SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh: DINDA LEO LISTY
C0203019
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
ii
NOVEL ULAR KEEMPAT
KARYA GUS TF SAKAI:
Sebuah Analisis Struktural
Disusun oleh: DINDA LEO LISTY
C0203019
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing
Drs. Wiranta, M.S. NIP 131569263
Mengetahui
Ketua Jurusan Sastra Indonesia
iii
Sebuah Analisis Struktural
Disusun oleh DINDA LEO LISTY
C0203019
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal 20 April 2009
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag.
NIP: 131859875 ………...
Sekretaris Dra. Chattri Sigit Widyastuti
NIP: 132086961 ………...
Penguji I Drs. Wiranta, M.S.
NIP: 131569261 ………...
Penguji II Asep Yudha Wirajaya, S.S.
NIP: 132300849 ………...
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
iv
PERNYATAAN
Nama : Dinda Leo Listy NIM : C0203019
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul, “NovelUlar Keempat Karya Gus Tf Sakai: Sebuah Analisis Struktural” adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 20 April 2009 Yang membuat pernyataan,
v
“Jangan ditunda lagi semua harus sekarang. Bunyi ketuk di pintu cuma sekali datang. Terbuang siang malam waktu bukan cuma uang” (Kalimat dalam lirik lagu Brokenheart Blues karya The Brandals) “Tapi ku tidak pernah menyerah, pantang diulang tadahkan tangan.
vi
PERSEMBAHAN
vii
Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan kasih-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Novel Ular Keempat Karya Gus Tf Sakai: Sebuah Analisis Struktural” ini dapat diselesaikan. Proses penyusunan skripsi ini tidak luput dari kesulitan dan hambatan. Namun, berkat bantuan, bimbingan, dan doa dari berbagai pihak dengan disertai usaha keras, akhirnya peneliti dapat menyelesaikannya. Dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.
1. Drs. Sudarno, M.A. Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan menyelesaikan skripsi.
2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah menyetujui penyusunan skripsi ini.
3. Drs. Wiranta, M.S. Pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran dan perhatian senantiasa memberikan bimbingan dan semangat demi terwujudnya skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, khususnya Jurusan Sastra Indonesia, yang telah memberikan ilmu dan wawasan yang sangat berguna bagi peneliti.
viii
6. Ayah dan Ibu yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa bagi peneliti. Semoga Allah SWT berkenan memberikan kesempatan bagi peneliti untuk membuat mereka bangga.
7. Mas Risa dan Mbak Febri yang telah memberi warna bagi kehidupan peneliti. 8. Dik Icha ’06 yang tidak henti-hentinya memberi semangat kepada peneliti
untuk terus melangkah.
9. Keluarga besar X-Fire (Mas Adek, Mas Anton, Mas Tomo, Mas Narto, Mas Odik, Aank, Fendi, Galih, Wisnu, Yulfi, Toni, Reno, Ike, dan semua sahabat di sana) yang memberi ruang kepada peneliti untuk tumbuh.
10. Mujibar Nugroho, Taufiq, Ari, Bambang, Nasir, Nanang, Azis, Khodiq, Rudi, Marwan, Hartanto, Ika, Maria, Riza, Atin, Retno, dan teman-teman Sastra Indonesia 2003 yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. Terima kasih atas persahabatan yang telah diberikan kepada peneliti selama ini.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menyadari bahwa masih banyak kelemahan dan tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik kepada peneliti sangat diharapkan. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti secara pribadi, jurusan sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, 20 April 2009
ix
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR LAMPIRAN... xii
ABSTRAK ... xiii
BAB I PENDAHULUAN
... 1A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan Masalah... 5
C. Perumusan Masalah... 6
D. Tujuan Penelitian... 6
E. Manfaat Penelitian... 7
F. Sistematika Penelitian... 7
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
... 8x
B. Landasan Teori... 10
1. Fakta Cerita ... 10
a. Alur... 11
b. Karakter ... 12
c. Latar... 13
2. Tema ... 14
3. Sarana Sastra ... 15
a. Judul ... 15
b. Sudut Pandang... 16
c. Gaya dan Tone... 17
4. Hubungan Antarunsur... 17
C. Kerangka Pikir ... 18
BAB III METODE PENELITIAN
... 20A. Metode Penelitian... 20
B. Pendekatan ... 20
C. Objek Penelitian ... 21
D. Sumber Data... 21
E. Teknik Pengumpulan Data... 21
F. Teknik Analisis Data ... 21
G. Teknik Penarikan Kesimpulan ... 22
BAB IV ANALISIS
... 23A. Fakta Cerita ... 23
xi
1.3 Plausibilitas ... 37
1.4 Konflik-Konflik... 41
1.5 Konflik Utama dan Klimaks Sentral ... 50
2. Karakter... 52
2.1 Karakter Utama ... 53
2.2 Karakter Bawahan ... 56
2.3 Perkembangan dan Perubahan Watak Karakter... 61
2.4 Motivasi Karakter... 63
3. Latar ... 66
3.1 Latar Tempat ... 66
3.2 Latar Waktu... 68
3.3 Latar Sosial ... 75
3.4 Atmosfer ... 79
B. Tema ... 83
1. Tema Sentral ... 83
2. Tema Bawahan ... 84
C. Sarana Sastra ... 86
1. Judul... 86
2. Sudut Pandang ... 87
3. Gaya dan Tone... 91
xii
1. Hubungan Alur dan Tokoh... 95
2. Hubungan Latar dan Alur ... 97
3. Hubungan Tokoh dan Latar ... 97
4. Hubungan antara Tema dengan Alur, Tokoh, dan Latar ... 98
BAB V PENUTUP
... 100A. Simpulan ... 100
B. Saran ... 103
DAFTAR PUSTAKA... 104
xiii
Dinda Leo Listy. C0203019. 2009. Novel Ular Keempat karya Gus Tf Sakai: Sebuah Analisis Struktural. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) fakta cerita dalam novel Ular Keempatyang terdiri atas alur, tokoh, dan latar, (2) tema dalam novel Ular Keempat, (3) sarana sastra dalam novel Ular Keempat yang terdiri atas judul, sudut pandang, gaya, dan tone (4) hubungan antarunsur yang terdapat dalam novel Ular Keempat.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan fakta cerita dalam novel Ular Keempat yang terdiri atas alur, tokoh, dan latar, (2) mendeskripsikan tema dalam novel Ular Keempat, (3) mendeskripsikan sarana sastra dalam novel Ular Keempat yang terdiri atas judul, sudut pandang, gaya, dan tone, (4) mendeskripsikan hubungan antarunsur yang terdapat dalam novel Ular Keempat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural Robert Stanton. Objek penelitian ini adalah unsur-unsur struktural, baik yang berupa fakta cerita (alur, karakter, dan latar), tema (tema sentral dan tema bawahan), sarana sastra (judul, sudut pandang, serta gaya dan tone), dan hubungan antarunsur (hubungan alur dan karakter, hubungan latar dan alur, hubungan karakter dan latar, hubungan antara tema dengan alur, karakter, dan latar). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Ular Keempat karya Gus Tf Sakai dengan tebal 196 halaman, diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas pada Oktober 2005, sebagai cetakan pertama. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pustaka. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui beberapa tahap, yaitu tahap deskripsi, tahap klasifikasi, tahap analisis data, tahap interpretasi, dan tahap evaluasi data. Teknik penarikan kesimpulan menggunakan teknik penarikan simpulan induktif.
xiv
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra diasumsikan sebagai fenomena yang memiliki struktur yang
saling terkait satu sama lain. Struktur tersebut memiliki bagian yang kompleks,
sehingga pemaknaan harus diarahkan ke dalam hubungan antarunsur secara
keseluruhan (Suwardi Endraswara, 2003:49). Unsur-unsur pembentuk karya sastra
meliputi alur, latar, penokohan, tema, dan lain-lain. Unsur-unsur tersebut akan
membentuk satu kesatuan yang utuh. Rachmad Djoko Pradopo (1993:118—119),
menyatakan bahwa “karya sastra merupakan sebuah struktur, yang merupakan
susunan bangunan yang bersistem, antara unsur yang satu dan yang lain
menunjukkan hubungan timbal balik dan saling menentukan. Keutuhan unsur
dalam karya sastra bukan hanya merupakan kumpulan benda yang berdiri sendiri,
melainkan yang saling terkait.”
Salah satu bentuk karya sastra berupa novel. Novel merupakan karya
sastra yang dibangun melalui berbagai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Unsur
instrinsik bersumber pada teks sastra itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik
berasal dari sumber-sumber di luar karya sastra. Unsur-unsur tersebut akan
membangun novel secara totalitas. Burhan Nurgiyantoro (2005:4), menyatakan
bahwa “novel sebagai sebuah karya sastra menawarkan sebuah dunia yang berisi
model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun melalui
berbagai unsur instrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar,
2
Sudjiman (1988:53), juga menyatakan bahwa “novel adalah prosa rekaan yang
panjang dengan menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian
peristiwa dan latar secara tersusun.”
Novel Ular Keempat (selanjutnya disingkat UK) karya Gus Tf Sakai
merupakan sebuah novel yang mengangkat persoalan penting tentang motivasi
seseorang dalam menunaikan ibadah haji. Persoalan ini dikemas dalam cerita yang
diangkat dari fakta sejarah seputar kisruh perjalanan haji tahun 1970. Novel UK
dapat dinikmati oleh berbagai generasi karena memungkinkan pembaca
memahami satu pengalaman manusia, yaitu tentang pergulatan spiritual seseorang
ketika berhaji. Terlepas dari itu semua, novel UK dapat dikatakan sebagai novel
yang tergolong unik dari unsur instrinsiknya. Keunikan yang menyebabkan novel
ini menarik untuk diteliti adalah sebagai berikut.
Pertama, novel UK selalu menyertakan penanggalan dalam setiap
pergantian peristiwa. Penanggalan tersebut membuat novel UK seolah merupakan
catatan perjalanan dari tokoh utama. Hal itu terlihat pada usaha tokoh utama untuk
merekonstruksi fakta-fakta dalam tragedi perjalanan haji tahun 1970. Selain
menggunakan bentuk catatan perjalanan, pengisahan novel UK juga dilakukan
dengan memutar kembali ingatan tokoh utama. Ingatan-ingatan tokoh utama
menyebabkan cerita bersesakan dengan berbagai latar peristiwa, keadaan sosial
politik, peristiwa PRRI, romantisme kampung halaman, rindu dendam, dan juga
persoalan demokrasi yang ada di Minangkabau. Banyaknya bahan yang menyusun
alur novel UK menyebabkan fokus pada cerita utamanya sulit disimpulkan. Maka
dari itu, dibutuhkan kecermatan pembaca untuk dapat memahami dan menikmati
Kedua, novel UK berbeda dengan novel-novel lain yang lebih sering
menghakimi sifat buruk seseorang melalui tokoh penjahat. Justru melalui tokoh
seorang haji yang secara lahiriah dipandang suci, novel UK mencoba untuk
menunjukkan keburukan mental seseorang. Tokoh utama, Haji Janir, yang di
dalam sepanjang cerita digambarkan memiliki pribadi saleh ternyata masih
terbelenggu oleh setan yang mempengaruhi motivasinya dalam melakukan segala
sesuatu. Hanya demi kebanggaan tokoh Haji Janir rela berhaji berkali-kali
sementara orang-orang di sekitarnya masih kekurangan. Watak dan tingkah laku
tokoh utama yang bertentangan ini menjadikan novel UK seolah menceritakan
kehidupan manusia yang sesungguhnya.
Ketiga, novel UK berbeda dengan novel lain yang juga bercerita tentang
peristiwa haji, misalnya novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Hamka.
Peristiwa haji dalam novel Di Bawah Lindungan Ka'bahhanya berfungsi sebagai
latar cerita untuk menyajikan kisah cinta antara Hamid dan Zainab. Sedangkan
dalam novel UK, peristiwa haji digarap lebih serius. Dengan mengangkat fakta
tentang tragedi perjalanan haji pada tahun 1970, novel UK mengenalkan pembaca
pada peristiwa sejarah yang jarang diketahui oleh masyarakat luas. Membaca
novel UK maka pembaca akan mengetahui bahwa kurang seriusnya pemerintah
saat ini dalam menangani masalah haji ternyata sudah terjadi sejak tahun 1970.
Selain itu, dengan menampilkan tujuh kutipan berita tentang tragedi perjalanan
haji tahun 1970, novel UK seolah mengajak pembaca untuk membandingkan
ceritanya dengan realitas yang terjadi.
Keempat, novel UK adalah hasil eksplorasi pengarang terhadap tema yang
4
kehidupan metropolitan bahkan masalah seks. Novel UK mengangkat visi besar,
yaitu bertujuan mengubah pandangan masyarakat tentang ibadah haji. Meski
sekilas terlihat seperti khotbah keagamaan dalam penyampaiannya, namun pesan
yang terkandung dari novel UK mampu menciptakan ledakan dahsyat di benak
pembacanya. Setelah membaca novel UK, pembaca dapat membandingkan
dengan realitas yang terjadi pada masyarakat sekitar sekaligus introspeksi
terhadap motivasi yang selama ini mendasari ibadah yang dikerjakan. Hal itu akan
membuat pesan novel UK tertanam di benak pembaca yang kelak akan hadir
dalam perilaku abstrak atau pun konkret untuk berubah menjadi lebih baik.
Berdasarkan uraian tersebut, analisis novel UK menggunakan pendekatan
struktural. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa karya sastra merupakan totalitas
makna unsur-unsur estetika yang ada di dalamnya. Totalitas itu saling
jalin-menjalin menjadi sebuah makna baru. Teeuw (1984:135), menyatakan bahwa
“analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat,
seteliti, semendetil, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua
anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna
menyeluruh.”
Berangkat dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti novel UK
melalui analisis struktural Stanton. Teori struktural Stanton dirasa cukup detil
untuk membedah tiga unsur pembangun novel UK yakni fakta cerita, tema, dan
sarana cerita. Dari hasil analisis ketiga unsur pembangun novel UK, pembaca
diharapkan dapat mengetahui ketrampilan pengarang dalam penyuguhan cerita.
Penelusuran yang dilakukan peneliti melalui katalog di perpustakaan baik
Universitas Sebelas Maret (tanggal 11 Agustus 2008) dan Universitas Gadjah
Mada (tanggal 12 Agustus 2008), tidak menemukan adanya penelitian terhadap
novel UK melalui analisis struktural Stanton. Kepastian dari hasil penelusuran
tersebut turut menjadi pertimbangan bagi peneliti untuk meneliti novel UK
melalui analisis struktural Stanton.
Berdasarkan hal-hal yang peneliti ungkapkan di atas, maka penelitian ini
mengambil judul Novel Ular Keempat Karya Gus Tf Sakai: Analisis Struktural.
B. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai fakta cerita, tema,
sarana sastra, dan hubungan antarunsur yang terdapat dalam novel Ular Keempat
karya Gus Tf Sakai. Pembahasan fakta cerita dalam penelitian ini dibatasi pada
alur (tahapan alur, hubungan kausalitas dan plausibilitas, konflik internal dan
eksternal, dan konflik utama dan klimaks), karakter (sikap karakter dan motivasi
karakter), dan latar (latar tempat, latar waktu, latar sosial, serta atmosfer) dalam
novel Ular Keempat. Pembahasan tema meliputi tema sentral dan tema bawahan
dalam novel Ular Keempat. Pembahasan sarana sastra dibatasi pada judul, sudut
pandang, serta gaya dan tone dalam novel Ular Keempat. Pembahasan hubungan
antarunsur dibatasi pada hubungan alur dan karakter, hubungan latar dan alur,
hubungan karakter dan latar, hubungan antara tema dengan alur, karakter, dan
6
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
(1) Bagaimanakah fakta cerita dalam novel Ular Keempat?
(2) Bagaimanakah tema dalam novel Ular Keempat?
(3) Bagaimanakah sarana sastra dalam novel Ular Keempat?
(4) Bagaimanakah hubungan antarunsur dalam novel Ular Keempat?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian terhadap novel Ular Keempat mempunyai beberapa tujuan,
yaitu sebagai berikut.
(1) Mendeskripsikan fakta cerita dalam novel Ular Keempat.
(2) Mendeskripsikan tema dalam novel Ular Keempat.
(3) Mendeskripsikan sarana sastra dalam novel Ular Keempat.
(4) Mendeskripsikan hubungan antarunsur dalam novel Ular Keempat.
E.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat secara
teoretis maupun manfaat secara praktis. Manfaat yang dimaksud adalah sebagai
berikut.
1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam
menerapkan teori struktural Robert Stanton sebagai sarana kajian untuk
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
makna yang terdapat dalam novel Ular Keempat, yaitu tentang pentingnya
meluruskan niat dalam beribadah. Melalui penelitian ini pembaca dan
masyarakat pada umumnya diharapkan dapat memahami pesan yang
terkandung dari novel Ular Keempat, yaitu dalam beribadah tidak boleh
ada sedikit pun niat dan kepentingan selain karena Allah.
F. Sistematika Penelitian
Sistematika penelitian dalam penelitian diperlukan agar penelitian dapat
dilakukan secara runtut dan sistematis.
Bab I berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan sistematika penelitian.
Bab II berisi landasan teori mengenai struktur novel yang meliputi alur,
tokoh, latar, tema, judul, sudut pandang, dan gaya dantone.
Bab III berisi metode penelitian yang mencakup metode, pendekatan,
pengolahan data, objek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan
teknik analisis data.
Bab IV berisi analisis struktural dalam novel Ular Keempat yang terdiri
atas fakta cerita, tema, dan sarana sastra. Selain itu akan dibahas juga mengenai
hubungan antarunsur dalam novel Ular Keempat.
Bab V berisi penutup. Bab ini berisi simpulan sebagai gambaran hasil
proses analisis data secara ringkas dan saran sebagai gambaran suatu rekomendasi
8
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Studi Terdahulu
Kehadiran novel UK berhasil menarik perhatian para pengamat sastra
untuk menjadikan novel UK sebagai objek penelitian. Adapun yang membahas
novel UK dalam bentuk artikel antara lain Damanhuri, pengamat sastra alumnus
IAIN Raden Intan, Lampung. Dalam artikelnya yang berjudul Narasi Haji dalam
Prosa Indonesia, yang dimuat dalam harian Lampung Post yang terbit pada
tanggal 23 Desember 2007, Damanhuri menyatakan bahwa novel UK dapat
dikatakan sebagai jawaban dari kerisauan sebagian besar para kritikus yang sering
menganggap rendah kualitas literer sastra Islam. Meski menggugat tendensi
a-sosial dan praktek keagamaan yang melenceng, novel UK tetap mampu
membedakan antara teks khotbah dengan teks sastra. Kepiawaian Gus Tf Sakai
dalam menyampaikan cerita mampu menyelamatkan novel UK dari tendensi
umum karya-karya sastra bertema keagamaan yang sering menjelma kompilasi
seruan moral atau khotbah keagamaan. Novel UK menjadi semakin kompleks
dengan hadirnya beragam kutipan yang tidak mengesankan sekadar tempelan dan
berisiko mencederai kualitas literernya.
Artikel kedua berjudul Ular itu (Ada dalam) Diri Kita, ditulis oleh
Sudarmoko, pengamat sastra dan budaya alumnus Department of Southeast Asia
and Oceania, Leiden University. Artikel yang dimuat dalam
http://mantagisme.blogspot.com pada tanggal 3 Juni tersebut mengungkapkan
tokoh utama, novel UK dengan nada satir juga berhasil membongkar kebobrokan
sistem pemerintahan Indonesia, terutama Departemen Agama. Hal itu terlihat dari
bandingan yang diajukan dalam novel UK tentang pemerintah Pilipina dan
Singapura yang dengan baik melayani jemaah hajinya meski umat Islam bukan
umat mayoritas di dua negara tersebut.
Sudarmoko juga menjelaskan bahwa novel UK berbicara tentang
mentalitas bangsa Indonesia yang terlihat religius dan saleh secara sosial dan
individual. Bangsa Indonesia dalam novel UK digambarkan sebagai sebuah
bangsa yang kontradiktif, yaitu bangsa yang mengidentifikasikan dirinya atas
nama agama namun tega menelantarkan jemaah hajinya. Persoalan yang begitu
dekat dan nyata yang diangkat novel UK menjadikannya menarik untuk disimak.
Pembaca dapat membandingkan cerita dalam novel UK dengan realitas yang
terjadi.
Artikel ketiga berjudul Menuai Hikmah dari Peristiwa Kapal Gambela,
ditulis oleh Badrut Tamam Gaffas. Artikel yang dimuat dalam
http://bulanbintang.wordpress.com pada tanggal 21 Desember 2007 tersebut
mengungkapkan bahwa UK adalah novel yang terilhami dari peristiwa kapal
Gambela yang terjadi pada Januari 1970. Beberapa catatan tentang peristiwa
bersejarah tersebut hanya sepenggal-sepenggal karena saat itu pemerintahan Orde
Baru berupaya menyembunyikan tragedi yang berpotensi menurunkan
kepercayaan masyarakat. Meski peristiwa Gambela tidak banyak diekspos namun
saat ini masyarakat patut bersyukur karena hadirnya novel UK karya Gus Tf Sakai
10
tidak mengalami peristiwa tersebut bisa lebih memahami hal ihwal terjadinya
peristiwa Gambela yang bersejarah itu.
B. Landasan Teori
Pendekatan struktural adalah pendekatan yang digunakan dalam usaha
memahami karya sastra dengan memperhitungkan struktur atau unsur-unsur
pembentuk karya sastra sebagai jalinan yang utuh. Pendekatan struktural yang
digunakan di dalam penelitian ini dimaksudkan untuk membongkar dan
memaparkan secermat mungkin keterjalinan dan keterkaitan semua unsur-unsur
karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh.
Pendekatan struktural yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan struktural model Robert Stanton. Robert stanton (dalam Sugihastuti,
2007:97), menyatakan bahwa untuk menganalisis novel sebaiknya dilihat terlebih
dahulu prinsip kepaduan sebuah novel. Dengan demikian, pendekatan struktural
memandang karya sastra sebagai suatu kesatuan yang utuh, terdiri dari
unsur-unsur yang memiliki suatu keterkaitan dan dapat membentuk suatu makna yang
menyeluruh. Robert Stanton menyatakan bahwa struktur karya sastra meliputi 4
kategori, yaitu: fakta cerita, sarana sastra, tema, dan hubungan antarunsur.
1. Fakta-fakta Cerita
Fakta-fakta cerita terdiri dari karakter, alur, dan latar. Ketiga unsur
tersebut berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika
dirangkum menjadi satu, ketiga unsur tersebut dinamakan struktur faktual atau
a. Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur
biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang menjadi dampak dari berbagai
peristiwa yang lain, dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada
keseluruhan karya. Alur merupakan unsur yang penting dalam karya fiksi.
Pemahaman pembaca terhadap cerita yang ditampilkan tergantung dari cara
penyajian alurnya. Mengenai alur, Robert Stanton menjelaskan sebagai berikut.
Alur merupakan tulang punggung cerita. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dapat dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama halnya dengan elemen-elemen lain, alur memiliki hukum-hukum sendiri. Alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, serta memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan (Robert Stanton dalam Sugihastuti, 2007:28).
Awal cerita memperkenalkan peristiwa yang membuat pembaca
mendapatkan informasi penting, berkaitan dengan hal-hal yang muncul pada
kejadian selanjutnya. Bagian tengah menampilkan konflik yang sudah mulai
dimunculkan pada bagian awal dan konflik itu semakin meningkat hingga
mencapai klimaks. Bagian akhir merupakan penyelesaian dari klimaks dan
menjadi bagian akhir dari cerita. Konflik dan klimaks adalah dua unsur yang
sangat menentukan dalam pengembangan sebuah alur cerita. Hal itu sesuai dengan
penjelasan Stanton dalam kutipan berikut.
12
Konflik yang muncul dalam cerita mengarah pada klimaks, yaitu saat
konflik telah mencapai puncak, dan hal itu merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari kejadiannya. Klimaks sangat menentukan perkembangan plot. Robert
Stanton (dalam Sugihastuti, 2007:32), menjelaskan sebagai berikut.
Klimaks adalah saat ketika konflik terasa sangat intens sehingga
ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan. Klimaks utama sering berwujud satu peristiwa yang tidak terlalu spektakuler. Klimaks utama tersebut acap sulit dikenali karena konflik-konflik subordinat pun memiliki klimaks-klimaksnya sendiri.
b. Karakter
Karakter dapat berarti pelaku dan dapat pula berarti perwatakan.
Keterkaitan antara seorang tokoh dan perwatakan yang dimiliki memang
merupakan suatu kesatuan yang utuh untuk dapat dikatakan bahwa tokoh dalam
cerita diciptakan bersama dengan perwatakan yang dimilikinya. Mengenai
karakter, Robert Stanton menyatakan sebagai berikut.
Karakter biasanya dipakai dalam dua konteks; konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita; konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tersebut. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemui satu karakter utama, yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Dengan pembagian karakter menjadi dua konteks tersebut, setidaknya dapat menganalisis dan mengamati tokoh cerita atau karakter dengan merujuk pada dua hal, yakni antara individu-individu yang muncul dalam cerita, dan pada percampuran berbagai kepentingan dari individu-individu tersebut sehingga bisa ditemukan karakter atau tokoh utama (Robert Stanton dalam Sugihastuti, 2007:33).
Alasan tokoh mengerjakan yang harus dikerjakan disebut motivasi. Robert
Stanton (dalam Sugihastuti, 2007:33), membedakan motivasi menjadi dua jenis,
adalah alasan atas reaksi spontan yang mungkin juga tidak disadari, yang
ditunjukkan oleh adegan atau dialog tertentu. Motivasi dasar adalah suatu aspek
umum dari satu tokoh (hasrat dan maksud yang memandu sang tokoh) dalam
melewati keseluruhan cerita. Dari kedua motivasi ini, seorang tokoh bisa
dicermati atas tindakan yang dilakukan.
c. Latar
Latar merupakan pijakan cerita yang konkret untuk memberikan kesan
realistis pada pembaca. Latar juga dapat mempermudah pembaca untuk
membayangkan dan ikut merasakan setiap peristiwa yang diceritakan. Mengenai
latar, Robert Stanton menjelaskan sebagai berikut.
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semua hal yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Meski secara tidak langsung merangkum sang karakter utama, latar dapat merangkum orang-orang yang menjadi dekor dalam cerita (Robert Stanton dalam Sugihastuti, 2007:35).
Latar dan karakter memiliki hubungan erat yang bersifat timbal-balik.
Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki daya untuk
memunculkan tone dan mood emosional yang melingkupi sang karakter.
Mengenai tone dan mood, Robert Stanton menjelaskan sebagai berikut.
Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa dilihat dalam berbagai wujud. Ketika seorang pengarang mampu berbagi “perasaan” (mood) dengan sang karakter, dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone menjadi identik dengan ‘atmosfer’. Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter (Robert Stanton dalam Sugihastuti, 2007:63).
Unsur latar dapat dibedakan menjadi 3 unsur pokok, yaitu latar tempat,
14
mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Latar tempat berkaitan dengan lokasi
tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar
waktu berkaitan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial berkaitan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
2. Tema
Tema dapat bersinonim dengan ide utama atau tujuan utama. Tema dibagi
menjadi dua bagian, yaitu tema sentral atau tema mayor dan tema bawahan. Tema
sentral menjadikan cerita berfokus dan saling memiliki keterkaitan antara satu
unsur dengan unsur yang lain, untuk membentuk makna cerita yang utuh. Tema
sentral tersirat dalam sebagian besar cerita, bukan makna yang hanya terdapat
pada bagian-bagian tertentu cerita saja.
Tema bawahan atau tema minor adalah makna yang terdapat pada
bagian-bagian tertentu cerita atau makna tambahan. Makna tambahan itu bersifat
mendukung atau mencerminkan makna utama dari keseluruhan cerita. Mengenai
tema, Robert Stanton (dalam Sugihastuti, 2007:37) menjelaskan sebagai berikut.
Dalam usaha menemukan dan menafsirkan tema sebuah novel secara lebih
rinci, Robert Stanton menyatakan sejumlah kriteria yang dapat diikuti sebagai
berikut.
Pertama, penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan tiap detil yang menonjol di sekitar persoalan utama yang menyebabkan konflik yang dihadapkan oleh tokoh utama. Kedua, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat bertentangan dengan setiap detil cerita. Ketiga, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan dalam novel yang bersangkutan. Keempat, penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan bukti-bukti secara langsung ada atau disaran dalam cerita. Penunjukkan tema sebuah cerita haruslah dapat dibuktikan dengan data-data atau detil-detil cerita yang terdapat dalam cerita itu (Robert Stanton dalam Sugihastuti, 2007:45).
Dari fakta-fakta cerita yang ada, didukung dengan sarana-sarana sastra,
maka makna totalitas dari suatu karya sastra cenderung dapat dimunculkan
melalui analisis dari unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut.
3. Sarana Sastra
Sarana sastra dapat diartikan sebagai cara pengarang memlih dan
menyusun detil cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Melalui sarana
sastra, pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang.
a. Judul
Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena
menunjukkan karakter, latar, dan tema. Judul merupakan kunci pada makna cerita.
Hal itu dijelaskan Stanton dalam kutipan berikut.
16
menjadi petunjuk makna cerita yang bersangkutan (Robert Stanton dalam Sugihastuti, 2007:51).
Seringkali judul dari karya sastra mempunyai tingkatan-tingkatan makna
yang terkandung dalam cerita. Judul juga dapat merupakan sindiran terhadap
kondisi yang ingin dikritisi oleh pengarang atau merupakan kesimpulan terhadap
keadaan yang sebenarnya dalam cerita.
b. Sudut Pandang
Sudut pandang dapat dikatakan sebagai dasar berpijak pembaca untuk
melihat peristiwa-peristiwa dalam cerita. Pengarang sengaja memilih sudut
pandang secara hati-hati agar dapat memiliki berbagai posisi dan berbagai
hubungan dengan setiap peristiwa dalam cerita (baik di dalam maupun di luar
tokoh), dan secara emosi terlibat atau tidak. Mengenai sudut pandang, Robert
Stanton menjelaskan sebagai berikut.
Pemikiran dan emosi para karakter hanya dapat diketahui melalui berbagai tindakan yang mereka lakukan. Pendeknya, ‘kita’ memiliki posisi yang berbeda, memiliki hubungan yang berbeda dengan tiap peristiwa dalam cerita (di dalam atau di luar satu karakter, menyatu atau terpisah secara emosional), ‘posisi’ ini sebagai pusat kesadaran, tempat di mana kita dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita, maka dinamakan “sudut pandang” (Robert Stanton dalam Sugihastuti, 2007:53).
Robert Stanton (dalam Sugihastuti, 2007:53--54), membagi sudut pandang
menjadi 4 tipe utama. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
a. Orang pertama-utama, sang karakter utama mengisahkan cerita dalam kata-katanya sendiri.
b. Orang pertama-sampingan, cerita dituturkan oleh satu karakter sampingan.
c. Orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga, tetapi hanya menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, atau dipikirkan oleh seorang karakter saja.
dapat membuat beberapa karakter,melihat, mendengar, atau berpikir, atau bahkan saat tidak ada satu karakterpun hadir.
c. Gaya dan Tone
Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa dalam menyampaikan
cerita. Masing-masing pengarang memiliki gaya yang berbeda. Perbedaan tersebut
secara umum terletak pada berbagai aspek bahasanya; seperti kerumitan, ritme,
panjang-pendek kalimat, pada bagian-bagian humor, kenyataan, dan banyaknya
imaji serta metafora. Gaya membuat pembaca dapat menikmati cerita, menikmati
gambaran tindakan, pikiran, dan pandangan yang diciptakan pengarang, serta
dapat mengagumi keahlian pengarang dalam menggunakan bahasa. Unsur yang
terkait dengan gaya adalah tone. Mengenai tone, Robert Stanton menjelaskan
sebagai berikut.
Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Ketika seorang mampu berbagi “perasaan” dengan sang karakter, dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone
menjadi identik dengan “atmosfer”. Akan tetapi yang terpenting adalah pilihan detil pengarang ketika menyodorkan fakta itu dan tentu saja gaya pengarang sendiri (Robert Stanton dalam Sugihastuti, 2007:63).
4. Hubungan Antarunsur
Setelah mengidentifikasi dan mengkaji unsur-unsur pembangun karya
fiksi, tahap selanjutnya dalam analisis struktural adalah mendeskripsikan fungsi
dan hubungan antarunsur intrinsik karya fiksi yang bersangkutan. Suwardi
Endraswara (2003:49), menyatakan bahwa “karya sastra diasumsikan sebagai
fenomena yang memiliki struktur yang saling terkait satu sama lain. Struktur
tersebut memiliki bagian yang kompleks, sehingga pemaknaan harus diarahkan ke
18
Tujuan analisis struktural adalah membongkar dan memaparkan dengan
cermat keterkaitan semua unsur karya sastra yang sama-sama menghasilkan
makna menyeluruh. Mengenai hubungan antarunsur dalam karya fiksi, Robert
Stanton menjelaskan sebagai berikut.
Untuk menganalisis novel, sebaiknya dilihat terlebih dulu prinsip kepaduan sebuah novel. Kepaduan di sini berarti koheren, saling berhubungan antara unsur yang satu dengan yang lain, dan segala sesuatu yang diceritakan bersifat dan berfungsi mendukung tujuan utama atau tema. Pembaca sebaiknya membaca novel dengan cermat, mempertimbangkan berbagai episode, tokoh, alur, dan hubungan antarunsur serta bagaimana setiap bagian pada keseluruhan sampai menemukan maksud atau tema yang mendasari semuanya (Robert Stanton dalam Sugihastuti:2007:47).
B. Kerangka Pikir
Penelitian ini akan menganalisis novel UK karya Gus Tf Sakai dengan
pendekatan struktural. Pendekatan struktural menurut Stanton dapat ditempuh
dengan cara menganalisis fakta cerita, sarana-sarana sastra, tema, dan hubungan
antarunsur. Setelah serangkaian langkah analisis tersebut dilaksanakan, akan
didapatkan pemahaman menyeluruh tentang novel UK. Berikut ini akan diuraikan
langkah-langkah dalam menganalisis novel UK dan bagan kerangka pikir seperti
yang terlihat di bawah ini.
Langkah-langkah dalam menganalisis novel UK sebagai berikut.
1. memilih novel UK sebagai objek kajian.
2. Membaca dan mengamati novel UK secara teliti dan mendetil.
3. Menemukan permasalahan yang terdapat dalam novel UK.
5. Menentukan teori yang digunakan untuk menganalisis, yaitu teori fiksi
Robert Stanton.
6. Menganalisis permasalahan dengan cara memaparkan atau
menunjukkan serta menjelaskan yang disertai dengan kutipan-kutipan
yang mendukungnya.
7. Simpulan, disajikan pemaknaan penelitian secara terpadu terhadap
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode merupakan cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran dalam penelitian. Dengan metode yang tepat, suatu penelitian dapat mencapai hasil yang maksimal dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Melalui metode penelitian, diharapkan masalah-masalah yang dirumuskan dapat terpecahkan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. “Metode penelitian deskriptif kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat suatu individu, keadaan atau gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati” (Lexy J. Moleong, 2002:6).
B. Pendekatan
C. Objek Penelitian
Objek penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu objek material novel Ular Keempat karya Gus Tf Sakai dan objek formal berupa unsur-unsur struktural
yang terkandung dalam novel Ular Keempat.
D. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Ular Keempat karya Gus Tf Sakai, diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Buku
Kompas pada Oktober 2005 setebal 196 halaman. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kata-kata, frase, klausa, kalimat atau paragraf yang mendeskripsikan fakta cerita, tema, dan sarana cerita yang terdapat dalam novel UK.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik kepustakaan. ”Teknik kepustakaan yaitu teknik yang dilakukan dengan membaca sumber tertulis yang berhubungan dengan objek penelitian dan menunjang tujuan penelitian” (Soediro Satoto, 1992:42). Teknik kepustakaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan membaca novel Ular Keempat secara cermat.
F. Teknik Analisis Data
22
pada dasarnya dilakukan secara bersamaan dengan proses pengumpulan data. Analisis data menurut Miles dan Huberman (1992:15—21) melalui 3 tahap, yaitu: 1. Reduksi data
Reduksi data adalah pemilihan atau seleksi data, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data ‘kasar’ dari data yang terkumpul, dalam rangka penarikan simpulan. Data yang telah diklasifikasikan kemudian diseleksi untuk menemukan fokus penelitian, sehingga akan mempermudah proses penelitian. 2. Penyajian data
Penyajian data merupakan suatu rangkaian susunan informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
3. Penarikan simpulan atau verifikasi
Simpulan-simpulan juga diverifikasikan selama penelitian berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya atau kevaliditasannya.
G. Teknik Penarikan Simpulan
23
ANALISIS
A. Fakta Cerita
Fakta cerita meliputi alur, karakter, dan latar. Elemen-elemen ini berfungsi
sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Pembahasan fakta cerita
dalam novel UK sebagai berikut.
1. Alur
Alur dalam novel UK pada penelitian ini menggunakan alur maju, hanya
pada tahap-tahap tertentu peristiwa ditarik ke belakang (flash back). Analisis alur novel UK berupa kutipan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh dalam
cerita.
1.1 Tahapan Alur
Tahapan alur dalam novel UK dapat diuraikan pada tahap-tahap kronologi
sebagai berikut.
1.1.1 Tahap Awal
Tahap awal menceritakan tentang berbagai halangan dari pemerintah
dalam upaya menggagalkan perjalanan haji jemaah kapal Rupit dan Ogan.
Peristiwa-peristiwa lain yang berkaitan dengan berbagai halangan dari pemerintah
juga ditampilkan dalam tahap awal. Selain itu, cerita juga sedikit ditarik ke
belakang untuk menghidupkan cerita.
Pada tahap awal, alur yang diceritakan dalam novel UK diawali pada saat
Haji Janir merasa kesal ketika mendapati cap di paspornya yang menyatakan tidak
24
untuk menunaikan haji, dengan kapal Rupit, Haji Janir dan para jemaah tetap
bertekad untuk meneruskan perjalanan menuju Singapura, pelabuhan transit. Hal
itu terlihat dalam kutipan berikut.
Mungkin lucu. Tapi mungkin juga tidak. Apa yang mampu kukata tentang dunia? Hanya ragam. Atau entahlah. Sekali waktu, ada yang datang berupa tragedi. Sekali waktu, ada yang datang seperti komedi. Dan aku suka saja atau lupa saja, seperti banyak orang yang tumbuh dan besar dengan tak cukup peduli. Tetapi di sini? Karena semua berangkat ke kemenangan, apa pun rintangannya menjelma semangat. Kami, 447 orang. Dari Bima, Lombok, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan, berlayar ke Singapura (Gus Tf Sakai, 2005:2).
Setelah labuh jangkar selama empat hari di pelabuhan Singapura, kapal
Rupit diinstruksikan oleh pemerintah Indonesia untuk kembali ke Jakarta. Upaya
pemerintah untuk menggagalkan perjalanan menuju Tanah Suci menyebabkan
semua jemaah haji di kapal Rupit berdoa. Sementara itu, Haji Janir hanya terpaku
sebab dia tidak pernah merasakan doa menjadi bagian dari hidupnya. Haji Janir
mengembalikan ingatannya ke masa lalu. Melalui ingatan Haji Janir diceritakan
bahwa sejak kecil dia sudah menerima pendidikan agama yang diajarkan oleh si
Datuk dengan menerapkan sistem kekerasan. Hal itu terlihat dalam kutipan
berikut.
“Astaga, telah senja! Kembali ia sadar, dan takut: salat Asar-nya lewat.
Wajah Si Datuk melintas. Lidi. Cambuk. Celaka, ia benar-benar akan celaka”
(Gus Tf Sakai, 2005:28).
Pendidikan agama yang menerapkan sistem kekerasan berdampak buruk
pada Haji Janir, sebab dia beribadah hanya karena takut pada hukuman si Datuk.
Beribadah tanpa berlandaskan niat tulus terus terbawa sampai Haji Janir dewasa.
yang berangkat haji dengan kemantapan hati untuk memenuhi kewajiban sebagai
umat Islam.
Cerita selanjutnya tentang perjalanan kapal Rupit dan Ogan kembali ke
Jakarta. Dalam perjalanan menuju Jakarta, Haji Janir dan empat pimpinan jemaah
yang lain meminta pada sang Kapten agar membelokkan kapal menuju Malaysia.
Saat itu kapal Gambela sudah menunggu di Malaysia untuk mengantarkan mereka
ke Jeddah. Permintaan Haji Janir ditolak oleh sang Kapten yang takut terkena
resiko jika melawan instruksi dari pemerintah. Pertentangan antara Haji Janir dan
sang Kapten menyebabkan keduanya terlibat dalam konflik. Konflik tersebut
berakhir setelah sang Kapten setuju untuk memutar haluan menuju Malaysia. Hal
itu terlihat dalam kutipan berikut.
Dalam tegang, dalam hening yang bagai digirik hanya oleh helaan napas, tiba-tiba ia berkata, “Baiklah. Saya tak tahu…saya tak tahu kenapa memutuskan ini. Mungkin karena ... kebahagiaan Anda semua memang lebih besar dari ketakutan saya. Baiklah, baik, saya sampaikan niat dan keinginan Saudara-saudara.”
Kami berhasil meyakinkan Kapten! Kami tak percaya kami berhasil meyakinkan Kapten (Gus Tf Sakai, 2005:37).
Sesampainya di Malaysia para jemaah langsung melakukan pemindahan
dari kapal Rupit ke kapal Gambela. Belum selesai melakukan pemindahan,
melalui pemerintah Malaysia, pemerintah Indonesia menginstruksikan agar semua
jemaah kembali ke kapal Rupit. Hal ini menyebabkan Haji Janir merasa sangat
sedih. Namun, keesokan harinya semua jemaah diizinkan oleh pemerintah
Malaysia untuk berpindah ke kapal Gambela. Hal itu terlihat dalam kutipan
berikut.
Tetapi sungguh tak kuduga, persoalan ini tiba-tiba selesai. Bagai begitu saja. Subuh aku terbangun, Pak Alwi langsung menyambut: “Kabar gembira, Pak Janir! Pagi ini kita pindah!”
26
“Pindah?”
“Ya! Begitulah berita tadi malam, tetapi kami tak mau membangunkan Pak Janir. Bapak kelihatan amat letih, capek, dan sangat nyenyak” (Gus Tf Sakai, 2005:45).
Dalam novel UK pengarang terkesan memberi kemudahan kepada tokoh
utama ketika konflik yang dialaminya mencapai puncak. Persetujuan sang Kapten
untuk membelot dari instruksi pemerintah yang berisiko penjara dengan mudah
didapatkan Haji Janir tanpa melalui perdebatan panjang dan sengit. Begitu juga
dengan halangan terakhir yang paling berat, yaitu ketika rombongan jemaah
dilarang melakukan pemindahan ke kapal Gambela. Peristiwa yang membuat Haji
Janir sangat sedih akhirnya selesai begitu saja tanpa sepengetahuan Haji Janir.
Kejutan semacam dua kutipan di atas bisa dikatakan bukan akibat dari
perkembangan tokoh dan cerita, melainkan kejutan yang terasa sangat tiba-tiba.
Merasa diperlakukan seperti pemberontak oleh pemerintah Indonesia,
membuat Haji Janir sering mengenang masa lalunya. Dari sini cerita bergerak
mundur ke masa lalu Haji Janir ketika mengungsi dari kampung halaman karena
peristiwa PRRI. Meski tidak pernah terlibat dalam peristiwa pemberontakan
PRRI, orangtua dan sanak keluarga Haji Janir juga turut menjadi korban
keganasan tentara pusat yang membabi buta. Hal itu terlihat dalam kutipan
berikut.
Aku tak tahu apa penyebab perang. Aku hanya tahu, dalam kehancuran itu aku tak lagi mampu melihat kampungku, dan memilih pergi. Dan di Teluk Bayur, di atas kapal itu, aku masih juga melihat mereka: tentara. Seperti bukan manusia, tempat berdiri kami mereka batasi dengan goresan kapur dan siapa pun tak boleh lewat atau melanggarnya (Gus Tf Sakai, 2005:10).
Sebenarnya Haji Janir sudah tidak mau mengingat semua kenangan
kekuatan atau kekuasaan yang menyebabkan terciptanya kesenjangan dan
keterpisahan. Maka dari itu, Haji Janir senang berada di kapal Rupit karena
menikmati pertemuan dengan bermacam suku dalam kebersamaan.
Cerita selanjutnya mengenai Haji Janir yang juga teringat pada Guru
Muqri. Guru Muqri adalah seorang misterius yang menemui Haji Janir saat
berhaji tahun lalu. Guru Muqri berjanji akan memberi Haji Janir tiga cerita. Hal
itu terlihat dalam kutipan berikut.
Tiba-tiba aku merasa seolah berada di Raudah. Seperti setahun yang lalu itu, Guru Muqri memegang pundakku dan berkata, “Jika tahun mendatang Tuan diberkahi untuk kembali datang ke Masjidil Rasul, saya akan memberi Tuan tiga cerita. Tiga kisah, sangat pendek, tetapi itu sangat mungkin tentang Tuan atau tentang sesuatu di sekitar Tuan” (Gus Tf Sakai, 2005:39).
Setelah melalui berbagai rintangan dalam perjalanan, Haji Janir dan
rombongan jemaah haji kapal Gambela berhasil mencapai Tanah Suci. Sambutan
yang luar biasa dari pemerintah Arab Saudi sebagai penghormatan atas
perjuangan jemaah kapal Gambela adalah akhir dari tahap awal alur novel UK.
Kemudian, cerita berlanjut pada perjalanan Haji Janir dalam menunaikan ibadah
haji. Di Masjidil Haram, setelah salat Jumat, Haji Janir ditemui oleh utusan Guru
Muqri yang menyerahkan gulungan cerita pertama yang telah dijanjikan.
Peristiwa ini merupakan penghubung tahap awal alur cerita ke tahap tengah alur
cerita novel UK.
1.1.2 Tahap Tengah
Tahap tengah cerita novel UK menceritakan tentang perjalanan Haji Janir
dalam menunaikan ibadah haji. Selama di Arab Saudi, Haji Janir memperoleh tiga
28
penyebab dari semua konflik batin yang dialami Haji Janir dalam tahap tengah
alur novel UK.
Gulungan pertama dari Guru Muqri diterima Haji Janir setelah salat Jumat
di Masjidil Haram. Gulungan pertama tersebut berisi surat yang memberitahukan
bahwa Guru Muqri ingin Haji Janir membaca cerita pertama sebelum berhaji di
Arafah. Cerita yang dimaksud tidak dituliskan dalam gulungan, melainkan
diceritakan oleh Sang Ular yang hadir dalam mimpi Haji Janir.
Di dalam mimpi Haji Janir dikisahkan tentang pertemuan Sang Guru
dengan Rabiah yang memberikan kain yang bersulamkan barisan doa. Setiap hari
sesudah salat, Sang Guru selalu teringat pada doa Rabiah itu. Doa Rabiah terlihat
dalam kutipan berikut.
Wahai Tuhanku, sesudah daku mati, masukkanlah daku ke neraka. Dan jadikan jasmaniku memenuhi seluruh ruang neraka sehingga tak ada orang lain dapat dimasukkan ke sana.
Wahai Tuhanku, bilamana daku menyembah-Mu karena takut neraka, jadikanlah neraka kediamanku. Dan bilamana daku menyembah-Mu karena gairah nikmat surga, maka tutupkanlah pintu surga selamanya bagiku (Gus Tf Sakai, 2005:106).
Selanjutnya, dalam mimpi Haji Janir juga dikisahkan tentang kemarahan
Sang Guru kepada murid-muridnya yang kesetanan memburu malam Lailatul
Qadar. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
Berhari-hari, berminggu-minggu mereka berpacu. Berbulan-bulan, bertahun-tahun mereka berpacu. Hanya berpacu. Serupa kesetanan. Ada air ada makanan tetapi mereka bagai tak haus juga tak lapar. Tak pernah mereka singgah. Ada halte ada stasiun tetapi mereka terus. Ada kehidupan ada kematian tetapi mereka terus. Ada kehidupan ada kematian tetapi mereka ngebut di kesendirian. Mereka terus berpacu. Hanya berpacu. Berpuluh-puluh tahun. Beratus-ratus tahun. “Ya, Guru. Rinduuuuuuuuuu ...!”
Mimpi pertama ini adalah awal dari pergulatan spiritual yang dialami Haji
Janir. Setelah terbangun dari tidur, Haji Janir masih dapat mengingat kisah dalam
mimpinya seperti mengingat sebuah bacaan. Namun, Haji Janir tidak paham
maksud dari cerita pertama Guru Muqri tersebut. Setelah berkali-kali mengingat
cerita dalam mimpinya, Haji Janir dapat menangkap arti dari mimpi tersebut. Hal
itu terlihat dalam kutipan berikut.
Tidakkah bagian ini menggambarkan bahwa, murid-murid itu ternyata sangat egois? Demi dan untuk diri mereka, mereka bahkan tak peduli pada apa pun. Ada kehidupan ada kematian tetapi mereka ngebut di kesendirian. Di kesendirian. Murid-murid itu a-sosial. Mereka tak mementingkan hubungan antarmanusia. Bahkan sebelumnya disebutkan pula bagai kesurupan serupa kesetanan. Apakah dugaanku benar? Hal itukah yang membuat Sang Guru menjadi benci? Dan tiba-tiba aku mulai bisa melihat dan paham. Dan, tiba-tiba aku mengerti apa hubungannya dengan Rabiah di bagian-bagian awal (Gus Tf Sakai, 2005:114).
Keegoisan murid-murid dalam memburu pahala membuat Sang Guru
menjadi marah. Sang Guru marah karena menginginkan murid-muridnya seperti
Rabiah yang beribadah hanya karena kecintaan kepada Allah tanpa mengharapkan
imbalan.
Mimpi pertama ini adalah awal dari pergulatan spiritual yang dialami Haji
Janir. Cerita dalam mimpi itu adalah bentuk sindiran Guru Muqri terhadap
kualitas ibadah Haji Janir. Pesan yang terkandung dalam mimpi pertama membuat
Haji Janir mengingat semua yang pernah dilakukan. Haji Janir memperoleh
kesadaran bahwa selama ini dia telah bersifat egois dalam beribadah. Demi
mengejar pahala, Haji Janir rela berhaji berkali-kali sementara orang-orang di
sekitarnya masih dilanda kemiskinan. Kesadaran Haji Janir terlihat dalam kutipan
30
Mimpi, atau bacaan (ah, aku masih bingung harus menamakannya apa) tadi malam, telah menunjukkan dan mengajarkan banyak hal kepadaku. Doa Rabiah itu, sungguh mengesankan. Betapa tulusnya, betapa membuat diriku tiba-tiba jadi begitu rendah. Kuingat doa-doaku yang lalu, tidakkah juga kesetanan dengan diriku? Kuingat masa-masaku yang lalu, tidakkah juga sebenarnya a-sosial dan egois?” (Gus Tf Sakai, 2005:118).
Cerita kemudian berlanjut pada perjalanan Haji Janir dalam melaksanakan
segenap rukun haji. Setelah menyelesaikan segenap rukun ibadah haji, sebelum
kembali ke Indonesia, Haji Janir ditemui oleh utusan Guru Muqri yang
menyerahkan dua gulungan terakhir untuk melengkapi cerita sebelumnya. Namun,
kedua gulungan tersebut hanya boleh dibuka setelah sampai di Indonesia.
Setelah kapal Gambela yang mengangkut rombongan jemaah haji
memasuki perairan Indonesia, Haji Janir membuka gulungan kedua. Cerita kedua
dari Guru Muqri juga disampaikan lewat mimpi. Mimpi ganjil dari cerita kedua
menyebabkan pergulatan spiritual Haji Janir berlanjut. Hal itu terlihat dalam
kutipan berikut.
Betulkah orang-orang di kampungku beribadah bukan karena Allah, melainkan karena ibadah itu telah diwariskan turun-temurun? Dan betul pulakah apa yang dikatakannya, bahwa aku pergi haji ke Makkah tak lebih hanya karena kebanggan?
Aku termangu. Ular itu mengatakan hal yang benar mengenai hal pertama yang mengesankanku tentang haji. Tetapi, keinginanku untuk berhaji dan berhaji kembali, apakah tetap sama dengan anganku ketika bocah dulu ? (Gus Tf Sakai, 2005:170).
Dalam mimpi keduanya, Haji Janir ditemui oleh seekor ular besar yang
mengatakan bahwa ibadah orang-orang di kampung Haji Janir hanyalah sesuatu
yang diterima turun-temurun. Ular dalam mimpi kedua juga mengatakan bahwa
Haji Janir pergi berhaji berkali-kali hanya demi kebanggaan. Hal itu dikarenakan
Haji Janir merasa dapat mempertahankan tradisi keluarga yang menyandang gelar
Semula Haji Janir menyangkal semua tuduhan sang Ular di dalam
mimpinya. Namun, setelah melalui pergulatan panjang dalam batinnya dan
dengan berbagai pertimbangan, Haji Janir membenarkan semua perkataan sang
Ular. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
Ular itu salah mengatakan orang kampungku beribadah karena keturunan. Aku sendiri, ya aku, masih mampu mengingat debar
Kenangan! Ya Allah, tidakkah dalam kenangan mungkin terselip kebanggaan?
Sama saja! Apa pun namanya! Kenangan atau kebanggaan, betapa! Ya Allah, aku telah beribadah tidak untuk dan hanya karena-Mu (Gus Tf Sakai, 2005:171).
Cerita kedua Guru Muqri telah menyadarkan Haji Janir bahwa selama ini
dia beribadah bukan karena Allah. Setelah menyadari kesalahannya, Haji Janir
berdoa sampai larut malam memohon ampun kepada Allah. Haji Janir juga
merasa sangat berterima kasih pada Guru Muqri yang telah mengingatkan
kesalahannya.
Sebelum kapal Gambela mencapai pelabuhan, Haji Janir menyempatkan
untuk membuka gulungan terakhir dari Guru Muqri. Cerita ketiga dari Guru
Muqri juga disampaikan lewat mimpi. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
O Keabadian. Tahta kami: kekacauan, kerakusan, kelaliman, darah dari keindahan, dari candu kenikmatan perang. Huah-hah-ha ...
32
Dalam cerita ketiga Guru Muqri, sang Ular menceritakan pada Haji Janir
tentang sejarah asal mula timbulnya dua model kepemimpinan di Minangkabau.
Haji Janir merasa malu karena sebagai orang Minangkabau dia tidak mengenal
sejarah kampungnya sendiri. Sang Ular dalam cerita ketiga juga menceritakan
pada Haji Janir tentang kerakusan yang mengakibatkan perpecahan.
Rangkaian peristiwa sejak Haji Janir menerima cerita pertama sampai
cerita ketiga tersebut merupakan bagian tengah cerita yang berisi konflik-konflik
dalam novel UK. Tibanya kapal Gambela di pelabuhan Indonesia merupakan
penghubung bagian tengah alur cerita menuju bagian akhir cerita.
1.1.3 Tahap Akhir
Tahap akhir menceritakan tentang kepulangan para jemaah haji setelah
selesai menunaikan ibadah haji. Setelah sampai di Tanjung Priok, rombongan
jemaah haji kapal Gambela disambut oleh 30 jaksa sebagai akibat dari
pembangkangan mereka terhadap instruksi pemerintah yang sejak semula
melarang perjalanan haji. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
Di Tanjung Priok, ternyata segalanya berjalan dengan lancar dengan para haji dari kapal Gambela. Tiga puluh jaksa telah dikerahkan untuk memungut ampun dari para haji itu melakukan tugasnya dengan sopan. Tak terjadi insiden, dan dalam hal ini ada juga jasa Syafruddin Prawiranegara, ketua Husami, yang telah datang ke kapal memberikan penjelasan. Tanpa nyanyian “Aloha”! tanpa bunga dan goyang pinggul, bagaimanapun juga kepada para jemaah haji yang baru pulang telah diucapkan selamat datang. (Gus Tf Sakai, 2005:190).
Cerita berlanjut terus sampai memasuki cerita tentang Haji Janir yang
lebih dari sebulan, Haji Janir masih merasa diikuti oleh ular yang selalu hadir
dalam mimpi-mimpinya. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
Rumah makan pun dibuka dan aku melangkah ke kasir (“pos”-ku). Dan ketika itulah. Di atas meja kasir, aku melihatnya: seekor ular cantik, belang kuning-hitam, seukuran dua jempol kaki orang dewasa, bergelung, mengangkat kepala, menatap ke arahku. Aku terpaku. Tertegun. Kukerjap-kerjapkan mata, dan ia lenyap (Gus Tf Sakai, 2005:193).
Kehadiran ular keempat menyebabkan Haji Janir sering merenungkan
cerita-cerita dari Guru Muqri. Dalam perenungannya, Haji Janir menyimpulkan
bahwa dua kali ibadah hajinya telah sia-sia karena tidak didasari niat tulus untuk
memenuhi kewajiban sebagai umat Islam. Ketidakpuasan pada dua kali ibadah
hajinya menyebabkan Haji Janir memutuskan untuk mendaftar haji lagi di tahun
depan. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
Rezeki, ya, di manakah tampuk musimnya? Setelah tabungan kuhitung, setelah kusisihkan tambahan modal rutin, sisanya kembali cukup: untuk berhaji!
Haji tahun ini jatuh di awal Februari 1971. Setelah sejak dua hari lalu mempertimbangkan ... akhirnya hari ini, ya, kuputuskan ikut mendaftar (Gus Tf Sakai, 2005:195).
Keputusan Haji Janir berhaji lagi untuk yang ketiga kali sekaligus menjadi
klimaks alur novel UK. Keputusan tersebut adalah akhir pergulatan spiritual Haji
Janir yang menunjukkan bahwa sifatnya tetap tidak berubah meski sudah
diperingatkan oleh Guru Muqri. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
“Tanah, lumpur-lempung rendah, begitulah. Haji, teruslah. Lupakan mereka:
anak semangmu, tetangga yang papa, para fakir, kaum duafa. Huah-hah-ha ...”
34
1.2 Kausalitas
Alur cerita dalam novel UK dihubungkan secara sebab akibat (kausal),
yaitu peristiwa-peristiwa yang secara langsung merupakan sebab akibat dari
peristiwa-peristiwa lain dan jika dihilangkan akan merusak jalan cerita. Hubungan
kausalitas dalam novel UK sebagai berikut.
1.2.1 Diperlakukan seperti pemberontak menyebabkan Haji Janir teringat pada
kenangan buruknya.
Bab-bab awal novel UK menceritakan berbagai rintangan yang
menghadang perjalanan Haji Janir dan rombongan haji menuju Tanah Suci.
Berbagai rintangan tersebut adalah upaya pemerintah untuk menggagalkan
perjalanan haji mereka karena tidak mematuhi prosedur yang telah ditetapkan
Departeman Agama. Prosedur yang rumit karena adanya oknum-oknum dari
Departemen Agama yang ingin mengeruk keuntungan dari calon-calon haji
menyebabkan Haji Janir dan semua jemaah memilih biro perjalanan swasta yang
lebih mudah dan murah. Merasa diperlakukan seperti pemberontak oleh
pemerintah Indonesia membuat Haji Janir teringat pada pelayaran pertamanya
ketika mengungsi dari kampung halaman.
Tiba-tiba, di dalam kepalaku, Rupit menjelma jadi kapal lain sebelas tahun lalu. Tak tertahan.
Aku tak ingat kapalnya, tetapi itu adalah pelayaran pertama dalam hidupku. Tak terlalu kupikirkan bakal berlayar ke mana, karena menurutku semua sudah tamat (Gus Tf Sakai, 2005:9).
1.2.2 Perjuangan berat yang ditempuh jemaah haji kapal Gambela berbuah hasil
berupa penghormatan yang luar biasa dari Kerajaan Arab Saudi.
Berita tentang perjuangan berat jemaah haji kapal Gambela dalam
para jemaah haji kapal Gambela untuk memenuhi panggilan Allah menimbulkan
simpati dari Raja Arab Saudi. Meski paspor para jemaah haji kapal Gambela
dinyatakan tidak berlaku untuk negara Arab Saudi, mereka tetap diizinkan untuk
menunaikan ibadah haji. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
Betapa malunya kita dibuat oleh pernyataan seorang pejabat Kedubes Saudi Arabia yang mengatakan bahwa pemerintahan Saudi Arabia tidak mempunyai alasan untuk menolak masuknya orang-orang Islam ke negara tersebut dalam rangka menunaikan ibadah haji. Kita malu karena pernyataan ini dikeluarkan selagi kita sedang ribut memperebutkan hak menarik keuntungan dari orang yang akan menunaikan rukun Islam yang kelima di Indonesia (Gus Tf Sakai, 2005:62).
Bahkan, sambutan yang meriah diselenggarakan pihak kerajaan Arab
Saudi khusus untuk menyambut jemaah haji kapal Gambela. Selain disambut
dengan pesta yang meriah, jemaah haji kapal Gambela juga memperoleh prioritas
dari kerajaan Arab Saudi. Jemaah haji kapal Gambela segera diberangkatkan ke
Makkah tanpa melalui proses yang rumit.
1.2.3 Tiga cerita dari Guru Muqri mengubah sikap dan pandangan hidup Haji
Janir.
Selama menjalani ibadah haji, Haji Janir memperoleh tiga cerita yang
dijanjikan Guru Muqri melalui utusannya. Pesan yang terkandung dalam cerita
pertama telah mengubah sikap dan pandangan hidup Haji Janir. Saat wuquf di
Arafah, Haji Janir tidak memanjatkan doa apa pun selain memohon ampun atas
dosa-dosanya. Hal itu dikarenakan Haji Janir teringat pada doa Rabiah yang
begitu agung dan tulus di awal cerita pertama dari Guru Muqri. Peristiwa tersebut
terlihat dalam kutipan berikut.
36
yang ada itu hanya Ia, Yang Maha Satu, sehingga aku tak pantas meminta sesuatu bagi diriku yang sebenarnya hanya tak ada ini? Dan akhirnya aku hanya istigfar: mohon ampun atas dosa-dosa yang telah kubuat, sengaja ataupun tidak (Gus Tf Sakai, 2005:127).
Berhaji karena kebanggaan adalah pesan yang terkandung dalam cerita
kedua. Rasa bangga ini ternyata sudah tertanam dalam jiwa Haji Janir sejak kecil
yaitu ketika mengetahui mamaknya, Mak Nuan, begitu banyak dikenal orang
karena sering ikut pengajian di berbagai tempat. Selain itu, motivasi Haji Janir
yang berhaji demi kebanggaan juga diwariskan secara turun-menurun dari
keluarganya yang semua menyandang gelar haji.
Cerita ketiga Guru Muqri menggambarkan masa depan negara Indonesia
yang hancur karena perebutan kekuasaan. Pesan yang terkandung dalam cerita
ketiga ini berhubungan dengan kenangan buruk Haji Janir tentang peristiwa PRRI
yang merenggut orang tua dan sanak saudaranya. Dendam masa lalu Haji Janir
pada pemerintah Indonesia karena tragedi di kampung halamannya semakin
menjadi ketika perjalanan hajinya dihalang-halangi. Hal itu terlihat dalam kutipan
berikut.
Saya tahu Tuan selalu berpikir tentang negara. Tentang kesewenangan, tentang kekuasaan, dan tentang perang yang tak sudah-sudah yang ia timbulkan. Maka tepatlah saya kira cerita ketiga ini, Tuan, karena ular kecil itu, Si Setan Kecil, tidakkah telah membuat Tuan sangat menderita? (Gus Tf Sakai, 2005:183).
1.2.4 Haji Janir memutuskan mendaftar haji lagi untuk tahun depan karena
merasa tidak puas dengan dua kali ibadah hajinya.
Pada bab terakhir novel UK, Haji Janir kembali mendaftarkan diri untuk
musim haji tahun depan. Keputusan Haji Janir berhaji lagi karena merasa tidak