• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Orang Tua Asuh dalam Mendukung Perkembangan Kemandirian Remaja Putus Sekolah di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Orang Tua Asuh dalam Mendukung Perkembangan Kemandirian Remaja Putus Sekolah di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus Jakarta Timur"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

MAYGIE PRIAYUDANA NIM: 109054100018

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyartan memeperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 Januari 2014

(5)

i Jakarta Timur.

Anak atau remaja merupakan investasi bagi orang tua, bahkan merupakan potensi kesejahteraan serta aset bangsa di masa depan. Untuk mencetak generasi yang kelak dapat menjadi tulang punggung bangsa, persiapan sejak dini oleh orang tua melalui pemenuhan kebutuhan baik fisik, mental maupun sosial yang sesuai dengan masa tumbuh kembangnya, menjadi penting.Namun sayangnya, perbedaan tingkat sosial ekonomi membuat tidak semua keluarga mampu memenuhi kebutuhan anak, termasuk kebutuhan untuk mendapatkan pendidikan formal. Hal inilah yang kemudian berdampak munculnya fenomena putus sekolah pada anak dan remaja.

Sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap permasalahan remaja putus sekolah, Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus bertugas memberikan pelayanan sosial secara profesional. Dengan menggunakan sistem asuhan keluarga, para penerima manfaat di PSBR ditempatkan dalam satu rumah asuh yang terdiri dari orangtua asuh dan anak-anaknya. Dengan adanya orang tua asuh yang berrtugas sebagai pengganti orang tua kandung, diharapkan anak asuh dapat berkembang secara wajar, merasa nyaman dan memiliki sikap dan perilaku yang positif serta menjadi pribadi yang mandiri.

Atas dasar itu meneliti tentang peran orang tua asuh di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur menjadi penting bagi penelliti. Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif, dengan pendekatan penelitiannya adalah penelitian kualitatif, serta pemilihan subjek dan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan melakukan wawancara terhadap empat penerima manfaat, tiga orang tua asuh, dan satu staff tata usaha PSBR Bambu Apus Jakarta timur.

(6)

ii

sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Peran Orang Tua Asuh Dalam Mendukung Perkembangan Kemandirian Remaja Putus Sekolah Di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus Jakarta Timur.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sulit untuk dapat terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Hambatan serta rintangan yang penulis

hadapi juga tidak akan bisa penulis lewati tanpa adanya bimbingan dan motivasi dari orang-orang yang menyayangi dan berarti bagi penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kontribusinya baik material maupun spiritual khususnya kepada:

1. Kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda Muryadi dan Ibunda Muinah serta kakak-kakaku yang telah memberikan motivasi, support serta do’a baik materil maupun imateriil dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

3. Ibu Siti Napsiyah, M.SW selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

4. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan saran dan motivasi kepada penulis.

5. Ibu Artiarini Puspita A., M.Psi. sebagai pembimbing skripsi yang telah sangat sabar dan telah banyak memberikan ilmu dan saran serta semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Segenap bapak dan ibu dosen pengajar pada Jurusan Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan banyak ilmunya dan mengajar dengan sabar.

7. Ibu Dra. Sri Wahyuningsih selaku staf tata usaha dan orang tua asuh yang

(7)

iii

menerima dan memberikan informasi kepada penulis dalam melakukan penelitian.

9. Untuk Garis Keras (GK) UIN Jakarta dan para personil band The Parkiran UIN Jakarta terima kasih untuk segala bentuk dukungannya.

10. Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2009 yang telah berbagi ilmu serta kakak-kakak senior dan adik-adik junior Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan semangat.

11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah

mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini.

Tidak ada yang dapat penulis berikan kepada orang-orang tersayang selain ucapan terima kasih dan seuntaian do’a. Semoga Allah SWT memberikan dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya atas segala bantuan yang telah diberikan

kepada penulis.

Kritik dan saran sangat penulis harapkan dari berbagai pihak yang membaca skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca serta peneliti lainnya pada umumnya. Amin

Jakarta, 22 Januari 2013 Penulis,

(8)

iv

ABSTRAK……… i

KATA PENGANTAR………. iii

DAFTAR ISI……… iv

DAFTAR BAGAN……….. viii

DAFTAR TABEL………... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………….………... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 8

D. Metodologi Penelitian……… 9

E. Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 10

F. Objek dan Subjek Penelitian………... 10

G. Teknik Pemilihan Informan……… 11

H. Sumber Data………... 11

I. Teknik Pengumpulan Data………. 12

J. Keabsahan Data……….. 14

K. Pedoman Penulisan Skripi………... 15

L. Tinjauan Pustaka……….. 15

(9)

v

B. Orang Tua Asuh……….……….. 20

1. Pengertian………. 20

2. Konsep Pengasuhan………. 21

3. Tujuan Pengasuhan……….. 21

4. Fungsi Pengasuhan……….. 22

C. Pola Asuh………. 22

1. Pengertian………... 22

2. Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua………... 23

3. Indikator Pola Asuh………... 25

D. Perkembangan Kemandirian Remaja………... 26

1. Pengertian Perkembangan ………. 26

2. Pengertian Kemandirian……….. 27

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian…………... 28

4. Aspek-aspek Kemandirian………... 30

5. Indikator Kemandirian………. 32

6. Pentingnya Kemandirian………. 34

E. Remaja……….. 36

1. Pengertian Remaja………... 36

2. Ciri-ciri Masa Remaja………. 38

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja……… 40

(10)

vi

BAB III GAMBARAN LEMBAGA……….. 46

A. Sejarah Berdirinya Panti………... 46

B. Visi dan misi Lembaga………. 46

C. Fungsi………... 47

D. Tugas……… 47

E. Program... 48

F. Ruang Lingkup Kegiatan Lembaga………. 48

G. Mekanisme Penerimaan………... 49

H. Staff dan Struktur Lembaga... 53

I. Profil Pegawai……….. 53

J. Deskripsi Pekerjaan……….. 54

K. Sarana dan Prasarana... 55

L. Kerjasama dan Layanan Lembaga... 56

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA... 57

A. Data Informan... 57

B. Pola Pengasuhan Orang Tua Asuh di PSBR Bambu Apus, Jakarta Timur... 61

(11)

vii

(12)

viii

[image:12.612.103.509.184.594.2]

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pegawai PSBR 53

Tabel 2. Jabatan Pegawai PSBR 54

Tabel 3. Pangkat/Golongan 54

Tabel 4. Pendidikan Pegawai PSBR 54

Tabel 5. Sarana dan Prasarana Lembaga 56

Tabel 6. Penerima Manfaat 1 57

Tabel 7. Penerima Manfaat 2 58

Tabel 8. Penerima Manfaat 3 59

Tabel 9. Penerima Manfaat 4 60

Tabel 10. Informan Orang tua asuh dan staff tata usaha 61

(13)

1 A. Latar Belakang Masalah

Anak atau remaja merupakan investasi bagi orang tua, bahkan

merupakan potensi kesejahteraan serta aset bangsa di masa depan. Untuk

mencetak generasi yang kelak dapat menjadi tulang punggung bangsanya

harus dipersiapan sejak dini oleh orang tua melalui pemenuhan kebutuhan

baik fisik, mental maupun sosial yang sesuai dengan masa tumbuh

kembangnya, menjadi penting. Merupakan tanggung jawab orang tua untuk

memberikan kesejahteraan bagi anak sebagaimana yang telah dijelaskan

dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 9:

                            

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”

Salah satu hak yang harus dipenuhi orang tua adalah hak akan

pendidikan bagi anak. Dengan terpenuhinya hak akan pendidikan, anak dapat

mengembangkan potensi-potensi dan bakat yang ada pada dirinya dan dapat

bertumbuh kembang secara baik. Namun sayangnya, kondisi ekonomi

masyarakat yang berbeda-beda membuat tidak semua keluarga memiliki

(14)

kebutuhan anaknya. Keluarga dengan status sosial ekonomi menengah ke

bawah harus merogoh kantong lebih dalam untuk memenuhi kebutuhan

keluarga, termasuk dalam pemenuhan hak anak akan pendidikan. Ditambah

dengan tingginya biaya pendidikan, semakin banyak keluarga yang tidak

mampu membiayai sekolah sehingga akhirnya sang anak terpaksa mengalami

putus sekolah.

Apresiasi Wahono menilai orang tua khususnya di Indonesia rata-rata

sadar akan pentingnya pendidikan. Karenanya, penyebab mendasar anak

putus sekolah bukanlah akibat kurangnya kesadaran akan pentingnya

pendidikan, melainkan akibat faktor ekonomi. Dengan kata lain, terdapat

kaitan yang erat antara beban ekonomi masyarakat dengan kegiatan

pendidikan anak. Kesulitan finansial seringkali membuat anak-anak yang

harus membantu ekonomi keluarga pada akhirnya memiliki pendidikan yang

terbengkalai, bahkan mengalami putus sekolah.1

Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari

suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Putus sekolah yang dimaksud

disini adalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan formal, yang

disebabkan oleh berbagai faktor. Jumlah anak putus sekolah di Indonesia

meningkat dengan pesat pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2010. Menurut

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization

(UNESCO), data terbaru menunjukkan bahwa 260,000 anak Indonesia putus

1

Wahono, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Cet. 3, Jakarta:

(15)

sekolah tahun 2011, peningkatan yang tajam dibandingkan angka 160,000

pada tahun 2010.2

Ketika seorang anak memasuki usia remaja, anak mengalami

peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang

dikenal sebagai masa storm and stress, dimana remaja telah memiliki

keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Kalau terarah dengan

baik, maka ia akan menjadi seorang individu yang memilki rasa tanggung

jawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tak

memiliki masa depan dengan baik.3

Dan ketika mereka mengalami putus sekolah maka mereka menjadi

tidak terarah dengan baik, sehingga muncul berbagai masalah antara lain

terlibat dalam kenakalan remaja, tawuran, minum-minuman, dan perkelahian,

menjadi anak jalanan serta timbulnya perasaan minder dan rendah diri.

Ketiadaan waktu khusus untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah

membuat remaja putus sekolah lebih rentan masuk ke dalam pergaulan yang

bebas. Mereka juga cenderung mudah terlibat interaksi dengan siapa saja,

bahkan mungkin dengan pecandu narkoba. Ketiadaan aturan dan kesepakatan

kemudian membuat remaja putus sekolah tidak lagi mau menerima masukan

apapun, pulang semaunya, terlampau sering bermain, dan cenderung tidak

memperhatikan norma kesusilaan dan norma agama. Tidak hanya itu, putus

2

ACDP INDONESIA, UNESCO: Semakin Banyak Anak Putus Sekolah di Indonesia. artikel diakses pada 23 oktober 2013

http://acdpindonesia.com/2013/06/10/unesco-semakin-banyak-anak-putus-sekolah-di-indonesia/

3

(16)

sekolah juga membuka ‘kran’ pengangguran dan menutup masa depan yang

cerah bagi mereka yang mengalaminya.4

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa remaja yang

mengalami putus sekolah terlantar perlu mendapat perhatian dan penanganan.

Menurut Pasal 1 Undang-Undang nomor 23 tahun 2002, “Setiap anak berhak

memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan

pribadinya dan tingkat kecerdasanya sesuai dengan minat dan bakatnya”5.

Berdasarkan undang-undang tersebut dapat dipahami bahwa remaja

putus sekolah terlantar membutuhkan penanganan dan pelayanan sosial agar

kelak tidak menimbulkan masalah bagi diri sendiri dan lingkungannya serta

dapat mencapai kesejahteraan. Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979

tentang kesejahteraan anak. kesejahteraan anak merupakan “Suatu sistem

kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan

perkembangannya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial”.6

Selain membantu pemenuhan kebutuhan baik dari segi fisik, mental

dan sosial, bentuk perhatian yang juga diperlukan remaja putus sekolah

adalah mendapatkan pengasuhan, perlindungan dan pendidikan sebagaimana

hak yang dimiliki seorang anak. Dengan mendapatkan pendidikan dan

pengasuhan yang baik, para remaja tersebut diharapkan dapat bersikap dan

perilaku positif serta menjadi pribadi mandiri.

4

St Wardah Hanafie Das & Abdul Halik, Masalah Putus Sekolah dan Pengangguran Tinjauan Sosiologi Pendidikan.Artikel diakses pada 23 Oktober 2013dari http://abdulhalik11.blogspot.com/2011/10/masalah-putus-sekolah-danpengangguran.html.

5

Undang-undang No. 23 tahun 2002 Pasal 9 ayat 1. 6

(17)

Sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap permasalahan

remaja putus sekolah terlantar, Kementerian Sosial RI mendirikan Panti

Sosial Bina Remaja (PSBR) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di

lingkungan Kementerian Sosial RI yang berada di bawah dan bertanggung

jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.

PSBR bertugas memberikan pelayanan sosial secara profesional bagi remaja

putus sekolah terlantar. Tujuan dari pelayanan sosial ini adalah agar mereka

memiliki kemampuan dan kemandirian, serta dapat berkembang secara wajar

ditengah masyarakat sehingga mereka dapat terampil dan aktif berpartisipasi

dalam pembangunan.7

Dengan Visi “Terwujudnya Kemandirian Remaja”, PSBR Bambu

Apus memberikan bimbingan dan pelayanan bersiat preventif, rehabilitatif

dan promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial pelatihan

keterampilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi remaja terlantar putus

sekolah agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan

bermasyarakat. PSBR juga memfasilitasi penerima manfaat yang ingin ikut

sekolah kejar paket SLTP dan SLTA agar dapat sekolah kembali dan

mendapatkan ijazah sebagai modal untuk melamar pekerjaan.8

PSBR melakukan bimbingan dan pelayanan yang bersifat holistik

dengan menggunakan sistem asuhan keluarga berbeda dengan sistem di panti

sosial lain yang menggunakan asrama sebagai tempat tinggal dan tempat

sosialisasi para penerima manfaat. Dengan keluarga asuh, setiap penerima

7

Profil PSBR Bambu Apus Jakarta Timur. Artikel diambil dari http://bambuapus.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=13

8

(18)

manfaat dikelompokan dan dan ditempatkan dalam satu rumah asuh yang

terdiri dari orang tua asuh dan anak-anaknya. Mereka membaur sebagaimana

layaknya anak dengan orangtuanya sendiri. Dengan demikian, orang tua asuh

ini diharapkan dapat memberikan arahan dan bimbingan kepada remaja agar

menjadi remaja yang mandiri.9

Dari sisi remaja penerima manfaat, mereka diharapkan dapat

mengikuti pembinaan dengan baik. Penekanan yang dilakukan oleh lembaga

PSBR bagi penerima manfaat adalah adanya perubahan sikap dan perilaku

bagi remaja agar menjadi mandiri. Kemandirian itu sendiri merupakan salah

satu tugas perkembangan remaja sehingga kegagalan dalam usaha mencapai

kemandirian akan menimbulkan kesulitan dalam sebagian besar bidang

kehidupan. Dengan kata lain, untuk menjadi dewasa, kematangan fisik saja

tidaklah cukup, seorang remaja harus matang secara sosial, salah satunya

memiliki perilaku mandiri.10 Setelah keluar dari lembaga, remaja atau

penerima manfaat diharapkan dapat bersikap lebih baik agar dapat diterima

oleh masyarakat, dapat tumbuh dan berkembang secara wajar, serta dapat

melaksanakan fungsinya sebagai anggota masyarakat yang mandiri, aktif dan

produktif.

Atas dasar pemaparan tersebut, muncul ketartarikan peneliti untuk

mengatahui bagaimana orang tua asuh berperan dalam mendukung

perkembangan kemandirian bagi remaja putus sekolah di PSBR Bambu Apus

9

Profil PSBR Bambu Apus Jakarta Timur Tahun 2013 10

(19)

Jakarta Timur. Adapun, judul yang diangkat dalam penelitian ini adaah

”Peran Orang tua Asuh Dalam Mendukung Perkembangan Kemandirian Remaja Putus Sekolah Di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus, Jakarta Timur.”

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Untuk memfokuskan pembahasan maka penulis membatasi

masalah pada peran orang tua asuh dalam mendukung perkembangan

kemandirian remaja putus sekolah di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR)

Bambu Apus, Jakarta Timur. Maka masalah yang akan diteliti akan

dirumuskan sebagai berikut:

2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan batasan masalah maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

a. Bagaimana pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua asuh di

PSBR Bambu Apus?

b. Bagaimana peran orang tua asuh dalam mendukung perkembangan

kemandirian remaja putus sekolah di PSBR Bambu Apus Jakarta

Timur?

(20)

Sesuai dengan rumusan permasalahan maka tujuan penelitian skripsi ini

adalah :

a. Untuk mengetahui pola asuh yang diterapkan orang tua asuh di

PSBR Bambu Apus Jakarta Timur

b. Untuk mengetahui bagaimana peran orang tua asuh dalam

mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah di

PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.

2. Manfaat penelitian

a. Manfaat Akademis

1) Untuk pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan penelitian

ini dapat menjadi tambahan referensi dan meningkatkan

wawasan akademik dalam bidang kesejahteraan sosial.

2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

PSBR Bambu Apus, Jakarta Timur dalam merancang dan

memperbaiki program dan pelayanan yang sedang berjalan

untuk kedepan yang lebih baik.

b. Manfaat praktis

1) Menginformasikan tentang peran orang tua asuh dalam

mendukung perkembanga kemandirian remaja putus sekolah

(21)

2) Penelitian ini juga sebagai bahan pembelajaran untuk

perlindungan bagi anak, khususnya anak remaja putus

sekolah.

3) Penelitian ini juga memberikan pemahaman dan masukan

untuk penelitian-penelitian lebih lanjut dan juga praktisi di

lembaga.

D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, yaitu

metode penelitian yang dihasilkan dari suatu data-data yang dikumpulkan

berupa kata-kata, dan merupakan suatu penelitian ilmiah. Pendekatan

kualitatif adalah pendekatan yang mengacu pada prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang diamati.11

2. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian

deskriptif adalah penelitian yang mencoba memberikan gambaran yang

secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau

kelompok tertentu.12

11

Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja

Rosda Karya, 2009), cet ke-26, h. 4. 12

(22)

Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan maka dalam

penelitian ini akan digambarkan tentang bagaimana peran orang tua asuh

dalam mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah di

PSBR Bambu Apus, Jakarta Timur.

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Jl.

PPA. Bambu Apus Jakarta Timur pada bulan Juni sampai dengan bulan

November 2013.

F. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah PSBR Bambu Apus Jakarta Timur

sebagai lembaga (organisasi) yang atributnya akan diteliti. Sedangkan objek

penelitian adalah atribut dari sesuatu benda, orang, atau keadaan, yang

menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian. Objek penelitian dalam

skripsi ini adalah peran orang tua asuh dalam mendukung kemandirian remaja

(23)

G. Teknik Pemilihan Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi, orang tersebut

harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian.13

Teknik yang digunakan untuk penentuan informan dalam penelitian

ini adalah teknik purposive(bertujuan), dimana informan dipilih berdasarkan

pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam

memberikan informasi.14 Adapun yang penulis jadikan sebagai informan

yaitu empat penerima manfaat atau anak asuh, tiga orang tua asuh dan satu

staff tata usaha.

H. Sumber Data

Menurut Lofland dalam buku Metodologi Penelitian, sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya

adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan

orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama.

Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman

video/audio tapes, pengambilan foto atau film. Pencatatan sumber data utama

melalui wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil usaha

gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya.15

13

Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung: PT Remaja

Rosda Karya, 2009), cet ke-26, h. 90. 14

Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial : Suatu teknik penelitian bidang kesejahteraan sosial dan ilmu sosial lainnya(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2004), h. 63

15

(24)

Walaupun dikatakan bahwa sumber di luar kata dan tindakan

merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak dapat diabaikan. Dilihat dari segi

sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi

atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip dan dokumen pribadi

dan dokumen resmi.16

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi

ini, maka peneliti menggunakan penelitian lapangan (field research). Sumber

data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua macam, yaitu data

primer dan data sekunder.

1. Data Primer yaitu data yang merupakan observasi dan wawancara

mendalam dengan penerima manfaat, orang tua asuh dan pegawai

PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.

2. Data Sekunder, yaitu data yang peneliti peroleh baik berupa dokumen,

arsip-arsip, atau catatan tertulis lainnya maupun gambar atau benda

peninggalan yang berkaitan dengan penelitian

I. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara

Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh

sebuah keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil

bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang

16

(25)

diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)

wawancara.17

Wawancara juga dapat dikatakan sebagai percakapan yang

dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu untuk mendapatkan data

serta informasi yang konkret dari hasil pertanyaan yang diajukan oleh

pewawancara.

Dalam wawancara penulis menggunakan waawancara terstruktur

(structured interview) dengan melakukan tanya jawab terhadap penerima

manfaat di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur, orang tua asuh dan staff

pegawai yang bekerja di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.

2. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis

terhadap gejala-gejala yang diteliti.18 Observasi merupakan salah satu cara

penelitian pada ilmu-ilmu sosial, cara ini bisa hemat biaya dan dapat

dilakukan oleh seorang individu dengan menggunakan indera penglihatan

yakni mata untuk melihat data dan menilai lingkungan yang dilihat.

Dalam hal ini penulis menggunakan observasi partisipasi pasif,

yakni penulis mengamati, mendengarkan, dan menemukan jawaban, tetapi

tidak terlibat dalam kegiatan yang dilakukan.

3. Dokumentasi

Yang dimaksud dengan dokumentasi adalah teknik pengumpulan

data yang sumber data utamanya diperoleh melalui dokumen-dokumen,

17

Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, h. 9-10. 18

(26)

data-data catatan peristiwa yang sudah berlalu, buku-buku,

majalah-majalah dan literatur-literatur.19 Studi dokumentasi merupakan

perlengkapan dari pengguna metode observasi dan wawancara dalam

penelitian kualitatif. Adapun studi dokumentasi yang penulis teliti yakni

berupa brosur profil lembaga, draft profil kepegawaian, dan

dokumen-dokumen terkait.

J. Keabsahan Data

Keabsahan data adalah data yang diperoleh, data yang telah teruji dan

valid, dalam hal ini peneliti menulis keabsahan data diujikan lewat diskusi

terhadap teman sejawat, referensi teori dan melihat realitas sosial serta

tentang isu-isu yang sedang berkembang, oleh karena itu peneliti melakukan

perbaikan-perbaikan untuk mendapatkan data-data yang relevan. Penulis

menggunakan teknik triangulasi sumber. untuk mendapatkan data dari

sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama20.

Sebagai gambaran atas data yang telah dikumpulkan dari sumber yang

berbeda sebagai cara perbandingan data yang didapat dari observasi dan

wawancara. Penulis melakukan wawancara dari informan yang satu ke

informan yang lain, dan melakukan wawancara terhadap hasil dari

observasi.21

19

Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta:

PT.Rineka Cipta, 1998), h. 73.

20

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,(Bandung CV

Alvabeta, November 2009), Cet-ke 8, h. 241 21

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif,(Bandung CV Alvabeta, Agustus

(27)

K. Pedoman Penulisan Skripsi

Untuk tujuan mempermudah, teknik penulisan yang dilakukan dalam

skripsi ini merujuk pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi,

Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh tim UIN Jakarta Press. Cet. Ke 2

L. Tinjauan Pustaka

1. Peran Pendamping Dalam Membentuk Kemandirian Anak Terlantar di

Yayasan Sayap Ibu yang ditulis oleh Lina Mardiana mahasiswa jurusan

Kesejahteraan Sosial tahun 2013 Fakultas dakwah dan Komunikasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Dimana isi skripsi tersebut berisikan tentang

peran pendamping dalam membentuk kemandirian anak terlantar di

yayasan sayap ibu.

2. Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kemampuan Memecahkan

Masalah Pada Remaja yang ditulis oleh Yunni Rizkiani mahasiswa

jurusan Psikologi Tahun 2007 Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Skripsi tersebut memfokuskan tentang bagaimana hubungan

antara kemandirian dengan kemampuan memecahkan masalah pada

remaja.

Sedangkan, judul skripsi ini adalah Peran orang tua asuh dalam

Mendukung Perkembangan Kemandirian Remaja Putus Sekolah di

(28)

Penelitian ini difokuskan pada analisis terkait peran orang tua asuh dalam

mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah dan pola

pengasuhan orang tua asuh di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.

M. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan ini terdiri dari lima bab, yang terdiri sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan,berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori,mengemukakan teori-teori yang melandasi dan mendukung penelitian. Dimana dalam bab ini akan membahas

tentang orang tua asuh, pola asuh orang tua, pengertian

kemandirian, pengertian remaja, pengertian putus sekolah.

BAB III Gambaran Umum Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus Jakarta Timur, meliputi latar belakang berdirinya Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus, Jakarta Timur,

Struktur organisasi, fungsi dan divisi yang bergerak di Panti

Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus, Jakarta Timur.

BAB IV Temuan dan Analisis, merupakan bentuk analisa tentang pola asuh dan peran orang tua asuh dalam mendukung perkembangan

kemandirian remaja putus sekolah di Panti Sosial Bina Remaja

[image:28.612.101.508.185.652.2]
(29)

BAB V Penutup, dalam hal ini akan ditarik beberapa kesimpulan dari pemikiran sebelumnya serta saran-saran sebagai bentuk hasil dari

(30)

18 A. Peran

1. Pengertian Peran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah beberapa

tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di

masyarakat dan harus dilaksanakan.1

Peran dan kedudukan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain,

tak ada peran tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peran. Sebagaimana

halnya peran berasal dari kata peranan (role) merupakan aspek dinamis

kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya. Peran juga mempunyai dua arti yaitu setiap orang

mempunyai macam-macam peran yang berasal dari pola-pola pergaulan

hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peran menetukan apa yang

diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan kesempatan apa yang

diberikan oleh masyarakat kepadanya.2

Pentingnya peran karena peran mengatur perilaku seseorang, peran

menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan

perbuatan-perbuatan orang lain. Orang yang bersangkutan akan dapat

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h.667

2

(31)

menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang

sekelompoknya.

Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan

posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam

masyarakat yaitu (social-position) merupakan unsur statis yang lebih

banyak menunjuk pada fungsi, penyesuian diri dan sebagai masyarakat

serta menjalankan suatu peran. Peran mungkin mencangkup tiga hal, yaitu

:3

a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan

rangkaian peran-peran yang membimbing seseorang dalam kehidupan

kemasyarakatan.

b. Peran adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peran juga dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat.

Dari penjelasan tersebut diatas terlihat suatu gambar bahwa yang

dimaksud peran merupakan kewajiban-kewajiban dan

keharusan-keharusan yang dilakukan sesorang karena kedudukannya di dalam status

tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan dimana dia berada.

3

(32)

B. Orang tua Asuh 1. Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah orang tua asuh

diartikan dengan “Orang yang membiayai (sekolah dan sebagainya) anak

yang bukan anaknya sendirri atas dasar kemanusiaan”.4 Sedangkan dalam

keputusan bersama Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Dan Menteri Agama Republik Indonesia Bab

1 Pasal 1 ayat (8) yang berbunyi: “Orang tua asuh adalah masyarakat,

keluarga, dan perseorangan yang memberikan bantuan berupa biaya dan

sarana kepada anak kurang mampu, anak cacat, dan anak yang bertempat

tinggal di daerah terpencil agar mereka dapat mengikuti pendidikan pada

satuan pendidikan dasar dengan wajar dalam rangka wajib belajar”.5

Menurut Ary H Gunawan, orang tua asuh adalah “perorangan atau

keluarga atau masyarakat yang bertindak selaku orang tua atau wali anak

kurang mampu dengan memberikan bantuan biaya pendidikan atau sarana

belajar, agar mereka dapat mengikuti pendidikan pada lembaga pendidikan

tingkat dasar dalam rangka wajib belajar”.6

Berdasarkan beberapa definisi diatas, penulis menyimpulkan

bahwa orang tua asuh adalah perorangan, keluarga, atau masyarakat yang

mampu untuk siap menjadi orang tua wali bagi anak kurang mampu atau

4Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet X, h. 706 5

Departemen Sosial RI, Keputusan Bersama Menteri Sosial, Menteri dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Agama RI, (Jakarta: Departeman Sosial RI, 1997, h. 6

6

(33)

kurang beruntung dengan memberikan biaya dan sarana agar mereka dapat

mengikuti pendidikan dasar dalam rangka wajib belajar. Dan dalam hal ini

yang dimaksud dengan orang tua asuh di PSBR adalah orang dewasa yang

berusia minimal 27 tahun dan atau sudah menikah yang secara sukarela

serta memilik keterampilan dalam mengasuh seperti yang telah ditetapkan.

2. Konsep Pengasuhan

Konsep pengasuhan di PSBR Bambu Apus Jakarta yaitu: 7

a. Konsep pengasuhan di PSBR mencakup beberapa pengertian

pokok, antara lain: pengasuhan bertujuan untuk mendorong

pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, baik secara

fisik, mental, maupun sosial.

b. Pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang terus

menerus antara orang tua dengan anak.

c. Pengasuhan adalah sebuah proses sosialisasi.

d. Sebagai sebuah proses interaksi dan sosialisasi proses pengasuhan

tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya dimana anak dibesarkan

3. Tujuan Pengasuhan

Pengasuhan di PSBR Bambu Apus Jakarta bertujuan untuk

menciptakan lingkungan yang aman dan ramah bagi pertumbuhan dan

perkembangan anak agar dapat terpenuhi kebutuhan fisik (kehangatan,

7

(34)

kebersihan, ketenangan, dan kepuasan), emosi (merasa dihargai, merasa

dicintai, memperoleh kesempatan umtuk menentukan pilihan dan untuk

mengetahui resikonya) dan sosial (tidak merasa terasing).8

4. Fungsi Pengasuhan

Pengasuhan di PSBR Bambu Apus Jakarta memeilikin fungsi

sebagai pengganti orang tua biologis yang mana orang tua mempunyai

peran utama untuk merawat, melindungi dan mengarahkan dalam setiap

tahap perkembangan anak sehingga anak akan mampu bertanggung

jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya.9

C. Pola Asuh 1. Pengertian

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata pola berarti model,

sistem, cara kerja, bentuk (struktur yang tetap), sedangkan kata asuh

mengandung arti menjaga, merawat, mendidik anak agar dapat berdiri

sendiri.10Tarmudji mengatakan pola asuh orang tua adalah interaksi antara

orang tua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan.11 Sedangkan

8

Data diambil dari dokumen yang diberikan oleh PSBR Bambu Apus Jakarta Timur pada 13 September 2013

9Data diambil dari dokumen yang diberikan oleh PSBR Bambu Apus Jakarta

Timur pada 13 September 2013 10

TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar BahasaIndonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, h. 692

11

Tarmudji, T. Hubungan pola asuh orang tua dengan agresifitas remaja. Artikel Diakses pada 3 Februari 2014 pada

(35)

menurut Singgih D. Gunarsa pola asuh adalah gambaran yang dipakai

oleh orang tua untuk mengasuh (merawat, menjaga atau mendidik) anak.12

Dari beberapa pemaparan diatas, dapat penulis simpulkan bahwa

pola asuh orang tua yaitu, tindakan atau sikap orang tua dalam berinteraksi

kepada anaknya. Pengasuhan orang tua diharapkan dalam memberikan

kedisiplinan terhadap anak, memberikan tanggapan yang sebenarnya agar

anak merasa orang tuanya selalu memberikan perhatian yang positif

terhadapnya.

2. Jenis - Jenis Pola Asuh Orang tua

Menurut Diana Baumrind ada 4 jenis pola pengasuhan orang tua,

yaitu:13

a. Pengasuhan Otoritarian (Authoritarian Parenting)

Pengasuhan otoritarian ini adalah pola yang membatasi dan

menghukum, dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti

arahan orang tua dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Batas

dan kendali yang tegas diterapkan pada anak, dan sangat sedikit

tawar-menawar verbal yang diperbolehkan. Pola ini bisa

mengakibatkan prilaku anak yang tidak kompeten secara sosial. Anak

yang memiliki orang tua otoriter sering kali tidak bahagia, ketakutan,

minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu

12

Singgih, Gunarsa. Psikologi Perkembangan. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2000 ) h. 108-109

13

(36)

memulai aktivitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah.

Putra dari orang tua yang otoriter mungkin berperilaku agresif.

b. Pengasuhan Otoritatif (Authoritatif Parenting)

Pola ini mendorong anak untuk mandiri, namun masih

menempatkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan

verbal memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap

hangat dan penyayang terhadap anak. Pola ini biasanya

mengakibatkan perilaku anak yang kompeten secara sosial. Anak yang

memiliki orang tua otoritatif sering kali ceria, bisa mengendalikan diri

dan mandiri, dan beorientasi pada prestasi. Mereka cenderung

mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerja

sama dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stres dengan baik.

c. Pengasuhan Yang Mengabaikan (Neglectful Parenting)

Pola dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan

anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa

aspek lain kehidupan orang tua lebih penting daripada diri mereka.

Anak-anak ini cenderung tidak memiliki kemampuan sosial dan

banyak diantaranya memiliki kemampuan pengendalian diri yang

buruk.

d. Pengasuhan Yang Menuruti (Indulgent Prenting)

Suatu pola dimana orang tua sangat terlibat penuh dengan anak

tetapi tidak menaruh banyak tuntutan dan kontrol yang ketat pada

(37)

perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya.

Anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar

menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk

mengendalikan perilakunya. Mereka mungkin mendominasi,

egosentris, tidak menuruti aturan, dan kesulitan dalam hubungan

dengan teman sebaya.

3. Indikator Pola Asuh

Indikator dari pola asuh orang tua terhadap anaknya dapat

dikelompokkan sebagai berikut:14

a. Pola asuh Yang Menuruti (Indulgent Prenting), antara lain mempunyai indikator:

1) Memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada batasan dan aturan

dari orang tua

2) Anak tidak mendapatkan hadiah ataupun pujian meski anak

berperilaku sosial baik

3) Anak tidak mendapatkan hukuman meski anak melanggar

peraturan

4) Orang tua kurang kontrol terhadap perilaku dan kegiatan anak

sehari-hari

5) Orang tua hanya berperan sebagai pemberi fasilitas.

14

(38)

b. Pola asuh otoritarian (Authoritarian Parenting), antara lain mempunyai indikator:

1) Orang tua menerapkan peraturan yang ketat

2) Tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat

3) Segala peraturan yang dibuat harus dipatuhi oleh anak

4) Berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal)

5) Orang tua jarang memberikan hadiah ataupun pujian.

c. Pola asuh otoritatif (Authoritatif Parenting), antara lain mempunyai indikator:

1) Adanya kesempatan bagi anak untuk berpedapat

2) Hukuman diberikan akibat perilaku salah

3) Memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar

4) Orang tua membimbing dan mengarahkan tanpa memaksakan

kehendak kepada anak

5) Orang tua memberi penjelasan secara rasional jika pendapat anak

tidak sesuai

6) Orang tua mempunyai pandangan masa depan yang jelas terhadap

anak.

D. Perkembangan Kemandirian Remaja 1. Pengertian Perkembangan

Perkembangan adalah proses yang berlangsung sejak konsepsi,

(39)

pada masa usia dini, anak-anak, dan dewasa menjadi lebih kompleks dan

berlanjut dengan kematangan sepanjang hidup.15

Para ahli psikologi pada umumnya menunjuk pada pengertian

perkembangan sebagai suatu proses perubahan yang bersifat progresif dan

menyebabkan tercapainya kemampuan dan karakteristik psikis yang

baru.16

Maka dengan kata lain dapat penulis disimpulkan bahwa sepanjang

hidup kita merupakan suatu rangkaian proses yang terus berlanjut, proses

tersebut meliputi perkembangan (development), pertumbuhan (growth)

serta kamatangan (maturation) baik fisik maupun psikis

2. Pengertian Kemandirian Remaja

Menurut Steinberg, kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk

dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan

keinginannya sendiri setelah remaja tersebut mempelajari keadaan

sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan merupakan bagian

yang mempengaruhi perkembangan kemandirian. Perubahan fisik yang

terkait dengan pubertas mendorong remaja untuk tidak tergantung secara

emosi dengan orang tua tetapi mengarah kepada teman sebaya.

Selanjutnya, perubahan fisik mempengaruhi perubahan pada penampilan

dan cara-cara individu berperilaku yang membuat remaja terlihat lebih

15

Soepalarto , Siti Aminah, Dr. SpS (K). Pendekatan Neurologi Pada Penilaian Perkembangan Anak. YKAI : 2008

16

(40)

matang sehingga orang tua mereka yakin untuk memberikan tanggung

jawab pada mereka. Perubahan kognitif remaja menjadikan remaja

tersebut mampu untuk membuat sebuah keputusan. Keputusan yang

dibuatnya sendiri setelah mendengarkan pendapat dari orang-orang yang

dianggap berkompeten untuk memberikan pendapat. Remaja juga akan

mampu memberikan alasan dengan cara-cara yang lebih baik serta

memprediksi akibat dari keputusannya. Perubahan peranan dan aktivitas

sosial remaja terkait dengan munculnya masalah yang berhubungan

dengan kebebasan. Untuk mencapai kebebasan yang remaja inginkan

remaja diharapkan dapat meningkatkan rasa tanggungjawab, dapat

membuat keputusan yang bebas dari pengaruh orang lain dan

mengklarifikasi nilai-nilai personal.17

Berdasarkan pemaparan di atas, kemandirian remaja yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan remaja untuk mencapai

sesuatu yang diinginkannya setelah remaja mengeksplorasi sekelilingnya.

Hal ini mendorong remaja untuk tidak tergantung kepada orang tua secara

emosi dan mengalihkannya pada teman sebaya, mampu membuat

keputusan, bertanggungjawab dan tidak mudah dipengaruhi orang lain.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian

Sebagaiman aspek-aspek psikologis lainnya, kemandirian juga

bukanlah murni sebuah bawaan semata yang melekat pada individu sejak

17

(41)

ia dilahirkan kedunia. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai

stimulasi yang datang dari lingkungannya.

Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan

kemandirian, yaitu sebagai berikut18:

a. Gen atau keturunan orang tua.

Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali

menurunkan anak yang memilki kemandirian juga. Namun ada juga

pendapat yang mengatakan sesungguhnya bukan sifat kemandirian

orang tuanya itu yang menurun pada kepada anaknya, melainkan sifat

orang tuanya muncul bersamaan dengan cara orang tua mendidiknya.

b. Pola asuh orang tua.

Orang tua yang terlalu banyak melarang dan mengeluarkan

kata “jangan” kepada anak tanpa disertai penjelasan yang rasional

akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya orang

tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan

mendorong kelancaran perkembangan motorik sang anak. Demikian

juga, dengan orang tua yang sering membanding-bandingkan anak

yang satu dengan yang ainnya juga akan berpengaruh kurang baik

terhadap perkembangan kemandirian anak.

c. Sistem pendidikan disekolah.

Proses pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan

demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi

18

(42)

tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian

remaja. Demikian juga, proses pendidikan yang banyak menekankan

pentingnya pemberian sanksi atau hukuman juga dapat menghambat

perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, proses pendidikan

yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi

anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetisi yang positif akan

memperlancar perkembangan kemandirian remaja.

d. Sistem kehidupan masyarakat.

Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan

pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau

mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam

kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan

kemandirian remaja. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman,

menghargai ekspektasi potensi remaja dalam bentuk kegiatan dan

tidak berlaku hierarkis akan merangsang dan mendorong

perkembangan kemandirian remaja.

4. Aspek-aspek Kemandirian

Steinberg mengemukakan bahwa aspek-aspek kemandirian

meliputi: 19

a. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)

19

(43)

Aspek emosional mengarah pada kemampuan remaja untuk

mulai melepaskan diri secara emosi dengan orang tua dan

mengalihkannya pada hubungan dengan teman sebaya. Tetapi bukan

memutuskan hubungan dengan orang tua. Remaja yang mandiri secara

emosional tidak membebankan pikiran orang tua meski dalam masalah.

Remaja yang mandiri secara emosional tidak melihat orang tua mereka

sebagai orang yang tahu atau menguasai segalanya. Remaja yang

mandiri secara emosi dapat melihat serta berinteraksi dengan orang tua

mereka sebagai orang-orang yang dapat mereka ajak untuk bertukar

pikiran.

b. Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy)

Aspek kemandirian perilaku merupakan kemampuan remaja

untuk mandiri dalam membuat keputusanya sendiri dengan

mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Mereka mengatahui

kepada siapa harus meminta nasehat dalam situasi yang berbeda-beda.

Remaja mandiri tidak mudah dipengaruhi dan mampu

mempertimbangkan terlebih dahulu nasehat yang diterima. Remaja

yang mandiri secara perilaku akan terlihat lebih percaya diri dan

memiliki harga diri yang lebih baik. Mereka yang mandiri secara

perilaku tidak akan menunjukkan perilaku yang buruk atau

(44)

c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy)

Remaja yang mandiri dalam nilai akan mampu berpikir lebih

abstrak mengenai masalah yang terkait dengan isu moral, politik, dan

agama untuk menyatakan benar atau salah berdasarkan

keyakinan-keyakinan yang dimilikinya. Remaja dapat memberi penilaian benar

atau salah berdasarkan keyakinannya dan tidak dipengaruhi aturan yang

ada pada masyarakat. Remaja yang mandiri dalam nilai akan lebih

berprinsip. Prinsip yang terkait dengan hak seseorang dalam kebebasan

untuk berpendapat atau persamaan sosial.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa

kemandirian itu meliputi tiga aspek yakni kemandirian emosi yang

ditandai dengan kemampuan melepaskan diri atas ketergantungan

remaja dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dari orang tua.

Kemandirian perilaku yang ditandai dengan kemampuan mengambil

keputusan dan konsekuen dalam melaksanakan keputusan tersebut.

Kemandirian nilai yang ditandai dengan timbulnya keyakinan terhadap

nilai-nilai yang abstrak (moral) atau ukuran benar/salah.

5. Indikator Kemandirian

Steinberg mengemukakan beberapa indikator dari munculnya

kemandirian pada seorang remaja diantaranya adalah sebagai berikut:20

20

(45)

a. Indikator Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy)

1) Kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dan mengetahui

dengan pasti kapan seharusnya meminta/mempertimbangkan nasehat

orang lain.

2) Mampu mempertimbangkan bagian-bagian alternatif dari tindakan

yang dilakukan berdasarkan penilaian diri sendiri dan saran-saran

orang lain,

3) Mencapai suatu keputusan yang bebas tentang bagaimana

seharusnya bertindak/melaksanakan keputusan dengan penuh

percaya diri.

b. Indikator Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)

1) Tidak serta merta lari atau mengadu kepada orangtuanya ketika

mereka dirundung kesedihan, kekecewaan, kekhawatiran, atau ketika

ia sedang membutuhkan bantuan.

2) Tidak lagi memandang orang tuanya sebagai orang yang mengetahui

segala-galanya atau menguasai segala-galanya.

3) Seringkali mempunyai energi emosional yang besar dalam rangka

menyelesaikan hubungan-hubungan di luar keluarganya, dan dalam

kenyataannya mereka merasa lebih dekat dengan teman-temannya

daripada orangtuanya sendiri.Mampu memandang dan berinteraksi

dengan orangtuanya sebagai orang pada umumnya, artinya bukan

(46)

4) Mampu memandang dan berinteraksi dengan orangtuanya sebagai

orang pada umumnya, artinya bukan semata-mata sebagai

orangtuanya.

c. Indikator Kemandirian Nilai (Value Autonomy)

1) Cara remaja dalam memikirkan segala sesuatu menjadi semakin

abstrak.

2) Keyakinan-keyakinan remaja menjadi semakin bertambah mengakar

pada prinsip-prinsip umum yang memiliki beberapa basis idiologis,

3) Keyakinan-keyakinan remaja menjadi semakin bertambah tinggi

dalam nilai-nilai mereka sendiri, bukan hanya dalam suatu sistem

nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau figur pemegang kekuasaan

lainnya.

4) Mampu memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, hak

dan kewajiban, apa yang penting dan apa yang kurang atau tidak

penting.

6. Pentingnya Kemandirian

Kemandirian bukanlah hal yang baru dan berkembang ketika

individu menginjak usia remaja. Kemandirian sudah mulai berkembang

jauh sebelum mencapai tahap remaja. Hal ini bisa dilihat dari kebiasaan

seorang anak kecil yang kerap mengatakan “tidak” terhadap berbagai hal

yang diminta atau disuruh untuk dilakukan oleh orang tua. Dari contoh

(47)

terlepas dari orang lain dan memiliki “kekuasaan” atas dirinya sendiri.

Kemandirian berkembang pada tiap tahapan perkembangan sesuai

dengan usia dan tuntutan pada tiap tahapnya.21

Menurut Smart & Smart kemandirian sudah dapat dilihat sejak

individu masih kanak-kanak dan mulai menemukan bentuknya pada

akhir masa remaja sampai akhirnya relatif menetap pada masa dewasa

awal. Kemandirian itu sendiri merupakan aspek kepribadian yang harus

dimiliki oleh setiap individu.22

Rice mengemukakan bahwa remaja perlu mengembangkan

kemandirian dalam prosesnya mencapai kedewasaan, hal ini disebabkan

karena kemandirian dibutuhkan seorang individu untuk menjalani

peranan tanggung jawab sebagai orang dewasa. Mussen menyatakan

bahwa mencapai kemandirian merupakan salah satu tugas utama remaja.

Kegagalan dalam usaha mencapai kemandirian akan menimbulkan

kesulitan dalam sebagian besar bidang kehidupan. Untuk benar-benar

menjadi dewasa dan tidak hanya secara fisik, remaja harus bisa memiliki

perilaku mandiri.23

Remaja harus dapat melepaskan diri dari ikatan orang tua atau

menjadi mandiri, karena remaja mengalami suatu perkembangan yang

semakin jelas diarahkan ke luar dirinya, ke luar lingkungan keluarga, ke

21Yunni Rizkiani, Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kemampuan

Memecahkan Masalah Pada Remaja,.Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, h. 13

22

Yunni Rizkiani, Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Remaja, h. 13

23

(48)

orang lain di masyarakat dan tempat yang akan ditempatinya dalam

masyarakat.24

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian

merupakan perilaku yang timbul karena dorongan dalam diri sendiri

tanpa dipengaruhi orang lain.

E. Remaja

1. Pengertian Remaja

Istilah remaja atau adolesence berasal dari kata lain adolescere,

(kata bendanya adolescentia, yang berarti remaja), yang bererti “tumbuh”

atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah ini adolescence seperti yang

dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan

mental, emosional, sosial, dan fisik.25

Menurut kamus besar bahasa Indonesia remaja memiliki arti mulai

dewasa.26 Masa remaja ialah suatu periode dari masa anak-anak menjadi

dewasa ketika manusia menguji berbagai peran yang mereka mainkan dan

mengintegrasikan peran-peran itu ke dalam suatu persepsi diri, suatu

identitas.27

24

Singgih Gunarsa dan Ny. Gunarsa, S,D, Psikologi Remaja. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 1995

25

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980, Edisi ke- 5, h. 206

26

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 739 27

(49)

Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah suatu

masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan

tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan

seksual. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi

dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi perlalihan dari ketergantunagn

sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.28

Menurut Papalia dan Olds, masa remaja adalah masa transisi

perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada

umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir

belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.29 Sedangkan Hurlock

membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17

tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 hingga 18 tahun), masa remaja

awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir

individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa

dewasa30

Masa remaja, menurut Tanley Hall, seorang bapak pelopor

psikologi perkembangan remaja dianggap sebagai masa topan badai dan

stres (storm and stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas

untuk menentukan nasib diri sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia

akan menjadi seorang individu yang memilki rasa tanggung jawab, tetapi

28

Sarlito Wirawan. S, Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, h. 9

29

Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D., Human development(8th ed).

Boston: McGraw-Hill, 2001, h. 122 30

(50)

kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki

masa depan dengan baik.31

Dari beberapa pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa

remaja adalah masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang

berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.

2. Ciri-Ciri Masa Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja

terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis. Ada

beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.32

a. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja

awal yang dikenal sebagai masa storm and stress. Peningkatan

emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon

yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan

emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru

yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan

dan tekanan ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan

tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri

dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan

terbentuk seiring berjalannya waktu dan akan nampak jelas pada

remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.

31

Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, h. 13

32

(51)

b. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan

seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak

yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik

yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem

sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan

eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat

berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

c. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan

dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang

menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan

dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga

dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa

remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan

ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga

terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi

berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama,

tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.

d. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa

kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati

dewasa.

e. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi

perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan

(52)

menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka

sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

3. Tugas-tugas Perkembangan remaja a. Pengertian Tugas Perkembangan

Tugas-tugas perkembangan (development task) yakni

tugas-tugas atau kewajiban yang harus dilalui oleh setiap individu sesuai

dengan tahap perkembangan individu itu sendiri. Dari sejak

kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa akhir, setiap individu

harus melakukan tugas itu.33

Keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan tugas

perkembangan pada periode usia tertentu akan mempengaruhi

berhasil atau tidaknya individu dalam menjalankan tugas

perkembangan pada periode selanjutnya

b. Jenis-jenis Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya

meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha

untuk mencapai kemampuan bersikap dan berprilaku secara

dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut

Hurlock adalah sebagai berikut:34

33

Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, h. 77

34

(53)

Beruhasa mampu menerima keadaan fisiknya

1) Berusaha mampu menerima dan memahami keadaan seks usia

dewasa

2) Berusaha mampu membina hubungan baik dengan anggota

kelompok yang berlainan jenis.

3) Berusaha mancapai kemandirian emosional.

4) Berusaha mancapai kemandirian ekonomi.

5) Berusaha mengembangkan konsep dan keterampilan

intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran

sebagai anggota masyarakat.

6) Berusaha memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai

orang dewasa dan orang tua.

7) Berusaha mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial

yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa.

8) Berusaha mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

9) Berusaha memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung

jawab kehidupan keluarga.

F. Putus Sekolah

1. Pengertian Putus Sekolah

Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari

(54)

dimaksud disiniadalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan

formal, yangdisebabkan oleh berbagai faktor.35

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia anak putus sekolah adalah

anak yang meninggalkan sekolah sebelum tamat, berhenti sekolah, tidak

melanjutkan sekolah36

Dari paparan tentang pengertian putus sekolah maka penulis

menyimpulkan bahwa putus sekolah diartikan sebagai seseorang yang

telah masuk dalam sebuah lembaga pendidikan baik itu pada tingkat SD,

SMP, maupun SMA untuk belajar dan menerima pelajaran tetapi tidak

sampai tamat atau lulus kemudian mereka berhenti atau keluar dari

sekolah.

2. Penyebab Remaja Putus Sekolah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya anak putus

sekolah (drop out) antara lain adalah.37

a. Latar belakang pendidikan orang tua

Pendidikan orang tua yang rendah sangat berpengaruh

terhadap cara pandang dan cara berpikir tentu tidak sejauh dan seluas

orang tua yang berpendidikan lebih tinggi. Orang tua yang hanya

35

Eddy Purnomo “Evaluasi Angka Putus Sekolah Dan Pengangguran Kota Blitar2006-2010,” artikel diakses pada 12 Juni 2013 dari http://www.scribd.com/doc/62071883/7/Pengertian-Putus-Sekolah .

36Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus

Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet ke-10, h. 568. 37

Abdul Rasyid,” Hal-hal Yang Menjadi FaktorPenyebab Putus Sekolah” Artikel diakses pada 12 Juni 2013 dari

(55)

tamat sekolah dasar atau tidak tamat cenderung kepada hal-hal

tradisional dan kurang menghargai arti pentingnya pendidikan. Latar

belakang pendidikan orang tua yang rendah merupakan suatu hal yang

mempengaruhi anak sehingga menyebabkan anak menjadi putus

sekolah dalam usia sekolah.

b. Lemahnya ekonomi keluarga

Hampir di setiap tempat banyak anak-anak yang tidak mampu

melanjutkan pendidikan. Pendidikan putus di tengah jalan disebabkan

karena berbagai kondisi yang terjadi dalam kehidupan, salah satunya

disebabkan oleh kondisi ekonomi orang tua yang memprihatinkan.

Disadari bahwa kondisi ekonomi seperti ini menjadi penghambat bagi

seseorang untuk memenuhi keinginannya dalam melanjutkan

pendidikan dan menyelesaikan. Kondisi ekonomi seperti ini

disebabkan berbagai faktor, di antaranya orang tua tidak mempunyai

pekerjaan tetap, tidak mempunyai keterampilan khusus, keterbatasan

kemampuan dan faktor lainnya.

c. Kurangnya minat anak untuk bersekolah

Yang menyebabkan anak putus sekolah bukan hanya

disebabkan oleh latar belakang pendidikan orang tua, juga lemahnya

ekonomi keluarga tetapi juga datang dari dirinya sendiri yaitu

kurangnya minat anak untuk bersekolah atau melanjutkan sekolah.

Anak usia wajib belajar semestinya menggebu-gebu ingin menuntut

(56)

yang kurang baik terhadap perkembangan pendidikan anak, sehingga

minat anak untuk bersekolah kurang mendapat perhatian sebagaimana

mestinya, adapun yang menyebabkan anak kurang berminat untuk

bersekolah adalah anak kurang mendapat perhatian dari orang tua

terutama tentang pendidikannya, juga karena kurangnya orang-orang

terpelajar sehingga yang mempengaruhi anak kebanyakan adalah

orang yang tidak sekolah sehingga minat anak untuk sekolah sangat

kurang.

d. Kondisi lingkungan tempat tinggal anak

Lingkungan tempat tinggal anak adalah salah satu faktor yang

mempengaruhi terjadinya kegiatan dan proses belajar/pendidikan.

Oleh sebab itu seyogyanya lingkungan tempat tinggal anak atau

lingkungan masyarakat ini dapat berperan dan ikut serta di dalam

membina kepribadian anak-anak kearah yang lebih positif. Untuk

membina anak kearah yang lebih positif dan bermanfaat adalah

dengan adanya saling berhubungan satu dengan yang lainnya,

sehingga anak timbul saling pengaruh dengan proses pendidikan akan

berjalan dengan lancar dan baik.

e. Keadaan masyarakat

Masalah kehidupan anak bukan saja berlangsung di dalam

rumah tangga dan sekolah, tetapi sebahagian besar kehidupannya

berada dalam masyarakat yang lebih luas. Kehidupan dalam

(57)

Gambar

Tabel 1. Pegawai PSBR
Gambaran Umum Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu
GAMBARAN TENTANG LEMBAGA
Tabel 1 Pegawai PSBR
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun kenaikan itu tidak signifikan.Dengan demikian adanya fatwa tersebut yang menerangkan bahwa perbankan syariah boleh menggunakan metode anuitas dalam pengakuan

Kelompok data kedua tentang jumlah produk casing pompa tipe X yang reject pada proses produksi assembly, dipping dan pouring berdasarkan variabel CTQ yaitu

dengan adanya aktivitas menyimpan notulen rapat tinjauan manajemen serta tindak lanjut yang disepakati sesuai dengan ketentuan pada Prosedur Pengendalian Informasi

Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan

Pentingnya perpustakaan tersebut sebagai sarana menambah referensi juga perlu ditunjang dengan ketersediaan buku atau referensi yang dibutuhkan harus dilengkapi sehingga

1) Kelompok fauna daratan / terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok ini tidak memiliki sifat

• Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4%

gedung tertentu dan/atau kegiatan penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, dapat disampaikan melalui Tim Ahli Bangunan Gedung atau