Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
MAYGIE PRIAYUDANA NIM: 109054100018
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyartan memeperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 Januari 2014
i Jakarta Timur.
Anak atau remaja merupakan investasi bagi orang tua, bahkan merupakan potensi kesejahteraan serta aset bangsa di masa depan. Untuk mencetak generasi yang kelak dapat menjadi tulang punggung bangsa, persiapan sejak dini oleh orang tua melalui pemenuhan kebutuhan baik fisik, mental maupun sosial yang sesuai dengan masa tumbuh kembangnya, menjadi penting.Namun sayangnya, perbedaan tingkat sosial ekonomi membuat tidak semua keluarga mampu memenuhi kebutuhan anak, termasuk kebutuhan untuk mendapatkan pendidikan formal. Hal inilah yang kemudian berdampak munculnya fenomena putus sekolah pada anak dan remaja.
Sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap permasalahan remaja putus sekolah, Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus bertugas memberikan pelayanan sosial secara profesional. Dengan menggunakan sistem asuhan keluarga, para penerima manfaat di PSBR ditempatkan dalam satu rumah asuh yang terdiri dari orangtua asuh dan anak-anaknya. Dengan adanya orang tua asuh yang berrtugas sebagai pengganti orang tua kandung, diharapkan anak asuh dapat berkembang secara wajar, merasa nyaman dan memiliki sikap dan perilaku yang positif serta menjadi pribadi yang mandiri.
Atas dasar itu meneliti tentang peran orang tua asuh di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur menjadi penting bagi penelliti. Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif, dengan pendekatan penelitiannya adalah penelitian kualitatif, serta pemilihan subjek dan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan melakukan wawancara terhadap empat penerima manfaat, tiga orang tua asuh, dan satu staff tata usaha PSBR Bambu Apus Jakarta timur.
ii
sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Peran Orang Tua Asuh Dalam Mendukung Perkembangan Kemandirian Remaja Putus Sekolah Di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus Jakarta Timur.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sulit untuk dapat terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Hambatan serta rintangan yang penulis
hadapi juga tidak akan bisa penulis lewati tanpa adanya bimbingan dan motivasi dari orang-orang yang menyayangi dan berarti bagi penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kontribusinya baik material maupun spiritual khususnya kepada:
1. Kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda Muryadi dan Ibunda Muinah serta kakak-kakaku yang telah memberikan motivasi, support serta do’a baik materil maupun imateriil dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
3. Ibu Siti Napsiyah, M.SW selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
4. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan saran dan motivasi kepada penulis.
5. Ibu Artiarini Puspita A., M.Psi. sebagai pembimbing skripsi yang telah sangat sabar dan telah banyak memberikan ilmu dan saran serta semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Segenap bapak dan ibu dosen pengajar pada Jurusan Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan banyak ilmunya dan mengajar dengan sabar.
7. Ibu Dra. Sri Wahyuningsih selaku staf tata usaha dan orang tua asuh yang
iii
menerima dan memberikan informasi kepada penulis dalam melakukan penelitian.
9. Untuk Garis Keras (GK) UIN Jakarta dan para personil band The Parkiran UIN Jakarta terima kasih untuk segala bentuk dukungannya.
10. Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2009 yang telah berbagi ilmu serta kakak-kakak senior dan adik-adik junior Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan semangat.
11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah
mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini.
Tidak ada yang dapat penulis berikan kepada orang-orang tersayang selain ucapan terima kasih dan seuntaian do’a. Semoga Allah SWT memberikan dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya atas segala bantuan yang telah diberikan
kepada penulis.
Kritik dan saran sangat penulis harapkan dari berbagai pihak yang membaca skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca serta peneliti lainnya pada umumnya. Amin
Jakarta, 22 Januari 2013 Penulis,
iv
ABSTRAK……… i
KATA PENGANTAR………. iii
DAFTAR ISI……… iv
DAFTAR BAGAN……….. viii
DAFTAR TABEL………... viii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………….………... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 8
D. Metodologi Penelitian……… 9
E. Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 10
F. Objek dan Subjek Penelitian………... 10
G. Teknik Pemilihan Informan……… 11
H. Sumber Data………... 11
I. Teknik Pengumpulan Data………. 12
J. Keabsahan Data……….. 14
K. Pedoman Penulisan Skripi………... 15
L. Tinjauan Pustaka……….. 15
v
B. Orang Tua Asuh……….……….. 20
1. Pengertian………. 20
2. Konsep Pengasuhan………. 21
3. Tujuan Pengasuhan……….. 21
4. Fungsi Pengasuhan……….. 22
C. Pola Asuh………. 22
1. Pengertian………... 22
2. Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua………... 23
3. Indikator Pola Asuh………... 25
D. Perkembangan Kemandirian Remaja………... 26
1. Pengertian Perkembangan ………. 26
2. Pengertian Kemandirian……….. 27
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian…………... 28
4. Aspek-aspek Kemandirian………... 30
5. Indikator Kemandirian………. 32
6. Pentingnya Kemandirian………. 34
E. Remaja……….. 36
1. Pengertian Remaja………... 36
2. Ciri-ciri Masa Remaja………. 38
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja……… 40
vi
BAB III GAMBARAN LEMBAGA……….. 46
A. Sejarah Berdirinya Panti………... 46
B. Visi dan misi Lembaga………. 46
C. Fungsi………... 47
D. Tugas……… 47
E. Program... 48
F. Ruang Lingkup Kegiatan Lembaga………. 48
G. Mekanisme Penerimaan………... 49
H. Staff dan Struktur Lembaga... 53
I. Profil Pegawai……….. 53
J. Deskripsi Pekerjaan……….. 54
K. Sarana dan Prasarana... 55
L. Kerjasama dan Layanan Lembaga... 56
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA... 57
A. Data Informan... 57
B. Pola Pengasuhan Orang Tua Asuh di PSBR Bambu Apus, Jakarta Timur... 61
vii
viii
[image:12.612.103.509.184.594.2]DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pegawai PSBR 53
Tabel 2. Jabatan Pegawai PSBR 54
Tabel 3. Pangkat/Golongan 54
Tabel 4. Pendidikan Pegawai PSBR 54
Tabel 5. Sarana dan Prasarana Lembaga 56
Tabel 6. Penerima Manfaat 1 57
Tabel 7. Penerima Manfaat 2 58
Tabel 8. Penerima Manfaat 3 59
Tabel 9. Penerima Manfaat 4 60
Tabel 10. Informan Orang tua asuh dan staff tata usaha 61
1 A. Latar Belakang Masalah
Anak atau remaja merupakan investasi bagi orang tua, bahkan
merupakan potensi kesejahteraan serta aset bangsa di masa depan. Untuk
mencetak generasi yang kelak dapat menjadi tulang punggung bangsanya
harus dipersiapan sejak dini oleh orang tua melalui pemenuhan kebutuhan
baik fisik, mental maupun sosial yang sesuai dengan masa tumbuh
kembangnya, menjadi penting. Merupakan tanggung jawab orang tua untuk
memberikan kesejahteraan bagi anak sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 9:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Salah satu hak yang harus dipenuhi orang tua adalah hak akan
pendidikan bagi anak. Dengan terpenuhinya hak akan pendidikan, anak dapat
mengembangkan potensi-potensi dan bakat yang ada pada dirinya dan dapat
bertumbuh kembang secara baik. Namun sayangnya, kondisi ekonomi
masyarakat yang berbeda-beda membuat tidak semua keluarga memiliki
kebutuhan anaknya. Keluarga dengan status sosial ekonomi menengah ke
bawah harus merogoh kantong lebih dalam untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, termasuk dalam pemenuhan hak anak akan pendidikan. Ditambah
dengan tingginya biaya pendidikan, semakin banyak keluarga yang tidak
mampu membiayai sekolah sehingga akhirnya sang anak terpaksa mengalami
putus sekolah.
Apresiasi Wahono menilai orang tua khususnya di Indonesia rata-rata
sadar akan pentingnya pendidikan. Karenanya, penyebab mendasar anak
putus sekolah bukanlah akibat kurangnya kesadaran akan pentingnya
pendidikan, melainkan akibat faktor ekonomi. Dengan kata lain, terdapat
kaitan yang erat antara beban ekonomi masyarakat dengan kegiatan
pendidikan anak. Kesulitan finansial seringkali membuat anak-anak yang
harus membantu ekonomi keluarga pada akhirnya memiliki pendidikan yang
terbengkalai, bahkan mengalami putus sekolah.1
Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari
suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Putus sekolah yang dimaksud
disini adalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan formal, yang
disebabkan oleh berbagai faktor. Jumlah anak putus sekolah di Indonesia
meningkat dengan pesat pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2010. Menurut
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO), data terbaru menunjukkan bahwa 260,000 anak Indonesia putus
1
Wahono, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Cet. 3, Jakarta:
sekolah tahun 2011, peningkatan yang tajam dibandingkan angka 160,000
pada tahun 2010.2
Ketika seorang anak memasuki usia remaja, anak mengalami
peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang
dikenal sebagai masa storm and stress, dimana remaja telah memiliki
keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Kalau terarah dengan
baik, maka ia akan menjadi seorang individu yang memilki rasa tanggung
jawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tak
memiliki masa depan dengan baik.3
Dan ketika mereka mengalami putus sekolah maka mereka menjadi
tidak terarah dengan baik, sehingga muncul berbagai masalah antara lain
terlibat dalam kenakalan remaja, tawuran, minum-minuman, dan perkelahian,
menjadi anak jalanan serta timbulnya perasaan minder dan rendah diri.
Ketiadaan waktu khusus untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah
membuat remaja putus sekolah lebih rentan masuk ke dalam pergaulan yang
bebas. Mereka juga cenderung mudah terlibat interaksi dengan siapa saja,
bahkan mungkin dengan pecandu narkoba. Ketiadaan aturan dan kesepakatan
kemudian membuat remaja putus sekolah tidak lagi mau menerima masukan
apapun, pulang semaunya, terlampau sering bermain, dan cenderung tidak
memperhatikan norma kesusilaan dan norma agama. Tidak hanya itu, putus
2
ACDP INDONESIA, UNESCO: Semakin Banyak Anak Putus Sekolah di Indonesia. artikel diakses pada 23 oktober 2013
http://acdpindonesia.com/2013/06/10/unesco-semakin-banyak-anak-putus-sekolah-di-indonesia/
3
sekolah juga membuka ‘kran’ pengangguran dan menutup masa depan yang
cerah bagi mereka yang mengalaminya.4
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa remaja yang
mengalami putus sekolah terlantar perlu mendapat perhatian dan penanganan.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang nomor 23 tahun 2002, “Setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasanya sesuai dengan minat dan bakatnya”5.
Berdasarkan undang-undang tersebut dapat dipahami bahwa remaja
putus sekolah terlantar membutuhkan penanganan dan pelayanan sosial agar
kelak tidak menimbulkan masalah bagi diri sendiri dan lingkungannya serta
dapat mencapai kesejahteraan. Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979
tentang kesejahteraan anak. kesejahteraan anak merupakan “Suatu sistem
kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial”.6
Selain membantu pemenuhan kebutuhan baik dari segi fisik, mental
dan sosial, bentuk perhatian yang juga diperlukan remaja putus sekolah
adalah mendapatkan pengasuhan, perlindungan dan pendidikan sebagaimana
hak yang dimiliki seorang anak. Dengan mendapatkan pendidikan dan
pengasuhan yang baik, para remaja tersebut diharapkan dapat bersikap dan
perilaku positif serta menjadi pribadi mandiri.
4
St Wardah Hanafie Das & Abdul Halik, Masalah Putus Sekolah dan Pengangguran Tinjauan Sosiologi Pendidikan.Artikel diakses pada 23 Oktober 2013dari http://abdulhalik11.blogspot.com/2011/10/masalah-putus-sekolah-danpengangguran.html.
5
Undang-undang No. 23 tahun 2002 Pasal 9 ayat 1. 6
Sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap permasalahan
remaja putus sekolah terlantar, Kementerian Sosial RI mendirikan Panti
Sosial Bina Remaja (PSBR) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di
lingkungan Kementerian Sosial RI yang berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.
PSBR bertugas memberikan pelayanan sosial secara profesional bagi remaja
putus sekolah terlantar. Tujuan dari pelayanan sosial ini adalah agar mereka
memiliki kemampuan dan kemandirian, serta dapat berkembang secara wajar
ditengah masyarakat sehingga mereka dapat terampil dan aktif berpartisipasi
dalam pembangunan.7
Dengan Visi “Terwujudnya Kemandirian Remaja”, PSBR Bambu
Apus memberikan bimbingan dan pelayanan bersiat preventif, rehabilitatif
dan promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial pelatihan
keterampilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi remaja terlantar putus
sekolah agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan
bermasyarakat. PSBR juga memfasilitasi penerima manfaat yang ingin ikut
sekolah kejar paket SLTP dan SLTA agar dapat sekolah kembali dan
mendapatkan ijazah sebagai modal untuk melamar pekerjaan.8
PSBR melakukan bimbingan dan pelayanan yang bersifat holistik
dengan menggunakan sistem asuhan keluarga berbeda dengan sistem di panti
sosial lain yang menggunakan asrama sebagai tempat tinggal dan tempat
sosialisasi para penerima manfaat. Dengan keluarga asuh, setiap penerima
7
Profil PSBR Bambu Apus Jakarta Timur. Artikel diambil dari http://bambuapus.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=13
8
manfaat dikelompokan dan dan ditempatkan dalam satu rumah asuh yang
terdiri dari orang tua asuh dan anak-anaknya. Mereka membaur sebagaimana
layaknya anak dengan orangtuanya sendiri. Dengan demikian, orang tua asuh
ini diharapkan dapat memberikan arahan dan bimbingan kepada remaja agar
menjadi remaja yang mandiri.9
Dari sisi remaja penerima manfaat, mereka diharapkan dapat
mengikuti pembinaan dengan baik. Penekanan yang dilakukan oleh lembaga
PSBR bagi penerima manfaat adalah adanya perubahan sikap dan perilaku
bagi remaja agar menjadi mandiri. Kemandirian itu sendiri merupakan salah
satu tugas perkembangan remaja sehingga kegagalan dalam usaha mencapai
kemandirian akan menimbulkan kesulitan dalam sebagian besar bidang
kehidupan. Dengan kata lain, untuk menjadi dewasa, kematangan fisik saja
tidaklah cukup, seorang remaja harus matang secara sosial, salah satunya
memiliki perilaku mandiri.10 Setelah keluar dari lembaga, remaja atau
penerima manfaat diharapkan dapat bersikap lebih baik agar dapat diterima
oleh masyarakat, dapat tumbuh dan berkembang secara wajar, serta dapat
melaksanakan fungsinya sebagai anggota masyarakat yang mandiri, aktif dan
produktif.
Atas dasar pemaparan tersebut, muncul ketartarikan peneliti untuk
mengatahui bagaimana orang tua asuh berperan dalam mendukung
perkembangan kemandirian bagi remaja putus sekolah di PSBR Bambu Apus
9
Profil PSBR Bambu Apus Jakarta Timur Tahun 2013 10
Jakarta Timur. Adapun, judul yang diangkat dalam penelitian ini adaah
”Peran Orang tua Asuh Dalam Mendukung Perkembangan Kemandirian Remaja Putus Sekolah Di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus, Jakarta Timur.”
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan pembahasan maka penulis membatasi
masalah pada peran orang tua asuh dalam mendukung perkembangan
kemandirian remaja putus sekolah di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR)
Bambu Apus, Jakarta Timur. Maka masalah yang akan diteliti akan
dirumuskan sebagai berikut:
2. Perumusan Masalah
Sesuai dengan batasan masalah maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
a. Bagaimana pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua asuh di
PSBR Bambu Apus?
b. Bagaimana peran orang tua asuh dalam mendukung perkembangan
kemandirian remaja putus sekolah di PSBR Bambu Apus Jakarta
Timur?
Sesuai dengan rumusan permasalahan maka tujuan penelitian skripsi ini
adalah :
a. Untuk mengetahui pola asuh yang diterapkan orang tua asuh di
PSBR Bambu Apus Jakarta Timur
b. Untuk mengetahui bagaimana peran orang tua asuh dalam
mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah di
PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat Akademis
1) Untuk pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan penelitian
ini dapat menjadi tambahan referensi dan meningkatkan
wawasan akademik dalam bidang kesejahteraan sosial.
2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
PSBR Bambu Apus, Jakarta Timur dalam merancang dan
memperbaiki program dan pelayanan yang sedang berjalan
untuk kedepan yang lebih baik.
b. Manfaat praktis
1) Menginformasikan tentang peran orang tua asuh dalam
mendukung perkembanga kemandirian remaja putus sekolah
2) Penelitian ini juga sebagai bahan pembelajaran untuk
perlindungan bagi anak, khususnya anak remaja putus
sekolah.
3) Penelitian ini juga memberikan pemahaman dan masukan
untuk penelitian-penelitian lebih lanjut dan juga praktisi di
lembaga.
D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, yaitu
metode penelitian yang dihasilkan dari suatu data-data yang dikumpulkan
berupa kata-kata, dan merupakan suatu penelitian ilmiah. Pendekatan
kualitatif adalah pendekatan yang mengacu pada prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati.11
2. Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang mencoba memberikan gambaran yang
secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau
kelompok tertentu.12
11
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2009), cet ke-26, h. 4. 12
Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan maka dalam
penelitian ini akan digambarkan tentang bagaimana peran orang tua asuh
dalam mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah di
PSBR Bambu Apus, Jakarta Timur.
E. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Jl.
PPA. Bambu Apus Jakarta Timur pada bulan Juni sampai dengan bulan
November 2013.
F. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah PSBR Bambu Apus Jakarta Timur
sebagai lembaga (organisasi) yang atributnya akan diteliti. Sedangkan objek
penelitian adalah atribut dari sesuatu benda, orang, atau keadaan, yang
menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian. Objek penelitian dalam
skripsi ini adalah peran orang tua asuh dalam mendukung kemandirian remaja
G. Teknik Pemilihan Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi, orang tersebut
harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian.13
Teknik yang digunakan untuk penentuan informan dalam penelitian
ini adalah teknik purposive(bertujuan), dimana informan dipilih berdasarkan
pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam
memberikan informasi.14 Adapun yang penulis jadikan sebagai informan
yaitu empat penerima manfaat atau anak asuh, tiga orang tua asuh dan satu
staff tata usaha.
H. Sumber Data
Menurut Lofland dalam buku Metodologi Penelitian, sumber data
utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan
orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama.
Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman
video/audio tapes, pengambilan foto atau film. Pencatatan sumber data utama
melalui wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil usaha
gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya.15
13
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2009), cet ke-26, h. 90. 14
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial : Suatu teknik penelitian bidang kesejahteraan sosial dan ilmu sosial lainnya(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2004), h. 63
15
Walaupun dikatakan bahwa sumber di luar kata dan tindakan
merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak dapat diabaikan. Dilihat dari segi
sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi
atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip dan dokumen pribadi
dan dokumen resmi.16
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi
ini, maka peneliti menggunakan penelitian lapangan (field research). Sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua macam, yaitu data
primer dan data sekunder.
1. Data Primer yaitu data yang merupakan observasi dan wawancara
mendalam dengan penerima manfaat, orang tua asuh dan pegawai
PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.
2. Data Sekunder, yaitu data yang peneliti peroleh baik berupa dokumen,
arsip-arsip, atau catatan tertulis lainnya maupun gambar atau benda
peninggalan yang berkaitan dengan penelitian
I. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara
Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh
sebuah keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang
16
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara.17
Wawancara juga dapat dikatakan sebagai percakapan yang
dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu untuk mendapatkan data
serta informasi yang konkret dari hasil pertanyaan yang diajukan oleh
pewawancara.
Dalam wawancara penulis menggunakan waawancara terstruktur
(structured interview) dengan melakukan tanya jawab terhadap penerima
manfaat di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur, orang tua asuh dan staff
pegawai yang bekerja di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.
2. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala-gejala yang diteliti.18 Observasi merupakan salah satu cara
penelitian pada ilmu-ilmu sosial, cara ini bisa hemat biaya dan dapat
dilakukan oleh seorang individu dengan menggunakan indera penglihatan
yakni mata untuk melihat data dan menilai lingkungan yang dilihat.
Dalam hal ini penulis menggunakan observasi partisipasi pasif,
yakni penulis mengamati, mendengarkan, dan menemukan jawaban, tetapi
tidak terlibat dalam kegiatan yang dilakukan.
3. Dokumentasi
Yang dimaksud dengan dokumentasi adalah teknik pengumpulan
data yang sumber data utamanya diperoleh melalui dokumen-dokumen,
17
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, h. 9-10. 18
data-data catatan peristiwa yang sudah berlalu, buku-buku,
majalah-majalah dan literatur-literatur.19 Studi dokumentasi merupakan
perlengkapan dari pengguna metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif. Adapun studi dokumentasi yang penulis teliti yakni
berupa brosur profil lembaga, draft profil kepegawaian, dan
dokumen-dokumen terkait.
J. Keabsahan Data
Keabsahan data adalah data yang diperoleh, data yang telah teruji dan
valid, dalam hal ini peneliti menulis keabsahan data diujikan lewat diskusi
terhadap teman sejawat, referensi teori dan melihat realitas sosial serta
tentang isu-isu yang sedang berkembang, oleh karena itu peneliti melakukan
perbaikan-perbaikan untuk mendapatkan data-data yang relevan. Penulis
menggunakan teknik triangulasi sumber. untuk mendapatkan data dari
sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama20.
Sebagai gambaran atas data yang telah dikumpulkan dari sumber yang
berbeda sebagai cara perbandingan data yang didapat dari observasi dan
wawancara. Penulis melakukan wawancara dari informan yang satu ke
informan yang lain, dan melakukan wawancara terhadap hasil dari
observasi.21
19
Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta:
PT.Rineka Cipta, 1998), h. 73.
20
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,(Bandung CV
Alvabeta, November 2009), Cet-ke 8, h. 241 21
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif,(Bandung CV Alvabeta, Agustus
K. Pedoman Penulisan Skripsi
Untuk tujuan mempermudah, teknik penulisan yang dilakukan dalam
skripsi ini merujuk pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi,
Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh tim UIN Jakarta Press. Cet. Ke 2
L. Tinjauan Pustaka
1. Peran Pendamping Dalam Membentuk Kemandirian Anak Terlantar di
Yayasan Sayap Ibu yang ditulis oleh Lina Mardiana mahasiswa jurusan
Kesejahteraan Sosial tahun 2013 Fakultas dakwah dan Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dimana isi skripsi tersebut berisikan tentang
peran pendamping dalam membentuk kemandirian anak terlantar di
yayasan sayap ibu.
2. Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kemampuan Memecahkan
Masalah Pada Remaja yang ditulis oleh Yunni Rizkiani mahasiswa
jurusan Psikologi Tahun 2007 Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Skripsi tersebut memfokuskan tentang bagaimana hubungan
antara kemandirian dengan kemampuan memecahkan masalah pada
remaja.
Sedangkan, judul skripsi ini adalah Peran orang tua asuh dalam
Mendukung Perkembangan Kemandirian Remaja Putus Sekolah di
Penelitian ini difokuskan pada analisis terkait peran orang tua asuh dalam
mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah dan pola
pengasuhan orang tua asuh di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.
M. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan ini terdiri dari lima bab, yang terdiri sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan,berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori,mengemukakan teori-teori yang melandasi dan mendukung penelitian. Dimana dalam bab ini akan membahas
tentang orang tua asuh, pola asuh orang tua, pengertian
kemandirian, pengertian remaja, pengertian putus sekolah.
BAB III Gambaran Umum Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus Jakarta Timur, meliputi latar belakang berdirinya Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus, Jakarta Timur,
Struktur organisasi, fungsi dan divisi yang bergerak di Panti
Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus, Jakarta Timur.
BAB IV Temuan dan Analisis, merupakan bentuk analisa tentang pola asuh dan peran orang tua asuh dalam mendukung perkembangan
kemandirian remaja putus sekolah di Panti Sosial Bina Remaja
[image:28.612.101.508.185.652.2]BAB V Penutup, dalam hal ini akan ditarik beberapa kesimpulan dari pemikiran sebelumnya serta saran-saran sebagai bentuk hasil dari
18 A. Peran
1. Pengertian Peran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah beberapa
tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat dan harus dilaksanakan.1
Peran dan kedudukan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain,
tak ada peran tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peran. Sebagaimana
halnya peran berasal dari kata peranan (role) merupakan aspek dinamis
kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya. Peran juga mempunyai dua arti yaitu setiap orang
mempunyai macam-macam peran yang berasal dari pola-pola pergaulan
hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peran menetukan apa yang
diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan kesempatan apa yang
diberikan oleh masyarakat kepadanya.2
Pentingnya peran karena peran mengatur perilaku seseorang, peran
menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan
perbuatan-perbuatan orang lain. Orang yang bersangkutan akan dapat
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h.667
2
menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang
sekelompoknya.
Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan
posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam
masyarakat yaitu (social-position) merupakan unsur statis yang lebih
banyak menunjuk pada fungsi, penyesuian diri dan sebagai masyarakat
serta menjalankan suatu peran. Peran mungkin mencangkup tiga hal, yaitu
:3
a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan
rangkaian peran-peran yang membimbing seseorang dalam kehidupan
kemasyarakatan.
b. Peran adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peran juga dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Dari penjelasan tersebut diatas terlihat suatu gambar bahwa yang
dimaksud peran merupakan kewajiban-kewajiban dan
keharusan-keharusan yang dilakukan sesorang karena kedudukannya di dalam status
tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan dimana dia berada.
3
B. Orang tua Asuh 1. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah orang tua asuh
diartikan dengan “Orang yang membiayai (sekolah dan sebagainya) anak
yang bukan anaknya sendirri atas dasar kemanusiaan”.4 Sedangkan dalam
keputusan bersama Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Dan Menteri Agama Republik Indonesia Bab
1 Pasal 1 ayat (8) yang berbunyi: “Orang tua asuh adalah masyarakat,
keluarga, dan perseorangan yang memberikan bantuan berupa biaya dan
sarana kepada anak kurang mampu, anak cacat, dan anak yang bertempat
tinggal di daerah terpencil agar mereka dapat mengikuti pendidikan pada
satuan pendidikan dasar dengan wajar dalam rangka wajib belajar”.5
Menurut Ary H Gunawan, orang tua asuh adalah “perorangan atau
keluarga atau masyarakat yang bertindak selaku orang tua atau wali anak
kurang mampu dengan memberikan bantuan biaya pendidikan atau sarana
belajar, agar mereka dapat mengikuti pendidikan pada lembaga pendidikan
tingkat dasar dalam rangka wajib belajar”.6
Berdasarkan beberapa definisi diatas, penulis menyimpulkan
bahwa orang tua asuh adalah perorangan, keluarga, atau masyarakat yang
mampu untuk siap menjadi orang tua wali bagi anak kurang mampu atau
4Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet X, h. 706 5
Departemen Sosial RI, Keputusan Bersama Menteri Sosial, Menteri dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Agama RI, (Jakarta: Departeman Sosial RI, 1997, h. 6
6
kurang beruntung dengan memberikan biaya dan sarana agar mereka dapat
mengikuti pendidikan dasar dalam rangka wajib belajar. Dan dalam hal ini
yang dimaksud dengan orang tua asuh di PSBR adalah orang dewasa yang
berusia minimal 27 tahun dan atau sudah menikah yang secara sukarela
serta memilik keterampilan dalam mengasuh seperti yang telah ditetapkan.
2. Konsep Pengasuhan
Konsep pengasuhan di PSBR Bambu Apus Jakarta yaitu: 7
a. Konsep pengasuhan di PSBR mencakup beberapa pengertian
pokok, antara lain: pengasuhan bertujuan untuk mendorong
pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, baik secara
fisik, mental, maupun sosial.
b. Pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang terus
menerus antara orang tua dengan anak.
c. Pengasuhan adalah sebuah proses sosialisasi.
d. Sebagai sebuah proses interaksi dan sosialisasi proses pengasuhan
tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya dimana anak dibesarkan
3. Tujuan Pengasuhan
Pengasuhan di PSBR Bambu Apus Jakarta bertujuan untuk
menciptakan lingkungan yang aman dan ramah bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak agar dapat terpenuhi kebutuhan fisik (kehangatan,
7
kebersihan, ketenangan, dan kepuasan), emosi (merasa dihargai, merasa
dicintai, memperoleh kesempatan umtuk menentukan pilihan dan untuk
mengetahui resikonya) dan sosial (tidak merasa terasing).8
4. Fungsi Pengasuhan
Pengasuhan di PSBR Bambu Apus Jakarta memeilikin fungsi
sebagai pengganti orang tua biologis yang mana orang tua mempunyai
peran utama untuk merawat, melindungi dan mengarahkan dalam setiap
tahap perkembangan anak sehingga anak akan mampu bertanggung
jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya.9
C. Pola Asuh 1. Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata pola berarti model,
sistem, cara kerja, bentuk (struktur yang tetap), sedangkan kata asuh
mengandung arti menjaga, merawat, mendidik anak agar dapat berdiri
sendiri.10Tarmudji mengatakan pola asuh orang tua adalah interaksi antara
orang tua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan.11 Sedangkan
8
Data diambil dari dokumen yang diberikan oleh PSBR Bambu Apus Jakarta Timur pada 13 September 2013
9Data diambil dari dokumen yang diberikan oleh PSBR Bambu Apus Jakarta
Timur pada 13 September 2013 10
TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar BahasaIndonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, h. 692
11
Tarmudji, T. Hubungan pola asuh orang tua dengan agresifitas remaja. Artikel Diakses pada 3 Februari 2014 pada
menurut Singgih D. Gunarsa pola asuh adalah gambaran yang dipakai
oleh orang tua untuk mengasuh (merawat, menjaga atau mendidik) anak.12
Dari beberapa pemaparan diatas, dapat penulis simpulkan bahwa
pola asuh orang tua yaitu, tindakan atau sikap orang tua dalam berinteraksi
kepada anaknya. Pengasuhan orang tua diharapkan dalam memberikan
kedisiplinan terhadap anak, memberikan tanggapan yang sebenarnya agar
anak merasa orang tuanya selalu memberikan perhatian yang positif
terhadapnya.
2. Jenis - Jenis Pola Asuh Orang tua
Menurut Diana Baumrind ada 4 jenis pola pengasuhan orang tua,
yaitu:13
a. Pengasuhan Otoritarian (Authoritarian Parenting)
Pengasuhan otoritarian ini adalah pola yang membatasi dan
menghukum, dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti
arahan orang tua dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Batas
dan kendali yang tegas diterapkan pada anak, dan sangat sedikit
tawar-menawar verbal yang diperbolehkan. Pola ini bisa
mengakibatkan prilaku anak yang tidak kompeten secara sosial. Anak
yang memiliki orang tua otoriter sering kali tidak bahagia, ketakutan,
minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu
12
Singgih, Gunarsa. Psikologi Perkembangan. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2000 ) h. 108-109
13
memulai aktivitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah.
Putra dari orang tua yang otoriter mungkin berperilaku agresif.
b. Pengasuhan Otoritatif (Authoritatif Parenting)
Pola ini mendorong anak untuk mandiri, namun masih
menempatkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan
verbal memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap
hangat dan penyayang terhadap anak. Pola ini biasanya
mengakibatkan perilaku anak yang kompeten secara sosial. Anak yang
memiliki orang tua otoritatif sering kali ceria, bisa mengendalikan diri
dan mandiri, dan beorientasi pada prestasi. Mereka cenderung
mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerja
sama dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stres dengan baik.
c. Pengasuhan Yang Mengabaikan (Neglectful Parenting)
Pola dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan
anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa
aspek lain kehidupan orang tua lebih penting daripada diri mereka.
Anak-anak ini cenderung tidak memiliki kemampuan sosial dan
banyak diantaranya memiliki kemampuan pengendalian diri yang
buruk.
d. Pengasuhan Yang Menuruti (Indulgent Prenting)
Suatu pola dimana orang tua sangat terlibat penuh dengan anak
tetapi tidak menaruh banyak tuntutan dan kontrol yang ketat pada
perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya.
Anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar
menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk
mengendalikan perilakunya. Mereka mungkin mendominasi,
egosentris, tidak menuruti aturan, dan kesulitan dalam hubungan
dengan teman sebaya.
3. Indikator Pola Asuh
Indikator dari pola asuh orang tua terhadap anaknya dapat
dikelompokkan sebagai berikut:14
a. Pola asuh Yang Menuruti (Indulgent Prenting), antara lain mempunyai indikator:
1) Memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada batasan dan aturan
dari orang tua
2) Anak tidak mendapatkan hadiah ataupun pujian meski anak
berperilaku sosial baik
3) Anak tidak mendapatkan hukuman meski anak melanggar
peraturan
4) Orang tua kurang kontrol terhadap perilaku dan kegiatan anak
sehari-hari
5) Orang tua hanya berperan sebagai pemberi fasilitas.
14
b. Pola asuh otoritarian (Authoritarian Parenting), antara lain mempunyai indikator:
1) Orang tua menerapkan peraturan yang ketat
2) Tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat
3) Segala peraturan yang dibuat harus dipatuhi oleh anak
4) Berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal)
5) Orang tua jarang memberikan hadiah ataupun pujian.
c. Pola asuh otoritatif (Authoritatif Parenting), antara lain mempunyai indikator:
1) Adanya kesempatan bagi anak untuk berpedapat
2) Hukuman diberikan akibat perilaku salah
3) Memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar
4) Orang tua membimbing dan mengarahkan tanpa memaksakan
kehendak kepada anak
5) Orang tua memberi penjelasan secara rasional jika pendapat anak
tidak sesuai
6) Orang tua mempunyai pandangan masa depan yang jelas terhadap
anak.
D. Perkembangan Kemandirian Remaja 1. Pengertian Perkembangan
Perkembangan adalah proses yang berlangsung sejak konsepsi,
pada masa usia dini, anak-anak, dan dewasa menjadi lebih kompleks dan
berlanjut dengan kematangan sepanjang hidup.15
Para ahli psikologi pada umumnya menunjuk pada pengertian
perkembangan sebagai suatu proses perubahan yang bersifat progresif dan
menyebabkan tercapainya kemampuan dan karakteristik psikis yang
baru.16
Maka dengan kata lain dapat penulis disimpulkan bahwa sepanjang
hidup kita merupakan suatu rangkaian proses yang terus berlanjut, proses
tersebut meliputi perkembangan (development), pertumbuhan (growth)
serta kamatangan (maturation) baik fisik maupun psikis
2. Pengertian Kemandirian Remaja
Menurut Steinberg, kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk
dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan
keinginannya sendiri setelah remaja tersebut mempelajari keadaan
sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan merupakan bagian
yang mempengaruhi perkembangan kemandirian. Perubahan fisik yang
terkait dengan pubertas mendorong remaja untuk tidak tergantung secara
emosi dengan orang tua tetapi mengarah kepada teman sebaya.
Selanjutnya, perubahan fisik mempengaruhi perubahan pada penampilan
dan cara-cara individu berperilaku yang membuat remaja terlihat lebih
15
Soepalarto , Siti Aminah, Dr. SpS (K). Pendekatan Neurologi Pada Penilaian Perkembangan Anak. YKAI : 2008
16
matang sehingga orang tua mereka yakin untuk memberikan tanggung
jawab pada mereka. Perubahan kognitif remaja menjadikan remaja
tersebut mampu untuk membuat sebuah keputusan. Keputusan yang
dibuatnya sendiri setelah mendengarkan pendapat dari orang-orang yang
dianggap berkompeten untuk memberikan pendapat. Remaja juga akan
mampu memberikan alasan dengan cara-cara yang lebih baik serta
memprediksi akibat dari keputusannya. Perubahan peranan dan aktivitas
sosial remaja terkait dengan munculnya masalah yang berhubungan
dengan kebebasan. Untuk mencapai kebebasan yang remaja inginkan
remaja diharapkan dapat meningkatkan rasa tanggungjawab, dapat
membuat keputusan yang bebas dari pengaruh orang lain dan
mengklarifikasi nilai-nilai personal.17
Berdasarkan pemaparan di atas, kemandirian remaja yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan remaja untuk mencapai
sesuatu yang diinginkannya setelah remaja mengeksplorasi sekelilingnya.
Hal ini mendorong remaja untuk tidak tergantung kepada orang tua secara
emosi dan mengalihkannya pada teman sebaya, mampu membuat
keputusan, bertanggungjawab dan tidak mudah dipengaruhi orang lain.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian
Sebagaiman aspek-aspek psikologis lainnya, kemandirian juga
bukanlah murni sebuah bawaan semata yang melekat pada individu sejak
17
ia dilahirkan kedunia. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai
stimulasi yang datang dari lingkungannya.
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan
kemandirian, yaitu sebagai berikut18:
a. Gen atau keturunan orang tua.
Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali
menurunkan anak yang memilki kemandirian juga. Namun ada juga
pendapat yang mengatakan sesungguhnya bukan sifat kemandirian
orang tuanya itu yang menurun pada kepada anaknya, melainkan sifat
orang tuanya muncul bersamaan dengan cara orang tua mendidiknya.
b. Pola asuh orang tua.
Orang tua yang terlalu banyak melarang dan mengeluarkan
kata “jangan” kepada anak tanpa disertai penjelasan yang rasional
akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya orang
tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan
mendorong kelancaran perkembangan motorik sang anak. Demikian
juga, dengan orang tua yang sering membanding-bandingkan anak
yang satu dengan yang ainnya juga akan berpengaruh kurang baik
terhadap perkembangan kemandirian anak.
c. Sistem pendidikan disekolah.
Proses pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan
demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi
18
tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian
remaja. Demikian juga, proses pendidikan yang banyak menekankan
pentingnya pemberian sanksi atau hukuman juga dapat menghambat
perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, proses pendidikan
yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi
anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetisi yang positif akan
memperlancar perkembangan kemandirian remaja.
d. Sistem kehidupan masyarakat.
Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan
pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau
mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam
kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan
kemandirian remaja. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman,
menghargai ekspektasi potensi remaja dalam bentuk kegiatan dan
tidak berlaku hierarkis akan merangsang dan mendorong
perkembangan kemandirian remaja.
4. Aspek-aspek Kemandirian
Steinberg mengemukakan bahwa aspek-aspek kemandirian
meliputi: 19
a. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)
19
Aspek emosional mengarah pada kemampuan remaja untuk
mulai melepaskan diri secara emosi dengan orang tua dan
mengalihkannya pada hubungan dengan teman sebaya. Tetapi bukan
memutuskan hubungan dengan orang tua. Remaja yang mandiri secara
emosional tidak membebankan pikiran orang tua meski dalam masalah.
Remaja yang mandiri secara emosional tidak melihat orang tua mereka
sebagai orang yang tahu atau menguasai segalanya. Remaja yang
mandiri secara emosi dapat melihat serta berinteraksi dengan orang tua
mereka sebagai orang-orang yang dapat mereka ajak untuk bertukar
pikiran.
b. Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy)
Aspek kemandirian perilaku merupakan kemampuan remaja
untuk mandiri dalam membuat keputusanya sendiri dengan
mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Mereka mengatahui
kepada siapa harus meminta nasehat dalam situasi yang berbeda-beda.
Remaja mandiri tidak mudah dipengaruhi dan mampu
mempertimbangkan terlebih dahulu nasehat yang diterima. Remaja
yang mandiri secara perilaku akan terlihat lebih percaya diri dan
memiliki harga diri yang lebih baik. Mereka yang mandiri secara
perilaku tidak akan menunjukkan perilaku yang buruk atau
c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy)
Remaja yang mandiri dalam nilai akan mampu berpikir lebih
abstrak mengenai masalah yang terkait dengan isu moral, politik, dan
agama untuk menyatakan benar atau salah berdasarkan
keyakinan-keyakinan yang dimilikinya. Remaja dapat memberi penilaian benar
atau salah berdasarkan keyakinannya dan tidak dipengaruhi aturan yang
ada pada masyarakat. Remaja yang mandiri dalam nilai akan lebih
berprinsip. Prinsip yang terkait dengan hak seseorang dalam kebebasan
untuk berpendapat atau persamaan sosial.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kemandirian itu meliputi tiga aspek yakni kemandirian emosi yang
ditandai dengan kemampuan melepaskan diri atas ketergantungan
remaja dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dari orang tua.
Kemandirian perilaku yang ditandai dengan kemampuan mengambil
keputusan dan konsekuen dalam melaksanakan keputusan tersebut.
Kemandirian nilai yang ditandai dengan timbulnya keyakinan terhadap
nilai-nilai yang abstrak (moral) atau ukuran benar/salah.
5. Indikator Kemandirian
Steinberg mengemukakan beberapa indikator dari munculnya
kemandirian pada seorang remaja diantaranya adalah sebagai berikut:20
20
a. Indikator Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy)
1) Kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dan mengetahui
dengan pasti kapan seharusnya meminta/mempertimbangkan nasehat
orang lain.
2) Mampu mempertimbangkan bagian-bagian alternatif dari tindakan
yang dilakukan berdasarkan penilaian diri sendiri dan saran-saran
orang lain,
3) Mencapai suatu keputusan yang bebas tentang bagaimana
seharusnya bertindak/melaksanakan keputusan dengan penuh
percaya diri.
b. Indikator Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)
1) Tidak serta merta lari atau mengadu kepada orangtuanya ketika
mereka dirundung kesedihan, kekecewaan, kekhawatiran, atau ketika
ia sedang membutuhkan bantuan.
2) Tidak lagi memandang orang tuanya sebagai orang yang mengetahui
segala-galanya atau menguasai segala-galanya.
3) Seringkali mempunyai energi emosional yang besar dalam rangka
menyelesaikan hubungan-hubungan di luar keluarganya, dan dalam
kenyataannya mereka merasa lebih dekat dengan teman-temannya
daripada orangtuanya sendiri.Mampu memandang dan berinteraksi
dengan orangtuanya sebagai orang pada umumnya, artinya bukan
4) Mampu memandang dan berinteraksi dengan orangtuanya sebagai
orang pada umumnya, artinya bukan semata-mata sebagai
orangtuanya.
c. Indikator Kemandirian Nilai (Value Autonomy)
1) Cara remaja dalam memikirkan segala sesuatu menjadi semakin
abstrak.
2) Keyakinan-keyakinan remaja menjadi semakin bertambah mengakar
pada prinsip-prinsip umum yang memiliki beberapa basis idiologis,
3) Keyakinan-keyakinan remaja menjadi semakin bertambah tinggi
dalam nilai-nilai mereka sendiri, bukan hanya dalam suatu sistem
nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau figur pemegang kekuasaan
lainnya.
4) Mampu memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, hak
dan kewajiban, apa yang penting dan apa yang kurang atau tidak
penting.
6. Pentingnya Kemandirian
Kemandirian bukanlah hal yang baru dan berkembang ketika
individu menginjak usia remaja. Kemandirian sudah mulai berkembang
jauh sebelum mencapai tahap remaja. Hal ini bisa dilihat dari kebiasaan
seorang anak kecil yang kerap mengatakan “tidak” terhadap berbagai hal
yang diminta atau disuruh untuk dilakukan oleh orang tua. Dari contoh
terlepas dari orang lain dan memiliki “kekuasaan” atas dirinya sendiri.
Kemandirian berkembang pada tiap tahapan perkembangan sesuai
dengan usia dan tuntutan pada tiap tahapnya.21
Menurut Smart & Smart kemandirian sudah dapat dilihat sejak
individu masih kanak-kanak dan mulai menemukan bentuknya pada
akhir masa remaja sampai akhirnya relatif menetap pada masa dewasa
awal. Kemandirian itu sendiri merupakan aspek kepribadian yang harus
dimiliki oleh setiap individu.22
Rice mengemukakan bahwa remaja perlu mengembangkan
kemandirian dalam prosesnya mencapai kedewasaan, hal ini disebabkan
karena kemandirian dibutuhkan seorang individu untuk menjalani
peranan tanggung jawab sebagai orang dewasa. Mussen menyatakan
bahwa mencapai kemandirian merupakan salah satu tugas utama remaja.
Kegagalan dalam usaha mencapai kemandirian akan menimbulkan
kesulitan dalam sebagian besar bidang kehidupan. Untuk benar-benar
menjadi dewasa dan tidak hanya secara fisik, remaja harus bisa memiliki
perilaku mandiri.23
Remaja harus dapat melepaskan diri dari ikatan orang tua atau
menjadi mandiri, karena remaja mengalami suatu perkembangan yang
semakin jelas diarahkan ke luar dirinya, ke luar lingkungan keluarga, ke
21Yunni Rizkiani, Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kemampuan
Memecahkan Masalah Pada Remaja,.Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, h. 13
22
Yunni Rizkiani, Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Remaja, h. 13
23
orang lain di masyarakat dan tempat yang akan ditempatinya dalam
masyarakat.24
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian
merupakan perilaku yang timbul karena dorongan dalam diri sendiri
tanpa dipengaruhi orang lain.
E. Remaja
1. Pengertian Remaja
Istilah remaja atau adolesence berasal dari kata lain adolescere,
(kata bendanya adolescentia, yang berarti remaja), yang bererti “tumbuh”
atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah ini adolescence seperti yang
dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan
mental, emosional, sosial, dan fisik.25
Menurut kamus besar bahasa Indonesia remaja memiliki arti mulai
dewasa.26 Masa remaja ialah suatu periode dari masa anak-anak menjadi
dewasa ketika manusia menguji berbagai peran yang mereka mainkan dan
mengintegrasikan peran-peran itu ke dalam suatu persepsi diri, suatu
identitas.27
24
Singgih Gunarsa dan Ny. Gunarsa, S,D, Psikologi Remaja. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 1995
25
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980, Edisi ke- 5, h. 206
26
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 739 27
Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah suatu
masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi perlalihan dari ketergantunagn
sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.28
Menurut Papalia dan Olds, masa remaja adalah masa transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada
umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir
belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.29 Sedangkan Hurlock
membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17
tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 hingga 18 tahun), masa remaja
awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir
individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa
dewasa30
Masa remaja, menurut Tanley Hall, seorang bapak pelopor
psikologi perkembangan remaja dianggap sebagai masa topan badai dan
stres (storm and stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas
untuk menentukan nasib diri sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia
akan menjadi seorang individu yang memilki rasa tanggung jawab, tetapi
28
Sarlito Wirawan. S, Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, h. 9
29
Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D., Human development(8th ed).
Boston: McGraw-Hill, 2001, h. 122 30
kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki
masa depan dengan baik.31
Dari beberapa pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa
remaja adalah masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang
berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.
2. Ciri-Ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja
terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis. Ada
beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.32
a. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja
awal yang dikenal sebagai masa storm and stress. Peningkatan
emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon
yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan
emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru
yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan
dan tekanan ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan
tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri
dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan
terbentuk seiring berjalannya waktu dan akan nampak jelas pada
remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
31
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, h. 13
32
b. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan
seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak
yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik
yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem
sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan
eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat
berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
c. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan
dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang
menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan
dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga
dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa
remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan
ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga
terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi
berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama,
tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
d. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa
kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati
dewasa.
e. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi
perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan
menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka
sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.
3. Tugas-tugas Perkembangan remaja a. Pengertian Tugas Perkembangan
Tugas-tugas perkembangan (development task) yakni
tugas-tugas atau kewajiban yang harus dilalui oleh setiap individu sesuai
dengan tahap perkembangan individu itu sendiri. Dari sejak
kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa akhir, setiap individu
harus melakukan tugas itu.33
Keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan tugas
perkembangan pada periode usia tertentu akan mempengaruhi
berhasil atau tidaknya individu dalam menjalankan tugas
perkembangan pada periode selanjutnya
b. Jenis-jenis Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya
meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha
untuk mencapai kemampuan bersikap dan berprilaku secara
dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut
Hurlock adalah sebagai berikut:34
33
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, h. 77
34
Beruhasa mampu menerima keadaan fisiknya
1) Berusaha mampu menerima dan memahami keadaan seks usia
dewasa
2) Berusaha mampu membina hubungan baik dengan anggota
kelompok yang berlainan jenis.
3) Berusaha mancapai kemandirian emosional.
4) Berusaha mancapai kemandirian ekonomi.
5) Berusaha mengembangkan konsep dan keterampilan
intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran
sebagai anggota masyarakat.
6) Berusaha memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai
orang dewasa dan orang tua.
7) Berusaha mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial
yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa.
8) Berusaha mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
9) Berusaha memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung
jawab kehidupan keluarga.
F. Putus Sekolah
1. Pengertian Putus Sekolah
Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari
dimaksud disiniadalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan
formal, yangdisebabkan oleh berbagai faktor.35
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia anak putus sekolah adalah
anak yang meninggalkan sekolah sebelum tamat, berhenti sekolah, tidak
melanjutkan sekolah36
Dari paparan tentang pengertian putus sekolah maka penulis
menyimpulkan bahwa putus sekolah diartikan sebagai seseorang yang
telah masuk dalam sebuah lembaga pendidikan baik itu pada tingkat SD,
SMP, maupun SMA untuk belajar dan menerima pelajaran tetapi tidak
sampai tamat atau lulus kemudian mereka berhenti atau keluar dari
sekolah.
2. Penyebab Remaja Putus Sekolah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya anak putus
sekolah (drop out) antara lain adalah.37
a. Latar belakang pendidikan orang tua
Pendidikan orang tua yang rendah sangat berpengaruh
terhadap cara pandang dan cara berpikir tentu tidak sejauh dan seluas
orang tua yang berpendidikan lebih tinggi. Orang tua yang hanya
35
Eddy Purnomo “Evaluasi Angka Putus Sekolah Dan Pengangguran Kota Blitar2006-2010,” artikel diakses pada 12 Juni 2013 dari http://www.scribd.com/doc/62071883/7/Pengertian-Putus-Sekolah .
36Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet ke-10, h. 568. 37
Abdul Rasyid,” Hal-hal Yang Menjadi FaktorPenyebab Putus Sekolah” Artikel diakses pada 12 Juni 2013 dari
tamat sekolah dasar atau tidak tamat cenderung kepada hal-hal
tradisional dan kurang menghargai arti pentingnya pendidikan. Latar
belakang pendidikan orang tua yang rendah merupakan suatu hal yang
mempengaruhi anak sehingga menyebabkan anak menjadi putus
sekolah dalam usia sekolah.
b. Lemahnya ekonomi keluarga
Hampir di setiap tempat banyak anak-anak yang tidak mampu
melanjutkan pendidikan. Pendidikan putus di tengah jalan disebabkan
karena berbagai kondisi yang terjadi dalam kehidupan, salah satunya
disebabkan oleh kondisi ekonomi orang tua yang memprihatinkan.
Disadari bahwa kondisi ekonomi seperti ini menjadi penghambat bagi
seseorang untuk memenuhi keinginannya dalam melanjutkan
pendidikan dan menyelesaikan. Kondisi ekonomi seperti ini
disebabkan berbagai faktor, di antaranya orang tua tidak mempunyai
pekerjaan tetap, tidak mempunyai keterampilan khusus, keterbatasan
kemampuan dan faktor lainnya.
c. Kurangnya minat anak untuk bersekolah
Yang menyebabkan anak putus sekolah bukan hanya
disebabkan oleh latar belakang pendidikan orang tua, juga lemahnya
ekonomi keluarga tetapi juga datang dari dirinya sendiri yaitu
kurangnya minat anak untuk bersekolah atau melanjutkan sekolah.
Anak usia wajib belajar semestinya menggebu-gebu ingin menuntut
yang kurang baik terhadap perkembangan pendidikan anak, sehingga
minat anak untuk bersekolah kurang mendapat perhatian sebagaimana
mestinya, adapun yang menyebabkan anak kurang berminat untuk
bersekolah adalah anak kurang mendapat perhatian dari orang tua
terutama tentang pendidikannya, juga karena kurangnya orang-orang
terpelajar sehingga yang mempengaruhi anak kebanyakan adalah
orang yang tidak sekolah sehingga minat anak untuk sekolah sangat
kurang.
d. Kondisi lingkungan tempat tinggal anak
Lingkungan tempat tinggal anak adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya kegiatan dan proses belajar/pendidikan.
Oleh sebab itu seyogyanya lingkungan tempat tinggal anak atau
lingkungan masyarakat ini dapat berperan dan ikut serta di dalam
membina kepribadian anak-anak kearah yang lebih positif. Untuk
membina anak kearah yang lebih positif dan bermanfaat adalah
dengan adanya saling berhubungan satu dengan yang lainnya,
sehingga anak timbul saling pengaruh dengan proses pendidikan akan
berjalan dengan lancar dan baik.
e. Keadaan masyarakat
Masalah kehidupan anak bukan saja berlangsung di dalam
rumah tangga dan sekolah, tetapi sebahagian besar kehidupannya
berada dalam masyarakat yang lebih luas. Kehidupan dalam
Gambar
Garis besar
Dokumen terkait
Namun kenaikan itu tidak signifikan.Dengan demikian adanya fatwa tersebut yang menerangkan bahwa perbankan syariah boleh menggunakan metode anuitas dalam pengakuan
Kelompok data kedua tentang jumlah produk casing pompa tipe X yang reject pada proses produksi assembly, dipping dan pouring berdasarkan variabel CTQ yaitu
dengan adanya aktivitas menyimpan notulen rapat tinjauan manajemen serta tindak lanjut yang disepakati sesuai dengan ketentuan pada Prosedur Pengendalian Informasi
Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
Pentingnya perpustakaan tersebut sebagai sarana menambah referensi juga perlu ditunjang dengan ketersediaan buku atau referensi yang dibutuhkan harus dilengkapi sehingga
1) Kelompok fauna daratan / terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok ini tidak memiliki sifat
• Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4%
gedung tertentu dan/atau kegiatan penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, dapat disampaikan melalui Tim Ahli Bangunan Gedung atau