• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persentase Rendemen Berat Wol Domba Garut dan Domba Batur Selama Proses Pengolahan serta Kualitas Benang yang Dihasilkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persentase Rendemen Berat Wol Domba Garut dan Domba Batur Selama Proses Pengolahan serta Kualitas Benang yang Dihasilkan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PERSENTASE RENDEMEN BERAT WOL DOMBA GARUT

DAN DOMBA BATUR SELAMA PROSES PENGOLAHAN

SERTA KUALITAS BENANG YANG DIHASILKAN

DAROJAT ULIL AMRI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persentase Rendemen Berat Wol Domba Garut dan Domba Batur Selama Proses Pengolahan serta Kualitas Benang yang Dihasilkan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DAROJAT ULIL AMRI. Persentase Rendemen Berat Wol Domba Garut dan Domba Batur Selama Proses Pengolahan serta Kualitas Benang yang Dihasilkan. Dibimbing oleh MOHAMAD YAMIN dan TOTONG.

Wol pada domba lokal merupakan produk sampingan domba yang dapat dimanfaatkan untuk beberapa produk kerajinan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari rendemen berat wol selama pengolahan dan kualitas benangnya. Parameter yang diamati adalah rendemen berat wol tahap penyortiran, pencucian, pemisahan, penyisiran dan pemintalan serta kualitas benang, yaitu kekuatan dan kemuluran. Penelitian ini menggunakan uji T. Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali untuk pengamatan rendemen berat wol saat pengolahan, 2 kali untuk kekuatan dan kemuluran benang wol domba garut dan 5 kali untuk kekuatan dan kemuluran benang wol domba batur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen berat wol domba antar bangsa domba garut dan domba batur tidak berbeda nyata kecuali pada pemintalan yang cenderung nyata. Kualitas benang juga tidak berbeda nyata pada kedua bangsa domba ini kecuali pada kemuluran yang cenderung berbeda nyata. Perbedaan bangsa domba tidak berpengaruh pada rendemen wol dan kualitas benangnya sehingga wol domba garut dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi benang seperti wol domba batur.

Kata kunci: domba batur, domba garut, kualitas benang, rendemen berat wol

ABSTRACT

DAROJAT ULIL AMRI. Wool Weight Yield Percentage of Garut and Batur Sheep During Processing and its Yarn Quality. Supervised by MOHAMAD YAMIN and TOTONG.

The wool of local sheep is still a by-product that can be used for some craft products. The aims of this research were to study the wool weight yield during the processing and to know quality of the wool yarn. Parameters were consisted of wool weight yield percentage during sorting I, washing, sorting II, carding and during spinning, and the quality of yarn, i.e, strength and elongation of the yarn. This research used the T-test analysis. There were 5 repetitions for observed wool weight yield during the process; 2 repetitions for strength and elongation of the wool yarn from garut sheep; and 5 repetitions for strength and elongation of the wool yarn from batur sheep. The results showed that percentage of wool weight yarn, as same as wool of batur sheep.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PERSENTASE RENDEMEN BERAT WOL DOMBA GARUT

DAN DOMBA BATUR SELAMA PROSES PENGOLAHAN

SERTA KUALITAS BENANG YANG DIHASILKAN

DAROJAT ULIL AMRI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Persentase Rendemen Berat Wol Domba Garut dan Domba Batur Selama Proses Pengolahan serta Kualitas Benang yang Dihasilkan Nama : Darojat Ulil Amri

NIM : D14090112

Disetujui oleh

Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc Pembimbing I

Totong, AT MT Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah wol domba, dengan judul Persentase Rendemen Berat Wol Domba Garut dan Domba Batur Selama Proses Pengolahan serta Kualitas Benang yang Dihasilkan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc dan Totong, AT MT selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Haji Yudi dari peternakan domba di Garut, Bapak Mishat dari peternakan domba di Batur dan Ibu Euis yang telah membantu selama pengumpulan data. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman satu tim penelitian saya (Aang Hudaya, Dhini Nova Widyasari dan Kiki Umizakiah) serta teman-teman lainnya yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak-kakak dan adikku serta seluruh keluarga, atas segala doa, semangat dan kasih sayang yang telah diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur 3

Analisis Data 4

Parameter yang Diamati 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Rendemen 7

Kekuatan dan Kemuluran Benang 9

SIMPULAN DAN SARAN 11

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 13

(10)

DAFTAR TABEL

1 Persentase rendemen berat wol domba yang berbeda bangsa saat

pembersihan 7

2 Persentase rendemen berat wol domba yang berbeda bangsa saat

penggabungan 8

3 Kekuatan dan kemuluran benang wol 10

DAFTAR GAMBAR

1 TensoLab Strength Tester alat uji kekuatan dan kemuluran benang 3

2 Cara pengujian kekuatan dan kemuluran benang 6

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di Asia Tenggara dalam bidang peternakan. Banyak jenis ternak yang dibudidayakan di negara ini, salah satu ternak tersebut adalah domba. Populasi ternak ini sangat banyak di Indonesia, yaitu mencapai 14 560 juta ekor pada tahun 2013. Populasi domba tersebut setiap tahun selalu mengalami peningkatan, rata-rata peningkatan pupulasi domba dari tahun 2003 hingga 2013 mencapai 6.48% per tahun (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013). Peningkatan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat membutuhkan jenis ternak ini. Domba mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Produk utama usaha domba di Indonesia adalah daging. Disamping itu sebagai hasil ikutan ternak, domba juga menghasilkan kulit dan bulu domba (wol).

Peternak umumnya masih menganggap bahwa bulu domba tidak bermanfaat dan dibuang begitu saja sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena bulu domba mengandung keratin yang sulit untuk didegradasi. Peternak belum banyak mengetahui bahwa bulu domba memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi jika dimanfaatkan dengan baik. Bulu domba dapat dipintal dan menghasilkan benang wol. Pemanfaatan bulu domba tersebut belum banyak dilakukan karena keterbatasan pengetahuan peternak.

Wol merupakan salah satu hasil dari ternak domba yang sangat potensial untuk dimanfaatkan. Wol dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan tekstil. Wol telah memberi peran bagi dunia tekstil sejak beberapa abad lalu karena karakteristik unik yang dimilikinya (elastis, ringan, tahan lama, kuat, tahan api dan dapat menahan panas). Serat wol memiliki sifat-sifat yang sangat bagus sehingga memungkinkan wol dapat bersaing dengan serat lain sebagai bahan utama pembuatan barang tekstil (Nuruddin 2006).

Negara-negara maju yang memiliki bangsa domba dengan tipe wol memanfaatkan wol domba sebagai produk utama hasil ternak tersebut. Bulu domba di Indonesia memiliki karakter berbeda dengan domba tipe wol. Domba di Indonesia umumnya memiliki bulu yang jumlahnya lebih sedikit dan bulunya tidak halus dengan diameter besar. Domba di Indonesia umumnya memiliki karakter bulu yang rata-rata diameternya antara 26-65 µm (Gatenby 1991). Wol domba lokal cenderung lebih kasar, kecuali pada domba lokal yang berasal dari persilangan dengan domba tipe wol. Masyarakat Indonesia mulai mengembangkan domba-domba penghasil wol dengan cara persilangan. Domba tipe wol dari negara lain seperti domba merino mulai banyak disilangkan dengan domba lokal di Indonesia sehingga saat ini di negara ini sudah lebih mudah untuk mendapatkan domba dengan tipe wol.

(12)

2

Ketidakseragaman hasil tenunan wol tersebut mengakibatkan bulu domba di Indonesia hanya cocok digunakan sebagai bahan pembuatan produk non sandang.

Penelitian bidang ini di Indonesia masih sangat terbatas. Penelitian yang telah dilakukan oleh Syamyono (2002) menunjukkan hasil benang wol dari domba garut memiliki kualitas yang cukup baik, padahal domba jenis ini bukan merupakan domba tipe wol. Oleh karena itu, akan dilakukan penelitian tentang bulu domba yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk benang wol dari domba lokal jenis wol (domba batur) dengan domba lokal bukan tipe wol (domba garut) yang telah diteliti sebelumnya untuk dibadingkan kualitas yang dihasilkan. Penelitian ini dilakukan agar diketahui keuntungan dan efisiensi pengolahan hasil ikutan ternak domba persilangan di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan: (1) menguji persentase rendemen berat bulu domba garut dan domba batur selama dilakukan pengolahan menjadi benang, (2) menguji kualitas benang yang dihasilkan dari pengolahan wol kedua bangsa domba tersebut.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengkajian persentase rendemen wol saat pengolahan dan kualitas benang yang dihasilkan dari pengolahan tersebut. Penelitian ini dibatasi pada subjek domba garut dengan domba batur.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2013 hingga bulan November 2013. Lokasi penelitian di Peternakan Domba di Kabupaten Garut dan Banjarnegara, Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Evaluasi Fisika Tekstil Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.

Bahan

(13)

3 Alat

Alat yang digunakan untuk pencukuran sampai pembuatan benang wol dan pengamatannya adalah pencukur bulu elektrik, kantong plastik, carder (hand carder dan drum carder), alat pintal, ember plastik, pengaduk, gunting, alat uji kekuatan dan mulur (Tensolab Strength Tester) (Gambar 1) serta timbangan digital.

Gambar 1 TensoLab Strength Tester alat uji kekuatan dan kemuluran benang

Prosedur

Metode pembuatan benang wol yang pertama dilakukan adalah persiapan bahan utama, yaitu bulu domba yang didapatkan dari hasil pencukuran domba garut dan domba batur. Bulu atau wol yang telah dicukur kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik berlabel sesuai bangsanya. Wol hasil pencukuran tersebut kemudian ditimbang untuk mengetahui produksi wol yang dihasilkan dan selanjutnya dibuat benang (Yamin et al. 1994).

Proses Pembuatan Benang

Prosedur pengolahan bulu domba menjadi benang yang dilakukan menurut Yamin dan Rahayu (2012) adalah sebagai berikut:

Penyortiran. Pembuatan benang wol yang harus dilakukan adalah bulu domba hasil pencukuran harus dibersihkan. Wol tersebut dibersihkan atau disortir dari kotoran-kotoran yang menempel pada bulu tersebut seperti feses, daun, rumput kering, tanah dan biji-bijian (Syamyono 2002). Wol yang telah disortir kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat wol sortir I.

(14)

4

per 10 L air) selama 2-3 jam. Bilas kembali wol tersebut menggunakan air bersih. Bulu domba kemudian dicelupkan ke dalam larutan desinfektan sebanyak (10 cc per 10 L air). Keringkan bulu yang telah didesinfektan dengan cara diperas lalu dijemur sampai kering. Penjemuran dilakukan di luar ruangan dengan menggunakan sinar matahari langsung. Wol kering kemudian ditimbang.

Pemisahan. Wol yang telah kering setelah penjemuran kemudian dibersihkan kembali dari kotoran-kotoran yang menempel saat penjemuran. Pembersihan bulu domba tersebut dilakukan dengan cara disuir-suir. Wol kemudian ditimbang kembali untuk mendapatkan berat wol sortir II.

Penyisiran. Wol yang telah bersih kemudian disisir dengan alat hand carder dan dilanjutkan dengan drum carder beberapa kali sehingga didapatkan 2 lembaran bulu berserat yaitu lembaran serat pendek dan lembaran serat panjang. Wol kemudian ditimbang kembali untuk mendapatkan jumlah rendemen berat wol setelah penyisiran.

Pemintalan. Lembaran wol kemudian dipintal dengan menggunakan alat pintal sampai terbentuk benang mentah atau benang tunggal. Benang tunggal diukur panjangnya. Benang tersebut kemudian dipintal lagi hingga menjadi benang gintir atau plied yarn. Benang gintir diukur panjangnya dan kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat benang wol hasil pemintalan.

Analisis Data

(15)

5 tanpa dipisahkan dari kotoran atau lemak terlebih dahulu. Produksi wol dihitung berdasarkan banyaknya wol yang dihasilkan dari setiap ekor masing-masing bangsa dan jenis kelamin.

Rendemen selama Proses Pengolahan

Penyortiran I. Rendemen dari hasil penyortiran didapatkan dengan mengukur berat wol hasil penyortiran I. Berat wol hasil penyortiran I didapatkan setelah melalui proses penyortiran I.

Keterangan:

RWSor = Rendemen wol hasil penyortiran I (%)

WS = Berat wol segar (g)

WSor = Berat wol hasil penyortiran I (g)

Pencucian. Rendemen dari hasil pencucian didapatkan dengan mengukur berat wol hasil pencucian. Berat wol hasil pencucian ini didapatkan setelah melalui proses pencucian.

Keterangan:

RWCu = Rendemen wol hasil pencucian (%)

WCu = Berat wol hasil pencucian (g)

Pemisahan. Rendemen dari hasil pemisahan didapatkan dengan mengukur berat wol hasil pemisahan. Berat wol hasil pemisahan didapatkan setelah wol melalui proses penyortiran II atau pemisahan (suir-suir).

Keterangan:

RWPis = Rendemen wol hasil pemisahan (%)

WPis = Berat wol hasil pemintalan (g)

Penyisiran. Rendemen dari hasil penyisiran didapatkan dengan mengukur berat wol hasil penyisiran. Berat wol hasil penyisiran didapatkan setelah wol melalui proses penyisiran dengan menggunakan alat hand carder dan drum carder.

Keterangan:

RWSi = Rendemen wol hasil penyisiran (%)

WSi = Berat wol hasil penyisiran (g)

(16)

6

Keterngan:

RWPin = Rendemen wol hasil pemintalan (%) WPin = Berat wol hasil pemintalan (g)

Kekuatan dan Kemuluran Benang

Menurut SNI 7650 (2010), kekuatan benang adalah perbandingan beban putus dengan nomor benang. Syamyono (2002) menjelaskan bahwa beban putus adalah kekuatan atau gaya maksimal yang diberikan benang untuk menahan beban saat ditarik hingga benang tersebut putus. Kekuatan benang diketahui dengan melihat nomor benang terlebih dahulu. Menurut SNI ISO 2060 (2010), nomor benang dihitung berdasarkan panjang dan berat contoh uji yang sesuai. Pengujian nomor benang dilakukan dengan menggunakan sistem langsung, yang menyatakan kekasaran atau kehalusan benang dalam berat per satuan panjang (linier density, sering disebut yarn count atau yarn titre) (SNI ISO 1144 2010). Kekuatan dapat dinyatakan dalam tenacity (tegangan spesifik), yaitu kekuatan tarik benang yang dinyatakan dalam gaya per kehalusan contoh uji. Menurut SNI 7650 (2010), kemuluran adalah pertambahan panjang contoh uji sampai putus pada uji kekuatan tarik. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung kekuatan dan kemuluran benang :

Uji kekuatan dan kemuluran benang wol dilakukan di Laboratorium Evaluasi Fisika Tekstil Sekolah Tinggi Tekstil Bandung. Benang yang diuji adalah benang hasil olahan bulu domba dari dua bangsa (domba garut dan domba batur). Pengukuran benang dilakukan sebanyak 2 kali ulangan untuk domba garut dan 5 kali ulangan untuk domba batur. Cara pengujian kekuatan dan kemuluran benang dapat dilihat pada Gambar 2.

(17)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen

Rendemen adalah jumlah persentase sampel akhir setelah pengolahan dan dinyatakan dalam persen (%). Rendemen juga dapat diartikan sebagai sisa dari suatu penyusutan berat wol domba saat pengolahan. Penyusutan merupakan berkurangnya berat wol domba saat pengolahan akibat hilangnya kotoran yang menempel dan sebagian wol yang terbuang. Hasil rendemen biasanya dinyatakan dalam persen. Jumlah yang dihasilkan dari penyusutan dengan rendemen wol yang dihasilkan adalah 100% (Ensminger 1991). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar rendemen berat dari wol domba yang berbeda bangsa sehingga dapat diketahui tingkat efisiensi produksi benang wol dari masing-masing domba. Setiap tahap pengolahan saat penelitian selalu mengalami penyusutan berat wol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syamyono (2002) bahwa setiap tahap pengolahan wol menjadi benang akan selalu mengalami penyusutan. Besar persentase rendemen yang terjadi tidak sama setiap tahapnya. Rendemen hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Persentase rendemen berat wol domba yang berbeda bangsa saat pembersihan

Bangsa Domba Persentase rendemen pada setiap tahap pembersihan (%)

Sortir Pencucian Pemisahan

Garut 96.58 ± 4.64 64.60 ± 11.00 91.50 ± 4.87

Batur 97.38 ± 2.17 61.50 ± 4.89 92.43 ± 4.77

Nilai P 0.741 0.592 0.769

Tabel 1 menunjukkan hasil rendemen berat wol domba saat pembersihan. Rendemen yang terjadi pada setiap pengolahannya tidak menunjukkan hasil perbedaan yang nyata (P>0.05). Hasil di atas sesuai dengan pernyataan dari Yamin dan Rahayu (1995) bahwa perbedaan bangsa tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap persentase wol kering atau hasil pemisahan. Pernyataan di atas juga diperkuat oleh pendapat Syamyono (2002) bahwa besarnya persentase penyusutan wol saat pengolahan tidak dipengaruhi dari bangsanya, melainkan dari kotoran yang melekat, terutama lemak yang terdapat dalam wol. Kotoran-kotoran yang menempel tersebut adalah kotoran berminyak, tanah, kerikil, rumput, debu, dan feses dari domba.

Penyortiran adalah tahap pembuangan kotoran seperti feses, rumput atau kerikil yang masih menempel pada wol segar. Tahap ini menunjukkan hasil rendemen yang tidak begitu besar perbedaannya, yaitu 96.58 ± 4.64% pada domba garut dan 97.38 ± 2.17% pada domba batur. Hal ini dikarenakan kotoran-kotoran jenis tersebut tidak begitu banyak terdapat pada wol segar.

(18)

8

sangat berpengaruh pada berat wol. Perbedaan yang tidak nyata pada rendemen diakibatkan karena berkurangnya lemak atau minyak tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Kammlade dan Kammlade (1955) bahwa penyusutan terbesar diakibatkan karena hilangnya lemak dan minyak pada domba. Banyaknya lemak dan minyak yang terkandung pada wol juga tidak begitu berbeda antar bangsa domba. Kandungan lemak dan minyak pada setiap bangsa domba cenderung sama sehingga rendemen yang dihasilkan tidak begitu berbeda.

Kondisi wol sebelum pencucian merupakan wol kotor (grease wool). Wol kotor mengandung beberapa komponen seperti zat lilin, keringat, kotoran-kotoran yang menempel, cat atau cairan lain yang digunakan untuk penanda atau identitas domba (Irma 2009). Zat lilin merupakan zat seperti lemak. Zat ini tidak larut dalam air dan dikeluarkan oleh kelenjar minyak, sedangkan keringat merupakan zat larut dalam air dan dikeluarkan oleh kelenjar keringat (Leeder 1984). Oleh karena itu, pencucian sengaja dilakukan dengan menambahkan deterjen agar zat lilin yang ada pada wol dapat dihilangkan.

Hampir semua serat memiliki struktur yang terdiri dari 3 bagian, yaitu kutikula di lapisan luar, korteks di bagian dalam dan medulla di bagian tengah berupa ruang kosong. Setiap bagian tersebut terbentuk dari sel yang berasal dari folikel (Soeprijono et al. 1973). Folikel adalah pangkal serat dan merupakan tempat bermuaranya kelenjar apocrine. Adelson (1995) menyatakan bahwa setiap domba memiliki kelenjar apocrine. Kelenjar apocrine terdapat di bawah kulit dan merupakan kelenjar lemak di dalam folikel wol. Kelenjar ini merupakan bahan untuk terbentuknya lemak atau minyak pada wol. Menurut Ensminger (1991) setiap serat wol dilapisi lemak dari pangkal hingga ujung. Lemak tersebut melapisi serat wol sejak serat tersebut tumbuh. Lemak yang terkandung ini sangat diperlukan oleh wol karena memiliki fungsi untuk melindungi serat wol selama pertumbuhan dan agar serat wol tidak mudah berikatan antara satu dengan lainnya.

Tahap selanjutnya adalah tahap pemisahan. Tahap ini dilakukan untuk memisahkan wol-wol yang masih menggumpal atau membuang sisa kotoran yang masih menempel setelah pencucian seperti feses yang masih melekat pada wol. Penyusutan pada tahap ini sangat kecil sehingga rendemen yang dihasilkan cukup tinggi. Hal ini dikarenakan kotoran-kotoran dan gumpalan pada wol setelah pencucian ini tidak begitu besar. Rendemen yang dihasilkan pada tahap ini sebesar 91.50 ± 4.87% pada domba garut dan 92.43 ± 4.77% pada domba batur.

Tahap penyisiran atau carding adalah tahap awal saat penggabungan serat-serat wol. Tahap ini merupakan tahap lanjutan setelah tahap pembersihan selesai. Hasil dari tahap ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Persentase rendemen berat wol domba yang berbeda bangsa saat penggabungan

Bangsa Domba Persentase rendemen pada setiap tahap penggabungan (%)

Penyisiran Pemintalan

Garut 63.20 ± 14.40 35.20 ± 48.20

Batur 59.40 ± 25.90 83.06 ± 5.00

(19)

9 Tabel 2 menunjukkan perbedaan rendemen pada tahap ini tidak begitu jauh antara wol domba garut dengan domba batur. Banyak sekali wol yang terbuang pada tahap ini. Hal ini dikarenakan terjadinya 2 hal yang berbeda, namun menghasilkan rendemen yang hampir sama besar, yaitu 63.20 ± 14.40% pada domba garut dan 59.40 ± 25.90% pada domba batur. Rendemen terjadi akibat banyaknya serat wol domba garut yang kasar sehingga tidak mudah menyatu saat drum carding, sedangkan serat wol domba batur memiliki sifat sebaliknya yaitu banyak yang menggumpal dan mengakibatkan serat sulit untuk disisir saat hand carding. Hasil ini sesuai dengan pendapat dari Syamyono (2002) bahwa pada tahap penyisiran ini banyak serat yang terbuang akibat sulitnya serat untuk disisir. Serat yang berbuang umumnya adalah serat yang memiliki ukuran pendek dan berdiameter besar.

Tahap selanjutnya adalah pemintalan. Rendemen yang didapat pada tahap ini sebesar 35.20 ± 48.20% pada domba garut dan 83.06 ± 5.00% pada domba batur. Persentase rendemen berat wol antar kedua bangsa pada tahap ini cenderung berbeda nyata karena nilai P yang dihasilkan sebesar 0.091. Hal ini dikarenakan struktur yang ada pada serat wol domba garut dengan domba batur berbeda. Menurut Syamyono (2002), serat wol domba garut cenderung lebih kasar dibandingkan dengan serat wol domba batur yang mengakibatkan serat wol domba garut saat dipintal sulit berikatan dengan serat yang halus. Sulitnya pemintalan wol domba garut juga diakibatkan diameter wol tersebut cukup besar dan berukuran pendek. Semakin besar diameter dan semakin pendek ukuran serat maka semakin sulit pula wol tersebut dipintal. Karakteristik tersebut berbeda dengan wol domba batur. Wol domba batur memiliki struktur lembut, penuh kerutan, halus, elastis dan permukaannya bersisik. Menurut Kammlade dan Kammlade (1955) sisik yang berdekatan menyebabkan wol mudah dipilin menjadi benang dan tenunan. Sifat yang terdapat pada wol inilah yang menyebabkan serat wol dari domba dengan tipe wol seperti domba batur dapat dipintal dan dimanfaatkan menjadi berbagai bahan sandang dan non sandang.

Data yang dihasilkan juga menunjukkan keragaman pada pemintalan domba garut juga sangat tinggi, yaitu 48.20% yang jauh perbedaannya dengan domba batur. Kemungkinan perbedaan panjang serat wol domba garut pada setiap bagian tubuhnya serta banyaknya sampel yang tidak dapat dipintal merupakan salah satu faktor tingginya nilai keragaman tersebut. Sampel wol domba garut yang dapat dipintal menjadi benang hanya sebanyak 2 sampel, sedangkan yang 3 sampel lainnya tidak dapat dipintal.

Kekuatan dan Kemuluran Benang

(20)

10

Tabel 3 Kekuatan dan kemuluran benang wol

Bangsa Domba Kekuatan (cN tex-1) Kemuluran (%)

Garut 3.09 ± 0.51 21.26 ± 3.50

Batur 4.10 ± 0.57 33.74 ± 8.86

Nilai P 0.148 0.056

Hasil uji kekuatan dan kemuluran benang menunjukkan perbedaan yang tidak nyata antara kedua bangsa (P>0.05). Hasil ini tidak sesuai dengan yang dinyatakan Syamyono (2002) bahwa bangsa sangat berpengaruh nyata terhadap kekuatan dan kemuluran benang wol yang dihasilkan. Menurut Johnston (1983), kekuatan benang dapat dipengaruhi oleh serat wol. Perbedaan kekuatan dan kemuluran benang yang tidak nyata kemungkinan terjadi karena karakteristik antara wol domba garut dengan wol domba batur tidak begitu berbeda sehingga menyebabkan kekuatan dan kemuluran benang masing-masing domba tidak begitu berbeda.

Tabel 3 menunjukkan hasil uji kekuatan benang dari bangsa domba garut dan domba batur, yaitu sebesar 3.09 ± 0.51 cN tex-1 pada domba garut dan 4.10 ± 0.57 cN tex-1 pada domba batur. Hasil tersebut bertentangan dengan hasil penelitian Syamyono (2002) bahwa bangsa domba sangat berpengaruh nyata terhadap kekuatan benang. Hasil yang tidak berbeda nyata ini mungkin terjadi karena panjang serat halus dan diameter dari masing-masing bangsa domba tersebut hampir sama.

Menurut Syamyono (2002), kekuatan serat wol dapat dipengaruhi oleh crimp (kerutan) pada staple, adanya titik rapuh serat, pakan, defisiensi sulfur atau faktor stress. Titik rapuh serat wol dapat terjadi pada domba yang memiliki tingkat kesehatan atau pemberian pakan yang kurang baik. Kerapuhan ini dapat meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah serat yang pendek pada saat penyisiran. Serat pendek dapat terjadi akibat pengguntingan yang lebih dari sekali saat pencukuran sehingga meningkatkan jumlah serat-serat yang berukuran pendek.

Harmsworth dan Sharp (1970) menyatakan bahwa kekuatan hasil pemintalan dipengaruhi oleh sisik dari serat wol. Wol yang berbentuk sisik akan menghasilkan benang yang kuat karena sisik tersebut menyebabkan tautan antara wol saat pemintalan. Sisik juga dapat melindungi serat wol saat pencucian. Serat dapat menjadi rapuh akibat pencucian. Sisik yang terdapat pada serat wol akan melindungi serat tersebut karena sisik tahan terhadap reaksi kimia yang terdapat pada sabun atau deterjen pencucian. Menurut Kammlade dan Kammlade (1955), larutan alkali keras yang terdapat pada sabun atau deterjen dapat menyebabkan wol menjadi rapuh, sehingga sisik pada wol tersebut sangat diperlukan.

(21)

11 Semakin besar kemuluran benang yang dihasilkan maka semakin baik kualitas benang tersebut karena dengan besarnya kemuluran benang menyebabkan benang tersebut tidak mudah putus.

Serat wol mengandung dua lapisan sel yaitu lapisan sel epidermis dan korteks. Ada juga beberapa serat wol yang memiliki tiga lapisan sel. Lapisan sel ketiga tersebut adalah lapisan sel medulla. Sel epidermis merupakan sel yang menutupi sebagian kerutan-kerutan longitudinal pada serat. Sel korteks merupakan bagian utama dari serat wol dan pada bentuk yang tidak teratur dapat menyebabkan crimp atau kerutan. Crimp atau kerutan adalah gelombang normal yang terdapat di sepanjang staple atau serat. Sel medula adalah sel yang berbentuk globuler dan dapat ditemukan di sepanjang serat wol atau hanya beberapa bagian serat wol saja. Sel ini dapat menyebabkan serat wol berbentuk kasar dan berdiameter tidak seragam sehingga sulit penanganannya karena kemuluran yang rendah (Ensminger 1991).

Perbedaan yang tidak terlalu besar pada setiap perlakuan wol domba garut dan domba batur ini sangat mungkin terjadi. Hal ini dikarenakan kedua bangsa domba ini berasal dari tetua yang sama, yaitu domba merino dengan domba lokal. Markens dan Soemirat (1926) menyatakan bahwa domba garut adalah hasil persilangan dari domba lokal, domba merino dan domba ekor gemuk yang berasal dari Afrika Selatan. Menurut Devendra dan McLeroy (1982), domba garut mulai dikembangkan oleh Kepala Distrik Bandung dan Garut di Jawa Barat tahun 1864. Domba garut yang dikembangkan ini merupakan persilangan dari domba lokal, domba merino dan domba kaapstad (cape), tetapi tidak ada keterangan yang jelas mengenai domba cape. Menurut Gayatri dan Handayani (2007), domba batur adalah salah satu ternak penghasil daging dan wol yang sangat potensial untuk dikembangkan. Domba batur merupakan domba persilangan dari domba merino dengan domba ekor tipis. Dilihat dari pernyataan tersebut maka dapat diketahui domba garut dengan domba batur adalah merupakan keturunan dari domba merino dengan domba lokal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(22)

12

Saran

Penelitian sebaiknya dilakukan dengan menggunakan jumlah domba yang lebih banyak agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. Domba yang digunakan sebagai sampel juga sebaiknya berasal dari tempat dan manajemen yang sama agar kemungkinan terjadinya pengaruh faktor luar tidak begitu besar. Penelitian ini masih berskala kecil sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan agar mendapatkan informasi yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Adelson. 1995. Wool Folicle Initiation. South Australia (AU): Adelaide University.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. Tekstil – Benang dari Gulungan – Cara Uji Kekuatan Tarik dan Mulur Per Helai (SNI 7650). Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. Tekstil – Benang dari Gulungan – Cara Uji Nomor Benang (Berat Per Satuan Panjang) dengan Metoda Untaian (SNI ISO 2060). Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. Tekstil – Sistem Universal untuk Menyatakan Nomor Benang (Sistem Tex) (SNI ISO 1144). Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

Devendra C, Mcleroy GB. 1982. Goat and Sheep Production in The Tropics. New York (US): Longman Group Ltd.

[Ditjenak] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Ensminger. 1991. Animal Science. Ed ke-9. Danville Illinois. London (GB): The Interstate Printers of Publisher, Inc.

Gatenby RM. 1991. Sheep. London (GB): Macmillan Education Ltd.

Gayatri S, Handayani M. 2007. Peranan domba batur dalam meningkatkan pendapatan keluarga di Desa Batur Kabupaten Banjarnegara. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. hlm 532-538.

Harmsworth TB, Sharp PJ. 1970. Sheep and Wool Classing. Melbourne (AU): Cheshire Publishing Pty Ltd.

Irma. 2009. Pengaruh panjang bulu dan frekuensi mandi terhadap status fisiologis dan performa domba jantan lokal [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Johnston RG. 1983. Introduction to Sheep Farming. Kentucky (US): Granada

Publishing Ltd.

Kammlade WG SR, Kammlade WG JRs. 1955. Sheep Science. New York (US): J. B. Lippincot Co.

(23)

13 Merkens J, Soemirat R. 1926. Sumbangan Pengetahuan Tentang Peternakan

Domba di Indonesia. Bogor (ID): Lembaga Pengetahuan Indonesia.

Nuruddin. 2006. Pengaruh konsentrasi bahan pembersih dan pemutih terhadap mutu serat wol hasil pengolahan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Soeprijono P, Poerwati, Widayat. 1973. Serat-serat Tekstil. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Kabupaten Bogor. Laporan Penelitian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yamin M, Rahayu S. 1995. Pengolahan Limbah Bulu Domba Untuk Kerajinan

Hiasan Dinding dan Keset. Laporan Penelitian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Yamin M, Rahayu S. 2012. Wool fibre of local and crossbred sheep: production, processing, technique and performance. Proceeding of the 2nd International Seminar on Animal Industry; 2012 July 5-6; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. hlm 589-594.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Persentase rendemen berat wol domba saat pengolahan menjadi benang

(24)

14

Lampiran 2 Kualitas benang wol dari bangsa domba garut dan domba batur N Rataan Simpangan Baku Rataan SE Nilai P

Kekuatan G 2 3.09 0.51 0.36

0.148

Kekuatan B 5 4.10 0.57 0.25

Kemuluran G 2 21.26 3.50 2.5

0.056

Kemuluran B 5 33.74 8.86 4.0

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Teluk Dalem, Lampung pada tanggal 10 April 1991 dari pasangan Bapak Anang Prayogi sebagai pengawas sekolah TK dan SD di Lampung Timur dengan Ibu Dewi Makhiyati Rojakyah sebagai kepala sekolah SD N 2 Rajabasa Baru. Penulis merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara yang terdiri dari 2 saudara perempuan yaitu Mamlu’lu’ah Novian Desi sebagai dokter di Lampung Timur dan Fitria Tsani Farda sebagai mahasiswa Pascasarjana Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor serta 1 saudara laki-laki yaitu Ahmad Fathin Alfarisi sebagai siswa SD IT Baitul Muslim. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Teluk Dalem pada tahun 1997, SD N 1 Teluk Dalem pada tahun 2003, SMP N 1 Way Jepara pada tahun 2006 dan SMA N 1 Way Jepara pada tahun 2009. Penulis diterima di Fakultas Peternakan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2009.

Gambar

Gambar 1 TensoLab Strength Tester alat uji kekuatan dan kemuluran benang
Gambar 2 Cara pengujian kekuatan dan kemuluran benang

Referensi

Dokumen terkait

SAVI kepanjangan dari Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual merupakan sebuah pendekatan dalam pembelajaran yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang baik dalam

Program Sosial Kesejahteraan Anak (PKSA) atau lebih familier dengan Panti Asuhan Amanah Klaten merupakan gerakan Ibadah Amaliah yang menjadi program utama.. Dengan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2011-sekarang). Riwayat Pelatihan : MMB 2011 PEMA

Pada beberapa sungai besar yang berada di zona peman- faatan (Kali Sanen, Bandealit dan Suka- made) pada bulan Agustus menunjukkan kondisi aliran masih kontinyu dan keada- an

•Tugas kaunseling ialah untuk menolong klien mempelajari tingkah laku baru yang membawa kepada penyelesaian kepada masalah mereka dengan teori pembelajaran sosial.. Ustazah Nek

Menurutnya,berpengaruh positif karena setiap peningkatan kurs rupiah akan mengakhibatkan peningkatan pembiayaan bermasalah (non performing financing) perbankan syariah

Dengan kata lain, makna miskin mengandung konteks serba terbatas dalam berbagai aspeknya dan yang cukup menonjol adalah aspek keterbatasan dalam mengakses

Dengan efektifitasnya informasi yang diberikan melalui iklan tersebut, yang berupaya untuk mengenalkan merek dari produk yang ditawarkan, sehingga menimbulkan keyakinan dan sikap