• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN DYNAMIC GAIT BAGI PENGGUNA PROSTHETIC ATAS LUTUT ENDOSKELETAL SISTEM ENERGY STORING DENGAN MEKANISME 2 BAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN DYNAMIC GAIT BAGI PENGGUNA PROSTHETIC ATAS LUTUT ENDOSKELETAL SISTEM ENERGY STORING DENGAN MEKANISME 2 BAR"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KAJIAN DYNAMIC GAIT BAGI PENGGUNA

PROSTHETIC ATAS LUTUT ENDOSKELETAL

SISTEM ENERGY STORING DENGAN MEKANISME 2 BAR

Skripsi

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

FERLIANA HERAWATI BERNADHETA

I0306002

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

I-1

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Prosthetic merupakan alat pengganti anggota gerak bawah yang telah

hilang atau diamputasi yang dibuat untuk menunjang fungsi dari anggota gerak

bawah bagi amputee. Prosthetic yang ada saat ini adalah prosthetic eksoskeletal

dan prosthetic endoskeletal. Prosthetic eksoskeletal pada umumnya dibuat dari

bahan yang ringan namun kuat dan kokoh. Bahan yang sering dipakai misalnya

plastik, aluminium dan kayu. Pada prosthetic endoskeletal, terdapat tambahan

tumpuan yang berupa tonggak untuk lebih memperkokoh dan memudahkan

pemindahan beban dari socket ke bagian foot. Tonggak pada prosthetic

endoskeletal biasanya terbuat dari metal pylon agar penampilan menyerupai kaki

yang sebenarnya (May, 2002).

Di Negara maju, perkembangan prosthetic endoskeletal sangat pesat.

Prosthetic endoskeletal mampu digunakan untuk melakukan aktivitas ekstrim. Di

Indonesia prosthetic endoskeletal masih jarang dan belum mampu digunakan

untuk aktivitas yang ekstrim seperti berjalan naik-turun tangga, jalan cepat atau

berlari, menendang, dan panjat tebing. Berdasarkan kekurangan pada model

prosthetic saat ini, Laboratorium Perancanaan dan Perancangan Produk Jurusan

Teknik Industri Universitas Sebelas Maret (2010) telah mengembangkan

prosthetic model endoskeletal dengan menerapkan konsep energy storing. Energy

storing prosthetic merupakan salah satu teknologi yang menunjang fleksibilitas

gerak amputee pengguna prosthetic endoskeletal. Prosthetic endoskeletal sistem

energy storing mekanisme 2 bar merupakan jenis above knee prosthetic yang

dirancang dengan menambahkan komponen gas spring pada sendi lutut dengan

mekanisme pergerakan sendi dibantu oleh 2 buah bar (penghubung). Konsep

energy storing dianalogikan sebagai sebuah pegas yang menyimpan dan kemudian

melepaskan energi. Gerakan meregang dan mengendur pada gas spring inilah

yang diharapkan mampu mengurangi jumlah kerja yang harus dilakukan penderita

(3)

commit to user

I-2

 

Prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing mekanisme 2 bar

memilki peran secara spesifik pada saat kaki mengayun. Hal ini terjadi dalam

fase-fase tertentu pada siklus berjalan. Pada dasarnya, satu siklus berjalan terdiri

dari dua kelompok yaitu fase berdiri (stance phase) di mana 60% dari siklus kaki

kontak dengan tanah meliputidan fase berayun (swing phase) di mana 40% kaki

berayun di udara (Franken, 2005). Dua kelompok pada satu siklus berjalan terbagi

menjadi delapan fase, fase berdiri terdiri dari fase initial contact, loading

response, midstance, dan terminal stance, sedangkan fase berayun terdiri dari fase

pre-swing, initial swing, mid swing dan terminal swing (Whittle, 2007). Ketika

berjalan, energi disimpan saat stance phase dan dilepaskan pada posisi swing

phase. Kemampuan menyimpan energi penting untuk menyediakan gaya yang

cukup bagi keseluruhan kaki untuk bergerak secara efisien (May, 2002).

Konsep energy storing dapat mereduksi energi untuk berjalan antara 20%

sampai 40% (Farber dkk, 1995). Bagian terpenting pada gerakan berjalan dari

pengguna prosthetic adalah keseimbangan beban tubuh amputee (Radcliffe dan

Foort, 1961). Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan untuk menganalisis

kemampuan prosthetic endoskeletal sistem energy storing mekanisme 2 bar pada

bidang datar melalui kajian dynamic gait. Kajian dynamic gait merupakan analisis

gerakan berjalan manusia secara kontinu dengan memperhitungkan waktu yang

digunakan oleh manusia untuk melakukan satu siklus gerakan berjalan normal

(Vaughan, 1999). Dynamic gait analysis juga memperhitungkan kecepatan dan

percepatan manusia saat melakukan aktivitas berjalan ini untuk menentukan besar

usaha (work), energi dan torsi yang diperlukan amputee pengguna prosthetic

endoskeletal dengan energy storing untuk bergerak dari satu titik ke titik lainnya

dalam satu siklus berjalan. Komparasi nilai kuantitatif external work, serta

komponen gaya dan torsi yang dihasilkan amputee pengguna prosthetic

endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar, antara kaki normal

dengan kaki prosthetic, saat berjalan pada bidang datar dapat digunakan untuk

mengetahui kemampuan prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee

(4)

commit to user

I-3

 

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan dalam

penelitian ini adalah bagaimana kemampuan prosthetic atas lutut endoskeletal

sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar pada aktivitas berjalan di bidang

datar dengan kajian dynamic gait.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui kemampuan

prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar

pada aktivitas berjalan di bidang datar dengan kajian dynamic gait. Sub tujuan

dari penelitian ini, yaitu:

1. Membuat model fase berjalanpada pengguna prosthetic atas lutut endoskeletal

sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar menggunakan persamaan

gerak Lagrange.

2. Menentukan nilai external work dan komponennya (torsi dan gaya) berdasar

model persamaan gerak yang diturunkan dalam satu siklus berjalan di

permukaan datar.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini yaitu

pengembangan rancangan dan teknologi prosthetic dari data yang diperoleh saat

aktivitas berjalan amputee pada bidang datar melalui kajian dynamic gait.

1.5 BATASAN MASALAH

Batasan masalah ini untuk membatasi permasalahan agar tidak terlalu luas

dan memperjelas obyek yang diamati. Batasan masalah yang digunakan dalam

penelitian ini, sebagai berikut:

1. Pengambilan data dilakukan terhadap satu pasien laki-laki usia 49 tahun

pengguna prosthetic kaki atas lutut saat gerakan berjalan pada bidang datar.

2. Satu siklus gerakan berjalan dibagi menjadi delapan fase gerakan (Whittle,

2007).

3. Kajian dynamic gait yang digunakan untuk memodelkan fase berjalan pada

(5)

commit to user

I-4

 

4. Saat pengambilan data, amputee yang telah menggunakan prosthetic atas lutut

endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar masih

menggunakan alat bantu paralel bar saat melakukan aktivitas berjalan.

1.6 ASUMSI PENELITIAN

Asumsi-asumsi yang digunakan pada penelitian dynamic gait bagi pengguna

prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar,

sebagai berikut:

1. Tidak ada selip antara kaki dengan landasan yang terjadi saat aktivitas

berjalan.

2. Anggota upper body (kepala, leher, tangan, dan batang tubuh) pengguna

prosthetic dianggap sebagai satu kesatuan beban bagi anggota gerak bawah.

3. Sudut yang terbentuk pada bagian hip joint diasumsikan bernilai konstan 90⁰

untuk semua fase gerakan dalam satu siklus berjalan.

4. Delapan siklus berjalan yang digunakan dalam perhitungan persamaan gerak

Lagrange diambil dari rekaman gerakan berjalan terbaik dan terlatih amputee

saat menggunakan prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing

dengan mekanisme 2 bar pada bidang datar.

1.7 SISTEMATIKA PENELITIAN

Penyusunan tugas akhir ini, disusun secara sistematis dan berisi uraian pada

setiap bab untuk mempermudah pembahasannya. Adapun dari pokok-pokok

permasalahan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi enam bab, seperti

dijelaskan di bawah ini.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah diadakannya penelitian,

perumusan masalah bedasarkan latar belakang masalah penelitian yang

diangkat, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah,

asumsi-asumsi dan sistematika penelitian. Pengantar penelitian yang

dijabarkan dalam bab ini dimaksudkan memberikan arah penelitian

sesuai tujuan, manfaat dan asumsi yang diajukan, menjawab

(6)

commit to user

I-5

 

bagi pengguna prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing

dengan mekanisme 2 bar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan teori yang digunakan sebagai dasar pemikiran,

wawasan dan acuan serta sebagai landasan yang memberikan

penjelasan secara garis besar mengenai metode yang digunakan sebagai

kerangka pemecahan masalah. Tinjauan pustaka meliputi buku, jurnal,

karya ilmiah, maupun berbagai sumber lainnya. Teori yang berupa

penjelasan mengenai prinsip biomekanika anggota gerak bawah,

prosthetic, teknologi gas spring, kajian usaha (work), energi dan torsi

pada segmentasi tubuh manusia.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi menguraikan materi penelitian, alat, tata cara penelitian,

variabel dan data yang dikaji serta cara analisis yang dipakai untuk

menarik kesimpulan. Kerangka metodologi penelitian disusun mulai

dari tahap identifikasi permasalahan awal, tahap pengumpulan dan

pengolahan data, penentuan external work dan energi serta nilai torsi

pada setiap joint pengguna prosthetic atas lutut endoskeletal dengan

memperhatikan fungsi energy storing.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini menjelaskan proses pengumpulan dan pengolahan data yang

diperoleh selama pelaksanaan penelitian, sesuai dengan usulan

permasalahan yang diangkat. Data yang dikumpulkan berupa data

anthropometri amputee, data dimensi prosthetic endoskeletal dengan

energy storing, serta data pengukuran sudut (q) gerakan pada ankle,

knee dan hip joint saat fase berjalan dalam satu siklus gerakan.

Selanjutnya, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan

pendekatan teori yang relevan dengan pokok permasalahan yang

dibahas dalam penelitian.

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Tahap analisis dan interpretasi hasil berisi pembahasan permasalahan

(7)

commit to user

I-6

 

telah dilakukan pada bab sebelumnya. Bab ini menguraikan hasil

pengukuran besarnya external work dan energi serta nilai torsi pada

setiap joint dalam satu siklus gerakan berjalan guna menentukan tingkat

keseimbangan berjalan (equilibrium gait) pada pengguna prosthetic atas

lutut tipe endoskeletal.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan tahap akhir penyusunan laporan penelitian yang

berisi uraian pencapaian tujuan penelitian yang diperoleh dari analisis

pemecahan masalah maupun hasil pengumpulan data serta saran-saran

(8)

commit to user

II - 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka mengenai kajian dynamic gait bagi pengguna prosthetic

atas lutut endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar,

memerlukan dasar-dasar teori untuk menunjang pembahasan masalah dalam

penelitian.

2.1 BIOMEKANIKA

Berdasarkan Hamill dan Knutzen (2009), kajian biomekanika dapat dilihat

dalam dua perspektif yaitu kinematika dan kinetika. Studi kinematika menjelaskan

gerakan yang menyebabkan berapa cepat objek bergerak, berapa ketinggiannya

atau berapa jauh objek menjangkau jarak. Kajian gerakan kinetika menjelaskan

gaya yang menyebabkan gerakan. Dibandingkan dengan kajian kinematika, kajian

kinetika lebih sulit untuk diamati, pada kajian kinetik yang terlihat adalah akibat

dari gaya.

2.1.1 Definisi Biomekanika

Menurut Frankel dan Nordin (1980) dalam Chaffin dan Anderson (1999),

biomekanika merupakan ilmu mekanika teknik untuk analisa sistem kerangka otot

manusia dimana secara umum biomekanika didefinisikan, sebagai berikut:

Biomekanika menggunakan konsep fisika dan teknik untuk menjelaskan

gerakan pada bermacam-macam bagian tubuh dan gaya yang bekerja

pada bagian tubuh pada aktivitas sehari-hari.

Analisis biomekanika tubuh manusia dipandang sebagai sistem yang

terdiri dari link (penghubung) dan joint (sambungan), tiap link mewakili

segmen-segmen tubuh tertentu dan tiap joint menggambarkan sendi yang ada. Menurut

Chaffin dan Anderson (1999) tubuh manusia terdiri dari enam link, yaitu:

1. Link lengan bawah yang dibatasi oleh joint telapak tangan dan siku.

2. Link lengan atas yang dibatasi oleh joint siku dan bahu.

3. Link punggung yang dibatasi oleh joint bahu dan pinggul.

4. Link paha yang dibatasi oleh joint pinggul dan lutut.

5. Link betis yang dibatasi oleh joint lutut dan mata kaki.

(9)

commit to user

II - 2

Gambar 2.1 Tubuh sebagai sistem enam link dan joint Sumber: Chaffin dan Anderson, 1999

Segmen tubuh manusia dapat disetarakan dengan segmen benda jamak maka

panjang setiap link dapat diukur berdasarkan persentase tertentu dari tinggi badan,

sedangkan beratnya diukur berdasarkan persentase dari berat badan. Penentuan

letak pusat massa tiap link didasarkan pada persentase standar yang ada. Panjang

setiap link tiap segmen berotasi di sekitar sambungan dan mekanika terjadi

mengikuti hukum Newton. Prinsip ini digunakan untuk menyatakan gaya mekanik

pada tubuh dan gaya otot yang diperlukan untuk mengimbangi gaya-gaya yang

terjadi. Secara umum pokok bahasan dari biomekanika adalah mempelajari

interaksi fisik antara pekerja dengan mesin, material dan peralatan dengan tujuan

untuk meminimumkan keluhan pada sistem kerangka otot agar produktivitas kerja

dapat meningkat. Menghindari keluhan pada sistem kerangka otot dapat

ditanggulangi dengan melakukan pengendalian administratif (pemilihan personel

yang tepat, pelatihan tentang teknik-teknik penanganan material).

Pada gerakan jalan yang terpenting adalah keseimbangan dari pasien.

Gerakan ini memperlihatkan bagaimana kedua kaki saling menyeimbangkan berat

tubuh dalam pergerakan berpindah. Pengguna alat bantu pada kaki gerak terlihat

bagaimana alat bantu tersebut menyeimbangkan pasien dalam berjalan sehingga

alat tersebut nyaman dipakai.

2.1.2 Prinsip Biomekanika Anggota Gerak Bawah

Berdasarkan sistem sambungan bagian-bagian tubuh secara umum,

anggota gerak bawah terdiri dari pelvis (pinggul) dan tungkai bawah. Tungkai

bawah terdiri dari beberapa bagian yaitu thigh, knee (penghubung thigh dan

(10)

commit to user

II - 3

Gambar 2.2 Tulang dan sambungan anggota gerak bawah Sumber: Whittle, 2007

Enam pergerakan dasar terjadi pada berbagai kombinasi di dalam

persendian tubuhanggota gerak bawah. Dua pergerakan pertama yaitu flexion dan

extension yang terjadi pada mata kaki, ankle, pinggul dan jari kaki. Flexion adalah

gerakan membengkok untuk mengurangi sudut relatif persendian antara dua

segmen bersebelahan. Sedangkan extension adalah gerakan meluruskan untuk

menambah sudut relatif persendian antara dua segmen bersebelahan seperti

memposisikan persendian kembali ke titik nol atau titik acuan.

Gambar 2.3 Flexion dan extension

Sumber: Hamill J. dan Knutzen, 2009

Flexion dan extension adalah aksi prinsip dari kaki, dimana aktifitas

tersebut diatur oleh otot-otot dan persendian yang terlibat dalam pergerakan.

(11)

commit to user

II - 4

berperan selama gerakan extension disebut sebagai otot ekstensor (Radcliffe dan

Foort, 1961). Saat lutut melakukan gerakan extension, ekstensor akan rileks

sedangkan saat lutut melakukan gerakan flexion, ekstensor akan merentang.

Gerakan flexion-extension lutut dilakukan atas peran sendi lutut, sedangkan

gerakan dorsiflexion-plantarflexion foot dilakukan atas peran sendi pergelangan

kaki.

Abduksi adalah gerakan menjauh dari sumbu tengah badan atau ruas

tubuh. Memidahkan lengan tangan atau kaki ke luar sisi atau merentangkan jari

tangan atau jari kaki adalah suatu contoh abduksi. Sedangkan aduksi adalah

gerakan kembali segmen tubuh ke arah sumbu tengah badan. Gerakan

abduksi-aduksi toes dapat dilakukan atas peran sendi pergelangan kaki dan otot adductor

hallucts.

Gambar 2.4 Abduksi dan aduksi

Sumber: Hamill J. dan Knutzen, 2009

Dua pergerakan dasar yang terakhir melibatkan perputaran (rotasi). Rotasi

dapat berupa medial (internal) atau lateral (eksternal). Rotasi hanya berputar ke

arah kanan dan kiri pada kepala dan batang tubuh. Pada saat posisi dasar awal,

perputaran internal atau medial mengacu pada pergerakan suatu segmen dari suatu

sumbu vertikal sehingga permukaan anterior segmen bergerak ke arah sumbu

tengah tubuh saat permukaan posterior bergerak menjauhi sumbu tubuh.

Perputaran eksternal atau lateral adalah pergerakan kebalikan dimana permukaan

anterior bergerak menjauhi sumbu tengah dan permukaan posterior segmen

bergerak ke arah sumbu tengah.Otot yang berperan dalam pergerakan rotasi kaki

diantaranya, otot tibialis posterior dimana menggerakkan toes ke sisi medial,

sedangkan otot peroneus longus menggerakkan bagian toes ke arah lateral.

Pergerakan ini sangat bergantung pada persendian ankle dan subtalar joint

(12)

commit to user

II - 5

Gambar 2.5 Rotasi persendian lutut Sumber: Hamill dan Knutzen, 2009

2.1.3 Fase Gait Cycle

Kompleksitas proses daya gerak terbukti ketika mempertimbangkan enam

faktor utama yang mempengaruhi bentuk gerakan yaitu interaksi sendi lutut, flexi

lutut, flexi hip, rotasi panggul poros vertikal, kemiringan lateral dari panggul dan

pergeseran lateral dari panggul. Melalui daya penggerak, tubuh manusia

melibatkan pengaruh dari total pola pergeseran dari faktor–faktor bentuk gerakan

sejumlah otot utama dari bagian tubuh yang lebih rendah. Terdapat dua fase saat

kaki berjalan yaitu fase berdiri dan fase berayun. Fase berdiri (stance phase)

merupakan bagian siklus dimana tungkai acuan berkontak dengan lantai, terbagi

menjadi fase initial contact, loading response, midstance, dan terminal stance.

Fase berdiri dimulai saat tumit menyentuh lantai (initial contact), kemudian

dilanjutkan dengan kaki yang menapak penuh ke lantai (loading response).

Midstance dimulai saat posisi foot-flat dan berakhir saat terminal stance. Fase

berayun (swing phase) merupakan bagian siklus dimana tungkai acuan tidak

menyentuh lantai. Fase ini dimulai dengan tidak tersentuhnya kaki ke lantai dan

berakhir saat tumit menempel ke lantai (heel contact).

(13)

commit to user

II - 6

Gambar 2.7 Diagram waktu gait

Sumber: Whittle, 2007

Tahap-tahap dalam siklus berjalan dijelaskan dengan beberapa bagian.

Mulai dari saat belum bergerak, melangkah, dan saat kedua kaki kembali seperti

posisi semula. Beberapa bagian tersebut dijelaskan, sebagai berikut:

1. Initial Contact/Heel Strike

Initial contact adalah awal dari loading respon, yang merupakan periode

pertama dari stance phase. Initial contact sering disebut “heel strike”, karena

pada individu normal sering kali ada dampak berbeda antara tumit dan tanah,

yang dikenal sebagai “heel strike transient”. Nama lain untuk kejadian ini

adalah “heel contact, “footstrike” atau “foot contact”.

Bagian trunk berada sekitar setengah panjang langkah di belakang kaki

depan. Pada posisi initial contact bagian trunk berputar, bahu kiri dan sisi

kanan pelvis bergerak menjauh ke sisi depan meninggalkan lengan kiri yang

berayun ke belakang. Fleksi maksimum pinggul (umumnya sekitar 30⁰)

tercapai sekitar pertengahan fase ayunan dan berubah sedikit sampai initial

contact. Lutut agak lurus sesaat sebelum terjadi initial contact kemudian fleksi

setelah terjadi initial contact. Jumlah ayunan lengan bervariasi pada setiap

orang dan meningkat seiring bertambahnya kecepatan berjalan. Ketika posisi

initial contact rata-rata siku flexion sebesar 8° dan bahu flexion sebesar 45°.

2. Loading Response (Foot Flat)

Fase loading response adalah periode double support antara fase initial

contact dan fase mid stance. Fase loading response terjadi pada persentase

(14)

commit to user

II - 7

trunk berada pada posisi terbawahnya sekitar 20 mm di bawah posisi normal.

Berat badan secara penuh dipindahkan kepada kaki depan, sedangkan kaki

lainnya berada pada fase pre-swing.

Saat fase loading response,bagian arms bergerak secara maksimal ke

posisi depan dan belakang, sedangkan bagian hip memanjang akibat kontraksi

otot ekstensor sejauh 25°.

3. Midstance

Fase midstance adalah akhir dari periode double support dan awal dari

periode single support. Fase midstance terjadi pada periode persentase waktu

gait cycle pada 7%-32% dan mewakili 18% dari gait cycle. Hip mengalami

fleksi sebesar 25%. Bersamaan pada fase ini, terjadi perpindahan berat oleh

kaki pada periode stance (kaki kanan, warna grey), sedangkan kaki lainnya

(kaki kiri, warna biru) berada fase mid-swing.

Pada posisi midstance, energi kinetic berubah menjadi energi potensial.

Trunk naik ke posisi tertinggi sekitar 20 mm di atas level rata-rata dan

Perputaran trunk sudah tidak ada. Gerakan sisi ke sisi trunk mencapai

puncaknya pada posisi midstance dan berubah posisi sekitar 20mm dari posisi

tengah. Seperti kaki, lengan melewati satu sama lain selama midstance karena

mengikuti masing-masing kaki yang berbeda.

4. Terminal Stance (Heel Off)

Fase terminal stance disebut juga heel rise atau heel off karena heel kaki

pada periode stance tidak mengenai landasan. Fase terminal stance pada saat

heel kaki kanan meninggi (mulai meninggalkan landasan) dan dilanjutkan

sampai dengan heel dari kaki kiri mulai mengenai landasan. Fase ini terjadi

pada periode waktu gait cycle 32%-50%, berat badan dipindahkan dan

bertumpu ke bagian bawah kaki depan (toe).

Saat tubuh bergerak ke depan, beban tubuh berpindah dari bagian tumit ke

bagian jari kaki. Saat fase ini, bagian heel meninggi yang diikuti kenaikan knee

flexion 0°-40° dan hip extension 20°-0°. Kenaikan bagian heel menyebabkan

trunk bergerak turun dari posisi tertingginya. Ankle dalam posisi peralihan dari

(15)

commit to user

II - 8

jatuh ke depan dengan salah satu kaki berayun untuk mencapai tanah. Dalam

posisi ini berat tubuh mulai berpindah dari belakang menuju left leg.

5. Pre-Swing (Toe-Off)

Fase pre-swing dimulai dengan fase initial contact (heel strike) oleh kaki

kiri dan kaki kanan berada posisi meninggalkan landasan untuk melakukan

periode mengayun (toe-off). Periode waktu pre-swing terjadi pada persentase

waktu gait cycle 50-57%, dan mulai terjadi pelepasan berat tubuh oleh kaki

yang bersangkutan.

Posisi ini menyebakan terjadi rotasi yang ekstrim pada tubuh bagian atas,

dimana bagian trunk, arms, dan trunk berotasi dari titik normalnya. Dalam

posisi ini, bagian hip tetap dalam kondisi flexion sedangkan knee flexion

bergerak menurun dari sudut elevasi sebesar 40° hingga 0°. Ankle berada

dalam puncak plantar flexion dimana membentuk sudut sebesar 25°.

6. Initial Swing (Acceleration)

Fase swing merupakan fase dimana kaki tidak berada di landasan atau

pada posisi berayun. Fase swing terdiri dari tiga fase yaitu initial swing,

mid-swing, dan terminal swing. Fase keenam merupakan fase initial swing, dimana

kaki mulai melakukan ayunan, persentase initial swing adalah 57%-77% dari

periode waktu gait cycle. Fase initial swing dimulai pada saat telapak kaki

kanan mulai diangkat dari posisi landasan (toe off), sedangkan kaki kiri

berada pada posisi midstance.

Saat kaki diangkat, anggota badan naik dengan adanya 15° hip flexion dan

peningkatan knee flexion sampai 60°. Bagian ankle secara parsial berada dalam

posisi 10° plantar flexion. Pada posisi ini, bagian atas tubuh bergerak

menyesuaikan keseimbangan gerakan kaki. Saat kaki dalam posisi

berdampingan, trunk berada dalam posisi tertinggi dan secara maksimal

memindahkan posisi kaki untuk bergerak naik saat posisi kaki yang lain dalam

keadaan berdiri. Bagian arms berada pada posisi yang sama, tangan yang satu

bergerak maju dan yang lainnya bergerak mundur.

7. Mid-Swing

Fase mid-swing yang dimulai pada akhir initial swing dan dilanjutkan

(16)

commit to user

II - 9

mengenai landasan. Fase mid-swing terjadi pada periode waktu gait cycle

77%-87%, dimana kaki kiri berada pada fase terminal stance. Pada fase ini juga

terjadi gerak perpanjangan tungkai kaki dalam persiapan melakukan fase heel

strike.

Pada posisi ini bagian trunk kehilangan posisi tertingginya dan bergerak

dari titik maksimalnya untuk menahan kaki kiri kembali ke posisi midline. Hal

ini juga disebakan oleh terjadinya hip flexion lanjutan sebesar 25° dari fase

sebelumnya yang mendukung anggota tubuh ke arah anterior dari titik berat

tubuh. Bagian knee mengikuti respon gravitasi, dimana ankle pada posisi dorsi

flexion untuk menjadi netral (0°). Lengan kanan berada di posisi depan dan

bagian kanan dari pelvis pada posisi di sisi depan kiri.

8. Terminal Swing (Decceleration)

Fase terminal swing merupakan akhir dari gait cycle, terjadi pada periode

waktu gait cycle 87%-100%. Fase terminal swing dimulai pada saat akhir dari

fase mid-swing, dimana tungkai kaki mengalami perpanjangan maksimum dan

berhenti pada saat heel telapak kaki kanan mulai mengenai landasan. Pada

periode ini, posisi kaki kanan berada kembali berada depan anggota badan,

seperti pada posisi awal gait cycle.

Gerakan ke depan anggota badan disempurnakan oleh adanya ekstensi

lutut. Hip bertahan dalam posisi 25° flexion, hip berada dalam posisi netral

begitu pula bagian ankle dorsi flexion menuju posisi netral (0°). Dengan

gerakan demikian anggota tubuh siap untuk kembali dalam posisi berdiri.

2.2 PROSTHETIC PADA AMPUTEE

Diperlukan suatu pemaparan yang lebih mendetail mengenai definisi dan

indikasi prosthetic, fungsi, komponen-komponen, serta bahan prosthetic kaki

bagian atas lutut.

2.2.1 Definisi Prosthetic

Prosthetic adalah alat ganti anggota gerak tubuh yang tidak ada. Anggota

gerak tubuh terdiri dari anggota gerak atas yaitu lengan dan tangan serta anggota

gerak bawah yaitu kaki. Ketiadaan alat gerak dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu

(17)

commit to user

II - 10

karena masalah tertentu seperti misalnya penyakit, trauma atau kecelakaan dan

tumor. Defisiensi bawaan adalah ketiadaan bagian tubuh sejak lahir.

Ketiadaan kaki dapat dibagi menjadi empat yaitu ketiadaan kaki bagian

atas lutut (above-knee) dan ketiadaan kaki bagian bawah lutut (below-knee),

ketiadaan bagian tengah lutut (middle-knee) dan ketiadaan telapak kaki (syme).

Pembahasan berikutnya hanya menyangkut permasalahan ketiadaan kaki atas lutut

saja, karena tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan jenis prosthetic atas

lutut yang memberikan kenyamanan terbaik saat gerakan berjalan (Prosthetics and

Orthotics Post Graduate Medical School, 1990).

2.2.2 Komponen Prosthetic Kaki Atas Lutut (Above-Knee Prosthetic)

Ketiadaan kaki bagian atas lutut (above-knee) menyebabkan amputee

kehilangan sebagian paha, knee, shank, dan bagian foot. Bentuk prosthetic atas

lutut ditunjukkan pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Prosthetic kaki atas lutut Sumber: www.scipolicy.net, 2009

Komponen dasar dari prosthetic atas lutut (above-knee) terdiri dari

komponen paha, foot, ankle, shank, socket, dan sistem suspensi (Prosthetics and

Orthotics Post Graduate Medical School, 1990 dalam Lower Limb Prosthetics).

1. Komponen paha.

Komponen paha adalah komponen prosthetic atas lutut yang sekaligus

berfungsi sebagai socket dari stump. Komponen ini dibuat dari aluminium plat

dengan ketebalan 1,5 mm dan juga menyesuaikan dengan kebutuhan. Pertama kali

yang harus dilakukan adalah penggambaran pola yang disesuaikan dengan ukuran

stump serta paha yang sehat, namun juga masih perlu panambahan pada bagian

(18)

commit to user

II - 11

Gambar 2.10 Komponen paha Sumber: Kishner, 2010

2. Foot-Ankle.

Foot (kaki dasar) dan ankle merupakan komponen yang biasanya menjadi

tumpuan pada setiap pergerakan, memberi dukungan selama posisi setengah

berdiri tegak, dan menyesuaikan ayunan untuk membuat tubuh tegak dan bergerak

ke depan pada tahap selanjutnya. Karakteristik yang dimiliki oleh foot-ankle,

yaitu:

a. Mampu menahan bobot (berat) tubuh.

b. Mampu meredam getaran saat kontak tumit (heel contact).

c. Mampu secara cepat mencapai posisi mendatar (foot-flat).

d. Mampu mendukung sendi metatarsophalangeal saat phase berdiri.

e. Menyerupai atau mirip dengan kontur kaki yang sebenarnya.

SACH foot prosthetic masih merupakan salah satu bagian pada kaki

prosthetic. SACH(Solid Ankle Cushion Heel) foot terdiri dari heel kayu, material

yang dimampatkan di sekitar heel, sabuk yang dipasangkan dibawah heel sampai

ke bagian jari kaki, palang atau baut yang menjaga kaki ke tulang kering, dan

cushion heel.

Gambar 2.11 SACH foot

(19)

commit to user

II - 12

Cushion heel pada lapisan SACH foot bisa terbuat dari aeoprene atau plastik

fleksibel dan material yang melapisi neoprene. Bentuk SACH foot, material yang

melapisi dan cushion heel dapat busa plastik yang fleksibel. Cushion heel tersedia

dengan tingkat derajat kemampatan, keras atau sedang, lembut yang terpilih atas

dasar tingkatan amputasi, bentuk badan dan kemampuan untuk mengendalikan

prosthetic. SACH foot tidak punya sendi mata kaki, garis simpangan antara tulang

kering dan kaki minimal. SACH foot banyak digunakan pada kaki prosthetic dan

terutama sekali lebih disukai oleh wanita.

a. Single axis foot.

Model single axis foot sendi pergelangan kaki terbuat dari logam, meniru

gerak pergelangan kaki sesungguhnya, meski tidak dapat melakukan gerak

inversi (pembalikan bagian luar ke arah dalam) atau eversi (pembalikan

bagian dalam ke arah luar).

Gambar 2.12 Single axis foot

Sumber: Prosthetics and Orthotics Post Graduate Medical School, 1990

Bumper plantar flexion meredam goncangan akibat gerak tumit. Jari-jari

elastis memungkinkan adanya gerakan mendorong. Gerak pergelangan kaki

memungkinkan perputaran menjadi semakin mudah. Adanya logam pada

pergelangan kaki, kaki menjadi berat dan cepat rusak. Pada single axis foot

dasar kaki dihubungkan kepada blok mata kaki oleh baut.

b. Multi axis foot.

Multi axis foot dapat bergerak dengan mudah secara plantar flexion, dorsi

flexion, pronation atau supination maupun rotasi. Gerak multi axis foot

dikendalikan oleh ring karet atau rubber ring di sekitar sendi bola atau ball

joint. Saat kaki bergerak, ring ditekan. Resistensi kaki untuk bergerak juga

(20)

commit to user

II - 13

foot digunakan pada kaki endoskeletal. Kaki ini bergerak seperti asli, tapi

tidak stabil pada posisi berdiri.

Gambar 2.13 Multi axis foot

Sumber: Prosthetics and Orthotics Post Graduate Medical School, 1990

c. Energy recovery foot.

Energy recovery foot dibuat untuk pasien amputasi yang mampu berlari atau

berjalan dengan sangat cepat. Ketika berlari, beban pada kaki bertambah tiga

kali lipat. Tumit kaki yang elastis yang kuat untuk meredam beban pada saat

berlari dan jari elastis yang kuat yang memberi energi dorong yang diperlukan

untuk berlari. Desain SACH sebenarnya dibuat untuk penggunaan dengan

prosthetic eksoskeletal. Sebagian besar prosthetic yang dibuat adalah desain

endoskeletal.

Gambar 2.14 Energy recovery foot

Sumber: Prosthetics and Orthotics Post Graduate Medical School, 1990

SACH foot menonjol pada berat, relatif tahan lama dan murah

dibandingkan desain prosthetic yang lain. Secara komersial tersedia dalam

berbagai bentuk berbeda, tumit. Tidak ada komponen yang bergerak di dalam

SACH foot, diperlukan sedikit pemeliharaan. Kepadatan tumit baji sepatu dapat

divariasi antara lembut, medium dan keras disesuaikan menurut karakteristik gaya

(21)

commit to user

II - 14

Tumit baji sepatu dapat menyerap goncangan pemakai yang merupakan

heel-strike dan mengikuti plantar flexion yang terbatas.

3. Shank.

Shank adalah bagian penghubung antara foot, ankle dan socket. Shank

berfungsi untuk memindahkan dan membagi beban dari socket ke bagian foot.

Terdapat dua jenis shank yaitu eksoskeletal dan endoskeletal.Eksoskeletal shank

pada umumnya dibuat dari bahan yang ringan namun kuat dan kokoh. Bahan yang

sering dipakai misalnya plastik, aluminium dan kayu. Pada eksoskeletal shank,

ruang bagian bawah socket dan blok ankle dilubangi untuk mengurangi berat.

Pada endoskeletal shank, terdapat tambahan tumpuan yang berupa tonggak untuk

lebih memperkokoh dan memudahkan pemindahan beban dari socket ke bagian

foot. Tonggak pada endoskeletal shank biasanya terbuat dari metal pylon. Bagian

luar juga dilapisi dengan bahan yang lembut agar penampilan menyerupai kaki

yang sebenarnya.

Keuntungan eksoskeletal shank yaitu selain murah, pembuatannya mudah,

pelapisan bagian luar lebih berdaya tahan. Kekurangan dari shank ini yaitu

kemampuan menopang tubuh lebih kecil dibanding endoskeletal shank.

Keuntungan endoskeletal shank yaitu lebih modern, mampu menopang beban

tubuh, dan lebih kuat. Kekurangan shank ini yaitu mahal, pembuatan sulit dan

rumit. Bentuk kedua jenis shank dapat dilihat pada gambar 2.15 dan 2.16.

Gambar 2.15 Eksoskeletal shank

(22)

commit to user

II - 15

Gambar 2.16 Endoskeletal shank

Sumber: www.ottobockus.com, 2010

4. Socket.

Socket adalah bagian dari prosthetic sebagai tempat dimasukkannya

puntung kaki yang masih ada (stump). Socket merupakan alat yang dibentuk dan

disatukan dengan shank. Jadi bagian ini menyambung atau berhubungan langsung

dengan stump, bahkan tidak jarang socket menempel tepat pada bagian stump.

Socket harus mampu menyokong bobot tubuh dan mendukung stump secara kuat

dan nyaman untuk semua aktivitas pengguna. Socket dibuat menempel pas pada

stump secara kuat untuk mengurangi gerakan atau gesekan antara socket dan kulit.

Banyak gesekan menyebabkan antara socket dan kulit pengguna merasa tidak

nyaman selama beraktivitas mengakibatkan resiko yang lebih besar pada abrasi

kulit.

Pembuatan socket didasarkan pada ukuran puntung tiap-tiap pengguna,

agar socket benar-benar menempel pas. Setiap pengguna mempunyai ukuran

socket yang berbeda. Pembuat prosthetic mencatat karakter puntung dari

masing-masing pengguna, mengukur puntung, mengukur batang kaki pasangannya yang

masih utuh untuk kesimetrisan, kemudian membuat cetakan untuk pengepasan

socket.

5. Sistem Suspensi.

Sistem suspensi merupakan bagian yang berfungsi untuk mengaitkan

keseluruhan prosthetic pada bagian dari tubuh. Tujuannya agar prosthetic

(23)

commit to user

II - 16

jenisnya, secara ringkas dijabarkan mengenai beberapa jenis dari suspensi

tersebut, yaitu:

a. Cuff Suspension.

Menggunakan manset yang terbuat dari kulit atau anyaman dakron yang kuat

untuk dipasangkan pada bagian dalam socket yang kemudian dipasangkan atau

diikatkan pada bagian paha. Bentuk suspensi ini dapat dilihat pada gambar

2.17.

Gambar 2.17 Cuff suspension

Sumber: Prosthetics and Orthotics Post Graduate Medical School, 1990

b. Waist belt.

Tetap menggunakan manset yang terbuat dari kulit atau anyaman dakron yang

kuat, dimana manset tersebut tidak diikatkan pada paha, melainkan diikatkan

mengelilingi pinggang. Ikat pinggang yang dipasangkan di pinggang terbuat

dari anyaman katun. Dipakai pada individu dengan puntung yang pendek,

gambar 2.18 menunjukkan bentuk waist belt.

Gambar 2.18 Waist belt Sumber: May, 2002

waist belt

(24)

commit to user

II - 17

thigh corset

c. Thigh corset.

Sistem penggantung tetap menggunakan waist belt, dimana sistem

penggantungnya dililitkan pada pinggang. Terdapat tambahan yaitu paha

dipasang korset yang berfungsi untuk lebih memperkuat penggantung. Sistem

suspensi ini merupakan ciri dari prosthetic bawah lutut konvensional. Gambar

2.19 memperlihatkan bentuk dari thigh corset.

Gambar 2.19 Thigh corset

Sumber: Prosthetics and Orthotics Post Graduate Medical School, 1990

2.3 TEKNOLOGI SPRING GAS

Gas spring atau juga bisa disebut gas struts adalah salah satu perangkat

energy storing, dimana prinsip kerjanya sama dengan prinsip kerja mechanical

spring. Mechanical spring menyimpan energi dengan memberi tekanan pada

material penyusunnya. Gas spring menyimpan energi dengan cara mengkompresi

gas nitrogen yang terdapat pada gas spring. Semakin ditekan maka ruang udara

dalam gas spring akan semakin berkurang yang menyebabkan tekanan gas

semakin meningkat dan semakin menyimpan banyak energi. Kelebihan gas spring

dibandingkan dengan mechanical spring terdapat pada kecepatan respon, gas

spring cenderung lebih smooth dibandingkan dengan mechanical spring. Dengan

mengganti penggunaan mechanical spring dengan gas spring pada prosthetic atas

lutut endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar memungkinkan

(25)

commit to user

II - 18

endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar untuk aktivitas

keseharian dengan berkurangnya respon untuk melakukan extension yang

membuat amputee lebih nyaman saat berjalan.

.

Gambar 2.20 Energy storing prosthetic knee

Sumber: Laboratorium Perencanaan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret, 2010

Konsep energy storing dianalogikan sebagai sebuah pegas yang

menggantikan fungsi otot hamstring dan quadriceps yang berada di sepanjang

thigh (paha) sampai knee (lutut). Ketika meregang dan mengendur tendon ini

menyimpan dan kemudian melepaskan energi potensial elastis. Gerakan pegas

yang terdapat pada knee prosthetic inilah yang akan mengurangi jumlah kerja

yang harus dilakukan otot kaki amputee akibat gaya ayun ketika beraktivitas.

2.4 KESEIMBANGAN GERAK BIOMEKANIKA

Pada pengguna prosthetic, analisis biomekanika digunakan untuk

mengetahui pola berjalan amputee apakah telah sesuai dengan pola berjalan

normalnya (Radcliffe dan Foort, 1961). Hal ini diketahui dengan keseimbangan

gaya dan torsi serta tingkat keluaran energi selama amputee berjalan dalam sutu

periode waktu.

2.4.1 Keseimbangan Gerakan Manusia

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan

tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi. Definisi menurut O’Sullivan (2008),

keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada

bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu menurut Ann Thomson

(2008), keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam

(26)

commit to user

II - 19

menggunakan aktivitas otot yang minimal. Keseimbangan juga diartikan sebagai

kemampuan relatif untuk mengendalikan pusat massa tubuh (center of mass) atau

pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support).

Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di

dukung oleh sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk

menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia

mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien.

Equilibrium merupakan karakteristik keadaan dimana terjadi

keseimbangan gaya dan torsi (momen gaya). Berdasarkan hukum Newton

pertama, tubuh dalam kondisi equilibrium ketika dalam keadaan diam

(motionless) atau bergerak dengan kecepatan konstan. Ketika tubuh dalam

keadaan diam (misal, sewaktu berdiri dengan satu kaki atau berdiri di atas papan

keseimbangan) hal ini disebut sebagai static equilibrium. Tiga kondisi yang harus

dipenuhi tubuh untuk mencapai kondisi static equilibrium (Hall, 1999), sebagai

berikut:

1. Jumlah total gaya vertikal yang terjadi pada tubuh sama dengan nol.

2. Jumlah total gaya horisontal yang terjadi pada tubuh sama dengan nol.

3. Jumlah total torsi harus sama dengan nol.

∑Fx = 0

∑Fy = 0

τ = 0...(2.1) dengan; Fx = Gaya Vertikal (N)

Fy = Gaya Horisontal (N) τ = Torsi (Nm)

Dynamic equilibrium merupakan kondisi keseimbangan dimana tubuh

begerak dengan kecepatan konstan. Tubuh dalam kondisi bergerak dianggap

dalam keadaan dynamic equilibrium, apabila semua gaya yang bereaksi sama dan

berlawanan arah dengan gaya inersial. Persamaan kondisi dynamic equilibrium

dinyatakan berikut ini.

∑Fx– max = 0

∑Fy– may = 0

(27)

commit to user

II - 20

dengan; Fx, Fy = Gaya vertikal, gaya horizontal (N)

max, may = Perkalian massa tubuh dengan percepatan (kg.ms2) τ = Torsi (Nm)

= Perkalian momen inersia dengan percepatan angular

2.4.2 Torsi

Selain bergerak sesuai arah bekerjanya, benda cenderung untuk memutar

dalam suatu sumbu. Perputaran benda tersebut dikarenakan adanya gaya yang

menyebabkan perpindahan, atau disebut torsi. Torsi yang juga dikenal sebagai

puntiran (momen gaya) merupakan hasil kali antara gaya dan lengan gaya. τ = F x d...(2.3)

Gambar 2.21 Sebuah momen

Sumber: Young dan Freedman, 2002

Pada tubuh manusia, torsi dibangkitkan oleh otot dalam suatu pusat

persendian yang merupakan hasil dari gaya yang bereaksi terhadap jarak antara

garis gaya otot dengan pusat persendian tersebut. Saat joint bergerak pada suatu

jarak, terjadi perubahan momen gaya pada otot yang melintasi persendian.

Perubahan pada momen secara langsung menyebabkan joint torque yang

dibangkitkan oleh otot. Saat berjalan, secara signifikan lebih banyak gaya

dibutuhkan ketika torsi dibangkitkan oleh single support foot dimana momen akan

mengurangi jarak antara tulang metatarsal dengan calcaneus.

Torsi merupakan besaran vektor, sehingga selain mempunyai besar, torsi

juga mempunyai arah. Suatu vektor τ mempunyai arah tegak lurus terhadap

bidang benda. Arah τ adalah tergantung pada arah berputarnya benda akibat gaya

F dan d yang merupakan jarak gaya dari titik acuan (sumbu 0). Apabila arah rotasi

(28)

commit to user

II - 21

apabila arah rotasi searah dengan putaran jarum jam, maka arah torsi bernilai

negatif. Dalam menentukan arah torsi menggunakan kaidah alias aturan tangan

kanan.

Torsi τ mengikuti kaidah penjumlahan dan dapat ditinjau sebagai vektor

geser dengan garis kerja yang berhimpit dengan sumbu momen. Satuan dasar dari

momen dalam satuan SI adalah Newton-meter (N.m).

2.4.3 Usaha dan Energi

Keistimewaan dari normal gait adalah bagaimana energi disimpan dalam

jumlah yang optimal saat berjalan. Salah satu bentuk pola berjalan abnormal

adalah hilangnya kestabilan yang menyebabkan pengeluaran energi yang

berlebihan sehingga tubuh mudah lelah. Pengukuran transfer energi selama

berjalan pada persendian dan konsumsi energi secara keseluruhan merupakan

bagian penting dalam analisis cara berjalan ilmiah.

Work (usaha) merupakan kombinasi lain dari analisis kinematika dan

kinetika. Secara ilmiah work (usaha) terjadi ketika gaya bekerja pada suatu objek

sehingga objek bergerak dalam jarak tertentu. Sebuah gaya melakukan usaha

apabila benda yang dikenai gaya mengalami perpindahan. Secara matematis,

usaha yang dilakukan oleh gaya didefinisikan sebagai hasil kali perpindahan

dengan gaya yang searah dengan perpindahan.

W =F x s...(2.4)

   

Gambar 2.22 Usaha oleh gaya konstan Sumber: Young dan Freedman, 2002     

Pada gerak rotasi, kerja didefinisikan sebagai hasil kali antara torsi dengan

perpindahan sudut. Secara matematis dapat ditulis, sebagai berikut:

(29)

commit to user

II - 22

Hasil perkalian antara besar gaya (F) dan besar perpindahan (s) di atas merupakan

bentuk perkalian titik atau perkalian skalar, dimana work (usaha) tidak

mempunyai arah. Satuan usaha dalam Sistem Internasional (SI) adalah

newton-meter. Satuan newton-meter juga biasa disebut Joule (1 Joule = 1 N.m).

Saat tubuh bergerak dalam jarak tertentu sebagai hasil dari gaya eksternal

yang mengenai tubuh, tubuh dikatakan dikenai kerja. Besarnya kerja setara

dengan hasil perkalian gaya reaksi dan jarak perpindahan. Ketika gaya bekerja

pada tubuh namun tidak menimbulkan perpindahan gerak akibat adanya gaya

yang berlawanan arah dengan gaya ekternal, misal gaya gesek atau yang

disebabkan berat tubuh, tidak ada kerja mekanik yang berlaku dalam tubuh,

karena tubuh tidak berpindah dari posisi awal.

Ketika otot berkontraksi dan menghasilkan gerak pada segmen tubuh, otot

dikatakan bekerja terhadap segmen tubuh. Kerja mekanik yang terjadi dalam

tubuh dapat dikatagorikan sebagai kerja negatif maupun kerja positif, sesuai gaya

pada otot yang bereaksi pada tubuh. Ketika torsi pada otot dan arah gerak angular

pada joint dalam arah yang sama, kerja yang dilakukan otot dikatakan bernilai

posistif. Namun, bila torsi pada otot dan arah gerak angular pada joint dalam arah

yang berbeda, kerja yang dilakukan otot dikatakan bernilai negatif.

Secara umum, energi didefinisikan sebagai kapasitas untuk melakukan

kerja. Oleh karena itu, energi mekanik merupakan kapasitas untuk melakukan

kerja mekanik. Usaha dilakukan ketika energi dipindahkan dari satu benda ke

benda lain. Jumlah total energi pada sistem dan lingkungan bersifat kekal. Energi

tidak pernah hilang, tetapi hanya dapat berubah bentuk dari satu bentuk energi

menjadi bentuk energi lain. Energi mempunyai satuan yang sama dengan usaha

yaitu joule. Secara garis besar, energi terbagi dalam dua macam, energi potensial

dan energi kinetik.

Energi kinetik (EK) merupakan energi gerak. Tubuh memproses energi

kinetik hanya saat tubuh dalam keadaan bergerak. Jika tubuh tidak bergerak maka

v = 0 sehingga besarnya energi kinetik juga nol. Berikut persamaan matematis

energi kinetik dalam gerak translasi dan gerak rotasi (angular).

2 2 1

mv

(30)

commit to user

II - 23 2

2 1

ω

I

KErotasi = ...(2.7)

dengan; KE = Energi kinetik (J)

m = Massa (kg)

v = Kecepatan (m/s)

I = Momen Inersia (kgm2)

ω = Kecepatan sudut (radian)

Bentuk yang lain dari energi adalah energi potensial, dimana merupakan energi

yang menyatakan posisi suatu obyek. Adapun persamaan matematis energi

potensial, sebagai berikut:

PE = mgh...(2.8)

dengan; PE = Energi potensial (J)

m = Massa (kg)

g = Gaya gravitasi (m/s2)

h = Tinggi pusat massa (m)

Pada aplikasi biomekanik perubahan energi potensial disebabkan adanya

perubahan tinggi dari pusat massa, karena biasanya massa tubuh manusia

cenderung tetap. Energi potensial disebut sebagai energi penyimpanan. Hal ini

merupakan bentuk implikasi dari adanya energi kinetik dalam tubuh ketika

bergerak. Salah satu bentuk potensial energi adalah strain energy (SE) atau energi

elastis.

2 2 1

kx

SE= ...(2.9)

dengan k merupakan konstanta elastis yang menunjukkan keelastisan bahan atau

kemampuan untuk menyimpan energi dan berdeformasi. Sedangkan x

menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi otot.

Ketika bergerak tubuh memerlukan energi untuk melakukan perpindahan.

Energi mengalir dari satu segmen tubuh menuju segmen tubuhnya dan berubah

bentuk ketika menyimpan dan digunakan untuk menghasilkan gerak. Total

(31)

commit to user

II - 24

Etotal = PE + KEtranslasi + KErotasi

2 2

2 1 2

1 ω

I mv

mgh+ +

= ...(2.10)

2.4.4 Sintesis Pergerakan Manusia

Model matematika digunakan dalam menemukan solusi optimal gerakan

manusia yang dianalogikan dalam suatu sistem benda jamak yang tersusun dari

stick diagrams pada setiap joint yang saling terhubung membentuk satu kesatuan.

Perilaku dinamik dari sebuah sistem dinyatakan dalam besaran kinematik dan

kinetika. Pada penelitian ini perilaku dinamik dirumuskan melalui persamaan

gerak Lagrange. Lagrange (L) dari suatu sistem dikatakan sebagai perbedaan

antara jumlah energi kinetik yang terjadi dalam sistem dan jumlah energi potensial

dalam sistem (Winter, 1990).

L = KE - PE...(2.11)

Bentuk umum teori lagrange tentang gerak menyajikan semua bentuk gaya dan

torsi yang muncul dalam sistem. Persamaan umum gerak Lagrange terdapat

dalam (2.12).

i i i

Q q

L q

L dt

d =

∂ ∂ − ∂

∂ ⋅

& ...(2.12)

dengan t menunjukkan waktu, q menunjukkan generalized coordinat dan Q

menunjukkan generalized force. Untuk setiap model persamaan, energi kinetik

dan energi potensial dikalkulasikan dengan menggunakan masing-masing

koordinat dan turunan dari berbagai rigid body yang diasumsikan sebagai pusat

massa.

2.5 PENELITIAN SEBELUMNYA

Primawati dan Wibowo (2010) melakukan penelitian mengenai kajian

biomekanika dan fisiologi pada pengguna prosthetic bawah lutut dengan

memperhatikan fungsi ankle joint. Kedua penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui desain prosthetic bawah lutut endoskeletal terbaik dengan

menggunakan hasil pengukuran dari dua perspektif yang berbeda yakni

biomekanik dan fisiologis. Desain prosthetic bawah lutut yang dibahas pada

(32)

commit to user

II - 25

impor dan endoskeletal model pengembangan, dimana fokus perbedaan ketiga

prosthetic tersebut terletak pada bagian ankle joint. Penelitian Primawati

menitikberatkan pada aspek fisiologis. Penelitian dilakukan dengan cara

mengukur % tingkat kelelahan, energi ekspenditur, kebutuhan kalori, dan VO2

max. Amputee berjalan normal sejauh 12 meter dan berjalan pada treadmill sejauh

100 meter menggunakan 3 desain prosthetic bergantian dengan tiga kecepatan

berbeda (1,2 km/jam; 1,6 km/jam; dan 2 km/jam). Sedangkan penelitian Wibowo

menitikberatkan pada kajian biomekanik dalam menganalisis jenis prosthetic yang

mampu memeberikan keseimbangan terbaik saat berjalan. Perhitungan gaya dan

momen dilakukan berdasarkan data yang telah dikumpulkan pada masing-masing

fase gerakan pada waktu pengguna prosthetic bawah lutut menggunakan

masing-masing model prosthetic secara bergantian. Perhitungan meliputi gaya dan

momen yang bekerja pada persendian hip, knee, dan ankle baik kaki normal

maupun kaki prosthetic. Berdasarkan kedua penelitian ini diperoleh hasil bahwa

desain prosthetic endoskeletal model pengembangan memiliki keseimbangan gaya

dan momen serta tingkat keluaran energi fisiologis yang lebih baik dari prosthetic

eksoskeletal maupun prosthetic endoskeletal import.

Farahmand, Rezaeian, Narimani, dan Dinan (2006) melakukan kajian

mengenai analisis kinematis dan dinamis terhadap gaya berjalan amputee atas

lutut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur dan menganalisis variabel

spatio-temporal dan kinematika. Karakteristik gait dari lima transfemoral

amputee dan lima subjek normal diukur dengan menggunakan videografi dan

force platform. Tubuh subjek dimodelkan pada bidang sagital 2D dibagi menjadi

8 segmen dan dianalisis dengan pendekatan kinematik dan dinamik. Momen hip

kaki amputee yang utuh lebih besar dari momen kaki normal (2,08 Nm/kg

dibanding 1,68 Nm/kg) dan momen lututnya juga (1,84 Nm/kg dibanding 1,14

Nm/kg). Sedangkan momen hip kaki teramputasi lebih rendah dari kaki normal

(0,97 Nm/kg dibanding 1,67Nm/kg).Hasilnya, terdapat perbedaan yang signifikan

antara subjek amputee dan subjek normal, tetapi perbedaan antara kaki yang utuh

dan kaki yang teramputasi tidak terlalu signifikan. Kinematik kaki utuh amputee

dan kaki orang normal hampir sama tetapi kaki yang teramputasi mempunyai

(33)

commit to user

II - 26

Farber dan Jacobson (1995) melakukan kajian mengenai prosthetic atas

lutut dengan sistem energy recovery.Penelitian ini dilakukan pada 32 pasien yang

berumur 17-82 tahun. Sebelumnya, pasien mayoritas menggunakan prosthetic

dengan uniaxial knee, tiga pasien menggunakan 4-bar linkage, dan enam pasien

dipakaikan prosthetic baru dengan mekanisme 4-bar linkage. Hasil penelitian ini

didapatkan koefisien energy recovery meningkat 30% dibandingkan dengan above

knee prosthetic konvensional. Konsumsi energi menurun 35% selama berjalan

dengan prosthetic baru.

Above-knee prosthetic dengan energy storing didesain dengan

menambahkan komponen mechanical spring pada bagian knee joint atau sering

juga disebut energy storing prosthetic knee. Mechanical spring digunakan untuk

menyimpan tenaga pada saat kaki menekuk (flexion) yang diberikan oleh berat

tubuh pengguna lalu dilepaskan kembali agar knee joint dapat melakukan

extension dengan mudah dan cepat. Desain prosthetic dengan energy storing ini

memberikan respon untuk melakukan extension dengan cepat sehingga sangat

cocok digunakan pada amputee untuk melakukan aktivitas olahraga ekstrim,

misalnya panjat tebing dan bermain ski. Salah satu prosthetic energy storing yang

mempunyai desain dengan mechanical spring (coil-over spring) ini yaitu XT9

[image:33.612.132.506.226.561.2]

energy storing prosthetic knee yang diproduksi Symbiotechs USA.

Gambar 2.23 XT9 Energy storing prosthetic knee

(34)

commit to user

III - 1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi dalam penelitian kajian dynamic gait bagi pengguna prosthetic

atas lutut endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar dijelaskan

pada gambar 3.1.

Latar belakang

Perumusan masalah

Penetapan tujuan dan manfaat penelitian

Studi literatur

Pemodelan energy storing

menggunakan persamaan Lagrange

Pengambilan data parameter yang diperlukan untuk perhitungan menggunakan model pada 8 fase berjalan

Posisi sudut dengan electrogoniometer Rf

Kecepatan dan percepatan dengan CVMob Dimensi dan

massa prosthetic

Parameter lain dari penurunan model

Perhitungan external work dan komponen-komponennya (torsi dan gaya

eksternal) pada kaki normal dan kaki prosthetic menggunakan prosthetic

endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar

Kesimpulan dan saran

Analisis dan interpretasi hasil komparasi keseimbangan tiap fase dan fase-fase

yang berlawanan pada kaki normal dan kaki prosthetic menggunakan prosthetic

endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar

Anthropometri amputee

(35)

commit to user

III - 2

Pada gambar 3.1 telah dijelaskan langkah yang digunakan dalam penelitian.

Uraian penjelasan metodologi dijelaskan tahap demi tahap dalam sub bab di

bawah ini.

3.1 IDENTIFIKASI MASALAH DALAM PENELITIAN

Tahapan untuk mengidentifikasi permasalahan pada penelitian ini dijelaskan,

sebagai berikut:

1. Latar belakang.

Pada tahun 2010, Laboratorium Perencanan dan Perancangan Produk Jurusan

Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta mengembangkan

prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2

bar. Energy storing prosthetic merupakan salah satu teknologi yang

menunjang fleksibilitas gerak amputee pengguna prosthetic endoskeletal.

Konsep energy storing dianalogikan sebagai sebuah pegas yang menyimpan

dan kemudian melepaskan energi. Gerakan pegas pada knee prosthetic

mengurangi jumlah kerja yang harus dilakukan otot kaki amputee akibat gaya

ayun ketika beraktifitas.

Pengguna prosthetic pada umumnya tidak dapat berjalan normal, sehingga

kajian dynamic gait sangat berperan dalam mengkaji apakah pola berjalan

pasien telah menyerupai pola berjalan normalnya. Melalui kajian dynamic

gait, akan diketahui sejauh mana prosthetic atas lutut endoskeletal dengan

konsep energy storing dapat mengakomodasi gerakan amputee saat berjalan

di bidang datar sehingga amputee dapat berjalan lebih mudah dan energi yang

dikeluarkan lebih kecil.

2. Perumusan masalah.

Permasalahan yang dirumuskan adalah bagaimana kemampuan prosthetic atas

lutut endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar pada

aktivitas berjalan di bidang datar dengan kajian dynamic gait.

3. Tujuan dan manfaat penelitian.

Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan prosthetic atas lutut

endoskeletal sistem energy storing knee dengan mekanisme 2 bar pada

(36)

commit to user

III - 3

3.2 PENGUMPULAN

DAN PENGOLAHAN DATA

Pengumpulan data dilakukan sebagai penunjang dan bahan analisis

terhadap permasalahan yang diangkat. Dalam hal ini pengumpulan data diperoleh

melalui dokumentasi penelitian terkait dengan kajian prosthetic atas lutut

endoskeletal. Penelitian dilakukan di Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan

Ergonomi Teknik Industri UNS. Adapun data yang diambil dari responden ada

dua yaitu data awal dan data utama penelitian. Data awal meliputi usia, tinggi,

berat badan dan pengukuran anthropometri responden. Data utama yaitu data

pengukuran sudut (q) pada ankle, knee, dan hip joint saat fase berjalan dalam satu

siklus gerakan.

3.2.1 Pemodelan Energy Storing menggunakan Persamaan gerak Lagrange.

Formulasi yang dibuat terdiri atas dua formulasi, yaitu formulasi external

work dan komponen-komponenya responden kaki normal dan kaki prosthetic

pada saat berjalan. Perbedaan signifikan kedua formulasi tersebut adalah adanya

penambahan energi potensial pegaspada prosthetic amputee.

Langkah-langkah pemodelan energy storing menggunakan persamaan

Lagrange, sebagai berikut:

1. Menentukan vektor perpindahan (displacement vector).

Menentukan displacement vector pada delapan titik kaki yaitu foot, center of

mass foot, ankle, center of mass shank, knee, center of mass thigh, hip, dan

center of mass upper body terhadap dimensi panjang bagian kaki dan sudut

yang terbentuk saat berjalan. Penentuan posisi displacement berdasar sumbu x

dan sumbu y, dan besar sudut yang terjadi merupakan turunan dari waktu.

2. Menghitung vektor kecepatan (velocity vector).

Perhitungan velocity vector hanya dilakukan pada empat titik yaitu center of

mass foot, center of mass shank, center of mass thigh, dan center of mass

upper body yang mempunyai kecepatan terhadap joint tubuh (ankle, knee, dan

hip). Untuk menghitung velocity vector dengan cara menurunkan displacement

vector dari titik yang dimaksudkan.

3. Merumuskan Lagrangian.

Energi yang dikeluarkan saat berjalan berupa kinetic energy dan potential

(37)

commit to user

III - 4

melakukan pengurangan potential energy terhadap kinetic energy. Bentuk

umum persamaan gerak Lagrange yang terdapat dalam persamaan (2.11)

digunakan untuk mengetahui keseimbangan nilai energi dan torsi secara

dinamis pada setiap fase dalam satu periode waktu berjalan. Besarnya usaha

keseluruhan dihitung dengan menggunakan rumusan usaha baik pada gerak

translasi maupun rotasi dengan menggunakan persamaan (2.4) dan juga

persamaan (2.5). Perbedaan Lagrangian pada kaki normal dan kaki prosthetic

adalah adanya penambahan energi pegas pada perhitungannya.

4. Merumuskan external work.

Perumusan external work dengan menghitung seluruh hasil perkalian antara

torsi dan sudut yang terbentuk pada ankle, knee, dan hip joint. Besarnya work

keseluruhan dihitung menggunakan rumusan usaha baik pada gerak translasi

maupun rotasi dengan menggunakan persamaan (2.4) dan persamaan (2.5).

5. Menurunkan komponen external work (torsi dan gaya).

Komponen external work didapatkan dari hasil penurunan Lagrangian dan

external work. Hasil penurunan tersebut berupa besar torsi dan gaya yang

terjadi pada ankle, knee, dan hip joint. Perhitungan torsi dilakukan pada

persendian hip, knee, dan ankle baik kaki normal maupun kaki prosthetic.

3.2.2 Pengambilan Data Parameter

Data yang diperlukan persamaan gerak Lagrange untuk pengukuran tingkat

keseimbangan berjalan (equilibrium gait) pada pengguna prosthetic atas lutut

menggunakan prostheticendoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2

bar, yaitu:

1. Sudut gerakan (q) pada segmen tubuh di setiap fase gerakan.

Pengukuran sudut bertujuan untuk mengetahui sudut yang terbentuk pada

ankle, knee, dan hip joint baik kaki normal maupun kaki prosthetic saat

berjalan menggunakan prosthetic kaki atas lutut endoskeletal sistem energy

storing dengan mekanisme 2 bar. Sudut yang terbentuk dari masing-masing

segmen dicari dengan menggunakan alat electrogoniometer Rf. Secara umum,

prosedur pelaksanaan dari pengukuran sudut, yaitu:

a. Pengguna prosthetic memakai prosthetic kaki atas lutut endoskeletal

(38)

commit to user

III - 5

b. Pemasangan electrogoniometer Rf di tubuh pengguna prosthetic dilakukan

pada bagian ankle, knee, dan hip joint. Alat electrogoniometer Rf

tersambung pada sebuah komputer untuk menampilkan hasil pengukuran

sudut ankle, knee, dan hip joint pada kaki normal maupun kaki prosthetic.

Electrogoniometer yang digunakan ialah electrogoniometer rf digital yang

ditransfer melalui wireless dengan kecepatan transfer data 4800 bit per

detik.

c. Pengguna prosthetic atas lutut endoskeletal dengan energy storing

melakukan kegiatan berjalan di bidang datar. Data pengukuran yang

ditampilkan dalam komputer.

(a) (b)

Gambar 3.2 (a) Electrogoniometer Rf, (b) Receiver Digital Sumber: Jurusan Teknik Industri, 2010

2. Kecepatan sudut dan percepatan sudut dengan CV Mob.

Merekam aktivitas berjalan responden amputee menggunakan video,

kemudian hasil rekaman aktifitas berjalan amputee dimasukkan dalam

software CVMob untuk menentukan velocity dan acceleration. Titik yang

digunakan untuk memperoleh kecepatan dan percepatan adalah center of mass

foot, ankle, center of mass shank, center of mass thigh, dan center of mass

upper body.

3. Pengukuran anthropometri pengguna prosthetic kaki atas lutut.

Pengambilan data anthropometri amputee pengguna prosthetic digunakan

untuk menghitung panjang segmen titik berat tubuh pengguna prosthetic.

Pertama diukur tinggi badan dan berat badan pengguna prosthetic, kemudian

dilakukan pengambilan data anthropometri amputee. Data anthropometri

[image:38.612.134.508.87.554.2]
(39)

commit to user

III - 6

pengukuran panjang segmen kaki yang meliputi panjang stump, panjang betis

dan panjang telapak kaki. Panjang segmen telapak kaki diukur dari ujung jari

terpanjang pada kaki hingga bagian belakang dari kaki. Panjang segmen betis

diukur dari mata kaki hingga lutut. Pengukuran anthropometri tubuh amputee

menggunakan meteran dan berat badan menggunakan timbangan badan.

[image:39.612.135.509.173.507.2]

(a) (b)

Gambar 3.3 Alat ukur, (a) Meteran, (b) Timbangan badan Sumber : Jurusan Teknik Industri, 2010

Meteran yang digunakan adalah meteran kain dengan panjang maksimal

sebesar 2 m. Timbangan badan yang digunakan ialah timbangan digital

dengan beban maksimal 150 kg dan ketepatan pembacaan data sebesar 0.01

kg.

4. Pengukuran dimensi prosthetic endoskeletal sistem energy storing dengan

mekanisme 2 bar.

Unit penelitian adalah prosthetic atas lutut endoskeletal yang khusus

digunakan responden amputee. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui

karakteristik prosthetic atas lutut endoskeletal dengan energy storing yang

ditinjau dari ukuran berat dan panjang prosthetic. Semua dimensi pada

ran

Gambar

Gambar 2.23XT9 Energy storing prosthetic knee
Gambar 3.2 (a) Electrogoniometer Rf, (b) Receiver Digital
Gambar 3.3 Alat ukur, (a) Meteran, (b) Timbangan badan
Gambar 3.4 Force Gauge
+7

Referensi

Dokumen terkait