ANALISIS EFESIENSI TANAMAN PENGHASIL BIODIESEL
SKRIPSI
Oleh:
TEGUH PRIMADI
050304007
SEP-AGRIBISNIS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS EFESIENSI TANAMAN PENGHASIL BIODIESEL
Oleh:
TEGUH PRIMADI 050304007 SEP-AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di
Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
Ir. Iskandarini, MM
(19640501994032002) (196411021989012001)
Dr. Ir. Tavi Supriana, Ms
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
TEGUH PRIMADI: Analisis Efisiensi Tanaman Penghasil Biodiesel, dibimbing oleh Ir. Iskandarini, MM dan Dr. Ir. Tavi Supriana, MS.
Semakin menipisnya cadangan minyak bumi di seluruh dunia, menyebabkan banyak negara – negara yang melakukan penelitian untuk mencari energi alternatif pengganti energi minyak bumi. Energi alternatif dapat berupa, energi yang berasal dari tanaman penghasil minyak nabati. Di Indonesia tanaman penghasil minyak nabati tersebut cukup banyak, diantaranya adalah kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar tingkat efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis dari ketiga tanaman tersebut, serta rendemen minyak yang dapat dihasilkan. Parameter yang diuji pada penelitian ini adalah tingkat efisiensi teknis dan ekonomis yang dilihat dari hasil perbandingan antara pendapatan dan biaya dalam produksi biodiesel, serta berapa banyak rendemen biodiesel yang dapat dihasilkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang memiliki tingkat efisiensi teknis tertinggi dan efisiensi ekonomis tertinggi adalah kelapa sawit.
ABSTRACT
TEGUH PRIMADI : Efficiency Analysis of Plants Produce Biodiesel, guided by Ir. Iskandarini, M.M and Dr. Ir. Tavi Supriana, MS.
The depletion of petroleum supply reserves in all over the world, caused many countries which are doing researches to finding a new alternative to replace petroleum energy. The alternative energy, such as energy from plants that are producing vegetable oil. In indonesia there are many plants that are producing vegetable oil, such as coconuts, oil palms, and jathropas. The objectives of this research are to find out how much the technical efficiency and the economical efficiency of the three plants above, and oil yield that can be acquired. The tested parameters that have been used in this research are the technical and economical efficiency that observed from the ratios between income and cost in producing Biodiesel, and then how much biodiesel yield that can be produced.
This research result shows that plant which have the highest technical efficiency and the biggest economical efficiency oil palms.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 27 Juli 1987 dari ayah Suryadi
dan ibu Ratnawati. Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 3, Medan dan pada tahun
yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU, program studi Agribisnis melalui
jalur Reguler Mandiri.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di desa liang jering,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi Tanaman Penghasil Biodiesel”
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terima kasih sebesar –
besarnya kepada kedua orang tua penulis yang membesarkan dan mendidik
penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Ir.
Iskandarini, MM dan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, Ms selaku ketua dan komisi
pembimbing yang telah memberikan masukan berharga kepada penulis dari mulai
penetapan judul, melakukan penelitian, sampai ujian akhir.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis, Departemen Agribisnis,
serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRAC ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Identifikasi Masalah ... 6
Tujuan Penelitian ... 6
Kegunaan Penelitian ... 6
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka ... 7
Landasan Teori ... 9
Kerangka Pemikiran... 22
METODOLOGI PENELITIAN Metode Pengumpulan Data ... 24
Metode Analisis Data ... 24
Definisi dan Batasan Operasional Definisi Operasional ... 26
Batasan Operasional ... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pembuatan Biodiesel ... 29
Rendemen Minyak yang Dihasilkan ... 36
Analisis Efisiensi Teknis ... 37
Analisis Efisiensi Ekonomis ... 39
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 49
Saran ... 49
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Porsi konsumsi minyak solar sektor transportasi 1995-2010...1
2. Ketersediaan energi fosil Indonesia...3
3. Tanaman penghasil biofuel...5
4. Standar mutu biodiesel Indonesia (RSNI EB 020551)...8
5. Sifat minyak-lemak nabati kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar...13
6. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa...15
7. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit...17
8. Sifat fisik minyak jarak pagar...20
9. Rendemen Biodiesel...37
10. Tahapan Teknik Produksi Biodiesel...38
11. Perbandingan Rendemen Biodiesel...38
12. Biaya Produksi Biodiesel Teknik Biox...40
13. Biaya Produksi Biodiesel Teknik Lurgi...40
14. Biaya Produksi Biodiesel Teknik MPOB...40
17. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Kelapa Sawit...43
18. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Jarak Pagar...44
19. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Kelapa...45
20. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Kelapa Sawit...46
DAFTAR GAMBAR
No Hal
ABSTRAK
TEGUH PRIMADI: Analisis Efisiensi Tanaman Penghasil Biodiesel, dibimbing oleh Ir. Iskandarini, MM dan Dr. Ir. Tavi Supriana, MS.
Semakin menipisnya cadangan minyak bumi di seluruh dunia, menyebabkan banyak negara – negara yang melakukan penelitian untuk mencari energi alternatif pengganti energi minyak bumi. Energi alternatif dapat berupa, energi yang berasal dari tanaman penghasil minyak nabati. Di Indonesia tanaman penghasil minyak nabati tersebut cukup banyak, diantaranya adalah kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar tingkat efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis dari ketiga tanaman tersebut, serta rendemen minyak yang dapat dihasilkan. Parameter yang diuji pada penelitian ini adalah tingkat efisiensi teknis dan ekonomis yang dilihat dari hasil perbandingan antara pendapatan dan biaya dalam produksi biodiesel, serta berapa banyak rendemen biodiesel yang dapat dihasilkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang memiliki tingkat efisiensi teknis tertinggi dan efisiensi ekonomis tertinggi adalah kelapa sawit.
ABSTRACT
TEGUH PRIMADI : Efficiency Analysis of Plants Produce Biodiesel, guided by Ir. Iskandarini, M.M and Dr. Ir. Tavi Supriana, MS.
The depletion of petroleum supply reserves in all over the world, caused many countries which are doing researches to finding a new alternative to replace petroleum energy. The alternative energy, such as energy from plants that are producing vegetable oil. In indonesia there are many plants that are producing vegetable oil, such as coconuts, oil palms, and jathropas. The objectives of this research are to find out how much the technical efficiency and the economical efficiency of the three plants above, and oil yield that can be acquired. The tested parameters that have been used in this research are the technical and economical efficiency that observed from the ratios between income and cost in producing Biodiesel, and then how much biodiesel yield that can be produced.
This research result shows that plant which have the highest technical efficiency and the biggest economical efficiency oil palms.
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar saat
ini jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Tetapi saat ini dunia
mengalami krisis bahan bakar minyak. Harga minyak mentah dunia terus
meningkat. Banyak negara, terutama Indonesia, mengalami masalah kekurangan
bahan bakar minyak (bahan bakar fosil) untuk kebutuhan negaranya sendiri.
Indonesia, khususnya, telah mengimpor bahan bakar minyak (terutama bahan
bakar diesel/solar) untuk kebutuhan negara dengan jumlah yang cukup besar
(Tatang, 2006).
Tabel 1. Porsi konsumsi minyak solar sektor transportasi 1995-2010
Tahun 1995 2000 2005 2010
Transportasi Milyar liter
Sumber: Direktorat jenderal listrik dan pemanfaatan energi, 2006
Dunia telah membuktikan bahwa cadangan minyak mulai menyusut tahun
lalu. Penurunan pertama sejak 1998 yang dipimpin oleh Rusia, Norwegia, dan
China. Cadangan minyak berada di level 1,258 triliun barrel pada akhir tahun
2008, turun dibandingkan dengan 1,261 triliun barrel pada tahun sebelumnya.
Negara-negara di Timur Tengah kini hanya memiliki 60 % atau 754,1 miliar
barrel dari persediaan global. Angka itu berbeda dari tahun lalu yang mencapai
dunia, masih memiliki 264,1 miliar barrel; sedikit berbeda dari tahun sebelumnya
sebesar 264,2 miliar (Anonimous, 2005).
Sebagai akibat dari penipisan pasokan minyak dan gas bumi tersebut perlu
dikembangkan bahan bakar alternatif. Bahan bakar alternatif tersebut adalah
bahan bakar yang dapat diperbaharui. Sumber bahan bakar tersebut diperoleh dari
tanaman hijau yang dapat menghasilkan hidrokarbon secara langsung. Kita dapat
memilih sumber tanaman baru yang berpotensial tinggi untuk dijadikan bahan
bakar cair dan kimia (Lowenstein, 1985).
Meningkatnya kandungan CO2 menghasilkan efek rumah kaca yang lebih
tinggi, yang secara bersamaan meningkatkan suhu di beberapa permukaan bumi
dalam seratus tahun terakhir. Ini terbukti dengan adanya foto satelit yang
menunjukan jumlah es kutub utara mencair sebanyak 1,2 juta km2 hanya dalam
kurun waktu 20 tahun. Hal ini lebih mendorong kita untuk melakukan penemuan
sumber energi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut (Lowenstein, 1985).
Energi yang paling banyak digunakan saat ini adalah energi minyak bumi
dan energi listrik. Perubahan harga minyak bumi dunia menjadi masalah bagi
pemerintah, karena harus menambah biaya subsidi pemerintah. Berbagai
kebijakan energi yang diterapkan pemerintah tidak mampu meyakinkan rakyat,
sementara itu tuntutan pemenuhan kebutuhan energi semakin mendesak
(Wahyuni, 2009).
Indonesia yang semula menjadi net-exporter di bidang bahan bakar
minyak (BBM) kini telah menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Hal ini
sungguh ironis karena terjadi pada saat harga minyak dunia yang tidak stabil dan
mencapai 1,029 juta barel per hari, sedangkan konsumsi BBM mencapai sekitar
1,3 juta barel per hari. Defisit BBM sebesar 270.000 barel harus dipenuhi melalui
impor dengan harga minyak dunia yang melambung tinggi (Hambali, 2006).
Tabel 2. Ketersediaan energi fosil Indonesia
Energi fosil
Minyak bumi Gas Batu bara
Sumber daya
Cadangan (proven + possible) Produksi per tahun
Sumber: Direktorat jenderal listrik dan pemanfaatan energi, 2006
Stok minyak mentah yang berasal dari fosil ini terus menurun sedangkan
jumlah konsumsinya terus meningkat setiap tahunnya, sehingga perlu dicari
alternatif bahan bakar lain, terutama dari bahan yang terbarukan. Salah satu
alternatifnya adalah biodiesel, untuk menggantikan solar (Tatang, 2005).
Selama ini Indonesia ketergantungan terhadap minyak bumi. Mengingat
pasokan dan cadangan minyak bumi Indonesia yang berkurang serta naiknya
harga minyak bumi yang menembus level 70 USD per barel, untuk itu perlu
adanya pengembangan sumber energi alternatif berbahan baku minyak nabati
yaitu biodiesel. Biodiesel dapat digunakan baik secara murni maupun dicampur
dengan petrodiesel atau solar, tanpa terjadi perubahan pada mesin yang
menggunakannya. Penggunaan biodiesel semakin menuntut untuk direalisasikan
karena biodiesel tidak hanya bersifat ramah lingkungan tetapi juga bersifat dapat
diperbaharui dan mengeliminasi emisi gas buang dan efek rumah kaca. Biodiesel
juga merupakan solusi menghadapi kelangkaan energi fosil di masa depan.
Biodiesel dapat dihasilkan dari komoditi perkebunan seperti kelapa sawit, kelapa
Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari
bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang
terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. Biodiesel dapat dibuat dari minyak
nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas atau daur ulang. Bahan
baku biodiesel yang berpotensi besar di Indonesia untuk saat ini adalah minyak
mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil atau CPO), minyak kelapa, minyak jarak
pagar (Prakoso, 2005).
Biodiesel ini diharapkan dapat menggantikan solar sebagai bahan dasar
mesin diesel. Keuntungan-keuntungan dari biodiesel adalah angka setananya lebih
tinggi dari angka setana solar yang ada saat ini, gas buang hasil pembakaran
biodiesel lebih ramah lingkungan karena hampir tidak mengandung gas SO
x,
akselerasi mesin lebih baik, dan tarikan lebih ringan (Prakoso, 2005).
Banyak negara di dunia ini yang telah memproduksi biodiesel dan juga
telah terdapat beberapa jenis proses biodiesel, seperti proses BIOX (Canada),
Lurgi (Jerman), Energea (Austria), dan MPOB (Malaysia). Secara umum
proses-proses diatas memiliki kemiripan dengan yang ada di Indonesia, yaitu salah
satunya di ITB. Proses produksi biodiesel yang ada di ITB saat ini adalah proses
produksi dengan tahap esterifikasi dan dilanjutkan dengan tahap transesterifikasi.
Tahap transesterifikasi terdiri dari 2 tahap dengan waktu reaksi yaitu 2 jam untuk
setiap tahapnya. Tahap esterifikasi digunakan untuk mengkonversi asam lemak
bebas menjadi alkil ester, sedangkan tahap transesterifikasi digunakan untuk
Pemerintah mengeluarkan kebijakan penghematan BBM dalam instruksi
Presiden Nomor 10 Tahun 2005 yang mengatur langkah-langkah untuk
penghematan BBM dan upaya mengatasi krisis BBM dengan pengalihan
pemanfaatan energi fosil (minyak bumi) dengan energi yang terbarukan.
Pengembangan dan penggunaan bahan bakar alternatif menjadi salah satu pilihan
untuk memenuhi permintaan kebutuhan bahan bakar yang semakin meningkat.
Selain itu, bahan bakar alternatif memberikan dampak positif seperti emisi gas
buang yang ramah lingkungan (terutama mengurangi gas rumah kaca), serta
pengembangan industri pertanian (Wahyuni, 2009).
Tabel 3. Tanaman penghasil biofuel
Nama Indonesia Nama latin Sumber Minyak kering (%) DM/TDM
Jarak kaliki Ricinus communis Biji 45 – 50 TDM
Jarak pagar Jatropha curcas Kernel 40 – 60 TDM
Kacang suuk Arachis hypogea Kernel 35 – 55 DM
Kapuk / randu Ceiba pentandra Kernel 24 – 40 TDM
Karet Hevea brasiliensis Kernel 40 – 50 TDM
Kecipir Psophocarpus tetrag Biji 15 – 20 DM
Kelapa Cocos nucifera Kernel 60 – 70 DM
Kelor Moringa oleifera Biji 30 – 49 DM
Kelapa sawit Elais guineensis Pulp, kernel 45 – 70, 46 – 54
DM
1.2. Identifikasi Masalah
Bagaimana tingkat efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis pada
pengelolaan biodiesel dari tanaman kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar.
1.3.Tujuan Penelitian
Menganalisis tingkat efisiensi teknis, tingkat efisiensi ekonomis antara
kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar sebagai tanaman penghasil biodiesel.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna bagi pihak – pihak yang ingin mengembangkan
usaha biodiesel serta bagi peneliti – peneliti lain yang berhubungan dengan
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
Pengertian ilmiah paling umum dari istilah ‘biodiesel’ adalah mencakup
sembarang (dan semua) bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari sumber daya
hayati atau biomassa. Sekalipun demikian, skripsi ini akan menganut definisi yang
pengertiannya lebih sempit tetapi telah diterima luas di dalam industri, yaitu
bahwa “biodiesel adalah bahan bakar mesin atau motor diesel yang terdiri atas
ester alkil dari asam-asam lemak” (Soerawidjaja,2006).
Biodiesel adalah bioenergi yang dibuat dari minyak nabati, melalui proses
transesterifikasi, esterifikasi, atau proses esterifikasi-transesterifikasi. Biodiesel
digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk mesin diesel.
Biodiesel dapat diaplikasikan dalam bentuk 100% (B100) atau dicampur dengan
minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BXX), seperti 10% biodiesel
dicampur dengan solar 90% yang dikenal dengan nama B10 (Hambali, 2007).
Bahan bakar berbentuk cairan yang memiliki sifat seperti solar ini sangat
prospek untuk dikembangkan. Biodiesel juga memiliki kelebihan lain
dibandingkan dengan solar seperti:
- ramah lingkungan, karena emisi yang dihasilkan jauh lebih baik (free
sulfur, smoke number rendah).
- pembakaran lebih baik karena cetane number yang lebih tinggi.
- Dapat terurai (biodegradable), dan sifat pelumasan terhadap piston mesin.
Proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel dihasilkan melalui
proes transesterifikasi minyak atau lemak dengan alkohol. Alkohol akan
menggantikan gugus alkohol pada struktur ester minyak dengan dibantu katalis.
NaOH dan KOH adalah katalis yang umum digunakan (Hambali, 2007).
Tabel 4. Standar mutu biodiesel Indonesia (RSNI EB 020551)
No. Parameter dan satuan Batas nilai Metode uji Metode setara
1. Massa jenis pada suhu 40oC kg/m3 850-890 ASTM D 1298 ISO 3675 2. Viskositas kinematik pada suhu 40oC
Mn2/s (cSt)
-Dalam contoh asli
-Dalam 10% amapas distilasi
Maks. 0,05
Sumber: Forum Biodiesel Indonesia, 2006
Proses tersebut bertujuan untuk menurunkan viskositas (kekentalan)
minyak, sehingga mendekati viskositas solar. Viskositas yang tinggi menyulitkan
pemompaan bahan bakar dari tangki ke ruang bakar mesin dan menyebabkan
atomisasi lebih sukar terjadi. Dan mengakibatkan pembakaran kurang sempurna
Biodiesel didefinisikan sebagai BBN yang dibuat dari minyak nabati, baik
itu baru maupun bekas penggorengan, melalui proses transesterifikasi dan
esterifikasi. Biodiesel dimanfaatkan untuk mengurangi konsumsi solar. Bahan
dasar biodiesel adalah minyak kelapa, kelapa sawit, dan minyak jarak. Dari ketiga
bahan dasar tersebut, kelapa sawit menghasilkan minyak nabati paling tinggi,
yaitu 5.950 liter/ha/tahun, sedangkan kelapa 2.689 liter/ha/tahun dan biji jarak
1.892 liter/ha/tahun. Biodiesel dapat pula dihasilkan dari minyak jelantah atau
minyak sisa penggorengan (Bajoe 2008).
Indonesia kaya akan bahan baku tanaman pengahasil biodiesel,
diantaranya tanaman kelapa, kelapa sawit, dan jarak pagar. Ketiga tanaman
tersebut dapat menghasilkan minyak di atas 1.600 liter tiap hektarnya. Ketiga
tanaman tersebut sangat potensial untuk dikembangkan dan digunakan sebagai
bahan baku biodiesel (Hambali, 2007).
2.2. Landasan Teori
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, lemak binatang, dan ganggang.
Minyak nabati yang umum digunakan di dunia untuk menghasilkan biodiesel,
diantaranya soybean oil (USA), minyak sawit (asia), dan minyak kelapa (filipina).
Minyak nabati memiliki komposisi penyusun utama adalah gliserida, yaitu
trimester gliserol dengan asam-asam lemak (C8-C24). Komposisi asam lemak
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati maupun lemak hewan, namun
yang paling umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah
minyak nabati. Minyak nabati dan biodiesel tergolong ke dalam kelas besar
senyawa-senyawa organik yang sama, yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan
tetapi, minyak nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol, atau
trigliserida, sedangkan biodiesel adalah monoester asam-asam lemak dengan
methanol (Y.M Choo, 1994).
Perbedaan wujud molekuler ini memiliki beberapa konsekuensi penting
dalam penilaian keduanya sebagai kandidat bahan bakar mesin diesel :
1. Minyak nabati (yaitu trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih besar
dari biodiesel (yaitu ester metil). Akibatnya, trigliserida relatif mudah
mengalami perengkahan (cracking) menjadi aneka molekul kecil, jika
terpanaskan tanpa kontak dengan udara (oksigen).
2. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari
minyak diesel/solar maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan
bakar di dalam mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan
(atomization) yang baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam kamar
pembakaran.
3. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil
asam-asam lemak. Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada
angka setana ester metil. Angka setana adalah tolok ukur kemudahan
Di luar perbedaan yang memiliki tiga konsekuensi penting di atas, minyak
nabati dan biodiesel sama-sama berkomponen penyusun utama (≥ 90 % -berat)
asam-asam lemak. Pada kenyataannya, proses transesterifikasi minyak nabati
menjadi ester metil asam-asam lemak, memang bertujuan memodifikasi minyak
nabati menjadi produk (yaitu biodiesel) yang berkekentalan mirip solar, berangka
setana lebih tinggi, dan relatif lebih stabil terhadap perengkahan. Semua minyak
nabati dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar namun dengan
proses-proses pengolahan tertentu (Y.M Choo, 1994).
Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil (minyak murni)
melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, bertujuan untuk mengubah
trigliserida menjadi asam lemak metal ester (FAME). Kandungan asam lemak
bebas (FFA) bahan baku merupakan salah satu faktor penentu jenis proses
pembuatan biodiesel. Umumnya, minyak murni memiliki kandungan kadar FFA
rendah (sekitar 2%) sehingga dapat langsung diproses dengan metode
transesterifikasi (Hambali, 2007).
Metode transesterifikasi merupakan metode yang umum digunakan untuk
memproduksi biodiesel yang dapat menghasilkan hingga 95% rendemen minyak
biodiesel dari bahan baku minyak tumbuhan. Metode ini terdiri dari 4 tahapan,
yaitu:
1. Pencampuran katalis alkalin (NaOH dan KOH) dengan alkohol metanol atau
etanol pada konsentrasi katalis antara 0,5 – 1 wt% dan 10 – 20 wt% metanol
terhadap masa minyak.
2. Pencampuran katalis dan alkohol dengan minyak pada temperatur 55 derajat C
3. Setelah reaksi berhenti campuran didiamkan hingga terjadi pemisahan antara
metal ester dan gliserol. Metal ester yang dihasilkan disebut crude biodiesel,
karena mengandung zat pengotor seperti sisa metanol dan katalis alkalin,
gliserol serta sabun.
4. Metal ester yang dihasilkan tahap ketiga dicuci dengan air hangat untuk
memisahkan zat pengotor dan dilanjutkan dengan menguapkan air yang
terkandung dalam biodiesel (Hambali, 2007).
Reaksi kimia proses transesterifikasi
O
Trigleserida Metanol Gliserol Biodiesel
Molekul metil ester adalah rantai karbon lurus yang sama dengan bahan
bakar diesel dari minyak bumi atau sedikit terikat yang memiliki molekul oksigen
pada ujung rantai karbon. Pada aplikasi minyak tanah, tata nama asam lemak
rantai terbuka dan asam lemak rantai tertutup berubah ke nama IUPAC nya yaitu
”alkane” dimana rantai karbon tertutup dengan hubungan hidrokarbon yang
dinyatakan dengan CnH2n+2, rantai asam lemak tertutup tunggal menjadi
”alkene” (ofelin) dengan hubungan hidrokarbon yang dinyatakan dengan CnH2n,
asam yang mengandung banyak rantai lemak terbuka menjadi ”alkyne” dengan
Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi
pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi
sedimentasi pada injektor (www.journeytoforever.com). Pemisahan atau konversi
asam lemak bebas ini dinamakan tahap preesterifikasi.
Tabel 5. Sifat minyak-lemak nabati kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar
Minyak
Sumber: Vaitilingom et al, 1997
2.2.1. Kelapa
Pohon kelapa (Cocos nucifera L.) adalah spesies tunggal dalam keluarga
Arecaceae dalam genus Cocos dan merupakan pohon palma yang besar. Dapat
tumbuh hingga 30 meter tergantung kepada varietasnya, berpelepah daun
sepanjang 4-6 meter dengan helaian daun sepanjang 60-90 cm dan berumur
melebihi 25 tahun (Anonimus, 2009).
Penggolongan varietas kelapa umumnya berdasarkan perbedaan umur
pohon mulai berbuah, bentuk, dan ukuran buah, warna buah serta sifat – sifat
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman kelapa
diklasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Palmales
Family : Palmae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera L.
(Suhardiman, 1999).
Tanaman kelapa disebut tanaman kehidupan karena setiap bagian dari
tanaman dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Buah kelapa dapat diambil
air, daging buah, tempurung, dan sabutnya. Air kelapa dapat diolah menjadi sari
kelapa. Daging kelapa dapat diolah menjadi daging kelapa parut (dasar
pembuatan santan kelapa), coconut cream, coconut skim milk sampai kosmetik
sebagai turunan terakhir. Kopra merupakan bahan industri minyak kelapa dan
bungkil kopra (Azmil, 2006).
Tanaman kelapa didalam satu hektar dapat ditanami 100 pohon, rata-rata
setiap pohon menghasilkan 45 butir buah kelapa per tahun atau 10 kg kopra.
Sehingga setiap hektar, menghasilkan 4500 butir buah kelapa per tahun atau 1 ton
kopra. Kebun dengan pemeliharaan yang baik, setiap pohon diharapkan dapat
menghasilkan 70 butir buah kelapa per tahun atau 15 kg kopra. Sehingga tiap
disimpulkan bahwa untuk kebun normal dapat memberikan hasil kopra sebanyak
1,5 ton (Suhardiman, 1999).
Minyak kelapa dihasilkan dari buah kelapa tua, yang diekstrak melalui
pembuatan santan dan akhirnya menjadi minyak. Dapat juga melalui proses
pengeringan buah kelapa menjadi kopra dan selanjutnya diolah untuk
mendapatkan minyaknya. Asam lemak yang terkandung didalamnya digolongkan
ke dalam minyak asam laurat karena komposisi asam tersebut paling besar
dibandingkan dengan asam lemak lainnya (Hambali, 2007).
Dalam satu molekul minyak kelapa terdiri dari satu unit gliserine dan
ssejumlah asam lemak. Dan tiga unit asam lemak dari rantai karbon panjang
adalah triglyseride (lemak dan minyak). Komponen glycerine memiliki titik didih
tinggi yang dapat melindungi minyak dari penguapan (volatilizing). Pada
biodiesel, komponen asam lemak dari minyak dikonversikan ke elemen lain yang
disebut ester. Glycerine dan asam lemak dipisahkan dengan proses esterifikasi.
Minyak tumbuhan bereaksi dengan alkohol dan katalis, jika minyak tumbuhan
adalah metanol dan kelapa, dan komponen rektannya adalah alkohol maka akan
dihasilkan coco metil ester yang merupakan nama kimia dari coco biodiesel
(Hambali, 2007).
Sifat fisiko-kimia minyak kelapa meliputi kandungan air, asam lemak
bebas, warna, bilangan panyabunan, bilangan iod, dan bilangan peroksida.
Tabel 6. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa
Sifat Crude Cochin RBD
Kandungan air dan kotoran 1 0,1 0,03
Kadar asam lemak bebas 3 0,07 0,04
Warna (Lovibond) R/Y max. 12/75 1/10 1/10
Bilangan penyabunan - 250-264 250-264
Bilangan iod - 7-12 7-12
Sifat Crude Cochin RBD
Melting point (oC) - 24-26 24-26
Indeks refraksi (40oC) - 1,448-1,450 1,448-1,450
Sumber: Hui, 1996
Minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat. Dan
berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dalam bilangan iod
(iodine value), maka minyak kelapa dapat digolongkan ke dalam golongan
non-drying oil. Dengan bilangan iod berkisar antara 7,5 – 10,5 (Tambun, 2006).
2.2.2. Kelapa Sawit
Kelapa sawit masih termasuk dalam keluarga palma. Tingginya dapat
mencapai 24 meter.
samping. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip.
berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Batang tanaman
diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah
yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan
diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi
penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara
bunga betina terlihat lebih besar dan mekar (Hambali, 2007).
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah
tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul
dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah
sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak
bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan
Klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:
Spesies : Elaeis guineensis
(Hambali, 2007).
Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit dengan
kandungan asam lemak yang bervariasi, baik dalam panjang maupun struktur
rantai karbonnya. Panjang rantai karbon minyak kelapa sawit berkisar antara atom
C12-C20 (Hambali, 2007).
Tabel 7. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit
Sifat Jumlah
Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak) 190,1-201,7
Bilangan iod (wijs) 50,6-55,1
Melting point (oC) 31,1-37,6
Indeks refraksi (50oC) 1,455-1,456
Sumber: Hui, 1996
Minyak sawit mengandung sejumlah kecil komponen non-trigliserida,
seperti karotenoid, tokoperol, tokotrienol, sterol, phospatida, dan alkohol alipatik
dan selanjutnya disebut komponen minor. Jumlah komponen minor dalam minyak
sawit sekitar 1%. Tiga komponen minor pertama kelapa sawit memiliki peranan
penting dalam mempertahankan stabilitas minyak, dan merupakan agen
antioksidan alami yang menjaga stabilitas minyak akibat oksidasi. Minyak kelapa
dan tokoperol. Umumnya karoten hadir dalam bentuk á dan â-karoten dan
berperan sebagai sumber vitamin A sedangkan tokotrienol dan tokoperol
merupakan sumber vitamin E (Hambali, 2007).
Minyak sawit dapat digunakan untuk bahan makanan dan industry melalui
proses ekstraksi dan pemurnian, seperti penjernihan dan penghilangan bau atau
dikenal dengan RBDPO (refined, bleached, and deodorized palm oil). Setelah itu
CPO dapat difraksinasi menjadi RBD stearin dan RBD olein dengan komposisi
asam lemak yang berbeda. RBD olein terutama digunakan untuk pembuatan
minyak goreng, sedangkan RBD stearin terutama dipakai untuk margarine, serta
bahan baku industry sabun dan deterjen (Hambali, 2007).
Secara umum, proses pengolahan minyak sawit dapat menghasilkan 73%
olein, 21% stearin, 5% PFAD (palm fatty acid distillate), dan 0,5% bahan lainnya.
Pada umumnya PFAD digunakan untuk industry, baik sebagai bahan baku sabun
maupun makanan ternak. PFAD memiliki kandungan FFA (free fatty acid) sekitar
81,7%, gliserol 14,4%, squalane 0,8%, vitamin E 0,5%, sterol 0,4%, dan lain-lain
2,2% (Hambali, 2007).
Produk-produk turunan minyak sawit yang dapat digunakan sebagai bahan
baku biodiesel di antaranya CPO, CPO low grade (kandungan FFA tinggi),
PFAD, dan RBD olein. Sebelum diolah menjadi biodiesel, CPO membutuhkan
proses pemurnian (degumming) yang bertujuan untuk menghilangkan
senyawa-senyawa pengotor yang terdapat dalam minyak, seperti gum dan fosfatida
2.2.3. Jarak Pagar
Jarak telah dikenal oleh masyarakat Indonesia, sebagai tanaman obat
tradisional dan pagar hidup. Jarak pagar termasuk dalam famili Euphorbiaceae,
berupa perdu dengan tinggi 1-7m, bercabang tidak teratur, dan batangnya berkayu
berbentuk silindris. Daun tanaman jarak tunggal berlekuk dan bersudut tiga atau
lima. Panjang daun 5 - 15 cm dengan tulang daun menjari. Buah jarak berupa
buah kotak berbentuk bulat telur, berdiameter 2 - 4 cm, dan panjang buah 2 cm
dengan ketebalan sekitar 1 cm. buah jarak terbagi menjadi tiga ruang,
masing-masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong, berwarna cokelat
kehitaman dan mengandung minyak (30 - 50%) (Hambali, 2007).
Klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha curcas Linn.
(Hambali, 2006).
Tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang tahan kekeringan.
Tanaman ini juga mampu tumbuh dengan cepat dan kuat di lahan yang beriklim
panas, tandus, dan berbatu. Wilayah yang cocok sebagai tempat tumbuhnya
dapat mencapai ketinggian 1000 m dpl dengan temperatur tahunan sekitar 18o
-28,5o C (Hambali, 2006).
Tabel 8. Sifat fisik minyak jarak pagar
Sifat Fisik Satuan Nilai
Titik nyala oC 236
Viskositas pada 30oC Mm2/s 0,9177
Densitas pada 15oC g/cm3 49,15
Residu karbon % (m/m) 0,34
Sumber: Hambali et al., 2006
Jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1.000 m
dpl. Curah hujan berkisar 300 - 2.380 ml/tahun. Dengan pemeliharaan yang baik,
jarak pagar dapat hidup lebih dari 25 tahun. Produktifitas jarak setelah berumur 5
tahun berkisar 3 - 4 kg/biji/pohon/tahun. Produktifitas akan stabil setelah tanaman
berumur lebih dari 5 tahun. Dengan tingkat populasi tanaman 2.500 pohon/ha,
tingkat produktifitas rata-rata antara 7,5 - 10 ton biji/ha tergantung pada kualitas
benih, agroklimat, kesuburan tanah, dan pemiliharaan. Jika kandungan minyak
sebesar 30% dan yang dapat diekstrak sebesar 25%, setiap hektar lahan dapat
diperoleh 1,9 - 2,5 ton minyak/ha/tahun (Hambali, 2007).
Tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang terdiri dari 60% berat kernel
(daging biji) dan 40% berat kulit. Inti biji jarak pagar mengandung sekitar 50%
minyak sehingga dapat diekstrak menjadi minyak jarak dengan cara mekanis
ataupun ekstraksi dengan pelarut seperti heksana. Minyak jarak pagar merupakan
jenis minyak yang memiliki komposisi trigliserida yang mirip dengan minyak
lemak esensial dalam minyak jarak pagar cukup tinggi sehingga sebenarnya dapat
dikonsumsi sebagai minyak makan, asalkan toksin yang berupa phorbol ester dan
curcin dapat dihilangkan (Hambali, 2006).
Minyak jarak dan turunannya digunakan dalam industri cat, varnish,
lacquer, pelumas, tinta cetak, linoleum, oil cloth dan sebagai bahan baku dalam
industri-industri plastik dan nilon. Dalam jumlah kecil minyak jarak dan
turunannya juga digunakan untuk pembuatan kosmetik, semir dan lilin
(Ketaren, 1986).
Efisiensi teknik mengukur sampai sejauh mana seorang petani mengubah
masukan menjadi keluaran pada tingkat dan faktor ekonomi dan teknologi
tertentu. Ini berarti, dua orang petani menggunakan jumlah dan jenis masukan dan
teknologi yang sama mungkin akan memproduksi jumlah keluaran yang berbeda.
Sebagian perbedaan ini mungkin disebabkan oleh karakteristik yang ada pada
individu dan faktor – faktor yang dipengaruhi oleh kebijakan publik
(Battese dan Coelli, 1988).
Ortega et all. (2002) mengatakan bahwa faktor - faktor seperti luas
usahatani, karekteristik demografi dan produsen, serta kebijakan publik
2.3. Kerangka Pemikiran
Kelangkaan bahan bakar minyak saat ini yang disebabkan oleh semakin
menipisnya cadangan bahan bakar minyak dunia. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut diperlukan pencarian sumber bahan bakar alternatif pengganti bahan
bakar minyak. Bahan bakar alternatif tersebut adalah bahan bakar nabati. Bahan
bakar nabati adalah bahan bakar yang diperoleh dari tanaman yang menghasilkan
minyak sebagai bahan bakar.
Biodiesel merupakan salah satu dari bahan bakar nabati yang dapat
dijadikan sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak. Penelitian dan
pengembangan minyak biodiesel saat ini semakin gencar dilakukan berbagai
pihak. Biodiesel dapat diperoleh dari beberapa jenis tanaman seperti tanaman
jarak pagar, kelapa dan kelapa sawit.
Dari setiap tanaman tersebut akan diperoleh minyak yang dapat dijadikan
biodiesel dengan melakukan berbagai cara pengolahan. Minyak yang diperoleh
dari tanaman jarak, kelapa, dan kelapa sawit diperoleh dengan proses
transesterifikasi. Minyak yang dihasilkan akan disesuaikan dengan syarat-syarat
untuk menyatakan minyak tersebut dapat digunakan sebagai biodiesel atau tidak.
Dalam kegiatan pengolahan minyak biodiesel ini terdapat biaya-biaya
produksi, untuk itu diperlukan perhitungan analisis efisiensi untuk mengetahui
seberapa besar tingkat efisiensi dari pengolahan ketiga tanaman tersebut hingga
Secara sistematika kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar1. Skema Kerangka Pemikiran.
Keterangan:
: menyatakan proses
Jarak Pagar Kelapa Sawit Kelapa
Minyak Biodiesel Proses Produksi
Analisis Efesiensi
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Pengumpulan Data
Adapun data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data
sekunder yang diperoleh dari lembaga atau instansi serta dinas yang terkait
dengan penelitian ini serta literature yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
3.2. Metode Analisis Data
Untuk identifikasi masalah tingkat efisiensi teknis dalam proses produksi
biodiesel dari ketiga tanaman tersebut dilakukan dengan cara meneliti seberapa
banyak proses yang dilalui dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk
menghasilkan biodiesel, dalam analisis teknis ini juga dilihat berapa banyak hasil
biodiesel yang dapat diperoleh dari tiap prosesnya.
Dalam analisis teknis ini, yang akan dijadikan sebagai karakter terefisien
secara teknis adalah tanaman yang dalam proses pembuatan biodieselnya
memiliki proses yang singkat, waktu yang singkat serta menghasilkan biodiesel
yang tinggi jika dibandingkan dengan tanaman lainnya.
Untuk identifikasi masalah tingkat efisiensi ekonomis menggunakan
rumus:
Efisiensi = revenue
Cost
Jika ef > 1 = efisien
Jika ef < 1 = tidak efisien
Dimana revenue merupakan total pendapatan yang diperoleh dari seluruh
merupakan seluruh biaya dalam usaha menghasilkan biodiesel, dimana
didalamnnya terdapat biaya bahan baku dan biaya produksi.
Dalam proses perhitungan nilai efisiensi secara ekonomis terdapat biaya
bahan baku dan biaya produksi biodiesel. Biaya bahan baku yang digunakan
dalam perhitungan analisis tersebut merupakan biaya pembelian bahan baku, tidak
termasuk biaya dalam pengadaan bahan baku seperti biaya pembudidayaan
tanaman tersebut.
Biaya produksi dalam analisis ekonomis ini merupakan biaya produksi
dari masing – masing teknik pembuatan biodiesel. Dari ketiga tanaman tersebut
akan dianalisis secara ekonomis dalam produksi biodiesel dengan menggunakan
semua teknik pembuatan yang ada. Setelah itu akan diketahui tanaman yang
paling efisien adalah tanaman yang memiliki nilai ekonomis tertinggi.
Nilai efisiensi tertinggi diantara ketiga tanaman tersebut menunjukan
bahwa tanaman tersebut paling efisien untuk dijadikan bahan baku dalam proses
pembuatan biodiesel baik secara efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomisnya.
Sebaliknya nilai terendah menunjukan tingkat efisiensi terendah baik secara
ekonomis dan teknis serta dinyatakan tidak layak untuk dijadikan bahan baku
dalam usaha biodiesel.
Untuk identifikasi masalah rendemen minyak biodiesel yang dihasilkan
dari ketiga tanaman tersebut diperoleh dari data – data sekunder yang berasal dari
intansi atau dinas terkait yang telah meneliti berapa besar rendemen yang
3.3. Definisi dan Batasan Operasional
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai
pengertian tentang istilah-istilah dalam usulan penelitian ini, maka dibuat definisi
dan batasan operasional sebagai berikut:
3.3.1. Definisi Operasional
1. Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak
nabati, baik minyak baru maupun bekas penggorengan dan melalui proses
transesterifikasi, esterifikasi, atau proses esterifikasi-transesterifikasi.
2.Rendemen minyak biodiesel adalah nilai atau jumlah minyak biodiesel yang
diperoleh dari setiap tanaman penghasil minyak biodiesel dalam %.
3.Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol
lain dalam suatu proses yang menyerupai hidrolis.
4. Jarak Pagar adalah sejenis tanaman perdu yang memiliki minyak yang
diekstrak dari bijinya yang kemudian diolah menjadi minyak biodiesel.
5.Kelapa Sawit adalah tanaman perkebunan yang memiliki minyak yang biasanya
dijadikan sumber minyak goring, akan tetapi minyak dari kelapa sawit juga
dapat diolah menjadi minyak biodiesel.
6.Kelapa adalah tanaman yang selama ini hanya dimanfaatkan sebagai tanaman
penghasil santan dan minyak kelapa, minyak kelapa yang dihasilkan ini dapat
diolah menjadi minyak biodiesel.
7. Efesiensi adalah nilai pendapatan dari pembuatan biodiesel dibagi dengan biaya
3.3.2. Batasan Operasional
1. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai
sumber literatur serta instansi yang berhubungan dengan penelitian ini.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Biodiesel
Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat
dari bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel
yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. Biodiesel dapat dibuat dari
minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas atau daur ulang.
Biodiesel memiliki beberapa keunggulan sebagai bahan bakar alternatif
seperti pada pemaparan awal skripsi ini. Selain keunggulan, biodiesel memiliki
kelemahan. Minyak nabati mempunyai viskositas (kekentalan) 20 kali lebih tinggi
daripada bahan bakar diesel fosil sehingga mempengaruhi atomisasi bahan bakar
dalam ruang bakar motor diesel.
Atomisasi yang kurang baik akan menurunkan daya (tenaga) mesin dan
pembakaran menjadi tidak sempurna. Karena itu, viskositas minyak nabati perlu
diturunkan melalui proses transesterifikasi metil ester nabati atau FAME. Proses
ini menghasilkan bahan bakar yang sesuai dengan sifat dan kinerja diesel fosil.
Manfaat utama dari biodiesel adalah mengurangi ketergantungan pada
energi fosil, menurunkan polusi udara, dan tentu saja energi ini tersedia di alam
serta dapat diperbaharui (MacLean dan Lave 2003; Pertamina 2006). Tujuannya
adalah mensubstitusi bahan bakar fosil dan menciptakan energi hijau (green fuel)
yang ramah lingkungan. Rendahnya kualitas udara diasosiasikan dengan hasil
pembakaran bahan bakar fosil. Sebagai contoh, untuk lingkup Asia Tenggara,
Jakarta memiliki kualitas udara yang lebih rendah dari Bangkok, Manila, dan
Teknologi biodiesel relatif sederhana dengan produk berupa alkil ester
asam lemak (metil atau etil ester) yang diproduksi melalui proses transesterifikasi.
Teknologi tersebut telah menjadi “milik umum” dan dikuasai Indonesia. Beberapa
rancang-bangun pabrik biodiesel telah dikembangkan dan produk yang dihasilkan
telah diuji, termasuk road test. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan/Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan Institut Teknologi
Bandung telah mengembangkan mesin pengolah biodiesel berkapasitas 50 liter
dengan waktu proses 6−8 jam (Prastowo 2007).
4.2. Proses Pembuatan Biodiesel
4.2.1. Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang
cocok adalah zat berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam sulfonat
organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa
terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Untuk mendorong agar
reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah
(misalnya paling tinggi 120° C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam
jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah
stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi,
yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi
reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak
berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap
ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi
biasa diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi
diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang
dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.
4.2.2. Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi
dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara
alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber atau pemasok gugus alkil,
metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan
reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian
besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester metil asam-asam lemak
(Fatty Acids Metil Ester, FAME).
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa
adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan
dengan lambat (Mittlebatch,2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi
4.3. Tanaman Penghasil Biodiesel
Tanaman penghasil biodiesel yang dibahas disini adalah tanaman yang
memiliki minyak yang dapat diolah menjadi biodiesel sebagai bahan bakar
alternatif pengganti bahan bakar fosil. Tanaman tersebut antara lain:
4.3.1. Kelapa
Biodiesel yang dihasilkan dari tanaman kelapa disebut cocodiesel atau
coco methyl ester (CME). Dalam memproduksi biodiesel, minyak kelapa yang
telah diekstrak dari daging buah kelapa baik melalui pembuatan santan hingga
menjadi minyak, atau melalui pengeringan daging buah menjadi kopra yang
kemudian diolah menjadi minyak kelapa, diolah melalui proses reaksi
transesterifikasi untuk memperoleh biodiesel tersebut.
Untuk memproduksi biodiesel dari kelapa, perlu dilakukan beberapa
tahapan seperti berikut ini:
1. Daging buah kelapa diektrak (baik dari santannya ataupun dari kopra) untuk
diambil minyak kelapa.
2. Minyak kelapa yang didapat ditambahkan dengan metanol dan katalis basa
melalui reaksi transesterifikasi tahap pertama.
3. Reaksi tersebut akan menghasilkan cocodiesel kasar serta gliserin.
4. Pisahkan gliserin dari cocodiesel kasar, kemudian tambahakan metanol dan
KOH pada cocodiesel kasar tersebut.
5. Lakukan reaksi transesterifikasi tahap kedua, reaksi ini juga akan
6. Setelah diperoleh cocodiesel kasar, lakukan pencucian untuk menghilangkan
zat – zat pengotor lainnya, setelah itu lakukan pengeringan.
7. cocodiesel siap untuk digunakan pada mesin diesel baik dalam keadaan murni
100 % ataupun dicampur dengan solar.
4.3.2. Kelapa Sawit
Minyak sawit yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit merupakan
salah satu jenis minyak nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai
karbon C14-C20, sehingga mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai
bahan baku biodiesel.
Proses transesterifikasi meliputi dua tahap. Transesterifikasi I yaitu
pencampuran antara kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH30H) dengan
minyak sawit. Reaksi transesterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu
58-65°C. Bahan yang pertama kali dimasukkan ke dalam reaktor adalah asam lemak
yang selanjutnya dipanaskan hingga suhu yang telah ditentukan.
Tepat pada suhu reactor 63°C, campuran metanol dan KOH dimasukkan
ke dalam reaktor dan waktu reaksi mulai dihitung pada saat itu. Pada akhir reaksi
akan terbentuk metil ester dengan konversi sekitar 94%. Selanjutnya produk ini
diendapkan selama waktu tertentu untuk memisahkan gliserol dan metil ester.
Gliserol yang terbentuk berada di lapisan bawah karena berat jenisnya lebih besar
daripada metil ester. Gliserol kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak
mengganggu proses transesterifikasi II.
Selanjutnya dilakukan transesterifikasi II pada metil ester. Setelah proses
gliserol terpisah dari metil ester. Pengendapan II memerlukan waktu lebih pendek
daripada pengendapan I karena gliserol yang terbentuk relatif sedikit dan akan
larut melalui proses pencucian.
Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk
menghilangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol.
Pencucian dilakukan pada suhu sekitar 55°C. Pencucian dilakukan tiga kali
sampai pH campuran menjadi normal (pH 6,8-7,2).
Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam
metil ester. Pengeringan dilakukan sekitar 10 menit pada suhu 130°C.
Pengeringan dilakukan dengan cara memberikan panas pada produk dengan suhu
sekitar 95°C secara sirkulasi.
Tahap akhir dari proses pembuatan biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi
bertujuan untuk menghilangkan partikel – partikel pengotor biodiesel yang
terbentuk selama proses berlangsung, seperti karat (kerak besi) yang berasal dari
dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku. Biodiesel dari
minyak kelapa sawit siap untuk digunakan.
4.3.3. Jarak Pagar
Untuk mendapatkan biodiesel dari tanaman jarak pagar, biji jarak pagar
yang menjadi bahan utama pembuatan biodiesel perlu melalui beberapa tahapan
pengolahan. Selain menghasilkan biodiesel dalam pengolahan biji jarak pagar
Tahapan pengolahannya seperti berikut ini:
Produksi Crude Jatropha Oil
1. Bersihkan biji jarak pagar kemudian lakukan blanching atau rendam biji
dalam air mendidih selama 5 menit, lalu angkat dan tiriskan.
2. Keringkan biji dengan alat pengering atau dijemur. Kemudian masukkan biji
ke dalam mesin pemisah tempurung dari daging buah. Tahapan ini untuk
kapasitas sekitar 300 – 500 kg biji per hari, jika kapasitas lebih besar tahapan
ini tidak diperlukan.
3. Giling daging buah dan siap untuk dipres.
4. Pres serbuk biji dengan mesin pres. Setiap tekanan akan menghasilkan minyak
yang langsung masuk ke tempat penampungan. Lakukan pengepresan hingga
tiga kali. Rendemen minyak yang diperoleh sekitar 45% dari biji tanpa
tempurung dan 30 – 35% dengan tempurung.
5. Tahapan ini akan menghasilkan Crude Jatropha Oil (CJO), yang dapat
digunakan untuk bahan bakar rumah tangga pencampur minyak tanah (CJO :
minyak tanah = 30% : 70%).
Setelah minyak jarak diperoleh dari tahapan tadi, untuk mendapatkan
biodiesel diperlukan tahapan pengolahan lanjutan. Tahapan tersebut antara lain:
1. Minyak jarak yang telah diperoleh dari pengepresan biji jarak dipanaskan
dengan suhu konstan antara 55 – 60oC. Selama dipanaskan siapkan campuran
katalis dengan metanol untuk reaksi transesterifikasi.
2. Tambahkan campuran katalis dan metanol tadi dengan minyak jarak. Tahapan
3. Pada reaksi transesterifikasi tersebut akan dihasilkan gliserol dan biodiesel
kasar, lakukan pemisahan antara gliserol dan biodiesel kasar.
4. Lakukan purifikasi atau pemurnian terhadap biodiesel kasar tadi untuk
menghasilkan biodiesel.
5. Biodiesel siap untuk digunakan.
4.4. Tinjauan Beberapa Proses Produksi Pembuatan Biodiesel
4.4.1. Proses Biox
Proses BIOX adalah proses produksi biodiesel berkualitas ASTM D6751
atau EN 14214 yang dapat menggunakan feedstock apapun (minyak tumbuhan,
minyak biji-bijian, limbah lemak hewan, bahkan daur ulang sisa minyak masak),
dan dengan biaya produksi yang dapat bersaing dengan petroleum diesel
(www.bioxcorp.com).
4.4.2. Proses Lurgi
Proses Lurgi adalah proses produksi biodiesel yang juga dapat
menggunakan feedstock apapun (minyak tumbuhan, minyak biji-bijian, limbah
lemak hewan, bahkan daur ulang sisa minyak masak). Proses Lurgi ini dilakukan
secara kontinyu dengan tahap esterifikasi dan tahap transesterifikasi. Tahap
transesterifikasi pada proses Lurgi ini dilakukan dengan 2 tahap dalam 2 reaktor
yang terpisah. Masing-masing reaktor terdiri dari bagian berpengaduk dan bak
penampungan yang berfungsi sebagai dekanter.
4.4.3. Proses MPOB (Malaysia)
MPOB (Malaysian Palm Oil Board) adalah suatu badan riset
pemanfaatan kelapa sawit yang juga memiliki teknologi proses produksi biodiesel.
dengan menggunakan natrium hidroksida (NaOH) sebagai katalis dan metanol
sebagai reaktannya sehingga dapat dikatakan sebagai reaksi metanolisis.
4.4.4. Biodiesel ITB
Proses pembuatan biodiesel ITB terdiri dari unit esterifikasi, unit
transesterifikasi, unit pemurnian, unit penyiapan metoksida, serta unit recovery
metanol. Proses produksi dilakukan secara batch pada skala pilot. Metanol
digunakan dengan perbandingan metanol : minyak nabati hanya 1,5 kali
stoikiometri (4,5 : 1), sedangkan katalis digunakan sebanyak 1%-b minyak nabati.
4.5. Rendemen Minyak yang Dihasilkan
Ketiga tanaman penghasil minyak yang dapat dijadikan bahan alternatif
pembuatan minyak nabati dan sebagai bahan bakar alternatif yaitu biodiesel.
Kesemua tanaman tersebut memiliki tingkat rendemen minyak yang berbeda –
beda. Ketiga tanaman yang dipilih memiliki rendemen minyak yang paling tinggi
diantara tanaman – tanaman penghasil minyak nabati yang bisa digunakan sebagai
bahan baku pembuatan biodiesel.
Perbedaan tingkat rendemen minyak tidak hanya terjadi diantara ketiga
tanaman tersebut tetapi terjadi juga pada tiap – tiap tanaman. Hal ini terjadi
diakibatkan oleh daerah produksi tanaman, teknik penanaman dan perawatan dan
pengolahan tanaman tersebut. Perbedaan tingkat rendemen minyak juga terjadi
pada tiap tanaman yang diproses dengan teknik yang berbeda – beda. Tabel
berikut ini merupakan hasil pengolahan data dari pihak – pihak yang telah
Tabel 9. Rendemen Biodiesel
Teknik Produksi Biodiesel
Biox Lurgi MPOB ITB
Kelapa 95 % 95 % 95 % 94 %
Kelapa Sawit 97 % 98 % 95 % 96.5 %
Jarak Pagar 95 % 92 % 95 % 92 %
Tabel diatas menjelaskan bahwa dari tiap – tiap tanaman memiliki
tingkat rendemen yang berbeda, begitu juga halnya dengan teknik yang digunakan
dalam produksinya akan menghasilkan rendemen yang berbeda pula. Rendemen
yang dihasilkan adalah rendemen yang mendekati 100 % bagian tanaman yang
dapat dijadikan biodiesel.
4.6. Analisis Efisiensi
4.6.1. Analisis Efisiensi Teknis Biodiesel
Dalam analisis efisiensi teknis biodiesel, yang akan dianalisis adalah
proses pembuatan biodiesel mulai dari awal hingga terbentuknya biodiesel siap
pakai. Dalam hal ini yang menjadi acuan analisis efisiensi adalah berapa tahapan
proses yang akan dilalui, berapa lama waktu yang diperlukan dalam proses
tersebut dan berapa banyak rendemen minyak yang dapat dihasilkan.
Teknik biodiesel yang dianalisis disini adalah teknik – teknik biodiesel
yang telah dijelaskan sebelumnya, antara lain: teknik Biox, Lurgi, MPOB, dan
teknik ITB. Tabel berikut merupakan ringkasan hasil analisis teknik biodiesel dari
Tabel 10. Tahapan Teknik Produksi Biodiesel
Teknik Produksi Tahapan Waktu
Jumlah Tahapan (menit)
Biox 2 Fasa Metanol 45
Fasa Trigliserida 45
Lurgi Keterangan: R. Terpisah = Reaktor Terpisah.
Dari tabel 10, dapat kita ketahui bahwa tiap – tiap teknik produksi biodiesel
memiliki tahapan yang berbeda baik dari jumlah maupun sistem kerjanya. Waktu
yang digunakan pada tabel 10 diatas merupakan waktu rata – rata untuk
menghasilkan biodiesel dari berbagai jenis minyak nabati. Rendemen minyak yang
dihasilkan telah lebih dulu dipaparkan.
Tabel berikut merupakan tabel perbandingan antara ketiga tanaman dengan
keempat teknik produksi biodiesel.
Tabel 11. Perbandingan Rendemen Biodiesel
Jumlah Tahapan Waktu (menit) Rendemen Sumber: Pengolahan data tabel 9 dan tabel 10.
Dari data pada tabel 11, kita bandingkan tahapan dan waktu proses teknik
produksi dan rendemen biodiesel yang dihasilkan dari tiap – tiap teknik
pengolahan biodiesel dari ketiga tanaman tersebut. Dari tabel tersebut dapat kita
ambil kesimpulan bahwa untuk tingkat efisiensi teknis pembuatan biodiesel
tertinggi atau terefisien adalah dengan menggunakan teknik Biox. Kesimpulan ini
waktu yang relatif lebih sedikit dan dapat menghasilkan rendemen minyak yang
lumayan tinggi dari ketiga tanaman tersebut. Sedangkan untuk nilai efisiensi
terendah adalah teknik ITB, karena menggunakan tahapan yang lebih banyak dan
waktu yang lebih lama, sedangkan rendemen minyak yang dihasilkan tidak terlalu
jauh berbeda dengan teknik Biox.
4.6.2. Analisis Efisiensi Ekonomi Biodiesel
Dalam analisis ekonomis produksi biodiesel ini, hal yang dihitung adalah
seluruh biaya produksi yang dikeluarkan dalam memproduksi biodiesel per
liternya, termasuk didalamnya biaya bahan baku baik bahan baku utama (minyak
nabati) maupun bahan baku pendukung (alkohol dan katalis, yang digunakan
dalam proses esterifikasi dan transesterifikasi minyak nabati), serta seluruh
pemasukan dari penjualan biodiesel.
Ini dimaksudkan agar dapat dilihat teknik produksi biodiesel yang
terefisien dalam segi ekonomisnya. Dalam perhitungan ekonomis ini tidak
dimasukkan biaya investasi peralatan ataupun biaya investasi pabrik. Disini hanya
akan dibahas biaya produksi per liter biodiesel. Ini dikarenakan dalam skripsi ini
tidak dilihat kelayakan usaha pabrik pembuatan biodiesel, tetapi hanya melihat
berapa besar biaya produksi biodiesel.
Tabel – tabel berikut ini akan menunjukkan jumlah biaya produksi dalam
tiap – tiap teknik produksi biodiesel dari ketiga tanaman penghasil biodiesel
Tabel 12. Biaya Produksi Biodiesel Teknik Biox
Jumlah Biaya
Bahan Baku Minyak *
Kelapa 1000 Liter Rp 6.000.000
Keterangan = * pada total biaya adalah biaya salah satu bahan baku minyak
Tabel 13. Biaya Produksi Biodiesel Teknik Lurgi
Jumlah Biaya
Keterangan = * pada total biaya adalah biaya salah satu bahan baku minyak
Tabel 14. Biaya Produksi Biodiesel Teknik MPOB
Jumlah Biaya
Destilasi 1 Tahap (Rp 300.000/100 l) Rp 3.000.000
Total Biaya Rp 34.457.500 + *
Keterangan = * pada total biaya adalah biaya salah satu bahan baku minyak
Tabel 15. Biaya Produksi Biodiesel Teknik ITB
Jumlah Biaya
Keterangan = * pada total biaya adalah biaya salah satu bahan baku minyak
Berikutnya akan dianalisis berapa besar tingkat efisiensi dari keempat
teknik biodiesel tersebut, dan akan ditentukan teknik biodiesel yang mana dan
menggunakan bahan baku apa yang paling efisiensi secara ekonomisnya.
Dalam analisis efisiensi ekonomis ini terdapat nilai pendapatan, nilai
pendapatan disini merupakan pendapatan penjualan biodiesel per 1000 liter
biodiesel dengan harga jual biodiesel adalah Rp 4500/liter. Harga itu bukanlah
harga yang sebenarnya, itu merupakan harga jual biosolar atau dengan kata lain
biodiesel yang telah dicampur dengan solar. Sehingga harga tersebut adalah harga
yang telah ditetapkan oleh pemerintah (harga subsidi solar Rp 4500/liter).
Dalam analisis efisiensi ekonomis ini juga akan dilihat berapa tingkat
efisiensinya dengan harga dari masing – masing biodiesel. Dan selanjutnya akan
dibandingkan dengan tingkat efisiensi dengan harga biosolar yang disubsidi
Analisis efisiensi ekonomis dari tiap – tiap bahan baku dan teknik
pengolahannya akan ditampilkan dalam tabel diberikut ini (tabel 16 sampai tabel
18 menggunakan harga biodiesel dengan subsidi dari pemerintah) :
Tabel 16. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Kelapa
Biox Lurgi MPOB ITB
Revenue Rp 4.500 Rp 4.500 Rp 4.500 Rp 4.500
Cost Rp 11.856 Rp 34.122 Rp 40.457 Rp 41.089
Efisiensi 0.379 0.131 0.111 0.109
Keterangan = seluruh biaya dalam ribuan rupiah
Dari tabel diatas dapat diketahui nilai efisiensi ekonomis biodiesel kelapa
dari masing – masing teknik produksi, nilai yang diperoleh menunjukan tingkat
efisiensinya berbeda – beda. Walaupun pendapatan yang diperolehnya sama besar
ini karena harga yang digunakan dalm menghitung pendapatan menggunakan
harga biodiesel subsidi pemerintah (biosolar).
Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Biox sebesar 0.379 yang
berarti proses produksi biodiesel Biox dengan bahan baku kelapa tidak efisien
atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh
teknik produksi Lurgi sebesar 0.131 yang berarti proses produksi biodiesel Lurgi
dengan bahan baku kelapa tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi
ekonomisnya.
Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi MPOB sebesar 0.111 yang
berarti proses produksi biodiesel MPOB dengan bahan baku kelapa tidak efisien
atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh
teknik produksi ITB sebesar 0.109 yang berarti proses produksi biodiesel ITB
dengan bahan baku kelapa tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi
Semua nilai efisiensi yang diperoleh dinyatakan tidak atau belum
efisiensi karena indikator efisiensinya suatu teknik dinyatakan dengan angka 1,
sedangkan seluruh nilai diatas belum mencapai angka 1.
Tetapi jika keempat nilai tersebut dibandingkan dapat ditarik kesimpulan
bahwa dari keempat teknik produksi biodiesel dengan bahan baku kelapa yang
paling efisien secara ekonomis adalah teknik produksi Biox, karena nilai
efiseinsinya mendekati angka 1. Sedangkan yang terendah adalah teknik ITB
karena nilai yang diperoleh lebih kecil dari keempat teknik tersebut.
Tabel 17. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Kelapa Sawit
Biox Lurgi MPOB ITB
Revenue Rp 4.500 Rp 4.500 Rp 4.500 Rp 4.500
Cost Rp 13.556 Rp 35.822 Rp 42.157 Rp 42.789
Efisiensi 0.331 0.125 0.106 0.105
Keterangan = seluruh biaya dalam ribuan rupiah
Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Biox sebesar 0.331 yang
berarti proses produksi biodiesel Biox dengan bahan baku kelapa sawit tidak
efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh
oleh teknik produksi Lurgi sebesar 0.125 yang berarti proses produksi biodiesel
Lurgi dengan bahan baku kelapa sawit tidak efisien atau belum efisien jika dilihat
dari segi ekonomisnya.
Begitu juga dengan nilai yang diperoleh oleh teknik produksi MPOB
sebesar 0.106 yang berarti proses produksi biodiesel MPOB dengan bahan baku
kelapa sawit tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.
Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi ITB sebesar 0.105 yang berarti proses
produksi biodiesel ITB dengan bahan baku kelapa sawit tidak efisien atau belum
Dan jika dibandingkan semuanya, maka yang paling efisien secara
ekonomis adalah teknik Biox karena mendekati nilai indikator efisiensi ekonomis.
Dan yang paling tidak efisien adalah teknik produksi ITB.
Tabel 18. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Jarak Pagar
Biox Lurgi MPOB ITB
Revenue Rp 4.500 Rp 4.500 Rp 4.500 Rp 4.500
Cost Rp 12.356 Rp 34.622 Rp 40.957 Rp 41.589
Efisiensi 0.364 0.129 0.109 0.108
Keterangan = seluruh biaya dalam ribuan rupiah
Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Biox sebesar 0.364 yang
berarti proses produksi biodiesel Biox dengan bahan baku jarak pagar tidak
efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh
oleh teknik produksi Lurgi sebesar 0.129 yang berarti proses produksi biodiesel
Lurgi dengan bahan baku jarak pagar tidak efisien atau belum efisien jika dilihat
dari segi ekonomisnya.
Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi MPOB sebesar 0.109 yang
berarti proses produksi biodiesel MPOB dengan bahan baku jarak pagar tidak
efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh
oleh teknik produksi ITB sebesar 0.108 yang berarti proses produksi biodiesel
ITB dengan bahan baku jarak pagar tidak efisien atau belum efisien jika dilihat
dari segi ekonomisnya.
Semua nilai efisiensi yang diperoleh dinyatakan tidak atau belum
efisiensi karena indikator efisiensinya suatu teknik dinyatakan dengan angka 1,
sedangkan seluruh nilai diatas belum mencapai angka 1.
Tetapi jika keempat nilai tersebut dibandingkan dapat ditarik kesimpulan