan stakeholder seperti pemilik,
manager dan karyawan sehingga menciptakan nilai lebih pembeli
secara terus menerus. Untuk memahami kekuatan jangka pendek dan
jangka penjang pesaing dan kapabilitas jangka panjang serta strategi
yang dimiliki oleh pesaingnya hal ini termasuk orientasi pesaing
(Never dan Slater 1994)
B. Penelitian Terdahulu
Tema dalam penelitian ini sudah di gunakan beberapa peneliti
sebelumnya untuk meneliti ekonomi industri membahas tentang formasi
keterkaitan, orientasi pasar dan klaster industri dapat di lihat pada tabel di
34
Tabel 2.2
Matrik Penelitian Terdahulu
Nama Judul Tujuan Penelitian Variabel Penelitian dan Alat Analisi Hasil
Rizka
5. Jaringan pembelian terbesar 6. Jaringan pemasok bahan baku 7. Kaektifan berpromosi
Alat analisi :Binary Logistic Regression.
35
5. Jaringan pembelian terbesar 6. Jaringan pemasok bahan baku 7. Kaektifan berpromosi pola marshallian dan hub & spoke, Variabel tenaga kerja,
5. Jaringan pembelian terbesar 6. Jaringan pemasok bahan baku 7. Kaektifan berpromosi
8. Nilai penjualan Alat analisi :Binary Logistic Regression.
Hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa pola klaster berdasarkan markussen mengacu pada pola marshallian dan hub & spoke, Variabel tenaga kerja, umur perusahaan,jaringan pembeli, keaktofan berpromosi berpengaruh pada orientasi pasar
36
C. Kerangka Pemikiran
Indonesia adalah negara berkembang maka tidak heran terdapat
banyak usaha kecil dan menengah, Di setiap industri memerlukan
kebutuhan yang banyak untuk melakukan proses produksi masing–masing
dari bahan utama sampai perlengkapan. semakin banyak industri kecil dan
menengah di Indonesia yang berdiri mengakibatkan munculnya klaster –
klaster di karenakan kebutuhan bahan atau perlengkapan industri dalam
suatu wilayah tertentu, UNNESCO mengakui batik merupakan baju khas
Indonesia, Banyak daerah di Indonesia mempuyai motif atau corak khas
dari daerah-daerah yang ada di seluruh Indonesia. Salah satu kota di
Indonesia yang menjadi sentra batik adalah Yogyakarta. Yogyakarta juga
termasuk daerah yang memiliki banyak seniman dan mayoritas berada di
daerah Kabupaten Bantul tidak terkecuali sentra industri batik yang berada
di sentra batik Giriloyo, Girirejo, Wijirejo. Di antara yang lain sentra
industri batik yang tertua sentra batik tersebut adalah sentra batik Giriloyo
yang sudah ada sejak jaman kerajaan mataram tetapi mulai di bentuk
kelompok pembatik setelah gempa Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola klaster pada sentra
industri di sentra batik Giriloyo, Girirejo, Wijirejo yang berdasarkan pada
penelitian yang telah dilakukan oleh Markusen dan faktor yang
mempengaruhi orientasi pasar dengan mengacu pada variabel tenaga kerja,
pelatihan usaha, umur perushaan, jaringan pembeli terbesar, jaringan
37 Umur perusahaan adalah lamanya perusahaan tersebut berdiri dan
tetap melakukan kegiatan produksinya. Umur perushaan menentukan
kualitas dari perusahaan karena dengan lamanya perusahaan tersebut berdiri
maka semakin lama informasi, pengalaman, tantangan dan masalah yang
sudah dihadapi perushaan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
umur perushaan memiliki hubungan positif dengan orientasi pasar.
Pemasok bahan baku merupakan bagian terpenting dari poses
produksi karena bahan baku adalah bahan utama untuk melakukan proses
produksi. Kesimpulannyabahwa jaringan pemasok bahan baku memiliki
hubungan positif degan orientasi pasar.
Jaringan pembeli berkaiatan dengan industri agar usahanya dapat
berkembang dan hasil yang diproduksi dapat memperluas pasarnya.
Semakin kuat hubungan antara jaringan pembeli dengan perusahaan akan
semakin kuat pula peluang memperluas jangkauan pasarnya. Sehingga dapat
ditarik kesimpulan adanya pengaruh positif antara jaringan pembeli dengan
orientasi pasar.
Salah satu cara untuk menarik pembeli dan mengenalkan
produksinya adalah dengan cara melakukan promosi seaktik mungkin dan
secara terus menerus agar pembeli tertarik dengan hasil produksi. Sehingga
keaktifan berpromosi memiliki hubungan positif dengan orientasi pasar.
Kerangka pemikiran pada penelitian ini secara singkat dapat di
38
Skema 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis Sentra Industri Batik Kabupaten Bantul
D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan uraian penelitian terdahuli serta
kerangka pemikiran teoritis, maka diturunkan hipotesis sebagai berikut :
1. Jumlah tenaga kerja diduga bepengaruh positif terhadap orientasi
pasar pada industri batik di sentra batik Giriloyo, Girirejo, dan
Wijirejo.
2. Pelatihan usaha diduga bepengaruh positif terhadap orientasi pasar
pada industri batik di sentra industri batik di sentra batik Giriloyo,
Girirejo, dan Wijirejo.
Tenaga kerja
Pelatian Usaha Umur Perusahaan
Jaringan Pemasok Bahan Baku Jaringan Pembeli
Terbesar Promosi
39 3. Umur perusahaan diduga bepengaruh positif terhadap orientasi pasar
pada industri batik di sentra industri di sentra batik Giriloyo, dan
Girirejo, Wijirejo.
4. Jaringan pemasok bahan baku diduga bepengaruh positif terhadap
orientasi pasar pada industri batik di sentra industri di sentra batik
Giriloyo, Girirejo, dan Wijirejo.
5. Jaringan pembeli terbesar diduga bepengaruh positif terhadap
orientasi pasar pada industri batik di sentra industri di sentra batik
Giriloyo, Girirejo, dan Wijirejo.
6. Jaringan promosi diduga bepengaruh positif terhadap orientasi pasar
pada industri batik di sentra industri di sentra batik Giriloyo, Girirejo,
dan Wijirejo.
7. Nilai Penjualan diduga bepengaruh positif terhadap orientasi pasar
pada industri batik di sentra industri di sentra batik Giriloyo, Girirejo,
dan Wijirejo.
E. Model Penelitian
Analisis regresi logistik adalah analisis yang menjelaskan efek dari
variabel bebas terhadap variabel terikat, dengan variabel bebas bertipe
kualitatif maupun kuantitatif dan variabel terikat memiliki tipe data berupa
dikotom maupun polikotom. Karena model yang dihasilkan dengan regresi
logistik bersifat non linear, persamaan yang digunakan untuk
mendiskripsikan hasil sedikit lebih kompleks dibanding dengan regresi
40 lebih berdasarkan fungsi non linear dari kombinasi linear dari sejumlah
variabel (Kuncoro, 2001).
Regresi logistik dengan lebih dari dua pilihan sering disebut
Binominal Logistic Regression (BLR). Metode regresi logistik adalah lebih fleksibel dibanding teknik lain (Kuncoro, 2001), yaitu :
1. Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas
yang digunakan dalam model. Artinya variabel penjelas tidak harus
memiliki distribusi normal, linier maupun memiliki varians yang sama
dalam setiap grup.
2. Variabel bebas dalam regresi logistik bisa dicampur dari variabel
continue, diskrit dan dikotomis
3. Regresi logistik akan sangat bermanfaat digunakan apabila distribusi
respon atas variabel terikat diharapkan non-linier dengan satu atau
lebih variabel bebas.
Persamaan umum untuk regresi logistik dengan dua pilihan,
dinyatakan sebagai berikut (Kuncoro, 2001):
Yt = en
1 – en
dimana Yi adalah probabilitas yang di estimasi dengan kasus sebanyak
i (i= 1,....n).
u = A + b1 X1 +b2 X2+…….+biXI
U adalah persamaan regresi biasa dengan konstanta A, koefisien bi dan variabel bebas X dengan jumlah k ( i = 1,2,...k ). Selanjutnya dari persamaan (?)
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Obyek/Subyek Penelitian
Dalam Penelitian ini obyek penelitian adalah sentra batik di
Kabupaten Bantul yang berada di Dusun Giriloyo Desa Wukirsari
Kecamatan Imogiri, Dusun Pajimatan Desa Girirejo kecamatan Imogiri dan
Dusun Pajenan Desa Wijirero kecamatan Pandak.
Oleh sebab itu subyek penelitian adalah para pengkrajin batik tulis
dan cap di sentra batik Wukirsari, Wijirejo dan Girejo yang berjumlah
empat puluh enam pengkrajin batik tulis maupun cap.
B. Jenis Data
Menurut Kuncoro (2003) Suatu variable adalah jumlah yang
terukur yang dapat berfariasai atau mudah berubah. variabel umumnya di
kategorikan menjadi dua yaitu variable dipenden, identik dengan variable
terikat (yang di jelaskan). Variabel Independen Identik dengan variable
bebas, penjelas, atau independent/ explanatory, Variabel ini biasanya di anggap sebagai variabel perekdiktor atau penyebab karena memproduksi
ataumenyebabkan variabel. Jenis data yang di gunakan adalah:
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui wawancara (kuesioner)
dengan responden yang relevan dengan survei lapangan dan
42 pengisian kuesioner oleh responden dan stakeholders untuk menganalisis pola klaster dan para pengusaha industri yang
berkepentingan dengan objek penelitian untuk melihat formasi
keterkaitan dan faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi pasar
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari lembaga pengumpul
data. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari BPS, DISPERINDAGKOP
C. Teknik Pengambilan Data
Dalam penelitian ini, peneliti membagikan kuesioner yang disusun
dalam pertanyaan-pertanyaan dan responden diminta untuk memberikan
jawaban dan tanggapannya secara langsung dengan memilih salah satu
pilihan jawaban. Kemudian Jawaban yang telah diberikan responden yang
bersifat kualitatif di ubah menjadi kuantitatifkan dan diukur dengan
menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (2008), penentuan skor pada
masing-masing item pertanyaan terhadap masalah yang diteliti diukur
dengan skala Likert, yaitu skala yang berhubungandengan pertanyaan
sikap/persepsi seseorang terhadap keadaan atau fenomena sosial.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti. Menurut
Sugiyono (2008) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Sedangkan sampling yaitu suatu cara pengumpulan data yang sifatnya tidak menyeluruh, artinya tidak mencakup
seluruh objek akan tetapi hanya sebagian dari populasi saja, yaitu hanya
43
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Survei
Merupakan metode pengumpulan data primer yang diperoleh
secara langsung dari sumber asli yaitu kuesionaer. Kuesioner
merupakan susunan pertanyaan sesuai tujuan penelitian yang
diberikan kepada responden dan stakeholdersdalam bentuk tertulis.
Kuesioner menggunakan tipe pertanyaan tertutup agar jawaban
responden berbentuk data nominal, ordinal, interval, maupun rasio.
2. Metode Literatur (Studi Pustaka)
Merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mempelajari literatur-literatur dan penerbitan seperti jurnal,
buku-buku, artikel dari internet yang berkaitan dengan penelitian ini.
E. Variabel Penelitian dan Devinisi Operasional Variabel
Menurut Sugiono (2012) Variabel penelitian adalah atribut atau
sifat dari seseorang, Objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertenru
yang di tetapkan oleh oleh peneliti dan kemudian dipelajari selanjutnya di
tarik kesimpulannya. Pada Penelitian ini telah di tentukan menggunakan dua
variabel, yaitu variabel dependen yang bersifat variabel terikat dan variabel
indenpenden yang bersifat variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel
yang mempengarui perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat).
Sedangkan variabel terikat atau dependen merupakan variabel yang
44 Pada Penelitian ini, Variabel dependen adalah orientasi pasar dari
sentra batik di Kabupaten Bantul (sentra batik Wukirsari, Girirejo, dan
Wijirejo), dimana 0 = orientasi pasar lokal dan 1 = orientasi pasar non lokal.
Sedangkan variabel bebasnya di kembangkan dari penelitian sebelumnya
dari Markussen (1996), Aisyah (2007), Choirunnisa (2012), Setiani (2015),
Dewi (2014). Sehingga variabel bebas yang digunakan yaitu jumlah tenaga
kerja, umur perusahaan, pelatian usaha, jaringan dengen pembeli terbesar,
jaringan dengan pemasok bahan baku, keaktifan berpromosi dan nilai
penjualan. dan analisis pola klaster mengacu pada variabel dalam model
Markussen yang berdasarkan studinya, terdapat empat pola yaitu Distrik
Marshallin, Distrik Hub and Spoke, Distrik Satelit, dan Distrik State-ancored.
Menurut Setiani (2015) Definisi oprasional variabel merupakan
definisi yang di dasarkan pada karakteristik yang diamati, dalam penelitian
ini definisi operasional merupakan hal yang sangat penting agar terhindar
dari kesalahan saat pengumpulan data dan bermanfaat untuk mengarahkan
kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang
bersangkutan untuk pengembangan instrumen (alat ukur). Dan berikut
variebel dependen dan independen:
1. Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini Dori
adalah dummy orientasi pasar dari industri batik tulis di Kabupaten
45 pasar non lokal. Orientasi pasar lokal adalah hasil produksi dari
industri bati hanya di pasarkan disekitar Kabupaten Bantul dan kota
Yogyakarta sedangkan orientasi pasar non lokal adalah hasil
produknya sudah dipasarkan sampai keluar wilayah Kabupaten Bantul
antara lain Kota Bali, Jakarta,Surabaya bahkan sampai luar negeri
seperti jepang.
2. Variabel Independen
a. Tenaga Kerja (X1), merupakan variabel yang menggambarkan
jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan satu kali
proses produksi yang didasarkan dengan satuan hari orang
bekerja (HOK). Tenaga kerja merupakan variabel dinyatakan
dengan satuan orang.
b. Pelatihan Usaha yaitu dengan bentuk pelatihan manajerial bagi
pengusaha batik di Kabupaten Bantul, apakah industri batik di
Kabupaten yang berdiri sudah pernah melakukan pelatihan
usaha dinyatakan dalam 0= sudah pernah mengikuti pelatihan
dan 1= belum pernah melakukan pelatihan.
c. Umur Perusahaan (X3) yaitu sebarapa lamanya perusahaan
mampu bertahan bertahan hidup dan menjalankan
operasionalnya dan merupakan variabel kontinyu yang
dinyatakan dalam satuan tahun.
d. Jaringan dengan pemasok bahan baku (X4) kondisi hubungan