Sempakata Kaban dkk. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian...
Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun 2005
Sempakata Kaban*,Sori Muda Sarumpaet**,Irnawati**, dan Arlinda Sari Wahyuni*** * Staf Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah
Karakteristik Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Pekerjaan
Dapat dilihat pada Tabel 1.
2. Karakteristik Kasus dengan Riwayat Keluarga Menderita Diabetes Melitus Tipe 2
Karangan Asli
keluarga. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
3. Pengaruh Riwayat Keluarga terhadap Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2
Proporsi kasus dengan ada riwayat keluarga menderita diabetes melitus tipe 2 (kasus) sebanyak 42 orang (42%) dan pada kontrol sangat sedikit yaitu 6 orang (6%) sedangkan yang tidak mempunyai riwayat keluarga pada kasus sebanyak 58 orang (58%) dan sebagian besar pada kontrol yaitu 94 orang (94%). Hasil uji menunjukkan bahwa nilai p = 0,000 (p<0,05) artinya bahwa ada perbedaan proporsi yang signifikan antara kasus yang memiliki riwayat keluarga dengan kontrol terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Nilai Odds Ratio (OR)=11,3 artinya penderita diabetes melitus tipe 2 kemungkinan mempunyai riwayat keluarga 11,3 kali lebih besar daripada yang tidak menderita diabetes melitus tipe2. Secara rinci dapat di lihat pada Tabel 3.
4. Pengaruh Obesitas terhadap kejadian Diabetes Melitus Tipe 2
Proporsi kasus dengan obesitas adalah sebanyak 66 orang (66%) dan pada kontrol
sebanyak 30 orang (30%) sedangkan yang tidak obesitas pada kasus sebanyak 34 orang (34%) dan sebagian besar pada kontrol yaitu 70 orang (70%). Hasil uji menunjukkan bahwa nilai p = 0,000 (p<0,05) artinya bahwa ada perbedaan proporsi yang signifikan antara kasus dengan obesitas dibanding dengan kontrol terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Nilai OR = 4,6 artinya penderita diabetes melitus tipe 2 kemungkinan menderita obesitas 4,6 kali lebih besar daripada yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2. Secara rinci dapat di lihat pada Tabel 4.
5. Pengaruh Hipertensi terhadap Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2
Proporsi kasus dengan hipertensi sebesar 40% sedangkan pada kontrol sebesar 28%. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa nilai p = 0,073 (p>0,05) artinya bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang signifikan antara kasus dengan menderita hipertensi dengan kontrol terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Secara rinci dapat di lihat pada Tabel 5.
Tabel 1.
Karakteristik jenis kelamin, kelompok umur, pendidikan, dan pekerjaan pada kasus dan kontrol di Kota Sibolga tahun 2005
Sempakata Kaban dkk. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian...
Tabel 2.
Distribusi kasus berdasarkan hubungan riwayat keluarga di Kota Sibolga tahun 2005
Hubungan Riwayat Keluarga n Persen (%)
Ibu Kandung 17 40,5
Distribusi proporsi berdasarkan riwayat keluarga dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga tahun 2005
Kasus Kontrol
Riwayat Keluarga
*) Bermakna secara statistik
Tabel 4.
Distribusi proporsi berdasarkan obesitas dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga tahun 2005
Kasus Kontrol
Obesitas
*) Bermakna secara statistik
Tabel 5.
Distribusi proporsi berdasarkan hipertensi dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga tahun 2005
Kasus Kontrol
Hipertensi
6. Pengaruh Aktifitas Fisik terhadap Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2
Proporsi kasus dengan aktivitas fisik tidak baik sebesar 46% dan pada kontrol sebesar 14%. Hasil uji chi-square menunjukkan nilai p = 0,000 (p<0,05) artinya bahwa ada perbedaan proporsi yang signifikan antara kasus dengan aktifitas fisik tidak baik dengan kontrol terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Nilai OR = 5,2 artinya penderita diabetes melitus tipe 2 kemungkinan aktifitas fisiknya tidak baik 5,2 kali lebih besar daripada yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2. Secara rinci dapat di lihat pada Tabel 6.
7. Pengaruh Pola Makan terhadap
Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2
Karangan Asli
besar daripada yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2. Secara rinci dapat di lihat pada Tabel 7.
8. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan dengan uji regresi logistik ganda (Multiple logistic regresion) untuk mencari faktor risiko yang paling dominan terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 pada usia 40 tahun keatas di kota Sibolga.Variabel penelitian ini ada 5 (lima) yaitu riwayat keluarga, obesitas, hipertensi, aktifitas fisik dan pola makan. Hasil bivariat antara variabel independen dengan dependen ternyata ada 4 (empat) variabel yang memiliki nilai p<0,25 yaitu variabel riwayat keluarga, obesitas, aktifitas fisik dan pola makan. Tahap selanjutnya keempat variabel tersebut dimasukkan sebagai kandidat untuk dilakukan sebagai analisis multivariat.. Dalam pemodelan ini semua variabel dicobakan secara bersama-sama, kemudian variabel yang memiliki nilai p-value>0,05 akan dikeluarkan secara berurutan dimulai dari nilai p-value terbesar (backward selection) seperti terlihat pada Tabel 8.
Setelah dikeluarkan variabel dengan nilai p<0,05 secara bertahap maka didapat 3 (tiga) variabel yang akan masuk sebagai kandidat model yaitu riwayat keluarga, obesitas dan aktifitas fisik, hasilnya terdapat pada Tabel 9.
Dari Tabel 9 diperoleh model regresi dalam bentuk persamaan:
Y = -7,326 + 2,274(riwayat keluarga) + 1,008 (aktifitas fisik) + 0,975 (obesitas)
Secara keseluruhan model ini dapat memprediksikan tinggi atau rendahnya pengaruh faktor risiko dalam hubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 sebesar 75,5% (overal percentage 75,5%). Pada variabel riwayat keluarga dengan OR = 9,7 artinya orang yang menderita diabetes melitus tipe 2 memiliki riwayat keluarga menderita diabetes melitus tipe 2 sebesar 9,7 kali dari pada yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2. Demikian juga variabel obesitas dengan OR=2,6 artinya orang yang menderita diabetes melitus tipe 2 dengan keadaan obesitas 2,6 kali lebih besar dari pada orang yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2. Variabel aktifitas fisik dengan nilai OR = 2,7 artinya bahwa orang yang menderita
diabetes melitus tipe 2 dengan aktifitas yang tidak baik 2,7 kali lebih besar dari pada orang yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2.Berdasarkan nilai OR maka dapat diperkirakan kekuatan pengaruh variabel riwayat keluarga, obesitas dan aktifitas fisik dalam hubungannya dengan kejadian dengan diabetes melitus tipe 2. Makin besar nilai OR makin kuat pula pengaruh variabel tersebut dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Variabel dengan nilai OR terbesar merupakan variabel paling dominan atau berisiko dalam hubungannya dengan kejadian diabetes melitus tipe 2.
Pada penelitian ini variabel yang paling dominan adalah riwayat keluarga. Melalui model ini dengan 3 (tiga) variabel
independent predictor yang terdiri dari riwayat keluarga, obesitas dan aktifitas fisik dapat memperkirakan pengaruh faktor risiko dengan hubungannya dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 sebesar 75,5%.
PEMBAHASAN
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kejadian diabetes melitus tipe 2.
1. Riwayat Keluarga
Hasil uji statistik Chi-Square
menunjukkan bahwa ada perbedaan proporsi riwayat kelaurga dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 (p = 0,0001) dan OR=11,3 artinya orang yang menderita diabetes melitus tipe 2 kemungkinan besar mempunyai riwayat keluarga menderita diabetes melitus tipe 2 Hal ini dapat dijelaskan bahwa banyak masyarakat kota Sibolga dari garis keturunan penderita diabetes melitus tipe 2 yang mungkin salah satu dari garis keturunan ibu atau bapak dan juga kemungkinan dari kedua-duanya yang tidak menimbulkan gejala secara klinis.
Sempakata Kaban dkk. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian...
ada keluarga dekat lain menderita maka risiko anak menderita diabetes melitus tipe 2 sebesar 22%. Bila satu orang tua dan satu kakek-nenek atau keluarga dekat yang lain menderita diabetes melitus tipe 2 maka risiko anak menderita diabetes melitus tipe 2 sebesar 60%.7
Timbulnya penyakit diabetes melitus tipe 2 sangat dipengaruhi oleh faktor genetik. Bila terjadi mutasi gen (thirifty gene alias gen kelaparan) menyebabkan kekacauan metabolisme yang berujung pada timbulnya diabetes melitus tipe 2. Gen yang diturunkan dari ibu dengan diabetes melitus tipe 2 ke anak lebih besar 10-30% dari ayah yang menderita diabetes,ini disebabkan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar. 8
Intervensi faktor riwayat keluarga dalam pengendalian terjadinya penyakit diabetes melitus tipe 2 berupa konseling perkawinan bagi remaja dan calon pengantin untuk tidak menikah sesama yang mempunyai faktor risiko riwayat keluarga. 2. Untuk memperlambat timbulnya penyakit diabetes melitus tipe 2 maka faktor risiko yang lain seperti obesitas, aktifitas fisik dan pola makan diminimalkan.
2. Obesitas
Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa nilai (p = 0,000; OR = 4,5) variabel ini masuk kedalam analisis multivariat dengan hasil (p = 0,000; OR = 2,6) artinya ada pengaruh obesitas terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Hal ini dapat dijelaskan karena konsumsi makanan mengandung kadar tinggi lemak dan kalori sementara aktifitas yang dilakukan kurang sehingga terjadi penimbunan energi dan asupan bahan makan di tubuh secara berlebihan.
Obesitas menyebabkan tubuh menjadi semakin kurang sensitif terhadap efek insulin. Akibatnya pankreas memproduksi insulen dalam jumlah yang lebih banyak. Kemampuan penkreas untuk memproduksi cukup insulin terbebani oleh tingkat resistensi insulinnya, tingginya kadar gula darah menandai timbulnya diabetes melitus tipe 2. 9
Program penurunan berat badan di kota Sibolga dapat dilakukan berupa diet rendah kalori seimbang dan tinggi serat untuk mengurangi akumulasi lemak dalam tubuh dan melakukan aktifitas fisik tambahan seperti
berolah raga maka penggunaan energi meningkat dan juga bermanfaat untuk mengendalikan gula darah, kolesterol dan trigliserida. Bersama-sama dengan diet dan aktifitas fisik makin bertambah defisit kalori dan juga pengeluaran energi bertambah.
3. Hipertensi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi hipertensi pada kasus sebesar 40% sedang pada kontrol 28%. Walaupun proporsi hipertensi pada kasus lebih tinggi dari pada kontrol namun hasil uji Chi-Square tidak ada pengaruh hipertensi terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Hal ini dapat dijelaskan karena hipertensi dipengaruhi oleh faktor umur yang pada penelitian ini di
matching sehingga hipertensi pada penderita diabetes melitus tipe 2 hampir sama jumlahnya dengan yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2.Pengendalian hipertensi dalam menurunkan kejadian diabetes melitus tipe 2 di kota Sibolga perlu dilakukan walaupun hasil uji statistik tidak ada pengaruh yang bermakna.
4. Aktivitas Fisik
Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa nilai p = 0,000; OR = 6,2. Variabel ini masuk kedalam analisis multivariat dengan hasil p = 0,017; OR = 2,7 artinya ada pengaruh aktifitas fisik terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Hal ini dapat dijelaskan karena penderita diabetes melitus yang terpilih kebanyakan bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang memiliki aktifitas kurang dan tidak berolah raga yang dilaksanakan sekali seminggu di tempat bekerja.
Di kota Sibolga kegiatan olah raga belum memasyarakat, walaupun melalui media elektronik sering di dengar anjuran untuk olah raga secara teratur. Dari pemerintah kota Sibolga belum ada hal yang spesifik terprogram secara rutin, yang ada hanya bagi PNS kegiatan olah raga bersama satu kali seminggu. Selain kegiatan olah raga yang rutin upaya lain yang dapat dilakukan berupa melakukan pekerjaan di dalam rumah.
5. Pola Makan
Karangan Asli
menggunakan uji Chi-Square (p = 0,042; OR = 1,9), namun pada hasil uji regresi logistik tidak ada pengaruh pola makan terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Hal ini dapat dijelaskan karena sumber makanan di kota Sibolga tidak bervariasi, selain hal tersebut adanya kebiasaan makan bersama antar keluarga seperti arisan, pesta, sehingga pola makan penderita diabetes melitus tipe 2 tidak berbeda jauh dengan yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2.
Masukan makanan lebih banyak dari kebutuhan kalori sehari maka makanan ini akan ditimbun dalam bentuk glikogen dan lemak. Apabila sel beta tidak lagi mampu untuk memproduksi insulin sesuai dengan asupan makanan maka menyebabkan sel beta dekompensasi yang akhirnya menimbulkan diabetes melitus tipe 2. Pola makan merupakan determinan terjadinya obesitas, secara tidaklangsung akan menyebabkan diabetes melitus 2.
Intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mengubah pola makan dengan diet seimbang cukup kalori dan tinggi serat serta mensosialisasikannya kepada pengelola kantin karena penderita diabetes melitus tipe 2 kebanyakan PNS yang sarapan dan makan siang di kantin kerja.
6. Population Attributable Risk (PAR) Untuk mengukur potensi dampak atau kontribusi dari faktor yang diteliti terhadap kejadian penyakit adalah ukuran Population Attributable Risk (PAR) atau Attributable fraction (Beaglehole, R). PAR dapat dihitung dengan mempergunakan data pada penelitian studi kasus kotrol yaitu dengan cara menghitung setiap prevalens rate kelompok terpapar (kelompok risiko) dan prevalens rate kelompok tidak terpapar (tidak berisiko). Rumus PAR adalah sebagai berikut:
%
Berdasarkan rumus diatas maka dapat dihitung PAR setiap faktor risiko yang diteliti. Perhitungan prevalens rate kelompok terpapar dan prevalens rate kelompok tidak terpapar dari hasil penelitian yang terdapat pada Tabel Distribusi faktor risiko (Tabel 10).
Hasil perhitungan PAR faktor risiko yang masuk menjadi kandidat model (prediktor) pengendalian kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga seperti terlihat pada Tabel 10.
Tabel 6.
Distribusi proporsi berdasarkan aktifitas fisik dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga tahun 2005
Kasus Kontrol
Aktifitas Fisik
*) Bermakna secara statistik
Tabel 7.
Distribusi proporsi berdasarkan pola makan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga tahun 2005
Kasus Kontrol
Pola Makan
Sempakata Kaban dkk. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian...
Tabel 8.
Uji regresi logistik ganda untuk identifikasi variabel yang akan masuk dalam model dengan p<0,05
Variabel B P OR 95% CI
Riwayat Keluarga 2,277 0,000 9,743 3,742-25,370
Obesitas 1,144 0,019 3,139 1,208-8,156
Aktifitas fisik 0,939 0,033 2,558 1,079-6,061
Pola makan* -0,260 0,059 0,771 0,298-1,996
Constant -7,024 0,000 0,001
*) Dikeluarkan secara bertahap (backward selection)
Tabel 9
Hasil analisis regresi logistik ganda pemodelan faktor risiko diabetes melitus tipe 2 pada usia 40 tahun ke atas di Kota Sibolga tahun 2005
Variabel B SE Wald df Sig. Exp (B) 95% CI
Riwayat Keluarga 2,274 0,489 21,661 1 0,000 9,719 3,730-25,323
Obesitas 0,975 0,370 6,947 1 0,008 2,650 1,284-5,471
Aktifitas fisik 1,008 0,423 5,686 1 0,017 2,739 1,197-6,272
Constant -7,326 1,199 37,321 1 0,000 0,001
Overal percentage 75,5%
Tabel 10.
Population Attributabel Risik (PAR) Kandidat model (prediktor) pengendalian kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga tahun 2005
Kandidat Model Pe (%) Pu (%) PAR (%)
Riwayat Keluarga 87,5 38,2 56,3
Obesitas 68,8 33,7 52,5
Aktifitas Fisik 76,7 38,6 49,7
Pola Makan 61,4 45,5 25,9
Tabel 10 menunjukkan PAR dari adanya riwayat keluarga yang paling besar, yaitu sebesar 56,3% dan diikuti obesitas sebesar 52,5% serta aktifitas fisik sebesar 49,7%.
PAR adanya riwayat keluaraga menderita diabetes melitus tipe 2 sebesar 56,3% artinya bahwa prevalens penyakit diabetes melitus tipe 2 yang terdapat pada populasi di Kota Sibolga diperkirakan disebabkan oleh adanya kontribusi dari riwayat keluarga sebesar 56,3%. Bila faktor riwayat keluarga dapat dihilangkan maka sebesar 56,3% dari
prevalens penyakit diabetes melitus tipe 2 di kota Sibolga diturunkan.
KESIMPULAN
1. Berdasarkan variabel yang diteliti menunjukkan bahwa untuk riwayat keluarga, obesitas, aktifitas fisik dan pola makan ada perbedaan kemungkinan menderita diabetes melitus tipe 2.
2. Dari semua variabel yang di uji diketahui bahwa variabel riwayat keluarga yang paling dominan terhadap kejadian diabetes
melitus tipe 2 diikuti aktifitas fisik dan obesitas.
3. Berdasarkan hasil uji regresi logistik secara keseluruhan model ini dapat memprediksi tinggi rendahnya pengaruh faktor risiko dalam hubungannya dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga sebesar 75,5% (Overall Percentage).
4. Kontribusi adanya riwayat keluarga sebesar 56,3% (PAR=56,3%), obesitas sebesar 52,5% (PAR=52,5%) dan aktifitas fisik 49,7% (PAR=49,7%) untuk menurunkan/meningkatkan prevalens penyakit diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga.
Karangan Asli
DAFTAR PUSTAKA
1. Soegondo, S., et al., 2004.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2. WHO., 1994. Prevention of Diabetes Mellitus. Report WHO Study Group. Genewa.
3. Tanaya, Z., 1999. Hubungan antara aktifitas Fisik dengan Status Gizi Usia Lanjut Binaan Puskesmas di Jakarta Barat Tahun 1997. Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
4. Hiswani., 2000. Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah dan Diskusi dalam Meningkatkan Pengetahuan, Sikap dan Perubahan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Dokter Pirngadi Medan. Thesis Program Pasca Sarjana.Universitas Gajah Mada. Yokyakarta.
5. Zein, U., et,al., 2004 Infeksi Sebagai Faktor penyebab Rawat Inap Penderita Diabetes. Majalah Kedokteran Nusantara. Volume-37. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.
6. Centers Disease Control and Prevention., 2004. Primary Prevention of type 2 Diabetes Mellitus by Lifestyle Intervention: Implication for Health Policy. www.cdc,gov/arsip/diabetes,html, Diakses 18 Mei 2005.
7. Ranakusuma, A., 1997. Buku Ajar Praktis: Metabolik Endokrinologi Rongga Mulut. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
8. Tutle, J., et,al., 1999. Diabetes In The New Mellennium. Sydney: Endocrinology and Diabetes Reserch Foundation.