• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sorgum Sebagai Pengganti Jagung Dengan Penambahan Tepung Tanaman Paku Air (Azolla Pinnata)Pada Ransum Puyuh Terhadap Mda Dan Kualitas Telur Puyuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sorgum Sebagai Pengganti Jagung Dengan Penambahan Tepung Tanaman Paku Air (Azolla Pinnata)Pada Ransum Puyuh Terhadap Mda Dan Kualitas Telur Puyuh"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

SORGUM SEBAGAI PENGGANTI JAGUNG DENGAN

PENAMBAHAN TEPUNG TANAMAN PAKU AIR (

Azolla

pinnata

) PADA RANSUM PUYUH TERHADAP

MDA DAN KUALITAS TELUR PUYUH

FEBRINITA ULFAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSIDANSUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sorgum sebagai Pengganti Jagungdengan Penambahan Tepung Tanaman Paku Air (Azolla pinnata)pada Ransum Puyuhterhadap MDA dan Kualitas Telur Puyuh adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor,September2014

(4)

ABSTRAK

FEBRINITA ULFAH. Sorgum sebagai Pengganti Jagung dengan Penambahan Tepung Tanaman Paku Air (Azolla pinnata)pada Ransum Puyuh terhadap MDA dan Kualitas Telur Puyuh. Dibimbing oleh RITA MUTIA dan WIDYA HERMANA.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sorgum dengan penambahan tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) sebagai ransum puyuh petelur terhadap kualitas telur dan nilai MDA (Malondialdehyde). Penelitian ini menggunakan 30 ekor puyuh yang berumur 44 hari. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan cara membandingkan antar perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah ransum kontrol jagung (P0), ransum perlakuan sorgum (P1), ransum perlakuan sorgum + 1% tepung Azolla pinnata (P2), ransum perlakuan sorgum + 2% tepung Azolla pinnata (P3), dan ransum perlakuan sorgum + 3% tepung Azolla pinnata (P4). Peubah yang diamati adalah performa, kualitas telur (bobot telur, bobot kuning telur, bobot putih telur, bobot kerabang, tebal kerabang, skor kuning telur, dan Haugh Unit) dan kadar nilai MDA dalam kuning telur. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa penggunaan sorgum dengan penambahan tepung Azolla dapat menyeimbangkan kandungan karetenoid yang terindikasi dalam skor warna kuning telur, tidak mengganggu performa puyuh, dan adanya aktivitas antioksidan yang dihasilkan oleh tepung Azolla (beta-karoten) pada telur puyuh.

Kata kunci:Azolla pinnata, kualitas telur, MDA (malondialdehyde), sorgum

ABSTRACT

FEBRINITA ULFAH. Sorghum as Substitute of Cornwith Addition Fern Water PlantMeal (Azolla pinnata) on Quail Diet toMDA and Quality of Quail Eggs. Supervised by RITA MUTIA dan WIDYA HERMANA.

This research aimed to study the effect of sorghum on laying quail with addition of fern water (Azolla pinnata) meal on the quality of Japanese Quail Egg and values of MDA. The experiment used 30 laying quails aged 44 days. This observations used descriptive Analysis by comparing between treatments. The treatments were control diet of corn (P0), treatment diet of sorghum (P1),treatment diet of sorghum + 1% Azolla pinnata meal (P2), treatment diet of sorghum + 2% Azolla pinnata meal (P3), and treatment diet of sorghum + 3% Azolla pinnata meal (P4). This research obtained about performace, egg weight, yolk weight, albumin weight, shell weight, shell thickness, yolk colour, Haugh Unit (HU) and values MDA (Malondialdehyde) on yolk egg. The result of this experiment showed that addition ofAzolla meal to sorghum proven to balance the carotenoid content indicated in the yolk score, not interfere with performance of quail, and antioxidant activity produced by Azollameal (beta-caroten).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

SORGUM SEBAGAI PENGGANTI JAGUNG DENGAN

PENAMBAHAN TEPUNG TANAMAN PAKU AIR (

Azolla

pinnata

) PADA RANSUM PUYUH TERHADAP

MDA DAN KUALITAS TELUR PUYUH

FEBRINITA ULFAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Sorgum sebagai Pengganti Jagung denganPenambahan Tepung Tanaman Paku Air (Azolla Pinnata)pada Ransum Puyuh terhadap MDA dan Kualitas Telur Puyuh”, yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 dapat diselesaikan dengan baik.

Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk mengobservasi potensi dari tanaman sorgum dengan penambahan tanaman paku air (Azolla pinnata) sebagai pakan unggas. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar lebih baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan membantu jalannya penelitian serta penulisan karya ilmiah ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat dan membuka wawasan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2014

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan 2

Alat 4

Lokasi dan Waktu 5

Prosedur 5

Persiapan Kandang dan Peralatan 5

Pemeliharaan 5

Pengamatan 5

Penyimpanan Telur 5

Peubah yang Diamati 5

Rancangan dan Analisis Data 5

Perlakuan 6

Peubah yang Diamati 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Performa Puyuh 7

Nilai MDA (Malondialdehyde) 9

Kualitas Telur 10

Bobot Telur 10

Skor Kuning Telur 11

Bobot Kuning Telur 13

Bobot Putih Telur 13

Bobot Kerabang 13

Tebal Kerabang 14

Haugh Unit 14

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

RIWAYAT HIDUP 18

(12)

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis proksimat dan uji beta-karoten tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) (% as fed) 3

2 Kandungan nutrien sorgum 3

3 Susunan ransum perlakuan 4

4 Kandungan nutrien ransum penelitian (% as fed) 4 5 Konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa telur dan konversi

pakan puyuh 7

6 Hasil uji kualitas telur puyuh 11

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman paku air (Azolla pinnata) 3

2 Nilai MDA (Malondialdehyde)pada kuning telur penelitian 9

(13)

PENDAHULUAN

Jagung pada beberapa puluh tahun yang lalu merupakan bahan pangan pengganti beras ataupun pangan tambahan di daerah tertentu. Semenjak berkembangnya industri peternakan, jagung mulai dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi pakan unggas, kandungan energi yang cukup tinggi berpontensi sebagai sumber karbohidrat bagi ternak. Menurut NRC (1994) kandungan energi metabolis pada jagung sebesar 3350 kkal kg-1, tidak hanya sebagai sumber energi, jagung juga memiliki kandungan xantofil sebesar 20-25 mg kg-1 yang berguna untuk warna kuning telur, kulit atau kaki agar berwarna lebih terang (Leeson danSummers 2005). Namun, penggunaan jagung menjadi bahan pakan menyebabkan persaingan jagung sebagai bahan pangan. Penggunaan jagung dalam jumlah besar baik sebagai bahan pangan maupun pakan menyebabkan bersaingnya lahan perkebunan dan harga per kg yang mulai meningkat. Sehingga perlu adanya substitusi jagung sebagai bahan pakan. Untuk menggantikannya sebagai bahan baku pakan diperlukan bahan lain yang kandungan energinya sama tinggi dengan jagung. Salah satu tanaman serealia yang memiliki kandungan energi yang tinggi adalah sorgum.

Sorgum merupakan tanaman serealia yang berasal dari Afrika Timur yang kini sudah menyebar ke seluruh dunia. Berdasarkan data FAO tahun 2012, terdapat 110 negera di dunia yang sudah menanam sorgum (Sumarno et al. 2013). Indonesia sebenarnya sudah mengenal tanaman sorgum sejak lama tetapi pengembangannya belum sebaik padi dan jagung. Menurut Sumarno et al. (2013) luas panen tanaman sorgum di Indonesia pada tahun 1990-2010 sekitar 25.000 ha dan tersebar di beberapa daerah terutama di Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timu (NTT). Sorgum memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia, karena mampu tumbuh di lahan kering dan sawah pada musim kering, curah hujan rendah, dan suhu yang tinggi. Nilai nutrien pada sorgum juga tidak kalah dibandingkan tanaman serealia lainnya seperti jagung dan padi. Kandungan energi metabolis (EM) pada sorgum mencapai 3288 kkal kg-1 hampir seperti EM pada jagung (NRC 1994). Proteinnya yang lebih tinggi dari pada jagung tetapi memiliki lemak yang rendah. Kandungan protein sorgum dalam 100 gram bahan bila dibandingkan dengan jagung yaitu sebesar 11 g dan 9 g (Beti et al. 1990; Sirappa 2003). Serat kasar pada sorgum juga termasuk rendah sehingga dapat diberikan pada unggas, namun pemanfaatannya perlu diperhatikan bila penggunaannya menggantikan jagung sebagai pakan ternak, karena sorgum memiliki kandungan tanin yang cukup tinggi 0.40% - 3.60% (Sirappa 2003). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kandungan karoten yang rendah didalam sorgum. Perlu adanya penambahan sumber karoten untuk menyeimbangkan kualitas sorgum bila ingin menggantikan jagung sebagai sumber pakan unggas. Sumber karoten yang dapat menyeimbangkan kandungan karoten pada sorgum salah satunya ialah tanaman paku air (Azolla pinnata).

(14)

2

karena memiliki kandungan protein kasar yang relatif tinggi. Alalade dan Iyayi (2006) menyatakan bahwa protein kasar pada tepung Azolla adalah 21.4%. Begitu pula dengan Sreenmannaryana et al. (1993) yang melaporkan bahwa kandungan protein kasar Azolla cukup tinggi berkisar 25%-37.36%. Azolla juga mengandung karoten dan asam amino yang seimbang terutama lisin, triptofan dan metionin. Dalam 100 g protein % BK kandungan lisin, triptofan dan metionin Azolla adalah 6.54 g, 2.01 g dan 1.88 g (Widodo 2000). Kontribusi kandungan nutrisi pada daun Azolla dalam proses pigmentasi kuning telur telah lama diakui pada unggas petelur (Udedibie dan Igwe 1989). Tepung Azolla dalam tingkat rendah yang diberikan dalam ransum unggas memberikan pengaruh baik, tidak hanya sebagai sumber protein tetapi juga sumber pigmentasi kuning telur (Hidayat et al. 2011). Kandungan karoten dalam tanaman Azolla dapat dijadikan sumber pigmentasi kuning telur dan sebagai sumber beta-karoten dalam ransum ternak. Beta-karoten merupakan salah satu jenis senyawa hidrokarbon karotenoid yang mampu menjadi zat antioksidan, bermanfaat sebagai perkusor vitamin A serta penurunan kadar MDA (Malondialdehyde) atau radikal bebas akibat adanya zat antioksidan. Tanaman Azolla yang mudah didapatkan serta memiliki kandungan nutrisi yang baik bagi pakan unggas mampu menyeimbangkan kandungan nutrisi pada sorgum sebagai substitusi jagung dalam ransum. Penelitian ini menggunakan puyuh petelur (Coturnix-coturnix japonica).

Penggunaan sorgum dalam penelitian ini sebagai substitusi jagung menjadi sumber energi dalam ransum. Penambahan tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) dalam pakan menjadi sumber karoten (beta-karoten) sebagai pigmentasi kuning telur dan menjadi zat antioksidan didalam pakan. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh pemberian jagung yang disubstitusi dengan sorgum dengan penambahan tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) terhadap nilai MDA dan kualitas telur puyuh.

METODE

Bahan

Ternak

Puyuh petelur yang digunakan sebanyak 30 ekor strain Coturnix-coturnix japonica berumur 44 hari, puyuh dialokasikan ke dalam 5 perlakuan dansetiap petak terdiri atas 6 ekor puyuh.

Tanaman Paku Air (Azolla pinnata)

(15)

3 blender. Hasil analisis proksimat dan uji beta-karoten tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) dapat dilihat pada Tabel 1.

Sorgum

Sorgum yang digunakan dalam penelitian jenis sweet sorghum (low tannin) yang sudah digiling, diperoleh dari Laboratorium Silvikultur, SEAMEO BIOTROP. Kandungan nutrien pada sorgum dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrien sorgum

Ransum penelitian terdiri dari ransum kontrol dan ransum perlakuan. Ransum kontrol menggunakan jagung tanpa penambahan tepung Azolla, sedangkan ransum perlakuan menggunakan sorgum dengan penambahan tepung Azolla berlevel. Bahan pakan penyusun ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung lokal, sorgum (sorghum bicolor), dedak halus, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak, garam, DCP, CaCO3, premix, tepung tanaman paku air

(Azolla pinnata). Ransum perlakuan disusun berdasarkan National Research Council (1994) dan Leeson dan Summers (2005). Susunan ransum dapat dilihat pada Tabel 2 dan kandungan nutrien ransum perlakuan pada Tabel 3.

Gambar 1 Tanaman paku air (Azolla pinnata)

Tabel 1Hasil analisis proksimat dan uji beta-karoten tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) (% as fed)

(16)

4

Alat

Kandang yang digunakan adalah 5 petak bertingkat yang terbuat dari kayu dan kawat, masing-masing petak berisi 6 ekor puyuh yang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum. Peralatan yang digunakan sebagai perlengkapan penelitian adalah timbangan digital, egg tray, lampu, lap, alat untuk mengukur kualitas telur (meja kaca, digital caliper, yolk colour fan, alkohol 70%, plastik, pisau, gelas ukur, cawan petri) dan alat penunjang kegiatan penelitian tepung tanaman paku airAzolla pinnata);*tepung Azolla tidak dimasukan dalam ransum perhitungan 100%.

Tabel 4Kandungan nutrien ransum penelitian (% as fed)

Nutrien P0 P1 P2 P3 P4

(17)

5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2013 – April 2014. Pembiakkan tanaman paku air (Azolla pinnata) dilakukan di Laboratorium Agrostologi, pemeliharaan puyuh dilakukan di kandang C, Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, dan pengamatan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pengukuran nilai MDA dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur

Persiapan Kandang dan Peralatan

Sebelum puyuh petelur datang, dilakukan pembersihan kandang terlebih dahulu. Ruangan dicuci dan kemudian setelah kering dikapur, kandang dibersihkan lalu dimasukan kedalam ruangan. Kemudian kandang dan peralatan penunjang penelitian disemprot dengan desinfektan.

Pemeliharaan

Puyuh berumur 44 hari dimasukan kedalam kandang secara acak, setiap petak diisi 6 ekor puyuh. Pakan diberikan satu kali dalam sehari pukul 07.00 WIB dan kandang dibersihkan setiap hari. Pakan diberikan sebanyak 25 g per ekor. Selama pemeliharaan air minum diberikan ad libitum. Pemberian air minum pada puyuh yang baru datang diberikan tambahan vitachick selama 3 hari. Pemberian pakan adaptasi dilakukan selama 2 minggu dengan pakan komersil selama 7 hari dan ransum perlakuan selama 7 hari. Pengamatan performa dilakukan selama 10 hari.

Pengamatan

Uji kualitas telur mulai dilakukan saat puyuh berumur 58 hari hingga 67 hari. Setiap perlakuan menghasilkan minimal 2 telur dan maksimal 6 telur. Uji nilai MDA telur puyuh dilakukan di Laboratorium Fisiologis dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Penyimpanan Telur

Telur akan disimpan masing-masing selama satu dan dua minggu. Telur yang diperoleh dari puyuh umur 66 haridisimpan selama satu minggu dan telur dari puyuh umur 67hari disimpan selama dua minggu. Telur disimpan menggunakan egg tray dan diletakan dalam ruangan pada suhu 27-28 oC.

Rancangan dan Analisis Data

(18)

6

Perlakuan

Perlakuan yang diberikan adalah P0: Ransum kontrol (jagung)

P1: Ransum perlakuan (sorgum)

P2: Ransum perlakuan (sorgum) + 1% tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) P3: Ransum perlakuan (sorgum) + 2% tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) P4: Ransum perlakuan (sorgum) + 3% tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) Peubah yang Diamati

Konsumsi Pakan. Konsumsi pakan dihitung dari rataan jumlah pakan harian harian selama seminggu terhadap jumlah puyuh yang hidup selama seminggu. Konversi Pakan. Konversi pakan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi (g) dengan produksi telur yang dihasilkan.

Mortalitas. Mortalitas dihitung dari jumlah puyuh yang mati terhadap jumlah puyuh hidup dikalikan 100%

Produksi Telur Harian (%). Produksi telur dihitung dari rataan jumlah telur yang dihasilkan terhadap jumlah puyuh yang hidup selama seminggu dikali 100%. Bobot Telur. Bobot telur puyuh diperoleh dengan mengukur bobot keseluruhan telur puyuh menggunakan timbangan digital dalam satuan gram (g).

Bobot Kuning Telur. Bobot kuning telur diperoleh dengan menimbang kuning telur setelah dikeluarkan dari kerabang dan dipisahkan dari putih telur dengan menggunakan timbangan digital dalam satuan gram (g). Persentase bobot kuning telur diperoleh dari bobot kuning telur terhadap bobot telur dikali 100%.

Bobot Putih Telur. Bobot putih telur diperoleh dengan menimbang putih telur setelah dikeluarkan dari kerabang dan dipisahkan dari kuning telur dengan menggunakan timbangan digital dalam satuan gram (g). Persentase bobot putih telur diperoleh dari bobot putih telur terhadap bobot telur dikali 100%.

Bobot Kerabang Telur. Bobot kerabang telur diperoleh dengan menimbang kerabang setelah dibersihkan dari putih telur dan kuning telur menggunakan timbangan digital dalam satuan gram (g). Persentase bobot kerabang diperoleh dari bobot kerabang terhadap bobot telur dikali 100%.

Tebal Kerabang. Tebal kerabang diukur dengan menggunakan alat pengukur tebal kerabang (micrometer calliper) dalam satuan milimeter (mm).

Skor Kuning Telur. Warna kuning telur (skor kuning telur) diukur dengan cara membandingkan warna pada kuning telur dengan menggunakan standar roche yolk colour fan yang memiliki skala 1-15.

Haugh Unit. Haugh unit diperoleh dengan menghitung nilai logaritma

berdasarkan tinggi putih telur yang diukur dengan menggunakan jangka sorong dalam satuan milimeter (mm) dan bobot telur dalam satuan gram (g). HU dihitung dengan rumus:

HU = 100 log (h – 1.7 w0.37 + 7.57) Keterangan : HU = nilai haugh unit

h = tinggi putih telur (mm) w = bobot telur (g)

(19)

7 panjang gelombang 532 nm (Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi IPB 2014). Metode pengukuran MDA mengacu pada metode Capeyron et al (2002), 1 ml supernatan jernih ditambah dengan HCL dingin yang mengandung 15% TCA (thricloroacetic), 0.38% TBA (thio barbituric acid) dan 0.5% BHT (butylated hydroxytoluene). Semua bahan dijadikan satu dan dipanaskan selama 1 jam pada suhu 80 oC, kemudian disentrifugasi selama 10 menit pada 3.000 rpm. Satuan untuk MDA adalah mg100g-1 sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Performa Puyuh

Hasil pengamatan selama 10 hari pada puyuh berumur 58 hari dengan sorgum dan penambahan tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) pada ransum terhadap konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa telur, konversi pakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5Konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa telur dan konversi pakan puyuh

Perlakuan

P0 P1 P2 P3 P4

Konsumsi (g ekor-1 hari-1) 22.09±1.01 23.35±1.27 21.32±1.71 22.12±2.98 19.87±2.09

Produksi Telur (%) 53.33±13.1 71.67±20.9 63.33±13.1 51.67±20.0 50.00±13.6

Produksi Massa (g ekor-1

hari-1) 5.03±1.24 6.48±1.89 5.92±1.23 4.79±1.85 4.23±1.15

Konversi Pakan 4.39±1.11 3.60±1.22 3.60±0.77 4.62±1.91 4.70±1.91

P0 (ransum kontrol jagung); P1 (ransum perlakuan sorgum); P2 (ransum perlakuan sorgum + 1% tepung tanaman paku air Azolla pinnata); P3 (ransum perlakuan sorgum + 2% tepung tanaman paku air Azolla pinnata); P4 (ransum perlakuan sorgum + 3% tepung tanaman paku air Azolla pinnata)

Konsumsi Pakan

(20)

8

Produksi Telur

Produksi telur puyuh tertinggi pada perlakuan P1 sebesar 71.67%. Produksi telur puyuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pengaruh pakan, tingkat stress, akumulasi panas dalam kandang, dan kepadatan kandang (Sipayung 2012). Puyuh dengan perlakuan P4 mengalami penurunan konsumsi pakan dibandingkan puyuh dengan perlakuan lainnya, hal ini dapat menyebabkan turunya produksi telur yang dihasilkan. Menurut Anggorodi (1984), tinggi rendahnya telur yang diproduksi dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi. Puyuh merupakan unggas yang cukup produktif dan mulai bertelur pada umur 35-42 hari.Pada penelitian ini puyuh yang digunakan berumur 44 hari yang baru memasuki masa awal bertelur sehingga produksi telur yang dihasilkan juga belum stabil karena umur puyuh yang belum memasuki umur berproduksi penuh.

Produksi Massa (Egg Mass)

Tabel 5diperoleh bahwa nilai egg mass tertinggi pada perlakuan P1 dan terendah pada perlakuan P4. Egg mass merupakan rata-rata berat telur harian, sehingga produksi telur harian akan mempengaruhi egg mass. Menurut Ahmadi (2014), egg mass dipengaruhi oleh bobot telur dan produksi telur, jika salah satu atau kedua faktor semakin tinggi maka massa telur juga semakin meningkat dan sebaliknya. Perlakuan P1 (sorgum) menghasilkan nilai bobot telur segar tertinggi sehingga produksi telur akan tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa ransum berbasis sorgum sebagai substitusi jagung dapat memenuhi kebutuhan nutrien puyuh untuk berproduksi tanpa mengganggu produksi massanya.

Konversi Pakan

(21)

9 sorgum dengan penambahan tepung Azolla tidak memberikan efek negatif pada ternak dan dapat mencukupi kebutuhan nutrien ternak tersebut.

Nilai MDA (Malondialdehyde)

Malondialdehyde (MDA) merupakan salah satu produk akhir dari peroksida lipid. Akhir dari reaksi ini merupakan terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai macam senyawa bersifat toksik terhadap sel, seperti malonaldialdehide (MDA), 9-hidroksi-nonenal, serta berbagai hidrokarbon seperti etana dan pentana (Sukmawati 2005). Pengukuran kadar MDA dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm (Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi IPB 2014). Data pada Gambar 2 memperlihatkan pemberian tepung Azolla pada ransum perlakuan sorgum berpengaruh pada nilai MDA.Nilai MDA pada perlakuan P2, P3, dan P4 (umur telur segar) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hal ini menandakan adanya aktifitas antioksidan yang dihasilkan kandungan karoten (beta-karoten) pada tepung Azolla. Beta-karoten merupakan salah satu jenis senyawa hidrokarbon karotenoid sebagai zat antioksidan yang mampu menurunkan kadar MDA atau radikal bebas. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sabuluntika(2013) pada sampel snack bar ubi jalar yang meningkatnya aktivitas antioksidan karena kadar beta-karoten dan isoflavon yang semakin tinggi di dalam snack bar. Penurunan nilai pinnata); P3 (ransum perlakuan sorgum + 2% tepung tanaman paku air Azolla pinnata); P4 (ransum perlakuan sorgum + 3% tepung tanaman paku

Nilai MDA kuning telur puyuh pada pada telur dengan umur simpan 1 dan 2 minggu lebih tinggi dibandingkanumur telur puyuh segar pada setiap perlakuan.

0.799

(22)

10

Kondisi ini menunjukkan bahwa laju oksidasi asam lipid tak jenuh rantai panjang (Polyunsaturated Fatty Acid atau PUFA) meningkat sehingga terbentuk MDAdidalam kuning telur seiring dengan lama penyimpanan. Pada dasarnya telur sejak dikeluarkan dari kloaka akan mengalami penurunan mutu. Semakin lama disimpan maka akan mengalami penurunan mutu yang besar dan akhirnya menyebabkan kerusakan pada telur. Sehingga hasil dari penelitian ini memang benar adanya kenaikan nilai MDA pada telur dengan umur simpan 1 minggu dan 2 minggu. Namun, perlakuan P3 mengalami penurunan nilai MDA pada telur yang disimpanselama 2 minggu. Hal ini menandakan adanya aktifitas antioksidan yang dihasilkan tepung Azolla meningkat pada telur tersebut.

Umur telur yang disimpan berbeda dengan umur telur segar yang dianalisis. Pada telur simpan dapat terjadi peningkatan aktifitas antioksidan karena umur telur yang disimpan selama 2 minggu lebih tua dibandingkan umur telur segar, diduga deposit pakan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi produksi telur, sehingga dapat saja terjadi peningkatan aktifitas antioksidan dengan adanya penambahan tepung Azolla pada perlakuan P3 yang telah terdeposit.

Kualitas Telur

Hasil uji kualitas telur puyuh dari pengaruh penambahan tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) dalam ransum puyuh berbasis sorgum sebagai substitusi jagung dapat dilihat pada Tabel 6.

Bobot Telur

(23)

11 Tabel 6Hasil uji kualitas telur puyuh

Peubah Telur Segar

Haugh Unit (HU) 91.90±8.92 89.47±3.42 92.98±2.89 92.20±1.81 94.78±0.21

Peubah Telur umur simpan 1 minggu

P0 P1 P2 P3 P4

0.16±0.01 0.18±0.01 0.17±0.01 0.15±0.02 0.17±0.00

Skor kuning telur 2.33 ± 1.15 1.33 ± 0.58 3.33 ± 1.53 3.20 ± 1.48 5.75 ± 0.50

Haugh Unit (HU) 85.00±2.80 82.73±2.16 87.97±3.25 87.97±3.25 93.83±5.49

Peubah Telur umur simpan 2 minggu

P0 P1 P2 P3 P4

0.16±0.01 0.17±0.01 0.17±0.01 0.16±0.01 0.16±0.00

Skor kuning telur 2.60 ± 0.55 1.00±0.00 3.50±0.35 6.33±1.15 6.67±1.53

Haugh Unit (HU) 85.82±5.69 82.38±4.11 85.63±3.11 85.05±3.11 81.74±1.77

Keterangan: KT (kuning telur); PT (putih telur); P0 (ransum kontrol jagung); P1 (ransum

perlakuan sorgum); P2 (ransum perlakuan sorgum + 1% tepung tanaman paku air Azolla pinnata);

P3 (ransum perlakuan sorgum + 2% tepung tanaman paku air Azolla pinnata); P4 (ransum perlakuan sorgum + 3% tepung tanaman paku air Azolla pinnata); *Analisis Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, FKH IPB (2014).

Skor Kuning Telur

(24)

12

sampai 3, P3 pada skor 3 sampai 5, dan P4 pada skor 4 sampai 7 (Tabel 5). Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif dengan penambahan tepung Azolla dalam perlakuan P2, P3 dan P4 dengan meningkatnya intensitas warna kuning telur. Semakin tinggi taraf tepung yang diberikan maka semakin meningkat skor kuning telur yang dihasilkan. Warna kuning telur dipengaruhi oleh pakan, bila pakan mengandung lebih banyak kandung karoten maka warna kuning telur akan semakin jingga kemerahan (Yamamoto et al. 1997). Kandungan karoten pada ransum perlakuan diperoleh dari penambahan tepung Azolla. Tipe karoten yang disumbangkan dari tanaman paku air (Azolla pinnata) adalah beta-karoten. Besarnya kandungan beta-karoten pada tepung Azolla adalah 1188 mg kg-1 (Laboratorium Balai Besar Industri Agro 2014). Kandungan beta-karoten hingga 10.56 mg 10 g-1 yang terdeposisi dalam kuning telur dapat meningkatkan skor kuning telur. Hidayat et al. (2011) menyatakan tepung Azolla dalam tingkat rendah yang diberikan dalam ransum unggas memberikan pengaruh yang baik, tidak hanya sebagai sumber protein tetapi juga sebagai sumber pigmentasi untuk kuning telur. Menurut Yuwanta (2010), warna kuning telur ditentukan oleh kandungan beta-karoten.

(25)

13 Bobot Kuning Telur

Bagian terpenting dari sebutir telur selain albumin adalah kuning telur karena mengandung protein yang cukup tinggi serta mengandung lemak yang tinggi dibandingkan putih telur. Rataan bobot kuning telur berkisar 2.2-3.4 g. Perlakuan penyimpanan tidak mempengaruhi bobot kuning telur. Bobot kuning telur dari penelitian ini relatif sama. Perlakuan P1 dan P3 mampu menyeimbangkan perlakuan P0 (kontrol) dibandingkan dengan perlakuan P2 dan P4 terlihat dari bobot kuning telur yang lebih kecil. Namun menurut Song et al. (2000), bobot kuning telur puyuh normal adalah 3.25 g per butir. Pada penelitian ini bobot yang dihasilkan lebih rendah. Hal ini diduga karena bobot utuh telur yang dihasilkan juga belum maksimal. Menurut North dan Bell (1990), bobot kuning telur semakin besar maka semakin meningkat bobot telurnya.

Nilai rataan presentase bobot kuning telur selama penelitian yaitu telur segar 25.99%-30.71%, telur umur simpan satu minggu 28.33%-34.29%, dan telur umur simpan dua minggu 30.58%-36.31%. Nilai presentase kuning telur semakin tinggi dengan usia telur yang semakin meningkat. Menurut Yuwanta (2010) yang menyatakan bahwa presentase bobot kuning telur dengan bobot 2.4-3.3 g adalah 30%-33% terhadap bobot telur.

Bobot Putih Telur

Putih telur merupakan salah satu sumber protein utama dalam sebutir telur. Yuwanta (2004) menyatakan bobot telur dengan rataan 8-10 g, memiliki proporsi putih telur sebesar 52%-60%, kuning telur 30%-33% dan bobot kerabang 7%-9%. Hasil penelitian menunjukkan bobot putih telur yang dihasilkan ransum perlakuan lebih tinggi dibandingkan ransum kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein dalam ransum perlakuan sorgum dan penambahan tepung Azolla mencukupi kebutuhan puyuh untuk menghasilkan bobot putih telur yang normal. Hasil rataan bobot putih telur segar berkisar 5.3-6.2 g, pada telur umur simpan 1 minggu bobot putih telur adalah 4.9-5.8 g, dan pada telur umur simpan 2 minggu bobot putih telur 4.7-5.5 g.

Penggunaan tepung Azolla mampu meningkatkan bobot putih telur pada perlakuan P2 dibandingkan dengan kontrol P0 dan lainnya. Menurut Bell dan Weaver (2002) bobot putih telur dipengaruhi oleh umur unggas dan umur simpan telur. Tinggi albumin maksimum saat telur dikeluarkan kemudian nilainya menurun seiring dengan lama penyimpanan (Silversides dan Scott 2000). Hal ini menunjukkan bahwa umur simpan telur mempengaruhi bobot putih telur, dapat dilihat dari penurunan bobot putih telur pada umur simpan telur 1 dan 2 minggu.

Nilai rataan persentase bobot putih telur segar selama penelitian berkisar 60.61-65.98%. Nilai ini sesuai dengan hasil penelitian Kul dan Seker (2004) yang menyatakan rataan persentase bobot putih telur puyuh adalah 59.83%.

Bobot Kerabang

(26)

14

7%-9% terhadap bobot telur. Bobot kerabang yang dihasilkan masing-masing perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 dalam penelitiantidak menunjukkan perbedaan antar perlakuan baik pada telur segar, telur umur simpan 1 minggu dan telur umur simpan 2 minggu.

TebalKerabang

Rataan tebal kerabang dalam penelitian ini berkisar 0.15-0.18 mm. Menurut Sihombing et al. (2006) rataan tebal kerabang telur puyuh pada umur 6 minggu atau siap bertelur sebesar 0.12 mm. Kerabang dengan perlakuan ransum perlakuan sorgum memiliki tebal kerabang yang lebih tinggi dibandingkan pakan kontrol P0. Tebal kerabang telur dipengaruhi oleh umur, jenis puyuh, pakan yang diberikan, konsumsi pakan, dan penggunaan cahaya penerangan (Yuwanta 2010). Kadar kalsium pada ransum penelitian baik kotrol maupun perlakuan sudah mencukupi kebutuhan pembentukan kerabang telur, sehingga tebal kerabang yang dihasilkan masih dalam batas normal. Penyimpanan telur pada 1 dan 2 minggu tidak mempengaruhi tebal kerabang. Tebal kerabang yang rendah dapat disebabkan suhu penyimpanan yang terlalu tinggi yaitu mencapai 23 oC dan tidak stabil. Tebal kerabang telur segar dan telur dengan umur simpan 1 dan 2 minggu berbeda dan bernilai fluktuatif, hal ini diduga karena telur yang diamati usianya berbeda sehingga bisa mendapatkan nilai yang naik turun pada analisis telur segar dan saat setelah disimpan.

Haugh Unit

Haugh unit (HU) yang diartikan sebagai parameter kesegaran telur dihitung berdasarkan bobot telur dan tinggi albumin. Hasil rataan yang diperoleh dari haugh unit telur segar berkisar 89.47-94.78. Menurut USDA (2000) kualitas telur penelitian ini termasuk kedalam kelas AA, karena >72 dan pengukuran telur segar dilakukan ± 24 jam setelah diambil. Pada hasil nilai HU menunjukkan adanya pengaruh pemberian taraf tepung Azolladari perlakuan P2, P3 dan P4 dapat dilihat pada Gambar 5. Pengujian kualitas telur juga dilakukan pada telur yang disimpan selama 1 dan 2 minggu. Nilai rataan haugh unit telur simpan 1 minggu berkisar 82.73-93.83, nilai rataan haugh unit telur simpan 2 minggu berkisar 81.74-85.63. Nilai HU mengalami penurunan setelah diberikan perlakuan penyimpanan selama 1 minggu maupun 2 minggu. Lama penyimpanan akan membuat telur mengalami penguapan cairan dan pelepasan gas-gas seperti CO2

(27)

15

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ransum berbasis sorgum sebagai substitusi jagung dapat meningkatkan konsumsi pakan puyuh, tidak mengganggu performa puyuh, dan mencukupi kebutuhan nutriennya. Sorgum dengan penambahan tepung Azolla dapat menyeimbangkan kandungan karotenoid yang terindikasi dalam skor warna kuning telur dan adanya aktifitas antioksidan yang dihasilkan oleh tepung Azolla (beta-karoten) dengan penurunan nilai MDA.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang uji kualitas telur puyuh pada periode yang lebih panjang dan uji kualitas telur pada umur telur yang sama serta dilakukan uji tentang kandungan nutrien pada tanamanAzolla pinnata sebagai bahan pakan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi SET. 2014. Produktivitas puyuh petelur Coturnix-coturnix japonica yang diberi tepung daun jati (Tectona grandiss Linn. F) dalam ransum [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Alalade OA, Iyayi EA. 2006. Chemical composition and the feeding value of Azolla(Azolla pinnata) meal for egg-type chicks. Int J Poult Sci 5 (2): 137-141. Anggorodi HR. 1984. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta (ID): Gramedia

Pustaka Utama.

Bell DD, Weaver Jr WD. 2002. Anatomy of The Chicken. In: Bell DD, Weaver Jr WD, editor. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th edition. USA: Springer Science – Business Media, Inc.

Beti YA, Ispandi A, Sudaryono. 1990. Sorgum. Monografi 5. Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan. 25 hlm.

Capeyron MFM, Julie C, Eric B, Jean P, Jean MR, Piere B. 2002. A diet cholesterol and deficient in vitamin E induces lipid peroxidation but does not enhace antioxidant enzyme expression in rat liver. J NutrBiochem: 13:296-301. Chung TK. 2002. Yellow and red carotenoids for eggs yolk pigmentation. 10th Annual ASA Southeast Asian Feed Technology and Nutrition Workshop. Merlin Beach Resort, Phuket, Thailand.

Ensminger MA. 1992. Poultry Science(Animal Agricultural Series). 3thEdition. Danville, Illiones(US). Instate Publisher, Inc.

Faquinello P, Murakami AE, Cella PS, Franco JRG, Sakamoto MI, Bruno LDG. 2004. High tannin sorghum in diets of Japanese quails (Coturnix-coturnix japonica). Bra J Poult Sci: 6: 81-86.

(28)

16

Kadam MM, MandalAB, ElangovanAV,KaurS. 2006.Response of laying japanese quailto dietary calcium levels at twolevels energy. J Poult Sci 43(4):351-356. Kul S, Seker I. 2004. Phenotypic correlations between some external and internal

egg quality traits in the Japanese quail (Cortunix-cortunix japonica). Int J Poult Sci 3(6):400-405.

Leeson S, Summers JD. 2005. Commercil Poultry Nutrition. 3rdedition. Guelph (UK). Nottingham University Pr.

[NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirment of Poultry 9th rivesed edition. Washington DC (US). National Academy Pr.

North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th edition. Company Inc. Westport Connecticut.

Priningrum VC. 2014. Substitusi jagung dengan sorgum yang ditambahkan tepung daun singkong terhadap kualitas telur puyuh [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rasyaf M. 1990. Memelihara Burung Puyuh. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Sabulantika N. 2013. Kadar beta-karoten, antosiani, isoflavon, dan aktivitas antioksidan pada snack bar ubi jalar kedelai hitam sebagai alternatif makanan selingan penderita diabetis melitus tipe 2 [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponogoro.

Sihombing G, Avivah, Prastowo S. 2006. Pengaruh penambahan zeolit dalam ransum terhadap kualitas telur burung puyuh. J Indo Trop Anim Agic 31:15-19. Silversides FG, Scott TA. 2001. Effect of storage and layer age on quality of eggs

from two line of hens. Poult Sci 80:1240-1245.

Sipayung PP. 2012. Performa produksi dan kualitas telur puyuh ( Coturnix-coturnix japonica) pada kepadatan kandang yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Sirappa MP. 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. J LitbPert 22(4):133-140.

Song KT, Choi SH, Oh HR. 2000. A comparison of egg quality of pheasant, chukar, quail, and guinea fowl. Asian Aus J Anim Sci.13(7):980-990.

Sreemannaryana D, K Ramachandraiah, KM Sudharsan, NV Romanaiah, J Ramaprasad. 1993. Utilization of Azolla as arabbit feed. Indian Vet J 70: 285 – 286.

Stadelman WJ, Cotteril OJ. 1995. Egg Science and Technology 4th edition. Binghamton (US). The Hawort Pr.

Sukmawati D. 2005. Stress oksidatif, antioksidan vitamin dan kesehatan. Saintika Medika 2:239-253.

Sumarno, Darmadjati DS, Syam M, Hermanto. 2013. Sorgum: Inovasi teknologi dan pengembangan/penyuntingan. Jakarta (ID). IAARD Pr.

Udedibie ABI, Igwe FO. 1989. Dry matter yield and chemical composition of pigeon pea (Cajanus cajan) leaf meal and the nutritive value of pigeon pea leaf meal and grain meal for laying hens. Anim Feed Sci Technol 24:111-119. USDA. 2000. Egg Granding Manual. Washington DC (US) United States

Departement of Agricultural Handbook No:75.

(29)

17 Yamamoto T, Juneja LR, Hatta H, Kim M. 2007. Hen Eggs: Basic and Applied

Science.Canada (ID). University of Alberta.

Yuwanta T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta (ID). Kanisius.

(30)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan tanggal 11 Februari 1992 sebagai anak kedua dari 2 bersaudara pasangan Bapak Iskandar Bachtiar dan Ibu Rita Wahyuni. Penulis lulus dari SMA PUSRI pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalu jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif di BEM TPB

sebagai staf BOS (Budaya Olahraga dan Seni) pada tahun 2010-2011, staf SOSMAS (Sosial Masyarakat) BEM KM IPB dan Ketua Rumah Harapan IPB pada tahun 2013. Penulis juga aktif pada kegiatan Sosial KomPAS (Komunitas Peduli Alam dan Sesama). Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM-K) dengan judul “Sate Pentol „Miss Veggie‟: Jajanan Vegetarian yang Unik, Ekonomis, dan Bernilai Gizi Tinggi” yang berhasil didanai oleh DIKTI pada tahun 2013 dengan dosen pendamping Bramada Winiar Putra, MSi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Sorgum sebagai Pengganti Jagung denganPenambahan Tepung Tanaman Paku Air (Azolla Pinnata)pada Ransum Puyuh terhadap MDA dan Kualitas Telur Puyuh” dengan baik.

Gambar

Gambar  2  Nilai Malondialdehyde (MDA) pada kuning telur penelitian. P0
Tabel 6Hasil uji kualitas telur puyuh
Gambar 3 Kuning telur puyuh penelitian. P0 (ransum kontrol jagung); P1

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis multivariat menghasilkan nilai PRadjusted sebesar 1.302 kali (95% CI; 1.007-1.684), artinya pada populasi obes dengan DM berisiko untuk terjadi hipertensi sebesar

Karakter password internet banking lebih secure daripada pin ATM karena user diberi kebebasan menggunakan angka, huruf (besar dan kecil) dan karakter simbol dalam membuat

Setelah siswa-siswi melakukan treatment yang telah diberikan peneliti dan peneliti melakukan tes kedua ( posttest ) siswa-siswi telah menunjukkan perubahan atau peningkatan

44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, hak pasien meliputi 18 (delapan belas) yaitu: (a) memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;

Hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan pada siswa kelas 3 SDN Parangargo 2 Kecamatan Wagir Kota Malang pada pelajaran matematika materi luas persgi dan

rhizobium. Parameter yang diamati panjang tanaman, jumlah daun, produksi berat segar dan bahan kering jerami, produksi biji, kadar protein kasar dan serat kasar

Dimana dengan ketawakalan, ketawadlu’an, kesabaran, laku spiritual (baik puasa, dzikir dan istiqomah dalam dakwah dan mengaji), dan akhlaq luhurnya terhadap sang guru

Pada gambar 5.1 bagian Bjuga menunjukkan adanya bangkai rayap yang tidak utuh, dimana bangkai tersebut hanya menyisakan badan atau kepala dari rayap yang sudah