• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Dokumenter Drama Naskah Kuno Bugis LA Galigo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Dokumenter Drama Naskah Kuno Bugis LA Galigo"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Karya leluhur merupakan sebuah peninggalan pada suatu budaya yang

menyampaikan pesan dan amanah kepada generasi selanjutnya. Karya

leluhur ini juga merupakan identitas suatu bangsa yang menjadikannya

unik dan berbeda dengan bangsa lainnya. Dalam peninggalan karya

leluhur terdapat pembelajaran mengenai sejarah mengenai masa lalu,

representasi masa sekarang dan perkiraan masa depan.

Keberadaan karya leluhur bergantung pada masyarakatnya. Salah satu

dari karya leluhur Indonesia yang juga merupakan karya leluhur dunia

adalah La Galigo. Sebuah Naskah Kuno terpanjang di Dunia yang

sementara ini terdiri dari kurang lebih 7000 lembar. Karya ini merupakan

warisan budaya Indonesia yang belum banyak di ketahui secara umum

oleh para penerus bangsa yang merupakan ahli waris dan salah satu

pembentuk identitas Indonesia.

Keberadaan naskah yang kian terpisah dari kehidupan masyarakat

sehari-hari merupakan bagian dari perubahan pola hidup masyarakat

namun disayangkan jika perubahan terus membuat masyarakat lupa

bahkan tidak peduli akan peninggalan leluhur yang merupakan amanah

leluhur untuk dijaga dan dilestarikan keberadaannya.

Masyarakat Bugis kurang mengetahui mengenai Naskah Kuno Bugis La

Galigo sehingga Naskah Kuno Bugis La Galigo dapat diinformasikan

kembali kepada masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat

(2)

1. 2. Identifikasi Masalah

• Keberadaan Naskah asli yang dimiliki dan tersimpan di Museum Leiden, Belanda.

• Naskah terjemahan La Galigo telah diterbitkan dua jilid dari jumlah dua belas jilid dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.

• Keberadaan Naskah Kuno Bugis La Galigo belum di ketahui keberadaannya secara luas oleh masyarakat.

• Terdapat banyak pesan moral, amanah dan kearifan lokal yang terkandung dalam Naskah Kuno Bugis La Galigo.

1. 3. Fokus Masalah

Keberadaan Naskah Kuno Bugis La Galigo yang belum diketahui oleh

masyarakat luas.

1. 4. Tujuan Perancangan

Menginformasikan Naskah Kuno Bugis La Galigo sehingga dapat

membangun kesadaran masyarakat akan pesan moral dalam Naskah

Kuno Bugis La Galigo.

1. 5. Kata Kunci

Informasi Komunikasi, Dokumenter Drama, Naskah Kuno Bugis La

Galigo

(3)

BAB II

NASKAH KUNO BUGIS LA GALIGO

2. 1. Landasan Naskah NBG (Nederland Bible Geselschaft) 183

Gambar 2. 1. Halaman Naskah Kuno Bugis La Galigo

Menurut Fachruddin (2000, 14) NBG 188 dikumpulkan oleh I Colliq

Pujie Arung Pancana Toa, seorang raja perempuan dari tanah

Bugis.Beliau mengumpulkan dan menyalin ulang episode-episode La

Galigo. Dia menghasilkan 2212 halaman folio salinan naskah yang

merupakan 1/3 dari seluruh naskah La Galigo. Pada tahun 1987

dimulailah sebuah proyek yang menerjemahkan dan menerbitkan NBG

188 ini. Tujuan proyek ini adalah menerbitkan secara ilmiah seluruh

teks La Galigo yang terkandung dalam manuskrip yang dianggap paling

utuh dalam dua bahasa yaitu bahasa Bugis dan bahasa Indonesia.

Naskah NBG 188 yang tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden

itu terdiri dari 12 jilid yang jumlah halamannya 2851.Ukuran kedua belas

jilid itu 21 x 34 sentimeter. Teks ditulis dengan alat tradisional (kallang)

dengan tinta hitam. Penomoran halaman di tulis dengan pensil oleh B.F.

Matthes. Tulisan dalam naskah ini pada umumnya rapi dan jelas

walaupun sering kali ada tambahan kata atau kalimat di atas baris-baris

atau di pinggir halaman. Hampir setiap halaman mengandung catatan

pensil Matthes yang pada umumnya menjelaskan arti kata baik dalam

(4)

dibacanya bersama Arung Pancana Toa yang sambil membaca

menerangkan arti kata yang kurang jelas bagi Matthes.

Kertas yang digunakan untuk manuskrip ini adalah kertas Eropa tetapi

bukan satu jenis. Baik warna, maupun cap air dan tebalnya berbeda.

Kualitas kertas-kertas yang terdapat dalam bagian terakhir naskah lebih

jelek daripada kertas pada bagian pertama sehingga lebih rapuh dan

warnanya agak kecoklat-coklatan.Kertas ini lebih tipis sehingga tinta

menembus ke muka halaman sebaliknya. Tulisan pada bagian terakhir

lebih sulit dibaca daripada bagian awal naskah.

Gambar 2.2. Lontarak

Transliterasi naskah yang tulisan aksara Bugis menimbulkan kesulitan

yang cukup besar. Aksara Bugis ataua Aksara Lontaraq melambangkan

konsonan yang diikuti oleh vokal.Geminasi dan konsonan akhir tidak

dilambangkan dan prenasalisasi konsonan biasanya tidak dituliskan.

Pada umumnya dalam naskah Bugis kata-kata tidak dipisahkan dan

tidak ada alinea. Tanda baca hanya satu yaitu Pallawa yang menandai

sela. Dalam transliterasi dengan huruf latinpallawa itu dapat

(5)

Hal-hal seperti ini menyebabkan bahwa sebuah transliterasi naskah Bugis

ke dalam huruf latin yang melambangkan lebih banyak fonem bahasa

selalu merupakan interpretasi naskah tersebut oleh editor. Selain

masalah akibat ciri-ciri khas tulisan Lontaraq itu juga belum ada

kesepakatan tentang ejaan bahasa Bugis dalam tulisan latin sehingga

setiap editor naskah menggunakan cara transliterasi sendirinya.

Transliterasi yang digunakan sama dengan yang dipakai Roger Tol

berdasarkan sistem yang dibuat oleh Fachruddin Ambo Enre.

Pada sejumlah kasus naskah memperlihatkan kesalahan tulis.

Kesalahan itu diperbaiki dalam transliterasi tetapi dalam catatan

terdapat transliterasi tepat dari apa yang tertulis dalam naskah.

Tambahan kata atau huruf yang tidak terdapat dalam naskah di cetak

antara kurung siku.

Selain pemilihan untuk mentrasliterasi huruf-huruf seorang editor juga

perlu menentukan susunan baris. Seperti telah dikemukakan di atas

naskah Galigo ini dilutes bersambung tanpa ada pemisahaan kata atau

pembagian dalam alinea. La Galigo dapat digolongkan pada genre puisi

maka olehnya ditulis dengan baris yang terdiri dari dua sampai empat

segmen seperti sudah menjadi kebiasaan untuk puisi.

Beberapa kata tidak diterjemahkan karena melambangkan

konsep-konsep kebudayaan Bugis dan tidak mempunyai padanan yang tepat

dalam bahasa Indonesia.Kata-kata itu dicetak dengan huruf miring dan

maknanya diterangkan di dalam daftar kata.

Penyuntingan teks La Galigo ini sesuai dengan teks dalam naskah

aslinya yaitu tanpa ada pembagian dalam bab. Sebagai pelayanan bagi

(6)

Judul-judul itu juga tercantum dalam daftar isi sehingga memudahkan

pencarian bahkan dalam tiap babnya diberikan judul sub bab.

Masyarakat Bugis menggunakan beberapa istilah atau judul misalnya

Sureq Galigo, La Galigo, Sureq Selleang atau Bicaranna Sawerigading.

La Galigo dipilih sebagai judul dari NBG 188 ini dikarenakan judul ini

yang paling sesuai dengan penggunaan di masyarakat Bugis dan

digunakan ketika penelitian ilmiah pertama kali dalam sastra Bugis.

Sastra La Galigo memiliki beberapa ciri formal yang membedakannya

dari karya-karya sastra Bugis lain. Ciri itu dapat digolongkan pada tiga

bagian: 1. Metrum, 2. Bahasa, dan 3. Pokok Cerita. Metrum yang

terdapat dalam setiap naskah ditentukan oleh jumlah suku kata. Dasar

metrum adalah lima suku kata, hanya jika aksen jatuh pada suku kata

terakhir yang jumlahnya empat suku kata. Metrum ini adalah ciri khas

La Galigo. Metrum yang berasal dari suku kata bukanlah hal yang aneh

namun sastra Bugis. Contohnya Toloq yang terdiri dari segmen-segmen

yang jumlah suku katanya delapan atau Elong yang terdiri dari tiga baris

yang terdiri dari 8, 7 dan 6 suku kata. Akan tetapi, metrum bersegmen

lima suku kata hanya ada pada La Galigo.

Bahasa yang digunakan dalam teks La Galigo cukup berbeda dengan

bahasa sehari-hari. Bahasa Bugis Kuno, Bahasa La Galigo, Bahasa

Nenek Moyang (basa to ri olo), BahasaSureq adalah beberapa nama

yang biasa digunakan dalam menyebut bahasa dalam naskah.

Perbedaan terbesar dengan bahasa Bugis sehari-hari berada pada

kosa kata, bukan dalam tata bahasanya yang hampir sepadan. Banyak

kata dan istilah merupakan ciri khas La Galigo walaupun sebagian kosa

kata itu juga dapat dikatakan dalam karya sastra lain seperti Toloq,

Nyanyian Bissu atau Elong. Selain kata-kata yang tidak diketahui

(7)

pemakaian sinonim dalam jumlah yang cukup banyak.Misalnya untuk

melambangkan konsep emas ada sekitar 20 sinonim. Selain emas,

kayu, air dan tanah juga memiliki lebih dari 3 sinonim.

Pada tingkat frase dan kalimat bahasa La Galigo itu bercirikan

pemakaian formula dan paralelisme. Formula adalah fase atau kalimat

yang sering muncul dalam teks untuk mengungkapkan salah satu

konsep tertentu dan yang dipakai dalam konteks yang sama

kata-katanya tetap sama atau hampir sama. Pararelisme sebenarnya adalah

sejenis formula yang didalamnya sebuah makna diulangi dua atau tiga

kali biasanya dengan struktur sintaktis yang sama pula.

La Galigo mempunyai struktur cerita yang besar yang didalamnya

terdapat bingkai cerita yang dapat dikategorikan sebagai sub cerita

ataupun episode. Setiap episode dapat dilihat dalam dua dimensi, di

satu sisi ia merupakan bagian cerita dari keseluruhan konstruksi La

Galigo. Di sisi lain, merupakan cerita yang berdiri sendiri. Dengan kata

lain, La Galigo mempunyai satu alur yang besar yang terdiri dari

beberapa episode. Setiap episode juga mempunyai alur tersendiri yang

sebenarnya merupakan sub alur dari La Galigo secara keseluruhan.

Pemahaman jalan ceritanya tidak begitu mudah karena kompleksitas

alur cerita ditambah dengan perubahan frekuen pada nama-nama

tokoh. Pemahaman akan alur cerita La Galigo secara keseluruhan,

episode demi episode untuk menciptakan hubungan antara isi beberapa

episode alur ceritanya tidak selalu digambarkan secara kronologis tetapi

melalui bentuk penceritaan kilas balik dan pembayangan. Pada kilas

balik, umumnya yang diceritakan adalah deskripsi tentang garis besar

silsilah leluhur tokoh-tokoh utama dan garis besar cerita yang

mendahuluinya. Sedangkan pembayangan pada umumnya ramalan

(8)

itu sebetulnya merupakan ringkasan cerita tentang episode selanjutnya.

Membaca La Galigo bagaikan membaca sebuah cerita bersambung

yang tidak pernah berakhir.Sebab setiap tokoh pasti mempunyai

episode tersendiri dan karena tokoh-tokoh tersebut terkait dalam

geneologi maka begitu banyak kejadian yang harus diceritakan.

Semua aktifitas tokoh-tokoh tersebut berlangsung pada tiga tempat

yaitu: Boting Langiq (Dunia Atas), Peretiwi (Dunia Bawah), dan Ale Lino

(Bumi). Boting Langiq bermakna pusat langit disanalah bertahta

Patotoqe, yang menentukan nasib.Peretiwi atau Toddang toja terletak di

bawah dasar laut, tempat bertahtanya Guru Ri Selleq dan

permaisurinya, Sinauq Toja, adik perempuan Patotoqe.

Sementara itu, semua yang turun dari Boting Langiq lalu menjelma ke

bumi disebut Manurung (yang turun). Sebaliknya semua yang berasal

dari Toddang Toja lalu muncul ke dunia disebut Tompoq (yang

muncul).Bila dikatakan To Manurung itu artinya manusia yang turun dari

langit itu tidak selalu berarti yang dimaksudkan adalah Batara Guru

(manusia pertama yang turun ke bumi) begitu pula dengan To Tompoq.

Itu tidak selalu berarti We Nyiliq Timo namun termasuk pengikut atau

apapun yang muncul dari dunia bawah.Tapi tidak semua yang muncul

adalah manusia. Kadang-kadang ada yang berupa benda seperti

perahu, istana, pakaian, atau binatang.

Ale Lino adalah dunia tengah yaitu bumi manusia. Manusia yang

merupakan hasil perkawinan antara dunia atas dan dunia bawah.Di

dunia tengah ternyata kehidupan tidak hanya berada di darat namun

juga di laut. Di laut itulah Batara Lattuq mengarungi pelayaran ke

Tompoq Tikkaq untuk mempersunting We Datu Sengeng. Ia tak

ubahnya dengan para pangeran Bugis dahulu kala yang harus di uji

keberanian dan kejantanannya melalui pelayaran dan perantauan

(9)

sebuah perjuangan hidup seakan berkata bahwa tidaklah sempurna

kejantanan dan keberanian seorang laki-laki sebelum mampu

menaklukkan keganasan sang laut yang penuh riak, gelombang dan

angin kencang sebelum tiba di pantai kehidupan yang sesungguhnya.

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan Masyarakat

antara lain sebagai berikut:

• Penyalinan naskah oleh We Colliq Pujie, Datu Lamuru ke IX Kerajaan Bone yang disimpan di Museum La Galigo di Belanda dan

naskahnya bernama NBG 188.Menurut Roger Tol (5, 2000) NBG

188 dikumpulkan oleh I Colliq Pujie Arung Pancana Toa, seorang

raja perempuan dari tanah Bugis.Beliau mengumpulkan dan

menyalin ulang episode-episode La Galigo. Dari hasil kerja

kerasnya, dia menghasilkan 2212 halaman folio salinan naskah

yang merupakan 1/3 dari seluruh naskah La Galigo. Pada tahun

1987 dimulailah sebuah proyek yang menerjemahkan dan

menerbitkan NBG 188 ini.

• Pertunjukkan Teater Internasional di Singapura, Amerika, Italia dan Prancis berjudul I La Galigo pada tahun 2005-2008 yang

disutradarai oleh Robert Wilson dan diperankan oleh

seniman-seniman Indonesia baik yang berasal dari Sulawesi Selatan

(10)

Gambar 2. 3. Foto Pemotretan Teater La Galigo

• Penggunaan potongan-potongan larik yang dituliskan di kain dan dibungkus kedalam kain sutra yang dipergunakan sebagai

jimat.Dipercayai tradisi penggunaan jimat untuk tolak bala telah

dimulai sejak Indonesia merdeka di daerah pedalaman Sulawesi

Selatan. Dalam wawancara Bissu saide mengakui masih memberikan

jimat-jimat kepada mereka yang meminta dengan niat Yang Di

Pertuan Langit akan melindungi dan menjauhkan dari marabahaya.

• Kampung Bissu di Segeri yang merupakan tempat bagi pendeta dan

(11)

Bissu. Anhar Gonggong (1992.13) mengatakan Pada awal tahun

60-an komunitas Bissu dib60-antai oleh gerombol60-an Qahar Muzakkar

Mereka dibunuh atau dipaksa bekerja. Kegiatan yang mereka lakukan

dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam dan membangkitkan

feodalisme. Kini Bissu merupakan warisan budaya yang dilindungi dan

berfungsi walaupun dengan batasan-batasan tertentu.

• Pelaksanaan ritual menebar benih padi yang dilakukan semalaman dengan menyanyikan lagu Kucing Belang Tiga yang merupakan

pembantu dari Siang Serri, Dewi Padi yang berasal dari La Galigo di

Kabupaten Sidrap, Soppeng, Bone, Luwu dan Wajo.Petunjuk

pelaksanaan dan peraturan dalam melakukan upacara ini ada dalam

episode khusus dari La Galigo yang berjudul Galigona Meompalo

Karellae yang dimana naskahnya disimpan di Yayasan Kebudayaan

Sulawesi Selatan.(Fachruddin Ambo Enre, 1995).

• Pembacaan ayat Al Quran dan potongan naskah kuno Bugis La Galigo dalam prosesi Barazanji. Barazanji merupakan tradisi ritual

pemanjatan rasa syukur yang dilakukan oleh masyarakat

Bugis.Upacara ini dulunya dibawakan oleh Bissu namun sekarang

dibawakan oleh ustadz yang mengutamakan pembacaan ayat Al

Quran lalu potongan naskah La Galigo setelah Islam masuk.

• Penulisan dan revisi buku The Bugis di teliti dan di tulis oleh Orientalis Christian Perlras dari Prancis, telah diterbitkan dalam bahasa

Indonesia yang berjudul Manusia Bugis.Pelras (2006) mengatakan

Buku ini berdasarkan dari buku pertama yang telah diterbitkan

sebelumnya The Bugis sehingga buku ini merupakan versi perbaikan

dengan informasi-informasi yang paling terbaru. Buku yang orisinalnya

(12)

dan merupakan buku yang terpilih melalui proses seleksi penilaian

kompetitif dan selektif sebagai Buku Bermutu oleh Program Pustaka.

2. 2. Sistem Informasi Komunikasi

Ada beberapa pengertian dari sistem informasi namun yang paling

berkaitan dengan Desain Komunikasi Visual menurut Onong (2003, 45)

adalah Pengertian sistem informasi yaitu satu kesatuan data olahan

yang terintegrasi dan saling melengkapi yang menghasilkan hasil akhir

yang baik dalam bentuk gambar, suara, tulisan maupun audio visual.

Sedangkan pengertian Informasi adalah data yang diolah menjadi

bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya.

Data adalah representasi dunia nyata yang mewakili suatu objek seperti

manusia, hewan, peristiwa, konsep, keadaan dan lain-lain yang

direkam dalam bentuk angka, huruf, symbol, teks, gambar, bunyi atau

kombinasinya.

Menurut Onong (2003, 257) Teori Informasi komunikasi atau dikenal

juga sebagai teori Shannon dan Weaver. Pada tahun 1948, Shannon

mengutamakan teori matematik dalam komunikasi permesinan yang

dimana bersama dengan Weaver pada tahun 1949 teori tersebut

diaplikasikan pada proses komunikasi manusia.

Teori ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis,

dan informatif. Komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana

transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi. Ini

merupakan salah satu contoh nyata dari proses melihat kode sebagai

sarana untuk mengkonstruksi pesan dan menerjemahkannya (encoding

dan decoding). Titik perhatiannya terletak pada akurasi dan efisiensi

proses. Proses yang dimaksud adalah komunikasi seseorang dalam

(13)

ditimbulkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka proses ini

berbicara tentang kegagalan komunikasi melalui tahap-tahap dalam

komunikasi tersebut untuk mengetahui di mana letak kegagalannya.

Selain itu, proses ini juga mempergunakan ilmu-ilmu sosial, terutama

psikologi dan sosiologi, dan memusatkan diri pada tindakan

komunikasi.

Karya Shannon dan Weaver ini kemudian banyak berkembang setelah

Perang Dunia II di Bell Telephone Laboratories di Amerika Serikat yang

dimana Shannon adalah insiyiur yang berkepentingan atas

penyampaian pesan yang cermat melalui telepon. Kemudian Weaver

mengembangkan konsep Shannon ini untuk diterapkan pada semua

bentuk komunikasi. Titik kajian utamanya adalah bagaimana

menentukan cara di mana saluran (channel) komunikasi digunakan

secara sangat efisien. Menurut mereka, saluran utama dalam

komunikasi yang dimaksud adalah kabel telepon dan gelombang radio.

Latar belakang keahlian teknik dan matematik Shannon dan Weaver ini

tampak dalam penekanan mereka. Misalnya, dalam suatu sistem

telepon, faktor yang terpenting dalam keberhasilan komunikasi adalah

bukan pada pesan atau makna yang disampaikan seperti pada

semiotika, tetapi lebih pada berapa jumlah sinyal yang diterima dalam

proses transmisi. Hal ini erat kaitannya dengan audio visual dalam

sistem informasi dasar. Teori ini dapat memaksimalkan informasi dasar

yang diberikan melalui saluran atau media yang telah dipilih.

Teori ini memberikan kesempatan pada komunikator untuk

menyampaikan informasi dan mempengaruhi pikiran melalui informasi

tersebut kepada komunikan baik secara persuasif maupun propaganda.

Proses Shannon-Weaver ini adalah proses linear. Teori ini merupakan

(14)

Source, Transmitter, Receiver dan Destination yang ditunjukkan pada

bagan di bawah ini:

Sumber Informasi pesan Pemancar Penerima pesan Tempat Akhir

Sumber Gangguan

Bagan 2. 1. Teori Informasi Komunikasi

Pada bagan ini menunjukkan Information Source atau Sumber

Informasi memproduksi sebuah pesan untuk dikomunikasikan. Pesan

berupa informasi teks diubah (coding) sehingga dapat diterima oleh

penerima yang dilanjutkan dengan merekonstruksi pesan tersebut ke

dalam audio visual sehingga informasi sampai pada tempat akhir

(Destination). Sehingga teori ini merupakan pilihan bagi penyiaran pada

media massa.

Penjelasan elemen dalam teori ini adalah:

1. Sumber Informasi (Information Source) adalah komunikator

yang memproduksi pesan

2. Pesan (Message) adalah informasi yang berupa data yang

akan disalurkan

3. Pemancar (Transmitter) adalah alat yang mengubah pesan

menjadi isyarat atau signal yang sesuai bagi saluran yang

akan dipergunakan (Coding)

4. Penerima (Receiver) adalah alat yang berfungsi untuk

merekonstruksi (Decoding) isyarat menjadi pesan

5. Tujuan Akhir (Destination) adalah orang atau benda kepada

(15)

Sebagai contoh dalam Roadshow Mengenal La Galigo, unsur-unsur

proses komunikasinya adalah Sumber Informasi adalah pembuat dan

pelaksana dari Mengenal La Galigo tersebut. Pesan adalah informasi

dasar mengenai La Galigo. Pemancar adalah Film Dokumenter Drama,

penerima adalah Target Audiens yaitu remaja SMA usia 16-18 tahun

dan yang terakhir adalah Tujuan Akhir adalah hasil dari kegiatan proses

komunikasi tersebut.

Teori yang lainnya adalah teori Lasswell atau disebut juda dengan

Lasswell’s Model. Teori Harold Lasswell ini dianggap sebagai salah

satu teori yang paling awal dalam perkembangan teori komunikasi oleh

para pakar komunikasi.

Lasswell mengembangan sebuah pertanyaan yang perlu dijawab untuk

mendapatkan menerangkan atau menginformasikan sebuah pesan.

Jawaban bagi pertanyaan paradigmatik dari Lasswell tersebut

(paradigmatic question) mengandung unsur-unsur dari proses

komunikasi.

Pertanyaan yang dikembangkan oleh Lasswell tersebut adalah: Who

Says What In Which Channel To Whom With What Effect yang berarti

Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa dengan

Efek Apa. Unsur-unsur yang terkandung dalam pertanyaan tersebut

adalah Komunikator (Communicator), pesan (Message), Media,

Komunikan (Receiver) dan Efek (Effect).

Komunikator adalah orang yang melakukan penerangan atau yang

memberikan informasi. Pesan adalah informasi yang akan

disampaikan. Media adalah saluran yang digunakan dalam

penyampaian informasi tersebut. Komunikan adalah orang atau target

sasaran yang akan disampaikan pesan tersebut. Efek adalah akibat

yang terjadi setelah proses komunikasi berjalan. Sebagai contoh dalam

(16)

adalah Komunikator sebagai pembuat dan pelaksana dari Mengenal La

Galigo tersebut. Pesan sebagai informasi dasar mengenai La Galigo.

Media sebagai Film Dokumenter Drama, komunikan sebagai Target

Audiens yaitu remaja SMA usia 16-18 tahun dan yang terakhir adalah

efek sebagai feedback atau timbal balik dari kegiatan proses

komunikasi tersebut.

Kedua teori ini saling mendukung dalam proses komunikasi massa

yang berbentuk audio visual. Kelemahan teori Shannon-Weaver yang

terfokuskan pada saluran (pemancar dan Penerima) dapat di

seimbangkan dengan teori Lasswell yang berfokus pada pesan dan

media. Keuntungan dari teori ini adalah tercapainya penyampaian

informasi secara luas dengan pesan yang berbentuk media audio visual

sehingga sesuai dengan perancangan film dokumenter drama dalam

ranah desain komunikasi visual.

2. 3. Dokumenter Drama

Menurut Pratista (2008, 4) film dokumenter adalah film yang menyajikan

fakta yang memiliki hubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa

atau kejadian yang nyata sehingga film dokumenter adalah suatu

proses perekaman peristiwa atau kejadian yang sebenarnya terjadi

tanpa memiliki tokoh jahat dan tokoh baik. Film dokumenter

menggunakan struktur yang pada umumnya berdasarkan pada tema

dan argumen sineas. Tujuan dari struktur dari film dokumenter untuk

memudahkan penonton mengerti akan fakta-fakta yang diberikan.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam menyajikan fakta dari film

dokumenter yaitu dengan merekam langsung pada saat peristiwa

tersebut benar-benar terjadi dan dengan merekonstruksi ulang sebuah

peristiwa yang pernah terjadi. Film dokumenter juga dapat memiliki

wawancara yang menjelaskan secara detail pikiran dan perasaaan

(17)

"Film Dokumenter saat ini telah menjadi sebuah film yang menghibur

dan informatif dan tidak membosankan lagi" Fajar Nugroho (2007, 7).

Hal ini dikarenakan terjadinya eksplorasi dalam unsur-unsur film yaitu

unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif berkaitan dengan tema

film yang terdiri dari tokoh, masalah, waktu, konflik dan lainnya yang

menyatukan rangkaian kejadian atau peristiwa yang memiliki maksud

dan tujuan walaupun ada beberapa jenis film yang non-naratif. Naratif

yang baik dengan pendekatan strategi komunikasi yang tepat pada

target audiens dapat membuat sebuah film dokumenter yang tidak

membosankan sedangkan unsur sinematik adalah bagian teknis pada

sebuah produksi. Unsur ini terdiri dari latar, tata cahaya, kostum, make

up, akting dan pergerakan pemain. Dalam Dokumenter hal-hal tersebut

merupakan realita yang tidak dibuat-buat sehingga pemberian informasi

yang disampaikan dengan valid namun dengan permainan sudut kamera

dan treatment dapat membuat Dokumenter lebih menghibur dan

membangun rasa ingin tahu atau penasaran dari target audiens.

S.E. Smith (2003, 12) menyatakan bahwa Dokumenter Drama adalah

film atau program televisi yang menggabungkan dokumenter dan drama.

Biasa disebut juga dengan non fiksi drama yang dimana berfokus pada

peristiwa yang sebenarnya dengan tokoh yang sebenarnya pula yang

dihadirkan dengan cara yang dramatis. Dokumenter Drama merupakan

media yang paling populer dan kontraversial dikarenakan penggabungan

dari penelitian dan drama mendorong minat pada suatu tema dengan

menggunakan elemen karakter dan narasi.

Dokumenter Drama memiliki beberapa karakter khas yaitu keinginan

untuk memberikan fakta yang telah diketahui tanpa memberikan

komentar yang dimana hal ini bertujuan untuk memberikan informasi

dasar pada orang yang memberikan kesempatan pada

orang-orang ini untuk menarik kesimpulan mereka sendiri. Dokumenter pada

(18)

mempengaruhi penonton dan pembaca. Dokudrama juga menggunakan

teknik ini untuk membawa sebuah peristiwa untuk dibicarakan oleh

orang-orang.

Tidak seperti dengan Dokumenter yang sebenarnya, Dokumenter Drama

memasukkan elemen pemain dalam footage. Dokumenter Drama juga

menggunakan situasi hipotesa seperti pada contohnya film Death of

President pada tahun 2006. Beberapa organisasi menggunakan

Dokumenter Drama untuk menarik perhatian pada peristiwa dan isu-isu

terbaru terutama pada isu lingkungan yang menggunakan Dokumenter

Drama dari efek pemanasan global. Contoh dari situasi hipotesa adalah

penggambaran kemungkinan yang akan terjadi jika tingkat air laut

meningkat dengan tiba-tiba.

Penggunaan kata drama pada istilah Dokumenter Drama bisa

memusingkan dikarenakan drama biasanya diasosiasikan dengan fiksi.

Dokumenter Drama tidak terikat pada elemen fiksi malahan bertahan

dengan kebenaran dari sebuah peristiwa yang didokumentasikan

sebanyak mungkin. Dokudrama dapat membuat sebuah peristiwa

bersejarah terakses oleh siapapun namun kebanyakan dari Dokudrama

membuat orang-orang bergairah untuk berdiskusi bahkan berdebat

tanpa memberikan pendapat atau memaksa penonton atau target

audiens membicarakan isi dari tema dengan orang lain.

Beberapa orang mengkritisi keberadaan Dokumenter Drama

dikarenakan Dokumenter Drama yang menggunakan rekonstruksi

peristiwa dan menghidupkan kembali suatu peristiwa dan dapat dengan

mudah disalah artikan oleh orang-orang yang tidak dapat membedakan

antara fakta dan fiksi. Dokumenter Drama juga merupakan sebuah

interpretasi dari peristiwa-peristiwa namun perlu di ingat bahwa ada

interpretasi lainnya yang dapat saja berbeda dengan interpretasi yang

(19)

target audiens berkesimpulan yang tidak sesuai dengan keinginan

mereka dikarenakan tidak disajikannya semua fakta-fakta yang ada.

Dokumenter Drama berguna terutama untuk televisi baik untuk

kepentingan komersil maupun untuk eksplorasi isu-isu sosial, konstruksi

identitas dan sejarah atau kombinasi dari isu sosial dan konstruksi

identitas dan sejarah.

Sehingga Dokumenter Drama harus digunakan sesuai dengan

kebutuhan dan target audiensnya. Kebutuhan dari tema yang diangkat

untuk menarik atau menginformasikan pada penonton atau target

audiens bahwa tema yang diangkat melalui Dokumenter Drama tersebut

adalah penting dan dengan harapan bahwa target audiens tersebut

dapat berpartisipasi didalamnya.

II. 4. Khalayak Sasaran

Sebuah informasi memerlukan sasaran yang dapat diterangkan atau

dijelaskan sehingga sasaran tersebut akhirnya mengenal dan

mengetahui apa yang sebelumnya belum diketahui. Khalayak Sasaran

merupakan kumpulan sejumlah individu-individu yang memiliki

kesamaan-kesamaan tertentu.

Primer: Sasaran utama sistem informasi ini adalah remaja madya karena

pada masa ini pelajar mencari sesuatu yang dipandang bernilai. Karya

peninggalan leluhur memiliki banyak sekali nilai-nilai yang dapat

disampaikan maka dalam pencarian nilai-nilai ini diharapkan nilai positif

yang terkandung dalam Naskah Kuno Bugis La Galigo akan dapat

tersampaikan.

Sekunder: Target Audiens lain yang juga turut hadir dalam Roadshow

seperti guru dan pegawai sekolah.

(20)

Kota Makassar berada di Provinsi Sulawesi Selatan, Pulau

Sulawesi dan merupakan ibu kota dari Provinsi tersebut.

Keadaan geografinya merupakan dataran rendah hingga ke

pesisir dari Laut Sulawesi. Luas kota ini adalah 175. 77 km

persegi. Sebagai salah kota urban, kota Makassar sedang

mengalami pembangunan infrastruktur terpadu salah satunya

dalam bidang transportasi, kawasan industri dan Pemukiman.

Iklim kota Makassar adalah tropis dengan suhu antara 22 derajat

hingga 33 derajat Celcius. Kota Makassar berbatasan dengan

Kabupaten Pangkep di sebelah utara, Kabupaten Gowa di

sebelah selatan, Kabupaten Maros di sebelah timur dan Selat

Makassar di sebelah barat. Kota Makassar terdiri dari 14

kecamatan dan 1438 kelurahan.

II. 4. 2. Demografi

Penduduk Kota Makassar tahun 2005 tercatat sebanyak

1.193.434 jiwa yang terdiri dari 582.572 jiwa laki-laki atau

49.37% dan 610.862 jiwa perempuan atau 51.36% dari total

penduduk Kota Makassar. Target audiens ini bertempat tinggal di

daerah kota (Urban) dan pinggiran kota (Suburban)

Target Audiens ini berusia antara 16-18 tahun dan dimasukkan

dalam kategori Remaja Madya dengan Jenis Kelamin

perempuan dan laki-laki yang berpendidikan SMA, bisa menulis,

cukup mengerti Bahasa Inggris dan berada pada kelas ekonomi

ABC+.

II. 4. 3. Psikografi

Remaja Madya (Middle Adolescence) memiliki perilaku yang

(21)

itu senang berkelompok dan berkomunitas. Sifat-sifat pada

remaja madya pada umumnya optimis atau pesimis, kondisi

yang kebingungan dalam hal menentukan keinginan dan minat,

idealis dan materialism dan sedang mengalami proses

pengenalan pada diri sendiri yang mendorong pada pencarian

jati diri.

Gaya hidup yang mereka jalani adalah kemampuan untuk cepat

tanggap pada teknologi dan informasi. Opini yang kritis dan

selalu mempertanyakan segala halnya. Persepsi dari target

audiens ini selalu objektif walaupun terkadang subjektif,

(22)

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

3. 1. Strategi Perancangan

Strategi perancangan terbagi atas tiga bagian yaitu pra produksi,

produksi dan pasca produksi.Tahapan perancanganSistem Informasi

melalui media Audio Visual Dokumenter Drama memerlukan persiapan

yang matang oleh karenanya Strategi Perancangan merupakan fondasi

atau dasar dari produksi yang maksimal dan efektif.

3. 1. 1. Strategi Komunikasi

Strategi Komunikasi diperuntukkan agar dalam suatu

perencanaan dan perancangan dapat berhasil secara

maksimal melalui persiapan strategi atau siasat dalam lingkup

wilayah Komunikasi.

Mengacu pada target audiens, tahapan komunikasi Mengenal

La Galigo menggunakan pendekatan persuasif. Pemilihan

gaya bahasa yang digunakan disesuaikan dengan gaya

bahasa remaja yang langsung dan tidak terlalu formal. Selain

itu penggunaan remaja sebagai narator dan pemain dapat

mengajak target audiens untuk lebih dekat dan membuat

target audiens membayangkan diri merekalah yang sedang

mengalami atau melakoni karakter dari Film Dokumenter

Drama mengenal La Galigo.

3. 1. 1. 1. Tujuan Komunikasi

Mengenalkan Naskah kuno Bugis La Galigo kepada

khalayak sasaran sehingga dapat membangun

kesadaran akan keberadaan Naskah baik dari isi

(23)

3. 1. 1. 2. Pesan Utama Komunikasi

Memberikan informasi yang mendasar mengenai

keberadaan Naskah Kuno Bugis La Galigo.

3. 1. 1. 3. Materi Pesan

Pesan disampaikan secara verbal melalui narasi dan

non verbal yang terdiri dari teks, video dan gambar.

3. 1. 2. Strategi Kreatif Dokumenter Drama

Strategi Kreatif diperlukan untuk menjalankan strategi

komunikasi hingga dapat diterima oleh khalayak sasaran.

Strategi Kreatif yang diambil disesuaikan dengan lingkungan

target audiens.

3. 1. 2. 1. Penyampaian Pesan

Pesan disampaikan dengan mengikuti gaya bahasa

dan gaya hidup target audiens remaja hingga pesan

diterima dalam bentuk informasi yang persuasif.

3. 1. 2. 2. Rasionalisasi Visual

Penyampaian pesan yang objektif informatif

merupakan karakteristik dari media audio visual film

Dokumenter sehingga visualisasi dalam karya Tugas

Akhir yang memberikan informasi berdasarkan pada

fakta adalah pilihan yang tepat. Dikarenakan target

audiensnya adalah remaja maka visualisasinya

bergenre Dokumenter Drama. Hal ini dikarenakan

untuk menarik minat dan perhatian target audiens

(24)

3. 1. 3. Strategi Media

Strategi Media diperuntukkan agar dalam suatu perencanaan

dan perancangan dapat berhasil secara maksimal melalui

persiapan strategi atau siasat dalam lingkup wilayah Media.

3. 1. 3. 1. Alasan Pemilihan Media

Dipilihnya media Audio Visual dikarenakan

kemudahan akan penyampaian komunikasi dan

kreatif dalam bentuk audio visual terutama dalam film

Dokumenter Drama yang memiliki alur.

3. 1. 3. 2. Pertimbangan Dasar

Perkembangan teknologi dan mudahnya akses

terhadap teknologi tersebut merubah pola hidup

masyarakat terutama pelajar madya yang dalam hal

ini merupakan target audiens dari perancangan

Tugas Akhir ini menjadi lebih kritis dan visual. Media

Audio Visual merupakan media yang mudah dicerna

atau dimengerti dikarenakan menggunakan dua

indera yaitu indera pengelihatan dan indera

pendengaran. Selain itu, audio visual memudahkan

persepsi seseorang dalam menanggapi dan

mengingat dikarenakan persepsi audio visual

tersebut tersimpan di Long Term Memory atau

ingatan jangka panjang.selain itu, media ini memiliki

informasi yang padat dalam bentuk audio visual yang

berdurasi tidak lama jika dibandingkan dengan

(25)

3. 1. 4. Strategi Distribusi

Strategi Distribusi ini disesuaikan dengan target audiens yaitu

pelajar Madya sehingga pemutaran film di tiap-tiap sekolah

merupakan jalur langsung yang tepat pada sasaran. Distribusi

film melalui penyimpanan pada format DVD sehingga akses

pada informasi lebih mudah dan dapat dimiliki oleh target

audiens.

3. 2. Konsep Visual

Konsep Visual dapat dibagi ke dalam empat aspek yaitu Tonalitas

Warna dan Kecepatan Gerak Gambar, Pembingkaian (Framing) dan

durasi gambar. Aspek pertama mencakup warna, tonalitas, kontras dan

brightness, kecepatan gerak gambar, format ukuran video dan lainnya.

Sedangkan pada aspek kedua yaitu Pembingkaian (Framing) yang

mencakup batasan wilayah gambar, jarak, ketinggian, pergerakan

kamera dan lainnya lalu pada aspek yang ketiga mencakup durasi atau

panjangnya waktu dari suatu pengambilan gambar. Yang terakhir

adalah aspek keempat yaitu Pra Produksi Film.

3. 2. 1. Tonalitas Warna dan Kecepatan Gerak Gambar

Tonalitas gambar dapat dikontrol melalui pengaturan kontras,

brightness, color secara ringan dikarenakan ini adalah

Dokumenter maka diusahakan untuk melakukan proses

pengeditan seperlunya. Pengaturan ini juga dapat dilakukan

dengan penggunaan peralatan pendukung seperti filter UV

untuk menahan sinar Ultraviolet sehingga menghasilkan

gambar yang jelas dan tidak under-exposured maupun

over-exposured, pengaturan diafragma dalam penentuan exposure

(26)

digunakan adalah warna natural. Hal ini dikarenakan genre

dari medianya yaitu Dokumenter.

Kecepatan gerak gambar adalah kecepatan normal yaitu

dengan mengatur pada kecepatan 24 frame per second (fps).

Pengaturan lensa dilakukan untuk mengatur frame dan

dengan menggunakan penggunaan lensa zoom dikarenakan

teknik zoom ini sering digunakan dalam banyak adegan untuk

mendukung gaya handheld camera. Teknik lainnya yang akan

digunakan adalah teknik Deep Fokus yang dimana latar

belakang dan latar depan sama-sama focus dan tajam yang

dapat memberi kesan bahwa latar belakang maupun depan

sama pentingnya. Dalam pengambilan gambar wawancara,

teknik Deep Fokus dapat memperlihatkan profil narasumber

dan juga profil lokasi yang juga memberikan informasi

mengenai tema yang diangkat. Untuk Dokumenter ini tidak

akan digunakan efek khusus karena di Dokumenter ini akan

diperlihatkan situasi yang sebenarnya untuk membangun rasa

kepercayaan dan kebenaran akan informasi yang dipaparkan.

3. 2. 2. Framing

Melalui framing ini, Film Dokumenter Drama ini dihadirkan

melalui jalinan peristiwa. Ada empat unsur yang akan dibahas

dalam framing ini yaitu bentuk dan dimensi frame; ruang

offscreen dan onscreen; sudut, kemiringan, tinggi dan jarak;

serta pergerakan kamera.

Aspek ratio yang digunakan adalah Fullscreen 4:3 disesuaikan

untuk strategi distribusi Film Dokumenter Drama ini melalui

Roaadshow ke SMA-SMA di Kota Makassar. Ruang offscreen

dan onscreen merupakan komposisi visual frame secara

(27)

ditengah-tengah frame sedangkan pada scene journal log,

host dapat berada di kanan, kiri maupun di tengah frame.

Dalam wawancara, informasi yang diberikan adalah fakta

sehingga komposisi ditengah secara konsisten merupakan

representasi dari fakta tersebut sedangkan pada scene journal

log yang dibawakan oleh host-nya, komposisi adalah fleksibel

karena peran host merupakan representasi dari pendapat/

opini yang terbentuk oleh host selama proses pelaksanaan

produksi. Jarak sudut, kemiringan serta ketinggian kamera

akan bervariasi tergantung pada situasi dan kondisi yang

terjadi di lapangan dikarenakan pengambilan Dokumenter ini

adalah langsung dan bergantung pada keberadaan host. Lalu

yang terakhir adalah pergerakan kamera. Pergerakan kamera

adalah subjektif karena mengikuti pandangan host dalam

pengambilan gambarnya.

3. 2. 3. Durasi Gambar

Durasi cerita yang berjalan pada sebuah shot dalam konteks

naratifnya menunjukkan durasi sebuah gambar. Dokumenter

ini terdiri dari lima sekuen dengan sepuluh scene yang

memiliki kurang lebih 15-30 shot/ take.

3. 2. 4. Pra Produksi

3. 2. 4. 1. Ide Cerita

Membuat sebuah Film Dokumenter Drama yang

mengenalkan sebuah karya peninggalan leluhur

Suku Bugis yaitu Naskah Kuno Bugis La Galigo.

(28)

seorang remaja yang bernama Azie sedang

membuat laporan penelitian mengenai sebuah

Naskah Kuno Bugis terpanjang di dunia yang

bernama La Galigo. Namun dalam prosesnya Azie

tertidur dan mengalami mimpi yang aneh mengenai

penelitian yang telah dilakukannya. Dalam mimpinya

Azie memberikan informasi mengenai Naskah Kuno

Bugis La Galigo.

3. 2. 4. 3. Skenario

Terlampir

3. 2. 4. 4. Lokasi

Nama Lokasi:

Pusat Studi La Galigo, UNHAS

Alamat:

Jl. Perintis Kemerdekaan 214, Makassar

Kontak:

Nurhayati Rahman, 0811411792

Nama Lokasi:

Gedung Arsip Nasional

Alamat:

Perintis Kemerdekaan 10, Makassar

Kontak:

Sansari M.Hum,

(29)

Nama Lokasi:

Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan

Alamat:

Jl. Rappocini Raya 76, Makassar

Kontak:

Muhammad Salim,

Kepala Bidang Informasi

Nama Lokasi:

Kediaman Ishak Ngeljaratan

Alamat:

PerDos UNHAS, Blok AB No. 1, Makassar

Kontak:

0411-585-005

Nama Lokasi:

Kediaman Muhammad Salim

Alamat:

Jl. Urip Sumoharjo III No. 31, Makassar

Kontak:

(30)

Nama Lokasi:

Studio Virtual, UNIKOM

Alamat:

Jl. Dipati Ukur No. 114, Bandung

Kontak:

022-250-6637

Nama Lokasi:

Kostan Dian Gita Utami

Alamat:

Jl. Dago Atas No. 339, Bandung

Kontak:

0811468240

3. 2. 4. 5. Talent

Nama:

Dian Gita Utami

Peran:

Pemain Utama, Azie

Pekerjaan:

Mahasiswa S2 ITB

Alamat:

Jl. Dago Atas No. 339, Bandung

Nama:

(31)

Peran:

Narasumber pertama

Pekerjaan:

Budayawan Bugis

Alamat:

PerDos UNHAS, Blok AB No. 1, Makassar

Nama:

Muhammad Salim

Peran:

Narasumber kedua

Pekerjaan:

penerjemah La Galigo,

Kepala Bidang Informasi YKSS

Alamat:

(32)

3. 2. 5. Studi Warna

[image:32.595.188.487.134.413.2]

  Gambar 3. 1. Referensi Warna

(33)

3. 2. 6. Studi Tipografi

[image:33.595.296.379.138.225.2]

  Gambar 3. 2. Font Brutality Extra

Font ini dipilih sebagai Font utama yang diaplikasikan pada Headline dikarenakan bentuknya yang sesuai dengan kesan yang ingin diciptakan, yaitu Kuno.Selain itu, Font ini mengimajinasikan akan bentuk potongan batu untuk mewakili zaman batu.

[image:33.595.293.380.355.438.2]

  Gambar 3. 3. Font Aladdin

Font ini diaplikasikan pada Tagline dari gagasan visual dikarenakan bentuknya yang menyerupai huruf Lontarak yang merupakan huruf yang digunakan dalam penulisan Naskah Kuno Bugis La Galigo.

  Gambar 3. 4. Font Calligrapher

[image:33.595.292.381.551.638.2]
(34)
[image:34.595.165.513.115.203.2]

  Gambar 3. 5. Font Cancun, Gautami, Geogria dan Arial

Font ini diaplikasikan pada beberapa media aplikasi sebagai text.

3. 2. 7. Gagasan Visual

  Gambar 3. 6. Variasi Gagasan Visual

[image:34.595.192.524.303.543.2]
(35)

BAB IV

MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI

4. 1. Teknis Produksi

Teknis Produksi adalah laporan proses dalam pembuatan karya audio visual

yang didalamnya mencakup proses pra produksi, produksi dan pasca

produksi karya. Laporan ini diperuntukkan sebagai bukti bahwa dalam

sebuah karya terdapat proses penciptaan, persiapan dan pembuatan karya

(behind The Scene).

4. 1. 1. Produksi

Produksi adalah masa pelaksanaan eksekusi sebuah karya

audio visual yang didalamnya mencakup proses persiapan

peralatan,survey lokasi, survey narasumber, penggunaan

keuangan, pembuatan jadwal dan pelaksanaan perekaman

karya audio visual tersebut.

Jenis kamera yang akan digunakan adalah kamera digital

berformat video dengan gaya handheld camera untuk

pengambilan gambarnya tanpa menggunakan tripod maupun

alat bantuan lainnya yang dimana merupakan karakteristik

dari pengambilan gambar Dokumenter. Tipe kameranya

adalah Panasonic MD 10000 dan Camera DSLR Canon 500

dengan format kaset mini DV dengan menggunakan lensa

yang sudah terpasang di kamera beserta dengan microphone.

4. 1. 1. 1. Persiapan Peralatan

Peralatan:

(36)

Kamera SLR(dokumentasi dan footage image), Blue Screen, Lighting, Headphone, Amplop Putih ukuran sedang (5 buah) dan Buku Produksi 2 rangkap.

Proses syuting terbagi atas tiga komponen. Virtual Scene, Interview Scene dan Footage Scene.Syuting virtual scene dengan menggunakan Blue Screen dalam ruang studio dengan sutradara dan kameramen.Pada syuting Interview Scene dilakukan langsung pada lokasi kediaman narasumber dengan sutradara merangkap cameramen dan pewawancara.Untuk syuting footage scene dilakukan di beberapa lokasi yang telah ditentukan dengan merekam lokasi yang sebenarnya.

4. 1. 1. 2. Jadwal Shooting

Terlampir

4. 1. 2. Pasca Produksi

Pra produksi adalah pengeditan sebuah karya audio visual

dengan menggunakan software tertentu pada computer yang

didalamnya mencakup proses capturing, pemotongan scene,

pemilihan scene baik dan tidak baik, penggabungan scene,

pemberian transisi, proses color correction, pemberian efek

dan proses rendering dari karya audio visual tersebut. Pasca

Produksi ini adalah proses editing. Proses editing ini terbagi

atas dua yaitu offline dan online.

Dalam proses pengeditan, lembar kerja perlu disesuaikan.

Dalam hal ini yaitu format videonya adalah DV-PAL Video (4:3

Interlaced) Standard 48 KHz (16 Bit ) Stereo dengan Editing

Mode DV PAL, Timebase 25.00 fps dan ukuran frame 720h

(37)

Offline adalah proses editing yang terdiri dari beberapa

tahapan yang dilakukan. Proses paling awal adalah

capturing. Proses yang dimana data video dari kaset

[image:37.595.224.499.203.413.2]

ditransfer ke computer.

Gambar 4.1. Proses Capturing

Setelah itu dilanjutkan dengan pemotongan scene yang baik

dan tidak baik yang pada akhirnya scene-scene yang baik

digabungkan berdasarkan pada storyboard yang

(38)
[image:38.595.209.516.112.336.2]

Gambar 4.2. Proses pemilihan dan pemotongan scene baik dan tidak baik

Gambar 4.3. lembar kerja utama

Setelah semua scene hasil syuting dimasukkan ke dalam

lembar kerja, maka prose editing selanjutnya yaitu online

perlu dilakukan. Online adalah proses editing akhir. Di tahap

ini dilakukan proses digitalizing terhadap hasil offline

sebelumnya dengan meng-capture kembali tanpa kompresi

(39)

dengan penambahan efek, pengaturan audio, penambahan

[image:39.595.204.520.164.410.2]

transisi, color correction, dan tittle.

[image:39.595.206.518.444.676.2]

Gambar 4.4. Proses zooming

(40)
[image:40.595.221.502.111.311.2] [image:40.595.223.506.568.734.2]

Gambar 4.6. Proses Efek

(41)
[image:41.595.213.513.140.311.2] [image:41.595.220.507.354.518.2]

Gambar 4.8. Proses color correction

[image:41.595.243.481.558.742.2]

Gambar 4.9. Proses pemasukan teks

(42)
[image:42.595.213.511.233.407.2]

Gambar 4.11. Proses rendering

Untuk membantu proses visualisasi cerita pada scene dua

maka dibuat motion graphic. Pembuatan motion graphic ini

menggunakan software After Effect yang lalu di-impor ke

dalam lembar kerja utama.

Gambar 4.12. Proses pembuatan animasi

Motion graphic juga dibuat pada opening film yang

memberikan informasi bagi penonton atau target audiens

mengenai pihak-pihak yang terkait dalam proses pembuatan

[image:42.595.246.478.540.738.2]
(43)

Gambar 4.13. Contoh 1 pembuatan opening: Production House

Setelah seluruh cerita terbangun, elemen penyatu antara

shot, scene dan sequence telah selesai maka film siap untuk

di render. Proses render membutuhkan waktu yang

tergantung pada kualitas film yang dipilih. Semakin tinggi

kualitasnya (terutama yang tanpa compression at all) maka

[image:43.595.246.478.275.565.2]

semakin lama pula proses rendering tersebut.

Gambar 4.14. Contoh 2 pembuatan opening: Judul

4. 2. Media

4. 2. 1. Film Dokumenter Drama

Ukuran/Jenis : DVD file

Material : Digital

(44)

Alasan : film non fiksi yang memberikan informasi secara cepat dan menarik bagi remaja.

[image:44.595.222.417.308.595.2]

4. 2. 2. Baliho

Gambar 4. 15. Baliho

Ukuran/Jenis : 2 x 3 meter

Material : Frontlite

Teknik Produksi : Offset

(45)

Penempatan : Outdoor

Lokasi : Perempatan Bawakaraeng, Pertigaan Panaikang, dan Pertigaan Penghibur

Format : Vertikal

[image:45.595.217.425.335.649.2]

4. 2. 3. Billboard

Gambar 4. 16. Billboard

Ukuran/Jenis : 2 x 3 meter

(46)

Teknik Produksi : Offset

Alasan : Informasi Roadshow pada khalayak ramai

Penempatan : Outdoor

Lokasi : Jalan Utama Perintis Kemerdekaan

Format : Vertikal

[image:46.595.226.417.389.642.2]

4. 2. 4. Flyer

Gambar 4. 17. Flyer

Ukuran/Jenis : A5

(47)

Teknik Produksi : Offset

Alasan : Informasi segera diketahui oleh target audiens dan merupakan reminder kegiatan

Penempatan : Dibagikan pada target audiens Lokasi : Mall Ratu Indah Jl. Sam Ratulangi,

Mall Panakukang Jl. Boulevard, dan Mall MTC Jl. Ahmad Yani

Format : Vertikal

(48)
[image:48.595.199.440.409.746.2]

Gambar 4. 18. X-Banner

Ukuran/Jenis : 60 x 160 cm

Material : Frontlite

Teknik Produksi : Digital Printing

Alasan : Informasi Roadshow pada khalayak ramai secara langsung di saat Roadshow

Penempatan : Indoor

Lokasi : Di ruang pemutaran film di SMA-SMA Kota Makassar

Format : Vertikal

(49)

Gambar 4. 19. Poster Roadshow

Ukuran/Jenis : A2

Material : Vinyl

Teknik Produksi : Digital Printing

Alasan : Informasi Roadshow pada khalayak ramai

Penempatan : Outdoor

Lokasi : Di sekitar SMA-SMA Kota Makassar

Format : Vertikal

[image:49.595.203.439.374.713.2]

4. 2. 7. Poster Cinema

(50)

Ukuran/Jenis : A2 Material : Art Paper Teknik Produksi : Offset

Alasan :Untuk memberikan informasi mengenai pelaksana dan media utama

Penempatan : Indoor

Lokasi : Pintu utama tempat pemutaran Film

Format : Vertikal

[image:50.595.132.529.80.592.2]

4. 2. 8. Kemasan DVD

Gambar 4. 21. Kermasan DVD dan Sticker DVD

Ukuran/Jenis : A5 untuk kemasan, diameter 12 cm untuk DVD Sticker

Material : Art Paper dan Kertas Sticker manila Teknik Produksi : Digital Printing

(51)
[image:51.595.214.433.590.753.2]

Format : Vertikal 4. 2. 9. Sticker

Gambar 4. 22. Sticker

Ukuran/Jenis : 5 x 6 cm

Material : Clear sticker paper Teknik Produksi : Digital Printing

Alasan : dapat ditempelkan dimana saja Penempatan : dibagikan gratis di tempat Roadshow Lokasi : di binder, buku dan tempat-tempat lainnya

Format : Vertikal

(52)

Gambar 4. 23. Kemasan Snack

Ukuran/Jenis : A3 Material : Art Paper Teknik Produksi : Digital Printing

Alasan : sebagai media wadah juga informasi

Penempatan : dibagikan gratis, terbatas di tempat Roadshow Lokasi : di tempat Roadshow Film

Format : Vertikal

[image:52.595.122.564.371.766.2]

4. 2. 11. Souvenir T-Shirt

Gambar 4. 24. Souvenir T-Shirt

Ukuran/Jenis : All Size

Material : Katun

Teknik Produksi : Offset

Alasan : merupakan reminder sekaligus alat promosi kegiatan dan bisa digunakan oleh target audiens dibawa kemana saja

Penempatan : dijual seharga Rp. 50.000,00

(53)

4. 2. 12. Merchandise Pin

Gambar 4. 25. Merchandise Pin

Material : Inkjet Paper

Teknik Produksi : Digital Printing, press dengan alat pembuat Pin Alasan : Sebagai reminder kegiatan Roadshow dan dapat

dibawa kemana saja sebagai asesoris

Penempatan : Dibagikan gratis bersama dengan sticker pada peserta Roadshow

Lokasi : Tempat Roadshow di SMA-SMA Kota Makassar  

(54)

Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir

PERANCANGAN FILM DOKUMENTER DRAMA

MENGENAL LA GALIGO

DK 38315 Tugas Akhir

Semester II 2009 / 2010

Oleh

Nur Azmah Musa

51906219

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(55)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...i

Daftar Isi...ii

Daftar Gambar...v

BAB I Pendahuluan...1

1. 1. Latar Belakang...1

1. 2. Identifikasi Masalah...2

1. 3. Fokus Masalah...2

1. 4. Tujuan Perancangan...2

1. 5. Kata Kunci...2

BAB II NASKAH KUNO BUGIS LA GALIGO...3

2. 1. Landasan Naskah Kuno Bugis La Galigo...3

2. 2. Sistem Informasi Komunikasi...12

2. 3. Dokumenter Drama...16

2. 4. Khalayak Sasaran...19

2. 4. 1. Geografi...19

2. 4. 2. Demografi...20

2. 4. 3. Psikografi...20

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL...22

3. 1. Strategi Perancangan ...22

3. 1. 1. Strategi Komunikasi...22

3. 1. 1. 1. Tujuan Komunikasi...22

3. 1. 1. 2. Pesan Utama Komunikasi...23

3. 1. 1. 3. Materi Pesan...23

3. 1. 2. Strategi Kreatif... ...23

3. 1. 2. 1. Penyampaian Pesan...23

3. 1. 2. 2. Rasionalisasi Visual ...23

3. 1. 3. Strategi Media...24

3. 1. 3. 1. Alasan Pemilihan Media...24

3. 1. 3. 2. Pertimbangan Dasar...24

(56)

3. 2. Konsep Audio Visual ...25

3. 2. 1. Tonalitas Warna dan Kecepatan Gerak Gambar...25

3. 2. 2. Framing ...26

3. 2. 3. Durasi Gambar...27

3. 2. 4. Pra Produksi...27

3. 2. 4. 1. Ide Cerita ...27

3. 2. 4. 2. Sinopsis...27

3. 2. 4. 3. Skenario...28

3. 2. 4. 4. Lokasi...28

3. 2. 4. 5. Talent ...30

3. 2. 5. Studi Warna ...32

3. 2. 6. Studi Tipografi...33

3. 2. 7. Gagasan Visual...34

BAB IV TEKNIS PRODUKSI DAN MEDIA ...35

4. 1. Teknis Produksi...35

4. 1. 1. Produksi...35

4. 2. 1. 1. Persiapan Peralatan...35

4. 2. 1. 2. Jadwal Shooting ...36

4. 1. 2. Pasca Produksi...36

4. 2. Media...43

4. 2. 1. Film Dokumenter Drama ...43

4. 2. 2. Baliho ...44

4. 2. 3. Billboard...45

4. 2. 4. Flyer ...46

4. 2. 5. X Banner ...47

4. 2. 6. Poster Roadshow...48

4. 2. 7. Poster Cinema...49

4. 2. 8. Kemasan DVD ...50

4. 2. 9. Sticker ...50

4. 2. 10. Kemasan Snack ...51

(57)

4. 2. 12. Merchandise Pin ...52

Daftar Pustaka...54

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Effendy, Onong U. (2003). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung:

Citra Aditya Bakti.

Enre, Fachruddin A.(1999). Ritumpanna Welenrennge: Sebuah Episode

Sastra Bugis Klasik Galigo. Jakarta: Yayasan Obor.

Gonggong, Anhar. (1992). Abdul Qahar Muzakkar: Dari Patriot hingga

Pemberontak. Jakarta: Grasindo.

Hamonic, Gilbert. (2008). Nenek Moyang Orang Bugis. Makassar: Pustaka

Refleksi.

Rahman, Nurhayati, Anil Hukma & Idwar Anwar. (2003). La Galigo:

Menulusuri Jejak Warisan Dunia. Makassar: Pusat Studi La Galigo

UNHAS.

Kern, Rudolph. A. (1989). I La Galigo: Cerita Bugis Kuno, diterjemahkan

dari Bahasa Belanda: Catalogus I (Catalogus van de

Boegineesche, tot den I La Galigo-cyclus behoorende

handschriften der Leidsch Universiteitsbibliotheek, alsmede van die

in andere europeesche bibliotheken) & Catalogus II (Catalogus van

de Boegineesche, tot den I La Galigo-cyclus behoorende

handschriften van Jajasan Kebudajaan Sulawesi Selatan dan

Tenggara te Makassar) oleh La Side dan M. D. Sagimun.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mattulada. (1990). Sawerigading, Folktale Sulawesi. Jakarta: Direktorat

Sejarah dan Nilai Tradisional Departemen Pendidikan dan

(59)

Pelras, Christian. (2006). Manusia Bugis, Diterjemahkan dari Bahasa

Inggris: The Bugis oleh Abdul Rahman Abu, Hasriadi, dan Nurhady

Sirimorok. Jakarta: Nalar.

Salim, Muhammad & Fachruddin Ambo Enre. (1995). La Galigo menurut

naskah NBG 188 yang disusun oleh Arung Pancana Toa (Jilid I).

Jakarta: Djambatan-KITLV.

Salim, Muhammad & Fachruddin Ambo Enre. (2000). La Galigo menurut

naskah NBG 188 yang disusun oleh Arung Pancana Toa (Jilid II).

Makassar: Lephas.

Gregory, Sam & Gillian Caldwell. (2008). Video For Change. London:

Pluto Press Ltd.

Tinarbuko, Sumbo. (2008). Semiotika Komunikasi Visual.Yogyakarta:

Jalasutra.

Stokes, Jane. (2007). Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam

Kajian Media dan Budaya. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Yogyakarta: Homerian

Pustaka.

Makalah:

Hamid, Abdullah. (1987). “Pasompe among Buginese in South Sulawesi”.

Seminar Internasional KITLV II bertema: South Sulawesi: Trade,

Society and Belief, Leiden, 2-6 November.

Enre, Fachruddin A. (2003). “Budidaya Padi Berdasarkan Naskah La

Galigo”, dalam Nurhayati Rahman, Anil Hukma dan Idwar Anwar,

La Galigo: Menelusuri Jejak Warisan Dunia. Makassar: Pusat Studi

(60)

Internet:

Arzuka. (23 September, 2008). La Galigo, Odisei, Trah Buendia.

http://arsuka.wordpress.com/2008/09.html. Akses 1 Agustus 2009.

Change Performing Arts. 2005. I La Galigo.

http://www.changeperformingarts.it/Wilson/galigo_photos.html.

akses 28 Juli 2009.

Indra To Ogi. (5 Juni 2009). Hikayat La Galigo.

http://indraztyaone90.blogspot.com/2009_06_01_archive.html.

Akses 1 Agustus 2009.

Verkata. (tanpa tahun). Lontar.

  http://wiki.verkata.com/id/wiki/Lontar.html. Akses 12 Desember

2009.

Wawan Supriadi. (2 Januari 2010). Mengenal Aksara Lontara Bugis.

(61)

Self

 

Qoute:

“I

 

ate

 

banana

 

pan

love

 

and

 

have

 

a

 

cup

 

of

 

joy

 

this

 

morning”

 

 

Nur Azmah Musa………..Means: 

The

 

Light

 

of

 

Hope

 

Contact

 

Info

 

I live on Jl. Hj. Saodah No. 71 RT 02 RT 08 Jatihandap, Bandung, Jawa Barat, 40193.

 

Contact

 

me

 

via

 

mobile

 

on

 

081320

 

919092

 

or

 

via

 

email

 

on

 

ranredbullz@gmail.com.

 

Personal

 

Particulars

 

I was born on Maros, October 17th 

1987

 

so it makes me 23 years old this year. I am an 

Indonesian,

 

female

 

and

 

single

. My Id number is.    

Education

 

My

 

early

 

childhood

 

I

 

spent

 

on

 

rural

 

area

 

with

 

my

 

family.

 

Hills,

 

forests

 

and

 

beaches

 

are

 

my

 

playground.

 

Nature

 

tought

 

me

 

to

 

appreciate

 

with

 

mind,

 

eyes,

 

my

 

hands

 

and

 

my

 

attitude.

 TK Kartika (1994), SDN 19 Pangkajene (1995). 

My

 

Adolescence

 

I

 

spent

 

with

 

friends,

 

school

 

and

 

organization.

 

I

 

love

 

to

 

stop

 

and

 

let

 

my

 

eyes

 

have

 

the

 

world.

 

These

 

times

 

of

 

my

 

age,

 

I

 

learn

 

about

 

love.

 

Love

 

that

 

can

 

be

 

in

 

many

 

form

 

and

 

from

 

many

 

source

 

with

 

or

 

without

 

reasons.

 

SMPN 12  Makassar (2001) SMAN 1 Makassar (2003) Miller Place High School New York (2005). 

My

 

(62)

how

 

to

 

survive

 

and

 

stand

 

up

 

for

 

myself.

 

I

 

am

 

a

 

risk

 

taker

 

and

 

sometimes

 

gambling

 

with

 

my

 

own

 

destiny,

 

I

 

don’t

 

regret

 

so

 

that’s

 

why

 

I

 

am

 

willing

 

to

 

take

 

every

 

consequences.

 

Universitas Komputer Indonesia under design faculty, major on  Visual Communication Design (2006). My campus is located on Jl. Dipati Ukur No. 144‐115‐

102, Bandung with S1 degree. Will graduated on September 25th 2010 with GPA 3. 51. 

  

Organization

 

Experience

 

Pramuka ‐ National Jambore (2001) Junior Student Council – Vice Chief (2002) Editor in Chief  and pioneer of Sahabat School Press (2003) Photography Club – Pioneer (2004) Senior  Student Council – General Secretary (2004) Youth Exchange Student to New York, USA –  Long Term (2005) Speaker in Rotary District Presentation (2005) Drama Club – Gospel (2006)  Badminton Club – Double Player (2006) Miller Place High School ‐ Student Immersion Award 

(2006) “Fresh” Community Exhibition – Photographer (2006) National English Debating  Championship at Semarang – Debater (2006) Titik Fokus Photography Community – 

Secretary (2006) UNIKOM English Debating Club – Chief (2007)    

Work

 

Experience

 

Misc

: Blobby’s Movie Rent – Guider (2006) The Rooster Fast Food, Mt. Sinai, NY – Kitchen 

Helper (2006) – Cashier (2007) – Sous Chef (2008) Knitting Mentor (2008) English Mentor  (2008).  

Freelance

 

Photographer:

 Exclusive School Drama Gospel (2005) Exclusive Potraiture 

Album of Robin Clark (2005 ‐ 2008) Potraiture of Alicia Korpi’s family (2008) Photo Session of  Knitting Shawl (2009) Landscape Photo Session of Palabuhan Ratu (2009) Landscape photo 

session of Pangkajene, Soppeng and Makassar (2009) Photo Session of Herdiawan Fajar  (2010) Exclusive Potraiture Album of Dian Gita Utami (2005 – 2010) 

Reseaching

 

and

 

Concepting

 

for

 

Studio

 

of

 

Visual

 

Communication

 

Class:

 Identity 

and Media Application for CV. Amanda Brownies (2008) Promotion and Media Application  of Sarimurni Product (2009) Social Campaign and Media Application for Sidewalk rights 

(63)

Mengenal La Galigo (2010). Teamwork: Making a Short Film about lesbian for Audio Visual  Class. Making an Interactive Offline multimedia, pop‐up book and media application of  “Petualangan Bima”  for Multimedia II Class, Making a Photo Novela for Photography II  Class, write several analysis and paper that related with Visual Communication Design.  

Freelance

 

Designer:

 Reita Band Offline Interactive media (2009) Student Guide Book for  Padjajaran University on Master and Post Graduate level (2009) Identity and Media  Application for PT. Delima Consultant (2009) Logo for Eka Ariaty Catering (2009).  Designer 

for Himpunan Mahasiswa Pascasarjana  Universitas Padjajaran (2009).    

Skills

Able

 

to

 

do

 

Internet,

 

Marketing,

 

Public

 

Relation

 

and

 

Media

 

Mass

 

research

Able

 

to

 

work

 

with

 

Microsoft

 

Office,

 

with

 

Design

 

and

 

Photography

 

Software

 

such

 

as

 

Adobe

 

Photoshop

 

and

 

Corel

 

Draw

. Able to do computer  hardware. 

Able

 

to

 

operate

 

digital

 

camera,

 

camera

 

video,

 

lighting

 

and

 

printer

Able to speak and write English. 

Open

 

Minded

 

Personal

 

Strengths

 

Sense

 

of 

responsibility

.

 

Creative

 and resourceful. Good skills in 

communication

 and collaboration with team. 

Have

 

passion

 

in

 

working.

 

 

“go

 

get

 

me

 

some

 

creativity”

 

(64)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta hidayah-Nya sampai saat ini serta rasa terima kasih untuk

semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan

Mata Kuliah Tugas Akhir ini sebagaimana telah ditugaskan pada penulis

sebagai pelengkap dari Mata Kuliah Tugas Akhir pada semester delapan

(genap) ini.

Pengalaman yang penulis dapatkan selama melakukan penelitian memberi

tantangan baru dan pengalaman yang tidak terkira. Banyak suka duka yang

telah penulis alami. Perancangan yang penulis lakukan selama kurang lebih

enam bulan mengikuti tata cara pelaksanaan penelitian dan menggunakan

strategi perancangan yang diarahkan pada hasil akhir sistem informasi

dalam membuat karya Film Dokumenter Drama mengenai Naskah Kuno

Bugis La Galigo berjudul “Mengenal La Galigo” dan secara berkala dibimbing

oleh Dosen Pembimbing dan konsultasi kepada konsultan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,

kepada Dosen Pembimbing, Koordinator Tugas Akhir dan pihak lain yang

membaca laporan ini harap memaklumi apabila banyak kekurangan dan

kesalahan. Semoga ada manfaatnya yang dapat penulis sumbangkan.

Bandung, 4 Juli 2010

Penulis

Gambar

Gambar 2. 1. Halaman Naskah Kuno Bugis La Galigo
Gambar 2.2. Lontarak
Gambar 2. 3. Foto Pemotretan Teater La Galigo
Gambar 3. 1. Referensi Warna
+7

Referensi

Dokumen terkait

NOVEL SALA DADI LÈR-LÈRAN KARYA SRI HADIDJOJO: ANALISIS STRUKTURAL, NILAI PENDIDIKAN, DAN RELEVANSINYA SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA JAWA DI SEKOLAH

1.) Kualitas produk, pelanggan puas jika setelah membeli dan menggunakan produk tersebut ternyata kualitas produknya baik. 2.) Harga, untuk pelanggan yang sensitive , biasanya

Dalam bah ini berisi langkah-langkah penelitian yang dilakukan untuk memecahkan masalah perusahaan mulai dari identifikasi masalah, menentukan tujuan penelitian,

Adapun tujuan dari rumusan product moment sebagai berikut: Untuk mencari bukti (berdasarkan data yang ada) apakah memang benar variabel X dengan variabel Y mempunyai pengaruh,

Perbedaan beberapa penelitian diatas dengan penelitian ini adalah ada penelitian yang menggunakan faktor emosional dan rasional sebagai bagian dari pemasaran untuk menarik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosis dengan pemberian angkak memberi pengaruh yang nyata (P < 0.05) terhadap rendemen, susuk masak dan atribut warna.. Akan

Secara umum perlakuan kombinasi dosis pupuk kascing dengan tanaman inang krokot (Diodia sarmentosa) memberikan pengaruh yang berbeda nyata lebih baik terhadap berat

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa secara utama pengaruh pupuk kascing memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun yang tidak membentuk krop, dimana