• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman Gender Siswa - Siswi Sekolah Umum( Studi Deskriptif Pada Siswa Siswi SMA Negeri 17 Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemahaman Gender Siswa - Siswi Sekolah Umum( Studi Deskriptif Pada Siswa Siswi SMA Negeri 17 Medan."

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAHAMAN GENDER SISWA-SISWI SEKOLAH UMUM

(STUDI DESKRIPTIF PADA SISWA-SISWI SMA NEGERI 17 MEDAN)

Oleh :

Chandra Lee Wirasetya 030901014

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Isue gender merupakan sebuah wacana dan pergerakan untuk mencapai kesetaraan peran, hak dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Isue gender diangkat dari adanya perlakuan diskriminatif yang terjadi dalam konstruksi sosial masyarakat, khususnya dalam masyarakat yang menganut sistem kekerabatan patrilineal. Pergerakan gender ini berputar disekitar permasalahan yang umum terjadi terhadap kaum perempuan, yaitu stereotyping, marginalisasi, subordinasi, beban ganda, dan kekerasan. Sebagai upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), isue yang lahir sekitar tahun 1950 – 1960 ini telah mendapatkan perhatian khusus dari PBB, dan di Indonesia, pergerakan ini telah mendapatkan sebuah tempat dalam konstitusi dengan adanya Inpres No. 9 Tahun 2000, oleh karena itu, yang menjadi perumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana pemahaman gender pelajar sekolah umum, dalam hal ini pada siswa-siswi SMA N 17 Medan.

Tujuan dari penelitian ini adalah, untuk mengetahui pengetahuan yang dimiliki oleh pelajar Sekolah Umum mengenai pemahaman gender, serta untuk mengungkapkan berbagai kondisi gender yang telah lama tersosialisasi begitu lama dalam sistem sosial masyarakat. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan deskriptif dengan metode survei. Lokasi penelitian bertempat di SMA N 17 Medan, dengan jumlah responden sebanyak 89 orang, dan responden merupakan siswa-siswi SMA N 17 yang aktif sekolah.

(3)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama Penulis mengucapkan Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha

Esa atas karunia yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

Karya tulis/skripsi ini merupakan sebuah ketentuan yang berlaku di Universitas

Sumatera Utara dan di PTN maupun PTS lainnya, kepada setiap mahasiswa yang

ingin menyelesaikan porgram studi S-1.

Untuk memenuhi kewajiban tersebut, maka Penulis menyusun skripsi yang

sederhana ini yang diberi judul : Pemahaman Gender Pada Siswa-siswi Sekolah

Umum, Studi Deskriptif Pada Siswa-siswi SMA N 17 Medan”.

Berpedoman pada judul tersebut di atas, Penulis menyadari bahwa dalam

penyelesaian skripsi ini, Penulis tidak luput dari kekurangan, namun berkat bantuan

dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.

Dengan demikian, melalui skripsi ini, Penulis tidak lupa untuk mengucapkan

terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada berbagai pihak, baik

berupa bimbingan maupun fasilitas pendukung yang telah Penulis dapatkan selama

penyusunan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen wali penulis selama

masa perkuliahan,

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, MA, selaku ketua Departemen Sosiologi Fakultas

(4)

3. Ibu Harmona Daulay, S.Sos, M.Si, selaku dosen pembimbing penulis selama

masa penyelesaian skripsi yang telah banyak membimbing, memberi

pengarahan dan dukungan pada penulis,

4. Ibu Dra. Rosmiani, MA, selaku sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara,

5. Bapak Drs. Karbin Tarigan, selaku Kepala SMA N 17 Medan, dan Bapak

Simatupang, selaku PKS II,

6. Bapak dan Ibu Dosen yang selama ini telah memberikan ilmu dan pendidikan

kepada penulis selama masa perkuliahan sehingga penulis dapat memperoleh

ilmu yang berharga dan bermanfaat,

7. Kedua orang tua, Bapak Togap Elpe Simanjuntak, Ibu Meliana Sibarani, yang

telah memberikan dorongan, baik material maupun spiritual kepada Penulis

selama kuliah dan menyelesaikan skripsi ini,

8. Kakak-kakakku, Mutiara Selvia Anggrany ”Reni”, semoga cepat dapat jodoh,

dan Vienna Sri Yanthi yang berada di Bekasi,

9. Teman-teman Panitia Olimpiade Sosiologi 2006, khususnya Panitia Olimpiade

Sosiologi 2007, Ilham, Eva Ramadhani, Kiki Octania, Darma, I can’t wait to

work again with you guys,

10. Teman-teman Sos’ 03, Fadillah Rizky, Sari, Rima, Ina, Hasrad, Siddik, Mansur,

Madhan, Alex, Ruhmini, Lena, serta lainnya yang tidak disebutkan namanya,

11. Sahabat-sahabatku “Teru” yang selalu disibuki dengan tugas inteligen di Rusia,

Ditta di Okinawa (smoga lancar dengan perusahaan barunya), Kozue Takada

untuk lagu yang sangat indah, Sergei Machianov (semangat bro, buat selesain

kuliahmu, caiyoo!!), Renton Thruston dan Eureka yang cantik (make a nice

(5)

analysis theory you gave me to solve mystery), Michael Crichton “TIMELINE”, juga buat rekan-rekan O 7; June, Mei, Abi, Michel, THANKS guyZ atas

persahabatan kalian selama ini, untuk canda tawa, susah senang dan sedih

gembiranya, gak sabar lagi untuk berkumpul kembali bersama kalian dan彼方

輪ズッチズット会いしてぇいつ。

12. Buat teman-teman baikku, Yuna, Ayu “jj”, Bagus “Bagong” yang gendut,

Dicky “Bulin, Stephen, Michael”, Wildan, Dewi Syafitri, Ismail yang selalu

merasa sempurna, Reinly yang kepedean dengan mendapatkan cewek, Aldo si

pecinta anime, Agus untuk VGA dan RAMnya, 蟻 ガ ット う 皆 untuk

dukungannya. Anime Lover just like me : Aldo

13. Dan kepada responden yang tidak dapat disebutkan namanya karena terlalu

banyak, inilah yang bisa kuberikan kepada kalian, “arrigattou gozaimas”

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini, masih banyak terdapat

ketidaksempurnaan. Karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran

sekiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan berdayaguna bagi civitas akademika di

Universitas Sumatera Utara. Terima Kasih.

Medan,

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA Studi Kekerasan dan Keadilan Gender dalam Pembangunan …….... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ……… 29

3.2 Lokasi Penelitian ……… 30

3.3 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ……… 30

3.4 Teknik Pengumpulan Data ……… 33

3.5 Teknik Analisa Data ……… 35

3.6 Jadwal Penelitian ……… 36

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA 4.1 Profil Responden ……… 37

4.2.1.1 Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Jenis Kelamin ……… 40

4.2.1.2 Pengetahuan Responden Terhadap Arti Konsep Jenis Kelamin ……… 40

4.2.1.3 Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Gender ……… 41

4.2.1.4 Pengetahuan Responden Terhadap Arti Konsep Gender ……… 42 4.2.1.5 Pendapat Responden Terhadap Kesamaan

Arti dari Konsep Jenis Kelamin dan Gender … . 43 4.2.1.6 Pengetahuan Responden Tentang Muatan

(7)

4.2.1.7 Data Tentang Persepsi Responden Terhadap Muatan Ajar Yang Bias Gender Dalam Buku

Pelajaran SD ……… 45

4.2.1.8 Data Pengalaman Responden Ketika Mendapatkan Perlakuan Diskriminatif ……… 46 4.2.1.9 Reaksi Responden Terhadap Penerimaan

Lapangan Kerja Yang Diskriminatif ……… 47 4.2.1.10 Data Tingkat Pengetahuan Responden

Terhadap Konsep Patriarkhi ……… 48 4.2.1.11 Pengetahuan Responden Terhadap Arti Dari

Dari Konsep Patriarkhi ……… 49 4.2.1.12 Data Tentang Sumber Responden Mendengar

Konsep Patriarkhi ……… 50

4.2.1.13 Data Tentang Pengaruh Sosialisasi Mainan

Pada Masa Kecil ……… 51 4.2.1.14 Data Tentang Penanaman Sikap “Ramah,

Lembut, dan Melayani” Pada Anak

Perempuan Dalam Keluarga ……… 52 4.2.1.15 Data Tentang Penanaman Sikap “Kuat, Berani

dan Berkuasa” Pada Anak Laki-laki Dalam

Keluarga ……… 53

4.2.1.16 Pendapat Responden Tentang Kesempatan Karir Dalam Lingkungan Kerja ……… 54 4.2.1.17 Pendapat Responden Terhadap Laki-laki

Berkuasa Dalam Kehidupan Rumah Tangga …... 55 4.2.1.18 Pendapat Responden Terhadap Laki-laki

Berkuasa Dalam Kehidupan Sehari-hari …….… 56 4.2.1.19 Sumber Pertama Kalinya Responden Mempelajari

Peran dan Tanggung Jawab Antara Laki-laki dan

Perempuan ……… 57

4.2.2 Data Ketidakadilan Gender ………. 58 4.2.2.1 Pendapat Responden Terhadap Keberanian

Yang Dimiliki Antara Anak Laki-laki dan

Perempuan ... 58 4.2.2.2 Pendapat Tentang Kecekatan Yang Dimiliki

Antara Laki-laki dan Perempuan ... 59 4.2.2.3 Data Pengalaman Responden Tentang

Stereotype Pada Kaum Perempuan ... 60 4.2.2.4 Pendapat Responden Tentang Pekerjaan

Domestik Yang Hanya Dilakukan Oleh

Perempuan ... 61 4.2.2.5 Data Terhadap Pendapat Responden

Mengenai Perempuan Diasosiasikan di Sektor Domestik ... 62 4.2.2.6 Data Terhadap Pendapat Responden Mengenai

Tanggung Jawab Dalam Keluarga ... 63 4.2.2.7 Data Tentang Tanggapan Responden Tentang

Peran Dan Tanggung Jawab Laki-laki Yang

(8)

4.2.2.8 Data Tentang Tanggapan Responden Terhadap Beban Ganda Pada Kaum Ibu ... 65 4.2.2.9 Data Tentang Pandangan Responden Terhadap

Ibu Yang Melakukan Pekerjaan Domestik

Setelah Seharian Bekerja di Kantor ... 66 4.2.2.10 Data Tentang Tanggapan Responden Terhadap

Penghargaan Pada Orang Tua ………. 67 4.2.2.11 Data Tentang Pengetahuan Responden Terhadap

Marginalisasi Pada Tenaga Kerja Perempuan di Tempat Kerja ... 68 4.2.2.12 Data Tentang Tanggapan Terhadap Upah Yang

Diterima Oleh Tenaga Kerja ……… 69 4.2.2.13 Data Tentang Tanggapan Responden Terhadap

Siulan Sebagai Bentuk Pelecehan Seksual …….. 70 4.2.2.14 Data Tentang Tanggapan Responden Terhadap

Laki-laki Yang Menyentuh Bagian Tubuh Sendiri Sebagai Bentuk Pelecehan Seksual ……… 71 4.2.2.15 Data Tentang Tanggapan Responden Terhadap

Perempuan Yang Melakukan Pelecehan Seks Dengan Memberikan Sentuhan Kepada

Laki-laki ... 72 4.2.3 Informasi Tanggap Gender ... 73

4.2.3.1 Data Tentang Pengetahuan Responden Tentang Inpres No. 9 Tahun 2000 ……… 73 4.2.2.16 Data Tentang Pengetahuan Responden Terhadap

Informasi Bahwa MENEG PP Memperjuangkan Kesetaraan Gender ……… 74 4.3 Data Pertanyaan Terbuka ……… 75 4.4 Analisa Pemahaman Gender pada Siswa-siswi SMA N 17 ……… 76

4.4.1 Profil Informan ………. 76

4.4.2 Analisa Data Sistem Patriarkhi dan Isu Gender ………... 77 4.4.2.1 Jenis Kelamin dan Gender dan Isu Gender ... 78 4.4.2.2 Muatan Isu Gender Yang Dikemas Dalam

Pendidikan ... 79 4.4.2.3 Perlakuan Diskriminatif ... 80 4.4.2.4 Patriarkhi : Pengertian, Sumber Informasi dan

Instrumen Penyampai ... 81 4.4.2.5 Penanaman Sikap Maskulin dan Feminim ... 83 4.4.2.6 Kesempatan Karir Yang Dimiliki oleh Laki-laki

dan Perempuan ... 85 4.4.2.7 Pendapat Responden Mengenai Super Ordinat

dan Sub Ordinat ... 86 4.4.2.8 Sumber Penanaman Peran danTanggung Jawab

Antar Jenis Kelamin ... 87 4.4.3 Analisa Data Ketidakadilan Gender ... 88

4.4.3.1 Keberanian dan Kecekatan Yang Dimiliki Antara Anak Laki-laki dan Perempuan ... 88 4.4.3.2 Pengalaman Responden Tentang Stereotype Pada

(9)

4.4.3.3 Analisa Data Terhadap Peran Perempuan Hanya

Di Sektor Domestik ... 90

4.4.3.4 Analisa Data Pendapat Responden Terhadap Tanggung Jawab Dalam Keluarga ... 91

4.4.3.5 Analisa Data Terhadap Pandangan Responden Terhadap Beban Ganda ... 92

4.4.3.6 Marginalisasi Terhadap TKW ... 93

4.4.3.7 Pelecehan Seksual ... 94

4.4.4 Saluran Informasi Tanggap Gender ... 96

4.4.5 Analisa Pertanyaan Free Response ... 97

4.4.5.1 Analisa Data Tentang Tanggapan Responden Terhadap Peran dan Kedudukan Yang Dijalani Oleh Laki-laki dan Perempuan Dari Segi Agama dan Budaya Responden ……… 97

4.4.5.2 Analisa Data Tentang Tanggapan Responden Terhadap Makna Keadilan Berhubungan Antar Jenis Kelamin, yaitu Laki-laki dan Perempuan Dalam Kehidupan Sosial ……… 99

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 102

5.1.1 Sistem Patriarkhi dan Isu Gender ... 103

5.1.2 Ketidakadilan Gender ... 104

5.2 Saran ... 105

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Distribusi Siswi SMA Negeri 17 Medan Berdasarkan Kelas ... 31

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 36

Tabel 3. Jenis Kelamin Sampel ... 37

Tabel 4. Identitas Suku Sampel ... 38

Tabel 5. Agama Sampel ... 38

Tabel 6. Strata Kelas Sampel ... 39

Tabel 7. Komposisi Jawaban Terhadap Pemahaman Jenis Kelamin ... 40

Tabel 8. Komposisi Jawaban Tentang Pemahaman Terhadap Arti Jenis Kelamin ... 41

Tabel 9. Komposisi Jawaban Tentang Pengalaman Mendengar Istilah Gender ... 42

Tabel 10.Komposisi Jawaban Terhadap Pengertian Gender ... 43

Tabel 11.Komposisi Jawaban Terhadap Arti Yang Sama Antara Konsep Jenis Kelamin dan Gender ... 44

Tabel 12.Komposisi Jawaban Terhadap Muatan Isu Gender Yang Dikemas Dalam Pendidikan ... 45

Tabel 13.Komposisi Jawaban Terhadap Muatan Bias Gender ... 46

Tabel 14.Komposisi Jawaban Terhadap Pengabaian Karena Memiliki Jenis Kelamin Yang Berbeda ... 47

Tabel 15.Komposisi Jawaban Terhadap Penerimaan Lapangan Kerja Yang Diskriminatif ... 48

Tabel 16.Komposisi Jawaban Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Patriarkhi ... 49

Tabel 17.Komposisi Jawaban Terhadap Pemahaman Arti Konsep Patriarkhi ... 50

Tabel 18.Komposisi Jawaban Terhadap Sumber Responden Mendengar Konsep Patriarkhi ... 51

Tabel 19.Komposisi Jawaban Terhadap Sosialisasi Mainan Pada Masa Kecil ... 52

Tabel 20.Komposisi Jawaban Terhadap Sifat Ramah, Lembut dan Melayani Pada Anak Perempuan ... 53

Tabel 21.Komposisi Jawaban Pengajaran Kuat, Berani dan Sifat Berkuasa Pada Anak Laki-laki ... 54

Tabel 22.Komposisi Jawaban Tentang Kesamaan Kesempatan Karir Yang Dimiliki ... 55

Tabel 23.Komposisi Jawaban Terhadap Laki-laki Sebagai Penguasa di Kehidupan Rumah Tangga ... 56

Tabel 24.Komposisi Jawaban Responden Terhadap Laki-laki Lebih Menguasai Dalam Kehidupan Sehari-hari ... 57

Tabel 25.Komposisi Jawaban Terhadap Peran dan Tanggung Jawab ... 58

Tabel 26.Komposisi Jawaban Terhadap Keberanian antara Anak Laki-laki dan Perempuan ... 59

Tabel 27.Komposisi Jawaban Terhadap Kecekatan Antara Laki-laki dan Perempuan ... 60

(11)

Dilakukan Anak Perempuan ... 62 Tabel 30.Komposisi Jawaban Terhadap Perempuan Hanya Bertempat di

Sektor Domestik ... 63 Tabel 31.Komposisi Jawaban Terhadap Tanggung Jawab Dalam

Keluarga ... 64 Tabel 32.Komposisi Jawaban Terhadap Peran dan Tanggung Jawab Laki-laki

Yang Lebih Besar Daripada Perempuan ... 65 Tabel 33.Komposisi Jawaban Terhadap Beban Ganda Terhadap Kaum

Ibu ... 66 Tabel 34.Komposisi Jawaban Terhadap Tanggapan Beban Ganda Terhadap Kaum

Ibu ... 67 Tabel 35.Komposisi Jawaban Terhadap Penghargaan Pada Orang Tua ... 68 Tabel 36.Komposisi Jawaban Terhadap Marginalisasi Pada TKW ... 69 Tabel 37.Komposisi Jawaban Terhadap Upah Yang Diterima Oleh

Tenaga Kerja ... 70 Tabel 38.Komposisi Jawaban Terhadap Siulan Sebagai Bentuk Pelecehan

Seksual ... 71 Tabel 39.Komposisi Jawaban Terhadap Laki-laki Menyentuh Bagian

Tubuh Sendiri ... 72 Tabel 40.Komposisi Jawaban Terhadap Pelecehan Yang Dilakukan

Oleh Perempuan ... 73 Tabel 41.Komposisi Jawaban Terhadap Informasi Tentang Inpres No. 9

Tahun 2000 ... 74 Tabel 42.Komposisi Jawaban Terhadap MENEG PP Memperjuangkan

(12)

ABSTRAK

Isue gender merupakan sebuah wacana dan pergerakan untuk mencapai kesetaraan peran, hak dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Isue gender diangkat dari adanya perlakuan diskriminatif yang terjadi dalam konstruksi sosial masyarakat, khususnya dalam masyarakat yang menganut sistem kekerabatan patrilineal. Pergerakan gender ini berputar disekitar permasalahan yang umum terjadi terhadap kaum perempuan, yaitu stereotyping, marginalisasi, subordinasi, beban ganda, dan kekerasan. Sebagai upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), isue yang lahir sekitar tahun 1950 – 1960 ini telah mendapatkan perhatian khusus dari PBB, dan di Indonesia, pergerakan ini telah mendapatkan sebuah tempat dalam konstitusi dengan adanya Inpres No. 9 Tahun 2000, oleh karena itu, yang menjadi perumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana pemahaman gender pelajar sekolah umum, dalam hal ini pada siswa-siswi SMA N 17 Medan.

Tujuan dari penelitian ini adalah, untuk mengetahui pengetahuan yang dimiliki oleh pelajar Sekolah Umum mengenai pemahaman gender, serta untuk mengungkapkan berbagai kondisi gender yang telah lama tersosialisasi begitu lama dalam sistem sosial masyarakat. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan deskriptif dengan metode survei. Lokasi penelitian bertempat di SMA N 17 Medan, dengan jumlah responden sebanyak 89 orang, dan responden merupakan siswa-siswi SMA N 17 yang aktif sekolah.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Perjuangan kesamaan hak, peran, dan kesempatan antara laki-laki dan

perempuan dimulai dengan timbulnya gerakan emansipasi di tahun 1950 dan

1960-an. Perjuangan kesamaan laki-laki dan perempuan diperkuat dengan deklarasi yang

dihasilkan dari konferensi PBB tahun 1975, memprioritaskan pembangunan bagi

kaum perempuan. Dari deklarasi tersebut mulai diperkenalkan tema Women In

Development (WID), yang bermaksud mengintegrasikan perempuan dalam

pembangunan. Sampai akhirnya sekitar tahun 1980-an, berbagai studi menunjukkan

bahwa kualitas kesetaraan lebih penting daripada sekedar kuantitas, maka tema WID

diubah menjadi Women and Development (WAD). Dan kemudian program WAD

diteruskan oleh Gender and Development (GAD) sebagai tindak lanjut dari

pembangunan dengan peran antara laki-laki perempuan dalam mendirikan

kesinambungan pembangunan.

Di Indonesia sendiri perjuangan persamaan gender ini telah dimulai oleh R. A

Kartini, yang menempatkan beliau menjadi salah satu pahlawan nasional wanita.

(14)

adanya ketidakadilan dan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia,

hal ini dapat terlihat dari gambaran kondisi perempuan di Indonesia.

Dalam beberapa aspek pembangunan, perempuan kurang dapat berperan aktif

yang disebabkan oleh kondisi dan posisi yang kurang menguntungkan dibanding

laki-laki. Seperti peluang dan kesempatan yang terbatas dalam mengakses dan mengontrol

sumber daya pembangunan, sistem upah yang merugikan, tingkat kesehatan dan

pendidikan yang rendah, sehingga manfaat pembangunan kurang diterima kaum

perempuan.

Berbagai upaya pembangunan nasional yang selama ini diarahkan untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik perempuan maupun laki-laki,

ternyata belum dapat memberikan manfaat yang setara bagi perempuan dan laki-laki,

bahkan belum cukup efektif memperkecil kesenjangan yang ada di antara laki-laki

dan perempuan. Upaya-upaya tersebut selalu dihalangi dengan adanya peran ganda,

subordinasi, marginalisasi, stereotyping, pelecehan, kekerasan, trafficking dimana

melibatkan perempuan sebagai korban.

Kesenjangan yang terdapat antara laki-laki dan perempuan bukan hanya

terdapat dalam kehidupan rumah tangga (pembedaan terhadap domestik dan publik)

akan tetapi isu-isu terhadap kesenjangan gender juga terdapat dalam bidang

pendidikan, kesehatan, politik dan hukum, ekonomi dan ketenagakerjaan, agama,

serta bidang informasi dan komunikasi.

Upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), di Indonesia

(15)

Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program

Pembangunan Nasional-PROPENAS 2000-2004, dan dipertegas dalam Instruksi

Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

Pembangunan nasional, sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan

kesetaraan gender.

Tuntutan atas kesamaan hak bagi setiap manusia didasarkan pada

prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Pasal 28 ayat (2) UUD RI 1945 telah menegaskan

bahwa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas

dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakukan yang

bersifat diskriminatif itu.” Sementara itu Pasal 3 UU No. 30 Tahun 1999 tentang

HAM telah menegaskan bahwa “…setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan

martabat yang sama dan sederajat….”

Kesetaraan dan keadilan gender tidak terlepas dari proses perjuangan hak-hak

azasi manusia (HAM) yang dideklarasikan PBB tahun 1948. Pelaksanaan HAM

memberikan aspirasi bagi kaum perempuan dalam mengatasi kepincangan dan

ketidakadilan perlakuan sebagai konstruksi sosial, yang menempatkan perempuan

dalam status di belakang laki-laki.

Dalam masyarakat Indonesia sendiri, gender masih diartikan sebagai

perbedaan jenis kelamin. Mayoritas masyarakat belum memahami bahwa gender

adalah suatu konstruksi budaya tentang peran fungsi dan tanggung jawab sosial antara

laki-laki dan perempuan. Kondisi demikian mengakibatkan kesenjangan peran sosial

(16)

stereotyping, terhadap salah satu gender semakin meningkat, ditambah lagi dengan

masyarakat adat Indonesia menganut paham patriarkhi.

Dalam bidang pendidikan, sekolah berfungsi untuk melakukan transfer nilai-

nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat, termakasud nilai dan

norma gender. Nilai-nilai dan norma-norma tersebut di transfer secara lugas maupun

tersembunyi, baik melalui teks-teks tertulis dalam buku pelajaran, maupun dalam

perlakuan-perlakuan yang mencerminkan nilai dan norma gender yang berlaku dalam

kebudayaan masyarakat.

Sosialisasi bias gender dalam dunia pendidikan telah lama dimulai tanpa

disadari oleh masyarakat sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari muatan teks bacaan

yang digunakan sewaktu SD, seperti kutipan berikut : “Ayah (laki-laki) bekerja di

kantor, sedangkan ibu (perempuan) bekerja di kebun” atau “Ayah membaca Koran

dan ibu memasak di dapur”.

Sosialisasi yang panjang tersebut mengakibatkan gender dianggap sebagai

ketentuan dari Tuhan, artinya gender telah menjadi bagian dari sistem nilai atau

ideologi dalam masyarakat. Sebagai sistem nilai, maka gender merasuk dan

berpengaruh pada sistem sosial dan kemudian berpengaruh pula pada benda atau

teknologi yang ada. Kerangka berpikir dalam pendekatan ide kognisi dalam

kebudayaan dicerminkan oleh pengertian tersebut, bahwa bangunan atas kebudayaan

(sistem nilai budaya atau ideologi) akan mempengaruhi bangunan tengah kebudayaan

(sistem sosial budaya) dan akhirnya sistem nilai dan sistem sosial budaya akan

(17)

Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, maka sistem nilai gender akan

berpengaruh pada sistem sosial di sekolah. Artinya perilaku yang tampak dalam

kehidupan sosial sekolah akan menampakkan bias gender. Interaksi guru,

guru-murid, murid-guru-murid, baik di kelas maupun di luar kelas tidak terlepas dari hal

tersebut. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran sendiri yang merupakan bagian

inti dari kehidupan sosial sekolah akan menampakkan bias gender.

Oleh karena itu kebijakan pemerintah tentang pengarustamaan gender telah

tertuang dalam Inpres Tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gender dan

Pembangunan Nasional. Berpedoman pada hal tersebut Departemen Pendidikan

Nasional merespon adanya program pengarustamaan gender di bidang pendidikan

dan secara terus menerus untuk mengupayakan terselenggaranya pembangunan di

bidang perspektif gender. Salah satu bentuk program pengerustamaan gender adalah

sosialisasi pengarustamaan gender dalam bidang pendidikan. Tanggapan sekolah

terhadap program pengarusutamaan gender ini salah satunya terlihat dengan

keterbukaan pihak sekolah untuk menerima pihak-pihak dari luar untuk mengadakan

kegiatan yang bersifat kewanitaan, seperti “Koteks goes to school” 1

Pada Tahun 2003 sendiri telah tersusun program pendidikan perspektif gender

sangat memperhatikan adanya perempuan dan laki-laki diberi peluang yang sama

dalam memperoleh pendidikan. Sasaran pendidikan adalah kaum perempuan untuk , yang

memberikan pemahaman mengenai problem kewanitaan secara biologis maupun

tentang kehidupan sosial perempuan.

1

(18)

mengejar ketertinggalan agar tidak terjadi kesenjangan antara laki-laki dan

perempuan2

1. Berpendidikan rendah .

Ketertinggalan perempuan disebabkan masih kentalnya pandangan akan lebih

pentingnya anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Anak laki-laki akan

menjadi kepala keluarga, anak laki-laki akan meniti karir yang dapat dibanggakan

dan dipamerkan serta merupakan tumpuan harapan untuk menghidupi keluarganya.

Penilaian tersebut menempatkan anak laki-laki dan perempuan seakan-akan memiliki

nilai yang berbeda. Semakin tinggi tingkat pendidikan anak laki-laki, semakin tinggi

pula nilai dan kedudukannya.

Beberapa isu yang selalu dihadapi oleh perempuan di Indonesia yang

diakibatkan dari sistem patriarkhi yang dianut oleh mayoritas masyarakat budaya di

Indonesia :

Anak perempuan jarang bersekolah tinggi misalnya melanjutkan sekolah di

SMP/SMU, apalagi ke Perguruan Tinggi. Mereka hanya tamat Sekolah Dasar,

setelah itu tinggal di rumah membantu orangtua membanting tulang mencari

nafkah dan biaya pendidikan untuk saudara laki-laki. Akibat dari pendidikan

yang rendah ini, perempuan semakin terpinggirkan dan tinggal dalam

kebodohan dengan dalih kodrat.

2

(19)

2. Kawin paksa

Ini juga sudah menjadi tradisi. Banyak alasan mengapa terjadi kawin paksa.

Umpamanya, orangtua perempuan memaksa anaknya untuk kawin supaya ia

mendapat penghormatan dari orang lain, segera mendapat cucu, merasa

berutang budi kepada pihak laki-laki, meringankan beban keluarga, calon

menantu kebetulan orang kaya sehingga derajatnya di tengah masyarakat akan

meningkat, dan masih banyak alasan lain.

3. Tidak berhak mengemukakan pendapat

Di kebanyakan budaya di Indonesia, perempuan tidak boleh angkat bicara,

sekalipun keputusan itu merugikan dirinya sendiri. Dalam hal suami-istri,

seandainya suami tidak ada di rumah sementara ada satu hal penting yang

harus diputuskan saat itu juga, maka istri tidak boleh mengambil keputusan

sendiri, melainkan harus menunggu suami pulang atau bila ada ayah

mertuanya, maka itulah yang bisa membantu memberi keputusan. Dalam

musyawarah adat, perempuan tidak dilibatkan. Mereka hanya menunggu apa

yang diputuskan oleh kaum lelaki.

4. Anak perempuan tidak membawa rejeki

Pada masyarakat Nias dan Cina, bila seorang ibu melahirkan anak pertama

perempuan, maka keluarga tersebut akan sangat kecewa, sebab yang paling

diharapkan lahir adalah anak laki-laki yang dianggap sebagai pembawa rejeki

dan generasi penerus. Perempuan dianggap kurang penting, inferior, dan tidak

(20)

5. Peminggiran terhadap Janda dan Perawan Tua.

Bagi perempuan yang sudah menyandang status janda dan perawan tua sudah

barang tentu mereka kurang diperhitungkan dan difungsikan dengan alasan

kurang mampu apalagi bila kondisi sosial ekonomi yang tidak memadai.

6. Pemuas kaum lelaki

Posisi perempuan ditempatkan sebagai pemuas kebutuhan biologis saja dan

melupakan kebutuhan sosial lainnya.

7. Mengalami kekerasan

Karena posisi perempuan cenderung lebih rendah di mayoritas budaya

patrilineal, cenderung terjadi kekerasan kepada perempuan. Kekerasan yang

terjadi bukan hanya terbentuk secara fisik melainkan juga secara non fisik.

Selain dari pada sistem patriarkhi yang dianut oleh mayoritas masyarakat

Indonesia, terdapat isu-isu lainnya yang mencerminkan keadaan bias gender, dengan

banyaknya akses yang lebih didominasi oleh laki-laki seperti, pemilihan Ketua Kelas,

Ketua OSIS, Informal Leader, Pemimpin Upacara, yang lebih cenderung dikandidati

oleh siswa laki-laki, juga pembedaan perlakuan guru terhadap siswa perempuan dan

laki-laki, perwakilan sekolah, pemisahan blok denah tempat duduk antara perempuan

dan laki-laki sampai dengan penggunaan seragam, dimana hal-hal demikian

sepertinya menjadi hal yang biasa bagi masyarakat dan mungkin tidak menyadari

bahwa telah terjadi bias gender disekeliling mereka.

Pengetahuan dan pemahaman manusia dimulai dengan adanya sosialisasi

(21)

masyarakat, termakasud juga Sekolah sebagai unit institusi pendidikan. Pada SMA N

17 sendiri, terletak di lingkungan masyarakat yang mayoritas berasal dari suku Batak

Karo dan Batak Toba yang dikenal memiliki sistem patriarkhi yang sangat melekat

dalam kehidupan berbudayanya, serta lokasi Sekolah berada di sekitar pinggiran kota

Medan, yang sering diasumsikan oleh masyarakat bahwa daerah pinggiran kota akan

mengalami dampak yang lebih kecil terhadap penyebaran informasi daripada

kawasan pusat kota.

Ketertarikan untuk melakukan penelitian tentang pemahaman gender ini

dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan gender yang tidak disadari oleh siswa-siswi

yang duduk di bangku sekolah.

1.2 Perumusan Masalah

Dari yang telah diuraikan di latar belakang, adapun perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah : “Bagaimanakah pemahaman gender pelajar sekolah umum,

dalam hal ini pada siswa-siswi SMA N 17 Medan?”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui bagaimanakah pengetahuan pelajar SMA khususnya pada

siswa-siswi SMA N 17 Medan mengenai konsep gender dan perbedaannya

(22)

2. Untuk mengungkapkan berbagai kondisi gender yang terdapat dalam sistem

sosial yang telah tersosialisasikan dalam waktu yang lama (membudaya).

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi Manfaat dari Penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

tentang konsep Gender dan konstruksi sosial yang tersusun di dalam

masyarakat,

2. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) untuk

menambah dan memperkaya bahan referensi dan bahan penelitian serta

sumber bacaan,

3. Secara kritis, hasil dari penulisan penelitian ini diharapkan mampu

memberikan sumbangan pikiran dan kontribusi motivasi kepada mahasiswa

untuk meningkatkan kualitas pengetahuan khususnya dalam ilmu teknologi

(23)

1.5 Kerangka Teori

1.5.1 Konseptualisasi Gender: Pendekatan Konstruksi Sosial

Gender diartikan sebagai konstruksi sosiokultural yang membedakan

karakteristik maskulin dan feminin. Gender berbeda dengan seks atau jenis kelamin

laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis. Pemahaman mengenai jenis kelamin

laki laki sering berkaitan erat dengan gender maskulin dan jenis kelamin perempuan

berhubungan dengan gender feminin, kaitan antara jenis kelamin dengan gender

bukanlah merupakan korelasi absolut3

Menurut Chafetz (1991), ketidakseimbangan berdasarkan gender (gender

inequality) mengacu pada ketidakseimbangan akses ke sumber-sumber yang langka

. Hal ini disebabkan yang dianggap maskulin

dalam suatu kebudayaan dapat dianggap feminin dalam budaya lain. Dengan kata lain,

kategori maskulin atau feminin itu bergantung pada konteks sosial budaya setempat.

Gender membagi atribut dan pekerjaan menjadi maskulin dan feminin.

Realitas sosial menunjukkan bahwa pembagian peran berdasarkan gender melahirkan

suatu keadaan yang tidak seimbang saat perempuan menjadi tersubordinasi oleh laki

laki. Hal ini yang disebut dengan ketimpangan gender. Analisis tentang gender dalam

kegiatan ekonomi, misalnya, tidak dapat dipisahkan dari analisis tentang keluarga.

Keluarga dan ekonomi merupakan dua lembaga yang saling berhubungan sekalipun

tampaknya keduanya terpisah satu sama lain.

3

(24)

dalam masyarakat4

Sebagai konstruksi sosial budaya, gender terbentuk dari sejarah pengalaman

manusia yang diinterpretasikan dan dimaknai berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.

Pembagian kerja secara seksual bersumber dari pengalaman awal manusia. Pada awal

kehidupan manusia, berburu merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan

hidup dan berburu hampir selalu dilakukan oleh laki-laki. Perempuan dan anak-anak

bergantung pada laki-laki untuk memperoleh daging. Pengalaman awal laki-laki yang

berbeda dengan perempuan kemudian melahirkan anggapan yang berbeda terhadap . Ketidakseimbangan ini didasarkan pada keanggotaan kategori

gender. Sumber-sumber yang penting itu meliputi kekuasaan barang-barang material,

jasa yang diberikan orang lain, prestise, peranan yang menentukan, waktu yang

leluasa, maknan dan perawatan medis, otonomi pribadi, kesempatan memperoleh

pendidikan dan pelatihan, serta kebebasan dari paksaan atau siksaan fisik.

Ketimpangan gender di dalam keluarga serta rendahnya otoritas perempuan

dilihat pada sumber-sumber yang dianggap langka dan tidak memperhatikan,

misalnya, mengapa ketimpangan semacam ini terjadi dan membentuk suatu realitas

sosial serta mengapa ketimpangan tersebut dilestarikan oleh berbagai pihak.

Konstruksi sosial telah hadir untuk menjelaskan kecenderungan tersebut

dengan cara melihat realitas sebagai sesuatu yang dibentuk secara sosial. Dalam hal

ini, konstruksionisme sosial menekankan tentang bagaimana realitas keadaan dan

pengalaman mengenai sesuatu diketahui dan diinterpretasikan melalui aktivitas sosial.

4

(25)

dua jenis kelamin ini. Subordinasi perempuan itu tidak hanya bersifat kultural, tetapi

juga berakar pada pembagian kerja berdasarkan gender.

Pembagian kerja ini bersumber pada asosiasi simbolis antara perempuan

dengan alam (nature) dan laki laki dengan budaya (culture). Perempuan dengan

fungsi reproduksinya diasosiasikan dengan domestik dan laki laki di lingkungan

publik akhirnya melahirkan hubungan hubungan hierarkis, yakni laki-laki dianggap

superior dan perempuan inferior.

Nilai-nilai budaya yang membedakan peran laki-laki dan perempuan dalam

realitas sosial dapat ditemukan dalam berbagai basis kebudayaan, seperti dalam

lembaga-lembaga sosial, ajaran-ajaran agama, mitos mitos, simbol, serta

praktik-praktik sosial lainnya. Nilai-nilai budaya ini bersifat objektif karena kebudayaan

adalah milik publik.

Kajian Gender dan Relasi

Istilah Gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan

mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan

dan mana yang merupakan bentukan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan

disosialisasikan. Pembedaan tersebut sangat dibutuhkan karena selama ini kita

seringkali mencampuradukkan ciri manusia yang bersifat kodrati dan tidak berubah,

dengan ciri manusia yang bersifat nonkodrati yang sebenarnya dapat berubah atau

diubah. Dengan kata lain masyarakat tidak membedakan yang mana sebetulnya jenis

(26)

Penanaman konsep gender dilakukan sebagai pengetahuan juga berupa

penanaman sikap. Sehingga gendering merupakan konstruksi sosial-psikologis berarti

secara historis dan budaya. Penanaman pengetahuan yang baru dan pembentukan

sikap gender memerlukan langkah-langkah yang berbeda dengan pengetahuan

lainnya mengingat gender merupakan suatu pemaknaan budaya yang telah melekat di

masyarakat.

Dalam perkembangannya, sistem sosial, membentuk status, peran dan

tanggung jawab sosial yang diberikan kepada setiap unit sosial yang berada di

dalamnya. Status dan peran tersebut memberikan atribut secara tidak langsung kepada

individu terhadap cara mereka berinteraksi di kelompok. Atribut tersebut memberikan

memberikan tanggung jawab kepada individu akan berjalannya keharmonisan dalam

kelompok dengan menciptakan aturan dan norma yang berfungsi sebagai pembatas

atas perilaku individu agar sesuai dengan perilaku kelompok. Atribut yang terbentuk

tersebut merupakan sebuah proses organis yang dibutuhkan untuk mendapatkan

keteraturan dalam berinteraksi dalam sistem sosial.

Terjadi kontradiksi yang bias apabila atribut tersebut kemudian berbenturan

dengan masyarakat yang memiliki sistem patriarkhi dalam tatanan budaya mereka.

Sistem tersebut memberikan arti yang bias terhadap relasi antara laki-laki dan

perempuan. Patriarkhi sendiri mnitikberatkan bahwa laki-laki memiliki nilai yang

lebih daripada perempuan, sehingga seolah-olah terjadi perbedaan status dan peran

antara laki-laki dan perempuan itu sendiri. Pembedaan tersebut menghasilkan

(27)

Fenomena adanya bias gender dapat tampil dalam bentuk ketidakadilan akibat

diskriminasi gender, seperti :

a. Marjinalisasi (pemiskinan),

Perempuan cenderung dimarginalkan, yaitu diposisikan dipinggir. Dalam

rumah tangga, perempuan adalah konco wingking di dapur.

b. Subordinasi (penomorduaan),

Kaum perempuan harus tunduk kepada kaum laki-laki. Pemimpin

(superordinat) hanya pantas dipegang oleh laki-laki, sedangkan perempuan

hanya boleh menjadi yang dipimpin (subordinat).

c. Kekerasaan,

Kaum perempuan berada dalam posisi yang lemah, karenanya kaum

perempuan sering menjadi sasaran tindak kekerasan (violence) oleh kaum

laki-laki. Dalam masyarakat, bentuk kekerasan itu mulai dari digoda,

dilecehkan, dipukul, dicerai sampai diperkosa.

d. Beban ganda

Akibat ketidakadilan gender itu, kaum perempuan harus menerima beban

pekerjaan yang lebih berat dan lebih lama daripada yang dipikul kaum

laki-laki. Dalam bekerja, laki-laki paling aktif makasimal bekerja rata-rata 10

jam/hari, sedangkan perempuan bekerja 18 jam/hari. Pada umumnya beban ini

dianggap remeh oleh kaum laki-laki, karena secara ekonomi dinilai kurang

(28)

1.6 Defenisi Konsep

Pemahaman Gender

Kemampuan individu yang berkaitan dengan pengetahuan terhadap

penanaman peran, status, dan tanggung jawab sosial dalam hubungan antara

laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial.

Gender

Perbedaan tingkah laku antar jenis kelamin yang merupakan hasil bentukan

masyarakat. Gender tidak bersifat biologis melainkan sebuah bentukan

masyarakat melalui proses sosial-budaya yang panjang. Gender diartikan

sebagai konstruksi sosiokultural yang membedakan karakteristik maskulin dan

feminin. Gender berbeda dengan seks atau jenis kelamin laki-laki dan

perempuan yang bersifat biologis (Moore, 1988, 1994:10)5

Pembedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan keadaan biologis

(jasmani)

Suatu proses pembangunan nilai, norma secara sosial yang dibangun

berdasarkan hasil pikiran masyarakat. Konstruksi sosial cenderung menjadi

kebiasaan dalam masyarakat dalam menilai suatu fenomena sosial.

5

Moore, hal. 10. Moore, Hendrietta. L. Feminism and Anthropology. Cambridge : Polity Press. 1998.

6Kamus Besar Bahasa Indonesia

(29)

Ketidakadilan Gender

Secara konseptual ketidakadilan yang berbasis gender sebagai sebuah bentuk

refleksif pendefinisian dan pembakuan atas peran-peran yang berbeda (yang

seringkali diskriminatif) pada laki-laki dan perempuan terhadap sesuatu yang

didasarkan atas pembagian kerja menurut kategori jenis kelamin dan asumsi

ideologi patriarkhi. Akibat kuatnya ideologi gender yang patriarkhis yang

berkembang di masyarakat ini, maka laki-laki dan perempuan tidak

mempunyai kebebasan untuk menentukan pilihan peran-peran sosial dan

kultural karena secara faktual ketidakadikan gender telah termanifestasikan

dalam pelbagai bentuk keyataan sosial, budaya, ekonomi, politik dan agama7

Bangunan atau lembaga yang dijadikan sebagai tempat untuk transfer ilmu

pengetahuan, nilai dan norma yang terdapat di dalam kehidupan masyarakat .

Sekolah Umum

8

7

Faqih, Mansour. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997

8Kamus Besar Bahasa Indonesia

, Edisi Ketiga. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka, Jakarta.2002

.

Pengajaran Sekolah umum berorientasi kepada pengajaran ilmu-ilmu

(30)

BAB II

Kajian Pustaka

Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan9

Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat

penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia

sehingga seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut.

Disamping itu pengarusutamaan gender juga merupakan salah satu dari empat

key cross cutting issues dalam Propenas. Pelaksanaan PUG diisntruksikan kepada

seluruh departemen maupun lembaga pemerintah dan non departemen di pemerintah

nasional, propinsi maupun di kabupaten/kota, untuk melakukan penyusunan program

dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dengan

mempertimbangkan permasalahan kebutuhan, aspirasi perempuan pada pembangunan

dalam kebijakan, program/proyek dan kegiatan.

Disadari bahwa keberhasilan pembangunan nasional di Indonesia baik yang

dilaksanakan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat sangat tergantung dari

peran serta laki-laki dan perempuan sebagai pelaku dan pemanfaat hasil

pembangunan. Pada pelaksanaannya sampai saat ini peran serta kaum perempuan

belum dioptimalkan. Oleh karena itu program pemberdayaan perempuan telah

menjadi agenda bangsa dan memerlukan dukungan semua pihak.

9

Kesetaraan dan Keadilan Gender. Rabu, 26 Desember 2006.

(31)

Penduduk wanita yang jumlahnya 49.9% (102.847.415) dari total

(206.264.595) penduduk Indonesia merupakan sumber daya pembangunan yang

cukup besar. Partisipasi aktif wanita dalam setiap proses pembangunan akan

mempercepat tercapainya tujuan pembangunan. Kurang berperannya kaum

perempuan, akan memperlambat proses pembangunan atau bahkan perempuan dapat

menjadi beban pembangunan itu sendiri.

Kenyataannya dalam beberapa aspek pembangunan, perempuan kurang dapat

berperan aktif. Hal ini disebabkan karena kondisi dan posisi yang kurang

menguntungkan dibanding laki-laki. Seperti peluang dan kesempatan yang terbatas

dalam mengakses dan mengontrol sumber daya pembangunan, sistem upah yang

merugikan, tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah, sehingga manfaat

pembangunan kurang diterima kaum perempuan.

Berbagai upaya pembangunan nasional yang selama ini diarahkan untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik perempuan maupun laki-laki,

ternyata belum dapat memberikan manfaat yang setara bagi perempuan dan laki-laki.

Bahkan belum cukup efektif memperkecil kesenjangan yang ada. Hal ini

menunjukkan bahwa hak-hak perempuan memperoleh manfaat secara optimal belum

terpenuhi sehingga pembangunan nasional belum mencapai hasil yang optimal,

(32)

Faktor penyebab kesenjangan gender yaitu :

1. Tata nilai sosial budaya masyarakat, umumnya lebih mengutamakna laki-laki

daripada perempuan (ideologi patriarkhi);

2. Peraturan perundang-undangan masih berpihak pada salah satu jenis kelamin

dengan kata lain belum mencerminkan kesetaraan gender; penafsiran ajaran

agama yang kurang komprehensif atau cenderung tekstual kurang kontekstual,

cenderung dipahami parsial kurang kholistik; kemampuan, kemauan dan kesiapan

perempuan sendiri untuk merubah keadaan secara konsisten dan konsekwen.

Adanya kesenjangan pada kondisi dan posisi laki-laki dan perempuan

menyebabkan perempuan belum dapat menjadi mitra kerja aktif laki-laki dalam

mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik yang diarahkan pada

pemerataan pembangunan.

Selain itu rendahnya kualitas perempuan turut mempengaruhi kualitas

generasi penerusnya, mengingat mereka mempunyai peran reproduksi yang sangat

berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia masa depan.

1. Kondisi perempuan Indonesia

Secara keseluruhan indeks kualitas hidup manusia digambarkan melalui

Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Index (HDI) yang berada pada

peringkat ke-96 pada tahun 1995 yang kemudian menurun ke peringkat 109 pada

tahun 1998 dari 174 negara. Tahun 1999 berada pada peringkat 102 dari 162 negara

(33)

HDI Indonesia menempati urutan ke-112 dari 175 negara, dibandingkan

Negara-negara ASEAN lainnya seperti HDI Malaysia, Thailand, Philippina yang menempati

urutan 59, 70 dan 77.

Sedangkan Gender related Development Index (GDI) berada pada peringkat

ke-88 pada tahun 1995, kemudian menurun ke peringkat 90 (1998) dan peringkat 92

(1999 dari 146 negara). Kemudian pada tahun 2002 pada peringkat 91 dari 144

negara GDI inipun masih tertinggal dibandingkan dengan-negara di ASEAN seperti

Malaysia, Thailand, Philippina yang masing-masing berada pada peringkat 54, 60, 63.

Berdasarkan hasil Survey Penduduk 2000 diketahui jumlah penduduk

Indonesia sebesar 206.264.595 orang. Jumlah laki-laki sedikit lebih banyak

dibandingkan perempuan, (50,1% di antaranya laki-laki dan 49,9% perempuan).

Indeks pembangunan manusia skala internasional dan nasional dilihat dri tiga

aspek yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Kondisi dan posisi perempuan

meliputi 3 (tiga) aspek tersebut di atas sebagai berikut:

1) Pendidikan

Ketertinggalan perempuan dalam bidang pendidikan tercermin dari

presentase perempuan buta huruf (14,54% tahun 2001) lebih besar

dibandingkan laki-laki (6,87%), dengan kecenderungan meningkat selama

tahun 1999-2000. Tetapi pada tahun 2002 terjadi penurunan angka buta

huruf yang cukup signifikan. Namun angka buta huruf perempuan tetap

(34)

Menurut Satatistik Kesejahteraan Rakyat 2003, Angka buta huruf

perempuan 12,28% sedangkan laki-laki 5,84%.

2) Kesehatan

Dibidang kesehatan dan status gizi perempuan masih merupakan masalah

utama, yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian ibu

(AKI) 390/100.000 (SDKI 1994), 337/100.000 (SDKI 1997), dan

menurun 307/100.000 (SDKI 2002).

3) Ekonomi

Di bidang ekonomi, secara umum partisipasi perempuan masih rendah,

kemampuan perempuan memperoleh peluang kerja dan berusaha masih

rendah, demikian juga dengan akses terhadap sumber daya ekonomi. Hal

ini ditunjukkan dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang

masih jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu 45% (2002)

sedangkan laki-laki 75,34%. Sedangkan ditahun 2003 TPAK laki-laki

lebih besar dibanding TPAK perempuan yakni 76,12% berbanding

44,81%. (BPS, Statistik Kesejahteraan Rakya, 2003).

2. Pengertian Kesetaraan dan Keadilan gender

Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan

untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu

berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,

(35)

dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi

penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki

maupun perempuan.

Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan

dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban

ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun

laki-laki.

Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya

diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki

akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh

manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.

Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan

untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil

keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki

kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas

penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari

pembangunan.

3. Pengertian gender dan seks

Gender adalah perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh

masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan Sehingga gender belum

(36)

Seks/kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah

ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini

berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya.

Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender

berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan

berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan

budaya ditempat mereka berada. Dengan demikian gender dapat dikatakan

pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang

dibentuk/dikonstruksi oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan

zaman.

Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah Gender:

dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat, bukan

merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia.

Lain halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan,

berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan

merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan.

4. Permasalahan Ketidakadilan Gender

Sesungguhnya perbedaan gender dengan pemilahan sifat, peran, dan posisi

tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan. Namun pada

kenyataannya perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bukan saja

(37)

Berbagai pembedaan peran, fungsi, tugas dan tanggung jawab serta

kedudukan antara laki-laki dan perempuan baik secara langsung maupun tidak

langsung, dan dampak suatu peraturan perundang-undangan maupun kebijakan telah

menimbulkan berbagai ketidakadilan karena telah berakar dalam adat, norma ataupun

struktur masyarakat.

Gender masih diartikan oleh masyarakat sebagai perbedaan jenis kelamin.

Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu konstruksi budaya tentang

peran fungsi dan tanggung jawab sosial antara laki-laki dan perempuan. Kondisi

demikian mengakibatkan kesenjangan peran sosial dan tanggung jawab sehingga

terjadi diskriminasi, terhadap laki-laki dan perempuan. Hanya saja bila dibandingkan,

diskriminasi terhadap perempuan kurang menguntungkan dibandingkan laki-laki.

Ketidakadilan gender merupakan suatu sistem dan struktur yang

menempatkan laki-laki maupun perempuan sebagai korban dari sistem. Ketidakadilan

gender tersebut termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, terutama

pada perempuan; misalnya marginalisasi, subordinasi, stereotype/pelabelan negatif

sekaligus perlakuan diskriminatif, kekerasan terhadap perempuan, beban kerja lebih

banyak dan panjang. Manisfestasi ketidakadilan gender tersebut masing-masing tidak

(38)

5. Bentuk-bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender

a. Marginalisasi

Proses marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) yang mengakibatkan kemiskinan.

Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang

lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki.

Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan

secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang ummunya dikerjakan

oleh tenaga laki-laki. Beberapa studi dilakukan untuk membahas bagaimana

program pembangunan telah meminggirkan sekaligus memiskinkan perempuan.

Seperti Program revolusi hijau yang memiskinkan perempuan dari pekerjaan di

sawah yang menggunakan ani-ani.

b. Subordinasi

Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin

dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya.

Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang

membatasi ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh

apabila seorang istri yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian

ke luar negeri harus mendapat izin suami, tatapi kalau suami yang akan pergi tidak

(39)

c. Pandangan stereotype

Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu

stereotype yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap

salah satu jenis kelamin, (perempuan). Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup

rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat

pemerintah dan negara. Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi

bila perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat

menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda,

namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label

kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam

“kegiatan laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label

laki-laki sebagai pencari nakah utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang

dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan

cenderung tidak diperhitungkan.

d. Kekerasan

Berbagai bentuk tidak kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan,

muncul dalam bebagai bentuk. Kekerasan yang terjadi bukan hanya serangan fisik

saja seperti perkosaan, pemukulan dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non

fisik, seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik. Pelaku

kekerasan bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah

(40)

Pelaku bisa saja suami/ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki,

tetangga, majikan.

e. Beban Ganda

Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang

harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Berbagai

observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan

dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat

kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

dengan menggunakan pendekatan survei. Penelitian deskriptif bertujuan untuk

menggambarkan, serta mengklarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan

sosial, dengan jalan mendeskriptifkan sejumlah variabel yang berkenaan dengan

masalah dan unit yang akan diteliti. Penelitian deskriptif tidak melakukan pengujian

hipotesis dan tidak mempersoalkan jalinan antar variabel yang ada.

Penggunaan pendekatan kuantitatif digunakan untuk penentuan responden dan

peroleh data dengan menggunakan media survei, sedangkan pendekatan kualitatif

digunakan pada analisa data untuk memberikan penjelasan terhadap item-item yang

dibahas secara ilmiah.

Pendekatan survei digunakan untuk mempermudah pencarian data tepat

dipakai jika ingin meneliti kelakuan yang tidak dapat diamati. Dalam hal ini termasuk

sesuatu pemahaman yang sangat pribadi, misalnya, mengenai pemahaman konsep

(42)

3.2 Lokasi Penelitian

Yang menjadi lokasi penelitian adalah SMAN 17 Jln. Jamin Ginting Km. 13

Medan. Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini adalah :

a. SMA N 17 merupakan Sekolah Menengah Atas yang berbasis pada

penekanan pengetahuan umum, selain juga memiliki pelajaran Agama.

Pengetahuan umum yang diterima para peserta didik juga diterima

pelajar lainnya secara nasional.

b. Para anak didik yang berada di naungan SMA N 17 merupakan

multikultural, yaitu berasal dari suku, agama dan etnis yang berbeda.

Multikultural ini mengakibatkan keberanekaragaman pemahaman antar

kultur. Dalam hal ini adalah pemahaman gender.

c. Lokasi dari SMA N 17, berada di wilayah penduduk yang mayoritas

berasal dari suku Batak Karo dimana diketahui bahwa kedua suku

tersebut memiliki keterlekatan terhadap sistem patriarkhi yang sangat

kuat, dan berada di pinggir tata kota Medan yang diasumsikan lebih

lambannya menerima informasi yang diterima daripada yang diterima

oleh pusat kota.

3.3 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel

a. Populasi

Dalam metode penelitian kata populasi digunakan untuk menyebutkan

(43)

karenanya, populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek penelitian.

Populasi dalam penelitian ini ialah semua siswa/i yang ada di SMA N 17 dan

MAN 1 Medan.

Tabel 1. Distribusi Siswi SMA Negeri 17 Medan Berdasarkan Kelas

KELAS KOMPOSISI

POPULASI

I 297

II 264

III 269

Jumlah 830

Sumber : Tata Usaha SMA N 17 Medan

b. Sampel

Dengan populasi yang berstrata atau terbagi dalam tingkatan-tingkatan kelas,

maka pengambilan sampel dilakukan dengan menetapkan jumlah sampel yang

akan mewakili setiap tingkatan kelas untuk sebagai sampel penelitian.

Dalam penentuan jumlah sampel, maka penulis memutuskan untuk

menggunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan tingkat

kepercayaan 90%.

Sehingga dengan demikian, jumlah sampel yang diambil adalah sebagai

(44)

Jumlah sampel yang diambil dari SMAN 17 Medan, adalah :

Maka untuk menentukan siswa-siswi yang berhak untuk dijadikan responden

dari setiap tingkatan kelas, digunakan proporsional random sampling, dengan rumus :

(45)

297 x 89

= = 31,846 = 32 siswa 830

Kelas II : n1 x n

n = N

264 x 89

= = 28,308 = 28 siswa 830

Kelas III : n1 x n

n = N

269 x 89

= = 28,845 = 29 siswa 830

3.4Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Penelitian Lapangan (Field Research) dilakukan dengan mengumpulkan data dari

responden secara langsung yang berkaitan dengan masalah Perbandingan

Pemahaman Gender Antara Siswa/i Sekolah Umum dengan Sekolah Berbasis

Agama. Alat pengumpulan data berupa lembaran pertanyaan (kuesioner) yang

terkait dengan permasalahan penelitian yang dibagikan kepada responden yang

(46)

b. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu mengadakan penelitian dengan

jalan mengumpulkan data melalui studi kepustakaan, dan mempelajari buku-buku

yang berhubungan dengan objek yang diteliti.

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan menggunakan

kuesioner. Dalam kuesioner tersebut nantinya akan dibagi dalam tiga tipe, yaitu 10 1. Pertanyaan Latar (background question/classifier)

:

Digunakan untuk memperoleh karakteristik demografik dari kelompok yang

sedang dikaji, seperti : usia, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Pertanyaan Closed-End atau Multiple Choice

Tipe ini digunakan untuk menentukan perasaan atau opini tentang isu

tertentu dengan cara membolehkan responden memilih jawaban dari daftar

yang sudah disediakan.

3. Pertanyaan Free-Response atau Open-End

Mempersyaratkan responden menjawab pertanyaan dengan kata-kata mereka

sendiri.

10

Suhardono, Edy. Refleksi Metodologi Riset : PANORAMA SURVEY. PT. Gramedia Pustaka

(47)

3.5Teknik Analisis Data

Dalam penganalisaan data dilakukan dalam 2 tahapan, yaitu :

1. Persiapan.

Dalam tahapan ini dilakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan identitas

responden, dan mengecek kelengkapan data seperti kekurangan lembaran

instrumen.

2. Tabulasi.

Dalam tahapan ini termakasud didalamnya peng-coding-an sebagai usaha untuk

menyederhanakan data dengan memberikan code atau skor pada item-item yang

terdapat dalam instrumen penelitian. Setelah itu memasukkan data-data yang

diperoleh pada tabel-tabel tertentu kemudian menghitungnya.

3. Tabel Tunggal

Data yang telah diperoleh dari tabulasi kemudian dianalisa secara deskriptif

(48)

3.6 Jadwal Penelitian

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Kegiatan

Bulan Ke -

1 2 3 4 5 6

1 Pengurusan Ijin Penelitian

2 Persiapan Instrumen Penelitian

3 Pengumpulan Data

4 Pengorganisasian Data

5 Interpretasi Data

6 Pengetikan

7 Penyuntingan

(49)

BAB IV

PENYAJIAN dan ANALISA DATA

4.1 Profil Sampel

Responden merupakan siswa-siswi SMA N 17 Medan yang duduk di kelas IX

(9) – XII (12) dan masih aktif dalam kegiatan belajar di sekolah. Banyaknya sampel

yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 89 siswa-siswi SMA N

17 Medan.

4.1.1 Jenis Kelamin Responden

Jenis kelamin responden yang diperoleh dari data di lapangan adalah sebagai

berikut :

Tabel 3

Jenis Kelamin Sampel

Jenis Kelamin F %

Laki-laki 44 49,44%

Perempuan 45 50,56%

Jumlah 89 100,00%

Sumber : Kuesioner Penelitian 2008

4.1.2 Identitas Suku

Dari keseluruhan responden yang telah diteliti, diperoleh data identitas

(50)

Tabel 4

Identitas Suku Sampel

Identitas Suku F %

Karo 39 43,82%

Toba 16 17,98%

Jawa 28 31,46%

Mandailing 2 2,25%

Lainnya 4 4,49%

Jumlah 89 100,00%

Sumber : Kuesioner Penelitian 2008

4.1.3 Agama

Dari keseluruhan sampel yang telah mengisi kuesioner, maka diperolehlah

data mengenai identitas keagamaan sampel, dimana hanya ada 3 agama yang menjadi

agama mutlak yang dimiliki oleh keseluruhan sampel, yaitu :

Tabel 5

Agama Sampel

Agama F %

Islam 22 24,72%

Protestan 35 39,33%

Katolik 32 35,95%

Hindu 0 0,00%

Budha 0 0,00%

Jumlah 89 100,00%

(51)

4.1.4 Strata Kelas

Berikut adalah tingkatan kelas yang dimiliki oleh keseluruhan sampel

penelitian.

Tabel 6

Strata Kelas Sampel

Strata Kelas F %

Kelas X 32 35,96%

Kelas XI 28 31,46%

Kelas XII 29 32,58%

Jumlah 89 100,00%

Sumber : Kuesioner Penelitian 2008

4.2 Penyajian Data

Data yang telah terkumpul dari lapangan penelitian disajikan dalam bentuk

tabel sebagai bahan dasar analisis penelitian. Penyajian data dalam bentuk tabel

adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai proporsi kategori pertanyaan yang

diberikan dalam kuesioner.

4.2.1 Data Sistem Patriarkhi dan Isu Gender

Ada 19 pertanyaan yang diberikan pada sub bagian Sistem Patriarkhi dan Isu

(52)

4.2.1.1 Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Jenis Kelamin

Dari pertanyaan “Apakah anda mengetahui arti dari jenis kelamin”, dari

responden, diperoleh hasil demikian :

Tabel 7

Komposisi Jawaban Terhadap Pemahaman Jenis Kelamin

No. Jawaban

Responden

Kelas I Kelas II Kelas III

F % F % F %

1 Ya 30 93,75 27 93,43 28 96,55

2 Ragu-ragu 2 6,25 1 3,57 1 3,45

3 Tidak 0 0,00 0 0,00 0 0,00

4 Lainnya 0 0,00 0 0,00 0 0,00

Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,00

Sumber : Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 85 responden menyatakan bahwa

mereka mengetahui arti dari jenis kelamin, sementara itu juga masih terdapat 4

responden yang menyatakan mereka ragu apakah mereka mengetahui tentang arti

jenis kelamin.

4.2.1.2 Pengetahuan Responden Terhadap Arti Konsep Jenis Kelamin

Menurut responden, dengan pertanyaan “Jika ya, Apakah jenis kelamin itu?”,

(53)

Tabel 8

Komposisi Jawaban Tentang Pemahaman Terhadap Arti Jenis Kelamin

No. Jawaban Responden Kelas I Kelas II Kelas III

F % F % F %

1 Laki-laki memiliki penis dan

perempuan memiliki vagina 25 78,125 22 78,57 24 82,76

2 Laki-laki maskulin dan

perempuan feminim 1 3,125 0 0,00 2 6,9

3 Laki-laki kuat dan perempuan

lemah 4 12,5 5 17,86 3 10,34

4 Lainnya 2 6,25 1 3,57 0 0,00

Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,00

Sumber : Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 71 responden menjawab bahwa

mereka menyadari dengan benar jenis kelamin merupakan perbedaan secara biologis,

yaitu ditandai dengan laki-laki memiliki penis dan perempuan memiliki vagina. 3

responden menjawab perbedaan secara sifat yang dimiliki oleh perempuan, 12

responden menjawab laki-laki dan perempuan berbeda secara kekuatan yang dimiliki.

4.2.1.3 Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Gender

Pernah tidaknya responden mendengar istilah Gender, dapat dilihat dari tabel

(54)

Tabel 9

Komposisi Jawaban Tentang Pengalaman Mendengar Istilah Gender

No. Jawaban

Responden

Kelas I Kelas II Kelas III

F % F % F %

1 Ya 28 87,5 19 67,86 22 75,86

2 Ragu-ragu 0 0,00 2 7,14 0 0,00

3 Tidak 3 9,375 6 21,43 7 24,14

4 Lainnya 1 3,125 1 3,57 0 0,00

Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,00

Sumber : Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 69 siswa mengakui bahwa mereka

pernah mendengar istilah gender sebelumnya, 2 orang menjawab “ragu-ragu” kalau

mereka pernah mendengar istilah tersebut, dan 16 orang merasa bahwa mereka tidak

pernah mendengar istilah gender sebelumnya.

4.2.1.4 Pengetahuan Terhadap Arti dari Konsep Gender

Pengalaman responden mendengar istilah Gender tersebut tercermin dari

(55)

Tabel 10

Komposisi Jawaban Terhadap Pengertian Gender

No. Jawaban Responden Kelas I Kelas II Kelas III

Sumber : Kuesioner Penelitian 2008

Menurut responden, dari tabel di atas terlihat bahwa gender merupakan

perbedaan berdasarkan jenis kelamin dengan ditandai sebanyak 63 responden,

berdasarkan peran sehari-hari sebanyak 6 responden, dan berdasarkan sifat (maskulin

– feminis) sebanyak 14 responden.

4.2.1.5 Pendapat Responden Terhadap Kesamaan Arti dari Konsep Jenis

Kelamin dan Gender

Apakah jenis kelamin sama dengan Gender memiliki pengertian yang sama

(56)

Tabel 11

Komposisi Jawaban Terhadap Arti Yang Sama Antara Jenis Kelamin dan Gender

No. Jawaban

Responden

Kelas I Kelas II Kelas III

F % F % F %

1 Ya 18 56,25 16 57,14 13 44,83

2 Ragu-ragu 2 6,25 5 17,86 9 31,03

3 Tidak 11 18,75 6 21,43 6 20,69

4 Lainnya 1 3,125 1 3,57 1 3,45

Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,000

Sumber : Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 47 responden menganggap bahwa

jenis kelamin dan gender memiliki arti yang sama, responden yang ragu terhadap

kesamaan arti kedua konsep tersebut sebanyak 16 responden, 23 responden

mengatakan bahwa jenis kelamin dan gender merupakan 2 konsep yang berbeda

pengertiannya, dan 3 responden lainnya tidak menjawab.

4.2.1.6 Pengetahuan Responden Tentang Muatan Isu Gender yang Dikemas

Dalam Pendidikan

Penulis mencoba untuk menelusuri kemampuan menilai para responden

terhadap isu gender dalam pendidikan dengan menggunakan pertanyaan “Apakah

guru atau buku teks pernah memuat isu gender? (Isu gender : perdagangan

perempuan, peminggiran hak perempuan, pelecehan dan pelabelan negatif.)”, dan

Gambar

Tabel 1. Distribusi Siswi SMA Negeri 17 Medan Berdasarkan Kelas
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian
Tabel 3 Jenis Kelamin Sampel
Tabel 4 Identitas Suku Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keadaan ini menjadi tantangan tersendiri bagi gereja sebagai persekutuan individu, yang mana setiap individu bisa mengalami masalah relasi dan keterasingan terutama

Dengan adanya harapan tersebut diharapkan menjadi masukan bagi pihak sekolah untuk memberikan penguatan terhadap kompetensi guru melalui PKB dan menjadi masukan bagi

Perubahan warna yang terjadi adalah menjadi kuning, kemudian terjadi perubahan warna lagi setelah larutan NaOH dan HCl ditetesi fenoftalein dari

kemampuan dan keinginan personil untuk melakukan kinerja ekstra di luar jam standar (OCB). Kemudian untuk menjawab hipotesis dalam penelitian ini yang terkait

Ranah konatif menyatakan niat (intention) seberapa jauh keinginan untuk berbuat bagi organisasi, Dan dari sisi perilaku apakah tindakan nyata yang menunjukkan dukungan

Promo tidak dapat digabungkan dengan promo yg lainnya, Syarat & ketentuan berlaku. Untuk mendapatkan semua benefit, pemegang kartu dan keluarga inti harus menghubungi

(1) Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara Mutlak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, hanya dapat dilakukan setelah Piutang BLUD RSUD diurus secara optimal oleh

Setelah pengukuran awal, aset keuangan AFS diukur pada nilai wajar dengan keuntungan atau kerugian yang belum terealisasi diakui dalam pendapatan komprehensif