• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri Pemerintah dan Kebijakan Nilai Tukar Pada Empat Negara ASEAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri Pemerintah dan Kebijakan Nilai Tukar Pada Empat Negara ASEAN"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBERLANJUTAN UTANG LUAR NEGERI

PEMERINTAH DAN KEBIJAKAN NILAI TUKAR

PADA EMPAT NEGARA ASEAN

PENNY SEPTINA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri Pemerintah dan Kebijakan Nilai Tukar pada Empat Negara ASEAN adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

Penny Septina

(3)

PENNY SEPTINA. Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri Pemerintah dan Kebijakan Nilai Tukar pada Empat Negara ASEAN. Dibimbing oleh IMAN SUGEMA

Perilaku utang luar negeri pemerintah dan kebijakan nilai tukar di ASEAN baru-baru ini menjadi suatu variabel penting dalam menentukan masa depan perekonomian dan untuk menghindarkan negara dari krisis utang. Seperti yang telah kita ketahui di ASEAN, terdapat pergerakan yang cukup besar dalam jumlah utang luar negeri pemerintah sebagai dampak dari fluktuasi transaksi berjalan. Penelitian ini menyajikan analisis empiris yang menyeluruh dari keberlanjutan utang luar negeri pemerintah, bersama dengan nilai tukar dan variabel makroekonomi lainnya menggunakan model time series ekonometrika yang didasarkan pada teori government inter-temporal budget constraint. Hasil penelitian menunjukkan hasil yang sama dalam kasus pada empat negara ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand. Hasil penelitian menunjukkan bahwa utang luar negeri pemerintah adalah tidak berkelanjutan dan kebijakan nilai tukar adalah berkelanjutan. Keempat negara ASEAN tersebut sebelumnya telah berhasil merubah kebijakan nilai tukarnya menjadi managed floating exchange rate. Kebijakan ini selanjutnya akan membuat potensi spillover negatif dari ketidakberkelanjutan utang luar negeri pemerintah cenderung tidak signifikan. Kata Kunci: analisis keberlanjutan, ASEAN, kebijakan nilai tukar, utang luar negeri pemerintah

ABSTRACT

PENNY SEPTINA. Sustainability of Government External Debt and Exchange Rate Policies in Four ASEAN Countries. Supervised by IMAN SUGEMA

The behavior of government external debt and exchange rate policies in ASEAN countries has recently became critical in determining future economy and avoiding debt crisis. As we know recently in ASEAN, there is sizeable motion of government external debt as an impact of the current account fluctuation. This study presents thorough empirical analysis of the sustainability of government external debt, together with exchange rate and other macroeconomic variables using time series econometric models based on government inter-temporal budget constraint. The empirical results point to the same outcome, in case for four ASEAN countries, those are Indonesia, Malaysia, Philippines and Thailand. The results show that government external debt is not sustainable and the exchange rate policies is sustainable. Furthermore, whole four countries has successfully transformed into managed floating exchange rate policies. This policies will make the potential negative spillover effects on the unsustainability of government external debt appears be insignificant.

(4)

PEMERINTAH DAN KEBIJAKAN NILAI TUKAR

PADA EMPAT NEGARA ASEAN

PENNY SEPTINA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Kebijakan Nilai Tukar Pada Empat Negara ASEAN Nama : Penny Septina

NIM : H14100042

Disetujui oleh

Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen

(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah tentang analisis utang luar negeri pemerintah dengan judul “Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri

Pemerintah dan Kebijakan Nilai Tukar Pada Empat Negara ASEAN”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan masukan serta saran yang sangat berguna dalam penyelesaian penelitian ini, kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS selaku dosen penguji utama dan Bapak Deni Lubis S.Ag, M.A selaku komisi pendidikan, atas kritik dan saran yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyempurnakan penelitian ini, serta kepada kakak Farhana Zahrotunnisa S.E. selaku asisten dosen yang senantiasa memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah Teddy Lukmantara, Ibu Lestari Widawati dan keluarga besar atas segala doa, dukungan dan motivasi yang diberikan. Penulis menyampaikan terima kasih pada Alan Duta Dinasty atas motivasi dan dukungannya dalam menemani penulis menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan pada sahabat Nadiah H, Sari K, Sarah FF, Angga FP, Nurul H, Nindya U, Afanina M, Ayu F, Irgandhini, Rengganis A, Erlangga R, Diah P, Hayuningtyas T, Salimah F, Engga S, Deddy H, Hardiyani S, Nabilah, Dwi L, Selly E, Elis M, Amalia P, Tazkiya A, Pangrio N dan Alm. Aditya M, serta teman satu bimbingan M Yunus, Meliana, M Rifky, Yohanes P, Erma F dan Galishia. Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih pada seluruh civitas ilmu ekonomi, khususnya ESP Ang. 47, HIPOTESA 2012 dan 2013, TPB B.27 dan TPB S.02.1, serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Mei 2014

(7)

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 4

Kerangka Terori 4

Penelitian Terdahulu 9

Kerangka Pemikiran 10

METODE PENELITIAN 12

Jenis dan Sumber Data 12

Metode Pengolahan dan Analisis Data 12

Perumusan Model Penelitian 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Indonesia 17

Malaysia 21

Filipina 25

Thailand 28

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 36

(8)

1 Variabel dan Sumber Data 12

2 Hasil Uji Akar Unit Data Indonesia 19

3 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Indonesia 19

4 Hasil Uji Akar Unit Data Malaysia 23

5 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Malaysia 23

6 Hasil Uji Akar Unit Data Filipina 27

7 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Filipina 27

8 Hasil Uji Akar Unit Data Thailand 31

9

Hasil Johansen CointegrationTest X dan M Data Thailand 31

DAFTAR GAMBAR

1 Total Utang Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand

Periode 1981-2012 (USD) 2

2 Debt to GNI Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand

Periode 1981-2012 (USD) 2

3 Kerangka Pemikiran 11

4 Perkembangan Variabel Makroekonomi Indonesia 2003:1-2012:4 18 5 Perkembangan Variabel Makroekonomi Malaysia 2003:1-2012:4 22 6 Perkembangan Variabel Makroekonomi Filipina 2003:1-2012:4 26 7 Perkembangan Variabel Makroekonomi Thailand 2003:1-2012:4 30

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji Akar Unit Data 36

2 Uji Lag Optimum 41

3 Uji Kointegrasi: Johansen Cointegration Test 43

(9)

Latar Belakang

Sejarah dunia mencatat bahwa suatu fenomena krisis utang merupakan suatu fenomena siklus bisnis yang selalu memiliki peluang untuk terulang kembali di kemudian hari. Fenomena krisis utang pertama kali tercatat pada tahun 1980an di Amerika Latin. Krisis utang kala itu disebabkan oleh tingginya penarikan utang luar negeri pemerintah yang tidak didasari pada perhitungan yang tepat akan kemampuan membayar kembali utang tersebut (Chowdhury dan Hossain 2000). Tercatat jumlah utang luar negeri yang dimiliki oleh negara Amerika Latin mencapai lebih dari 600 miliar USD.

Krisis utang kedua yang terjadi di dunia adalah krisis utang negara-negara berkembang Asia pada tahun 1997/1998. Krisis tersebut diawali dari hilangnya kepercayaan investor pada negara Asia khususnya Asia Tenggara dikarenakan kegagalannya dalam memenuhi kewajiban utang yang jatuh tempo. Kejadian tersebut memicu capital outflow besar-besaran keluar Asia Tenggara. Capital

outflow ditambah dengan masalah distorsi kebijakan publik serta masalah

struktural membuat negara-negara Asia Tenggara terjebak dalam krisis yang lebih dalam hingga krisis sosial ekonomi. (Corsetti et al. 1999).

Krisis utang kembali terulang pada tahun 2008 di negara-negara Uni Eropa akibat efek bola salju krisis utang Yunani dan juga di Amerika Serikat akibat

subprime mortage crisis. Krisis tersebut mengukuhkan anggapan bahwa krisis

ekonomi dapat melanda siapa saja, baik negara maju maupun negara berkembang. Meskipun krisis-krisis utang tersebut pada akhirnya dapat ditangani, namun tidak ada yang dapat menjamin bahwa krisis tersebut tidak akan terulang kembali. Krisis utang merupakan masalah pada setiap negara di dunia.

Pengalaman Uni Eropa sebagai suatu kondisi optimum bersama dalam menghadapi krisis menjadi begitu penting untuk dipelajari, begitupun dengan bagaimana kondisi variabel utang luar negeri yang dimilikinya. Lebih lanjut, ASEAN sebagai suatu kawasan regional terintegrasi yang saat ini juga sedang menuju kondisi optimum bersama, tidak lepas dari bayang-bayang akan krisis ekonomi di masa yang akan datang.

Pada beberapa negara ASEAN, krisis pada tahun 1997-1998 ternyata masih menyisakan lembaran hitam. Faktanya hanya satu dari sepuluh negara ASEAN yang telah berhasil bertransformasi menjadi negara maju, yaitu Singapura. Sedangkan sisanya masih bergulat pada perbaikan fundamental sosial ekonomi dan masih diklasifikasikan sebagai negara berkembang oleh Bank Dunia.

Negara berkembang di ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand merupakan negara berkembang yang saat ini masih dalam proses

recovery krisis, serta seringkali menjadi perhatian dunia karena memiliki peranan

(10)

Serikat terdepresiasi sebesar 244%. Sedangkan Malaysia dan Filipina menjadi negara-negara yang paling pertama terserang spekulasi nilai tukar di tahun 1997.

Lebih lanjut mengenai utang luar negeri (ULN) pada keempat negara ASEAN tersebut, Gambar 1 menunjukan perkembangan ULN keempat negara ASEAN periode 1981 sampai 2012. Secara garis besar, trend yang ditunjukan adalah positif untuk Malaysia dan Filipina. Sedangkan untuk Indonesia dan Thailand, ULN cenderung berfluktiatif pada periode tersebut. Jumlah terbesar pada tahun 2012 terdapat pada Indonesia dimana total ULN yang dimiliki adalah sebesar 254 miliar USD.

Sumber: World development Indicators dan International Debt Statistics, 2013

Gambar 1. Total Utang Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand Periode 1981-2012 (USD)

Pemahaman mengenai sekilas ULN suatu negara tidak dapat dilihat pada jumlahnya saja, melainkan pula pada rasio nya terhadap pendapatan negara. Gambar 2 menunjukan perkembangan debt to GNI (Gross National Income) pada keempat negara ASEAN dari tahun 1981 sampai 2012. Secara keseluruhan keempat negara ASEAN memperlihatkan trend yang tidak jauh berbeda satu sama lain. Thailand adalah negara dengan debt to GNI terbesar pada tahun 2012 dibandingkan empat negara lainnya, yaitu sebesar 38.2% GNI.

Sumber: World development Indicators dan International Debt Statistics, 2013

Gambar 1. Debt to GNI Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand Periode 1981-2012 (USD)

0 5E+10 1E+11 1.5E+11 2E+11 2.5E+11 3E+11

Indonesia Malaysia Filipina Thailand

0 50 100 150 200

(11)

Selanjutnya dalam mengatasi pembayaran cicilan dan bunga utang luar, akan dibutuhkan pemasukan atau cadangan devisa yang memadai. Selain itu, dibutuhkan pula nilai tukar yang stabil untuk memastikan ketersediaan dana. Oleh sebab itu, peran otoritas moneter atau bank sentral di setiap negara ASEAN diperlukan untuk mengatur kebijakan nilai tukar yang tepat. Kebijakan yang tepat tersebut diperlukan agar ULN khususnya yang dimiliki oleh pemerintah, tidak menjadi beban bagi masyarakat dimasa yang akan datang dan untuk menghindarkan negara dari kemungkinan krisis utang dimasa yang akan datang.

Perumusan Masalah

Deteksi dini dalam kemungkinan terjadinya krisis utang perlu untuk dilakukan di setiap negara yang memiliki utang khususnya utang luar negeri (Riyadi 2012). Namun apabila krisis tersebut sudah tidak dapat dihindari, salah satu jalan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan refinancing atau restrukturisasi utang. Restrukturisasi utang menurut salvatore (1996) benar-benar harus dilakukan agar negara yang bersangkutan terhindarkan dari kebangkrutan.

Lebih lanjut, utang luar negeri khususnya milik pemerintah pada dasarnya adalah kewajiban tertunda yang akan dipenuhi oleh generasi yang akan datang. Meskipun penarikan ULN juga berkaitan dengan besarnya pendapatan, yaitu diproksikan pada penerimaan ekspor dan gross domestic product (GDP), namun dampak pada masyarakat terasa secara langsung. Contohnya adalah terkait beban penarikan pajak dan anggaran pembangunan. Lindert dan Kindleberger (1986) menyebutkan pertumbuhan ekonomi yang lamban pada dekade 1980-an di negara peminjam sebagian disebabkan oleh pemerintah negara peminjam yang membiarkan pengangguran dan pengurangan upah dalam perekonomian mereka untuk menutupi pembayaran ULN.

Disisi lain, peran negara dalam hal mengatur pembayaran cicilan pokok dan bunga ULN akan bergantung pada rezim nilai tukar yang digunakan. Nilai tukar yang dipatok tetap pada dasarnya baik untuk menjaga pembayaran ULN dalam kendali, namun disisi lain akan membuat bank sentral atau otoritas moneter di negara bersangkutan kehilangan kendali untuk melakukan penyesuaian pada nilai tukar. Hal ini selanjutnya dapat menyebabkan kebijakan moneter menjadi tidak efektif dalam mengatasi gejolak perekonomian yang berasal dari eksternal negara. Negara cenderung menjadi vulnarable terhadap serangan eksternal.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana perkembangan variabel makroekonomi yang terkait dengan utang luar negeri pemerintah dan kebijakan nilai tukar di empat negara ASEAN? 2. Bagaimanan keberlanjutan (sustainability) utang luar negeri pemerintah di

empat negara ASEAN?

3. Bagaimana hubungan antara keberlanjutan utang luar negeri dengan kebijakan nilai tukar di empat negara ASEAN?

Tujuan Penelitian

(12)

1. Mengidentifikasi perkembangan dari karakteristik makroekonomi yang terkait dengan utang luar negeri pemerintah dan kebijakan nilai tukar di empat negara ASEAN.

2. Menganalisis keberlanjutan dari utang luar negeri pemerintah di empat negara ASEAN.

3. Mengkaji hubungan antara utang luar negeri pemerintah dengan kebijakan nilai tukar di empat negara ASEAN.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi yang lebih mendalam mengenai keberlanjutan utang luar negeri yang dilakukan pemerintah, serta keterkaitannya dengan kestabilan nilai tukar di empat negara ASEAN. Lebih lanjut, penelitian ini juga dapat menjadi masukan bagi pemerintahan dari negara terkait untuk menentukan kebijakan yang tepat mengenai penarikan utang luar negeri pemerintah. Hal tersebut dilakukan untuk menghindarkan diri dari kemungkinan terjadinya krisis utang dan nilai tukar.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada analisis keberlanjutan utang luar negeri milik pemerintah, keterkaitanya dengan rezim nilai tukar dan perkembangan variabel makroekonomi yang berhubungan dengan keduanya. Analisis ini dibatasi pada empat negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand. Data yang digunakan berupa data kuartalan periode 2003 kuartal 1 sampai 2012 kuartal 4. Variabel yang dianalisis antara lain rasio utang luar negeri pemerintah (ULN pemerintah) terhadap ekspor, rasio transaksi berjalan terhadap ekspor, rasio ULN pemerintah terhadap pendapatan nasional (GDP), rasio ULN pemerintah terhadap net ekspor, ekspor, impor, total ULN pemerintah, transaksi berjalan, cadangan devisa, nilai tukar terhadap dolar dan suku bunga kebijakan.

TINJAUAN PUSTAKA

Kerangka Teori

Teori Utang Luar Negeri Pemerintah

(13)

pembayaran dan cadangan devisa. Klasifikiasi ketiga adalah utang luar negeri swasta, yaitu utang yang dimiliki penduduk kepada bukan penduduk berbentuk valuta asing atau rupiah, bergantung pada perjanjian yang dilakukan. Utang luar negeri swasta terdiri dari utang bank dan utang bukan bank.

Pembahasan mengenai utang pemerintah seringkali bias antara utang pemerintah domestik dengan luar negeri. Neaime (2009) menjelaskan utang luar negeri pemerintah memiliki ancaman yang lebih serius bagi perekonomian dibandingkan utang domestik pemerintah, mengingat adanya transfer aliran modal kepada pihak asing dan pembayaran cicilan serta bunga utang yang dibatasi oleh nilai tukar dan ketersediaan cadangan devisa. Lebih lanjut Mankiw (2006) menjelaskan utang pemerintah berpotensi menyebabkan ekspansi moneter yang besar dan menyebabkan inflasi tinggi. Selain itu, utang pemerintah secara langsung membebankan generasi masa depan terkait suku bunga, pengeluaran pemerintah dan pajak.

Pembahasan mengenai utang luar negeri khususnya ULN Pemerintah, tidak pernah lepas dari pembahasan mengenai penyebabnya. Penyebab ULN yang paling sering terjadi adalah akibat terjadinya defisit anggaran pemerintah pada tahun bersangkutan. Defisit anggaran tersebut terjadi apabila terdapat selisih antara pengeluaran dan penenerimaan pemerintah (Lipsey et al. 1997).

Lebih lanjut, Tambunan (2008) menyebutkan, tingginya utang luar negeri dari banyak negara berkembang disebabkan terutama oleh tiga jenis defisit. Defisit yang pertama adalah defisit transaksi berjalan atau trade gap, yakni suatu kondisi dimana penerimaan ekspor lebih kecil dari pembayaran impor. Defisit yang kedua adalah defisit investasi atau I-S gap, yakni dana yang dibutuhkan untuk membiayai investasi didalam negeri lebih besar dari tabungan nasional atau domestik. Defisit yang terakhir adalah defisit fiskal, yakni defisit yang lebih dikaitkan pada perhitungan saldo akhir (penerimaan dikurangi pengeluaran) dari neraca keseluruhan keuangan pemerintah.

Government Inter-Temporal Budget Constraint

Pemahaman mengenai analisis keberlanjutan utang pemerintah didasarkan pada suatu studi tentang government inter-temporal budget constraint, atau kendala anggaran pemerintah antar waktu. Pemahaman diawali dari persamaan akumulasi utang luar negeri pada periode t+1 (Neaime 2009)

Dimana adalah ekspor neto pada periode t, r adalah suku bunga nominal dan

rBt adalah pembayaran utang pada periode t. Dengan menambah periode t, maka akan didapat persamaan government’s external inter-temporal constraint:

(14)

periode t. Persamaan diatas disebut juga sebagai persamaan government’s external

inter-temporal budget constraint. Apabila saat terdapat peningkatan periode

bagian kedua pada persamaan diatas mendekati 0, maka terdapat suatu kondidi yang disebut sebagai kondisi No Ponzi-Game Constraint (NPG), yang akan terpenuhi pada saat

NPG Constraint atau disebut juga sebagai transversality condition adalah suatu

kondisi dimana present value dari ULN akan terus bergerak mendekati 0 selama waktu berjalan. Keadaan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ULN harus lebih rendah dari pertumbuhan suku bunga yang dikenakan pada ULN tersebut (Azizi et al. 2012). Pemerintah tidak perlu membiayai pembayaran ULN dengan terus-menerus melakukan utang baru atau debt re-financing.

Ketidakberlanjutan ULN pemerintah, yaitu saat real interest rate lebih besar dari growth rate akan menyebabkan debt ratio meningkat secara terus menerus tanpa batasan. Keadaan ini akan sampai pada satu titik dimana pemerintah tidak dapat membayar kembali utangnya (Fischer 1990). Hal tersebut kemudian akan membuat pemerintah tidak dapat menjaga keberlanjutan dari pembangunan. ULN akan menjadi hambatan bagi pemerintah untuk mewujudkan kebijakan ekonomi yang pro pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan. Selain itu fleksibilitas pengambilan keputusan akan berkurang karena adanya disfungsional sistem akibat external flow (ketidakseimbangan tabungan dan produksi). Pada akhirnya akan terdapat ketidakstabilan makroekonomi dan pemerintah kehilangan otonomi dalam mengatur perekonomian nasional (Feve dan Henin 1998).

Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri

Dalam melakukan analisis keberlanjutan ULN pemerintah, kondisi solvabilitas yang harus terpenuhi adalah sebagai berikut:

Pelanggaran asumsi ini menyebabkan ULN pemerintah menjadi tidak berkelanjutan, yaitu pemerintah tidak dapat membayar kembali tagihan ULN-nya.

(15)

pemerintah dikatakan berkelanjutan saat pergerakannya terkontrol berada dalam suatu takaran tertentu, atau bergerak secara stasioner.

konsep The Effective Sustainability Approach menyebutkan bahwa pembayaran utang dalam jangka panjang bergantung pada pendapatan ekspor negara tersebut. Agar ULN pemerintah berada dalam keadaan berkelanjutan, maka rasio ULN pemerintah terhadap ekspor dan ekspor neto haruslah stasioner. Ekspor neto menunjukan transfer bersih antara pendapatan ekspor dan impor yang memperlihatkan kemampuan suatu negara dalam pembayaran ULN. Lebih lanjut Feve dan Henin (1998) menyebutkan bahwa pengecekan non-stasioneritas untuk rasio transaksi berjalan dan ekspor juga diperlukan. Hal tersebut karena kondisi keberlanjutan pada transaksi berjalan equivalen dengan kondisi 0 < g < r.

Leachman dan Francis (2000) lebih lanjut menyebutkan bahwa uji akar unit untuk melihat non-stasioneritas variabel saja tidak cukup dalam menganalisis kebelanjutan ULN suatu negara. Diperlukan uji kointegrasi antar variabel untuk melihat hubungan jangka panjang antar variabel, sehingga analisis keberlanjutan menjadi lebih valid. Variabel tersebut antara lain ekspor dan impor. Kedua variabel tersebut equivalen dengan persamaan government’s external inter -temporal budget constraint.

Nilai Tukar dan Hubungannya dengan Utang Luar Negeri Pemerintah

Basdevant dan Wet (2000) menyebutkan salah satu masalah di negera berkembang adalah kemungkinan adanya hubungan tidak stabil antara rezim nilai tukar dengan ULN. Rezim nilai tukar yang buruk dapat mengancam keberlanjutan dari ULN dan selanjutnya memberikan efek yang semakin buruk pula pada nilai tukar negara tersebut. Kondisi tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan negara yang bersangkutan bangkrut. Meskipun pertumbuhan ekonomi dan suku bunga merupakan komponen penting dalam actuarial austainability approach, namun perubahan nilai tukar dapat mempengaruhi keberlanjutan ULN dalam waktu singkat.

Salah satu jalur hubungan antara rezim nilai tukar dengan ULN, khususnya ULN pemerintah, adalah terkait kemampuan bank sentral dalam mengatur kebijkan moneter dalam menghadapi tekanan eksternal. Nilai tukar tetap, pada dasarnya dibutuhkan untuk menjaga pembayaran utang dan bunganya tetap dalam kendali pemerintah. Namun di sisi lain rezim ini menyebabkan bank sentral kehilangan kendalinya untuk melakukan penyesuaian nilai tukar, misalnya dengan Operasi Paar Terbuka. Konsekuensi dari hal tersebut adalah sistem moneter negara bersangkutan kehilangan kendali melakukan kebijakan stablisasi dalam mengatasi ketidakseimbangan ekonomi (Neaime 2009).

(16)

yang dikorbankan adalah suku bunga domestik. Turner dan Spinneli (2013) juga menyebutkan bahwa suku bunga memiliki pengaruh yang non linear terhadap peningkatan marginal ULN pemerintah.

Stasioneritas Data

Gujarati (2004) menyebutkan salah satu asumsi dasar yang harus dipenuhi Dalam pengggunaan data time series adalah stasioneritas, yaitu keadaan dimana nilai rata-rata dan varian dari data adalah konstan sepanjang waktu. Secara teoritis dapat dituliskan sebagai berikut:

Dimana adalah deret waktu ke-t dan k adalah lag. Pelanggaran asumsi stasioneritas pada estimasi dapat menyebabkan keadaan spurious regression atau regresi semu. Keberadaan regresi semu dalam pemodelan menyebabkan pendugaan yang dilakukan tidak valid dan tidak dapat menjelaskan hubungan sebenarnya dari parameter.

Dalam melakukan uji non-stasioneritas, salah satu konsep yang populer digunakan adalah mengenai pengujian ada atau tidaknya akar unit pada koefisien estimasi. Pertama-tama perhatikan persamaan berikut:

Persamaan diatas dibentuk dari persamaan autoregresive, dimana adalah white

noise error term. Apabila koefisien , maka dapat disimpulkan bahwa deret

waktu memiliki akar unit atau tidak stasioner atau bergerak dalam random walk

(Gujarati 2004). Apabila | | , atau secara absolut nilai kurang dari 1, maka dapat disimpulkan bahwa deret waktu adalah stasioner.

Metode yang paling sering digunakan dalam meneliti ada tidaknya akar unit dalam suatu data deret waktu adalah uji Dickey Fuller Test (DF). Sjo (2008) menjelaskan bahwa dengan memahami DF Test dan batasannya, maka peneliti akan lebih mudah memahami uji-uji akar unit lainnya. Selain itu terdapat uji lain untuk melihat ada tidaknya akar unit pada data, misalnya melalui Augmented

Dickey Fuller Test (ADF) dan Phillips Perron Test (PP), dsb.

Kointegrasi Data

Salah satu cara mengatasi data dengan akar unit adalah dengan melakukan kointegrasi data. Enders (1995) menyebutkan kointegrasi adalah kombinasi linear yang terbentuk dari data yang tidak stasioner, dimana semua variabel tersebut terintegrasi pada orde yang sama. Analisis dimulai pada persamaan ekonomi dalam jangka panjang:

(17)

Dimana dan adalah vektor dan ( . Persamaan akan berada dalam keadaan ekuilibrium jangka panjang saat dan equilibrium error atau . Apabila kondisi tersebut terpenuhi, maka equilibrium error akan stasioner dan variabel yang bersangkutan memiliki kointegrasi.

Terdapat beberapa jenis Uji dalam melihat kointegrasi data. Uji tersebut diantaranya uji kointegrasi Engle-Granger (Engle-Granger Cointegration Test), uji kointegrasi Johansen (Johansen Cointegration Test), uji kointegrasi Durbin-Watson (Cointegrating Regression Durbin-Watson Test), dsb.

Penelitian Terdahulu

Cherif dan Hasanov (2012) melakukan penelitian terkait dinamika utang pemerintah sebagai efek dari adanya penghematan, inflasi dan macroeconomic

shocks di Amerika Serikat menggunakan analisis vector autoregresive dengan

debt feedback. Data yang digunakan adalah variabel makroekonomi, seperti

cadangan devisa, suku bunga, pendapatan nasional, debt to GDP, dsb. Hasil penelitian menyebutkan bahwa melalui impulse response, penghematan ekonomi menyebabkan penurunan pada debt ratio dalam jangka menengah. Perubahan pada Inflasi, misalnya pada periode kenaikan harga minyak dunia, menyebabkan peningkatan debt ratio sedangkan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan debt

ratio. Utang pemerintah AS saat ini berada pada keseimbangan jangka

panjangnya, sehingga menstimulasi pertumbuhan ekonomi dengan menurukan defisit anggaran pemerintah dapat menjadi pemicu menurunnya debt ratio.

Alam dan Taib (2013) meneliti tentang keberadaan hubungan antara ULN Pemerintah dengan defsisit anggaran, defisit transaksi berjalan dan depresiasi nilai tukar pada negara DTC (Debt Trap Countries) dan NDTC (Non Debt Trap

Countries). Penelitian ini menggunakan analisis data panel. Hasil penelitian ini

menunjukan secara signifikan terdapat hubungan positif antara ULN pemerintah, dengan defisit anggaran, defisit transaksi berjalan dan depresiasi nilai tukar. Namun hasil tersebut bervariasi pada DTC dan NDTC. Hubungan yang lebih kuat antar keempat variabel tersebut terdapat pada negara DTC.

Destaings et al. (2013) meneliti tentang keberlanjutan dari defisit transaksi berjalan pada tahun 1970 sampai 2012 di negara Kenya. Pemilihan variabel dalam penelitian tersebut didasarkan pada long run inter-tempral budget constraint.

Hasil penelitian menunjukan variabel transaksi berjalan stasioner pada level atau terdapat kemungkinan adanya keberlanjutan pada defisit transaksi berjalan. Namun disisi lain, tingkat koefisien kointegrasi antara ekspor dan impor yang jauh dari angka satu mengindikasikan tidak terpenuhinya asumsi keberlanjutan secara penuh. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat ketidakberlanjutan variabel defisit transaksi berjalan pada negara Kenya.

Neaime (2009) melakukan penelitian tentang analisis keberlanjutan utang luar negeri dan nilai tukar dalam konteks Mena Region (Middle East and North

Africa). Berdasarkan teori Government Inter-Temporal Budget Constraint, terlihat

(18)

berkelanjutan namun nilai tukar yang berkelanjutan di Mesir dan Turki, serta ULN dan nilai tukar yang tidak berkelanjutan di Jordan.

Hal yang membedakan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian terdahulu adalah terkait pada variabel dan data yang digunakan penulis dalam melakukan analisis keberlanjutan. Penelitian ini menggunakan variabel utang luar negeri milik pemerintah, mengingat dampak yang diberikan terhadap ekonomi dan masyarakat yang lebih besar dibandingkan dengan utang pemerintah atau utang luar negeri saja. Selain itu penelitian ini juga menggunakan data runtun waktu kuartalan.

Kerangka Pemikiran

Pemahaman mengenai keberlanjutan utang luar negeri milik pemerintah menjadi penting untuk dianalisis mengingat kondisi eksternal yang saat ini menyebabkan negara menjadi vulnarable dari kondisi krisis. Selain itu kebijakan nilai tukar juga turut memberikan andil dalam pembayaran cicilan pokok dan bunga ULN pemerintah. Kesalahan pada penerapan kebijakan nilai tukar dapat menyebabkan negara yang bersangkutan terjebak dalam lingkaran setan pembayaran utang dan bunganya.

(19)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Otoritas Fiskal Bank Sentral /

Otoritas Moneter

Current Account & Anggaran Pemerintah

Defisit

Berimbang Surplus

Utang Luar Negeri Pemerintah

Utang Dalam Negeri Pemerintah

Ekspor Impor Cadangan

Devisa

Suku Bunga

Kebijakan Nilai Tukar

Analisis Keberlanjutan

(20)

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk deret waktu empat bulanan (quarterly time series) periode 2003:1 sampai 2012:4 dari Negara Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand. Pemilihan keempat negara tersebut didasarkan pada kesamaan karakteristik negara dan ketersediaan data. Data tersebut diperoleh dari CEIC Macroeconomic Industry and Financial Time Series Database for Global Emerging and Developed Market, International Monetary Fund (IMF), International Financial Statistics (IFS), Worldbank’s Development Indicators dan beberapa Bank Sentral negara ASEAN, yaitu Bank Indonesia (BI) dan Bank Negara Malaysia (BNM). Penelitian ini

dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6.0. Secara

rinci, sumber dan jenis data adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Variabel dan Sumber Data

No Jenis Variabel Proksi yang Digunakan Sumber Data

1 Utang Luar Negeri

Pemerintah

External/Foreign Government

Debt CEIC

2 Ekspor Exports, Goods & Services,

Nominal

IFS, IMF

3 Impor Imports, Goods & Services,

Nominal

IFS, IMF

4 Transaksi Berjalan Current Account, Goods &

Services, Net

IFS, IMF

5 Cadangan Devisa Total Reserve Excluding Gold IFS, IMF

6 Nilai Tukar LCU per USD, end of period IFS, IMF

7 Suku Bunga Discount Rate, end of period IFS, IMF, BI, BNM

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis deskriptif dan analisis kuantitatf.

Analisis Deskriptif

(21)

Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis keberlanjutan ULN pemerintah di empat negara ASEAN. Analisis yang digunakan antara lain uji akar unit menggunakan Augmented Dickey Fuller Test (ADF) dan Phillips Pheron Test (PP), serta uji kointegrasi data menggunakan Johansen Cointegration Test.

Augmented Dickey Fuller Test

Uji ADF merupakan salah satu metode yang digunakan untuk melihat ada atau tidaknya akar unit pada data yang menyebabkan data menjadi tidak stasioner. pemahaman mengenai uji ADF dimulai melalui formulasi berikut

Perbedaan mendasar dari ketiga persamaan diatas terletak pada ada tidaknya elemen konstanta dan trend waktu. Persamaan pertama adalah pure random walk

model, persamaan kedua menambahkan elemen intercept atau konstanta pada

model, dan persamaan ketiga menambahakan kedua elemen, baik konstanta maupun trend waktu (Enders 1995).

Dari persamaan diatas, hipotesis yang digunakan adalah hipotesis nol yaitu data mengandung akar unit atau data tidak stasioner dan hipotesis alternatif yaitu data tidak mengandung akar unit atau stasioner. kriteria penolakan didasarkan

pada nilai kritis Mackinnon atau statistik τ (tau), dimana apabila nilai ADF lebih

kecil dari nilai kritis Mackinnon, maka terjadi penolakan hipotesis nol.

Selanjutnya, dalam penelitian akan timbul pertanyaan mengenai persamaan mana diantara tiga persamaan diatas yang paling baik digunakan untuk menguji non-stasioneritas data. Destaings et al. (2013) menyatakan, selama peneliti memahami data secara keseluruhan, maka persamaan yang paling baik digunakan adalah persamaan yang paling general yaitu persamaan ketiga.

Phillips Perron Test

Simulasi Monte Carlo secara jelas menggambarkan kekurangan uji ADF dalam mengestimasi kestasioneran data yang memiliki masalah autokorelasi yang besar dan bahwa uji ADF kurang mencakup pada adanya structural breaks. Phillips dan Perron kemudian mengembangkan analisis akar unit semi-parametrik yang dapat lebih tepat mengestimasi runtun data dengan memodifikasi Dickey

Fuller Test. Perhatikan persamaan berikut (Enders 1995):

(22)

̃ ̃ ̃ ⁄

Dimana T adalah jumlah observasi dan adalah white noise error yang homogenitas-nya tidak dipermasalahkan. Phillip Perron Test memungkinkan untuk melakukan tes pada data runtun waktu yang memiliki eror yang berkorelasi dan mengandung heteroskedastisitas. Selain itu, salah satu kelebihan lain dalam uji PP adalah tidak diperlukan lagi penentuan lag secara spesifik. Parameter

Newey-West Heteroskedasticity and Corelation digunakan sebagai estimator

kovarian matriks yang konsisten.

Lebih lanjut dalam penelitian ini, apabila dalam uji akar unit didapatkan hasil yang berbeda antara uji ADF dan uji PP, maka hasil yang digunakan adalah bergantung pada yang tertera dalam uji PP (Neaime 2009). Hal tersebut dikarenakan kelebihan dalam uji PP, yaitu dapat mengatasi permasalahan eror yang berkorelasi satu sama lain dan lebih mampu mengatasi structural breaks

dibandingkan uji ADF. Pemilihan Panjang Lag

Dalam analisis runtun waktu, pemilihan panjang lag yang sesuai diperlukan agar estimasi yang dilakukan dapat menjadi valid. Lag menujukkan adanya indikasi serial yang terkorelasi dalam error. Lag yang terlalu pendek tidak dapat mengatasi serial korelasi yang terdapat dalam eror, sedangkan lag yang terlalu panjang menurunkan derajat bebas sehingga penolakan hipotesis menjadi lebih sulit untuk dilakukan (Enders 1995). Dalam penelitian ini, Akaike Information

Criteria (AIC) digunakan dalam menentukan panjang lag terbaik dalam uji

non-stasioneritas data secara automatic lag selection dalam ADF dan untuk menentukan lag terbaik dalam tes kointegrasi.

Penggunaan kriteria AIC dikarenakan AIC dapat mencakup seluruh variabel sehingga terhindar dari adanya ommited variables. Ommited variables adalah peubah yang seharusnya dimasukan ke dalam model, namun dikeluarkan karena alasan tertentu (Juanda 2009). Selain itu AIC merupakan metode yang didasarkan pada Principle of Information. Adapun formulasi AIC adalah sebagai berikut:

( ) ( )

Dimana k adalah jumlah parameter dalam model termasuk konstanta, n adalah jumlah observasi dan RSS adalah residual sum square. Dalam membandingkan dua atau lebih model, maka kriteria terbaik yang dipilih adalah kriteria dengan nilai AIC terkecil (Gujarati 2004).

(23)

dalam uji lag optimum adalah 4. Enders (1995) menyebutkan bahwa apabila tidak terdapat teori dalam penelitian mengenai jumlah lag, maka maximum lag

toinclude yang digunakan adalah 4. Selain itu, lag 4 memperlihatkan prinsip

parsimony yang terdapat dalam setiap penelitian.

Johansen Cointegration Test

Johansen Cointegration Test adalah tes yang digunakan untuk melihat

apakah terdapat hubungan jangka panjang antar variabel, atau ada tidaknya kointegrasi antar variabel. Uji ini diawali dengan persamaan vector autoregession (VAR) dengan orde p, sebagai berikut (Hjalmarsson dan Osterholm 2007):

Dimana adalah nx1 vector variables yang terintegrasi pada orde pertama dan adalah nx1 vector of innovations. Persamaan VAR ini bisa ditulis kembali:

Dimana ∑ dan

Apabila matriks koefisien memiliki rank r<n, maka akan ada nxr matriks dan dengan rank r, dimana dan adalah stasioner. r adalah rank kointegrasi, adalah faktor penyesuaian dan adalah vektor kointegrasi.

Johansen Cointegrastion Test memiliki dua likelihood ratio test of

significance untuk melihat hubungan kointegrasi, yaitu the trace test dan

maximum eigenvalue test. Hipotesis nol dari uji ini adalah variabel tidak

terkointegrasi, sedangkan hipotesis alternatifnya adalah variabel terkointegrasi. Perumusan Model Penelitian

Untuk menganalisis keberlanjutan ULN pemerintah, dilakukan uji akar unit menggunakan uji ADF dan uji PP pada enam variabel, yaitu: rasio ULN pemerintah terhadap ekspor (DEBT_X) (%), rasio transaksi berjalan terhadap ekspor (CA_X) (%), rasio ULN pemerintah terhadap GDP (DEBT_GDP) (%), rasio ULN pemerintah terhadap ekspor neto (DEBT_NX) (%), ekspor (X) (Ln, %), impor (M) (Ln, %) dan ULN pemerintah (DEBT) (Ln, %). Selanjutnya dilakukan juga pengujian jangka panjangnya atau uji kointegrasi menggunakan

johansen cointegration test pada variabel ekspor (X) dan impor (I) serta ULN

pemerintah (DEBT) dan ekspor (X). Seluruh variabel yang awalnya tidak dalam satuan persen atau rasio berada dalam Logaritma Natural atau Ln untuk mengatasi data yang tidak stasioner pada ragamnya (Yuda 2013).

(24)

Uji ADF

Uji PP

̃ ̃ ̃ ̃ ⁄ ̃ ̃ ̃ ̃ ⁄ ̃ ̃ ̃ ̃ ⁄

̃ ̃ ̃ ̃ ⁄ ̃ ̃ ̃ ̃ ⁄ ̃ ̃ ̃ ̃ ⁄

Johansen Cointegration Test

Untuk ekspor (X) dan Impor (M):

[ ] [ ] [ ] [

] [ ]

Untuk ekspor (X) dan ULN pemerintah (DEBT):

[ ] [ ] [ ] [

] [ ]

*Keterangan

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 13.466 buah yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa. Saat ini Indonesia menduduki peringkat keempat penduduk terbanyak di dunia yaitu sebesar 246.9 juta jiwa pada 2012. Saat ini Indonesia diklasifikasikan sebagai negara berpendapatan menengah kebawah dangan GDP perkapita pada tahun 2012 sebesar 3.557 USD (World Bank 2013).

Gambar 4a menunjukkan ekspor dan impor Indonesia yang mengalami fluktuasi selama periode 2003:1 sampai 2012:4. Secara keseluruhan kecuali pada kuartal 2 sampai kuartal 4 tahun 2012, ekspor Indonesia selalu melebihi impornya. Selama tahun 2008, terlihat penurunan pada ekspor maupun impor akibat dari terdepresiasinya nilai tukar pada tahun tersebut yang menurunkan impor, namun disisi lain tidak juga membantu ekspor (akibat nilai tukar negara kompetitior juga terdepresiasi). Pada tahun 2012, impor melebihi ekspor diakibatkan oleh konsumsi BBM impor yang berlebihan, pertumbuhan ekonomi yang merangsang impor bahan baku industri dan menurunnya ekspor Indonesia akibat melemahnya perekonomian dunia.

Kondisi impor yang melebihi ekspor pada kuartal 2 sampai kuartal 4 tahun 2012 menyebabkan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, transaksi berjalan Indonesia menjadi defisit (Gambar 4b). Namun disisi lain, terjadi peningkatan

capital inflow pada masa tersebut sehingga cadangan devisa justru meningkat

sampai pada 173 miliar USD pada 2012:4 (Gambar 4d).

Lebih lanjut, terjadi peningkatan ULN pemerintah selama periode tersebut. ULN tersebut digunakan untuk menanggulangi defisitnya transaksi berjalan, defisit anggaran pemerintah dan untuk re-financing utang lama (Gambar 4c). Peningkatan ULN pemerintah tersebut selanjutnya mempengaruhi fluktuasi suku bunga di Indonesia. Pada tahun 2006 terjadi kecenderungan penurunan suku bunga setelah Indonesia melunasi semua utangnya pada IMF.

Berdasarkan uji ADF dan uji PP pada Tabel 2, dapat ditarik kesimpulan bahwa DEBT_X, dan DEBT_GDP, merupakan variabel yang tidak stasioner atau I(1). Berdasarkan Feve dan Henin (1998), apabila kedua variabel tersebut tidak stasioner maka ULN pemerintah juga tidak berkelanjutan, meskipun CA_X dan DEBT_NX memperlihatkan hasil yang stasioner. Lebih lanjut variabel X, M dan DEBT juga merupakan variabel yang tidak stasioner atau I(1). Berdasarkan

actuarial austainability approach, apabila DEBT tidak stasioner, maka dapat

(26)

a. Ekspor (X) / Impor (M) b. Transaksi Berjalan (CA)

c. ULN Pemerintah (DEBT) d. Cadangan Devisa (FR)

e. Nilai Tukar (EXRATE) f. Suku Bunga (IR)

Gambar 4. Perkembangan Variabel Makroekonomi Indonesia 2003:1-2012:4a

Sumber: IFS IMF, CEIC Data, BI a

: 1-Nilai tukar didefinisikan sebagai mata uang domestik per USD. 2-Suku bunga adalah discount rate (end of period, %). 3-Semua variabel dalam USD kecuali nilai tukar dan suku bunga. 4- X adalah exports, M adalah imports, CA adalah current account, FR adalah foreign reserve, EXRATE adalah exchange rate, IR adalah interset rate.

(27)

Jumlah maksimum lag yang digunakan dalam uji ADF data Indonesia berdasarkan metode trial and error adalah sejumlah 8. Hal tersebut mengindikasikan apabila terdapat kebijakan baru atau perubahan kebijakan, maka variabel-variabel makroekonomi tersebut baru dapat memberikan respon terhadap kebijakan setelah paling lama 2 tahun. Tabel 2 memperlihatkan bahwa variabel DEBT, M dan DEBT_GDP baru bisa merespon kebijakan setelah 3 bulan (lag 1), sedangkan sisanya adalah lebih dari 3 bulan. Variabel yang paling lama memberikan respon adalah variabel DEBT_NX yaitu selama 12 bulan. Selain itu terdapat perbedaan antara hasil dalam uji ADF dan uji PP. Hal tersebut mengindikasikan adanya indikasi Indonesia lebih peka terhadap adanya perubahan struktural akibat external shock.

Tabel 2 Hasil Uji Akar Unit Data Indonesiaa

Variabel Lag ADF Stat Hasil PP Stat Hasil

. Semua variabel dalam Ln kecuali variabel yang sudah dalam persen. (*) dan (**) menunjukan penolakan hipotesis pada taraf nyata 1% dan 5%. ADF adalah Augmented Dickey Fuller Test dan PP adalah Phillips Perron Test dengan hipotesis nol adalah variabel tidak stasioner. Pemilihan lag didasarkan pada kriteria Akaike Information Criteria (AIC). Karena adanya trend dalam semua data, maka ADF dan PP secara spesifik memasukan konstanta dan trend dalam pengujian. Dalam hal kasus hasil yang berbeda antara ADF dan PP, hasil yang dipilih dalam penelitian ini adalah berdasarkan PP.

Lebih lanjut berdasarkan Leachman and Francis (2000), dilakukan uji kointegrasi antara ekspor dan impor untuk membuat analisis keberlanjutan menjadi lebih valid. Jumlah lag optimum yang digunakan untuk melihat ada tidaknya kointegrasi pada X dan M berdasarkan AIC adalah sebesar 1. Tabel 3 memperlihatkan tidak terdapat kointegrasi antara X dan M pada data Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan tidak ada hubungan jangka panjang antara ekspor dan impor. Kemudian terlihat pula pada Gambar 4a bahwa X dan M bergerak pada arah yang cenderung hampir berlainan. Maka berdasarkan hasil uji akar unit dan kointegrasi, dapat disimpulkan bahwa ULN pemerintah Indonesia pada periode yang digunakan adalah tidak berkelanjutan.

Tabel 3 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Indonesiaa Hypothesis

None 23.78829 25.87211 0.088882 16.02112 19.38704 0.144314 At Most 1 7.767167 12.51798 0.271283 7.767167 12.51798 0.271283

a

(28)

Tidak adanya kointegrasi antara X dan M pada data Indonesia menunjukan pula masih terdapatnya masalah struktural pada ULN pemerintah. Gambar 4c menunjukan ULN pemerintah Indonesia yang mengalami peningkatan selama periode penelitian. Peningkatan tersebut dikarenakan beberapa alasan. Alasan pertama adalah untuk menanggulangi defisit transaksi berjalan akibat impor yang tinggi, terutama impor BBM. Alasan kedua adalah untuk menanggulangi defisit anggaran pemerintah, dimana dari tahun 2004 sampai 2012 defisit tersebut terus mengalami peningkatan, mencapai angka minus Rp 190,150 Triliun pada tahun 2011. Alasan terakhir adalah untuk melakukan refinancing utang lama, yaitu membayar cicilan pokok dan bunga ULN dengan cara menciptakan ULN baru.

Pada kasus negara Indonesia, ULN pemerintah merupakan suatu fenomena yang didorong dari segi permintaan atau demand driven (Sugema dan Chowdury 2007). Hal tersebut menunjukan terjadinya ULN pemerintah diakibatkan oleh defisit pendapatan yang direncanakan oleh pemerintah. Utang masih merupakan sumber pemasukan utama dalam mengatasi kurangnya anggaran dalam menjalankan pemerintahan.

Implikasi dari keadaan ini antara lain adalah pemerintah perlu untuk menghilangkan sumber penyebab adanya utang pemerintah, yaitu dengan memaksimumkan anggaran dan meminimumkan defisit yang terjadi. Selanjutnya pemerintah dapat lebih memanfaatkan ketersediaan dana yang ada di domestik. Total pinjaman dalam negeri Indonesia pada tahun 2011 hanya sebesar 2% dari total seluruh pinjaman yang dilakukan pemerintah (DJPU 2011). Selain itu pemerintah juga perlu untuk melakukan diversifikasi pendapatan pemerintah. Cara yang dapat dilakukan antara lain adalah dengan menstimulus ekspor dengan fasilitas perdagangan, memperbaiki penerimaan pajak dengan menambah jumlah wajib pajak, karena meskipun realisasi pajak tahun 2011 sudah sebesar 99,3%, namun jumlah wajib pajak hanya sebesar 19.410.174 jiwa. Lebih lanjut, pemerintah perlu menstabilkan sosial politik internal, seperti memperbaiki Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, dimana pada tahun 2011 Indonesia berada pada urutan 100 dari 182 negara.

Terkait dengan kestabilan nilai tukar, Indonesia telah menganut kebijakan nilai tukar mengambang terkendali atau managed floating exchange rate sejak April 1999. Sebelumnya Indonesia pernah menganut nilai tukar peg terhadap USD dari tahun 1978 sampai Juli 1997 dan mengambang bebas atau free floating

antara Agustus 1997 – Maret 1999. Hal yang menjadi pembeda selama kurun waktu penelitian adalah besarnya batasan campur tangan bank sentral dalam melakukan apresiasi dan depresiasi dalam managed floating exrate. Pada periode 2003:1 sampai 2012:2, batasan atau band dari pergerakan nilai tukar adalah ± 5%. Sedangkan pada periode 2012: 3&4 adalah sebesar ± 2%. Perbedaan tersebut terjadi untuk menstabilkan nilai tukar, yaitu akibat adanya pergeseran trend dimana selama kurun waktu tahun 2012, nilai tukar cenderung terus terdepresiasi akibat efek krisis global.

(29)

menjaga capital inflow untuk menjaga ketersediaan cadangan devisa dan menjaga pembayaran bunga dan cicilan ULN pemerintah atau debt service. Hal tersebut dapat dilakukan karena kebijakan nilai tukar mengambang terkendali memungkinkan bank sentral untuk tetap menjual dan membeli valas sampai pada batasan pergerakan ±2% atau ±5%

Malaysia

Malaysia adalah sebuah negara federasi di wilayah Asia Tenggara yang terdiri dari tiga belas negara bagian dan tiga wilayah persekutuan. Malaysia merupakan salah satu negara ASEAN yang saat ini menarik perhatian karena telah berhasil bertransformasi menjadi negara berpendapatan menengah keatas dengan GDP perkapita sebesar 10.432 USD pada tahun 2012. Lebih lanjut Malaysia diramalkan menjadi negara maju pada tahun 2020 (World Bank 2013).

Selama periode 2003:1 sampai 2012:4 terdapat gap antara ekspor dan impor di Malaysia, dimana ekspor selalu lebih besar dari impor (Gambar 5a). Hal tersebut dikarenakan komoditas unggulan Malaysia seperti karet, kayu dan gas alam cair yang membantu kinerja ekspor. Namun pada tahun 2008:4 ekspor dan impor mengalami penurunan sampai pada 38 miliyar USD (X) dan 28 miliyar USD (M) pada 2009:1. Hal tersebut dikarenakan imbas jangka pendek penurunan permintaan ekspor akibat krisis di AS dan Eropa.

Lebih lanjut ekspor yang selalu melebihi impor pada periode tersebut menyebabkan transaksi berjalan selalu dalam keadaan positif (Gambar 5b). Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut adalah cadangan devisa yang cenderung mengalami peningkatan. Selain itu ULN pemerintah Malaysia juga mengalami fluktuasi namun cenderung menurun (Gambar 5c). Hal tersebut dikarenakan Malaysia yang lebih cenderung memilih melakukan pinjaman dalam negeri dengan alasan tingkat likuiditas yang lebih tinggi namun bunga yang lebih rendah dan untuk menekan pertukaran mata uang asing.

Terkait pertukaran mata uang, selama periode 2003:1 sampai 2005:4, mata uang ringgit dipatok 3.8 per USD, sedangkan periode setelahnya berfluktuasi dengan rata-rata sebesar 3.3567 RM/USD. Lebih lanjut suku bunga di Malaysia sejak tahun 2004 menggunakan proksi Overnight Policy Rate sehingga dapat lebih menjaga stasbilitas suku bunga. Pada tahun 2008 terjadi penurunan Suku bunga sebagai strategi pemerintah dalam menjaga pertumbuhan permintaan domestik dan pertumbuhan ekonomi tetap positif.

Tabel 4 memperlihatkan hasil uji akar unit menggunakan uji ADF dan uji PP. Kesimpulan yang dapat diambil adalah DEBT_X, CA_X, DEBT_GDP dan DEBT_NX merupakan variabel yang tidak stasioner atau I(1). Berdasarkan Feve dan Henin (1998) apabila variabel tersebut tidak stasioner maka ULN pemerintah juga tidak berkelanjutan. Begitupun berdasarkan actuarial sustainability

approach. Selanjutnya variabel X, M dan DEBT juga merupakan variabel yang

(30)

a.Ekspor (X) / Impor (M) b. Transaksi Berjalan (CA)

c. ULN Pemerintah (DEBT) d. Cadangan Devisa (FR)

e. Nilai Tukar (EXRATE) f. Suku Bunga (IR)

Gambar 5. Perkembangan Variabel Makroekonomi Malaysia 2003:1-2012:4a

Sumber: IFS IMF, CEIC Data, BNM a

: 1-Nilai tukar didefinisikan sebagai mata uang domestik per USD. 2-Suku bunga adalah discount rate (end of period, %). 3-Semua variabel dalam USD kecuali nilai tukar dan suku bunga. 4- X adalah exports, M adalah imports, CA adalah current account, FR adalah foreign reserve, EXRATE adalah exchange rate, IR adalah interset rate.

(31)

Jumlah maksimum lag yang digunakan dalam uji ADF data Malaysia berdasarkan metode trial and error adalah sejumlah 4. Hal tersebut mengindikasikan apabila terdapat kebijakan baru atau perubahan kebijakan, maka variabel-variabel makroekonomi tersebut baru dapat memberikan respon terhadap kebijakan setelah paling lama 1 tahun. Tabel 4 memperlihatkan bahwa variabel DEBT_X, CA_X, X, baru bisa merespon kebijakan setelah 3 bulan (lag 1), Variabel M baru merespon setelah 12 bulan, variabel DEBT_NX setelah 15 bulan, sedangkan DEBT ternyata menunjukan respon sesaat setelah kebijakan baru diimplementasikan (lag 0). Selain itu hasil yang sama dalam uji ADF dan uji PP mengindikasikan perekonomian Malaysia lebih stabil terhadap adanya perubahan struktural akibat external shock.

Tabel 4 Hasil Uji Akar Unit Data Malaysiaa

Variabel Lag ADF Stat Hasil PP Stat Hasil

Lebih lanjut berdasarkan Leachman and Francis (2000), dilakukan uji kointegrasi antara ekspor dan impor untuk membuat analisis keberlanjutan menjadi lebih valid. Uji lag optimum menunjukan jumlah lag yang diikutsertakan dalam tes kointegrasi adalah sebesar 1. Tabel 5 memperlihatkan tidak ada kointegrasi antara X dan M pada data Malaysia. Hal tersebut mengindikasikan tidak ada hubungan jangka panjang antara ekspor dan impor, terlihat pula pada Gambar 5a bahwa X dan M memiliki gap yang cukup lebar diantara keduanya. Maka berdasarkan hasil uji non-stasioneritas dan kointegrasi, dapat disimpulkan bahwa ULN pemerintah Malaysia pada periode yang digunakan adalah tidak berkelanjutan. Meskipun secara visual jumlahnya menurun (Gambar 5c)

Tabel 5 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Malaysiaa Hypothesis

None 22.31447 25.87211 0.130212 15.19545 19.38704 0.183244 At Most 1 7.119022 12.51798 0.332287 7.119022 12.51798 0.332287

a

: merujuk pada tabel 3

(32)

Malaysia menolak bantuan IMF pada masa krisis, sehingga terhindar dari masalah

refinancing utang milik IMF. Selain itu apresiasi MYR/USD membantu

mengurangi jumlah ULN secara relatif. Disisi lain, uji ADF dan uji PP menunjukan ULN pemerintah yang tidak berkelanjutan. Hal tersebut diakibatkan dari penurunan jumlah ULN pemerintah yang tidak terkontrol dalam batasan tertentu. Selama periode 2003:1 sampai 2010:1 ULN terus mengalami penurunan, namun kemudian cenderung meningkat. Hal ini dapat membahayakan kestabilan makroekonomi secara kesuluruhan apabila ULN pemerintah tersebut turun tanpa batasan tertentu. Berdasarkan lag dalam uji ADF terlihat bahwa perekonomian dapat merespon perubahan kebijakan secara cepat. Variabel-variabel yang terkait dengan jumlah ULN seperti suku bunga dan nilai tukar dapat menjadi sasaran empuk bagi perilaku spekulasi ekonomi.

Implikasi dari penemuan ini adalah bahwa pemerintah Malaysia sebaiknya melakukan penurunan ULN pemerintah secara perlahan. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari serangan spekulatif di pasar mata uang yang merugikan negara. Hal tersebut juga dilakukan untuk menghindari berulangnya keadaan krisis pada 1997/1998 dimana Malaysia terkena serangan spekulatif yang cukup besar. Serangan spekulatif itu sendiri dapat diartikan sebagai penjualan aset mata uang negara secara besar-besaran. Lebih lanjut perlu diversifikasi sumber pendapatan pemerintah karena Government Debt to GDP Malaysia secara keseluruhan mencapai angka 53,1% pada tahun 2012. Hal ini mengindikasikan peningkatan utang pemerintah secara keseluruhan, meskipun utang pemerintah dari luar negeri mengalami penurunan.

Pada masa menjadi Empat Ekonomi Macan Asia di tahun 1980an, Malaysia menganut nilai tukar peg terhadap USD dengan batasan sebesar ±2% (Ilzetski et al. 2011). Namun setelah terserang krisis akibat spekulan ditahun 1997/1998, nilai tukar Malaysia beberapa kali mengalami perubahan kebijakan. Pada Agustus 1997 sampai September 1998, Malaysia menganut sistem nilai tukar mengambang bebas. Hal tersebut menyebabkan adanya aliran modal keluar yang besar di Malaysia. Akhirnya nilai tukar Malaysia dipatok sebesar 3.8 MYR/USD pada Oktober 1998.

Selama periode penelitian terdapat dua kebijakan nilai tukar yang dianut oleh Malaysia. Kebijakan yang pertama adalah fixed exchange rate pada 2003:1 sampai 2005:2. Sedangkan kebijakan yang kedua adalah managed floating

exchange rate dengan batasan atau band campur tangan terhadap nilai tukar

sebesar ±2% selama periode 2005:3 sampai sekarang. Keputusan pemerintah Malaysia untuk mengubah kebijakan nilai tukar menjadi managed floating exrate

(33)

Filipina

Filipina adalah sebuah negara kepulauan di Lingkar Pasifik Barat yang terdiri dari 7.017 pulau. Filipina dikalsifikasikan sebagai negara berpendapatan menengah kebawah dengan GDP perkapita pada tahun 2012 sebesar 2.587 USD

(World Bank 2013). Filipina merupakan negara yang mengalami kemajuan paling

pesat pasca perang dunia kedua, namun kemudian tertinggal akibat pertumbuhan ekonomi yang lemah, penyitaan kekayaan yang dilakukan pemerintah, korupsi yang luas, dan pengaruh-pengaruh neo-kolonial. Filipina merupakan satu-satunya negara di benua Asia dimana pengaruh budaya barat terasa sangat kuat. Gambar 6a memperlihatkan ekspor dan impor Filipina selama periode 2003:1 sampai 2012:4, dimana impor Filipina selalu lebih besar dari ekspornya. Hal ini pada akhirnya menyebabkan transaksi berjalan Filipina menjadi selalu negatif. Impor Filipina cenderung lebih tinggi dibandingkan ekspor dikarenakan masalah internal di Filipina. Ketidakstabilan sosial masyarakat akibat politik dan gerakan separatis menjadi salah satu penyebab tidak stabilnya pasar di Filipina. Selain itu, pasar Filipina masih merupakan pasar kecil yang terbatas sehingga belum mampu menanggulangi kejutan eksternal. Hal tersebut menyebabkan harga kebutuhan masyarakat terus meningkat di Filipina. Sebagai tindakan penyelesaian, pemerintah melakukan kegiatan Impor untuk menstabilkan pasar dalam negeri.

Lebih lanjut, Banko Sentral ng Pilipinas (BSP) memberikan perhatian pada peningkatan modal masuk atau capital inflow di Filipina. Salah satu sumber terbesarnya adalah melalui ULN pemerintah dan kiriman dari warga negara Filipina yang bekerja diluar negeri. ULN pemerintah cenderung mengalami peningkatan sampai pada posisi 56852.1 USD pada 2012:4. Capital inflow

tersebut menyebabkan cadangan devisa Filipina justru cenderung meningkat (Gambar 6d).

Selanjutnya, suku bunga di Filipina mengalami fluktuasi selama periode penelitian (Gambar 6f). Namun kemudian dijaga pada rata-rata 3.91% setelah tahun 2008. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga aliran dana masuk dan keluar dari Filipina. Di sisi lain nilai tukar Filipina cenderung tidak berfluktuatif terlalu besar. Nilai tukar berada pada rata-rata 48.52 PHP/USD selama periode tersebut. Namun dapat dilihat pada Gambar 6e bahwa terjadi kecenderungan apresiasi nilai tukar sejak 2009:1 yang justru lebih menstimulus impor di Filipina.

(34)

a.Ekspor (X) / Impor (M) b. Transaksi Berjalan (CA)

c. ULN Pemerintah (DEBT) d. Cadangan Devisa (FR)

e. Nilai Tukar (EXRATE) f. Suku Bunga (IR)

Gambar 6. Perkembangan Variabel Makroekonomi Filipina 2003:1-2012:4a

Sumber: IFS IMF, CEIC Data a

: 1-Nilai tukar didefinisikan sebagai mata uang domestik per USD. 2-Suku bunga adalah discount rate (end of period, %). 3-Semua variabel dalam USD kecuali nilai tukar dan suku bunga. 4- X adalah exports, M adalah imports, CA adalah current account, FR adalah foreign reserve, EXRATE adalah exchange rate, IR adalah interset rate.

(35)

Jumlah maksimum lag yang digunakan dalam uji ADF data Filipina berdasarkan metode trial and error adalah sejumlah 8. Hal tersebut mengindikasikan apabila terdapat kebijakan baru atau perubahan kebijakan, maka variabel-variabel makroekonomi tersebut baru dapat memberikan respon terhadap kebijakan setelah paling lama 2 tahun. Tabel 7 memperlihatkan bahwa variabel CA_X bisa merespon kebijakan setelah 3 bulan (lag 1), variabel DEBT, DEBT_NX dan M merespon sesaat setelah implementasi kebijakan (Lag 0) dan variabel DEBT_X, DEBT_GDP dan X setelah 18 bulan. Selain itu perbedaan antara hasil dalam uji ADF dan uji PP mengindikasikan bahwa Filipina lebih peka terhadap adanya perubahan struktural akibat external shock. Hal tersebut juga terlihat dari perbedaan lag yang mencolok antar variabel dalam uji ADF.

Tabel 6 Uji Akar Unit pada Data Filipinaa

Variabel Lag ADF Stat Hasil PP Stat Hasil

Lebih lanjut berdasarkan Leachman and Francis (2000), dilakukan uji kointegrasi antara ekspor dan impor serta ekspor pada lag optimum berdasarkan AIC sejumlah 1. Tabel 7 memperlihatkan tidak ada kointegrasi antara X dan M pada data Filipina. Hal tersebut mengindikasikan tidak ada hubungan jangka panjang antara ekspor dan impor pada Filipina, terlihat pula pada Gambar 6a bahwa X dan M bergerak pada arah yang berlainan. Maka berdasarkan hasil uji non-stasioneritas dan kointegrasi, dapat disimpulkan bahwa ULN pemerintah Filipina tidak berkelanjutan.

Tabel 7 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Filipinaa Hypothesis

None 20.74395 25.87211 0.190552 13.72294 19.38704 0.273237 At Most 1 7.02101 12.51798 0.342351 7.02101 12.51798 0.342351

a

: merujuk pada tabel 3

(36)

sosial politik di Filipina dapat dikatakan belum stabil, dimana masih terjadi gerakan pemberontakan dan separatisme. Hal tersebut menyebabkan belanja pemerintah terkuras untuk menanganinya dan anggaran pemerintah secara keseluruhan mengalami defisit. Selain itu terdapat isu-isu lain seperti peningkatan tindak kejahatan, kerusakan lingkungan dan korupsi yang turut membuat pasar Filipina menjadi tidak stabil.

Implikasi dari penemuan ini adalah pemerintah Filipina perlu untuk melakukan stabilisasi sosial, politik, dan ekonomi. Sentimen positif dari keadaan negara akan mempengaruhi kinerja ekonomi negara Filipina, seperti yang terjadi tiga tahun terakhir setelah terpilihnya presiden baru Benigno Aquino. Selain itu Filipina perlu untuk mulai melakukan diversifikasi penerimaan pemerintah, misalnya dengan menstimulus ekspor melalui fasilitas perdagangan, penerimaan pajak, dsb.

Filipina telah menganut kebijakan nilai tukar mengambang terkendali atau

managed floating exchange rate sejak Desember 1997. Namun baru menetapkan

batasan atau band terhadap nilai tukar sejak Desember 1999. Pada periode Desember 1999 sampai Desember 2007, band yang digunakan adalah sebesar ±2%. Kemudian pada Januari 2008 sampai saat ini band yang digunakan adalah sebesar ±5%. Perubahan jumlah batasan tersebut dilakukan untuk memberikan keleluasaan bagi nilai tukar untuk bergerak. Hal tersebut mengingat pada periode 2007 terjadi gejolak perekonomian yang cukup besar, dimana pertumbuhan ekonomi di Filipina mencapai angka 7.3%, terbesar selama 31 tahun terakhir.

Kebijakan nilai tukar yang dianut Filipina memungkinkan negara ini untuk mengatasi ketidakberlanjutan ULN pemerintahnya. Lebih lanjut hal tersebut dapat diatasi dengan memberlakukan kebijakan moneter dan fiskal secara bersama-sama atau stabilization policy mixed. Nilai tukar mengambang terkendali tersebut dapat mengatasi tekanan suku bunga dalam negeri yang diakibatkan oleh suku bunga pembayaran ULN pemerintah yang juga dipengaruhi oleh suku bunga negara pihak pemberi pinjaman. Selain itu nilai tukar yang mengambang tersebut juga memungkinan Filipina untuk mengatur aliran dana masuk ke negara tersebut.

Thailand

Thailand adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang terkenal dengan tujuan wisatanya. Tercatat pada pada tahun 2012 terdapat 21 juta wisatawan yang berkunjung ke negara ini. Lebih lanjut Thailand diklasifikasikan sebagai negara berpendapatan menengah keatas dengan GDP perkapita pada tahun 2012 sebesar 5,480 USD (World Bank 2013). Thailand merupakan negara yang mengawali krisis finansial Asia pada 1997/1998 yaitu dengan mendeklarasikan ketidakmampuan membayar utang luar negeri pada Juli 1997.

(37)

2004, pada 2008:4 terjadi CA defisit akibat penurunan permintaan ekspor dari AS dan Eropa sedangkan pada 2011:4 dan 2012:2 terjadi defisit akibat melemahnya ekspor dan akibat peningkatan impor untuk mendukung program pemerintah terkait pembangunan infrastruktur.

Terkait dengan ULN pemerintah, pemerintah Thailand berhasil menekan laju ULN pemerintah, seperti diperlihatkan oleh Gambar 7c. Utang sisa krisis 1997/1998 kepada IMF telah dilunasi sejak tahun 2002, sehingga Thailand tidak terbebani bunga utang sebesai 2.9% pertahun. Selain itu jumlah ULN pemerintah juga dipengaruhi oleh terus terapresiasinya mata uang Thailand (THB) terhadap USD, sehingga secara keseluruhan jumlahnya ULN pemerintah mengalami penurunan. Lebih lanjut cadangan devisa Thailand terus mengalami peningkatan, disokong oleh sektor jasa pariwisata dan ekspor khususnya perangkat elektronik dan sektor pertanian (Gambar 7d). Lebih lanjut suku bunga Thailand mengalami fluktuasi, tertinggi pada tahun 2006:3 dan 4 yaitu sebesar 6.5%. Hal tersebut dilakukan oleh Bank of Thailand untuk menstabilikan gejolak harga sebagai dampak dari dihapuskannya subsidi BBM impor pada tahun 2005 oleh pemerintah.

Berdasarkan uji ADF dan uji PP pada Tabel 8, dapat ditarik kesimpulan bahwa DEBT_X dan DEBT_GDP merupakan variabel yang tidak stasioner atau I(1). Berdasarkan Feve dan Henin (1998) apabila kedua variabel tersebut tidak stasioner maka ULN pemerintah juga tidak berkelanjutan. meskipun CA_X dan DEBT_NX memperlihatkan hasil yang stasioner. Selanjutnya variabel X, M dan DEBT juga merupakan variabel yang tidak stasioner atau I(1). Hal tersebut mengindikasikan terdapat pelanggaran pada asumsi No Ponzi-Game Constraint.

Jumlah maksimum lag yang digunakan dalam uji ADF data Thailand berdasarkan metode trial and error adalah sejumlah 4. Hal tersebut mengindikasikan apabila terdapat kebijakan baru atau perubahan kebijakan, maka variabel-variabel makroekonomi tersebut baru dapat memberikan respon terhadap kebijakan setelah paling lama 1 tahun. Tabel 8 memperlihatkan bahwa variabel DEBT_X memiliki lag 1 atau merespon kebijakan setelah 3 bulan, variabel DEBT_NX merespon setelah 6 bulan, sedangkan sisanya ternyata menunjukan respon sesaat setelah kebijakan baru diimplementasikan (lag 0). Hal tersebut mengindikasikan bahwa perekonomian Thailand cenderung cepat dalam merespon kebijakan secara keseluruhan. Namun disisi lain, hasil yang sama dalam uji ADF dan uji PP mengindikasikan pula Thailand lebih stabil terhadap adanya perubahan struktural akibat external shock.

Lebih lanjut berdasarkan Leachman and Francis (2000), dilakukan uji kointegrasi antara ekspor dan impor serta ekspor untuk membuat analisis keberlanjutan menjadi lebih sesuai dengan government external inter-temporal

budget constraint. Tabel 9 memperlihatkan tidak ada kointegrasi antara X dan M

Gambar

Gambar 1. Total Utang Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Variabel dan Sumber Data
Gambar 4. Perkembangan Variabel Makroekonomi Indonesia 2003:1-2012:4a Sumber: IFS IMF, CEIC Data, BI a: 1-Nilai tukar didefinisikan sebagai mata uang domestik per USD
+7

Referensi

Dokumen terkait

terbukti dan secara sah menurut hukum. Saksi korban menjelaskan bahwa yang melakukan penganiayaan terhadap dirinya saat itu adalah terdakwa H. Asis, dan terdakwa juga

Dari hasil penelitian yang dilakukan ketika melaksanakan praktek laut yaitu pada tanggal 14 April 2018 saat kapal sedang melakukan pelayaran dari Youngheoung ,

Bagi orang tua yang memiliki anak berusia teruna (SMP/SMA atau di atas 13 tahun) untuk dapat mengikuti Ibadah Hari Minggu Persekutuan Teruna (IHMPT) pada jadwal dan ruangan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan pasal 18 (2) huruf a Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak

Berpikir tingkat tinggi dalam menentukan dimensi metrik dengan himpunanpembeda terhubung pada graf khusus keluarga pohon yakni dalam menentukangraf yang digunakan

Menurut Vercellis (2009:81) Data mining merupakan proses berulang-ulang yang ditujukan pada analisis database , dengan tujuan menyaring informasi dan pengetahuan

Rumput laut di Indonesia merupakan salah satu komoditas unggulan yang diharapkan dapat menjadi tulang punggung dalam mencapai produksi perikanan terbesar pada tahun

Tetapi stacking masih merupakan tahapan yang penting dalam pengolahan data seismik, karena penampang stack merupakan interpretasi awal dari gambaran bawah permukaan.. Penampang