• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN Good Manufacturing Practice (GMP) DALAM PRODUKSI OLAHAN PANGAN DI KELOMPOK WANITA TANI SERUNI KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGELOLAAN Good Manufacturing Practice (GMP) DALAM PRODUKSI OLAHAN PANGAN DI KELOMPOK WANITA TANI SERUNI KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Disusun Oleh : Teguh Purnama

20120220072

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ii

PENGELOLAAN Good Manufacturing Practice (GMP)DALAM PRODUKSI OLAHAN PANGAN DIKELOMPOK WANITA TANI

SERUNI KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sebagai Bagian Dari Persyaratan Yang Diperlukan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh: Teguh Purnama

20120220072

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, rasa syukur tak hentinya selalu penulis ucapkan kepada Allah SWT. Tuhan semesta alam. Atas berkat rahmat-Nya penelitian yang berjudul “Pengelolaan Good Manufacturing Practice (GMP) dalam Produksi Olahan Pangan di Kelompok Wanita Tani Seruni Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta” dapat terselesaikan.

Penelitian dalam rangka menyusun skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan beberapa pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyusunan maupun saat riset dilakukan, diantaranya: Ibu Retno Wulandari, SP., M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Sriyadi, MP. sebagai dosen pembimbing serta Ibu Dr. Ir. Triwara Buddhi S. MP. selaku dosen penguji; Ibu-ibu pengolah pangan di Kelompok Wanita Tani Seruni yang telah membantu saat riset dilakukan; Pemerintah Kabupaten Sleman beserta seluruh jajaran SKPD Kabupaten Sleman yang sudah memberikan izin penelitian dan menyediakan data-data tambahan; Teman seperjuangan Agribisnis FP UMY angkatan 2012, khususnya Agribisnis 2012 Kelas B, yang telah menemani berimajinasi dan tak hentinya menyemangati; Organisasi lingkup FP UMY yang sudah memberikan ruang untuk berbagi: Dewan Mahasiswa FP UMY dan Dewan Perwakilan Mahasiswa FP UMY.

Semoga hasil dari penelitian skripsi ini mampu memberikan manfaat bagi elemen-elemen yang menjadi sasaran penelitian ini.

(4)

v

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

B. Kerangka Pemikiran ... 35

III. METODE PENELITIAN ... 38

A. Metode Dasar ... 38

B. Metode Penentuan Lokasi dan Responden Penelitian ... 38

C. Teknik Pengumpulan Data ... 39

D. Asumsi ... 40

E. Definisi Operasional... 40

F. Teknik Analisis ... 43

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 45

A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah ... 45

B. Kondisi Demografi Kecamatan Berbah ... 46

C. Potensi Pertanian Kecamatan Berbah ... 49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Profil Kelompok Wanita Tani Seruni... 56

B. Pengelolaan GMP di Kelompok Wanita Tani Seruni... 65

(5)

vi

VI. PENUTUP ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(6)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Umur panen buah pisang... 10

Tabel 2. Skor jawaban responden ... 43

Tabel 3. Kategori tingkat penerapan GMP ... 44

Tabel 4. Data penduduk berdasarkan jenis kelamin tahun 2015 ... 46

Tabel 5. Data Penduduk berdasarkan pekerjaan tahun 2015 ... 47

Tabel 6. Data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2015 ... 48

Tabel 7. Luas wilayah Kecamatan Berbah tahun 2015 ... 50

Tabel 8. Luas panen, produktivitas, dan produksi tanaman tahun 2015 ... 51

Tabel 9. Populasi ternak besar dan kecil tahun 2015 ... 52

Tabel 10. Populasi ternak unggas tahun 2015 ... 53

Tabel 11. Produksi perikanan tahun 2015 ... 54

Tabel 12. Daftar pengurus berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan ... 60

Tabel 13. Daftar pembagian tugas pengolah hasil pertanian ... 69

Tabel 14. Keadaan lokasi produksi ... 76

Tabel 15. Keadaan bangunan tempat produksi ... 78

Tabel 16. Keadaan fasilitas sanitasi tempat produksi ... 81

Tabel 17. Keadaan mesin dan peralatan produksi ... 83

Tabel 18. Keadaan bahan produksi olahan makanan ... 85

Tabel 19. Keadaan pengawasan proses ... 86

Tabel 20. Keadaan produk akhir olahan pangan ... 88

Tabel 21. Keadaan laboratorium ... 89

Tabel 22. Keadaan karyawan/pekerja pengolahan pangan ... 90

Tabel 23. Keadaan pengemas produk ... 91

Tabel 24. Keadaan label dan keterangan produk ... 93

Tabel 25. Keadaan penyimpanan bahan, peralatan, dan produk akhir... 94

Tabel 26. Keadaan pemeliharaan dan program sanitasi ... 96

Tabel 27. Keadaan pengangkutan produk ... 98

(7)

viii

Tabel 29. Indikator pelatihan ... 101

Tabel 30. Kegiatan penarikan produk ... 102

Tabel 31. Pelaksanaan Pedoman GMP ... 103

Tabel 32. Skor tiap indikator penerapan GMP di KWT Seruni ... 104

(8)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hubungan antar komponen organisasi ... 31

Gambar 2. Bagan kerangka berpikir ... 37

Gambar 3. Bagan struktur organisasi Kelompok Wanita Tani Seruni ... 63

Gambar 4. Bagan tata kelola Good Manufacturing Practice di KWT Seruni ... 66

(9)
(10)

xi

PENGELOLAAN Good Manufacturing Practice (GMP)DALAM PRODUKSI OLAHAN PISANG DI KELOMPOK WANITA TANI SERUNI

KECAMATAN BERBAH, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA

Management of Good Manufacturing Practice on Food Processed Production in Group of Women Farmer Seruni Berbah Subdistrict Sleman Regency

Daerah Istimewa Yogyakarta

Teguh Purnama/2012 022 0072

Retno Wulandari, SP., M.Sc/Dr. Ir. Sriyadi, MP. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Management of Good Manufacturing Practice on Banana Processed Production in Group of Women Farmer Seruni Berbah Subdistrict Sleman Manufacturing Practice in KWT Seruni consist of six indicators: planning (training), organizing, briefing, coordination (routine meeting), monitoring and evaluation. Level of Good Manufacturing Practice application in KWT Seruni are consist of 18 indicators: location, building, facility and sanitation, machine and tools, ingredients/composition, process monitoring, final product, laboratory, staff/worker, controller, label and product information, storage, maintenance and sanitation program, transportation, documentation and quotation, training, product retirement, and implementation direction. Indicator of location, indicator of building, indicator of facility, sanitation, indicator of machine and tools, indicator of staff/worker, indicator id packaging, indicator of maintenance and sanitation program, indicator of carrying, indicator of retirement product and indicator of implementation direction is in good condition. Indicator of monitoring process, indicator of final product, indicator of label and product information, indicator of storage, and indicator of quotation and documentation is in good enough condition. Laboratory indicator is not in good condition.

(11)

1

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dewasa ini masyarakat Indonesia telah memasuki era ASEAN Economic Community (AEC) 2015. Organisasi pemerintah, pengusaha, lembaga pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat telah melakukan edukasi tentang pentingnya kesiapan menghadapi AEC 2015 kepada elemen-elemen masyarakat. Masyarakat ASEAN terdiri atas tiga pilar yang saling terkait satu sama lain, yaitu: Masyarakat Politik Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN. Dari ketiga pilar tersebut, masyarakat ASEAN memiliki karakteristik utama sebagai berikut: (a) pasar tunggal dan basis produksi; (b) kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi; (c) kawasan pengembangan ekonomi yang merata; (d) kawasan yang secara penuh terintegrasi dalam perekonomian global. Salah satu komponen dalam pasar tunggal dan basis produksi ialah produk berbasis agro (pertanian). (Departemen Luar Negeri Republik Indonesia 2009)

(12)

pangan, dan standarisasi sertifikasi perdagangan, produk pertanian ASEAN diharapkan mampu bersaing di pasar global dengan menawarkan produk

makanan yang aman, sehat, dan berkualitas. Dalam hal ini produk berbasis pertanian dalam arti luas baik produk segar maupun produk olahan. Produk olahan pertanian harus menerapkan suatu standar tertentu agar mampu menciptakan suatu produk yang aman, sehat, dan berkualitas.

Salah satu standarisasi produk olahan pangan yang sering digunakan ialah Good Manufacturing Practice (GMP). Di Indonesia GMP diterbitkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan standar yang digunakan untuk industri makanan disebut CPMB (Cara Pembuatan Makanan yang Baik). Prinsip dasar GMP ialah mutu dan keamanan produk tidak dapat dihasilkan hanya dengan pengujian, namun harus menjadi sebuah sistem produksi.

Pada dasarnya semua industri yang berkaitan dengan olahan makanan, kosmetik, obat, dan pakan ternak wajib menerapkan GMP sejak pabrik didirikan dan proses produksi pertama dilakukan, karena penerapan GMP merupakan syarat utama industri tersebut beroperasi. Namun karena pada umumnya industri di Indonesia bermula dari usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang kemudian berkembang menjadi industri besar dengan tingkat pengetahuan yang terbatas maka sering sekali penerapannya diabaikan. Standar GMP baru diterapkan ketika sudah mendapat tuntutan dari konsumen.

(13)

produk olahan. Pisang merupakan salah satu komoditas yang dapat diolah menjadi berbagai olahan pangan. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu produsen pisang di Indonesia. Badan Pusat Statistika mencatat data produksi pisang Provinsi DIY pada tahun 2013 sebesar 56.850 ton, yang tersebar di Kabuaten Kulonprogo sebanyak 19.786 ton atau 34,80%, Kabupaten Sleman 18.486 ton atau 32,52%, Kabupaten Gunungkidul 13.052 ton atau 22,96%, Kabupaten Bantul 5.304 ton atau 9,33%, dan Kota Jogjakarta sebesar 222 ton (0,39%).

Desa Sendangtirto yang terletak di Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah penghasil tanaman pisang di Kabupaten Sleman. Tanaman pisang banyak tumbuh liar di sekitar pekarangan, pinggir jalan, sawah, dan di pinggir sungai. Awalnya tanaman pisang di Desa Sendangtirto belum termanfaatkan dengan baik, karena hanya dijadikan pakan burung dan dikonsumsi sendiri. Hingga pada tahun 2009 saat harga pisang sedang murah timbul inisiatif dari ibu-ibu di Dusun Gamelan, Desa Sendangtirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman untuk mengolah pisang menjadi sesuatu yang berguna dan dapat menambah penghasilan para ibu-ibu yang pekarangannya ditanami pisang.

(14)

hanya enak, tetapi juga produk yang aman dan sehat dikonsumsi. Hal tersebut menjadi senjata utama produk unggulan yang dihasilkan oleh industri rumah tangga guna meningkatkan daya saing produknya sehingga menarik untuk dilakukan penelitian. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dan penerapan Good Manufacturing Practice oleh KWT Seruni di Dusun Gamelan, Desa Sendangtirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman.

B. Tujuan

1. Mengetahui profil KWT Seruni di Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman.

2. Mengetahui pengelolaan Good Manufacturing Practice oleh KWT Seruni di Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman.

3. Mengetahui tingkat penerapan Good Manufacturing Practice oleh KWT Seruni di Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman.

C. Kegunaan

(15)

5

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Budidaya Pisang a. Ragam Jenis Pisang

Pisang merupakan nama umun yang diberikan kepada tumbuhan dengan batang lunak tak berkayu berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya menghasilkan buah konsumsi yang dinamakan sama. Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok menjari yang dinamakan sisir. Hampir semua buah pisang memiliki kulit buah yang berwarna kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, ungu, atau bahkan hampir hitam. (Sunyoto 2011)

(16)

1) Pisang buah yang dapat dimakan langsung setelah matang (disebut juga pisang meja), misalnya: pisang kepok, susu, hijau, mas, raja, ambon, batangan, serta pisang cavendish.

2) Pisang buah yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu, misalnya: pisang tanduk, oli, kapas, dan bangkahulu.

3) Pisang buah yang dapat dimakan langsung setelah masak maupun setelah diolah terlebih dahulu, misalnya: pisang kepok dan pisang raja.

4) Pisang buah yang dapat dimakan sewaktu masih mentah, misalnya: pisang kluthuk (pisang batu) yang berasa sepat dan enak untuk dibuat rujak.

Menurut Sunyoto (2011) berdasarkan cara konsumsi buahnya pisang dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu pisang meja (dessert banana) dan pisang olah (cooking banana). Pisang meja dikonsumsi dalam bentuk segar setelah buah matang seperti pisang ambon, pisang raja, pisang susu, serta pisang cavendish. Pisang olahan dikonsumsi setelah digoreng, direbus, dibakar, atau dikolak seperti: pisang kepok, siam, kapas, tanduk, dan uli.

b. Teknologi Budidaya

(17)

belum dapat memenuhi varietas lokal yang beragam. Oleh karena itu perbanyakan secara tradisional masih layak diterapkan.

Persiapan lahan dilakukan dengan cara pembersihan lahan terlebih dahulu dari sisa tanaman. Menurut Mulyanti et al (2008) lubang tanam yang disiapkan berukuran 50x50x50 cm, dipersiapkan sekitar 2-4 minggu sebelum tanam, dan jarak tanam yang digunakan selebar 4x4 meter. Pemberian pupuk kandang dilakukan bersamaan dengan pembuatan lubang tanam, yaitu 2-4 minggu sebelum penanaman.

Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan agar terhindar dari kekeringan dan masuk musim kemarau buah sudah panen. Idealnya untuk mendapatkan produksi dan kualitas buah yang baik, penanaman pisang dilakukan dua tahap dengan rentang waktu enam bulan. Hal ini bertujuan untuk mengatur waktu panen dan pembongkaran tanaman pada tahun-tahun berikutnya. (Mulyanti et al 2008)

Pemupukan dilakukan menggunakan dosis 0,233 kg Urea, 0,10 kg SP-36, dan 0,10 kg KCl per tanaman. Tanaman yang baru ditanam diberi tiga kali yaitu ¼ saat tanam, dan sisanya dibagi dua umur tiga bulan dan enam bulan. Tanaman yang berumur satu tahun atau lebih diberikan dua kali dalam setahun yaitu saat awal musim dan akhir musim penghujan. Pupuk diletakkan pada alur dangkal berjarak 60-70 cm dari tanaman dan ditutup tanah. (Mulyanti et al 2008)

(18)

dari goresan daun. Pada saat pemangkasan setidaknya disisakan 6-8 daun sehat agar perkembangan buah menjadi maksimal. (Mulyanti et al 2008)

Penjarangan anakan bertujuan untuk mengurangi jumlah anakan, menjaga jarak tanam, dan menjaga agar produksi tidak menurun. Mulyanti et al (2008) menjelaskan bahwa penjarangan anakan dilakukan dengan memelihara tanaman induk (umur 9 bulan), 1 anakan (umur 7 bulan), dan anakan muda (umur 3 bulan) dilakukan setiap 6-8 minggu secara rutin.

Sanitasi kebun dilakukan untuk menjaga lingkungan kebun tetap sehat, sehingga pertumbuhan tanaman dapat berlangsung dengan baik. Sanitasi dilakukan 45 hari sekali meliputi kegiatan pembersihan daun kering, penjarangan anakan, dan pembuangan sisa tanaman bekas panen.

Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan secara rutin pada saat tanaman berumur 1-5 bulan. Setelah tanaman berumur lima bulan pengendalian gulma dapat dikurangi karena kanopi tanaman dapat menekan pertumbuhn gulma. Pada saat tanaman berumur lebih dari lima bulan pengendalian gulma dapat dilakukan dengan herbisida karena tanaman sudah cukup tinggi sehingga daun tanaman tidak terkena herbisida. Penyiangan dilakukan dalam selang waktu 2-3 bulan. (Mulyanti et al 2008)

(19)

dan burik pada buah. Mulyanti et al (2008) mengungkapkan bahwa pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara diataranya:

1) Penggunaan bibit bebas penyakit yaitu bibit diambil dari lahan yang benar-benar bebas penyakit.

2) Melakukan pegiliran tanaman.

3) Melakukan sanitasi lahan, yaitu membersihkan gulma seperti rumput teki, gulma tersebut merupakan inang sementara bibit penyakit.

4) Membuat drainase di kebun.

5) Pembungkusan buah dengan plastik tansparan, untuk menghalangi kedatangan serangga penular.

6) Pemangkasan daun yang terserang ulat penggulung daun.

7) Hama Thrips dikendalikan dengan cara membungkus tandan buah saat bunga akan mekar dan penyaputan tangkai tandan dengan insektisida.

8) Selain dengan cara-cara tesebut, penggunaan pestisida juga sering dilakukan oleh petani.

c. Panen dan Pasca Panen

(20)

sudah maksimum). Menurut Mulyanti et al (2008) umur panen buah pisang sebagai berikut.

Tabel 1. Umur panen buah pisang

No Jenis pisang Umur panen (hari)

1 Pisang ambon 139-154

2 Pisang tanduk 124-139

3 Pisang ambon jepang 109-120

4 Pisang mas 64-79

Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium. Pisang juga mengandung vitamin seperti C, B kompleks, B6, dan serotonin yang aktif sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak. Walaupun kandungan protein dan lemak pisang kurang baik karena hanya 2,3 persen dan 0,13 persen. (Sunyoto 2011)

(21)

2. Standart Good Manufacturing Practice (GMP) Menurut Permenperin No. 75 Tahun 2010

Pedoman tentang pelaksanaan Good Manufacturing Practice (GMP) di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 75 Tahun 2010. Dalam pedoman tersebut terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu industri pengolahan makanan agar dapat memproduksi olahan makanan dengan baik. Di Indonesia Good Manufacturing Practice dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Regulasi tersebut dapat diakses melalui website http://regulasi.kemenperin.go.id/site/baca_peraturan/709.

GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan suatu pedoman bagi industri pangan, bagaimana cara berproduksi pangan yang baik. GMP ini sebagai prasyarat utama sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh sertifikat sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Agar sistem HACCP dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan pemenuhan program Pre-requisite (persyaratan dasar), yang berfungsi melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas serta kegiatan lain dalam industri pangan. Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan selaras dengan Pre-requisite penerapan HACCP. Pre-requisite merupakan prosedur umum yang berkaitan dengan persyaratan dasar suatu operasi bisnis pangan untuk mencegah kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan pangan. (Susiwi 2009)

(22)

setiap rantai pangan, proses pengolahan, atau penanganan komoditi bahan pangan untuk mencegah terjadinya kesalahan dan meningkatkan prinsip pelaksanaan persyaratan hygiene yang spesifik bagi masing-masing bidang tersebut diatas. Maksud tersebut perlu dilakukan identifikasi terhadap titik-titik penting dari rantai penanganan sistem hygiene yang dapat diaplikasikan diberbagai tahapan dalam rantai pangan, yaitu sejak budidaya sampai rantai pangan dikonsumsi, demi mencapai tujuan dalam memastikan bahwa pangan yang dimaksud aman dan pantas untuk dikonsumsi manusia. Cara-cara pengendalian usaha pangan komersial dapat dilakukan melalui prinsip umum GMP dan HACCP yang telah diakui secara nasional dan internasional sebagai langkah kunci yang penting dalam memastikan keamanan dan kelayakan pangan untuk dikonsumsi manusia. (Winarno 2011)

(23)

pengangkutan; (15) dokumentasi dan pencatatan; (16) pelatihan; (17) penarikan produk; dan (18) pelaksanaan pedoman. Berikut merupakan standar yang ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia tentang Good Manufacturing Practice:

a. Lokasi adalah letak bangunan dan fasilitas yang digunakan untuk proses produksi. Lokasi produksi harus jauh dari tempat-tempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah, pemukiman kumuh, pembuangan limbah, dan tempat rongsokan. Jalan menuju tempat produksi tidak menimbulkan debu/genangan air. Tempat produksi seharusnya bebas dari semak-semak atau daerah sarang hama.

b. Bangunan adalah bentuk, desain tata letak, dan struktur tempat yang digunakan untuk proses produksi. Desain tata letak dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi hygiene pangan olahan dengan cara: baik, mudah, dibersihkan, didesinfeksi, serta melindungi produk dari kontaminasi silang.

Struktur ruangan sebagai berikut:

1) Lantai ruangan produksi seharusnya kedap air, tahan terhadap garam/asam/basa/bahan kimia lainnya, permukaan rata tetapi tidak licin, mempunyi kemiringan cukup sehingga tidak menimbulkan genangan air, dan lanti dengan dinding tidak membentuk sudut mati/siku-siku.

(24)

3) Atap dan langit-langit seharusnya terbuat dari bahan yang tahan lama, tahan terhadap air, tidak bocor, tidak mudah terkelupas, mudah dibersihkan dan tidak mudah retak. Langit-langit dari lantai seharusnya setinggi minimal 3 meter dan pemukaan langit-langit seharusnya rata, berwarna terang, dan mudah dibersihkan. Penerangan pada permukaan kerja seharusnya terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan serta mudah dibersihkan. 4) Pintu ruangan dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak mudah pecah, dan

pemukaannya berwarna terang, rata, halus, dan mudah dibersihkan. Pintu ruangan produksi seharusnya membuka keluar agar tidak mudah masuk debu dan kotoran dari luar.

5) Pintu ruangan dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak mudah pecah, dan pemukaannya berwarna terang, rata, halus, dan mudah dibesihkan. Jendela dari lantai seharusnya setinggi minimal 1 meter. Jumlah dan ukuran jendela seharusnya disesuaikan dengan besarnya bangunan dan desain jendela dibuat sedemikian rupa untuk menghindari masuknya debu.

6) Ventilasi seharusnya menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu, dan panas yang timbul pengolahan. Ventilasi dapat mengontrol suhu agar tiak terlalu panas dan mengontrol bau yang mungkin timbul.

(25)

1) Sarana penyediaan air seharusnya dilengkapi dengan tempat penampungan air dan pipa-pipa untuk mengalirkan air. Sumber air minum dan air bersih yang digunakan untuk proses produksi seharusnya cukup dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan.

2) Sarana pembuangan air dan limbah seharusnya terdiri dari sarana pembuangan limbah cair, semipadat/padat. Sistem pembuangan air dan limbah harus didesain dan dikonstruksi sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan olahan dan limbah harus segera dibuang ke tempat khusus untuk mencegah agar tidak menjadi tempat berkumpulnya hama.

3) Sarana pembersihan/pencucian seharusnya dilengkapi dengan sarana yang cukup untuk pembersihan/pencucian: bahan pangan, peralatan, perlengkapan, dan bangunan.

4) Sarana pembersihan seharusnya dilengkapi dengan sumber air bersih dan bila memungkinan dilengkapi dengan sumber air panas.

5) Sarana toilet seharusnya didesain dan dikonstrusi dengan memperhatikan hygiene, sumber air yang mengalir, dan saluran pembuangan. Letak toilet harus selalu terjaga dalam keadaan bersih, cukup mendapatkan penerangan/ventilasi, tidak terbuka langsung ke ruang pengolahan dan selalu tertutup. Adanya peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun atau detergen sesudah menggunakan toilet.

(26)

depan pintu masuk ruangan, dilengkapi kran air mengalir, alat pengering tangan, tempat sampah dan sabun/detergen.

d. Mesin adalah perkakas untuk menggerakkan sesuatu atau membuat produk. 1) Persyaratan mesin/peralatan yang digunakan seharusnya terbuat dari bahan

yang tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan/dibongkar pasang, tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk oleh jasad renik, dan pemukaan yang kontak langsung dengan bahan pangan: halus, tidak berlubang/bercelah, tidak mengelupas, tidak menyerap air, dn tidak berkarat.

2) Tata letak mesin/peralatan disesuaikan dengan urutan proses sehingga memudahkan praktek hygiene yang baik dan mncegah kontaminasi silang. Berfungsi sesuai dengan tujuan kegunaan dalam proses produksi.

3) Mesin/peralatan harus selalu dipantau, diawasi, dan diperiksa untuk menjamin proses produksi pangan sesuai dengan persyaratan. Mesin/peralatan yang digunakan dalam proses produksi harus mudah diawasi dan dipantau, dan mesin/peralatan dapat dilengkapi alat pengatur/pengendali kelembaban, aliran udara dan perlengkapan lainnya.

e. Bahan adalah sesuatu yang digunakan dalam proses produksi yang merupakan bagian terbesar produk.

(27)

2) Penggunaan BTP yang standar mutu dan persyaratannya belum ditetapkan seharusnya memiliki izin dari otoritas kompeten.

3) Air yang digunakan seharusnya memenuhi persyaratan air minuum/air bersih sesuai undang-undang. Air, es, dan uap panas harus dijaga jangan sampai tercemar dengan bahan-bahan dari luar. Air yang digunakan berkali-kali (resirkulasi) seharusnya dilakukan penanganan agar tetap aman terhadap pangan yang diolah.

f. Pengawasan adalah proses penjagaan yang dilakukan pada setiap kegiatan yang dilakukan.

1) Pengawasan proses untuk setiap jenis produk seharusnya dilengkapi petunjuk yang menyebutkan mengenai: jenis dan jumlah bahan yang digunakan; tahapan proses produksi secara terperinci; langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam proses produksi; jumlah produk yang diperoleh untuk satu kali proses produksi; informasi lain yang diperlukan.

2) Pengawasan proses untuk setiap satuan pengolahan seharusnya dilengkapi oleh: nama produk; tanggal dan kode produksi; jenis dan jumlah seluruh bahan yang digunakan; jumlah produksi yang diolah; dan informasi lain yang diperlukan.

(28)

4) Pengawasan terhadap kontaminasi. Proses produksi harus diatur sehingga dapat mencegah masuknya bahan kimia berbahaya dan bahan asing kedalam pangan yang diolah.

g. Produk akhir adalah sesuatu yang dihasilkan dari proses produksi yang dilakukan. Mutu dan keamanan produk akhir sebelum diedarkan seharusnya diperiksa dan dipantau secara periodik (organoleptik, fisik, kimia, mikrobiologi, dan atau biologi).

h. Laboratorium adalah tempat tertentu yang dilengkapi peralatan untuk mengadakan percobahan, penyelidikan, dan pengujian.

1) Perusahaan pangan olahan seharusnya memiliki laboratorium sendiri untuk melakukan pengendalian mutu dan keamanan bahan baku, bahan setengah jadi, dan produk akhir.

2) Laboratorium perusahaan seharusnya menerapkan good laboratory practice dan alat ukurnya dikalibrasi secara regular untuk menjamin ketelitiannya.

i. Karyawan adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga dengan mendapat gaji/upah. Karyawan seharusnya mempunyai kompetensi dan memiliki tugas secara jelas dalam melaksanakan program keamanan pangan olahan. Karyawan harus dalam keadaan sehat, mengenakan pakaian kerja, dan dalam unit pengolahan harus tidak mengenakan aksesoris yang membahayakan keamanan produk.

(29)

1) Penggunaan pengemas yang sesuai dan memenuhi persyaratan akan mempertahankan mutu dan melindungi produk terhadap pengaruh dari luar seperti: sinar matahari, panas, kelembaban, kotoran, benturan dan lain-lain.

2) Bahan pengemas harus disimpan dan ditangani pada kondisi higienis, terpisah dari bahan baku dan produk akhir, serta menjamin keutuhan dan keaslian produk didalamnya

k. Label adalah keterangan produk olahan yang berbentuk gambar, tulisan atau kombinasi yang disertakan dalam produk tersebut. Kemasan diberi label yang jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen dalam memilih, menangani, menyimpan, mengolah, dan mengkonsumsi produk. Label pangan olahan seharusnya dibuat dengan ukuran, kombinasi warna/bentuk yang berbeda untuk setiap jenis olahan, agar mudah dibedakan.

l. Penyimpanan adalah proses menyimpan bahan, produk, mesin dan peralatan di dalam suatu tempat tertentu.

(30)

sesuai, cukup penerangan dan bebas hama. Penyimpanan bahan berbahaya harus dalam ruangan tersendiri dan diawasi agar tidak mencemari bahan dan produk akhir, serta tidak membahayakan karyawan.

2) Penyimpanan wadah dan pengemas harus rapi, di tempat bersih, dan terlindung agar saat digunakan tidak mencemari produk.

3) Penyimpanan label seharusnya disimpan secara rapi dan teratur agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya.

4) Penyimpanan mesin/peralatan produksi yang telah dibersihkan tetapi belum digunakan harus dalam kondisi baik

m. Pemeliharaan adalah proses menjaga dan merawat bangunan, mesin, peralatan, dan segala fasilitas yang ada. Pemeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi (bangunan, mesin/peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah, dan lainnya) dilakukan secara berkala untuk menjamin terhindarnya kontaminasi silang terhadap pangan yang diolah.

(31)

2) Program pembersihan dan desinfeksi seharusnya dilakukan secara berkala serta dipantau ketepatan dan keefektifannya dan jika perlu dilakukan pencatatan.

3) Program pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan serangan hama melalui: program sanitasi yang baik; pengawasan terhadap bahan-bahan yang masuk ke dalam pabrik/tempat produksi; dan memantau/mengurangi penggunaan pestisida, insektisida, dan rodentisida yang dapat mencemari produk.

4) Penanganan limbah yang dihasilkan dari proses produksi, seharusnya tidak dibiarkan menumpuk dilingkungan pabrik/tempat produksi, segera ditangani, diolah, atau dibuang.

n. Pengangkutan adalah proses mengangkut produk akhir dari produsen ke konsumen. Pengangkutan produk akhir membutuhkan pengawasan untuk menghindari kesalahan dalam pengangkutan yang mengakibatkan kerusakan dan penurunan mutu serta keamanan pangan olahan. Wadah dan alat pengangkut pangan olahan seharusnya dipelihara dalam keadaan bersih dan terawat serta tidak digunakan untuk mengangkut bahan-bahan berbahaya.

(32)

catatan bahan yang masuk; proses produksi; jumlah dan tanggal produksi; distribusi; inspeksi dan pengujian; penarikan produk dan mampu telusur bahan; penyimpanan; pembersihan dan sanitasi; kontrol hama; kesehatan karyawan; pelatihan; kalibrasi; dan lainnya yang dianggap penting.

p. Pelatihan adalah proses pembinaan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pada anggota KWT Seruni. Program pelatihan yang diberikan seharusnya dimulai dari prinsip dasar sampai pada praktek Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), berkaitan dengan: dasar-dasar higiene karyawan dan higiene pangan olahan; faktor-faktor yang menyebabkan turunnya mutu dan kerusakan pangan; faktor-faktor yang mengakibatkan penyakit dan keracunan melalui pangan olahan; CPPOB termasuk penanganan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, dan pengangkutan; prinip-prinsip dasar pembersihan dan sanitasi mesin/peralatan dan fasilitas lainnya; dan penanganan bahan pembersih/bahan kimia berbahaya bagi petugas.

q. Penarikan produk adalah tindakan menarik produk dari edaran/pasaran. Penarikan produk merupakan tindakan menarik produk dari peredaran/pasaran. Hal ini dilakukan apabila produk tersebut diduga menjadi penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan olahan.

(33)

2) Manajemen perusahaan harus bertanggung jawab atas sumber daya untuk menjamin penerapan CPPOB; dan

3) Karyawan sesuai fungsi dan tugasnya harus bertanggungjawab atas pelaksanaan CPPOB.

Ristyanadi dan Hidayati (2012) dalam penelitiannya Kajian Penerapan Good Manufacturing Practice (GMP) di Industri Rajungan PT. Kelola Mina Laut

Madura dari hasil penilaian pada masing-masing parameter yang diamati, dapat dilakukan evaluasi bahwa industri tersebut telah menerapkan sebagian besar cara pengolahan makanan yang baik. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa PT Kelola Mina Laut telah memiliki sarana dan prasarana yang cukup menunjang untuk praktek pengolahan pangan yang baik. Bahan baku yang didapatkan berasal dari tangkapan laut yang masih segar dan higienis. Proses produksi dijalankan dengan baik dengan tetap mempertahankan higienitas karyawan dan pengendalian hama yang baik.

(34)

Lisyanti (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Evaluasi Penerapan Cara Produksi yang Baik (Good Manufacturing Practice) dan Penyusunan SSOP

Industri Lidah Buaya di PT. Libe Bumi Abadi bahwa PT Libe Bumi Abadi telah menerapkan GMP/CPMB dalam produksinya, meskipun masih tergolong industri kecil yang baru tumbuh. Dari 17 indikator penilaian GMP semuanya dalam kondisi yang baik, kecuali indikator kelengkapan sarana produksi yang masih dalam kategori sedang. Penyimpangan pada umunya melibatkan konstruksi bangunan. Pada industri kecil, bangunan yang digunakan adalah bangunan yang disewa. Pada bangunan atau lokasi produksi, tidak dilakukan perubahan yang mendasar bagi pemenuhan persyaratan GMP, seperti: dinding tidak dilapisi dengan bahan yang mudah dicuci atau bahan yang mudah diperbaiki serta plavon tidak dimodifikasi agar mudah dibersihkan dan tahan air.

3. Kelompok Wanita Tani

(35)

Kementerian Pertanian (2013) mengungkapkan kelompok tani pada dasarnya merupakan kelembagaan petani non-formal di pedesaan yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Ciri kelompok tani.

1) Saling mengenal, akrab dan saling percaya diantara sesama anggota.

2) Mempunyai pandangan dan kepentingan serta tujuan yang sama dalam berusaha tani.

3) Memiliki kesamaan dalam tradisi dan/atau pemukiman, hamparan usaha, jenis usaha, status ekonomi dan sosial, budaya/kultur, adat istiadat, bahasa serta ekologi.

b. Unsur pengikat kelompok tani.

1) Adanya kawasan usahatani yang menjadi tanggungjawab bersama diantara anggotanya.

2) Adanya kader tani yang berdedikasi tinggi untuk menggerakkan para petani dengan kepemimpinan yang diterima oleh sesama petani lainnya.

3) Adanya kegiatan yang bermanfaat dapat dirasakan oleh sebagian besar anggota kelompok taninya.

4) Adanya dorongan atau motivasi dari tokoh masyarakat setempat untuk menunjang program yang telah ditetapkan.

(36)

c. Fungsi kelompok tani.

1) Kelas belajar

Kelompok tani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggota guna meningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap agar tumbuh dan berkembang menjadi usahatani yang mandiri sehingga dapat meningkatkan produktivitas, pendapatan serta kehidupan yang lebih baik.

2) Wahana kerjasama

Kelompok tani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama baik diantara sesama petani dalam poktan dan antar poktan maupun dengan pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan usahatani berjalan lebih efisien dan lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, gangguan serta lebih menguntungkan.

3) Unit produksi

Usahatani yang dilakukan oleh masing-masing anggota poktan secara keluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi usaha, dengan menjaga kuantitas, kualitas, maupun kontinuitas.

(37)

karena disadari bahwa jika penyuluhan hanya untuk bapak tani saja hasilnya kurang memuaskan. Hal ini disebabkan dalam keluarga tani selalu ada interaksi antara suami dan istri (bapak tani dan ibu tani). Namun demikian dalam kelompok tani wanita tidak sedikit menghadapi hambatan, terutama adanya nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat desa yang menghambat kemajuan wanita.

Departemen Pertanian dalam Nurman (2014) mengungkapkan bahwa secara organisatoris, organisasi Kelompok Wanita Tani (KWT) merupakan sub kelompok tani seperti halnya kelompok taruna tani, kelompok peternak, kelopok organisasi pemakai air dan sebagainya. Walaupun secara konseptual KWT berada di bawah kelompok tani namun sering kali di lapangan KWT tidak berkaitan dengan kelompok tani, artinya aktif tidaknya KWT bukan bergantung pada organisasi kelompok tani.

Hasil penelitian dari Metalisa (2014) yang berjudul Persepsi Anggota Tentang Peran Ketua Kelompok Wanita Tani dalam Pemanfaatan Lahan

(38)

Dalam penelitian tersebut peran ketua kelompok wanita tani dalam memberikan informasi masih hasilnya rendah. Hal tersebut disebabkan karena pendidikan formal ketua kelompok wanita tani yang mayoritas berpendidikan setingkat SLTP. Peran ketua kelompok wanita tani dalam mengalokasikan sumber daya seperti bantuan dari pemerintah berupa pupuk, benih, dana, dan peralatan dirasakan rendah oleh anggotanya. Hal ini disebabkan ketua kelompok kurang aktif dalam mencari sumber daya dan berhubungan dengan pihak luar.

4. Pengelolaan Kelompok Wanita Tani (KWT)

(39)

a. Perencanaan (Planning)

Perencanaan (planning) dapat didefinisikan sebagai hasil pemikiran yang mengarah ke masa depan, menyangkut serangkaian tindakan berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap semua faktor yang terlibat dan yang diarahkan kepada sasaran khusus. Dengan kata lain, perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan berdasarkan pemilihan dari berbagai alternatif data yang ada, dirumuskan dalam bentuk keputusan-keputusan yang akan dikerjakan untuk masa yang akan datang dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan. (Firdaus 2010)

Perencanaan dilakukan untuk menunjang tercapainya tujuan peusahaan. Dengan analisis tujuan, dapat ditentukan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dan hal ini dituangkan dalam kebijakan perusahaan. Kebijakan perusahaan merupakan pedoman yang dibuat terlebih dahulu sehubungan dengan tindakan yang perlu ditempuh sebagai pedoman kerja untuk mencapai tujuan organisasi. Di samping itu, untuk menghindri rutinitas atau kejadian tak terduga maka diperlukan perencanaan. (Firdaus 2010)

b. Pengorganisasian (Organizing)

(40)

sedemikian rupa agar dapat memperlancar pencapaian tujuan perusahaan. Dengan demikian pengorganisasian didefinisikan sebagai suatu proses menciptakan hubungan antara fungsi-fungsi, personalia, dan faktor fisik agar kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan disatukan dan diarahkan pada pencapaian tujuan bersama. (Firdaus 2010)

Suatu organisasi dapat memiliki hubungan informal ataupun hubungan formal. Hubungan informal menyangkut hubungan manusiawi, di luar kedinasan, atau bersifat tidak resmi. Sedangkan hubungan formal adalah hubungan yang disengaja, dan secara resmi (kedinasan), biasanya ditujukan dalam suatu bagan organisasi.

Menurut Firdaus (2010) ada tiga hubungan dasar dalam hubungan formal, yaitu sebagai berikut:

1) Tanggung jawab.

Tanggung jawab merupakan kewajiban individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.

2) Wewenang.

(41)

3) Pertanggungjawaban (accountability).

Apabila wewenang berasal dari pimpinan, yaitu alirannya dari atas ke bawah, maka pertanggungjawaban ini berasal dari bawah ke atas. Pertanggungjawaban merupakan laporan hasil kerja dari bawahan kepada atasan, sebagai pihak yang berwenang.

Gambar 1. Hubungan antar komponen organisasi

c. Pengarahan (Directing)

Pengarahan dapat diartikan sebagai aspek hubungan manusiawi dalam kepemimpinan yang mengikat bawahan untuk bersedia mengerti dan menyumbangkan pikiran dan tenganya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi, pengarahan meliputi usaha untuk memimpin, mengawasi, memotivasi, mendelegasikan, dan menilai mereka yang Anda manajemeni (pimpin). Pengarahan merupakan jantung dari proses manajemen dan harus didasarkan pada rencana organisasi yang baik, yang menentukan tanggung jawab, wewenang, dan evaluasi. (Firdaus 2010)

Fungsi pengarahan dapat juga diartikan secara lebih luas, yaitu: sebagai tugas untuk membuat organisasi tetap hidup, untuk menciptakan kondisi yang menumbuhkan minat kerja, kekuatan untuk bertindak, pemikiran yang imajinatif,

Tujuan Fungsi Tanggung

jawab

Wewenang Pertanggung

(42)

dan kelompok kerja yang berkelanjutan. Tujuan ini dapat dicapai dengan mutu kepemimpinan yang ditunjukkan oleh manajer. (Firdaus 2010)

d. Pengoordinasian (Coordinating)

Dalam suatu organisasi sering terjadi tujuan masing-masing anggota organisasi berbeda satu sama lain, padahal suatu organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini dapat menimbulkan perbedaan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh manajemen. Oleh karena itu, berbagai pendapat itu perlu dipadukan agar harmonis oleh suatu tindakan koordinasi yang akan menuju ke suatu tujuan organisasi. (Firdaus 2010)

Koordinasi merupakan daya upaya untuk mensinkronkan dan menyatukan tindakan-tindakan sekelompok manusia. Koordinasi merupakan otak dalam batang tubuh dari keahlian manajemen. Jika manajer menemukan kesulitan yang berkelanjutan dalam organisasi, ia harus mencurigai kelemahan program perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. (Firdaus 2010)

e. Pengawasan (Controlling)

(43)

terjadinya hambatan dan penyimpangan, sekaligus mengadakan koreksi untuk memperlancar tercapainya tujuan. Fungsi ini akan menjamin bahwa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dapat memberikan hasil yang diinginkan. (Firdaus 2010)

Pengawasan menguraikan sistem informasi yang memonitor rencana dan proses untuk meyakinkan bahwa aktivitas selaras dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan memberi peringatan dini apabila perlu sehingga tindakan perbaikan bisa segera dilakukan. Di dalam batang tubuh pengetahuan manajemen, pengawasan merupakan sistem syaraf yang melaporkan fungsi dari masing-masing bagian tubuh kepada keseluruhan sistem. (Firdaus 2010)

Mekanisme kerja dari fungsi manajemen dalam jangka waktu panjang biasanya berjalan secara kronologis mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian, dan pengawasan. Setelah pengawasan dilaksanakan maka kegiatan tersebut dapat dijadikan sebagai dasar bagi perencanaan, sehingga kegiatan tersebut dapat berbentuk siklus yang berputar seperti roda yang disebut juga dengan siklus manajemen (management cyrcle). Dalam suatu perusahaan/organisasi, baik besar maupun kecil dimana dalam setiap kegiatannya selalu melibatkan kerja sama antar orang, selalu diperlukan kegiatan pengelolaan (manajemen). (Firdaus 2010)

(44)

ini UKM kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatan bahwa kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja. Harahap (2013) menyatakan ada tiga alasan yang mendasari negara berkembang belakangan ini memandang penting keberadaan UKM, yaitu:

1) Pertama, karena kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif.

2) Kedua, sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi.

3) Ketiga, sering diyakini bahwa UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas ketimbang usaha besar. Usaha kecil dan usaha rumah tangga di Indonesia telah memainkan peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga.

(45)

Manajer pada usaha kecil lebih banyak tugas melaksanakan daripada tugas merencanakan. Semakin tumbuh perusahaan sebagian kegiatan melaksanakan harus diberikan kepada orang lain, karena pimpinan usaha perlu waktu untuk melaksanakan tugas evaluasi, pengendalian, dan perencanaan. Besarnya persentase kebutuhan waktu untuk melaksanakan pekerjaan manajerial semakin tinggi tahapan pertumbuhan perusahaan semakin berbanding terbalik dengan ketika pada tahap awal. (Nitisusastro 2012)

B. Kerangka Pemikiran

(46)
(47)

Gambar 2. Bagan kerangka berpikir Tingkat penerapan GMP:

Sangat tidak baik Tidak baik Cukup baik

Baik Sangat baik.

Profil Kelompok Wanita Tani: 1. Profil pengurus

2. Struktur organisasi 3. Prestasi kelompok

4. Perkembangan kelompok

Pengelolaan Good Manufacturing Practice:

Perencanaan Pengorganisasian Pengarahan

Pengoordinasian Pengawasan

Evaluasi

Indikator Good Manufacturing Practices:

1. Lokasi 10. Penyimpanan

2. Bangunan 11. Label & keterangan produk 3. Fasilitas & sanitasi 12. Penyimpanan

4. Mesin & peralatan 13. Pemeliharaan

5. Bahan 14. Pengangkutan

6. Pengawasan proses 15. Dokumentasi & pencatatan

7. Produk akhir 16. Pelatihan

8. Laboratorium 17. Penarikan produk

(48)

38

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif. Metode penelitian ini secara garis besar merupakan kegiatan penelitian yang hendak menggambarkan suatu peristiwa atau gejala secara sistematis, faktual, dengan penyusunan yang akurat. Pada penelitian ini kegiatan yang akan dilakukan mencari data untuk menggambarkan secara faktual suatu peristiwa atau suatu gejala secara “apa adanya”. Metode ini digunakan untuk memperoleh gambaran

mengenai pengelolaan dan tingkat penerapan Good Manufacturing Practice yang dilakukan oleh kelompok wanita tani.

B. Metode Penentuan Lokasi dan Responden Penelitian 1. Metode Penentuan Lokasi

(49)

2. Metode Penentuan Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah pengolah pangan yang tergabung dalam KWT Seruni. Metode penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan secara purposive, yaitu pengambilan responden secara keseluruhan di KWT Seruni yang melakukan produksi olahan pisang. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa untuk mengetahui pengelolaan dan penerapan good manufacturing practice hanya dapat dilakukan kepada pengolah pangan. Jumlah anggota pengolah olahan pangan di KWT Seruni sebanyak 10 orang, yang terbagi atas 5 orang sebagai pengolah pisang dan 5 orang sebagai pengolah tauge.

C. Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Menurut Sugiyono (2011) data primer ialah data yang bersumber dan diberikan langsung oleh obyek penelitian. Data primer dalam penelitian ini berupa data profil kelompok wanita tani dan pengelolaan Good Manufacturing Practice dalam olahan pisang di KWT Seruni. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan metode observasi dan wawancara dengan bantuan panduan pertanyaan terstruktur (kuesioner).

(50)

monumental. Hasil penelitian dari observasi akan lebih kredibel kalau didukung oleh data yang lengkap dari KWT Seruni, suatu institusi atau lembaga terkait.

D. Asumsi

a. KWT Seruni sudah mampu memproduksi produk olahan pisang secara kontinyu pada saat musim panen maupun tidak.

E. Definisi Operasional

1. Profil Kelompok Wanita Tani (KWT) Seruni yaitu profil mengenai kelompok wanita tani yang memproduksi produk olahan pisang. Profil KWT Seruni dapat dijelaskan dalam beberapa hal sebagai berikut:

a. Profil pengurus adalah gambaran mengenai identitas para pengurus KWT Seruni yang dilihat berdasarkan usia, pekerjaan, dan pendidikan.

b. Struktur organisasi adalah pembagian peran dan tanggung jawab dalam kepengurusan KWT Seruni.

c. Prestasi kelompok adalah penghargaan yang didapatkan KWT Seruni dari pihak luar atas kinerjanya.

2. Pengelolaan (manajemen) adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian, dan pengawasan anggota organisasi dan proses penggunaan semua sumber daya yang ada untuk mencapai semua tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

(51)

lokasi, bangunan, fasilitas dan sanitasi, mesin dan peralatan, bahan, pengawasan proses, produk akhir, laboratorium, karyawan, pengawas, label dan keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan dan pencatatan, pelatihan, penarikan produk, dan pelaksanaan pedoman. Good Manufacturing Practice mencakup beberapa aspek diantaranya:

a. Lokasi adalah letak bangunan dan fasilitas yang digunakan untuk proses produksi.

b. Bangunan adalah bentuk, desain tata letak, dan struktur tempat yang digunakan untuk proses produksi.

c. Fasilitas adalah sarana untuk melancarkan pelaksanaan proses produksi.

d. Sanitasi adalah bentuk usaha yang dilakukan untuk membina kesehatan masyarakat.

e. Mesin adalah perkakas untuk menggerakkan sesuatu atau membuat produk.

f. Bahan adalah sesuatu yang digunakan dalam proses produksi yang merupakan bagian terbesar produk.

g. Pengawasan adalah proses penjagaan yang dilakukan pada setiap kegiatan yang dilakukan.

(52)

i. Laboratorium adalah tempat tertentu yang dilengkapi peralatan untuk mengadakan percobahan, penyelidikan, dan pengujian.

j. Karyawan adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga dengan mendapat gaji/upah.

k. Pengemas adalah bahan yang digunakan untuk membungkus/mewadahi yang bersentuhan langsung dengan produk.

l. Label adalah keterangan produk olahan yang berbentuk gambar, tulisan atau kombinasi yang disertakan dalam produk tersebut.

m. Penyimpanan adalah proses menyimpan bahan, produk, mesin dan peralatan di dalam suatu tempat tertentu.

n. Pemeliharaan adalah proses menjaga dan merawat bangunan, mesin, peralatan, dan segala fasilitas yang ada.

o. Pengangkutan adalah proses mengangkut produk akhir dari produsen ke konsumen.

p. Dokumentasi adalah pengumpulan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dari KWT Seruni.

q. Pelatihan adalah proses pembinaan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pada anggota KWT Seruni.

r. Penarikan produk adalah tindakan menarik produk dari edaran/pasaran.

(53)

4. Tingkat penerapan merupakan sejauh mana KWT Seruni melakukan pengelolaan cara produksi makanan yang baik sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian. Tingkat penerapan dapat diukur menggunakan skala Likert yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian ini jawaban dari responden dapat diberikan skor sesuai dengan tabel dibawah ini.

Tabel 2. Skor jawaban responden

No Jawaban Skor

1 Sangat baik 5

2 Baik 4

3 Cukup baik 3

4 Tidak baik 2

5 Sangat tidak baik 1

Tingkat penerapan Good Manufacturing Practice terbagi ke dalam 18 indikator. Pada penelitian ini, langkah awal untuk menganalisis data ialah dengan mengetahui pengukuran indikator-indikator pada skoring yang telah ditentukan sebelumnya. Pengukuran indikator berdasarkan skor pada tingkat penerapan Good Manufacturing Practice terdapat dalam lampiran 1.

F. Teknik Analisis

(54)

Interval (i) = 5 - 1 = 0,8 5

Kategori tingkat penerapan Good Manufacturing Practice pada produksi olahan pangan pisang di KWT Seruni sebagai berikut:

Tabel 3. Kategori tingkat penerapan GMP

Pengukuran Kategori Indikator

Tingkat penerapan

1,00 – 1,80 Sangat tidak baik

1,81 – 2,60 Tidak baik

2,61 – 3,40 Cukup baik

3,41 – 4,20 Baik

4,21 – 5,00 Sangat baik

(55)

45

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah

1. Lokasi Kecamatan Berbah

Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak di sebelah tenggara dari pusat pemerintahan (ibukota) kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km dari ibukota kabupaten dan 13 km dari ibukota provinsi. Luas wilayah Kecamatan Berbah secara keseluruhan sekitar 2332,83 ha. Kecamatan Berbah terdiri dari empat desa yang didalamnya terdapat 58 buah dusun, 142 buah Rukun Warga (RW), dan 350 buah Rukun Tetangga (RT). Desa-desa di Kecamatan Berbah meliputi: Desa Sendangtirto, Desa Kalitirto, Desa Jogotirto, dan Desa Tegaltirto. Batas wilayah Kecamatan Berbah dengah wilayah kecamatan sekitarnya sebagai berikut:

a. Utara : Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman. b. Timur : Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. c. Selatan : Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. d. Barat : Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul.

2. Kondisi Fisik Kecamatan Berbah.

(56)

sebanyak 10 mm/tahun, dengan jumlah hari dengan curah hujan terbanyak sejumlah 5 hari. Jenis tanahnya terdiri dari tanah regosol kelabu, lempung berpasir dan tanah cadas keras. Secara umum wilayah Kecamatan Berbah beriklim tropis.

Bentuk wilayah Kecamatan Berbah terdiri dari daerah datar sampai berombak seluas 95%, dan sisanya sebanyak 5% berbentuk berombak sampai berbukit. Kecamatan Berbah dilintasi jalan utama penghubung Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Gunungkidul disebelah selatannya. Total secara keseluruhan jalan di Kecamatan Berbah sepanjang 43,50 km. Dari panjang keseluruhan tersebut 16 km (37,2%) jalan dalam kondisi rusak. Prasarana pengangkutan dan transportasi di Kecamatan Berbah semuanya dilakukan melalui jalur darat.

B. Kondisi Demografi Kecamatan Berbah

1. Penduduk Kecamatan Berbah Berdasar Jenis Kelamin

Kecamatan Berbah memiliki jumlah penduduk sebesar 50.752 jiwa. Penduduk Kecamatan Berbah tersebar merata ke dalam empat desa, dengan tingkat kepadatan penduduk 1.851 jiwa/km2. Jumlah kepala keluarga di Kecamatan Berbah sebanyak 15.211 KK. Berikut data kependudukan Kecamatan Berbah menurut jenis kelamin:

Tabel 4. Data penduduk berdasarkan jenis kelamin tahun 2015

No Desa Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa)

1 Sendangtirto 7.149 8.120 15.269

2 Tegaltirto 5.222 5.761 10.983

3 Kalitirto 6.171 6.810 12.981

4 Jogotirto 5.403 6.116 11.519

(57)

Dari tabel di atas diketahui total jumlah penduduk Kecamatan Berbah sebanyak 50.752 jiwa. Penduduk tersebut terbagi menjadi 52,81% (26.807 jiwa) berjenis kelamin perempuan, dan sisanya 47,19% (23.945 jiwa) berjenis kelamin laki-laki. Desa Sendangtirto menjadi desa dengan penduduk terbanyak, sedangkan Desa Tegaltirto memiliki jumlah penduduk tersedikit.

2. Penduduk Kecamatan Berbah Berdasar Mata Pencaharian

Penduduk Kecamatan Berbah terdiri dari berbagai macam profesi. Mulai dari petani, pengusaha, pedagang, pemilik industri, pegawai negeri sipil, ABRI, sampai peternak. Sektor pertanian masih menjadi sektor andalan di Kecamatan Berbah. Hal ini terlihat dari tingkat penyerapan tenaga kerja karena mayoritas penduduk bekerja di sektor pertanian. Tabel berikut merupakan kondisi masyarakat Kecamatan Berbah berdasar mata pencaharian:

Tabel 5. Data Penduduk berdasarkan pekerjaan tahun 2015

No Jenis pekerjaan Jumlah (jiwa)

1 Petani 15.188

2 Pengusaha besar/sedang 3

3 Pengrajin/Industri kecil 400

4 Industri 670

5 Buruh bangunan 950

6 Buruh pertambangan 78

7 Pedagang 900

8 Pengangkutan 65

9 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 2.990

10 ABRI 440

11 Pensiun (ABRI dan PNS) 320

12 Peternak 8.641

Total 30.645

(58)

unggulan dengan tingkat penyerapan tertinggi apabila dibandingkan dengan sektor lain. Sebanyak 15.188 jiwa (49,5%) penduduk Kecamatan Berbah berprofesi sebagai petani, sebanyak 8.641 jiwa (28,2%) berprofesi sebagai peternak, dan sisanya terdiri dari berbagai macam profesi. Petani-petani di Kecamatan Berbah terdiri dari petani pemilik sawah, petani penggarap sawah, dan buruh tani. Peternak di Kecamatan Berbah membudidayakan berbagai jenis hewan, seperti: sapi, kerbau, kambing, domba, kuda, babi, ayam, itik, kelinci dan puyuh. Banyaknya masyarakat Kecamatan Berbah yang bekerja di sektor pertanian menunjukkan bahwa masyarakat Kecamaan Berbah masuk dalam tipe masyarakat pedesaan.

3. Penduduk Kecamatan Berbah Berdasar Pendidikan

Penduduk Kecamatan Berbah terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan, seperti: Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas/sederajat, Akademi/sederajat, dan Perguruan Tinggi. Namun masih terdapat beberapa penduduk Kecamatan Berbah yang tidak tamat sekolah. Tabel berikut merupakan kondisi penduduk Kecamatan Berbah berdasar pendidikan.

Tabel 6. Data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2015

No Jenjang pendidikan Jumlah (jiwa)

1 Belum sekolah 1.345

2 Tamat SD 1.061

3 Tamat SMP 7.342

4 Tamat SMA/sederajat 1.047

5 Tamat Akademi/sederajat 438

6 Tamat Perguruan Tinggi 2.034

(59)

Dari data diatas dapat diketahui bahwa masyarakat Kecamatan Berbah paling dominan berjenjang pendidikan tamatan SMP. Hal tersebut sesuai dengan mayoritas mata pencaharian masyarakat Kecamatan Berbah sebagai petani. Seorang petani tidak membutuhkan jenjang pendidikan yang terlalu tinggi. Namun di era globalisasi latar belakang pendidikan yang masih rendah akan sulit untuk bersaing. Hal ini menjadi kelemahan bagi masyarakat Kecamatan Berbah, bahkan sebanyak 234 jiwa penduduk Kecamatan Berbah tidak tamat sekolah.

Di sisi lain sebanyak 2.472 jiwa penduduk Kecamatan Berbah lulusan pendidikan tinggi yang mencakup jenjang akademi/sederajat dan perguruan tinggi. Lulusan pendidikan tinggi menunjukkan potensi sumber daya manusia di Kecamatan Berbah. Hal tersebut dikarenakan penduduk lulusan pendidikan tinggi memiliki keahlian di suatu bidang. Apabila keahlian dari penduduk dapat tersalurkan maka akan memberikan dampak positif bagi sektor ekonomi maupun sosial.

C. Potensi Pertanian Kecamatan Berbah

1. Luas Daerah/Wilayah Kecamatan Berbah

(60)

Tabel 7. Luas wilayah Kecamatan Berbah tahun 2015

No Jenis tanah Luas (ha)

1 Tanah Sawah 1.222,5

a. Irigasi teknis 1.215

b. Tadah hujan 7,5

2 Tanah kering 848,01

a. Pekarangan/bangunan 765,71

b. Tegal/kebun 82,3

3 Tanah basah (kolam) 34,33

4 Tanah keperluan fasilitas umum 16

a. Lapangan olahraga 6,3

b. Kuburan 9,7

5 Lain-lain (tanah tandus, tanah pasir) 211,90

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah Kecamatan Berbah dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Hal tersebut berarti sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian masyarakat Kecamatan Berbah. Tanah sawah di Kecamatan Berbah berupa tanah sawah irigasi teknis dan tanah tadah hujan. Tanah sawah di Kecamatan Berbah dimanfaatkan untuk membudidayakan berbagai macam tanaman pangan, hortikultura, dan palawija. Tanah kering dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Berbah untuk tanah bangunan rumah-rumah warga dan sebagian pekarangan untuk budidaya tanaman pekarangan seperti pisang serta tanaman buah-buahan lainnya.

(61)

struktur tanahnya tadus dan berpasir. Struktur tanah tandus dan berpasir kurang potensial apabila dijadikan areal pertanian atau didirikan sebuah bangunan.

2. Potensi Pertanian Sektor Budidaya Tanaman

Petani di Kecamatan Berbah membudidayakan berbagai macam tanaman, seperti: padi, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang tanah, kacang panjang, cabai dan sawi. Berikut merupakan data luas tanam, produksi/tahun, dan produktivitas komoditas pertanian di Kecamatan Berbah.

Tabel 8. Luas panen, produktivitas, dan produksi tanaman tahun 2015 No Jenis komoditas Luas panen (ha) Produktivias

(kw/ha)

Produksi (ton)

1 Padi 2.088 272 18.480

2 Jagung 359 299,48 2.704

3 Kedelai 6 30 9,5

4 Kacang Tanah 353 58 521

5 Ubi Kayu 10 688 172

6 Kacang Panjang 25 496 334

7 Cabai 18 300 135

8 Sawi 29 492 357

Tanaman padi menjadi komoditas utama produksi pertanian di Kecamatan Berbah. Tanaman Padi memiliki produksi tertinggi daripada komoditas tanaman lainnya. Namun apabila dilihat produkivitasnya tanaman ubi kayu lebih unggul daripada komoditas lainnya. Selain tanaman utama tersebut, juga terdapat beberapa tanaman selingan berupa tanaman hortikultura dan palawija. Produksi tanaman hortikultura dan palawija di Kecamatan Berbah tidak begitu besar.

(62)

pertanian. Luasan lahan sawah saat ini sudah dimanfaatkan oleh petani di Kecamatan Berbah untuk budidaya pertanian. Namun masih terdapat komoditas yang produktivitasnya masih rendah seperti kedelai. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya karena tanaman kedelai kurang sesuai ditanam di daerah Kecamatan Berbah.

3. Potensi Pertanian Sektor Peternakan

Komoditas peternakan di Kecamatan Berbah terbagi dalam tiga kategori, yaitu: ternak besar, ternak kecil dan ternak unggas. Ternak besar dan ternak kecil mencakup sapi perah, sapi potong, kerbau, kambing, domba dan kelinci. Ternak unggas mencakup hewan-hewan unggas seperti: ayam buras, ayam potong, itik, burung puyuh dan merpati. Tabel dibawah merupakan data populasi ternak besar dan kecil di Kecamatan Berbah.

Tabel 9. Populasi ternak besar dan kecil tahun 2015

No Desa Jenis Ternak (ekor)

Sapi perah

Sapi potong

Kerbau Kambing Domba Kelinci

1 Sendangtirto - 406 2 101 249 4

2 Tegaltirto 2 1.185 - 127 228 12

3 Kalitirto - 111 6 80 170 6

4 Jogotirto - 926 4 154 247 8

Jumlah 2 2.628 12 462 894 30

(63)

Tegaltirto. Ternak kecil yang memiliki populasi terbanyak ialah jenis domba. Sektor peternakan menjadi pekerjaan sambilan bagi sebagian petani di Kecamatan Berbah. Karena dapat digunakan sebagai tambahan penghasilan atau sebagai tabungan dalam hewan ternaknya. Hal tersebut didukung dengan tersedianya cukup banyak pakan ternak besar yang dapat diperoleh dari hasil budidaya tanaman yang belum termanfaatkan.

Tabel 10. Populasi ternak unggas tahun 2015

No Desa Jenis Ternak (ekor)

Ayam buras Ayam potong Itik Puyuh Merpati

1 Sendangtirto 1.650 10.300 506 1.500 176

2 Tegaltirto 1.150 8.700 324 1.200 123

3 Kalitirto 1.306 11.200 432 - 347

4 Jogotirto 3.515 3.500 735 - 112

Jumlah 7.621 33.700 1.997 1.700 2.581

(64)

4. Potensi Pertanian Sektor Perikanan

Perikanan menjadi sektor ketiga yang menjadi andalan di Kecamatan Berbah. Terdapat beberapa jenis ikan/hewan air yang dibudidayakan di Kecamatan Berbah, seperti: gurameh, nila, lele, tawes, bawal, tombro, grass carp, dan udang. Berikut merupakan hasil produksi perikanan di Kecamatan Berbah pada tahun 2015.

Tabel 11. Produksi perikanan tahun 2015

No Jenis Luas kolam (ha) Produksi/tahun (ton)

1 Udang 1,8 4,150

2 Gurameh 1,5 10,215

3 Tombro 2,4 2,4

4 Lele 1,6 67.000

5 Tawes 1,83 120.000

6 Nila 3,10 9,550

7 Grass carp 1,0 0,747

8 Bawal 2,23 17

Petani ikan membudidayakan perikanan memanfaatkan kolam karena wilayah Kecamatan Berbah berupa daratan. Petani ikan tersebut membudidayakan ikan untuk konsumsi dan ikan yang dijadikan benih. Produsen ikan berasal dari Kelompok Tani Ikan dan petani diluar kelompok. Ikan tawes menjadi ikan yang paling banyak diproduksi di Kecamatan Berbah, sedangkan udang jenis grass carp produksinya paling rendah dibanding dengan yang lainnya.

(65)
(66)

56

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Kelompok Wanita Tani Seruni 1. Sejarah Kelompok Wanita Tani Seruni

Pada pertengahan bulan April diadakan pertemuan rutin antar anggota PKK RT 04 yang bertempat di rumah Ibu Pariyem selaku ketua RT 04 di Dusun Gamelan, Desa Sendangtirto. Pada pertemuan RT hari itu dihadiri oleh sebanyak 12 orang. Pada setiap pertemuan selalu diadakan sesi lain-lain, yang didalamnya terdapat diskusi antar anggota PKK. Dalam diskusi tersebut, seorang anggota PKK yang bernama Ibu Ratna mengusulkan untuk membentuk kelompok wanita tani dan dijelaskan pula maksud tujuan didirikannya kelompok wanita tani. Ibu-ibu yang hadir dalam pertemuan PKK tersebut menyambut baik usulan dari Ibu Ratna.

(67)

disepakati bahwa pembentukan akan dilaksanakan di rumah Ibu Ratna pada hari Kamis, tanggal 7 Mei 2009.

Pada hari Kamis tanggal 7 Mei 2009 yang dihadiri oleh ketua LPMD Dusun Gamelan, Penyuluh Pertanian BPP Berbah (Bapak Didik Muhammad Syaiful Islam, Amd.), Bapak Dukuh Gamelan, Bapak Ketua RT 01 dan ibu-ibu masyarakat Dusun Gamelan yang berjumlah 21 orang, dibentuklah pengurus kelompok wanita tani tersebut. Kelompok Wanita Tani tersebut diberi nama “KWT Seruni”, dan dalam pembentukan pengurus secara aklamasi Ibu Ratna

ditunjuk sebagai ketua, sekretaris oleh Ibu Yati, seksi humas oleh Ibu Toyo, seksi pelatihan oleh Ibu Pariyem dan seksi pemasaran oleh Ibu Ngatinah.

(68)

Hal-hal yang disampaikan oleh ibu ketua terpilih disambut baik oleh anggota KWT Seruni. Semua anggota sepakat untuk maju serta menjadikan kelompok sebagai wahana untuk tempat belajar bersama dibidang keterampilan maupun usaha lainnya. Sehingga disepakati oleh semua anggota bahwa setiap tanggal tiga pada bulan berjalan diadakan pertemuan antar anggota KWT Seruni. Pelatihan dilakukan oleh anggota KWT Seruni pada setiap pertemuan, hal tersebut bertujuan untuk membenahi sumber daya manusia dari anggota. Kegiatan pelatihan meliputi: Pelatihan Pengetahuan Sikap dan Ketrampilan (PSK), Pelatihan tentang kesehatan dan kebersihan lingkungan, etika berbicara dan berpakaian, pelatihan keterampilan membuat olahan tradisional dari bahan lokal sampai kue modern, pelatihan merias meja prasmanan dan juga merias bunga dari bunga asli maupun bunga plastik.

Kegiatan seperti ini dilakukan oleh KWT Seruni sampai bulan September 2010. Pada bulan inilah Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dari UPT BP3K wilayah Berbah Bapak Didik MSI., Amd. menyerahkan surat keterangan pengukuhan yang ditandatangani oleh Kepala Desa Sendangtirto. Diterimanya surat pengukuhan sebagai kelompok pemula maka secara resmi KWT Seruni sudah diakui oleh pemerintah desa. Terbitnya surat pengukuhan tersebut membuat anggota KWT Seruni merasa senang, semakin bersemangat untuk maju bersama-sama berkarya dan berkreasi.

(69)

stick jantung pisang, dan semprong pisang. Namun melihat keadaan masyarakat, Ibu Ratna selaku ketua kelompok berpikir produk apa yang bisa diterima oleh masyarakat umum. Maka mulai bulan Januari 2011 terdapat penambahan anggota kelompok yang berasal dari pengolah kecambah (tauge) 4 orang, pengolah tempe 1 orang, pedagang sayur 2 orang, dan pedagang kelontong 2 orang.

Penyuluh lapangan di Kecamatan Berbah berperan dalam mendampingi KWT Seruni saat ini. Hal tersebut terbukti dari partisipasi aktif penyuluh dalam kegiatan pendampingan. Penyuluh ikut berpartisipasi dalam kegiatan pertemuan atau kegiatan intern lainnya di KWT Seruni. Selain itu, penyuluh berperan dalam memfasilitasi KWT seruni dengan instansi atau lembaga pemerintahan.

Gambar

Gambar 1. Hubungan antar komponen organisasi
Gambar 2. Bagan kerangka berpikir
Tabel 3.  Kategori tingkat penerapan GMP
Tabel 4. Data penduduk berdasarkan jenis kelamin tahun 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait