39
Gambar 3.1 Wilayah DIY dan Pembagian Wilayah Kabupaten
Sumber: id.wikipedia.org
BAB III
TINJAUAN KAWASAN/WILAYAH YOGYAKARTA
3.1
Tinjauan Umum Kota Yogyakarta
3.1.1 Letak Geografis
Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi
DIY dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus
Kota di samping 4 daerah tingkat II lainnya yang berstatus
Kabupaten. Letak Geografis Yogyakarta terhadap bumi adalah
110º 24’19”BT–118º 28’53”BT dan 7º 49’26”LS–7º 51’24”LS.
Yogyakarta terletak di tengah-tengah propinsi DIY, dengan
batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Utara : Kabupaten Sleman
b. Timur : Kabupaten Bantul dan Sleman
c. Selatan : Kabupaten Sleman
d. Barat : Kabupaten Bantul dan Sleman
Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran
rendah dimana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke
40
sungai yang melintas Kota Yogyakarta, yaitu Sungai Gajah Wong
(Timur), Sungai Code (tengah), Sunagi Winogo (Barat)14.
3.1.2 Luasan Wilayah dan Topografi
Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit
dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km²
yang berarti 1,025% dari luas wilayah Propinsi DIY.
Dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14
Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni
oleh 428.282 jiwa (sumber data dari SIAK per tanggal 28 Februari
2013) dengan kepadatan rata-rata 13.177 jiwa/Km².
Sebagian besar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta atau
sebesar 65,65% wilayah terletak pada ketinggian antara 100-499 m
dari permukaan laut, 28,84% wilayah dengan ketinggian kurang
dari 100 meter, 5,04% wilayah dengan ketinggian antara 500-999
m, dan 0,47% wilayah dengan ketinggian di atas 1000 m.
Berdasarkan satuan topografi, Daerah Istimewa Yogyakarta
terdiri atas15,
a. Satuan Pegunungan Selatan, seluas 1.656,25 km², ketinggian
150-700 m, terletak di Kabupaten Gunungkidul (Pegunungan
Seribu), yang merupakan wilayah perbukitan batu gamping
(limestone) yang kritis, tandus, dan selalu kekurangan air. Pada
bagian tengah berupa dataran Wonosari basin.Wilayah ini
merupakan bentang alam solusional dengan bahan batuan
induk batu gamping, yang mempunyai karakteristik lapisan
tanah dangkal dan vegetasi penutup yang relatif jarang;
b. Satuan Gunung Berapi Merapi, seluas 582,81 km², ketinggian
80-2.911 m, terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga
dataran fluvial Gunung Merapi, meliputi daerah Kabupaten
41
Sleman, Kota Yogyakarta, dan sebagian Kabupaten Bantul,
serta termasuk bentang alam vulkanik. Daerah kerucut dan
lereng Gunung Merapi merupakan hutan lindung dan sebagai
kawasan resapan air;
c. Dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan
Kulon Progo seluas 215,62 km², ketinggian 80 m, merupakan
bentang alam fluvial yang didominasi oleh dataran Alluvial.
Membentang di bagian selatan DIY mulai Kabupaten Kulon
Progo sampai Kabupaten Bantul yang berbatasan dengan
Pegunungan Seribu. Daerah ini merupakan wilayah yang subur.
Bentang alam lain yang belum digunakan adalah bentang alam
marine dan aeolin yang merupakan satuan wilayah pantai yang
terbentang dari Kabupaten Kulon Progo sampai Bantul. Khusus
Pantai Parangtritis, terkenal dengan laboratorium alamnya
berupa gumuk pasir. Pegunungan Kulon Progo dan Dataran
Rendah Selatan seluas 706,25 km², ketinggian 572 m, terletak
di Kabupaten Kulon Progo. Bagian utara merupakan lahan
struktural denudasional dengan topografi berbukit yang
mempunyai kendala lereng yang curam dan potensi air tanah
yang kecil.
3.1.3 Iklim di Yogyakarta
Iklim di Yogyakarta memiliki curah hujan rata-rata 2.012
mm/tahun dengan 119 hari hujan, suhu rata-rata 27,2°C dan
kelembaban rata-rata 24,7%. Angin pada umumnya bertiup angin
muson dan pada musim hujan bertiup angin barat daya dengan arah
220° bersifat basah dan mendatangkan hujan, pada musim
kemarau bertiup angin muson tenggara yang agak kering dengan
42 3.1.4 Kondisi Kependudukan16
Hasil Sensus Penduduk 2010 mencatat jumlah penduduk
yang tinggal di wilayah DIY mencapai 3.457.491 jiwa, dengan
komposisi 49,43 persen laki-laki dan 50,57 persen perempuan yang
tersebar di lima kabupaten/kota. Jumlah penduduk DIY semakin
bertambah setiap tahun dengan laju pertumbuhan yang
berfluktuasi, namun masih cukup terkendali. Hasil Sensus
Penduduk tahun 1971 mencatat jumlah penduduk DIY sebanyak
2,49 juta jiwa dan terus meningkat menjadi 3,46 juta jiwa di tahun
2010. Laju pertumbuhan penduduk selama periode 1971-1980
tercatat sebesar 1,10 persen per tahun. Laju ini melambat menjadi
0,58 persen per tahun di periode 1980-1990 dan 0,72 persen per
tahun di periode 1990-2000 sebagai dampak keberhasilan
pemerintah dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB)
maupun program perbaikan taraf kesehatan masyarakat lainnya.
Peningkatan taraf kesehatan masyarakat ditandai oleh membaiknya
kesehatan ibu, anak, dan balita sehingga terjadi penurunan angka
kematian bayi secara signifikan dan berpengaruh terhadap
menurunnya fertilitas (tingkat kelahiran). Meskipun demikian,
dalam sepuluh tahun terakhir (2000-2010) laju pertumbuhan
penduduk kembali meningkat menjadi 1,04 persen per tahun.
Fenomena ini berkaitan dengan semakin menurunnya angka
kematian dan meningkatnya angka harapan hidup serta semakin
bertambahnya migrasi masuk ke DIY dengan tujuan untuk
bersekolah maupun bekerja.
43 Sumber: Data Sensus Penduduk, BPS DIY Tabel 3.1 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun di
DIY
Distribusi penduduk DIY selama empat dekade terakhir
terpusat di Kabupaten Sleman, Bantul dan Gunungkidul.
Kabupaten Sleman dan Bantul menjadi dua daerah yang memiliki
distribusi penduduk terbesar dan memiliki pola yang cenderung
meningkat dari waktu ke waktu. Jumlah penduduk di Kabupaten
Kulonprogo dan Gunungkidul juga semakin meningkat dalam
empat dekade terakhir, namun laju pertumbuhannya relatif lebih
lambat dibandingkan dengan kedua daerah sebelumnya sehingga
andil distribusi penduduknya semakin menurun. Sementara, Kota
Yogyakarta menjadi potret wilayah yang populasi penduduknya
sudah jenuh dan semakin berkurang akibat terbatasnya wilayah
administasi yang digunakan untuk pemukiman dan tempat tinggal.
Kepadatan penduduk DIY pada tahun 2010 sebesar 1.085 jiwa per
km², artinya setiap 1 km² wilayah DIY dihuni oleh 1.085 jiwa
penduduk. Kepadatan penduduk ini berada pada urutan ketiga
secara nasional setelah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, yang
masing-masing memiliki kepadatan penduduk 14.469 jiwa per km²
dan 1.217 jiwa per km². Dibandingkan dengan kepadatan penduduk
pada tahun 2000 yang mencapai 979 jiwa per km², kepadatan
penduduk pada tahun 2010 meningkat cukup tajam dengan selisih
106 jiwa per km². Hal ini berarti, selama rentang sepuluh tahun
jumlah penduduk di setiap 1 km² wilayah DIY bertambah sebanyak
44 Sumber: Profil Kependudukan DIY hasil SP 2010, BPS DIY
Tabel 3.3 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk DIY Menurut Kabupaten/Kota
Sumber: Profil Kependudukan DIY Hasil SP 2010, BPS DIY
Tabel 3.2 Distribusi Penduduk DIY Menurut Kabupaten/Kota
Tabel di bawah ini adalah tabel yang memamparkan data
presentase penduduk yang dibagi berdasarkan wilayah
kabupaten/kota. Dapat dilihat bahwa kabupaten Bantul, Sleman,
dan Yogyakarta mengalami kenaikan jumlah penduduk. Sedangkan
Kulonprogo dan Gunung Kidul mengalami penurunan.
Tabel berikutnya menjelaskan data jumlah penduduk
berdasarkan wilayah Kabupaten/Kota dan dihitung jumlah jiwa per
Km². Kota Yogyakarta merupakan kota yang paling padat
penduduknya. Sedangkan Kabupaten Gunungkidul memiliki
45 3.1.5 Potensi Yogyakarta
Terdapat beberapa pernyataan yang dapat mendukung
diadakannya Museum Sepeda Motor Honda di Yogyakarta,
sekaligus dapat dijadikan konteks untuk memahami perlunya
sebuah sarana pendidikan yang edukatif dan rekreatif.
a. Bedasarkan potensi pendidikan. Kota Yogyakarta disebut
sebagai kota pelajar, karena memiliki fasilitas pendidikan yang
berkualitas, terjamin mutunya, dan sudah terakreditasi secara
baik di dunia pendidikan Indonesia. Dengan keberadaan
potensi di bidang pendidikan ini, Museum Sepeda Motor
Honda memiliki kesempatan untuk bekerjasama dengan
sekolah-sekolah, terutama dengan SMK (Sekolah Menengah
Kejuruan) dalam menarik pengunjung. Berikut ini adalah tabel
jumlah sekolah yang berada di Yogyakarta.
b. Berdasarkan potensi pariwisata. Sampai saat ini DIY dikenal
sebagai salah satu destinasi wisata Indonesia, di samping Bali,
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dll. Jumlah kunjungan
wisatawan dapat diukur dengan pendekatan jumlah tamu yang
menginap di hotel-hotel dalam wilayah DIY atau berdasarkan
catatan jumlah pengunjung dari setiap kawasan tujuan wisata
dan event pariwisata. Selama tahun 2013, jumlah wisatawan Tabel 3.4 Daftar Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di DIY
Tahun Ajaran 2011/2012
46
yang berkunjung ke DIY mencapai 3,81 juta, terdiri dari 3,60
juta wisatawan domestik dan 207,28 ribu wisatawan asing.
Jumlah wisatawan domestik jauh lebih dominan dibanding
wisatawan asing dengan porsi sekitar 94,56 persen. Dengan
data ini Museum Sepeda Motor Honda memiliki potensi
sebagai salah satu tempat tujuan wisata di Kota Yogyakarta,
karena selain banyaknya jumlah wisatawan, di Yogyakarta juga
belum terdapat museum yang mempertunjukan sejarah sepeda
motor (benda yang berada dekat dengan masyarakat). Berikut
ini adalah grafik wisatawan domestik maupun asing pada tahun
2004-2013.
c. Berdasarkan potensi ketertarikan masyarakat terhadap sepeda
motor Honda. Data ini didapat menggunakan pendekatan dari
data penjualan sepeda motor Honda yang dapat dilihat pada
halaman dua, karena dilihat dari hasil penjualan itu
membuktikan bahwa Honda menguasai pasar sepeda motor dan
masyarakat lebih tertarik atau memilih produk Honda.
Berdasarkan hal ini ketertarikan masyarakat tersebut
diharapkan tidak hanya berhenti sampai disitu saja tapi juga
dapat mengetahui lebih dalam mengenai produk sepeda motor
Tabel 3.5 Jumlah Wisatawan Domestik dan Asing Di DIY, tahun 2004-2013
47
Honda (sejarah, teknologi, jenis, dll) yang digunakan oleh
masyarakat.
3.2
Tinjauan Khusus Pemilihan Lokasi
Museum Sepeda Motor Honda di Yogyakarta ini merupakan
bangunan yang memiliki dua fungsi, yaitu sebagai bangunan yang berfungsi
edukatif dan rekreatif. Edukatif dilihat fungsi museum yang menyimpan
barang-barang bernilai sejarah dan memiliki informasi untuk menambah
wawasan, penelitian, pengembangan, dll. Rekreatif dilihat dari fungsi
museum sebagai tujuan orang berlibur.
Pemilihan lokasi pada proyek ini berdasarkan tata guna lahan,
peraturan daerah, kondisi sekitar, dan aglomerasi wilayah. Pemilihan lokasi
juga memperhitungkan fungsi bangunan sekitar karena, menurut Arthur
Rosenblatt dalam bukunya Building Type Basics for Museums dikatakan
bahwa sebuah museum harus bisa merefleksikan barang koleksinya dan
menghubungkannya dengan lingkungan luar17. Setelah melakukan survei
didapat tiga alternatif tapak. Dua tapak terletak di Jalan Magelang dan satu
tapak di Ring Road utara. Jalan Magelang merupakan pusat otomotif di kota
Yogyakarta, karena di jalan tersebut terdapat banyak bengkel kendaraan,
dan showroom. Contoh showroom Nissan, Datsun; bengkel modifikasi
Kupu-Kupu malam, Pink; tempat penjualan velg mobil Godwheels; dll.
Sedangkan di Ring Road utara juga merupakan lokasi yang berdekatan
dengan dunia otomotif. Di sana terdapat Astra Daihatsu, Astra Motor Jogja,
bengkel Nissan, showroom Toyota Nasmoco, dll. Adapun kriteria-kriteria
yang dipertimbangkan adalah jalur sirkulasi, pemandangan, kondisi
lingkungan, kebisingan, utilitas, ukuran/luas lahan. Berikut adalah lokasi
tapak yang menjadi potensi untuk dipilih, dilihat dari peta wilayah kota
Yogyakarta. Warna kuning adalah lokasi dimana tapak berada. Warna
kuning sisi kiri adalah Jalan Magelang, warna kuning sisi kanan adalah
Ringroad Utara
48
a. Site pertama
Site pertama yang terpilih adalah terletak di Jalan Magelang Km 4,5
sebelah Barat TVRI Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55284.
Kelebihan:
Site ini berada di kawasan yang berhubungan dengan dunia
otomotif (mobil dan sepeda motor).
Kawasan tersebut merupakan kawasan yang diperuntukkan
untuk pengembangan perkotaan.
Site ini berada di jalan arteri kota Yogyakarta.
Kondisi lingkungan bersih dan terawat.
Tapak saat ini masih berupa lahan kosong.
Kelemahan:
a. Luasan tapak ± 7000m² (kebutuhan KLB diperkirakan
5000m²-6000m²
b. Menghadap ke Timur dan Barat. Langsung menerima panas
matahari terbit dan terbenam.
Batas-batas site tersebut adalah:
Sisi Utara : Monaco (bengkel mobil), Kiko japanese
restaurant)
Sisi Timur : TVRI Yogyakarta, car wash, area komersial
Sisi Selatan : Rumah makan
Sisi Barat : Lahan kosong
Gambar 3.2 Daerah Pemilihan Lokasi yang menjadi pemilihan tapak
Sumber: Perda Kota Yogyakarta dan Perda Kabupaten Sleman
49
b. Site kedua yang dipilih adalah terletak ± 300m di utara TVRI atau ± 1km
ke Selatan dari stasiun Jombor.
Kelebihan:
Site ini berada di kawasan yang berhubungan dengan dunia
otomotif (mobil dan sepeda motor).
Kawasan tersebut merupakan kawasan yang diperuntukan untuk
pengembangan perkotaan.
Site ini berada di jalan arteri kota Yogyakarta.
Masih merupakan lahan kosong seluas 10.000 m². Kelemahan:
Terdapat banyak pedagang kaki lima
Berada dekat dengan persimpangan lalu lintas
Menghadap ke Timur dan Barat. Langsung menerima panas matahari terbit dan terbenam.
Batas-batas site tersebut adalah:
Sisi Utara : Crystal Lotus Hotel
Sisi Timur : Jalan Magelang dan area komersil.
Sisi Selatan : Selokan Mataram
Sisi Barat : Permukiman Penduduk
Gambar 3.3 Site Pertama yang Terpilih
50
c. Site ketiga yang dipilih adalah terletak di Jalan Ring Road Utara, Selatan
Monumen Jogja Kembali.
Kelebihan:
Site ini berada di kawasan yang berhubungan dengan dunia
otomotif (mobil dan sepeda motor).
Site ini berada dekat dengan Monumen Jogja Kembali, yang merupakan suatu tempat pendidikan dan rekreasi.
Kawasan tersebut merupakan kawasan yang diperuntukan untuk
pengembangan perkotaan.
Site ini berada di jalan arteri.
Merupakan lahan kosong dengan luasan ±12.000m²
Tidak berada dekat dengan lampu lalulintas.
Memiliki potensi sebagai tempat pemberhentian bus Trans Jogja, ojek, dan sepeda.
Kelemahan:
Kecepatan kendaraan yang melintas relatif cepat
Jl.
M
ag
elan
g
Gambar 3.4 Site kedua yang Terpilih
51
Kondisi eksisting, jalur sepeda motor dan mobil dipisah
Batas-batas site tersebut adalah:
Sisi Utara : Jalan Ring Road Utara, Monumen Jogja Kembali
Sisi Timur : Jalan Monjali
Sisi Selatan : Permukiman penduduk
Sisi Barat : Permukiman penduduk
Berdasarkan beberapa kriteria yang penting untuk menunjang
fungsi museum, yaitu jalur akses (sirkulasi), view, kondisi lingkungan,
kebisingan, utilitas, kebersihan, maka dibuat tabel untuk menganalisa
lokasi yang tepat untuk merancang Museum Sepeda Motor Honda di
Yogyakarta, yaitu sebagai berikut:
NO Kriteria Bobot Site 1 Site 2 Site 3
Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot Nilai
1 Jalur Sirkulasi 20 8 160 8 160 7 140 2 Pemandangan 15 7 105 5 75 6 90 3 Lingkungan 20 8 160 8 160 8 160 4 Kebisingan 15 8 120 6 90 7 105 5 Utilitas 10 7 70 7 70 7 70 6 Ukuran/Luas 25 6 150 8 200 9 225
TOTAL 765 755 790
Tabel 3.6 Tabel Scoring Tapak
Sumber: Analisis Penulis (2015) Gambar 3.5 Site Ketiga yang Terpilih
52
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa lokasi yang
mempunyai potensi untuk Museum Sepeda Motor Honda di Yogyakarta
adalah site ketiga. Hal ini dikarenakan site ketiga memiliki luas lahan yang
lebih unggul dibanding site pertama dan site kedua. Selain itu kondisi
lingkungan yang sangat mendukung, karena berdekatan dengan dunia
otomotif di Yogyakarta dan Monumen Jogja Kembali yang memiliki