• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keterbukaan Ekonomi Terhadap Nilai Tukar Rupiah Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Keterbukaan Ekonomi Terhadap Nilai Tukar Rupiah Di Indonesia"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETERBUKAAN EKONOMI TERHADAP NILAI

TUKAR RUPIAH DI INDONESIA

T E S I S

Oleh

MEIHENDRA TIMOTIUS DEPARI

077018040/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K

O L A H

P A

S C

A S A R JA N

▸ Baca selengkapnya: kekhawatiran terhadap hilangnya nilai ekonomi hidup dapat berupa

(2)

ANALISIS KETERBUKAAN EKONOMI TERHADAP NILAI

TUKAR RUPIAH DI INDONESIA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MEIHENDRA TIMOTIUS DEPARI

077018040/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS KETERBUKAAN EKONOMI TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH DI INDONESIA

Nama Mahasiswa : Meihendra Timotius Depari

Nomor Pokok : 077018040

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, MSi) Ketua

(Drs. Iskandar Syarief, MA) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Murni Daulay, M.Si)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.,M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 2 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si

Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, MA

2. Dr. Jonni Manurung, MS

3. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterbukaan ekonomi terhadap nilai tukar rupiah/US$ di Indonesia. Dengan memperhatikan faktor keterbukaan ekonomi dan faktor ekonomi yang ada dalam hal ini indeks derajat keterbukaan ekonomi, investasi asing bersih, suku bunga dan inflasi.

Penelitian ini menggunakan data time series antara tahun 1999:1 – 2008:3 dan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk mengestimasi nilai tukar rupiah/US$ di Indonesia.

Hasil penelitian menunjukkan indeks derajat keterbukaan ekonomi 3 bulan sebelumnya, suku bunga Bank Indonesia tenor 3 bulan pada 3 bulan sebelumnya, inflasi 3 bulan sebelumnya dan investasi asing 3 bulan sebelumnya secara keseluruhan (serentak) mempengaruhi nilai tukar Rupiah/US$ di Indonesia. Sedangkan secara parsial, indeks derajat keterbukaan ekonomi 3 bulan sebelumnya, suku bunga Bank Indonesia tenor 3 bulan pada 3 bulan sebelumnya serta inflasi 3 bulan sebelumnya sangat signifikan secara statistik mempengaruhi nilai tukar Rupiah/US$. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kontribusi inflasi terhadap nilai tukar Rupiah/US$ lebih besar dibandingkan indeks derajat keterbukaan ekonomi, suku bunga Bank Indonesia tenor 3 bulan, dan investasi asing bersih.

(6)

ABSTRACT

The objective of this research is to analyze the openness of economy in terms of exchange rate rupiah/US$ in Indonesia. By consideration of openness factor in economy and the degree of openness, net foreign investment, interest rate and inflation.

This research applies data time series between the year 1999:1 - 2008:3 and utilize the method of Ordinary Least Square (OLS) to estimate the exchange rate of rupiah/US$ in Indonesia.

The result shows that the prior to the index degree of openness three months before, interest rate of Indonesia Bank tenor three months, inflation three months ago and net foreign investment have effect on exchange value of rupiah/US$ in Indonesia simultaneously. Partially index degree of openness three months before, interest rate of Indonesia Bank tenor three months, inflation three months ago are very significant statistically effect on exchange rate of rupiah/US$. The result also indicates that contribution of inflation term of exchange rate of rupiah/US$ is bigger than index degree of openness, Indonesia bank rate tenor 3 month, and net foreign investment.

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

anugerahNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “Analisis

Keterbukaan Ekonomi terhadap Nilai Tukar Rupiah di Indonesia” sebagai salah

satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi

Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada

Ayahanda Drs. A. Depari dan Ibunda M. Pinem, karena berkat doa dan

dorongannyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini dan Istriku tercinta, Fenni Elva,

serta putriku yang cantik, Athania Natasha Depari, yang terus memberikan doa serta

dorongan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. Tak lupa

penulis mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudara Ribka dan Nuel.

Tesis ini penulis selesaikan dengan usaha, bantuan bimbingan dan dorongan

dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Ketua Pembimbing

yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk dapat dibimbingnya

dalam penulisan tesis ini.

4. Bapak Drs. Iskandar Syarief, M.A., sebagai Anggota Pembimbing yang telah

(8)

5. Bapak Dr. Jonni Manurung, M.S, Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si dan Drs.

Rujiman, M.A sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan

masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan

Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Program Studi Magister Ekonomi

Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

8. Rekan-rekan mahasiswa angkatan XIII dan sebelumnya serta teman-teman yang

penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang telah mendorong dan memberikan

bantuan moril kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. Terima

kasih atas kebersamaannya selama ini.

9. Bapak Kepala Kantor dan rekan-rekan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Medan Polonia yang memberikan dukungan moril kepada penulis untuk

menyelesaikan penulisan tesis ini.

Semoga Tuhan memberikan balasan yang berlipat ganda atas seluruh

kebaikan yang diberikannya kepada penulis.

Medan, September 2009

(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : MEIHENDRA TIMOTIUS DEPARI

Agama : Kristen Protestan

Tempat/Tanggal Lahir : Binjai/18 Mei 1978

Jenis Kelamin : Laki-laki

Warga Negara : Indonesia

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Alamat : Komp. Bukit Johor Mas B-31, P. Mashyur,

Medan Johor

Nama Istri : Fenni Elva, SE

Nama Orang Tua Laki-laki : Drs. Anwar Depari

Nama Orang Tua Perempuan : Magdalena Pinem

Riwayat Pendidikan Formal

Sekolah Dasar : SD Negeri I Juhar

Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri I Juhar

Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri I Binjai

Sarjana Muda : Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN)

Sarjana Ekonomi/Akuntansi : Universitas Sumatera Utara (USU)

(10)

DAFTAR ISI

2.4. Teori Penawaran dan Permintaan di Pasar Dana Pinjaman dan Pasar Valuta Asing………..……… 15

2.4.1. Pasar Dana Pinjaman ……….. 17

2.4.2. Pasar Valuta Asing ………... 20

2.4.3. Investasi Asing Bersih: Keterkaitan Antara Dua Jenis Pasar ………. 23

(11)

2.5. Teori Paritas Suku Bunga ………... 27

2.6. Teori Paritas Daya Beli ………. 29

2.7. Penentuan Nilai Tukar Rupiah dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ... 31

4.1. Perkembangan Beberapa Indikator Perekonomian …... 51

4.2. Perkembangan Moneter………….……… 57

4.3. Hasil Penelitian………... 60

4.3.1. Nilai Tukar ………... 60

4.3.2. Indeks Keterbukaan Ekonomi ………. 63

(12)

4.3.4. Inflasi………... 67

4.3.5. Investasi Asing Bersih (Net Foreign Investment - NFI)………. 70

4.4. Hasil Estimasi ………... 72

4.5. Uji Asumsi Klasik………... 79

4.5.1. Uji Multikolinieritas ……….………….. 79

4.5.2. Autokorelasi ……… 80

4.5.3. Normalitas ……… 81

4.5.4. Linieritas ………. 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .………. 83

5.1. Kesimpulan ………...………. 83

5.2. Saran-saran………... 84

DAFTAR PUSTAKA ………

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Perkembangan Beberapa Indikator Ekonomi………. 55

4.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah per Dollar AS Periode

1999: 1-2008: 3... 62

4.3. Perkembangan Keterbukaan Ekonomi Indonesia 1999:1-2008:3. 64

4.4. Perkembangan SBI Tenor 3 Bulan Periode 1999:1-2008:3... 66

4.5. Perkembangan Inflasi Periode 1999:1-2008:3……….. 69

4.6. Perkembangan Investasi Asing Bersih Periode 1999:1-2008:3.... 71

4.7. Hasil Estimasi Nilai Tukar Rupiah/US$ dengan Menggunakan

Metode OLS... 72

4.8. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas………. 80

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar

Tahun 2003 – 2007……….. 5

2.1. Pasar Dana Pinjaman……… 19

2.2. Pasar Valuta Asing……… 23

2.3. Investasi Asing Bersih Tergantung pada Suku Bunga... 24

2.4. Ekuilibrium Serentak di Dua Pasar... 27

2.5. Kerangka Pemikiran Penelitan………. 41

4.1. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah per Dollar AS 1999:1-2008:3... 62

4.2. Indeks Keterbukaan Ekonomi Indonesia Tahun 1999-2007... 65

4.3. Perkembangan SBI Tenor 3 Bulan Tahun 1999 – 2007... 67

4.4. Perkembangan Inflasi Tahun 1999 – 2007………. 70

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Data Penelitian………. 87

2 Hasil Estimasi Nilai Tukar Rupiah/US$ dengan Menggunakan Metode OLS………. 89

3 Uji Multikolinieritas Derajat Keterbukaan Ekonomi... 90

4 Uji Multikolinieritas Suku Bunga Bank Indonesia... 91

5 Uji Multikolinieritas Inflasi………. 92

6 Uji Multikolinieritas Investasi Asing Bersih (NFI)…………. 93

7 Uji Autokorelasi dengan Menggunakan LM-Test... 94

8 Uji Normalitas……….. 95

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perekonomian Indonesia menganut sistem perekonomian terbuka yang

ditandai dengan adanya perpindahan arus barang dan jasa (ekspor-import) serta

modal/investasi dan atau portofolio sehingga secara langsung akan terimbas dengan

sistem perekonomian dunia.

Seperti pada saat ini, perekonomian Indonesia merasakan dampak dari krisis

keuangan global, begitu juga dengan melemahnya perekonomian dunia telah

mengimbas menurunnya kinerja perekonomian Indonesia.

Berbagai indikator perekonomian menunjukkan bahwa krisis perekonomian

global telah menyebar pada kinerja perekonomian di dalam negeri. Pertumbuhan

ekonomi diperkirakan akan mengalami perlambatan dikarenakan konsumsi rumah

tangga diperkirakan akan tumbuh melambat begitu juga dengan investasi akibat

menurunnya permintaan eksternal dan meningkatnya faktor resiko ketidakpastian

perekonomian dunia. Pertumbuhan ekspor diperkirakan akan melambat sedangkan

pertumbuhan impor diperkirakan akan tertahan.

Nilai tukar selama Oktober 2008 mengalami depresiasi dikarenakan sentimen

global telah mendorong terjadinya perilaku menghindari resiko (risk aversion) oleh

para investor luar negeri. Secara alamiah, terjadinya krisis global menyebabkan para

(17)

terjadinya capital outflow meskipun kondisi fundamental perekonomian Indonesia

masih kondusif. Perilaku tersebut menyebabkan nilai tukar rupiah melemah.

Dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, hubungan

ekonomi antar negara akan menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan

arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara. Terjadinya

perubahan indikator makro di negara lain, secara tidak langsung akan berdampak

pada indikator suatu negara.

Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah mengalami tekanan-tekanan

yang menyebabkan semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Tekanan tersebut berawal dari currency turnmoil yang melanda Thailand yang

dengan segera menyebar ke Indonesia dan negara ASEAN sehubungan dengan

karakteristik perekonomian yang mempunyai kemiripan. Langkah-langkah yang

dilakukan Bank Indonesia antara lain dengan melakukan intervensi baik secara spot

maupun forward untuk sementara memang dapat menstabilkan nilai tukar rupiah.

Namun tekanan depresiatif tersebut semakin meningkat khususnya lagi sejak

awal Agustus 1997, di mana rupiah telah menembus Rp 2.650 per 1 $ US.

Sehubungan dengan itu dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus

berkurang maka pada tanggal 14 Agustus 1997, pemerintah memutuskan untuk

menghapus rentang intervensi dan menganut sistem nilai tukar mengambang bebas

(flexible exchange rate). Dengan diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang

(18)

asing ditentukan oleh mekanisme pasar. Sejak masa itu naik turunnya nilai tukar

(fluktuasi) ditentukan oleh kekuatan pasar.

Peranan nilai tukar valas menjadi sangat penting, karena sebagai negara yang

tengah melakukan pembangunan ekonomi, maka nilai tukar valas akan berhubungan

langsung dengan sektor-sektor perdagangan luar negeri, investasi, bahkan berkaitan

langsung dengan beban utang luar negeri yang merupakan sumber dana

pembangunan. Oleh karena itu, kestabilan nilai tukar mutlak diperlukan.

Nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan bahkan cenderung mengalami

apresiasi sebelum Juli 1997 telah mendorong capital inflow yang cukup besar ke

Indonesia. Fenomena tersebut merupakan hal yang logis bagi suatu negara yang

menganut sistem devisa bebas dan perekonomiannya terbuka karena arus modal akan

selalu mengikuti return investasi yang terbesar dan resiko seminimal mungkin.

Namun sejak pertengahan Juli 1997, capital inflow tersebut telah menjadi capital

outflow karena telah menjadi arus balik yang membahayakan baik terhadap nilai tukar

rupiah maupun terhadap perekonomian nasional. Nilai kurs meningkat dan

berfluktuasi secara tajam. Gejolak nilai tukar ini tidak terlepas dari pengaruh

variabel-variabel non-ekonomi yang sering kali lebih berpengaruh dalam

menciptakan fluktuasi kurs valas. Selama periode krisis ekonomi kita dapat

menyaksikan bahwa nilai kurs ini sangat mempengaruhi kondisi perekonomian

domestik. Terpuruknya mata uang domestik (Rupiah) terhadap mata uang asing yang

menjadi awal dari krisis ekonomi, pada dasarnya berasal dari permintaan uang luar

(19)

membuat nilai valuta asing (valas) seperti Dollar AS membumbung tinggi. Selain itu

nilai kurs juga tidak terlepas dari variabel-variabel lain seperti tingkat suku bunga,

tingkat harga yang diindikasikan dengan tingkat inflasi, devisa negara yang menurun

serta variabel-variabel ekonomi dan non-ekonomi lainnya.

Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap US$ pasca diberlakukannya sistem

nilai tukar mengambang terus mengalami kemerosotan. Pada bulan Agustus 1997

nilai tukar rupiah terhadap US$ sebesar Rp 3.035/US$, terus mengalami tekanan

sehingga pada Desember 1997 nilai tukar rupiah terhadap US$ tercatat sebesar

Rp 4.650/US$. Memasuki tahun 1998, nilai tukar rupiah melemah menjadi sebesar

Rp 10.375/US$, bahkan pada bulan Juni 1998 nilai tukar rupiah sempat menembus

level Rp 14.900/US$ yang merupakan nilai tukar terlemah sepanjang sejarah nilai

tukar rupiah terhadap US$. Nilai tukar rupiah terhadap US$ tahun 1999 melakukan

recovery menjadi sebesar Rp 7.810/US$, tahun 2000 kembali melemah sebesar

Rp 8.530/US$, tahun 2001 melemah lagi menjadi Rp 10.265/US$, tahun 2002

kembali menguat menjadi Rp 9.260/US$, tahun 2003 menguat menjadi Rp 8.570/US$

dan pada tahun 2004 melemah menjadi Rp 8.985/US$.

Pada tahun 2005, melambungnya harga minyak dunia yang sempat menembus

US$ 70/barrel memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap meningkatnya

permintaan valuta asing sebagai konsekuensi negara pengimpor minyak. Kondisi ini

menyebabkan nilai tukar rupiah melemah terhadap US$ dan berada pada kisaran

(20)

Karakteristik Indonesia sebagai Small and Open Economy, menganut sistem

devisa bebas dan ditambah dengan penerapan sistem nilai tukar mengambang (free

floating) menyebabkan pergerakan nilai tukar di pasar menjadi sangat rentan oleh

pengaruh faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi (Ramelan, 1999).

Dalam perkembangannya nilai tukar yang belum stabil dan inflasi yang masih

tinggi memaksa Bank Indonesia, sebagai otoritas moneter untuk mempertahankan

uang ketat, yang berakibat tingginya suku bunga di dalam negeri. Di sisi lain

tingginya suku bunga yang berlebihan telah berdampak negatif bagi dunia usaha.

(21)

Grafik 1.1 di atas menunjukkan bahwa selama periode Januari 2003 sampai

dengan Desember 2007 perubahan nilai tukar rupiah per bulan demikian besar dan

fluktuatif yang diakibatkan oleh keterbukaan ekonomi yang besar.

Sehubungan dengan itu maka peneliti sangat tertarik untuk mengadakan

penelitian khususnya yang berhubungan dengan variabel-variabel keterbukaan

ekonomi dan faktor ekonomi yang dianggap berhubungan/asosiasi dengan nilai tukar

rupiah terhadap US Dollar.

Mengingat pentingnya nilai tukar rupiah sebagai indikator ekonomi makro

dalam APBN, maka sangat diperlukan model prakiraan nilai tukar yang tepat untuk

memprakirakan nilai tukar realistis.

Beberapa variabel keterbukaan ekonomi dan faktor-faktor ekonomi yang

mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah tersebut adalah derajat keterbukaan

ekonomi, suku bunga, inflasi, dan Net Foreign Investment (NFI). Untuk itulah maka

mencoba membuat suatu penelitian melalui tesis ini dengan judul:

ANALISIS KETERBUKAAN EKONOMI TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH

DI INDONESIA.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:

a) Bagaimana pengaruh derajat keterbukaan ekonomi 3 bulan sebelumnya

(22)

b) Bagaimana pengaruh suku bunga Bank Indonesia tenor 3 bulan pada 3 bulan

sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia;

c) Bagaimana pengaruh inflasi 3 bulan sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah

di Indonesia; dan

d) Bagaimana pengaruh Net Foreign Investment (NFI) 3 bulan sebelumnya

terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia.

1.3. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a) Untuk menganalisis pengaruh derajat keterbukaan ekonomi 3 bulan

sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia;

b) Untuk menganalisis pengaruh suku bunga Indonesia tenor 3 bulan pada 3

bulan sebelumnya terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia;

c) Untuk menganalisis pengaruh inflasi 3 bulan sebelumnya terhadap nilai tukar

rupiah di Indonesia; dan

d) Untuk menganalisis pengaruh Net Foreign Investment (NFI) 3 bulan

(23)

1.4. Manfaat Penelitian

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan bagi pengambil

keputusan dalam hal ini Pemerintah untuk memperkirakan nilai tukar realistis

terutama sebagai masukkan dalam penyusunan RAPBN.

b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan bagi investor,

khususnya yang berhubungan dengan bidang moneter/keuangan untuk

memperkirakan nilai tukar rupiah sebagai masukkan dalam rencana bisnisnya.

c) Hasil ini diharapkan dapat memberikan masukkan bagi pelaku usaha baik

perdagangan barang dan jasa serta keuangan untuk memperkirakan nilai tukar

rupiah sebagai masukkan untuk rencana dan strategi usaha.

d) Untuk menambah wawasan, baik penulis sendiri, maupun pemerhati moneter

lainnya terutama di dalam menganalisa variabel-variabel yang mempengaruhi

nilai tukar rupiah di Indonesia serta juga berguna sebagai referensi bagi

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Nilai Tukar

Perdagangan yang dilakukan antara dua negara tidaklah semudah yang

dilakukan dalam satu negara, karena mesti memakai dua mata uang yang berbeda

misalnya antara negara Indonesia dan Amerika Serikat. Pengimpor Amerika harus

membeli rupiah untuk membeli barang-barang dari Indonesia, sebaliknya pengimpor

Indonesia harus membeli dollar Amerika untuk menyelesaikan pembayaran terhadap

barang yang dibelinya di Amerika. Besarnya jumlah mata uang tertentu yang

diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan kurs mata uang

asing.

Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata

mata uang terhadap mata uang negara lain. Apabila kondisi ekonomi suatu negara

mengalami perubahan, maka biasanya diikuti oleh perubahan nilai tukar secara

substansional. Masalah mata uang muncul saat suatu negara mengadakan transaksi

dengan negara lain, di mana masing-masing negara menggunakan mata uang yang

berbeda. Jadi nilai tukar merupakan harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu

negara untuk memperoleh mata uang negara lain.

Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga dalam

negeri, tingkat inflasi, dan intervensi bank sentral terhadap pasar uang jika

(25)

rangka stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang

stabil diperlukan untuk tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan

dunia usaha. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, bank sentral pada waktu-waktu

tertentu melakukan intervensi di pasar-pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi

gejolak yang berlebihan.

Para ekonom membedakan nilai tukar menjadi dua yaitu nilai tukar nominal

dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif

dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika antara dollar Amerika Serikat dan

yen Jepang adalah 120 yen per dolar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1

dollar untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya orang Jepang yang ingin memiliki

dollar akan membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibeli. Ketika orang-orang

mengacu pada “kurs” diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs

nominal (Mankiw, 2003).

Nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang

diantara dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat di mana kita bisa

memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara

lain.

Nilai Tukar (exchange rate) atau kurs adalah harga satu mata uang suatu

negara terhdap mata uang negara lain (Krugman dan Obsfelt, 2000). Nilai tukar

nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara

(Mankiw, 2003). Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi

(26)

harga-harga di luar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah

ini:

Q = SP/P*

di mana Q dalah nilai tukar riil, S adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat harga

domestik dan P* adalah tingkat harga di luar negeri.

2.2. Fungsi Nilai Tukar

Penentuan sistem nilai tukar merupakan suatu hal bagi perekonomian suatu

negara karena hal tersebut merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara dari gejolak perekonomian global.

Pada dasarnya kebijakan nilai tukar yang ditetapkan suatu negara mempunyai

beberapa fungsi utama.

Pertama, berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran,

dengan sasaran akhir menjaga kecukupan cadangan devisa. Oleh karena itu, dalam

menetapkan arah kebijakan nilai tukar tersebut diutamakan untuk mendorong dan

menjaga daya saing ekspor dalam upaya untuk memperkecil defisit current account

atau memperbesar surplus current account.

Fungsi kedua adalah untuk menjaga kestabilan pasar domestik. Fungsi ini

untuk menjaga agar nilai tukar tidak dijadikan sebagai alat untuk spekulasi, dalam arti

bahwa dalam hal nilai tukar suatu negara mengalami overvalued maka masyarakat

(27)

dapat menimbulkan kegiatan spekulatif seperti perkembangan akhir-akhir ini, yang

pada gilirannya dapat mengganggu kestabilan makro.

Fungsi ketiga sebagai instrumen moneter khususnya bagi negara yang

menerapkan suku bunga dan nilai tukar sebagai sasaran operasional kebijakan

moneter. Dalam fungsi ini depresiasi dan apresiasi nilai tukar digunakan sebagai alat

untuk sterilisasi dan ekspansi jumlah uang beredar.

Fungsi keempat adalah sebagai nominal anchor dalam pengendalian inflasi.

Nilai tukar banyak digunakan oleh negara-negara yang mengalami chronic inflation

sebagai nominal anchor baik melalui pengendalian depresiasi nilai tukar maupun

dengan mem-peg-kan nilai tukar suatu negara dengan satu mata uang asing. Sebagai

gambaran pada akhir tahun 1970-an, orthodox programs dilaksanakan di Argentina,

Chili dan Uruguay dan pada pertengahan tahun 1980an; heterodox program

dilaksanakan di Argentina, Brazil, Israel dan Mexico, selain itu juga pada tahun 1991

convertibility plan diterapkan di Argentina.

2.3. Sistem Nilai Tukar

Pemilihan sistem nilai tukar pada dasarnya didasarkan pada beberapa

pertimbangan, diantaranya: tingkat keterbukaan ekonomi suatu negara terhadap

perekonomian dunia: tingkat kemandirian kebijakan ekonomi suatu negara dan

aktivitas perekonomian suatu negara.

Berbagai studi mengenai business cycles dalam perekonomian terbuka

(28)

perilaku nilai tukar riil negara tersebut. Sejalan dengan hasil penelitian, studi

mengenai volatilitas jangka pendek yang dilakukan terhadap nilai tukar negara-negara

Eropa sejak periode regim nilai tukar tetap Bretton Woods sampai dengan tahun 1997

mengungkapkan bahwa perilaku nilai tukar riil adalah regimedependent, (Hong

Liang, 1999) yaitu tergantung pada sistem nilai tukar yang berlaku. Dengan

demikian, the nonnetrality hypothesis of exchange rate arrangement semakin kuat.

Studi-studi tersebut membuktikan bahwa volatilitas nilai tukar riil dalam regim nilai

tukar tetap. Hasil studi ini bertentangan dengan pendapat Friedman (1953) dan

Sohmen (1963) yang menyatakan bahwa dalam regim nilai tukar mengambang nilai

tukar riil akan lebih stabil karena fleksibilitas nilai tukar nominal akan meng-offset

dampak dari perbedaan laju inflasi terhadap daya saing internasional suatu negara.

Ada 4 (empat) macam sistem nilai tukar yang telah banyak dikenal

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Free Floating Exchange Rate System

Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas atau disebut juga clean floating

rate system, nilai tukar suatu mata uang ditentukan oleh permintaan dan penawaran

yang terjadi di pasar valas sesuai dengan mekanisme pasar yang berlaku. Secara

teoritis penentuan nilai tukar sepenuhnya diserahkan pada pengaruh pasar maka

pemerintah sepenuhnya menyerahkan kepada pengaruh pasar, sehingga pemerintah

tidak perlu lagi melakukan intervensi di pasar baik melalui transaksi jual-beli valas

maupun intervensi dalam bentuk ketentuan-ketentuan peraturan, oleh karena itu

(29)

2. Managed floating exchange rate system

Dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali, maka pemerintah dapat

kapan saja melakukan intervensi baik melalui pembelian atau penjualan valas,

ataupun melalui kebijaksanaan Bank Sentral akan memelihara tingkat apresiasi/

depresiasi pada suatu persentase tertentu dengan melakukan penjualan atau pembelian

valas pada level-level yang dianggap mengkhawatirkan, maka pemerintah secara

bertahap akan memperkecil perbedaan tersebut melalui devaluasi atau lainnya.

3. Fixed exchange rate system

Sistem penetapan nilai tukar tetap, muncul pertama kali pada tahun 1944

bersamaan dengan lahirnya Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang

beroperasi berdasarkan standar pertukaran emas. Sistem yang tetap atau stabil

diperlukan saat ini dengan maksud untuk memperlancar arus perdagangan dan

intervensi internasional, karena dengan sistem nilai tukar tetap tersebut dijamin ada

suatu kepastian biaya atau pendapatan daripada kegiatan perdagangan atau investasi

dimaksud, atau paling tidak resiko karena perbedaan nilai tukar di negara dimaksud

bisa diperkecil. Dengan penetapan nilai tukar tetap ini, bukan berarti ke signifikan

permintaan dan penawaran menjadi hilang, melainkan hanya timbul-tenggelam

karena adanya intervensi Bank Sentral di pasar valas. Pemerintah dalam hal ini

betul-betul mengendalikan pasar valas.

4. Pagged exchange rate system

Sering disebut juga sebagai sistem nilai tukar terkait yaitu sistem nilai tukar

(30)

negara lainnya yang dinilai stabil, nilai tukar mata uang tersebut akan berfluktuasi

mengikuti dari mata uang negara-negara yang ditambatinnya dan karenanya nilai

mata uang tersebut (yang ditambatkan) menjadi sangat tergantung pada kondisi

negara lain. Pada umumnya negara-negara yang ditambatinnya adalah negara-negara

yang mempunyai hubungan dagang yang erat dan secara ekonomi cukup potensial.

Dalam perkembangannya kita kenal dengan crawling peg system atau sistem

nilai tukar terkait merambat, yang pada prinsipnya nilai tukar yang ditambatkan

diperbolehkan berfluktuasi atau berubah (crawling or glide), secara periodik, sesuai

dengan kondisi yang berkembang.

2.4. Teori Penawaran dan Permintaan di Pasar Dana Pinjaman dan Pasar Valuta Asing

Dalam perekonomian terbuka, pasar keuangan dan pasar barang sangat terkait.

Untuk melihat hubungan ini maka menggunakan persamaan identitas pendapatan

nasional yaitu:

Y  C + I + G + NX (2.1)

Di mana Y adalah pendapatan nasional (Pendapatan Domestik Bruto) terbagi menjadi

empat komponen, yaitu: konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan

net ekspor (NX).

Total pengeluaran pada sisi output perekonomian adalah jumlah dari

pengeluaran atas konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net ekspor.

(31)

pengeluaran pemerintah maka tabungan nasional (S) = Y – C – G. Dengan demikian

dengan mengurangkan konsumsi (C) dan pengeluaran pemerintah (G) pada kedua sisi

persamaan 2.1, maka hasilnya adalah sebagai berikut:

Y – C – G = I + NX (2.2)

S = I + NX (2.3)

Dengan mengurangi Investasi (I) dari persamaan (2.3) maka identitas perhitungan

pendapatan nasional sebagai berikut:

S - I = NX (2.4)

Bentuk perhitungan pendapatan nasional ini menunjukkan bahwa ekspor neto barang

dan jasa (neraca perdagangan) suatu perekonomian harus selalu sama dengan selisih

antara tabungan (S) dan investasi (I). Selisih antara tabungan domestik dan investasi

domestik (S-I) adalah arus modal keluar neto atau terkadang disebut investasi asing

bersih (Net Foreign Investment). Investasi asing bersih (NFI) adalah jumlah dana

yang dipinjamkan oleh penduduk domestik ke luar negeri dikurangi dengan jumlah

yang dipinjamkan orang asing kedalam negeri. Jika Investasi asing bersih, maka

tabungan domestik melebihi investasi dan penduduk domestik meminjamkan

kelebihannya kepada pihak asing. Jika Investasi asing bersih negatif, perekonomian

mengalami arus modal masuk: investasi melebihi tabungan dan perekonomian

membiayai investasi ekstra ini dengan meminjam dari luar negeri. Jadi Investasi asing

(32)

2.4.1. Pasar Dana Pinjaman

Pasar dana pinjaman di sebuah perekonomian terbuka, dimulai dengan

persamaan identitas, yakni:

S = I + NX

Setiap kali sebuah perekonomian menabung satu rupiah dari pendapatannya, pada

saat itu juga tercipta dana untuk membiayai pembelian modal dalam negeri atau

membiayai pembelian aset luar negeri. Kedua sisi persamaan tersebut pada dasarnya

mewakili dua sisi dari pasar dana pinjaman. Penawaran dana pinjaman berasal dari

tabungan nasional (S). Sedangkan permintaan atas dana pinjaman tersebut bersumber

dari investasi domestik (I) dan investasi asing bersih (net foreign investment/NFI).

Pembelian aset modal (capital asset) menambah permintaan dana pinjaman, terlepas

dari apakah aset itu berada di dalam negeri atau di luar negeri. Karena investasi asing

bersih bisa berbentuk positif atau negatif, maka hal tersebut dapat menambah atau

mengurangi permintaan dana pinjaman yang bersumber dari investasi domestik.

Pada pasar dana pinjaman, bahwa tingkatan atau kuantitas penawaran dan

permintaan akan dana pinjaman itu ditentukan oleh suku bunga riil. Semakin tinggi

suku bunga riilnya, masyarakat akan lebih bersemangat untuk menabung uangnya

sehingga mengakibatkan kuantitas penawaran dana-dana pinjaman. Suku bunga yang

lebih tinggi juga mendorong peminjaman untuk membiayai proyek-proyek

permodalan menjadi lebih mahal; sehingga menurunkan investasi dan juga akan

(33)

Selain mempengaruhi tabungan nasional dan investasi domestik, suku bunga

riil di suatu negara juga mempengaruhi investasi asing bersih pada negara yang

bersangkutan. Untuk mengetahui alasannya, terdapat dua reksadana (mutual funds)

yang satu berada di Indonesia dan yang lain berada di Amerika Serikat – yang tengah

mempertimbangkan untuk membeli obligasi pemerintah Indonesia atau obligasi

Pemerintah Amerika Serikat. Keduanya mendasarkan keputusan pada perbandingan

suku bunga riil di Indonesia dan Amerika Serikat. Seandainya suku bunga riil

di Indonesia meningkat, maka obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia

pun menjadi lebih menarik bagi kedua reksadana tersebut. Dengan demikian,

kenaikan suku bunga riil di Indonesia juga akan menyurutkan minat investor di dalam

negeri Indonesia sendiri untuk membeli aset-aset luar negeri dan sekaligus

meningkatkan minat investor asing untuk membeli aset-aset di Indonesia. Bertolak

dari kedua alasan tersebut, suku bunga riil yang lebih tinggi di Indonesia akan

menurunkan investasi asing bersih Indonesia.

Pada Gambar 2.1, menyajikan pasar dana pinjaman secara grafis dalam

bentuk diagram penawaran dan permintaan. Sama halnya dengan analisis sistem

keuangan, kurva penawaran miring ke atas (dari pusat sumbu) karena suku bunga

yang lebih tinggi meningkatkan kuantitas dana pinjaman yang ditawarkan, sedangkan

kurva permintaan miring ke bawah karena suku bunga yang lebih tinggi akan

menurunkan kuantitas dana pinjaman yang diminta. Dalam sebuah perekonomian

terbuka, permintaan akan dana pinjaman tidak hanya datang dari mereka yang perlu

(34)

juga dari mereka yang memerlukan dana pinjaman untuk membeli aset-aset luar

negeri.

Suku bunga selalu menyesuaikan diri untuk menyeimbangkan penawaran dan

permintaan dana pinjaman. Apabila suku bunga lebih rendah dari tingkat ekuilibrium,

maka kuantitas penawaran dana-dana pinjaman menjadi lebih kecil daripada kuantitas

permintaannya. Hal itu akan mendorong naiknya suku bunga. Sebaliknya, jika suku

bunga lebih tinggi daripada tingkat ekuilibrium, maka kuantitas penawaran dana

pinjaman akan lebih besar daripada kuantitas permintaannya. Kelebihan dana tersebut

kemudian akan menekan suku bunga yang berlaku. Sedangkan pada kondisi

ekuilibrium, penawaran dana pinjaman sama dengan permintaannya. Dengan

demikian, suku bunga ekuilibrium, jumlah tabungan masyarakat persis sama dengan

kuantitas investasi domestik dan investasi asing bersih yang diinginkan.

(35)

2.4.2. Pasar Valuta Asing

Pasar kedua dalam model perekonomian terbuka adalah pasar valuta asing.

Para pelaku di pasar ini dapat menukar atau memperdagangkan rupiah dengan mata

uang dari negara-negara lain. Dengan menggunakan persamaan identitas, yakni:

NFI = NX (2.5)

Identitas ini menyatakan bahwa ketidakseimbangan antara penjualan dan aset-aset

modal luar negeri (NFI) sama dengan ketidakseimbangan antara ekspor serta import

atas berbagai barang dan jasa (NX). Jika net ekspor positif, misalnya, maka pihak

asing membeli lebih banyak barang dan jasa domestik (Indonesia) daripada

pembelian barang dan jasa luar negeri oleh warga Indonesia. Sebaliknya, jika net

ekspor Indonesia negatif, warga Indonesia membeli lebih banyak barang dan jasa luar

negeri daripada pihak asing membeli barang mereka; defisit perdagangan ini harus

didanai dengan penjualan aset Indonesia ke luar negeri, sehingga investasi asing

Indonesia menjadi negatif.

Pada persamaan 2.5 di atas, dapat dilihat pada kedua sisi dari identitas

tersebut sebagai cerminan dari dua sisi pasar valuta asing. Investasi asing bersih

mencerminkan kuantitas rupiah yang ditawarkan untuk membeli berbagai aset luar

negeri. Sebagai contoh, jika sebuah reksadana Indonesia hendak membeli obligasi

yang diterbitkan oleh Pemerintah Amerika Serikat, maka reksadana tersebut perlu

menukar rupiah menjadi dollar AS, dan pada saat reksadana melakukan penukaran,

reksadana tersebut memasok rupiah ke dalam pasar valuta asing. Sedangkan net

(36)

yang nantinya tercatat pada angka net ekspor Indonesia. Sebagai contoh, kalau sebuah

perusahaan industri Amerika Serikat hendak membeli timah buatan PT. Aneka

Tambang, maka perusahaan industri tersebut perlu menukar dollar menjadi rupiah,

yang berarti perusahaan industri mengajukan permintaan rupiah di pasar valuta asing.

Pada Gambar 2.2, memperlihatkan penawaran dan permintaan di pasar valuta

asing. Kurva permintaan miring ke bawah karena nilai tukar riil yang lebih tinggi

menjadikan barang-barang Indonesia lebih mahal dan menurunkan kuantitas rupiah

yang diminta untuk membeli barang-barang tersebut. Sedangkan kurva penawaran

berbentuk garis tegak lurus karena kuantitas rupiah yang ditawarkan bagi keperluan

investasi asing bersih tidak tergantung pada nilai tukar riil (sebagaimana telah

disinggung sebelumnya, investasi asing bersih tergantung pada nilai tukar riil. Dalam

membicarakan pasar valuta asing, menganggap suku bunga riil dan investasi asing

bersih tetap).

Nilai tukar riil akan menyesuaikan diri untuk menyeimbangkan penawaran

dan permintaan rupiah, sama halnya dengan harga suatu barang yang selalu

menyesuaikan diri guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan barang

tersebut. Seandainya nilai tukar riil berada di bawah tingkat ekuilibrium, maka

kuantitas rupiah yang ditawarkan menjadi lebih kecil dari pada kuantitas yang

diminta. Dampak langsungnya adalah kekurangan rupiah, yang selanjutnya akan

meningkatkan “harga” atau nilai tukar rupiah. Demikian pula, sebaliknya, jika nilai

tukar riil berada di atas tingkat ekuilibriumnya, maka kuantitas penawaran rupiah

(37)

tersebut. Pada nilai tukar riil ekuilibrium, permintaan rupiah oleh warga asing untuk

membiayai net ekspor benar-benar menyeimbangkan penawaran rupiah dari warga

Indonesia untuk ditukar dengan valuta asing dalam membiayai investasi asing bersih

Indonesia.

Pada titik ekuilibrium tersebut, pembedaan atau pemilahan transaksi antara

sisi penawaran atau permintaan dalam model ini sebenarnya sudah tidak terlalu

penting lagi. Dalam model itu, net ekspor merupakan sumber permintaan terhadap

rupiah, sedangkan investasi asing bersih merupakan sumber penawarannya. Dengan

demikian, ketika warga Indonesia mengimpor mobil dari Jepang, model kita

menganggap bahwa transaksi tersebut sebagai penurunan kuantitas rupiah yang

diminta (karena turunnya net ekspor), bukannya sebagai kenaikan kuantitas rupiah

yang ditawarkan. Demikian pula, ketika seorang warga Jepang membeli selembar

obligasi atau surat berharga yang diterbitkan Pemerintah Indonesia, model

melihatnya sebagai penurunan kuantitas rupiah yang ditawarkan (karena turunnya

(38)

Gambar 2.2. Pasar Valuta Asing

2.4.3. Investasi Asing Bersih: Keterkaitan Antara Dua Jenis Pasar

Dengan memperhatikan persamaan identitas, yakni:

S = I + NFI

dan

NFI = NX

Di pasar dana pinjaman, penawaran berasal dari tabungan nasional, sedangkan

permintaan bersumber dari investasi domestik serta investasi bersih, dan suku bunga

riil menyeimbangkan penawaran dan permintaan tersebut. Di pasar valuta asing,

penawaran berasal dari investasi asing bersih, permintaan bersumber dari net ekspor,

dan nilai tukar riil menyeimbangkan penawaran serta permintaan itu.

Investasi asing bersih merupakan variabel yang mengaitkan kedua jenis pasar

(39)

permintaan. Seseorang yang ingin membeli aset luar negeri harus membiayai

pembelian itu dengan meminjam kredit dari pasar dana pinjaman. Di pasar valuta

asing bersih merupakan sumber penawaran. Seseorang yang ingin membeli suatu aset

di negara lain (di luar Indonesia) harus memasok rupiah guna memperoleh valuta

asing yang sesuai untuk membiayai pembeliannya tersebut.

Faktor penentu atau determinan penting bagi investasi asing bersih adalah

suku bunga riil. Jika suku bunga di Indonesia terhitung tinggi, maka memiliki

aset-aset Indonesia pun menjadi lebih menarik, dan karenanya investasi asing bersih

Indonesia akan relatif rendah. Gambar 2.3 memperlihatkan hubungan negatif antara

suku bunga dan investasi asing bersih. Kurva investasi asing bersih ini merupakan

mata rantai yang menghubungkan pasar dana pinjaman dan pasar valuta asing.

Gambar 2.3. Investasi Asing Bersih Tergantung pada Suku Bunga

Investasi asing bersih positif Investasi asing bersih

negatif

0 Suku bunga

rill

(40)

2.4.4. Ekuilibrium Serentak di Dua Pasar

Pada Gambar 2.4 memperlihatkan pasar dana pinjaman dan pasar valuta asing

secara bersama menentukan berbagai variabel makroekonomi yang penting dari

sebuah perekonomian terbuka.

Bagian (a) dari gambar tersebut memperlihatkan pasar dana pinjaman

(diambil dari Gambar 2.1). Di mana tabungan nasional merupakan sumber penawaran

dana pinjaman. Sebaliknya, investasi domestik dan investasi asing bersih merupakan

sumber permintaan dana pinjaman. Suku bunga riil ekuilibrium (r1) akan

menyeimbangkan kuantitas dana pinjaman yang ditawarkan dengan kuantitas dana

pinjaman yang diminta.

Bagian (b) memperlihatkan investasi asing bersih (diambil dari Gambar 2.3).

Gambar tersebut menunjukkan suku bunga dari bagian (a) menentukan investasi

asing bersih. Suku bunga yang lebih tinggi di dalam negeri akan membuat aset-aset

domestik lebih menarik, dan hal ini pada gilirannya menurunkan investasi asing

bersih. Dengan demikian, kurva investasi asing pada bagian (b) miring ke bawah atau

menghadap pusat sumbu.

Sedangkan bagian (c) memperlihatkan pasar valuta asing (yang diambil dari

Gambar 2.2). Karena investasi asing bersih harus dibayar dengan valuta asing, maka

kuantitas investasi asing bersih dari bagian (b) menentukan penawaran rupiah yang

hendak ditukarkan dengan valuta asing. Nilai tukar riil tidak mempengaruhi investasi

asing bersih, sehingga kurva penawarannya pun berbentuk garis tegak lurus

(41)

meningkatkan net ekspor, maka bentuk kurva permintaan valuta asing juga miring ke

bawah. Nilai tukar riil ekuilibrium (E1) menyeimbangkan kuantitas rupiah yang

ditawarkan dengan kuantitas rupiah yang diminta di pasar valuta asing.

Kedua pasar yang diperlihatkan pada Gambar 2.4 menentukan dua harga

relatif, yakni suku bunga riil dan nilai tukar riil. Suku bunga riil yang ditentukan pada

bagian (a) merupakan harga sekarang atas berbagai barang dan jasa relatif terhadap

harganya di masa mendatang. Sedangkan nilai tukar riil yang digambarkan pada

bagian (c) adalah harga barang dan jasa domestik relatif terhadap harga barang dan

jasa luar negeri. Kedua jenis harga relatif ini dapat bergerak serentak guna

menyeimbangkan permintaan dan penawaran di kedua pasar itu. Ketika penyesuaian

sedang berlangsung, kedua harga relatif itu menentukan berapa tabungan nasional,

(42)

r1

(a) Pasar Dana Pinjaman (b) Investasi Asing Bersih

r1

Gambar 2.4. Ekuilibrium Serentak di Dua Pasar

2.5. Teori Paritas Suku Bunga

IRP adalah salah satu teori yang paling dikenal dalam keuangan internasional

(43)

market (pasar uang internasional). Teori IRP menyatakan bahwa perbedaan tingkat

bunga (sekuritas) pada international money market akan cenderung sama dengan

forward rate premium ataupun discount. Dengan kata lain, berdasarkan teori IRP

akan dapat ditentukan beberapa perubahan kurs forward atau forward rate (FR)

dibandingkan dengan spot rate (SR) bila terdapat perbedaan tingkat bunga antara

home country dan foreign country.

Dengan demikian, seorang pemilik dana akan dapat menentukan dalam mata

uang apa dananya akan diinvestasikan, yaitu dengan membandingkan besarnya

perbedaan tingkat bunga antara dua negara (home dan foreign country) dengan

perbedaan antara FR dan SR yang ditentukan oleh forward rate premium/discount.

Teori ini terdiri dari dua bentuk yaitu paritas suku bunga tertutup (covered

interest rate parity) dan paritas suku bunga tidak tertutup (uncovered interest rate

parity). Paritas Suku Bunga Tertutup (Covered Interest Rate Parity) menyatakan

bahwa terdapat hubungan antara kurs spot, kurs forward, dan variabel suku bunga.

Paritas suku bunga tertutup ini menjelaskan hubungan yang erat antara suku bunga

dengan pergerakan kurs spot dan kurs forward mata uang tertentu khususnya mata

uang keras (hard currency) seperti dolar Amerika dan Yen Jepang. Paritas suku

bunga tertutup dipandang sebagai dasar yang lebih relevan untuk menjelaskan kurs

valas.

Mekanisme paritas suku bunga tertutup, yaitu dengan menggunakan hubungan

dua negara dengan nilai mata uang dan suku bunga masing-masing negara, dengan

(44)

alternatif untuk membelanjakan kekayaannya yaitu dengan membeli surat berharga

baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hasil dari surat berharga dalam dan luar

negeri akan berbeda tergantung dari tingkat bunga. Hasil satu periode mendatang dari

surat berharga dalam negeri adalah (1+i) dalam satuan domestik. Sedangkan hasil

surat berharga luar negeri dalam satuan luar negeri adalah (1+i*)/S, di mana i adalah

prosentase suku bunga, S adalah kurs spot, dan tanda bintang (*) menunjukkan

variabel luar negeri.

Paritas Suku Bunga Tidak Tertutup (Uncovered Interest Rate Parity) juga

digunakan untuk menganalisis model kurs valas. Dalam teori paritas suku bunga tidak

tertutup, diasumsikan pasar yang efisien terjadi bila kurs forward merupakan peramal

yang tidak bias untuk nilai kurs spot pada masa yang akan datang (Syafrudin, 1994:

53). Paritas suku bunga tidak tertutup mengimplikasikan pelaku pasar dapat memiliki

posisi terbuka pada pasar spot yang didasarkan pada harapan nilai kurs forward. Kurs

forwad diharapkan menjadi penentu kurs spot masa datang secara efisien, yaitu

mencakup seluruh informasi yang tersedia yang relevan pada tahun ke-t.

2.6. Teori Paritas Daya Beli

Teori paritas daya beli pertama kali dikemukakan oleh Gustav Casell 1922

(Khalwaty, 2000) mengandung dua pengertian, yaitu pengertian absolut dan

pengertian relatif. Pengertian absolut mengatakan bahwa nilai tukar keseimbangan

di antara mata uang dalam negeri dan mata uang luar negeri merupakan rasio antara

(45)

relatif menyatakan bahwa persentase perubahan kurs keseimbangan di antara mata

uang dalam negeri dan mata uang luar negeri merupakan rasio antara persentase

perubahan harga dalam negeri dan persentase perubahan harga luar negeri, sehingga

persentase perubahan nilai tukar tersebut mencerminkan perbedaan tingkat inflasi

di antara dua negara.

Beberapa hal yang perlu ditekankan dari teori paritas daya beli adalah pertama

masalah dasar dari paritas daya beli, yakni proporsionalitas tingkat harga dan nilai

tukar hanya terjadi jika penyebab goncangan yang mengubah tingkat harga dari nilai

tukar merupakan suatu goncangan moneter. Kedua, teori paritas daya beli tersebut

tidak bekerja seketika, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga dapat

dikatakan bahwa teori tersebut menunjukkan hubungan keseimbangan jangka panjang

antara nilai tukar dengan tingkat harga.

Nilai mata uang dari suatu negara yang cenderung menurun menunjukkan

negara tersebut mempunyai tingkat inflasi yang tinggi. Inflasi suatu negara lebih

tinggi dibandingkan dengan negara lain berarti harga barang-barang di negara

tersebut naik lebih cepat dari negara lain. Hal ini akan berakibat ekspor akan turun

dan impor akan naik karena harga barang-barang negara bersangkutan lebih mahal

dibandingkan dengan harga barang-barang negara lain. Dengan demikian supply dari

mata uang asing akan turun dan demand akan naik, sehingga nilai mata uang asing

(46)

2.7. Penentuan Nilai Tukar Rupiah dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Berkaitan dengan urgensi teori dan aplikasi penelitian dan penyusunan

hipotesis maka mengambil beberapa literatur berkenaan dengan pengaruh fluktuasi

nilai tukar; (Sarwono dan Warjiyo, 1998), menyatakan pada dasarnya terdapat empat

jalur transmisi yang menunjukkan bagaimana kebijakan moneter dapat

mempengaruhi perekonomian yaitu: jalur nilai tukar, jalur suku bunga, jalur harga set

dan jalur kredit perbankan.

Jalur nilai tukar berpandangan bahwa pergerakan nilai tukar paling

berpengaruh bagi perekonomian khususnya perekonomian terbuka dengan sistem

nilai tukar fleksibel, pengetatan moneter akan mendorong suku bunga nominal dalam

negeri meningkat. Jika suku bunga internasional tidak berubah maka interest rate

differential meningkat dan ini akan mendorong masuknya dana dari luar negeri. Nilai

tukar akan akan cenderung terapresiasi maka kegiatan ekspor akan menurun dan

sebaliknya impor meningkat, sehingga transaksi berjalan dalam neraca pembayaran

akan membaik, akibatnya permintaan aggregat akan menurun dan demikian pula laju

pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Derajat keterbukaan ekonomi adalah total perdagangan (ekspor + impor)

terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) (Arifin, S., Winantyo, R., Kurniati, Y.,

(47)

Derajat keterbukaan ekonomi yang merupakan rasio perdagangan terhadap

PDB ini sangat mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian dengan semakin

meningkatnya derajat keterbukaan ini akan mempengaruhi nilai tukar suatu negara.

Arifin (1998) menyatakan bahwa berdasarkan beberapa literatur ada beberapa

faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yakni:

a) Faktor fundamental, berkaitan dengan indikator ekonomi;

b) Faktor teknis, berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran valuta

asing;

c) Faktor sentimen pasar, berkaitan dengan rumor yang bersifat insidentil yang

dapat mempengaruhi fluktuasi nilai tukar valuta asing dalam jangka pendek.

Suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman

yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya.

Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang

lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga

merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan,

sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara

permintaan dan penawaran.

Naiknya suku bunga Bank Indonesia akan meningkatkan investasi asing

bersih. Karena sekarang di dalam negeri memberikan tingkat pengembalian yang

lebih tinggi, maka investasi ke luar negeri menjadi kurang menarik dibandingkan

sebelumnya sehingga pembelian aset-aset luar negeri oleh penduduk domestik juga

(48)

yang tentunya ingin turut menikmati hasil atau bunga yang ditawarkan. Dengan

demikian, valuta asing yang diperlukan orang-orang untuk membeli aset luar negeri

juga berkurang dan dengan masuknya investasi dari luar negeri menyebabkan

penawaran valuta asing di dalam negeri bertambah. Penurunan penawaran rupiah dan

kenaikan penawaran valuta asing akan menyebabkan rupiah terapresiasi (Mankiw, N.,

2003).

Teori inflasi klasik berpendapat bahwa tingkat harga terutama ditentukan oleh

jumlah uang beredar, yang dapat dijelaskan melalui hubungan antara nilai uang

dengan jumlah uang, serta riil uang dan harga (Mankiw, 2000). Nilai mata uang dari

suatu negara yang cenderung menurun menunjukkan negara tersebut mempunyai

tingkat inflasi yang tinggi. Inflasi suatu negara lebih tinggi dibandingkan dengan

negara lain berarti harga barang-barang di negara tersebut naik lebih cepat dari negara

lain. Hal ini berakibat ekspor akan turun dan import akan naik karena harga

barang-barang negara bersangkutan lebih mahal bila dibandingkan dengan barang-barang-barang-barang

negara lain. Dengan demikian penawaran (supply) dari mata uang asing akan turun

dan permintaan (demand) akan naik, sehingga nilai mata uang asing akan naik (nilai

mata uang domestik akan turun atau terdepresiasi).

Menurut teori paritas daya beli (Purchasing Power Parity), nilai tukar

nominal antara mata uang dari dua negara harus mereflesikan perbedaan tingkat harga

di negara-negara bersangkutan yang memberikan implikasi dengan terjadinya

(49)

dan jasa yang dapat dibelinya dan dalam artian jumlah mata uang lain yang dapat

diperolehnya (depresiasi).

Investasi asing bersih (Net Foreign Investment – NFI) merupakan pembelian

aset domestik oleh warga asing dikurangi nilai pembelian aset luar negeri oleh warga

domestik. Investasi asing mempunyai dua bentuk yaitu investasi asing langsung

(Foreign Direct Investment FDI) dan investasi portofolio asing (foreign portfolio

investment).

Kenaikan investasi asing bersih akan meningkatkan penawaran mata uang

asing di suatu negara sehingga mengakibatkan nilai mata uang tersebut terapresiasi.

Begitu juga sebaliknya, jika penurunan investasi asing bersih akan meningkatkan

penawaran mata uang domestik sehingga mengakibatkan nilai mata uang tersebut

akan terdepresiasi. Untuk mengilustrasikan mengenai pengaruh investasi asing bersih

terhadap nilai tukar mata uang adalah sebagai berikut: Jika Pemerintah Indonesia

menawarkan surat berharga/obligasi dan kemudian warga Amerika Serikat membeli

surat berharga tersebut, maka pembelian surat berharga tersebut akan menaikkan

investasi asing bersih Indonesia. Warga Amerika Serikat tersebut akan menukarkan

dollar AS menjadi rupiah ke pasar. Dengan demikian dollar AS yang ditawarkan

makin banyak dan rupiah makin sedikit sehingga mengakibatkan rupiah terapresiasi.

Jika warga Indonesia membeli surat berharga/obligasi yang dikeluarkan

Pemerintah Amerika Serikat, maka pembelian surat berharga tersebut mengurangi

(50)

dollar AS ke pasar. Dengan demikian rupiah yang ditawarkan makin banyak dan

dollar AS makin sedikit sehingga mengakibatkan rupiah terdepresiasi.

2.8. Penelitian Terdahulu

Iqbal Abdillah (2006), dengan menggunakan analisis metode Ordinary Least

Square (OLS) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai

kurs adalah Jumlah Uang Beredar, Inflasi dan Suku Bunga dengan hasil estimasi

memperlihatkan bahwa jumlah uang beredar, inflasi dan suku bunga mempunyai

pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah.

Wibowo, T. dan Amir, H. (2005), menyatakan bahwa variabel moneter yang

mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika adalah selisih pendapatan

riil Indonesia dan Amerika, selisih inflasi Indonesia dan Amerika, serta nilai tukar

rupiah terhadap dollar Amerika satu bulan sebelumnya (lag -1). Selisih jumlah uang

beredar (M1) Indonesia dan Amerika belum menunjukkan pengaruh yang signifikan

terhadap nilai tukar rupiah. Elastisitas masing-masing variabel bebas terhadap nilai

tukar rupiah adalah: (i) selisih logaritma PDB Indonesia dan Amerika sebesar -0,814;

(ii) selesih Wholesale Price Index Indonesia dan Amerika sebesar 0,436; (iii) selisih

logaritma suku bunga Indonesia dan Amerika sebesar -0,009; dan (iv) nilai tukar satu

bulan sebelumnya sebesar 0,765.

Sanusi, A. (2004) dengan menggunakan pendekatan perhitungan analisa

regresi linier berganda didasarkan pada hubungan fungsional atau kausal suatu

(51)

2000-2002. Dari hasil estimasinya adalah pada sistem nilai tukar mengambang penuh

periode pengujian Januari 2000 sampai dengan Desember 2002 menyatakan bahwa

jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, valas di perbankan, valas otoritas moneter,

mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap fluktuasi nilai kurs,

sedangkan inflasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan secara statistik.

Wibowo, T. dan Amir, H. (2005) dengan model yang dikembangkan

Bappenas (2001), menggabungkan antara fungsi permintaan uang dengan Purchasing

Power Parity (PPP) dengan data analisis kurun waktu Januari 2000 sampai dengan

juni 2005 diperoleh hasil selisih logaritama M1 Indonesia dan logaritma M1 Amerika

menunjukkan berpengaruh nyata terhadap logaritma nilai tukar. Variabel selisih

logaritma pendapatan riil Indonesia dan Amerika belum menunjukkan pengaruh kurs

terhadap logaritma kurs. Sedangkan variabel selisih tingkat suku bunga menunjukkan

pengaruh terhadap logaritma kurs.

Kardoyo, H. dan Kuncoro, M. (2001), dengan menggunakan pendekatan

Box-Jenkins dalam rentang waktu 1983.2 – 2000.3 diperoleh hasil sebagai berikut:

Pertama, dengan cocok dan laiknya model kurs valas Frenkel-Bilson yang melibatkan

variabel fundamental ekonomi jumlah uang beredar, tingkat pendapatan nasional, dan

tingkat suku bunga, serta signifikansinya variabel-variabel fundamental ekonomi

tersebut dalam menjelaskan fluktuasi kurs Rp/US$ menghasilkan temuan bahwa

doktrin paritas suku bunga (interest rate parity) berlaku dalam mempengaruhi

fluktuasi kurs valas Rp/US$. Kedua, model kurs valas kasus Indonesia yang

(52)

nasional, dan tingkat inflasi serta signifikansinya variabel-variabel fundamental

ekonomi dalam model tersebut dalam menjelaskan fenomena fluktuasi kurs Rp/US$

memberikan hasil bahwa model tersebut laik dan cocok untuk diterapkan

menganalisis kurs Rp/US$. Variabel tingkat Inflasi Indonesia terhadap Amerika

signifikan dalam menjelaskan fenomena fluktuasi kurs Rp/US$. Hal ini menghasilkan

kesimpulan bahwa doktrin paritas daya beli juga berlaku dalam mempengaruhi

fluktuasi kurs Rp/US$.

Noname, (2000), Hasil informasi ini diperoleh dari internet dengan judul

“Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar

Amerika: Pendekatan Moneter 1987.2 – 1999.1” diperoleh hasil sebagai berikut:

a) Dengan melihat nilai statistik dari Error Correction Term (ECT) sebesar 2,23

dan secara statistik adalah signifikan pada derajat keyakinan sebesar 5%, hal

ini berarti bahwa spesifikasi model koreksi kesalahan yang dipakai sudah

benar.

b) Hasil estimasi OLS dengan model koreksi kesalahan menunjukkan bahwa

variabel perbedaan jumlah uang beredar (LMX) adalah berpengaruh terhadap

nilai tukar dalam jangka pendek sedangkan dalam jangka panjang variabel ini

tidak mampu menerangkan perilaku nilai tukar. Tidak signifikannya

perbedaan jumlah uang beredar dalam jangka panjang menunjukkan bahwa

kebijakan moneter yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang beredar

(53)

c) Variabel perbedaan tingkat pendapatan riil (LYX) menunjukkan bahwa

variabel ini hanya mampu menerangkan perubahan nilai tukar dalam jangka

panjang. Dalam jangka panjang uji tanda sesuai dengan hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini dan signifikan secara statistik.

d) Hasil estimasi untuk variabel perbedaan tingkat harga mampu menerangkan

perubahan nilai tukar baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka

panjang. Uji tanda sangat mendukung hipotesa yang diajukan dalam

penelitian ini. Dengan demikian teori paritas daya beli berlaku selama periode

penelitian.

e) Untuk variabel perbedaan tingkat suku bunga (RX) hasil estimasi

menunjukkan bahwa variabel ini mampu menerangkan perubahan nilai tukar

baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tanda yang ditunjukkan

adalah variabel perbedaan tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap

nilai tukar atau terjadinya apresiasi rupiah.

f) Hasil estimasi menunjukkan bahwa pelepasan band intervensi oleh Bank

Indonesia mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dollar mengalami

depresiasi. Secara statistik variabel ini menunjukkan hasil yang signifikan.

Doddy dan Benny (1999) dalam penelitiannya dengan periode observasi

1984-1987, hasil uji hubungan granger causality test menunjukkan real effective

exchange rate (REER) mempengaruhi inflasi (searah) dengan lag rata-rata 1 triwulan

(54)

Iskandar Simorangkir (2006), dalam tulisannya yang berjudul: “Openness

and Its Impact to Indonesian Economy dengan pendekatan structural vector

autoregression (SVAR) untuk menguji dampak keterbukaan perdagangan (trade

openness) dan keterbukaan finansial (financial openness) terhadap perekonomian

Indonesia. Hasil penelitian menyatakan bahwa keterbukaan perdagangan (trade

openness) menyebabkan terjadinya fluktuasi atas nilai tukar dan inflasi secara

signifikan dalam jangka pendek dan jangka panjang dan keterbukaan finansial

(financial openness) menyebabkan terjadinya fluktuasi atas nilai tukar dan inflasi

secara signifikan dalam jangka pendek sedangkan dalam jangka panjang tidak

signifikan.

2.9. Kerangka Pemikiran

Nilai tukar rupiah bersumber pada faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi.

Dalam penelitian ini, dilakukan penelitian terhadap faktor-faktor ekonomi

(keterbukaan dan faktor ekonomi) yang mempengaruhi nilai tukar rupiah.

Keterbukaan ekonomi terdiri dari keterbukaan dalam bidang perdagangan dengan

variabel derajat keterbukaan ekonomi dan keterbukaan dalam bidang finansial/

keuangan dengan variabel investasi asing bersih (Net Foreign Investmen - NFI).

Sedangkan untuk faktor ekonomi dengan variabel suku bunga Bank Indonesia dan

(55)

Derajat keterbukaan ekonomi, dengan semakin terbukanya perekonomian

suatu negara yang ditandai semakin besarnya nilai perdagangan barang dan jasa

terhadap pendapatan nasional yang mengakibatkan perubahan nilai tukar rupiah.

Pengaruh suku bunga terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah yaitu tinggi

rendahnya permintaan terhadap uang akan tercermin pada tinggi rendahnya suku

bunga. Apabila suku bunga turun akan mengurangi minat investor untuk memegang

rupiah karena insentif yang diterima menurun. Nilai tukar rupiah akan melemah

(depresiasi) seiring dengan aksi pembelian valas oleh investor.

Dapat juga dilihat bahwa apabila suku bunga rendah minat investor untuk

menanamkan modalnya (dalam bentuk portofolio) akan menurun, hal tersebut

dikarenakan keuntungan yang diterima akan menurun sehingga nilai tukar rupiah

akan melemah (depresiasi).

Pengaruh inflasi, menurut Ilham (2003) menyatakan bahwa laju inflasi yang

tinggi bila dibiarkan akan secara bertahap mengurangi daya beli masyarakat, selain

itu inflasi akan mengundang peningkatan volume import, yang akan menyebabkan

mata uang domestik terdepresiasi terhadap mata uang asing.

Pengaruh investasi asing bersih di pasar dana pinjaman, penawaran berasal

dari tabungan nasional (S), sedangkan permintaan bersumber dari investasi domestik

(I) serta investasi asing net (NFI) dan suku bunga riil menyeimbangkan penawaran

dan permintaan tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Gambar

Grafik 1.1. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Tahun 2003 – 2007
Gambar 2.2. Pasar Valuta Asing
Gambar 2.3. Investasi Asing Bersih Tergantung pada Suku Bunga
Gambar 2.4. Ekuilibrium Serentak di Dua Pasar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Risma Manalu : Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah & Suku Bunga SBI Terhadap Likuiditas..., 2007.. Murbanto Sinaga.MA) NIP... Risma Manalu : Analisis Pengaruh Nilai Tukar

Dari uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait pengaruh Tingkat Suku Bunga, Inflasi, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap indeks harga saham

Apakah tingkat suku bunga, laju inflasi, dan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika secara individu mempunyai pengaruh yang signifikan pada harga saham PT.. Apakah tingkat

yang diberikan variabel inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga dan produk domestik bruto terhadap indeks harga saham gabungan cukup kecil karena koefisiennya

Dalam penelitian Suciwati dan machfedz ,universitas muhamaddiyah surakarta (2002) inflasi dan Suku Bunga Dan Nilai Tukar Rupiah berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara Tingkat Suku Bunga (SBI), Nilai Tukar (Kurs) Rupiah, Inflasi, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Hang Seng terhadap Indeks

Tabel 1.1 Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar Rupiah, Dow Jones Industrial Average dan Indeks Harga Saham Gabungan ..... Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Indeks Harga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana variabel makroekonomi berupa inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan suku bunga Bank Indonesia dapat