PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI
PENYERAP KARBONDIOKSIDA DI KABUPATEN TEGAL
JAWA TENGAH
BARIKA AYU SABATINI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap Karbondioksida di Kabupaten Tegal Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
ABSTRAK
BARIKA AYU SABATINI. Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap Karbondioksida di Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Dibimbing oleh ENDES NURFILMARASA DACHLAN dan SITI BADRIYAH RUSHAYATI.
Kabupaten Tegal merupakan salah satu wilayah yang sedang mengalami perkembangan pesat. Perkembangan wilayah ini mengakibatkan beberapa hal seperti aktivitas penduduk dan transportasi semakin meningkat. Pembangunan yang terus meningkat di perkotaan cenderung mengabaikan keberadaan lahan-lahan bervegetasi. Hal tersebut berakibat terhadap meningkatnya emisi gas karbondioksida (CO2) dari kendaraan bermotor dan berbagai aktivitas lain dari
penduduk kota yang terus meningkat. Penerapan konsep hutan kota merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kualitas hidup di wilayah perkotaan dengan menyerap CO2 yang ada di udara. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui luasan optimal hutan kota berdasarkan emisi karbondioksida yang dihasilkan oleh bahan bakar minyak dan gas serta manusia. Penelitian dilakukan dengan observasi lapang dan studi pustaka. Emisi CO2 di
Kabupaten Tegal pada tahun 2011 ialah sebesar 66 879 965.11 ton sehingga luas hutan kota yang dibutuhkan adalah 1 148 004.12 ha. Hutan kota yang ada di Kabupaten Tegal saat ini adalah seluas 1.03 ha sehingga masih perlu penambahan luas hutan kota. Emisi CO2 terus meningkat mencapai 80 427 512.27 ton pada
tahun 2025 sehingga kebutuhan luas hutan kota pada tahun tersebut seluas 1 380 549.70 ha.
Kata kunci: emisi, hutan kota, Kabupaten Tegal, karbondioksida
ABSTRACT
BARIKA AYU SABATINI. Determination of Optimum Urban Forest Area as Carbondioxide Sink In Tegal Regency Central Java. Supervised by ENDES NURFILMARASA DACHLAN and SITI BADRIYAH RUSHAYATI.
Tegal Regency is a city that is experiencing rapid development. This development makes things such as people’s activities and transportation increases. It tends to ignore the presence of lands that have vegetation. It makes carbondioxide (CO2) gas emission from transportation and people increases.
Urban forest concept is one of effective and efficient way to improve life quality in urban areas through its ability to absorb the CO2 from the air. This research was
to explore optimal area of urban forest based on CO2 emissions that are generated
by oil and gas fuel and humans. This research was done by field observation and literature studies. CO2 emissions in Tegal on 2011 amounted to 66 879 965.11
ton, so urban forest area that needed tends to 1 148 004.12 ha. Tegal Regency now have 1.03 ha of urban forest area, so it needs to be enhanced. CO2 emissions
increases each year. It will reach to 80 427 512.27 ton on 2025, so it requires 1380549.70 ha of urban forest area on that year.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI
PENYERAP KARBONDIOKSIDA DI KABUPATEN TEGAL
JAWA TENGAH
BARIKA AYU SABATINI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap Karbondioksida di Kabupaten Tegal Jawa Tengah
Nama : Barika Ayu Sabatini
NIM : E34090020
Disetujui oleh
Dr Ir Endes N Dachlan, MS Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai Oktober 2013 ini ialah hutan kota, dengan judul Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap Karbondioksida di Kabupaten Tegal Jawa Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Endes N Dachlan, MS dan Ibu Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi selaku pembimbing. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Bappeda Kabupaten Tegal, BPS Kabupaten Tegal, BLH Kabupaten Tegal, BPS Jawa Tengah, serta Pertamina Unit IV dan seluruh pihak lainnya yang telah membantu selama proses pengambilan data dan penyusunan skripsi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Asumsi 2
METODE 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 2
Alat dan Bahan 3
Jenis Data dan Metode Pengambilan Data 3
Analisis Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 7
Kebutuhan Luas Hutan Kota 8
Pengembangan Hutan Kota di Kabupaten Tegal 10
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 14
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan sumber data penelitian 3
2 Nilai kalori bersih dan faktor emisi bahan bakar 5 3 Kebutuhan luasan hutan kota tiap kecamatan di Kabupaten Tegal
berdasarkan PP RI No. 63 Tahun 2002 8
4 Emisi CO2 di Kabupaten Tegal Tahun 2011 9
5 Prediksi emisi CO2 dan kebutuhan luasan hutan kota Kabupaten Tegal
tahun 2015 hingga 2025 10
6 Lokasi dan luas hutan kota Kabupaten Tegal tahun 2013 11 7 Kebutuhan luas hutan kota dengan variasi jenis tumbuhan berdaya
serap CO2 sangat tinggi dan tinggi 13
DAFTAR GAMBAR
1 Peta administrasi Kabupaten Tegal 2
2 Perbandingan kebutuhan luasan hutan kota Kabupaten Tegal berdasarkan PP RI No. 63 tahun 2002 dan emisi CO2 pada
tahun 2011, 2015, 2020, dan 2025 10
3 Perbedaan kebutuhan luasan hutan kota tidak berdasarkan komposisi jenis tumbuhan dengan berdasarkan komposisi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan kota sebagai pusat permukiman, industri, pertanian, dan perdagangan telah membuat kota mengalami perubahan lingkungan fisik lahan yang semakin padat oleh berbagai infrastruktur sehingga menimbulkan dampak terhadap kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungan. Apabila perubahan lingkungan fisik tersebut tidak diimbangi dengan pertambahan ruang terbuka hijau maka dapat menyebabkan menurunnya kualitas air dan udara, berkurangnya daerah tangkapan air, dan peningkatan pencemaran lingkungan. Ketidakseimbangan hubungan antara manusia dengan lingkungan dapat terlihat dari pengalihfungsian lahan-lahan bervegetasi menjadi pusat pertokoan, permukiman, industri, dan perkantoran. Peningkatan aktivitas di sektor transportasi juga merupakan salah satu indikasi perkembangan kota tersebut. Pembangunan yang terus meningkat di perkotaan cenderung mengabaikan keberadaan lahan-lahan bervegetasi. Hal tersebut berakibat terhadap peningkatan emisi gas karbondioksida (CO2) dari kendaraan bermotor, limbah industri, dan
berbagai aktivitas lain dari penduduk kota yang terus meningkat pula.
Kabupaten Tegal merupakan salah satu wilayah yang sedang mengalami perkembangan pesat. Perkembangan wilayah ini mengakibatkan beberapa hal seperti aktivitas penduduk dan transportasi semakin meningkat. Jumlah penduduk Kabupaten Tegal semakin meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1.33% sejak tahun 2003 hingga 2012 (BPS Kab. Tegal 2012). Konsumsi bahan bakar minyak dan gas juga semakin meningkat dengan peningkatan rata-rata sebesar 17.61% untuk bensin, 14.37% untuk solar sejak tahun 2002 hingga 2011 dan sebesar 7 132% untuk LPG sejak tahun 2005 sampai 2011 (BPS Jateng 2012). Peningkatan aktivitas tersebut mengakibatkan suhu udara rataan tahunan di Kabupaten Tegal meningkat sebesar 1 oC dari tahun 1995 hingga tahun 2010 (BPS Kab.Tegal 2012 & BPS Jateng 2012). Suhu udara yang semakin meningkat mengakibatkan kondisi kota menjadi kurang nyaman bagi penduduk untuk melakukan berbagai aktivitas.
Kondisi kota yang sehat dan nyaman merupakan impian dari semua elemen masyarakat. Penerapan konsep hutan kota dalam perencanaan tata kota merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kualitas hidup di wilayah Kabupaten Tegal. Menurut Dahlan (1992), hutan kota dapat meredam pemanasan udara di kota karena hutan kota memiliki kemampuan ameliorasi iklim mikro dan dapat menurunkan konsentrasi gas karbondioksida yang merupakan salah satu gas rumah kaca. Selain itu, hutan kota juga berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pemakaman, kawasan hijau jalur hijau dan kawasan hijau pekarangan yang mampu meningkatkan kandungan oksigen (O2) di udara dan air (H2O) dalam tanah.
2
luasan optimal hutan kota di Kabupaten Tegal perlu dilakukan untuk menjaga keseimbangan lingkungan terutama dalam menyerap gas karbondioksida dan memberi kenyamanan bagi penduduk dalam berbagai aktivitas.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji luas hutan kota yang ada dan memprediksi luas hutan kota yang dibutuhkan sebagai penyerap karbondioksida pada tahun 2015, 2020, dan 2025 di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi Pemerintah Daerah Tegal dalam proses pengambilan keputusan untuk perencanaan, pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan hutan kota serta memberikan alternatif solusi dalam pengembangan hutan kota di Kabupaten Tegal.
Asumsi
Pendekatan CO2 yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
sistem tertutup sesuai dengan penelitian Umam (2013). Pada sistem ini emisi CO2
yang dihitung hanya yang berasal dari sumber emisi CO2 dari penduduk dan
penggunaan bahan bakar minyak dan gas di Kabupaten Tegal, sedangkan emisi CO2 yang bersumber dari luar kota diabaikan. Serapan CO2 hanya dilakukan oleh
hutan kota yang ada di Kabupaten Tegal. Selain itu komponen lain yang diabaikan adalah pengaruh angin darat dan angin laut yang dapat membawa emisi CO2 dari
satu lokasi ke lokasi yang lain.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Tegal, Propinsi Jawa Tengah dari bulan Juli hingga Oktober 2013.
3 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat tulis, kamera, dan software Microsoft Office. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kebutuhan bahan bakar serta jumlah penduduk Kabupaten Tegal, data hutan kota, serta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tegal.
Jenis Data dan Metode Pengambilan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan observasi dan pengamatan langsung di lokasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang berkaitan dengan penelitian, peta-peta dan studi pustaka.
Observasi dilakukan dengan melihat langsung ke lokasi tempat beradanya hutan kota. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran nyata di lapangan mengenai kondisi biofisik terutama mengenai lokasi-lokasi hutan kota, taman-taman kota, jalur hijau, dan bentuk hutan kota lainnya.
Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data-data yang dianggap penting yang dapat menunjang penelitian yang dilakukan di lapangan dan menjadi dasar dalam penentuan luasan hutan kota. Adapun instansi yang terkait antara lain: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tegal, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Tegal, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal, Pertamina Unit IV untuk pemasaran Kabupaten Tegal, serta Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dalam Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan sumber data penelitian
No. Jenis Data Sumber Data
1. Keadaan iklim (curah hujan, suhu udara, kelembaban udara) dan demografi penduduk
BPS Kabupaten Tegal
2. Geografi, luas wilayah, batas wilayah BPS dan Bappeda Kabupaten Tegal
3. Tata guna lahan Bappeda Kabupaten Tegal
4. Rencana Tata Ruang Wilayah Bappeda Kabupaten Tegal
5. Kepadatan dan jumlah penduduk BPS Kabupaten Tegal 6. Bentuk, luas dan jumlah hutan kota Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Tegal 7. Konsumsi bahan bakar
(Bensin, Solar, dan Liquid Petroleum Gas (LPG))
Pertamina Unit IV dan BPS Jawa Tengah
Analisis Data
4
Kebutuhan luas hutan kota dihitung berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota kemudian dihitung berdasarkan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2 yang dihasilkan dari metabolisme
manusia serta dari pembakaran bahan bakar minyak (bensin dan solar) dan bahan bakar gas berupa LPG.
1. Penentuan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002
Analisis kebutuhan luas hutan kota dilakukan berdasarkan PP RI No. 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota. Dalam Pasal 8 ditetapkan bahwa luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 ha. Sedangkan persentase luas hutan kota paling sedikit 10 % dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat.
2. Penentuan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Fungsi sebagai Penyerap Karbondioksida (CO2)
Metode yang digunakan untuk memperkirakan total emisi CO2 ialah metode
yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 1996 tentang guidelines untuk inventarisasi gas rumah kaca. Sumber emisi yang diperhitungkan berasal dari energi (bahan bakar minyak dan gas) dan penduduk. a. Energi
Energi dari bahan bakar yang digunakan oleh industri, transportasi, dan rumah tangga merupakan sumber penghasil emisi CO2 di udara, emisi tersebut
dihasilkan dari proses pembakaran. Untuk mengukur aktivitas energi yang berhubungan dengan emisi CO2 adalah dengan mengetahui jenis bahan bakar
yang digunakan serta jumlah konsumsi bahan bakar yang dipakai oleh industri, transportasi, dan rumah tangga. Jumlah konsumsi bahan bakar dapat dicari dengan cara:
Ci (TJ tahun-1) = ai (103 ton tahun-1) x bi (TJ 10-3 ton)
Keterangan:
C = jumlah energi yang dihasilkan dari konsumsi bahan bakar (TJ tahun-1) a = konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (103 ton tahun-1) b = nilai kalori bersih berdasarkan jenis bahan bakar (TJ 10-3 ton)
i = jenis bahan bakar (bensin, solar, dan LPG)
Kandungan karbon yang terdapat pada tiap bahan bakar minyak maupun
5
Nilai kalori bersih dan faktor emisi karbon tiap jenis bahan bakar berbeda. Nilai kalori bersih dan faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Nilai kalori bersih dan faktor emisi bahan bakar
Bahan bakar Nilai kalori bersih (TJ 10-3 ton) (b) Faktor emisi (ton C TJ-1) (d)
b. Karbondioksida yang dihasilkan penduduk
Karbondioksida yang dihasilkan oleh manusia selama aktivitasnya ialah sebesar 0.96 kg hari-1 (Grey & Deneke 1978). Angka tersebut juga berarti manusia
menghasilkan CO2 sebesar 39,6 g jam-1 (Goth 2005 diacu dalam Dahlan 2007).
Rumus perhitungan karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk di Kabupaten Tegal adalah sebagai berikut:
M = JPT(t) x Kp
Keterangan:
M = Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk pada tahun ke t
(ton CO2 tahun-1)
JPT(t) = Jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke t (jiwa)
Kp = Jumlah karbon dioksida yang dihasilkan manusia yaitu 0.96 kg CO2
jiwa-1 hari-1 (0.3504 ton CO2 jiwa-1 tahun-1)
3. Penentuan luas hutan kota berdasarkan fungsi penyerap CO2
Kebutuhan akan luasan optimum hutan kota berdasarkan daya serap CO2
dapat diperoleh dari kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2. Pendekatan
yang digunakan untuk menentukan luasan tersebut adalah dengan memprediksikan kebutuhan hutan kota berdasarkan daya serap CO2 serta
membandingkannya dengan kondisi hutan kota sekarang. Kebutuhan hutan kota diperoleh dari jumlah emisi CO2 yang terdapat di Kabupaten Tegal dibagi dengan
kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2 yaitu dengan rumus:
6
Setelah mendapatkan nilai kebutuhan luasan hutan kota berdasarkan daya serap CO2 maka akan diketahui seberapa luas hutan kota yang harus disediakan
oleh Pemerintah Kabupaten Tegal. Penambahan luasan hutan kota yang harus disediakan diperoleh dengan cara:
L (ha) = A (ha) – B (ha) Keterangan:
L = Penambahan luasan hutan kota (ha) A = Kebutuhan hutan kota (ha)
B = Luas hutan kota saat ini (ha)
4. Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Kabupaten Tegal pada tahun 2015, 2020, dan 2025
Penentuan kebutuhan luasan hutan kota di Kabupaten Tegal didasarkan atas perubahan emisi CO2 yang terdapat di Kabupaten Tegal pada tahun 2011 sampai
dengan tahun 2025 sesuai dengan pembangunan daerah dalam jangka waktu 25 tahun. Data perkiraan emisi ini diperoleh dari perhitungan sumber emisi yang berasal dari energi (bahan bakar minyak dan gas) dan manusia.
a. Pendugaan Jumlah Konsumsi Bahan Bakar
Data jumlah konsumsi bahan bakar minyak dan gas (bensin, solar, dan LPG) Kabupaten Tegal diperoleh dari Pertamina. Data yang digunakan ialah data tahun 2011. Konsumsi bahan bakar minyak dan gas pada tahun 2015, 2020, dan 2025 dihitung dengan menggunakan konsumsi bahan bakar per kapita (Dahlan 2007). Konsumsi bahan bakar per kapita dihitung dengan rumus:
Konsumsi bahan bakar per kapita = Konsumsi bahan bakar Jumlah penduduk
Sehingga konsumsi bahan bakar pada tahun-tahun berikutnya didapatkan dari: Konsumsi bahan bakar tahun t = konsumsi bahan bakar per kapita x prediksi
jumlah penduduk tahun t b. Pendugaan jumlah penduduk
Data jumlah penduduk diperoleh dari BPS Kabupaten Tegal. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2015, 2020, dan 2025 adalah berdasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertumbuhan penduduk. Perhitungan jumlah penduduk untuk tahun yang akan datang dengan cara:
Pt = Po (1+r)t Keterangan:
Pt = Populasi penduduk pada akhir periode waktu ke t Po = Populasi penduduk pada awal periode waktu ke t r = Rata-rata pertambahan jumlah penduduk
t = Selisih tahun
Prediksi kebutuhan hutan kota pada tahun ke t diperoleh dari perkiraan jumlah emisi CO2 dari bahan bakar minyak dan gas serta dari penduduk yang terdapat di
Kabupaten Tegal dibagi dengan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2.
L (ha) = E (ton CO2 tahun-1) + M (ton CO2 tahun-1)
7
Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari 18 kecamatan. Kabupaten ini berbatasan dengan Kota Tegal dan Laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Pemalang di timur, Kabupaten Banyumas di Selatan, serta Kabupaten Brebes di selatan dan barat. Bagian utara kabupaten ini merupakan dataran rendah, bagian selatan merupakan pegunungan yang berpuncak di Gunung Slamet (3 428 m) yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah. Terdapat rangkaian perbukitan yang tidak terlalu terjal di perbatasan dengan Kabupaten Pemalang. Selain itu, di Kabupaten Tegal terdapat dua sungai besar yang mengalir, yaitu Kali Gung dan Kali Erang, keduanya bermata air di hulu Gunung Slamet (Pemkab Tegal 2011).
Kabupaten Tegal terletak di 108o57'6" sampai dengan 109o21'30" Bujur Timur dan antara 6o50'41" sampai dengan 7°15'30" Lintang Selatan dan mempunyai letak yang sangat strategis pada jalan Semarang - Tegal - Cirebon serta Semarang - Tegal - Purwokerto dan Cilacap dengan fasilitas pelabuhan di Kota Tegal. Luas wilayah daratan Kabupaten Tegal sebesar 87 878.555 ha (878.79 km2) dan luas wilayah lautannya sebesar 121.50 km2 sehingga total luas wilayahnya sekitar 901.52 km2. Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Tegal antara lain adalah Aluvial (34.93%), Regosol (24%), Latosol (23.69%), Grumosol (9.42%), Andosol (4.29%) dan jenis lain-lain (3.67%). Tanah Aluvial merupakan jenis terluas yang ada di Kabupaten Tegal yaitu seluas 30 698.575 hektar yang merupakan tanah potensial untuk pengembangan produk pertanian seperti padi, palawija, hortikultura, perkebunan, perikanan dan lain-lain (Pemkab Tegal 2011).
Berdasarkan ketinggian dari permukaan lautnya, Kabupaten Tegal dibagi menjadi empat wilayah, yaitu wilayah Kramat dan sekitarnya dengan ketinggian 11 m, wilayah slawi dan sekitarnya dengan ketinggian 42 m, wilayah Lebaksiu dan sekitarnya dengan ketimggian 135 m, dan wilayah Bumijawa dan sekitarnya dengan ketinggian 949 m. Sedangkan secara topografinya, Kabupaten Tegal dibagi menjadi tiga, yaitu daerah pantai yang meliputi Kecamatan Kramat, Surodadi, dan Warurejo; daerah dataran rendah yang meliputi Kecamatan Adiwerna, Dukuhturi, Talang, Tarub, Pagerbarang, Dukuhwaru, Slawi, Lebaksiu, sebagian wilayah Surodadi, Warurejo, Kedungbanteng dan Pangkah; serta daerah dataran tinggi yang meliputi Kecamatan Jatinegara, Margasari, Balapulang, Bumijawa, Bojong dan sebagian Pangkah, Kedungbanteng (Pemkab Tegal 2011).
8
Kebutuhan Luas Hutan Kota
Kebutuhan Luas Hutan Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002
Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak minimal seluas 0.25 ha sedangkan persentase luas hutan kota di suatu daerah minimal sebesar 10% dari luas wilayah perkotaan atau disesuaikan dengan kondisi wilayah (PP RI No. 63 Tahun 2002).
Menurut BPS Kabupaten Tegal (2012), luas wilayah daratan Kabupaten Tegal ialah sebesar 87 879 ha. Dengan demikian jika berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002, luas hutan kota yang dibutuhkan Kabupaten Tegal adalah seluas 8 787.9 ha. Kecamatan terluas di Kabupaten Tegal yaitu Kecamatan Bumijawa dengan luas 8 856 ha mempunyai kebutuhan luas hutan kota tertinggi yaitu seluas 885.6 ha. Kecamatan dengan luasan tersempit, yaitu Kecamatan Slawi, mempunyai kebutuhan luas hutan kota terendah seluas 144.8 ha (Tabel 3). Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Tegal menyatakan saat ini hutan kota yang ada di Kabupaten Tegal ialah seluas 10 303 m2 atau 1.03 ha. Luas tersebut belum memenuhi kebutuhan minimal hutan kota berdasarkan PP RI No. 63 Tahun 2002 sehingga hutan kota masih perlu ditambah seluas 8 786.87 ha. Tabel 3 Kebutuhan luasan hutan kota tiap kecamatan di Kabupaten Tegal
berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002
9 Kebutuhan Luas Hutan Kota berdasarkan Emisi CO2 di Kabupaten Tegal
Sumber emisi gas CO2 berasal dari sektor-sektor yang sulit dikurangi laju
pertumbuhan emisi karbonnya. CO2 yang berasal dari pembakaran biomassa
sebagian besar dihasilkan dari sektor kehutanan melalui kegiatan alih fungsi tata guna lahan untuk berbagai keperluan, sedangkan CO2 yang berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil dihasilkan dari konsumsi energi oleh sektor industri, transportasi, dan rumah tangga yang erat kaitannya dengan kegiatan pembangunan (Junaedi 2007). Emisi CO2 yang dihitung pada penelitian ini ialah
CO2 yang dihasilkan dari metabolisme manusia serta pembakaran bahan bakar
minyak dan gas.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, emisi CO2 di Kab. Tegal
pada tahun 2011 ialah sebesar 66 879 965.11 ton, yang merupakan jumlah dari emisi CO2 yang dihasilkan dari metabolisme penduduk sebesar 490 649.70 serta
emisi CO2 dari konsumsi bahan bakar minyak dan gas sebesar 66 389 315.41 ton
pada tahun 2011 (Tabel 4). Salah satu fungsi keberadaan hutan kota adalah dapat menyerap CO2 sehingga dapat mengurangi konsentrasi CO2 di udara (Dahlan
1992 dan Fakuara 1986). Iverson et al. (1993) menyatakan bahwa kemampuan hutan kota sebagai penyerap CO2 ialah sebesar 58.2576 ton ha-1 tahun-1, sehingga
luas hutan kota optimal yang dibutuhkan berdasarkan emisi CO2 tahun 2011 di
Kab. Tegal adalah seluas 1 148 004.12 ha atau sebesar 1 306% dari luas administrasi Kab. Tegal saat ini.
Tabel 4 Emisi CO2 di Kabupaten Tegal tahun 2011
Sumber Emisi CO2 Jumlah penduduk dan
Konsumsi bahan bakar* Emisi CO2 (ton)
Penduduk 1 400 256 jiwa 490 649.70
*Sumber: BPS Kab. Tegal dan BPS Jateng 2012
Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Kabupaten Tegal
Kebutuhan luasan optimal hutan kota sebagai penyerap gas CO2 pada
tahun 2015, 2020, dan 2025 dihitung menggunakan hasil prediksi konsumsi bahan bakar minyak dan gas serta prediksi jumlah penduduk Kab. Tegal. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, kebutuhan luasan hutan kota di Kab. Tegal terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan penggunaan bahan bakar minyak dan gas. Peningkatan emisi CO2 secara terus menerus akan mengakibatkan peningkatan suhu udara
serta pemanasan global (Dahlan 2004). Emisi CO2 pada tahun 2015 diperkiraan
mencapai 70 499 229.04 ton sehingga luas hutan kota optimal yang dibutuhkan pada tahun tersebut adalah seluas 1 210 129.31 ha atau sebesar 1 377% dari luas administrasi Kab. Tegal. Emisi CO2 di Kab. Tegal hingga tahun 2025
10
Kebutuhan luasan hutan kota berdasarkan emisi CO2 yang terus meningkat hingga
tahun 2025 berbeda dengan kebutuhan luasan hutan kota menurut PP RI No. 63 Tahun 2002 yang tetap (10% dari luas administrasi Kab. Tegal). Perbedaan kebutuhan luas hutan kota menurut luas administrasi Kab. Tegal disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Perbandingan kebutuhan luasan hutan kota Kabupaten Tegal berdasarkan PP RI No. 63 tahun 2002 dan emisi CO2 pada tahun
2011, 2015, 2020, dan 2025
Kebutuhan luas hutan kota dari tahun 2011 hingga tahun 2025 yang semakin meningkat melebihi luas administrasi Kabupaten Tegal. Hal tersebut disebabkan oleh perhitungan emisi CO2 yang mengabaikan pengaruh dari angin
darat dan angin laut sesuai dengan asumsi penelitian. Pengaruh angin darat dan laut diabaikan sehingga udara dianggap tidak mengalami pengenceran dan tidak berpindah ke wilayah lain di luar Kabupaten Tegal.
Pengembangan Hutan Kota Di Kabupaten Tegal
11 memberikan banyak manfaat yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan manusia, lingkungan, dan daerah sekitar perkotaan. Saat ini Kab. Tegal memiliki hutan kota total seluas 1.03 ha yang terbagi menjadi tiga lokasi (Tabel 6). Luas tersebut hanya sekitar 0.001% dari luas administrasi Kab. Tegal. Angka luasan tersebut belum memenuhi kebutuhan luas hutan kota baik menurut PP RI No. 63 Tahun 2002 maupun berdasarkan kemampuan menyerap gas CO2.
Tabel 6 Lokasi dan luas hutan kota Kabupaten Tegal tahun 2013
No. Lokasi Luas (ha)
1 Sekitar GOR Trisanja 0.24
2 Depan GOR Trisanja 0.13
3 Belakang Sekretariat Pemerintah Daerah Kab. Tegal 0.66
Total 1.03
Sumber: BLH Kab. Tegal (2013)
Hutan kota di Kabupaten Tegal yang telah memiliki Surat Keputusan dari pemerintah daerah hanya terdapat di satu kecamatan, yaitu Kecamatan Slawi. Hutan kota menyebar di tiga lokasi berbeda (Tabel 6). Bentuk hutan kota menyebar ialah hutan kota yang dibangun dalam kelompok-kelompok yang dapat berbentuk jalur dan atau kelompok yang terpisah dan merupakan satu kesatuan pengelolaan (PP RI No. 63 Tahun 2002). Tiap lokasi hutan kota yang ada di Kab. Tegal saat ini berbentuk hutan kota mengelompok. Dahlan (1992) dan Fakuara (1986) menyebutkan bahwa peranan hutan kota antara lain sebagai penahan dan penyaring debu udara, menurunkan konsentrasi gas berbahaya seperti CO dan CO2, penahan dan peredam suara, mengurangi dampak hujan asam, produsen
oksigen, meningkatkan kenyamanan, menahan serangan angin, pengendalian sinar langsung dan pantulan, meredam bau, meningkatkan keanekaragaman satwa, mengatasi penggenangan air, meningkatkan keindahan, dan produksi terbatas.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Kabupaten Tegal pada tahun 2012 ialah seluas 43 447 km2 atau sekitar 4.35 ha (Pemkab Tegal 2012). Luas tersebut bertambah hingga 69 786 ha apabila mengikutsertakan lahan-lahan yang dapat dikategorikan menjadi RTH seperti sawah, hutan rakyat, dan hutan negara (BPS Kab. Tegal 2012). RTH yang ada tentunya akan melakukan penyerapan terhadap CO2 juga. RTH dapat dikembangkan statusnya menjadi hutan kota untuk
memenuhi kebutuhan hutan kota. Luas RTH yang ada sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan luasan hutan kota menurut Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002 seluas 8 786.87 ha. Sehingga hanya diperlukan penetapan status sebagai hutan kota pada lokasi-lokasi RTH yang berpotensi sebagai hutan kota. Namun luas RTH yang ada belum cukup untuk memenuhi kebutuhan luas hutan kota sebagai penyerap CO2. Sehingga memang diperlukan pengembangan hutan
kota dengan penambahan luas hutan kota itu sendiri maupun luas RTH.
12
terutama kecamatan yang jumlah penduduknya paling banyak seperti Kecamatan Adiwerna dan Kramat. Lokasi hutan kota sebaiknya di sekitar permukiman dan di kanan kiri jalan raya sebagai jalur hijau.
Kecamatan lain yang mempunyai pusat industri seperti Kecamatan Talang juga perlu dikembangkan hutan kota dengan lokasi hutan kota sebaiknya di sekitar pusat-pusat industri dan di kanan kiri jalan raya sebagai jalur hijau. Adanya industri pabrik gula di Kecamatan Pangkah juga membuat hutan kota perlu dikembangkan di kecamatan tersebut dengan lokasi hutan kota di sekitar pabrik.
Pengembangan hutan kota dapat dilakukan pula dengan memanfaatkan lokasi-lokasi yang berpotensi untuk dijadikan hutan kota seperti taman kota (Alun-alun Slawi dan Taman kota bundaran Masjid Agung Kab. Tegal), TPU di kawasan permukiman, penanaman pohon di lahan-lahan kosong milik pemerintah yang belum dimanfaatkan dengan baik, serta pengoptimalan jalur hijau di semua jaringan jalan untuk mengurangi emisi CO2 yang berasal dari kendaraan bermotor
terutama pada jalur pantura di Kecamatan Kramat, Suradadi dan Warureja.
Pemkab Tegal (2012) menyatakan bahwa lahan kritis yang ada di Kabupaten Tegal yang perlu dikelola adalah seluas 10.70 ha, namun lokasi lahan kritis tersebut tidak disebutkan secara spesifik. Lahan kritis tersebut tentunya dapat dikembangkan menjadi hutan kota dengan rehabilitasi lahan. Jenis pohon yang ditanam sebaiknya disesuaikan dengan tujuan pengembangan hutan kota itu sendiri dan sesuai dengan kondisi alam yang ada. Hutan kota untuk mengurangi
sebaiknya ditanam di lokasi yang akan dikembangkan sebagai hutan kota antara lain jenis Trembesi (Albizia saman) dan Cassia (Cassia sp.) yang memiliki daya serap CO2 sangat tinggi. Trembesi atau Ki hujan memiliki daya serap CO2 sebesar
28 488.39 kg pohon-1 tahun-1 dan dan jenis Cassia sp. memiliki daya serap CO2 (Fellicium decipiens) memiliki rata-rata kemampuan menyerap CO2 sebesar
305.91 kg pohon-1 tahun-1 (Dahlan 2007).
Pengembangan hutan kota dengan menanam komposisi tumbuhan yang memiliki daya serap CO2 sangat tinggi dapat menurunkan kebutuhan luasan hutan
kota di Kabupaten Tegal tahun 2015 menjadi 23.75% dari luas administrasi atau seluas 20 867.85 ha dan kebutuhan luas hutan kota pada tahun 2025 menjadi sebesar 27.09% atau seluas 23 806.63 ha (Tabel 7). Pengembangan hutan kota dengan menanam komposisi tumbuhan yang memiliki daya serap CO2 tinggi
13 menjadi sebesar 480% dari luas administrasi atau seluas 421 822.71 ha dan kebutuhan luasan hutan kota pada tahun 2025 menjadi sebesar 547.60% dari luas administrasi atau seluas 481 227.26 ha (Tabel 7). Perbedaan kebutuhan luasan hutan kota dengan variasi jenis tumbuhan yang ditanam dapat disajikan pada Gambar 3.
Tabel 7 Kebutuhan luas hutan kota dengan variasi jenis tumbuhan berdaya serap CO2 sangat tinggi dan tinggi
Tahun Emisi CO2 (ton)
Gambar 3 Perbedaan kebutuhan luasan hutan kota tidak berdasarkan komposisi jenis tumbuhan dengan berdasarkan komposisi jenis tumbuhan berdaya serap CO2 sangat tinggi dan tinggi
Hutan kota merupakan salah satu alternatif solusi untuk menyerap CO2 di
udara dan dapat mengurangi kenaikan suhu udara di Kabupaten Tegal. Solusi tersebut juga harus dilakukan bersama-sama dengan alternatif solusi lainnya untuk mengurangi emisi CO2 dengan menghemat penggunaan bahan bakar minyak dan
14
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hutan kota yang ada di Kabupaten Tegal saat ini ialah seluas 1.03 ha atau sebesar 0.001% dari luas administrasi Kabupaten Tegal. Luas tersebut belum memenuhi luas minimal hutan kota yang berdasarkan PP RI No. 63 Tahun 2002 yaitu sebesar 10% dari luas wilayah atau seluas 8 787.9 ha. Berdasarkan emisi CO2 di Kabupaten Tegal, luas hutan kota optimal yang diperlukan pada tahun
2011 ialah seluas 1 148 004.12 ha atau sebesar 1 306% dari luas administrasi Kabupaten Tegal. Kebutuhan luas hutan kota berdasarkan emisi CO2 pada tahun
2015 ialah seluas 1 210 129.31 ha atau sebesar 1 377% dari luas wilayah. Pada tahun 2020 luas hutan kota optimal yang dibutuhkan adalah seluas 1 292 533.56 ha atau sebesar 1 471% dari luas wilayah. Pada tahun 2025 luas hutan kota yang dibutuhkan yaitu seluas 1 380 549.70 ha atau sebesar 1 571% dari luas administrasi Kabupaten Tegal. Kebutuhan luas hutan kota tersebut sangat besar hingga melebihi luas administrasi wilayah, sehingga solusi pengembangan hutan kota harus dilakukan seiring dengan alternatif solusi lainnya.
Saran
1. Perlu adanya penambahan luasan hutan kota pada setiap kecamatan di Kabupaten Tegal, optimalisasi hutan kota yang sudah ada berupa pengkayaan jenis tumbuhan dengan menanam tumbuhan berdaya serap CO2 sangat tinggi
dan tinggi, persiapan tumbuhan untuk regenerasi hutan kota yang telah ada, serta pemanfaatan lokasi-lokasi yang potensial menjadi hutan kota.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kesesuaian lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi hutan kota.
3. Alternatif solusi lain untuk mengurangi emisi CO2 antara lain dengan
menghemat penggunaan bahan bakar minyak dan gas dan penggunaan sumber energi alternatif seperti tenaga air, tenaga surya, serta tenaga angin.
DAFTAR PUSTAKA
[Bappeda Kab. Tegal] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tegal. 2008. Peta administrasi Kabupaten Tegal. Tegal (ID): Bappeda Kab. Tegal.
[BPS Jateng] Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah. 2012. Jawa Tengah dalam Angka 2003-2012. Semarang (ID): BPS Jawa Tengah.
[BPS Kab. Tegal] Badan Pusat Statistik Kabupaten Tegal. 2012. Kabupaten Tegal dalam Angka 2003-2012. Tegal (ID): BPS Kab. Tegal.
Dahlan EN. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Hidup. Jakarta (ID): Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia.
15 Dahlan EN. 2007. Analisis Kebutuhan Luasan Hutan Kota Sebagai Sink Gas CO2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas di Kota Bogor dengan Pendekatan Sistem Dinamik [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Fakuara Y. 1986. Hutan Kota : Peranan dan Permasalahannya. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.
Fakultas Kehutanan IPB. 1987. Konsepsi Pembangunan Hutan Kota. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.
Grey GW, Deneke FJ. 1978. Urban Forestry. New York (US): John Wiley and Sons.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1996. Revised 1996 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Workbook (Volume 6). http://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/gl/invs5.html.
Iverson LR, Brown S, Grainger A, Prasad A, Liu D. 1993. Carbon sequestration in tropical Asia: an assessment of technically suitable forest lands using geographic information systems analysis. Climate Research (3): 23-38. Junaedi A. 2007. Kontribusi Hutan Sebagai Rosot Karbondioksida. Info Hutan
5(1): 1-7.
Nowak DJ, Crane DE, Stevens JC, Hoehn RE, Walton JT, Bond J. 2008. A Ground-Based Method of Assessing Urban Forest Structure and Ecosystem Services. Arboriculture and Urban Forestry 34(6): 347-358.
[Pemkab Tegal] Pemerintah Kabupaten Tegal. 2011. Geografi. http://www.tegalkab.go.id. [1 Nov 2011]
[Pemkab Tegal] Pemerintah Kabupaten Tegal. 2012. Lingkungan hidup, tata ruang, pertanahan. http://tegalkab.go.id. [2 Mar 2014]
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002, Tentang Hutan Kota. Jakarta.
Umam M. 2013. Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Berdasarkan Emisi Karbondioksida (CO2) di Kota Cilegon Provinsi Banten [skripsi]. Bogor
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 6 Februari 1993, merupakan anak tunggal dari pasangan Mohamad Solehudin dan Nurhikmah. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu di SD Negeri 1 Danawarih, SMP Negeri 1 Lebaksiu dan SMA Negeri 3 Slawi. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2009 dan memilih mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Tegal IPB (IMT IPB) periode tahun 2009-2011. Penulis juga aktif sebagai pengurus dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata periode tahun 2010-2012.
Penulis aktif mengikuti kegiatan-kegiatan praktik lapang dan ekspedisi seperti Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat (2011) dan di Taman Wisata Alam Sukawayana, Jawa Barat (2012), Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Papandayan dan Cagar Alam Leuweungsancang, Jawa Barat (2011), Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (2012), Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi (2011) dan di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Riau (2012), serta Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur (2013). Selama masa perkuliahan penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum di mata kuliah Ekologi Hutan, Rekreasi Alam dan Ekowisata, serta Inventarisasi dan Pemantauan Tumbuhan.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian di Kabupaten Tegal dan menulis skripsi dengan
judul “Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Karbondioksida
di Kabupaten Tegal Jawa Tengah” di bawah bimbingan Dr Ir Endes Nurfilmarasa
Dachlan, MS. dan Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi.