• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Morfologi dan Ekologi Anoa Dataran Rendah (Bubalus {Anoa} depressicornis, Smith 1872) di Wilayah Hutan Pinogu, Gorontalo Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Morfologi dan Ekologi Anoa Dataran Rendah (Bubalus {Anoa} depressicornis, Smith 1872) di Wilayah Hutan Pinogu, Gorontalo Taman Nasional Bogani Nani Wartabone"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

1

G/

Ru

..2.p{

n

'.'K)

b.

STUD1 MORFOLOGI DAN EKOLOGI

ANOA DATAIUN RENDAH

(Bubnlxis

{Anoa)

~lcpressicon~is,

Smith 1827)

DI WILAYAH, HUTAN PINOGU, GORONTALO

TARt.4N NASIONAI, BOGANI NAN1 WARTABONE

AHMAD MIZANI RAHMAN

GO4495012

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

"Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum,

jika

kaum itu

tidak merubah nasibnya sendiri" ( Q S . Ar Rad

:

11)

Kupersembahkan Kepada

Ibunda Azizah Lamato. Papa Sudirman, dan Adik-adik Tercinta

(3)

RINGKASAN

A H M A D MIZANI RAHMAN. Studi Morfologi dan Ekologi Anoa Dataran Rendah (B~rbolr~s {Anoa) depressicort~is, Smith 1827) di Wilayah Hutan Pinogu, Gorontalo Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Penelitian ini di bawah bitnbingan Dr. Ir. Dedy Duryadi Soliliin, DEA.

Anoa dataran rendah meritpakan salah satu mamalia endemik Sulawesi yang staulsnya semakin terancam oleh aktivitas perburuan ilegal dan perusakan habitat. Informasi liiengenai karakteristik biologi dan ekologi satwa ini dalam habitat aslinya masih sangat sedikit dipelajari. Penelitian itli

bertujuan ulituk mengetahui aspek bio-ekologi anoa dataran rendah di wilayah hutan Pinogu, Propinsi Gorontalo, selama bulan April - Juli 2000.

'Dalam penelitian ini aspek bio-ekologi yang diamati menggunakan tiga parameter yaitu morfologi, populasi dan habitat. (I) Parameter morfologi diamati dengan menggunakan analisis morfolnetrik dan deskripsi kualitatif tubuh, kepala, kaki dan kulit. Sebagai obyek penganiatan adalah anoa dataran rendah dari Pinogu yang terdiri dari spesimen hidup 2 ekor (n= 2), spesimen kepala (n=15), dan kulit (n= 16). Sebagai obyek pembanding adalah anoa dataran rendah dari Taman Safari yaitu sebagai obyek identifikasi morfologi 5 ekor (n=S) dan identifikasi tingkah laku 3 ekor (n=3). (ii) Parameter populasi dianalisis melalui sensus dengan metode footprint co~oit dan line transect. Sensus dilakukan dalam jalur lintasan sahva di daerah sungai dan bukit dengan interval pengamatan 5 -7 hari. (iil) Parameter habitat dianalisis melalui pengamatan komponen habitat anoa dalam enlpat blok penganiatan di wilayah sungai Tolinggopoto. Komposisi vegetasi dan pakan satwa dianalisis dengan metode Laadrat dalam 4 jalur transek.

Berdasarkan pengamatan morfometrik ditemukan variasi ukuran di antara tingkat ulnur satwa. Anoa dataran rendah dari Pinogu cenderung memiliki ukuran tubuh lebih besar dari anoa dari wilayah Sulawesi Tengah di Taman Safari. Anoa dari Pinogu memiliki kisaran panjang tubuh 117 - 160 cm, tinggi tubuh 71 - 88 cm, panjang kepala 26,9

-

31.4 cm, panjang tanduk 13 - 28,4 cm, panjang ekor 26, 5

-

32 cm, panjang jejak kaki 6,6

-

1 0 , 2 cm. Corak wama kulit menunjukkan adanya keragaman berdasarkan perbedaan kelas umur yaitu anak (coklat keemasan, coklat muda, dan coklat kehitaman), muda (cokiat mudaj, dan dewasa (coklat kehitaman dan hitam).

Kepadatan populasi anoa dataran rendah di sungai Tolinggopoto menunjukkan adanya variasi berdasarkan lokasi dan waktu sensus Nilai dugaan kepadatan populasi di blok Kuning adalah 20,96

..

ekorka, blok Matamata adalal~ 52,9 ekornia, blok Pinotnonua adalah22,: ekoriha, da;; blok Ofibolo adalah 38,l ekorha. Ukuran kelompok sosial pada anoa bervariasi dari 1 - 4 ekor. Frekuensi jejak yang ditemukan umumnya menunjukkan anoa adalah hewan yang soliter (n=79).
(4)

ABSTRACT

AHMAD MlZANl RAHMAN. Morphology and Ecology Lowland Anoa (Bubalus (Anoa) depressicornis. Smith 1827) in Pinogu area, (Gorontalo district) Bogani Nani Wartabone National Park. This study was directing Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA.

Lowland anoa is one of endemic mammals in Sulawesi. The current status of anoa are threatening by illegal activity both hunting and destroying their habitat. Little is known about biological and ecological characteristic of anoa in nature habitat. The objective of this study to obtain some biological and ecological data about the lowland anoa. This study was conducted from April to July 2000 in Pinogu area, Gorontalo district, Bogani Nani Wartabone National Park.

The bio-ecological aspect was observed though in this study is morphology, population, and habitat characteristic. (i) Morphological data were collested by measurement and identification of body, head, foot, and skins. Some o f specimens (consists body parts, sKulls and skins) o f lowland anoa were collected and measured in Pinogu area. The outgroup specimens of anoa were collected and measured in Taman Safari Indonesia. (it') The anoa population was estimated by combination of the footprint

count and line transect methods. The methods was applied along the trails of anoa where their footprints recognized. This method was conducted twice for every month by interval 5 -7 days (iii) Habitat components were observed at four location in Tolinggopoto area such as Kuning, Matamata, Pinomonua, and Ombulo. T l ~ e quadrat method was applied for vegetational analysis and identify food resources o f anoa.

The results of body measurements for lowland anoas varied depend on the age of animals. The measurements of lowland anoa from Pinogu are significantly larger than lowland anoa of Central Sulawesi. The adult anoa of Pinogu have a body length of between 117

-

160 cm, height at tile shoulder between 71

-

88 cm, skull length between 26,9

-

31,4 cm, horn length 13

-

28,4 cm, tail length between 26, 5

-

32 cm, footprints length between 6,6 - 10, 2 cm. The colour of skin was different correspond to age class : infant (golden brown, brown, and brown to black), juvenile (brown), and adult (brown to black and black). Population density of lowland anoa in Tolinggopoto area varied from one site to anothersite. The estimated population density o f anoa in Kuning area was approximately 20,96 individualha, Matamata 52,9 individualha, Pinomonua 22,1 individualha and Ombulo 38,l individualha. Composition and size group ofanoa consists o f 1

-

4 individu. Generally anoa was solitary than groups animal.

Habitat components of anoa consisting vegetation, water sources, mineral sources, nest, and wallowing sites. Habitat resources in Tolinggopoto were distributed unregularly throughout area. The essential plants has ecological implication such as for shelter. Anoa diets was topu (Sauria caulflora), and ombulo (Livistona rolundfolia Mart.). The diet of anoa including 4 6 spesies plants, such as buhio (Ficus variegalus Lim), poli (Ficus rninahassae Miq.), gesengo (Aglaia elliptica), pangi (Par~giunl edule), tombito (Licztala crlebica), n~omali (Anlideswa sp.), topu (Saltria caulflora), and mginabalo (Musa paradisiaca).

(5)

STUD1 MORFOLOGI DAN EKOLOGI

ANOA DATARAN RENDAH

(Brtbalrrs

{Anoa)

clepr.essicor.nis,

Smith 1827)

DI WILAYAH HUTAN PINOGU, GORONTALO

TAMAN NASIONAL BOGANI NAN1 WARTABONE

AHMAD MIZANI RAHMAN

GO4495012

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelat Sa~jana Sains

pada Jurusan Biologi

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul

:Studi Morfologi dan Ekologi Anoa Dataran Rendah

(Bubrrlus

{Anoa)

delnvssicornis,

Smith 1827) di Wilayah Hutan Pinogu, Gorontalo

Tanlan Nasional Bogani Nani Wartabone

Nama

:

Ahmad Mizani Rahman

N ~ P

:

GO4495012

Menyetujui,

Dr.Ir.

Dedv Dunradi Solihin. DEA

Pembimbing I
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilal~irha~i di Ujuny I'andang pada tanggal 19 Maret 1977 sebayai anah perkanla dari empal

bersaudara. anak dari pasangan Sudirman M. Chatib dan Azizah Lamato.

Tahun 1995 pet~ulis lulus dari SMA Negeri I Gorontalo dan pada taliun yang sama lulus seleksi niasuk IPB mclalui jalur Undangan seleksi Masuk IPB. Pada tahun yaog sama penulis niemilili

Jurusan Bioloyi Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam.

Sela~na ~iiengikuli perkuliahan penulis menjadi asisten mata kuliali Zoologi Umum pada tahun

ajaran 199912000 dan 20001200l. Sejak 1997 penulis aktif menulis dalam ~ii~jalali Cephalos di

Jurusan Biologi. Minat penulis dalani bidang lingkungan ~nendorong penulis bergabung dengan

(8)

Pu.ii Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah

yany betjudul "Studi Morfologi dan Ekologi Anoa Dataran Rendall (Anoa depressico,?ii.s, Stnit11 1827)

di Wileye11 Nutall Pinogo, Gorontalo Taiiian Nasional Bogani Nani Wartabone" dapat diselesaikan

dcngan boik.

Penulis ingin iiienyatnpaikan petighargaan kepada Bapak Dr.lr. Dedi Duryadi Solillin, DEA, selaku

pet!~bimbing atas aralian, kritik dan saran selama penelitian. Terima kasih yang tinggi kepada ibu Prof.

Dr. Nawanysari Sugiri atas sumbangan pemikirannya dari awal sarnpai akhir penelitian. Ucapat~

terilnn kasih kepada pimpinan dan seluruh staf Taman Nasional Bogani Nani'Wanabone dan Taman

Safari Indonesia, Bogor yang telah membantu dalam pengumpulan data.

Terima kasih sebesar-besamya kepada Tim lapang "Anoa" dalam studi ini yaitu Bapak Burhanudin

Lagebo dan Ardiansyall atas semua dukungan dan suka dukanya selama di lapang. Disamping itu

ungkapan sayang dan teritna kasih kepada Papa, Mama, Tante-tante, dan semua keluarga atas

dukungan moril dan materilnya selatna ini. Dan yang terakliir untuk semua rekan-rekan Ma'had Al

Azhar Bogor dan rekan-rekan Biologi atas dukungan motivasinya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2001

(9)

DAFTAR IS1

Halaman

...

DAFTAR IS1 i

DAFTAR TABEL

...

ii

DAFTAR GAMBAR

...

ii

... DAFTAR LAMPIRAN

...

...

... 111

PENDANULUAN

...

...

Latar Belakang

.

.

...

...

1

. . Tujuan Penel~t~an

...

.

.

...

! TINJAUAN PUSTAKA

...

2

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

...

.

.

.

.

...

4

Wilayah Studi

...

4

Alat dan Bahan

...

4

Studi Pendahuluan

...

4

...

Morfologi .

.

4

P e ~ n ~ l ~ h a n Lokasi

...

5

Habitat

...

5

Sensus Populasi

...

5

....

Analisis Data

:

...

6

Koleksi Sampel

...

6

HASIL DAN PEMDAHASAN Morfologi 1

.

Tubuh

...

...

2

.

Kepala 3

.

Kulit

...

4

.

Jejak kaki

...

Populasi 1

.

Kepadatan

...

2 . Struktur umur dan kelamin

.

.

...

3

.

Ukuran dan k o m p o s ~ s ~ kelompok

...

.

.

.

...

Habitat 1

.

Faktor fisik 2

.

Faktor biotik

...

KESIMPULAN DAN S A M N

...

Kesimpulan 22

...

....

...

Saran ;

..

...

22
(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 . Karakteristik rnorfologi anoa dataran rendall berdasarkan kelas umur dan jenis kelarnin

yang berasal dari Pinogu (2000), Taman Safari (2000), dail Groves (1969) ... 7

2. Karakteristik inorfometrik kepala anoa dataran rendah dari Pinogu I 0

3. Warna kulit dan sifat rambut anoa dataran rendah dari Piriogu dilihat dari kepala dan kulit

...

11

4. Nilai rataan, kisaran dar~ simpang baku jejak kaki anoa dataran rendah berdasarkan

nietode foorpri~~r cozo7t di Sungai Tolinggopolo, Pinogu 12

5. Daftar sensus populasi anoa dataran rendah berdasarkan

Tolinggopoto 14

6. Kepadatan populasi anoa dataran rendah di Sungai Tolinggopoto, Pinogu

...

.

.

I4

7. Jenis vegetasi dengan Nilai Penting tertinggi di daerah Sungai Tolinggopoto, Pinogu

...

18

8. Kondisi habitat anoa dataran rendah di Sungai Tolinggopoto, Pinogu ... 20

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 . Karakteristik rnorfologi anoa dataran rendah betina muda dari Pinogu

...

.

.

...

... 8

2. Ko!eksi spesimen anoa dataran rendah dari Pinogu

...

10

3. Ukuran kelompok anoa dataran rendah di Sungai Tolinggopoto, Pinogu

...

15 .

.

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halamarr

I. a. Peta lokasi distribusi anoa di wilayah Talnan Nasional Bogani Nani Wartabone

...

26

b. Peta lokasi distribosi anoa di wilayah Hutan Pinogu ...

.

.

.

...

...

... 27

2. Peta lokasi studi anoa di wilayah Sungai Tolinggopoto, Pinogu

...

.

.

.

... 28

3. Detenninasi morfologi anoa dengan metode Wogyzr Cattle Regishy Associotio~r ... 29

4. Kuisiorier identifikasi karakteristik anoa di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

...

30

5. 'skerna analisis ko~nposisi vegetasi dengan Metode Kuadrat (Alikodra, 1983) 3 l 6. Koniposisi kelompok anoa berdasarkan metode footprint COZIII~ di Sungai Tolinggopoto,, Pinogu 32 7. Komponen habitat anoa dataran rendah di Pinogu, Tarnan Nasional Bogani Nani Wartabon

...

33

8. Daftar pakan anoa dataran rendah (AIIOO depiessicor~~is) di Pinog 34 9. Daftar turnbuhan bawah do~ninan di wilayah hutan Pinogu

...

.

.

.

...

35

10. DaAar vegetasi pohon dolninan di wilayah hutan Pinogu 36 1 I . Temperatur harian di Sungai Tolinggopoto, Pinogu selarna bulan,Mei

-

Juli

...

37

12. Hasil inventarisasi populasi anoa dataran rendah dengan metode Footprint count di .

.

blok Kuning, Sungai Tolinggopoto (Mel- J u l ~ 2000) 38 13. Hasil inventarisasi populasi anoa dataran rendah dengan metode Footprint count di blok Matamata, Sungai Tolinggopoto (Mei

-

Juli 2000)

...

40

14.Hasil ioven:e:isasi populasi anoa dataran rendah dcngan metode Footpirit.coui:r 6i blok Pinomonua, Sungai Tolinggopoto (Mei

-

Juli 2000)

...

44
(12)

PENDAHULUAN

Sulawesi ~nerupakatr pulau besar dan pentirrg pada kawasan Wallacea, suatu wilayah unik di dunia yang tnerupakan tempat bercatnpurnya tumbuhan dan binatang dari daratan Asia da~r Australia. Proses geologi yang kompleks telah menyebabkan Sulawesi nienjadi wilayah dengall persentase jenis-jenis flora dati fauna endemik yang l.ebih tirrggi dibanding pulau-pulau lainnya di Indonesia (Kinnaird, 1997). Salah satu fauna endemik yang ditetnukan hanya di pulau Sulawesi adalah Anoa. Dari fosil yang ditemukan di daratan utama Asia, tidak diketahui ada hewan yang rnerniliki kerniripan dengannya. Karakteristik anoa yang tidak dijumpai dalam fatnili bovidae lainnya yaitu bentuknya yang kecil sehingga sering juga disebut kerbau cebol (Grizmek, 1990).

Status kehidupan anoa saat ini selllakit1 ter-a~icam dengan berbagai tekanan terltadap populasi dan habitatnya di seluruli Sulawesi. Masalah utama yany mengaticam kelestarian satwa adalah hilangnya habitat dalam wilayah perlindungannya oleh aktivitas penebangan hutan, pengumpulan rotan, dan penambangan emas ilegal tnasih terus berlangsung (Tanlan Safa~i, 1996). Proses perusakan habitat dan populasi satwa bertatnbah serius dengan ancaman perburuan ilegal untuk tnendapatkan daging, kulit, dan tanduknya (Mustari, 1995). Mac Kinnon (1981) melaporkan di pasar-pasar desa lembah Dumoga sedikitnya 100 ekor anoa diperjualbelikan setjap tahunnya.

Selama dekade tiga puluh tahun terakhir (1970-2000) semakin meningkatnya perburuan anoa diseluruh Sulawesi telah menyebabkan turunnya populasi anoa secara drastis. Kondisi ini telalr mendorong /ti!er/lationol Dnion for C o ~ ~ s e r v a t i o ~ ~ of Nature a n d Nalzrral Recozrrces (IUCN, 1994) dan Co~tvenlion of I~iternarional Trade of Endangered Species of Wild Flora and Fauna (Taman Safari, 1996) menggolongkan status anoa dalam kategori endangered (langka rnenuju kepunahan). Di Indonesia kedua satwa ini telah dilindungi sejak zaman kolonial dengan Undang- undang Perlindungan Satwa Liar 1931 (Anonimous, 1978).

Upaya konservasi baik secara in situ (dalam habitat alatni) tnaupun ex si!u (tempat penangkaran) harus segera dilakukan untuk menghindari ancaman kepunahan anoa. Adanya keterbatasan informasi dan masih sedikitnya penelitian mengenai anoa merupakan masalab ittatna dala~ii upaya konservasi sat\rfa. Sebayian

besar penelitian terltadap anoa saat ini dilakukart pada bida~ig taksonotni dari sampel-sampel yang diperoleh dari kebun binatang dan museum. Scmentara aspek biologi anoa dalam habitat alatninya merupakan bagian yang belum banyak disentuli. Penelitian yang sudah per~lalr dilakuka~i mengenai anoa mencakup taksonomi dan ~rrorfologi (Groves, 1969, Hooijer, 1948) ; perilaku (Syam: 1977, Mustari, 1996) ; formula pakan (M'ira\vatl. 1981 dalam Whitten, 1987, Mustari, 1996) ; penangkaran (Farajallah, 1989, Notzold, 19953.

Pertelitian rnertgenai aspek bio-ekologi anoa perlu dilakukan untuk tnenjelaskan adaptasi biologis anoa dalam habitatnya. Kondisi ekoloyi habitat anoa yang berbeda-beda di Sula~vesi mengarahkan proses evolusi satwa melalui isolasi spesies (Sugiri, komunikasi pribadi). Pertelitian ini dilakukan dengan maksud mengungkapkan tingkat diversensi karakter morfologi, liabitat, dan popltlasi anoa sebagai bahan pertimbangan dalam strategi konservasi.

Wilayab hutan Pinogu (Tanian Nasional Bogatii Natii Wartabone) dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut :

(i) Tingkat endemisme tertinggi di Sulawesi ditemukan di wilayah semenanjung utara pulau, di 'Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (Mac Kinnon, 198 I), (ii) Kondisi topografi lokasi dengan kompleh pegunungan (dengan ketinggian rata-rata .di. atas.. 1000 m) yang membhtasi kawasan Inemungkinkan terjadinya isolasi spesies satwa.. (iir] Masih rendahnya aktifitas perburuan dalam lokasi kecuali untuk memenuhi kebutuhan lokal.

Tujuait Penelitian

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

1. Talisonomi

Anoa merupakan salal~ satu bentuk keliidupan prasejarah yang berasal dari zaman pleistoisen (Hooijer, 1948). Bentuknya yang unik tnirip denqan sapi tempi berukuran lebih kecil. sehingga sering juga disebut sebagai sapi cebol. Deskripsi pertalna satwa ini diberikan oleh Hatnilton Smith (1827) dalam Groves (1969) dengan memberinya nama Anrilope depressicornis. Lydekkers (1905) dalatii Groves (1969) menganggap anoa sekera5at detigan genus Bos (banteng) dengan rnetiiberi nama Bos depressicor~~isfergr~soni. Selanjutnya Ouwens (1910) dalaln Mustari (1996) nienemukan adanya spesimen di hutan peqi~nungan dari wilayah tengall Toraja Suhwesi Selataa yang dinamakan sebagai anoa pegunungan (Anoa qlrarlesi).

Sejak spesilnen pertatna anoa ditemukan status taksonotni satwa ini melijadi surnber perdebatan diantara para peneliti. Secara morfologi anoa memiliki kemiripan dengan kerbau air Asia (Bzrbalus bzrbalis), sellingga hat ini mendorong beberapa peneliti meletakkannya ke dalam genus tersendiri yaitu Anoa (Smith, 1827 dalam Groves, 1969). Dolan (1965) dalam .Groves (1969) rnengusulkan genus Anoa untuk dimasukkan ke dalaln subgenus Bubal~rs. Groves (1969) memasukkan Anoa sebagai subgenus sendiri untuk menunjuklm keke~abstennya dengsn kerbau air Asia Bubalus (Bubuilrs) bubalis. talnaraw (B.

n~indorensis). Koopman (1 967)

mengklasifikasikannya sebagai berikut :

Filum Subfilum KIas Subklas lnfraklas Ordo Subordo Famili Genus

: Chordata : Vertebrata : Mamoiaiia

: Theria : Metatheria : Artiodactyla : Ruminantia : Bovidae : Anoa

2. Morfologi .. .

Anoa merupakan spesies kerbau liar yang berukuran kecil, pendek, tungkai pendek. Menurut Groves (1969) d i ~ Sulawesi terdapat dua jenis anoa, yaitu anoa dataran rendah (Bubalus {Anoa} depressicornis) dan anoa dataran tinggi (Bubalus (Anoa) quarles/]. Anoa dataran relidah dicirikan oleli beberapa karakter yaitu berwarna hitam dan rambot yang ta~iipak jarang pada invidu dewasa.

.

..

Jantan melniliki warna rambut yang tampak lebih gelap dibanding betina, terkadang pada jantan ditemukan jalur putili di bagian bawali lehernya. Pada tungkai depan terdapat bercak putih atau putih kekuningan, panjang ekor dapat mencapai persendian lutut belakang. Bentuk tanduk pada anoa dewasa berbentuk triangular yang pipih pada pangkalnya dengan jalur-jalur berbentuk cincin tnelintang pada pangkalnya. Panjang tanduk yaitu pada jantan 27

-

37 cm dan betina 18

-

26 cm. Panjang tengkorak adalah 29,s

-

32,2 cm pada jantan dan 29 - 30 ctn pada betina. Ukuran tinggi tubuh di bagian punggung adalah 80

-

100 c ~ i i dan panjang tubuh adalah 170 -188 ctn.

Sedangkan pada anoa dataran tinggi dicirikan oleh Groves (1969) adalal~ sebagai berikut : warna rambut coklat kehitatnan dan coklat kcmerahan. Rambut tampak lebih tebal dan agak keriting. Tidak tatnpak bercak putih berbentuk sabit pada bagian bawah leher. Ekor berukuran lebih pendek, tidak lebih seperdua jarak pangkal ekor dengan persendian lutut belakang. Tanduk berbentuk bulat (conical) dengan permukaan yang halus tanpa jalur-jalur cincin di bagian pangkal. Panjang tanduk berkisar antara 14,6-19,9 cm, sedangkan panjang tengkorak adalah 24,4-29 cm. Ukuran tinggi tubuh dibagian punggung adalah 75 cm dan panjang tubuh adalah 122-153 cm.

3. Perilaku .

(14)

tanali untuk ~~iemenulii kebutuliannya akan mineral. Anoa juga ditcmukan sering menggosokkan dan menajamkan tanduknya. Pengamatan Syam (1977) pada habitat alaminya di cagar alam Gunung Tangkoko satwa ini diketahui aktif di siang dari malam hari. Anoa lnulai kegiatannya pada pukul 15.00 sore hari sampai pukul 07.00 payi hari. Penduduk lokal mengenal anoa sebagai satwa yang cukup berbahaya dengan agresifitas, terutama jika tnerasa terancarn oleh kehadiran manusia tidak jarallg menyerangnya salllpai melukai korbannya.

4. Distribusi

Anoa nienyebar secara merata di seluruh daratan utama Sulawesi seperti yang ditunjukkan oleh peta bistorikal distribusi anoa (Groves, 1969). Menurut Mustari (1997) sampai akhir abad ke-19, anoa lnasih dapat ditemukan hampir di seluruh daratan Sula\\-esi. Pada saat ini, di beberapa lokasi di Sulawesi anoa telali hilang, ha1 ini disebabkan ah~ivitas perambalian liutan dan dan perburuan liar dalam habitat perlindungannya.

Menurut Mac Kinnon (1981) di dalam Taman Nasional Bogani Nani Wartabone anoa banyak ditemukan pada wilayah tilnur kawasan yaitu di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bone. Di seluruh lokasi kawasan Taman Nasional diketahui terdapat 19 lokasi yang menjadi habitat anoa, dimana hanya dua lokasi yang telah diidentifikasi secara pasti

;.ziti: di ';ilayah Hxtan Pinogu dan Gunung Poniki Para petugas di Taman Nasional melaporkan bahwa keberadaan kedua jenis anoa tersebut di dalam Tanian (Balai TNBNW, 1998).

5. Habitat

Mustari (1997) mengungkapkan bahwa habitat utatna anoa adalah hutan perawan (virgin forest) di Sulawesi, yaitu hutan yang belum dijamah. Habitat anoa dataran rendah umunya adalah hutan datran rendah dengan ketinggian di bawah 700 m di atas permukaan laut. Namun seringkali anoa dataran rendah juga ditemukan .di daerah yang lebih tinggi. Serangkaian penelitian di seluruh Sulawesi menutijukkan bahwa anoa menempati habitat yang bervariasi dari hutan dataran rendah, rawa. pantai, hingga daerah pegunungan (Taman Sakri, 1996).

Syam (1977) yang mengadakan penelitian di Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus (Sula\vesi Utara) mene~nukan habitat anoa pada tiga ripe areal vegetasi yaitil hutan hujan tropis. areal ka\\.ah Gunung Tangkoko dan hutan sekunda.. Mustari (1996) mengatnati perilaku

anoa di Cagar Alani Tanjung A~nole~igu (Sulawesi Tcnggara) yang menempati daerah tepian pantai.

6. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Taman Nasional berdiri di atas luas -1- 287.1 15 Ihektar. Secara geografi terlerak di antara 0' 25' - 0' 44' lintang utara dan 16' 40'

-

19' 29' bujur timur. Secara administrative wilayah Taman Nasional termasuk wilayah Kabupaten Dati 11 Bolaang Mongondow, Propinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Gorontalo, Propinsi Gorontalo.

Kawasan TN Bogalii Nani Wartabone me~npunyai iklim muson khatulistiwa dengan pola yang khas dengan temperatur tinggi yang konstan, curah hujan dan kelembaban yang tinggi. Curah hujan rata-rata tahunan adalah 2500 mm.

Wilayah utama penelitian merupakan kompleks hutan tropis dataran rendali yang dibatasi rangkaian pegunungan yang merupakan puncak tertinggi dalam kawasan yaitu gunung Bulawa (1970 m), gunung Pinonimposa (1790 ni) dan gunung Ali (1495 m).

Kawasan Taman Nasional memiliki ekosistem hutan dataran rendah tropika terbentang pada ketinggian 300 sampai 1000 meter dari pe~mukaan laut. Dalam hutan ini vegetasi kaya dengan jellis flora kayu inggeris (Eucalyptus deglupta), cempaka (Elmerilla ovalis). beringin (Ficus sp.), kayu bugis (Koordesiodendron pinnatunl), ~nanggis hutan (Garcinia sp.). Tumbuhan bawah kaya -d:ngan jcnis-jenis rotao sepirti Cblam~is, Daewonorops, dan Korthalasia. (Mac Kinnon,'

1981; Ditjen PHPA, 1994 ; Balai TNBNW, 1998).

Dalam kawasan terdapat beragam satwa endemik Sulawesi khas daerah , Wallacea.

Beberapa jenis mamalia yaitu anoa dataran rendah (Aiioa depressicornis). anoa dataran tinggi (A.

qtrarlesi), babirusa (Babyrolrsa babirussa), tangkasi (Tarsius spectrunl), monyet sulawesi (Macaca nigra), kuskus (Phalanger ursirrus),

(15)

BAI-IAN DAN

METODE

Walitu danTempat

Studi pendahuluan perilaku anoa dataran rendali dilaksanakan di Taman Safari Indonesia, Cisarua-Bogor, selama 50 jam (13-18 Maret 2000). Peilelitian lapang dilakukan di wilayah hutan Pinogu, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Propinsi Go'-ontalo (Lampiran I a dan lb). Pengamatan lapang berlangsung sela~na empat bulan (April sampai Juli 2000). ldentifikasi sampel dilakukan di Laboratorium..Biologi Satwa, Pusat Studi Ilmu-ilmu Hayat IPB. Studi perbandingan karakteristik morfologi dilaksanakan di Pinogu dan di Taman SaTari diantara Maret 2000 dan Maret 200 1.

Wilnyalt Studi

Penelitian dilaksanakan di Tarnal1 Nasional Bogani Nani Wattabone di wilayah hutan Pinogu, Kabupaten Gorontalo Propinsi Gorontalo. Secara geografis wilayali Pinogu terletak 0' 28' - 0' 32' lintang utara dan 123' 24'

-

123' 3 1' bujur timur, dengan luas 1.125 hektar. Wilayah Ilutan Pinogu terletak di bagian barat kawasan. Lokasi penelitian dipusatkan di sungai Tolinggopoto (Lampiran 2). Luas wilayah penelitian yaitu 2 20 hektar yang terbagi dalam 4 blok pengamatan yaitu blok Matamata (5 ha), Ombulo (5 ha), Pinomonua (3 ha) dan Kuning (6 ha).

Alat dan Baltan

Alat-alat yang digunakan dalam identifikasi satwa yaitu digunakan meteran, kamera foto, tecopong, dan buku identifikasi satwa. Untuk analisis habitat digunakan peta lapang, kompas, altimeter, rol meter, penggaris plastik, tali tambang (50 meter), kertas indikator pH, tennometer, serta alat tulis. Dalam mengkoleksi sampel segar dari satwa digunakan larutan alkohol 70% sebagai bahan pengawet. Bahan gips digunakan dalam pembuatan cetakan kaki satwa.

Obyek pengamatan dalam penelitian ini adalah anoa dataran rendah yang terdiri dari spesimen hipup dan spesimen mati. Spesimen hidup berasal dari anoa tangkapan penduduk desa Pinogu 2 ekor (n=2), dan spesimen mati koleksi masyarakat yang terdiri dari koleksi tengkorak kepala (n=15) dan kulit (n=l6). Sebagai obyek pembanding adalah anoa koleksi Taman Safari Indonesia sebanyak 8

ekor (n=S), dimana untuk penga~natan morfologi be~jitmlah 5 ekor (n=S), dan untuk pengamatan tingkah laku berjumlah 3 ekor (n=3).

Studi Pendal~uluae

Studi pendal~ulual~ dilakukan di Taman Safari Indonesia, Cisarua (Bogor) sela~na 50 jam pengamatan. Tujuar~ pengalnatan adalal~ mengerahui perilaku dasar anoa dataran rendali yang llidup dalam penangkaran. Sebagai obyek pengamatan tingkah laku adalah satu kelompok (n=3 ekor) anoa koleksi Tarnan Safari. Bentuk perilaku yang diamati meliputi aktiviras l~arian seperti makan dan minum, pergerakan, perawatan tubuh, bersarang, agonistik, agresifitas dan ~nemelihara (e/>i171ilelik).

Morfologi

Parameter morfologi yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis satwa yaitu melipuli (i) bentuk tubuh, kepala, tanduk, dan ekor, (ii) \rrarlia kulit dan sifat rambut (Schreiber el a/, 1993 dalam Tanlan Safari, 1996), (iii) aspek morfometri yang ~neliputi palijang tubuh, tin& tubuh, panjang ekor, panjang dan lebar kepala, jarak mata, panjang dan lebar moncong, panjang tanduk, jarak pangkal tanduk, jarak belakang tanduk, panjang tapak kaki (Lampiran 3).

Adapun yang dimdksud dengan panjang tubuh adalah panjang dari moncong kepala sampai di bagian ekor dalam keadaan satwa berdiri tegak. Tinggi tubuh adalah tinggi dari dasar tapak kaki sampai bahu yang diukur pada kaki depan (Amano et a/., 1981). Panjang kepala adalah jarak dari moncong sampai bagian belakang kepala; -. sedangkan lebar kepala adalah jarak terlebar dari sisi kanan dan kiri bagian atas kepala. Panjang tanduk adalah jarak dari pangkal tanduk santpai ujung tanduk. Panjang ekor adalah panjang dari pangkal ekor sampai ujung bulu ekor. Ukuran tapak kaki dideterminasi dari panjang kuku dari ujung depan ke bagian belakang kuku, sedangkan berituk kuku dibedakati dari ukuran (van Strien, 1983). Tingkat umur satwa ditentukan berdasarkan bentuk tanduk (Groves, 1969).

(16)

Pen~ililtan Lokasi

Dalam pemiiihan lokasi penelitian kegiatan didahului dengan tnelakukan serangkaian wawancara kepada 19 responden yang mengetahui infomlasi keberadaan satwa. Wawancara dilakukan

1 i-. ! ;is~?oildeil yang terdiri dari para pemburu,

m,:,..:;akat dan petugasungai lnformasi yang dikumpulkan meliputi karakteristik morfologi, junilah kelompok satwa, perilaku, karakteristik

habitat, infort~lasi perburuan satwa (Lampiran 4).

Berdasarkan informasi tersebut dilakukan survei lokasi untuk menentukan wilayah studi. Survei lokasi penelitian didasarkan pensamatan tanda-tanda keberadaan satwa yang ditinggalkan dalam jalur lintasan satwa. Dalam jalur lintasan diatuati sebaran jejak satwa pada daerah kubangan, sarang, tempat makan dan minum satwa. Lokasi tersebut diidentifikasi dan dipetakan ke dalam blok pengarnatal (Lampiran 2).

Untuk menentukan daerah pergerakan satwa liar digunakan metode penelitian secara tidak Tangsung. Metode ini , dilakukan melalui

penganlatan tanda-tanda yang ditinggalkan sahva seperti bekas-bekas gigitan pada tanaman, tllakatian satwa, bau, kotoran, jejak kaki di atas tanah, dan bekas gosokan tanduk pada tanaman atau tanah (Alikodra, 1990). Daerah pergerakan sahva ini ditentukan oleh batas-batas alam seperti sungai-sungai besar, bukit, ataupun topografi yang curani (Alikodra, 1990).

. ..

Habitat

Faktor habitat yang diamati adalah faktor abiotik meliputi (i) temperatur harian dan curah hujan bulanan, (ii) topografi dan ketinggian lokasi. Temperatur harian habitat diukur pada daerah tepian sungai. Curah hujan bulanan direkam dari stasiun cuaca desa. Sedangkan topografi dan ketinggian lokasi diukur dalam kegiatan sensus.

Faktor biotik yang diamati meliputi (I) komposisi vegetasi, (;I) pakan satwa, dan (iii) margasahva lain. Dalam analisis komposisi vegetasi digunakan metode kuadrat (Setiadi dan Qoyim, 1996). Metode kuadrat dilakukan dalam jalur transek sepanjang 100 meter, dengan jumlah 4 jalur transek di seluruh lokasi. Setiap plot pengamatan diletakkan secara bersilangan dengan titik awal diacak pada lokasi bukit dan tepian sungai (Lampiran 5a). Tingkat pertumbuhan dikategorikan ke dalam tingkat pohon dan tumbulian bawah. Adapun yang dimaksud dengan (i) pohon adalah tumbuhan berkayu yang dahan dan rantingnya dengan diameter batang setinggi dada (1,30 m) di atas 20 cm (Setiadi dan Qoyim,

1996), (ii) tumbuhan bawah adalah semua jenis tumbuhan yang menutupi lantai hutan baik herba maupun semak.

Potensi pakan satwa diidentifikasi lnelalui penjelajahan lokasi penelitian, terutama dalam jalur transek sensus populasi dan transek vegetasi. Pengamatan pakan anoa dilakukan secara tidak langsung dengan mengamati daun bekas-bekas gigitan dan jejak anoa yang terdapat di bawah vegetasi yang dimakan anoa. Setiap jenis vegetasi yang dimakan diambil sampel bagian tumbuhannya seperti daun dan buah. Jenis-jenis tumbuhan tersebut. dideterminasi dalam naina lokal, nama latin dan nama famili. lnformasi mengenai pakan satwa juga diketahui dari para pemburu anoa.

Sensus Populasi

Data kelimpahan populasi digunakan melalui kombinasi metode transek jalur (line transcct) dan foolpriril cozrnr (van Strien, 1983). Langkah- langkah yang dilakukan dalanl sensus populasi anoa adalah sebagai berikut :

(i) Penetapan jalur transek dilakukan dengan menyusuri tepian sungai dan bukit yang merupakan jalur lintasan sahva. Jumlah transek pada setiap lokasi adalah satu dengan panjang transek bervariasi dari 0,768 sampai 1,36 kilometer.

(ii) Penetapan batas maksimal jarak pandang yaitu

2

5 m dari sisi kanan dan kiri jalur t r x s e k . Pengamatan dilakukan oleh dua orang pengamat pada kedua sisi jalur.

(iii) Data populasi dikumpulkan berdasarkan identifikasi ukuran, bentuk dan umur jejak yang ditemukan pada tanah berpasir atau berlumpur.

(iv) Waktu sensus dilaksanakan dengan selang waktn masing-masing 5 - 7 hari. Selang waktu ini bertujuan menghindari pengaruh yang ditinggalkan dalam sensus sebelumnya seperti jejak, bau, dan kerusakan yang dilakukan pada waktu sensus.

(v) Sensus dilaksanakan dua kali dalam sebulan, dengan jangka waktu selama 3 bulan (Mei

-

Juli 2000). Kegiatan berlangsung dimulai dari pukul 08.00 sampai 14.00 WITA.

Data jejak sahva diidentifikasi dengan metode footprint count (van Strien, 1983). Langkah yang

dilakukan dalam identifikasi tersebut adalah :

(17)

jejak satwa diklasifikasikan berdasar kelas umur (dewasa, muda, dan anak), dan jenis kelatnin individu dewasa (jantan, betina, dan tidak diketahui).

(ii) Sarnpcl jejak kaki satwa dibuatkan

cetakannya dengan menggunakan bahan gips. (ti;) Penetapan kriteria identifikasi jejak anoa

dataran rendah didasarkan pada teknik tradisional yang biasa digunakan pemburu lokal (Komunikasi Pribadi). Metode ini disesuaikan kembali dengan mengukur jejak kaki anoa dataran rendah yang berasal dari Taman Safari Indonesia sebagai berikut :

-

Dewasa : p 2 6,s cm, jantan berkuku terbuka dan betina berkuku sejajar

Muda : p = 5

-

6,s cm, kuku sejajar Anak : p _< 5 cm, kuku sejajar

Atlalisis Data a. Morfometri

Data morfologi sahva dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Dalam analisis kualitatif sifat, dan bentuk tiap bagian tubuh diamati dan dibandingkan antarindividu dalam berbagai kelas umur dan jenis kelamin. Data morfometri ditabulasi dan dihitung nilai rataan. kisaran. dan simpang bakunya.

b. Populasi

Parameter populasi yanz diamati meliputi kepadatan populasi, struktur umur, rasio kelamin dan komposisi kelompok. Pada metode ini diasumsikan bahwa populasi satwa menyebar secara acak. Data sensus yang dikumpulkan selanjutnya ditabulasi dan dihitung nilai rataan dan kisarannya.

(i) Jumlah lndividu

(iiJ Kepadatan Populasi

Keterangan :

D = Dugaan populasi satwa ( e k o r h z ) N = Jumlah individu satwa (ekor) J = Jumlah total jejak dalam lokasi

S = Jumlah selumh sensus dalam lokasi

p = Panjangjalur dalam lokasi (km)

1 = Lebar jalur sensus dalam lokasi

(m)

b. Vegetasi

Data vegetasi dianalisis dan disajikan secara deskriptif dart kuantitatif. Dalam analisis deskriptif bentuk dan sifat karakteristik penumbuhan diuraikan. Data vegetasi diolali dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Jumlalt individu suatu jenis K M =

...

Luas areal contoh

Kerapntan suatu jenis

K l < = u 1000/"

Kernpatan seluruh jenis

Jumlah petak terisi suatu jenis

F M =

-

----.

Jumlah seluruh petak

Frekuensi Mutlak suatu jenis

FK = x 100 %

Frekuensi seluruh jcnis

Keterangan :

KM

-

Kerapatan Mutlak KR = Kerapatan Relatif FM = Frekuensi Mutlak FR = Frekuensi Relatif INP = lndeks Nilai Penting

Koleksi Sampel

(18)

HASIL DAN

PEMBAHASAN

Rlorfologi a. Tubuh

Berdasarkan kunci idcntifikasi morfologi Groves. inaka anoa dari wilayah Pii~ogu n~etnpel.lillatkan karakteristik jenis anoa dataran rendah (Bobahts {Anoa) depressicortiis). Deskripsi morfologi aooa dataran rendah dari Pinogu adalah sebagai berikut :

a. Anoa jantan (I ekor)

Tubul~ : panjang =I60 c n ~ , tinggi= 8 8 cm Kepala: panjang -3 1 cm, lebar= 14 cm

Tanduk: panjang = 24,5 c n ~ , bentuk pipih dengan alur bercincin

Leher : tanpa kalung putih Ekor : panjang = 32 c n ~ Warna : hitain keabu-abuan

Ratnbut: tarnpak jarang karena kerotltokan Kaki : bercak putih pada tungkai depan b. Anoa betina (1 ekor)

Tubul~ : panjang = I1 7 cm. tinggi = 71 cm

Kepala: panjang = 29 cm, lebar= 17,s cm Tanduk: panjang = 13 cm, bentuk bulat dan

mulai beralur cincin di bagian pangkal Leher : dengan kalung putih

Ekor : panjang = 26.5 cm Warna : hitam kecoklatan Rambut: tebal dan wolly

Kaki : beicak putih pada tungkai depan dan bclakang

Karakteristik tnorfologi yang menjadi ciri utama dari spesies anoa yaitu postur tuboh yang tampak lebih kekar jika dibandingkan dengar] famili Bovidae lainnya. Pada saat berdiri tegak bagian kaki depan tampak behlkuran lebih pendek dari kaki belakang. Karakteristik morfologi anoa lainnya seperti tanduk, rainbut dan beberapa tanda khusus akan diuraikan dalam petnbahasan tnorfologi berikutnya.

Nasil perbandingan moriometrik berdasarkan daerall asal terdapat kecenderungan Yang berbeda di antara masing-masing anoa tersebut (Tabel I). Anoa dataran rendall dewasa dari Pinogu rneiniliki panjang dan tinggi tubuh yaitu masing-masing jantan (n=l) adalah 160 cm dan 88 cm, dan betina muda (n=l) adalah 117 cni dan 71 cm. Anoa dataran rendah dewasa Taman Safari dari. wilayah Palu dan Poso (Sulawesi Tengah) memiliki panjang dan tinggi tubuh yaitu masing-masing jantan (n=l) adalah 138 cm dan 82,3 cm dan betina (n=2) adalah 131,4 cm dan 82 cm. Sedangkan. anoa dataran rendah yang diteliti oleh Groves (1969) memiliki panjang dan tinggi tubuh yaitu masing-masing jantan (n=l) adalah 170 cm dan 86 cm, dan betina dewasa (n=l) adalah 188,7 cm dan 86 cm. Anoa yang didetenninasi. Groves menunjukkan ukuran tubuh yang lebib besar dari anoa Pinogu dan Taman Safari.

Tabel I. Karakteristik morfologi anoa dataran rendah berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin yang berasal dari Pinogu (2000), Taman Safari (2000), dan Groves (1969).

(19)
(20)

b. Kepala '

Dari hasil deter~ninasi pada Tabel 2, ditemukan adanya variasi ~norfologi diantara spesimen kepala anoa dataran rendah dari Pinogu. Seluruh spesilnen anoa yang dideterminasi baik spesimen hidup lnaupun lnati berjunilali 15 spesilnen yang terdiri dari anoa dewasa (n=10), muda (n=2), dan anak (n=2). Kondisi sebagian spesi~nen tersebut ielah rtrsak kehilangan bagian mandibularnya, seliingga detertninasi dilakukan hanya dari bagian kranium.

Determinasi umur spesimen dalam tingkat dewasa, muda, dan anak diamati dari bentuk tanduk dan ukuran kepala spesimen dengan meliggunakan kunci identifikasi Groves (1969). Pat~jang kepala anoa jantan berkisar 298

-

322 mm dengan rata-rata 306,s mm (n=7), betina dewasa berkisar 290

-

300 mm dengan rata -rata 295 mm (n=4), lnuda berkisar 229

-

263,5 mm dengan rata- rata 241,5 tnln (n=3). Ukuran panjang tanduk pada anoa jantan dewasa ( ~ 1 5 ) berkisar 271

-

373 mni dengan rata-rata 296,4 mm, betina dewasa (n=l8) berkisar 183

-

260 mm dengan rata-rata 216,9 mni, dan muda (n=3) panjang tanduk berkisar 87

-

151 mm dengan rata-rata 119 mm. Sedangkan untuk tingkat umur anak tidak dilakukan pengukuran panjang kepala dan panjang tanduk.

Dalam Tahel 2 terlihat nilai rataan panjang kepala anoa dewasa yang sangat bervariasi. Panjans kepala anoa dewasa berkisar 269

-

314 Irtm dengan rata-raia 292 niln (n=9), ~ n u d a berkisar 246

-

290 mm dengan rata-rata 265,3 mm (n=3), dan aliak adalah 203 mm (n=l). Hasil pengukuran ini menunjukkan ukuran kepala spesimen anoa dari Pinogu yang lebih pendek dari spesimen anoa yang diukur Groves.

Ukuran panjang tanduk anoa menunjukkan adanya variasi diantara anoa dewasa. Palijang tanduk anoa dewasa adalah berkisar 161

-

284 mm dengan rata-rata 232,5 mm (n=9), ~iiuda adalah berkisar 130

-

222 mm dengan rata-rata l62,3 nim (n=2), dan anak berkisar 114

-

116 nlm dengan rata-rata 115 mm (n=2). Panjang tanduk anoa dari Pinogu menunjukkan ukuran yang lebih pendek dari anoa yang dideterminasi Groves.

Dalam determinasi tersebut ditetnukan dua spesilnen diantaranya memiliki tanduk yang lebih panjang dari ukuran kepalanya, yaitu spesilnen dewasa nomor 8 dengan panjang kepala 274 lnm dan panjang tanduk 284 mm, dan spesimen dewasa nomor 9 dengan panjang kepala 269 mm dan panjang tanduk 279 mm. Oleh karena jumlah spesimen yang sangat terbatas. ~ n a k a data ini tidak

-1 antar

cukup untuk menjelaskan variasi morfolo,' individu.

Bentuk tanduk pada anoa dewasa umumnya pipili dengan alur kasar di pangkalnya. Tanduk anoa dewasa dengan permukaan heralur kasar menjadi ciri pertamballan umur satwa. Sedangkan pada anoa muda bentuk tanduk adalah bulat dan halus. Pada beberapa spesimen anoa dewasa permukaan tanduk yang beralur kasar seringkali ditemukan telah menjadi halus. Hal ini diduga berhubungan dengan perilaku anoa yang sering mengasah tanduknya pada tumhuhan-tumbuhan muda (Mustari, 1995). Fungsi tanduk yang kokoh mz~vpakan serrjata utama yang digunakan anoa sebagai alat pertahanan diri (Grizmek, 1990).

(21)

I I Gambar 2. tioieksi spesilnen anoa dataran rendah d a r ~ Pinogu

[image:21.595.81.438.62.465.2] [image:21.595.72.520.487.710.2]
(22)
(23)

d. Jejak kaki

Seluruh jejak kaki anoa dataran rendah yang ditc~nukan berjumlah 732 jejak (Lampiran 12, 13, 14, dan 15). Pada Tabel 4 terlihat bahwa ukuran jejak kaki secara individual pada anoa bewariasi diantara kelas uniur. Ukuran pahjang jejak kaki pada anoa dewasa di blok Kuning berkisar antara 65-100 mm dengan rataan 75,72 1 8,14 ; blok Mataniata berkisar antara 66 - 114 mm dengan rataan 75,50

:

7,20 ; blok Pinomonua berkisar antara 66-102 mni berkisar antara 77,35

+

8,57 ;

blok O~nbulo berkisar antara 66-102 mm dengan rataan 77,13

+

8.30. Panjang jejak kaki pada anoa niuda di blok Kuning berkisar antara 50-64 mm dengan rataan 57,75 i 4,46 ; blok Matamata berkisar antara 50-64 mm dengan rataan 59,30

+

3,91 ; blok Pinomonua berkisar antara 56-64 mm berkisar antara 61,29

!:

2,91 ; blok Ombulo berkisar antara 50-64 mm dengan rataan 58,79

+

4,68. Panjang jejak kaki pada anoa anak di blok Kuning berkisar antara 42-49 mm dengan rataan 45,40

+

3,29 ; blok Matamata berkisar antara 46- 48 mm dengan rataan 47,OO

+

1,10 ; blok Pinomonua berkisar antara 4 6 4 8 mm berkisar antara 47,OO !: 1,41 ; blok Ombulo berkisar antara 48,OO m n dengan rataan 48,OO & 0,OO.

Dalam mengidentifikasi jejak anoa dengan metode footprint count, karakteristik morfometrik dapat dibedakan berdasarkan kelas umur sahva. Karakteristik umur ditunjukkan dari perbedaan uLcr...-dian:ara individu dalam tingkatsn znek,

niuda, dan dewasa. Van Strien (1983) mengungkapkan salah satu keuntungan metode

foolprinr co~oit dimana ukuran dan bentuk kaki serta kuku satwa dapat digunakan dalam identifikasi usia dan jenis kelamin satwa liar. Metode ini telah sukses dilakukan dalam sensus badak Sumatra (Dicerorl7inus smnatrensis) di Taman Nasional Gunung Leuser.

Dari hasil identifikasi ukuran jejak kaki anoa dataran rendah dari Pinogu dan Taman Safari ditemukan tidak ada perbedaan yang signifikan diantara kelamin jantan dan betina. Salab satu karakteristik yang digunakan untuk niembedakan jenis kelamin anoa dewasa yaitu bentuk dan posisi kuku anoa dari kedua jenis kelamin (Van Strien, 1983). Karakteristik morfometrik dari anoa jantan yaitu memiliki bentuk kuku yang memanjan-

0"

dengan posisi membuka membentuk sudut 30

,

sedangkan pada anoa betina yaitu memiliki bentuk kuku yang membulat dengan posisi yang sejajar (Lampiran 3). Teknik pengamatan jenis kelamin berdasarkan karakteristik jejak kaki perlu diuji lebill lanjut untuk dapat dijadikan acuan.

Dalam sensus jejak anoa dengan metode footprint count terjadinya duplikasi data tidak dapat dihindari, dimana satu jejak dapat tercatat kembali pada sensus berikutnya. Jejak yang memiliki ukuran yang sama diperkirakan berasal dari individu yang sama. Dari junilah total 732 jejak yang dideterminasi dengan metode footprint

count terdapat 438 jejak yang memiliki kesamaan ukuran dan bentuk.

. ..--.

(24)

Populasi

I . Kepadatan populasi

I-lasil analisis sensus populasi anoa dataran rendah di wilayah sungai Tolinggapoto berdasarkan metode foolprint count dan line wonsect pada jalur sungai dan bukit (Tabel 6) menu~ijokkan kepadatan populasi yang bervariasi pada tiap lokasi pengamatan. Nilai dugaan kepadatan populasi di blok Kuning dengan jalur transek sepanjang 1360 m adalah 20,96 ekorlha, blok Mataliiata dengan jalur transek sepanjang 1130 m adalah 52.9 ekorlha, blok Pinomonua dengan jalur transek sepanjang 768 m adalah 22,1 ekorlha, dan blok Ombulo dengan jalur transek sepanjang 1160 ni adalah 38,l ekorlha. Kelitnpahan populasi tertinggi berada di lokasi blok Mataniata dan Ombulo.

Hasil pendugaan populasi dengan metode line frarlsect menunjukkan kepadatan populasi antara 21-51 ekor per hektarnya. Dimana daerah jelajah (horiie range) anoa diketahui hanya pada daerah tertentu saja, sehingga dari hasil sensus pada tiap lokasi dite~nukan tidak merata. Tingginya frekuensi peneniuan jejak ini diduga berhubungan erat dengan pemanfaatan habitat kubangan bagi satwa. Apabila hanya 10- 20 % saja dari nilai dugaan ini bcnar, maka jumlah anoa di sungai Tolinggopoto berkisar antara 3-6 ekor per hektar

Variasi kelimpalian populasi dalam setiap sensus cenderung berbeda untuk masing-masing lokasi sens!s. Mac Kincon &in '!'um.udji.(1980> yang mengadakan sensus anoa di Cagar Alam Tangkoko, Propinsi Sulawesi Utara (Luas wilayah 8718 hektar), mengungkapkan bahwa kepadatan populasi anoa di belahan timur kawasan itu adalah 0,5 ekor/km2 setara dengan 0,005 ekorlha. Sedangkan Mustari (1996) yarlg melakukan sensus anoa di Tanjung Amolengo, Sulawesi Tenggara (Luas wilayah 500 hektar) mengungkapkan hasil penelitiannya dengan kepadatan populasi anoa adalah 1,6 ekor/km2 atau setara dengan 0,016 ekorlha.

MacKinnon dan Turmudji (1980) mengungkapkan bahwa kepadatan populasi berhubungan dengan daya dukung lingkungan dari

' habitat satwa tersebut. Alikodra (1983)

mengeniukakan nilai kepadatan populasi dalam suatu kawasan merupakan hasil proses penyesuaian antara satwa dengan lingkungannya dalam lial persaingan, menghindarkan diri dari serangan pemangsa, pergerakan, reproduksi, dan penyakit.

Dalani penelitian ini faktor-faktor yang dianggap tiie~npengaruhi kelimpalian populasi anoa adalah kondisi musim, gangguan habitat, dan

kelimpahan sumber daya lingkungan. Faktor musim selama bulan Mei, Juni, dan Juli dianggap sangat mempengaruhi kelimpahan populasi dalam lokasi. Selama musim kering frekuensi jejak kaki anoa yang ditemukan di tepian sungai mengalatni peningkaran. Sebaliknya dimusim hujati meluaptiya sungai-sungai besar dalam lokasi menyebabkan anoa cenderung tnenjauhi daerali sungai, sehingga jejak kaki anoa sangat jarang ditemukan. Diduga aktifitas ini dilakukan anoa adalah untuk minum. Alikodra (1990) melaporkan kasus yang sama pada perilaku banteng (Bos javanicrrs) dan rusa (Ce~vris tinlorensis) di Taman Nasional Baluran, dimana pola pergerakan harian cenderung mengalami pembahan di musim kering dan hujan. Selain itu faktor keamanan habitat dianggap juga melnpengaruhi keberadaan populasi anoa. Dalam Tabel 5 junilah populasi anoa selama bulan Juli di blok Pinomonua cenderung niengalami penurunan. Aktivitas penebangan pohon dan perburuan dari para perotan dalam lokasi telah menyebabkan terganggunya kehidupan satwa. Rusaknya habitat satwa pada akhirnya akan lnenyebabkan ~nigrasi satwa meninggalkan lokasi.

Dalam kedua jalur transek tersebut, di setiap Iokasi menunjukkan variasi kepadatan populasi yang jauh berbeda. Dalam jalur transek yang berada di tepian kubangan terlihat nilai dugaan kepadatan populasi yang cukup tinggi, jika dibandingkan jalur hansek scpanjang sungai dan <..-'.I:

bukit. Sedangkan dalam jalur sungai dan bukit, anoa mengunjungi tempat-tempat tersebut hanya pada waku-waktu tertentu.

2. Struktur umur dan kelamin

Hasil analisis populasi pada anoa (Tabel 5) di Sungai Tolinggopoto terlihat kondisi populasi yang tidak sehat, yaitu jantan dewasa (n=60), betina dewasa (n=29), dan tidak diketahui' kelami~lnya (n=8). Berdasarkan nilai rasio kelamin jantan berbanding betina diperoleh rasio 2 : 1. Nilai ini menunjukkan peluang satu ekor betina untuk dikawini dua ekor jantan. Berdasarkan tingkat umur anoa di Sungai Tolinggopoto terlihat shuktur umur populasi yang tidak sehat, yaitu anoa dewasa (n=96), niuda (n=50), dan anak (n=3). Nilai rasio satwa dewasa terhadap satwa muda dan anak adalah 2 : 1. Nilai ini menunjukkan perbandingan anoa dewasa yang lebih tinggi dari anoa muda dan anak.

(25)

tersebut akan terjadi dewasa terhadap saiwa muda anggota rerdiri dari sebagian besar anoa-anoa tua dan anak adalah 2 : I . Nilai ini menunjukkan dan sebagian kecil anoa muda.

perbandingan anoa dewasa yang lebih tinggi dari Dengan rnengamati rasio kela~nin dan umur anoa muda dan anak. persaingan keras diantara populasi anoa dataran rendah di sungai anoa jantan untuk memperebutkan seekor betina. Tolinggopoto yang tidak normal belum Rendahnya jumlah anoa betina dari jantan juga rnenggambarkan keadaan populasi yang ,

telah menyebabkan rendahnya angka kelaliiran sebenarnya, karena tidak adanya data pembanding dalam populasi. Jumlah anoa muda yang rendall kondisi populasi pada tahun-tahun sebelumnya. menunjukkan kondisi yang tidak sellat dalam Namun demikian, data tersebut merupakan data populasi. Odum (1973) mengemukakan dalam pendahuluan untuk menganalisis perkembangan suatu populasi yang menurun struktur umur populasiselanjutnya.

Tabel 5. Daftar sensus populasi anoa dataran rendab berdasarkan metode foolpri171 count di Sungai Tolinggopoto

Tabel 6. Kepadatan populasi anoa datpran rendah di Sungai Tolinggopoto, Pinogu

1 . Kuning 1360 1,36 1 20,Yb

2. Matamala 1130 1.13 59,s 52,9

3. 4.

Pinomonua Ombulo

768 1160

0,768 1.16

17

I

22,l [image:25.608.77.520.158.616.2]
(26)

3. Ukuran dan Kdmposisi kelonipok

Dala~n Gainbar 3 terlihat ukuran kelompok atioa bervariasi dari 1-4 ekor, yang meliputi satu ekor (n=79), dua ekor ( 1 ~ 4 4 , tiga ekor (n=22), dan ellipat ekor ( ~ 3 ) (Lampiran 6). Hasil ini menunjukkan tingginya hkuensi individu soliter pada anoa. Kelotiipok sosial anoa memperlihatkan variasi kornposisi antar kelompok yaitu jejak satu ekor anoa terdiri dari jantan dewasa, betina dewasa, atau anoa tnuda. Pada kelompok anoa dua ekor terdiri dari pasangan jaotan dan betina dewasa, atau betina dewasa dan anak. Dalam kelompok anoa tiga ekor terdiri dari pasangan jantan dan betina dewasa serta anak, atau betina dewasa dan kedua anak. Sedangkan dalatn kelompok ellipat ekor terdiri dari anoa jantan dan- betina dewasa, serta kedua anaknya.

Perilaku soliter anoa merupakan perilaku yang cukup unik berbeda dari kelotnpok genus Bubalus lainnya. Dalam genus Btrbalus kelompok cenderung liidup dalam ukuran yang besar. Diantaranya adalah kerbau air Asia (Bzrbalus bubalis) yang hidup berkelompok dengan jumlah 20-35 ekor, demikian pula kerbau rawa (Bubalus ornee) yang hidup berkelompok puluhan sampai ratusan ekor (Grizmek, 1990).

Perilaku soliter anoa diduga merupakan

pols

adaptasi satwa terliadap lingkungannya yang telali ~iiengalami gangguan manusia. Dalam habitat yang berbatasan langsung dengan perkebunan dan peniul;it;ion nianusia a i i ~ keluar pada inalam hari

baik secara soliter atau kelompok kecil (Syam, 1977, Mustari, 1995). Perilaku anoa soliter menunjukkan ketniripan dengan perilaku kerbau liar Filipina yaitu Tamarao (Bubalus mindorensis). Kerbau tamarao biasa hidup soliter atau dalam kelompok kecil p n g berjulnlah sampai enam ekor

Gambar 3. Ukurati kelompok anoa dataran rendah di 7--

-dalatn hutan-hutan Filipina yang berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk (Grizmek, 1990). Mustari (1996) juga menduga perilaku soliter anoa berhubungan dengati karakteristik habitat anoa dalam hutan primer yang rapat dengan vegetasi bawah, sehungga satwa sulit untuk membentuk kelompok besar.

Perilaku berkelompok dua ekol- pada anoa jantan dewasa bersama pasangan betinanya berlangsung hanya selatna musi~n kawin (Mustari, 1995). Perilaku monogami anoa adalah strategi yang sangat langka ditetnukan pada satwa ungulata (Taman Safari, 1996). Perilaku berkelompok dua atau tiga ekor juga ditemukan pada induk betina bersama anaknya. Menurut Grizmek (1990) dalatn keluarga Bovidae induk betina liidup bersama anak sampai berumur dewasa.

Perilaku berkelompok dengan jumlah enipat ekor merupakan kelompok sosial terbesar yang ditemukan dalam penelitian ini. Meijer (1983) dalam Whitten (1987) menemukan ukuran kelornpok terbesar anoa yang pernah ditemukan adalah lima ekor dalam suatu ekspedisi di Gunung Nokilalaki (Sulawesi Tengah).

Dalam penelitian ini identitikasi kelompok sosial anoa didasarkan pada jumlah jejak yang ditemukan Jejak kelompok yang ditemukan umumnya berada dalam satu lintasan yang digunakan bersama, ha1 ini ditunjukkan dari jejak yang saling tumpang tindih atau saling berdekatan. h1us;ai.i (19SG) yang mengamati perilaku sosio- ekologi anoa di Tanjung Amolengo (Sulawesi Tenggara) mengemukakan bahwa jejak anoa yang saling tumpang tindih menunjukkan perilaku anoa yang cenderung tidak memiliki wilayah jelajah testentu.

Sungai Tolinggopoto, Pinogu.

.l

j Komposisi Kelornpok (ekor)

I

[image:26.605.75.498.521.713.2]
(27)

I-iabitat

Dari Tabcl 7 komponen liabitat anoa dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Faktor fisik 1 lklitn

Selama tiga bulan penelitian wilayall hutan Pinogu mengalami dua musim kering dan sekali rnusim hujan. Curah hujan rata-rata perbulan dari Januari hingga Juni adalah 210 mm. Temperatur harian rata-rata adalali 21,l O C di pagi hari dan

28,3 O C di siang hari (Lampiran I I). Musim hujan beslangsung selama bulati Mei dan Juli, sedangkan musim kering berlangsung di bulan Juni. Selan~a musim kering curah hujan cukup rendah yaitu 95 mmlbulan dan temperatur harian yang tinggi adalah 28 OC. Di musim hujan ditandai dengan curah hujan yang tinggi yaitu 264 tnmlbulan dan te~nperatur yang rendah 24,2 OC.

Pergerakan harian anoa senantiasa berubah bergantung keadaan musim. Di musin1 kemarau anoa sangat aktif bergerak mendatangi sungai- sungai besar yang tidak inengalami kekeringan. ditnana jejak anoa sangat mudah ditemukan di tepian sungai. Dalatn satu kesempatan di musim ketnarau seekor anoa jantan muda ditemukan sedang minum air pada pukul 11.00 WITA. Sebaliknya Syatn (1977) tnelaporkan ' d i Cagar A l a n Tangkoko (Sula.rvesi Utara) bahwa selama musim hujan anoa tetap berada dalam hutan dengan minum air hujan yang tertampung dari banir-banir pohon.

2 . Topografi

Topograii kawasan yang bervariasi dengan kombinasi dataran rata, bergelombang, dan berbukit. Ketinggian lokasi merentang dari 280 meter sampai 610 meter dari permukaan laut. Lokasi habitat anoa terutama ditemukan pada kawasan berbukit dengan lereng-lereng yang curam. Pemilihan lokasi ini diduga merupakan strategi anoa untuk menghindari serangan predator.

Arah pergerakan anoa dalam lintasan yaitu menaiki dan menumqi perbukitan. Seringkali ditemukan jejak anoa saling tumpang tindih satu sama lainnya dalam lintasan tanah berlumpur berbentuk parit kecil. Dafam usaha memetakan jalur lintasan satwa ditemukan kesulitan tnenghadapi kondisi topografi medan dengan bukit- bukit terjaL

3. Air dan mineral

Dalam lokasi studi banyak dialiri sungai-sungai besar dan kecil yailg berasal dari kompleks pegunungan di sekitar kawasan. Dengan sungai

utama yaitu sungai Bone dan anak-anak sungai lainnya Bulawa, Tolinggopoto, Moloti dan Butahu.

Sungai-sungai ini bertetnu dengan sumber- sumber mineral yang berasal dari dalam bumi yang kaya kandungan garam-garam mineral dari dalam bumi. Dari analisis kualitas air pH normal sungai adalah 6. Perubahan nilai pH terjadi dalam setiap musim dimana pH terendall 5 dicapai dimusim hujan dan pH tertinggi S selama musim kering. Air sungai telali bercampur dengan air yang sudah ~nengandung mineral.

Anoa seringkali mendatangi sungai-sungai i t i i

intuk memenuhi kebutuhan mineralnya. Clayton (1996) melakukan pengamatat~ babirusa dan anoa yang mendatangi sungai-sungai di hutan Paguyaman (Propinsi Gorontalo), menemukan kandungan mineral-mineral yang tinggi dalam air sungai yang diminum tersebut. Anonimous (1979) dan Wirawan (1981) dalam Whine11 (1987) menganalisis air sungai di Sulawesi tengah menemukan kandungan mineral dalam sungai- sungai yang diminum satwa sama dengan kandungan sumber mineral dari panas bumi.

Anoa seringkali mendatangi sungai-sungai kecil yang berada di daerah hulu. Pertemuan langsung dengan seekor anoa jantan muda d i aliran sungai Pinomonua pada pukul 11.00 WITA. yang tatnpak sedang minum air di tepian sungai. Pada saat musim kering anoa nlendatangi sungai-sungai besar untuk turun minum.

4. Sarang

Dalam obsewasi habitat di seluruh blok pengamatan ditemukan tempat-tempat tertentu yang sering dikunjungi anoa sebagai sarang perlindungan. Sarang ini umumnya digunakan anoa sebagai tempat untuk berteduh pada saat hari hujan atau sekedar beristirahat. Sarang ini mempunyai bentuk yang bervariasi yaitu seperti bentuk gua tanah, pohon tumbang dan batu-batu besar (Tabel 9). Seluruh sarang tersebut berjumlah empat sarang yang menyebar secara merata di semua lokasi pengamatan, kecuali di blok Ombulo.

(28)

I'ohon-pol1011 besar yang lnenjadi sarang anoa adalah pohon tua yang tumbang dan berlubang. I'ohon yang tumbang akan mengalami proses pelapukan sehingga lainbat laun menjadi berlubang. Proses terbentuknya lubang ini dipercepat kebiasaan arioa yang suka menggosokkan tanduknya pada pohon ini. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya bekas gosokan tandok anoa pada sebuali pangkal pohon yang baru saja tumbang. Sarang pohon yang telah tumbang ditemukan berada di blok Kuning dengan diameter

I meter dan panjang S meter.

Sebuah sarang juga sering digunakan anoa adalah sarang yang tersusun dari bebatuan besar. Anoa sering menggunakan ruang kecil di bagian bawah tumpukan bebatuan ini sebagai telnpat berteduh. Sarang bebatuan ini ditemukan hanya pada satu lokasi yaitu di blok Matamata.

Sarang anoa umulnnya ditemukan berada pada lereng-lereng yang relatif curam pada daerah berbukit. Pemilihan lokasi ini diduga lnerupakan suatu strategi perlindungan yang dilakukan anoa . untuk menghindari diri dari predatomya. Syam (1977) melaporkan di Cagar Alam Tangkoko anoa sering ditemukan berlindung di tebing-tebing gunung dan gua-gua kecil.

Dalam observasi lapang di tepian sungai Kuning ditemukan tumpukan dedaunan yang digunakan anoa sebagai sarang untuk melahirkan. Sarang dibangun oleh tumpukan dedaunan di bnwah czilngan pohon ombulo (Livisonia rotm~difolia).

5. Kubangan

Dalam observasi habitat di lokasi kubangan ditemukan tnnda-tanda yang ditinggalkan anoa. Kubangan ini terbentuk karena sering digunakan oleh satwa, sehingga akhirnya menjadi besar dan membentuk kubangan. Kubangan anoa terdiri dari dua bentuk yaitu kubangan lu~npur dan kubangan mineral (Tabel 9).

Kubangan berlumpur berasal dari genangan air hujan yang sering digunakan anoa untuk berlumpur, karena sering digunakan bergantian genangan air tersebut akhirnya menjadi kolam lumpur. Kubangan memiliki sttuktur dinding- dinding tanah liat dengan sisi halus yang digunakan untuk menggosokkan kulitnya. Kuhangan ini banyak ditemukan pada lereng-lereng bukit-bukit yang curam. Kubangan anoa mempunyai bentuk dan struktur yang bervariasi berbentuk bulat;elips, dan persegi panjang. Kubangan ini mempunyai ukuran yang bervariasi dengan diameter 1-4 meter. Kubangan ini ditemukan secara merata di semua

lokasi pengalnatan. Di blok Mata~nata ditemukan I kubangan lumpur pada tiga lokasi, di blok Ombulo

kubangan tanah ditemukan pada satu lokasi, di blok Pinomonua ditemukan kubangan lumpur pada tujuh lokasi, dan di blok Kuning kubangan lumpur ditelnukan pada satu lokasi.

Kubangan mineral terbentuk dari sumber mineral yang berasal dari dalam bumi. Kolam mengandung lumpur hangat dan air panas yang digunakan anoa membersihkan tubuhnya. Dalam pengukuran temperatur kubangan dicatat pada kisaran 37 C

-

44,s O C. Kubangan ini banyak

ditemukan di tepian sungai. ' Kubangan mineral

ditemukan hanya dua tempat yaitu tiga lokasi di blok Kuning dan dua lokasi pada blok Ombulo.

Dalam membangun kubangan lu~npur anoa ~nenyesuaikan bentuk kubangan dengan topografi lokasi seperti bentuk lereng atau dataran. Beberapa kubangan dite~nukan memiliki struktur bertingkat mengikuti kontur lereng. Kubangan anoa juga dilengkapi dengan tumbuhan pelindung. diantaranya yaitu tombito (Licunla celebica) dan topu (Sulrria caulifora).

Clayton (1996) mengamati anoa di Paguyaman (Gorontalo) menemukan bahwa anoa akan datang berkunjung ke kubangan mineral setelah pukul 17.00 sore hari. Perilaku berkubang anoa sangat bergantung keadaan musim. Selama musim hujan kubangan-kubangan banyak dikunjungi anoa dari banyaknya jejak yang ditemukan.

Perilaku bzrknbang lnerupakan periiaku yang .' cukup umum dilakukan dalam keluarga kerbau (Bubalus sp.). Perilaku berkubang bertujuatl untuk membersihkan tubuh sahva dari serangan serangga (Grizmek, 1990). Dalam penelitian ini diidentifikasi satu jenis ektoparasit yang ditemukan pada tubuh anoa. yaitu Amblyomma tesfudinariunr. C.L. Koch. Genus parasit Amblyomma umumnya ditemukan menempati hutan tropis yang lembab. Parasit ini ditemukan pada daerah sekitar perut dan punggung satwa dengan jumlah 20-30 ekor. Parasit ini juga ditemukan pada tubuh babimsa yang sering memanfaatkan kubangan bersama dengan anoa.

b. Faktor biotik 1. Vegetasi

(29)

Dalani 'Tabel 7 ditemukan 6 jenis pohon dengan nilai penting tertinggi secara berurutar~ adalah buhio (Ficus variegalus) yaitu NP= 15,17 ;

bulangato (Nephelitmi lappaceun~) yaitu NP= 9,81 ; dan wondami (Diospyrospilosanlhera) yaitu NP= 9,81. Nilai ini menunjukkan sangat rendahnya nilai penting untuk tiap-tiap jenis tumbuhan dimana taopa ada jenis yangdominan.

Ko~nposisi jenis tumbuhan bawah dengan nilai penting tertinggi adalah topu (Sauria cauliflora) yaitu NP= 49,62 ; buhio (Ficus variegalirs) yaitu NP= 18,62. ; paku (Nephrolepis spp.) yaitu NP= 14,47. Nilai ini menunjukkan jenis dominan adalah topu yang merupakan jenis perdu di lantai liutan.

Mac Kinnon (1981) mengemukakan bahwa tipe hutan tropis dataran rendah dalam taman nasional niemiliki keragaman jenis pepohonan yang tinggi tanpa ada jenis dominan. Habitat kaya dengan jenis pcpohonan tinggi berukuran 20 sa~npai 35 meter dengan tajuk yang kecil dan khas. Beberapa jenis pobon tumbuh mengelompok dalam lokasi seperti pobon kayu inggeris (Eucolypr~rs deglupla) yang tumbuh di tepian aliran sungai. Sedangkan di lantai hutan vegetasi tersusun dari tumbuhan bawah terutaa dari jenis-jenis rotan seperti Calar17us. Daemonorops, serta bkberapa Korlhalasia (Ditjen PHPA, 1994).

Dari hasil analisis habitat ditemukan dua jenis tumbuhan yang mempunyai nilai ekologis penting

Tabel 7. Jenis vegetasi dengan Nilai Penting tertinggi

dalam aktivitas anoa yaitu topu (Sauraia caulflora) dan ombulo (Livis~onia rolundfolia). Jenis topu merupakan perdu yang tumbuh mendominasi lantai hutan. Diduga jenis perdu ini digunakan anoa sebagai alat penyamaran dari predator pada saat mengadakan pergerakan. Pohon pinang on~bulo merupakan jenis famili l'nlmae berdaun lebar yang tumbuh menyebar dalam berkas kelompok. Jejak anoa ditemukan banyak mengumpul di bawah pohon pinang ombulo. Tumbuhan ini digunakan sebagai naungan anoa pada saat beristirahat di puncak-puncak bukit. Pohon pinang ombulo terutama ditemukan pada blok Matamata, Pinomonua dan Ombulo.

Daerah cover dalam hutan primer dengan tumbuhan bawah yang rapat berperan sebagai tempat perlindungan satwa pada saat istirahat, menghadapi cuaca buruk, atau sebagai tempat persembunyian dari gangguan musuh-musuhnya. Dengan temperatur dan kelembaban yang tinggi dalam habitat anoa mampu meriyesuaikan diri secara fisiologis.

Mustari (1997) mengemukakan bahwa hutan lebat berfungsi sebagai pelindung (cover) bagi anoa. Selanjutnya ia juga mengemukakan perilaku anoa yang menyukai habitat yang terbuka pada saat mencari makan. Pada daerah yang relatif terbuka anoa dapat memenfaatkan banyak jenis tumbuhan bawah seperti semak, herba dan perdu.

(30)

2. Makanan

Dalam observasi habitat pada ke empat blok pengamatan dite~iiukan 46 jenis tumbuhan yang dikonsumsi anoa sebagai pakan. Jenis-jenis pakan anoa tersebut sangatlah bervariasi meliputi buah- bbahan, herba, paku-pakuan datl ruliiput (Lampiran 8). Bagian-bagian tumbulian yang dimakan meliputi buah 26 jenis (56.52 %). daun 22 jeois (47.83 %), dan batang yang diniakan bersaoia daun 7 jenis (15.2 %). Jenis-jenis pakan ioi umumnya ditemukan menyebar secara tnerata dalam seluruh lokasi. -

Jenis buali-buahan yang dikonsumsi anoa adalah buhio (Ficlrs variegarus), poli (Qiierciis abaida~uotiii), gesengo (Aglaio elliprica) dan pangi (Pangitin1 edi~le)). Beberapa jenis buah-buahan lainnya berasal dari tumbulian semak adalah seperti tombito (Licuala celebica) dan momali (Anlidesrna sp.). Jenis buah-buahan ini setelah matang akan jatuh di lantai hutan dan inenjadi pakan anoa.

Beberapa jenis herba yang dikonsu~nsi anoa adalah topu (Sauria cauliJora), taginabala (Musa paradisiaca), dan toputo (Ciirci!nla sp.). Bagian- bagian tumbuhan yang umumnya dikonsumsi anoa adalah daun-daun muda, selain itu anoa ditemukan juga mengkonsumsi bagian batang tanaman yang kandungan aimya banyak.

Pakan anoa dari jenis-jenis rerumputan dan paku-pakuan yang menyediakan banyak hijauan adalah tombalo (Iniperata qlindrica): dan paku- pakuaii (::ephrolrpis sp, dan Selagiriella wildernondi). Jenis-jenis ini umumnya ditemukan pada daerah terbuka di sepanjang tepian sungai.

Mustari (1997) mengemukakan bahwa sebagai herbivora, anoa lebih bersifat sebagai "pemakan semak" (browser) dari pada sebagai pemakan rumput (grazer). Perilaku ini dibuktikan dengan pengamatannya terhadap perilaku makan anoa di Kebun Binatang Ragunan yang lebih menyukai mengkonsumsi makanan campuran daripada makanan tunggal. Mustari (1995) mengamati kebiasaan anoa di Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo menemukan 33 jenis tumbuhan yang mencakup pohon, semak, perdu, dan herba.

Dalam memilih makanan anoa lebih menyukai jenis-jenis pakan yang diduga mengandung kadar air tinggi. Mustari (1997) menyelidiki kandungan nutrisi dalam pakan anoa di Kebun Binatang Ragunan menyimpulkan bahwa anoa cenderung memilih makanan yang berserat kasar rendah, kandungan air relatif tinggi, dan aroma yang tidak mencolok. MacKinnon dan Turmudji (1980) yang mengadakan survey Satwa liar di Cagar Alain Tangkoko (Propinsi Sulawesi Utara) menetnukan

perilaku anoa yang secara teratur menlakan buah- buahan. Whitten (1987) liienganalisis cuplikan tinja anoa di Gunung Rantemario menemukan jumlah lumut yang sangat besar dalam kotoran tersebut. Dugaan bahwa anoa tnernakan lumut juga diperoleh dari adanya pengam

Gambar

Gambar 2. tioieksi spesilnen anoa dataran rendah d a r ~  Pinogu
Tabel 5. Daftar sensus populasi anoa dataran rendab berdasarkan metode foolpri171 count di Sungai
Gambar 3. Ukurati kelompok anoa dataran rendah di
Tabel 8. Kondisi habitat <noa dataran rendah di Sungai Tolinggopoto, Pinogu.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dapatan kajian menunjukkan tahap pengetahuan, sikap dan kemahiran guru-guru sejarah terhadap penggunaan kaedah inkuiri penemuan dalam proses pengajaran dan

Berdasarkan kerangka penelitian sebelumnya yang menjadi acuan oleh peneliti, peneliti mengkaji bagaimana pengaruh Citra Merek, Iklan, Promosi Penjualan, dan Personal

Untuk menunjang keefektifan dalam penanaman nilai kepahlawanan diperlukan banyak hal yang dapat dilakukan oleh warga sekolah, efektifitas penanaman nilai kepahlawanan pada

Dari tabel 3.9 dapat diketahui jawaban dari 100 responden terhadap Empaty dilihat dari ³ Komunikasi para karyawan yang baik sehingga dapat dengan mudah

Sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa yang bersifat estetik (dalam arti seni), hasilnya

Bahwa kekuatan hukum surat keterangan tanah Kepala Desa dalam transaksi jual beli tanah ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil memiliki status tidak bekerja (sebagai ibu rumahtangga saja), tidak tamat SMP, berdomisili di kawasan Jawa-Bali dan di

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut; (1) Corporate Social Responsibility memiliki hubungan yang sangat kuat, searah dan signifikan