KARAKTERISTIK PENDERITA LIMFADENITIS TUBERKULOSIS
DI SENTRA DIAGNOSTIK PATOLOGI ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TAHUN 2011
Oleh :
PUTRI GABY YOSEPHINE PURBA
080100123
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARAKTERISTIK PENDERITA LIMFADENITIS TUBERKULOSIS
DI SENTRA DIAGNOSTIK PATOLOGI ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TAHUN 2011
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
kelulusan sarjana kedokteran
Oleh :
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian: KARAKTERISTIK PENDERITA LIMFADENITIS
TUBERKULOSIS DI SENTRA DIAGNOSTIK
PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2011
Nama : PUTRI GABY YOSEPHINE PURBA
NIM
: 080100123
Pembimbing Penguji
(dr. H. Delyuzar, Sp.PA(K)) (dr. Tetty Aman Nasution, M.Med.Sc)
NIP : 19630219 199003 1 001 NIP : 19700109 199702 2 001
(dr. Aldy S Rambe, Sp.S (K))
NIP : 19660524 199203 1 002
Medan, 16 Desember 2011
Dekan
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah dengan Judul:
Karakteristik Penderita Limfadenitis Tuberkulosis di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Tahun 2011
Yang dipersiapkan oleh:
PUTRI GABY YOSEPHINE PURBA 080100123
Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Seminar Hasil Karya Tulis Ilmiah
Medan, 16 Desember 2011 Disetujui,
Dosen Pembimbing
ABSTRAK
Latar Belakang : Tuberkulosis merupakan penyebab kematian terbesar ketiga
setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan
nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Tuberkulosis dapat
melibatkan berbagai sistem organ di tubuh, salah satunya adalah kelenjar getah
bening yang disebut dengan limfadenitis. Limfadenitis tuberkulosis merupakan
salah satu manifestasi tuberkulosis ekstrapulmoner terbanyak, sekitar 35% dari
tuberkulosis ekstrapulmoner.
Tujuan
: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
penderita limfadenitis tuberkulosis yang dibiopsi aspirasi di Sentra Diagnostik
Patologi Anatomi FK USU.
Metode
: Desain penelitian ini adalah penelitian survey deskriptif.
Subjek penelitian ini adalah data 17 orang penderita limfadenitis tuberkulosis
yang dibiopsi aspirasi di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi FK USU. Data
penderita limfadenitis tuberkulosis yang memenuhi syarat penelitian dicatat dalam
lembar wawancara dan lembar pemeriksaan. Selanjutnya data diolah dengan
menggunakan program SPSS 17.
Hasil
: Dari penelitian ini diperoleh bahwa mayoritas penderita
limfadenitis tuberkulosis berusia 20 – 50 tahun, yaitu 9 orang (52,9%) dengan
jenis kelamin terbanyak adalah wanita, yaitu 9 orang (52,9%). Dari hasil
penelitian ini juga diperoleh bahwa sebagian besar penderita limfadenitis
tuberkulosis ada mengalami gejala sistemik, yaitu 14 orang (82,4). Berdasarkan
hasil pemeriksaan fisik didapatkan 13 orang (76,5%) memiliki pembesaran
kelenjar berdiameter
≥2 cm, 12 orang (70,6%) memiliki pembesaran kelenjar
yang multiple, 17 orang (100%) memiliki pembesaran kelenjar dengan konsistensi
kenyal, 16 orang (94,1%) memiliki pembesaran kelenjar tanpa disertai adanya
ulkus, dan 12 orang (70,6%) memiliki pembesaran kelenjar tanpa disertai adanya
nyeri.
Kesimpulan
: Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan karakteristik
penderita limfadenitis tuberkulosis yang dibiopsi aspirasi di Sentra Diagnostik
Patologi Anatomi FK USU adalah mayoritas berusia 20 – 50 tahun, berjenis
kelamin wanita dan mengeluhkan adanya gejala sistemik, sebagian besar
penderita memiliki pembesaran kelenjar berdiameter
≥2 cm,
multiple, konsistensi
kenyal, tidak disertai adanya ulkus dan nyeri.
ABSTRACT
Background : Tuberculosis is the third cause of death following cardiovascular
and respiratory disease, and the major infectious disease. Tuberculosis can
involve many organ system in body, one of them are lymphe gland which is called
lymphadenitis. Tuberculosis Lymphadenitis is one of the highest manifestation of
extrapulmonary tuberculosis, about 35% of extrapulmonary tuberculosis.
Objection
: This study is objected to know the characteristic of Tuberculosis
Lymphadenitis infected patients in Diagnostic Centre of Pathology Anatomy FK
USU.
Method
: This is a descriptive study with the samples are gathered from 17
subjects biopsied in Diagnostic Centre of Pathology Anatomy FK USU. The
eligible data are recorded in interview and examination sheet and then analyzed
by SPSS programme.
Result
: Result of this study shows that majority of Tuberculosis
Lymphadenitis patients; a total of 9 subjects (52,9%) are aged 20 – 50 years old,
with woman as the highest frequency coming up to 9 subjects (52,9%). The study
also shows 14 subjects (82,4%) complaining systemic manifestation. According to
the result of physical examination, there are 13 subjects (76,5%) having lymph
node swelling with diameter
≥2 cm, 12 subjects (70,6%) having multiple lymph
node swelling, 17 subjects (100%) having soft lymph node swelling, 16 subjects
(94,1%) having lymph node swelling without ulcer, and 12 subjects (70,6%)
having lymph node swelling without pain.
Conclusion : From the outcome of the study, it can be concluded that majority
of the Lymphadenitis Tuberculosis patients biopsied in Diagnostic Centre of
Pathology Anatomy FK USU are aged 20 – 50 years old with male as the
dominating gender, and complain systemic manifestation, mostly have lymph node
swelling sized
≥2cm in diameter, multiple, so
ft, without ulcer and pain.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Karya tulis ilmiah ini berjudul “Karakteristik Penderita Limfadenitis
Tuberkulosis di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Tahun 2011”. Dalam penyelesaian penulisan karya
tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1.
Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2.
Bapak dr. H. Delyuzar, Sp. PA (K), selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis
ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
3.
Bapak dr. T. Ibnu Aferally, selaku kepala departemen Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan
izin dan banyak bantuan kepada penulis dalam melakukan proses
pengumpulan data di lokasi penelitian.
4.
Ibu dr. Tetty Aman Nasution, M.Med.Sc selaku Dosen Penguji I dan
Bapak dr. Aldy S Rambe, Sp.S (K) selaku Dosen Penguji II yang telah
memberikan banyak saran dan masukan kepada penulis dalam
menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
5.
Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan-bosannya
mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan pendidikan.
7.
Abang saya Erwin Dimitri Purba, S.T. dan adik saya Cecil Maria Purba
yang banyak memberikan semangat dan mendoakan saya dalam
menyelesaikan pendidikan dan tugas akhir saya ini.
8.
Seluruh teman-teman Stambuk 2008, terima kasih atas dukungan dan
bantuannya.
Untuk seluruh bantuan baik moril maupun materil yang diberikan kepada
penulis selama ini, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan YME
memberikan imbalan pahala yang sebesar-besarnya.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis
ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.
Medan, Desember 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR SINGKATAN ... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1.
Latar Belakang ... 1
1.2.
Rumusan Masalah ... 4
1.3.
Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1.
Tujuan Umum ... 4
1.3.2.
Tujuan Khusus ... 4
1.4.
Manfaat penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Definisi ... 6
2.2. Epidemiologi ... 6
2.3. Etiologi ... 7
2.4. Patogenesis ... 8
2.5. Manifestasi Klinis ... 10
2.6. Diagnosis... 13
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 16
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 16
3.2. Defenisi Operasional ... 16
3.2.1. Umur ... 16
3.2.2. Jenis Kelamin ... 16
3.2.3. Gejala sistemik ... 16
3.2.4. Ukuran Kelenjar ... 17
3.2.5. Jumlah Kelenjar ... 17
3.2.6. Konsistensi Kelenjar ... 17
3.2.8. Nyeri ... 17
3.2.9. Limfadenitis TB ... 17
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 18
4.1. Jenis Penelitian ... 18
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18
4.2.1. Lokasi ... 18
4.2.2. Waktu ... 18
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 18
4.3.1. Populasi ... 18
4.3.2. Sampel ... 18
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 19
4.6. Teknik Analisis Data ... 19
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 20
5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 20
5.2. Karakteristik Responden ... 20
5.3. Pembahasan ... 25
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
6.1. Kesimpulan ... 28
6.2. Saran ... 28
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 5.2.1.
Karakteristik Responden... 20
Tabel 5.2.2.
Distribusi Frekuensi Gejala Sistemikterhadap Jenis Kelamin... 21
Tabel 5.2.3.
Distribusi Frekuensi Gejala Sistemikterhadap Umur...……….…... 21
Tabel 5.2.4.
Distribusi Frekuensi Gejala Sistemik terhadapUkuran Pembesaran Kelenjar………..………... 22
Tabel 5.2.5.
Distribusi Frekuensi Gejala Sistemik terhadapJumlah Pembesaran Kelenjar…...………... 22
Tabel 5.2.6.
Distribusi Frekuensi Umurterhadap Ukuran Pembesaran Kelenjar…………... 23
Tabel 5.2.7.
Distribusi Frekuensi Umurterhadap Jumlah Pembesaran Kelenjar…………... 23
Tabel 5.2.8.
Distribusi Frekuensi Umurterhadap Jenis Kelamin………... 24
Tabel 5.2.9.
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin terhadapUkuran Pembesaran Kelenjar………..24
Tabel 5.2.10.
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin terhadapDAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1.
Sistem Limfatik di Leher... 12
Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
DAFTAR SINGKATAN
BTA
Bakteri Tahan Asam
CT
Computed Tomography
Depkes
Departemen Kesehatan
FK
Fakultas Kedokteran
HIV
Human Immunodeficiency Virus
MRI
Magnetic Resonance Imaging
NTM
Non-tuberculous Mycobacterium
TB
Tuberculosis
USG
Ultra Sonography
USU
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Informed Consent
Lampiran 2. Lembar Wawancara
Lampiran 3. Lembar Pemeriksaan
Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 5. Surat Selesai Penelitian
Lampiran 6. Ethical Clearance
ABSTRAK
Latar Belakang : Tuberkulosis merupakan penyebab kematian terbesar ketiga
setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan
nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Tuberkulosis dapat
melibatkan berbagai sistem organ di tubuh, salah satunya adalah kelenjar getah
bening yang disebut dengan limfadenitis. Limfadenitis tuberkulosis merupakan
salah satu manifestasi tuberkulosis ekstrapulmoner terbanyak, sekitar 35% dari
tuberkulosis ekstrapulmoner.
Tujuan
: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
penderita limfadenitis tuberkulosis yang dibiopsi aspirasi di Sentra Diagnostik
Patologi Anatomi FK USU.
Metode
: Desain penelitian ini adalah penelitian survey deskriptif.
Subjek penelitian ini adalah data 17 orang penderita limfadenitis tuberkulosis
yang dibiopsi aspirasi di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi FK USU. Data
penderita limfadenitis tuberkulosis yang memenuhi syarat penelitian dicatat dalam
lembar wawancara dan lembar pemeriksaan. Selanjutnya data diolah dengan
menggunakan program SPSS 17.
Hasil
: Dari penelitian ini diperoleh bahwa mayoritas penderita
limfadenitis tuberkulosis berusia 20 – 50 tahun, yaitu 9 orang (52,9%) dengan
jenis kelamin terbanyak adalah wanita, yaitu 9 orang (52,9%). Dari hasil
penelitian ini juga diperoleh bahwa sebagian besar penderita limfadenitis
tuberkulosis ada mengalami gejala sistemik, yaitu 14 orang (82,4). Berdasarkan
hasil pemeriksaan fisik didapatkan 13 orang (76,5%) memiliki pembesaran
kelenjar berdiameter
≥2 cm, 12 orang (70,6%) memiliki pembesaran kelenjar
yang multiple, 17 orang (100%) memiliki pembesaran kelenjar dengan konsistensi
kenyal, 16 orang (94,1%) memiliki pembesaran kelenjar tanpa disertai adanya
ulkus, dan 12 orang (70,6%) memiliki pembesaran kelenjar tanpa disertai adanya
nyeri.
Kesimpulan
: Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan karakteristik
penderita limfadenitis tuberkulosis yang dibiopsi aspirasi di Sentra Diagnostik
Patologi Anatomi FK USU adalah mayoritas berusia 20 – 50 tahun, berjenis
kelamin wanita dan mengeluhkan adanya gejala sistemik, sebagian besar
penderita memiliki pembesaran kelenjar berdiameter
≥2 cm,
multiple, konsistensi
kenyal, tidak disertai adanya ulkus dan nyeri.
ABSTRACT
Background : Tuberculosis is the third cause of death following cardiovascular
and respiratory disease, and the major infectious disease. Tuberculosis can
involve many organ system in body, one of them are lymphe gland which is called
lymphadenitis. Tuberculosis Lymphadenitis is one of the highest manifestation of
extrapulmonary tuberculosis, about 35% of extrapulmonary tuberculosis.
Objection
: This study is objected to know the characteristic of Tuberculosis
Lymphadenitis infected patients in Diagnostic Centre of Pathology Anatomy FK
USU.
Method
: This is a descriptive study with the samples are gathered from 17
subjects biopsied in Diagnostic Centre of Pathology Anatomy FK USU. The
eligible data are recorded in interview and examination sheet and then analyzed
by SPSS programme.
Result
: Result of this study shows that majority of Tuberculosis
Lymphadenitis patients; a total of 9 subjects (52,9%) are aged 20 – 50 years old,
with woman as the highest frequency coming up to 9 subjects (52,9%). The study
also shows 14 subjects (82,4%) complaining systemic manifestation. According to
the result of physical examination, there are 13 subjects (76,5%) having lymph
node swelling with diameter
≥2 cm, 12 subjects (70,6%) having multiple lymph
node swelling, 17 subjects (100%) having soft lymph node swelling, 16 subjects
(94,1%) having lymph node swelling without ulcer, and 12 subjects (70,6%)
having lymph node swelling without pain.
Conclusion : From the outcome of the study, it can be concluded that majority
of the Lymphadenitis Tuberculosis patients biopsied in Diagnostic Centre of
Pathology Anatomy FK USU are aged 20 – 50 years old with male as the
dominating gender, and complain systemic manifestation, mostly have lymph node
swelling sized
≥2cm in diameter, multiple, so
ft, without ulcer and pain.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 2009, diperkirakan terdapat 9,4 juta kasus insidens dari tuberkulosis secara global setara dengan 137 kasus per 100.000 populasi (WHO, 2010). Indonesia sendiri pada tahun 2009 menempati peringkat kelima negara dengan insidensi TB tertinggi di dunia sebanyak 0,35-0,52 juta setelah India (1,6-2,4 juta), China (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,40-0,59 juta), dan Nigeria (0,37-0,55 juta) (WHO, 2010). Dimana pada tahun 2006 yang lalu menurut WHO Indonesia sempat menempati peringkat ketiga di dunia setelah India dan China dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 (Depkes, 2007).
Tuberkulosis dapat melibatkan berbagai sistem organ di tubuh. Meskipun TB pulmoner adalah yang paling banyak, TB ekstrapulmoner juga merupakan salah satu masalah klinis yang penting. Istilah TB ekstrapulmoner digunakan pada tuberkulosis yang terjadi selain pada paru-paru. Berdasarkan epidemiologi TB ekstrapulmoner merupakan 15-20% dari semua kasus TB pada pasien HIV-negatif, dimana limfadenitis TB merupakan bentuk terbanyak (35% dari semua TB ekstrapulmoner). Sedangkan pada pasien dengan HIV-positif TB ekstrapulmoner adalah lebih dari 50 persen kasus TB, dimana limfadenitis tetap yang terbanyak yaitu 35% dari TB ekstrapulmoner (Sharma, 2004).
Tuberkulosis kelenjar limfe adalah salah satu penyakit yang sangat unik, dimana penyakit ini telah lama dikenal. Istilah lain untuk penyakit ini adalah skrofula yang diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377 SM) menyebutkan tumor skrofula dalam tulisannya. Raja-raja Eropa dari abad pertengahan menyebut penyakit ini sebagai “king’s evil” (Mohapatra, 2009).
kasus per 1000 (Narang, 2005). Di Inggris, terdapat penurunan insidensi limfadenitis TB dan kenaikan dari limfadenitis non-tuberculous mycobacterium (Sharma, 2004). Di Amerika, limfadenitis TB sering terjadi pada dewasa, sedangkan limfadenitis
non-tuberculous mycobacterium sering terjadi pada anak-anak. Pada beberapa daerah tropis di
Afrika seperti Senegal dan Djibouti, limfadenitis TB mencapai 25% dari kasus TB, hal ini juga terjadi di Asia Tengah (Varaine, 2010).
Epidemiologi limfadenitis TB bervariasi tergantung pada angka kejadian TB dan tingginya infeksi HIV di suatu negara, misalnya di daerah Afrika dimana insidensi infeksi HIV sangat tinggi, angka kejadian TB pulmoner dan ekstrapulmoner juga sangat tinggi (Clevenbergh, 2010). Limfadenitis TB ini biasanya muncul sebagai limfadenopati tidak nyeri dari kelenjar limfe superfisial dengan onset yang perlahan, dimana kemudian dapat berubah menjadi abses dan terbentuk sinus jika dibiarkan. Kelenjar getah bening leher merupakan tempat tersering, namun keterlibatan kelenjar multipel sering juga terjadi (Jawahar, 2000).
Saat ini hampir 95% dari infeksi mikobakterial kelenjar leher pada dewasa disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan sisanya disebabkan oleh mikobakterium atipikal atau non-tuberculous mycobacterium (NTM). Pada anak-anak kebalikannya dimana 92% kasus disebabkan oleh mikobakterium atipikal (McClay, 2008). Berdasarkan penelitian Grange (1982) selama 8 tahun, dari 2339 biakan cairan kelenjar limfe didapat strain M.tuberculosis pada 2272 biakan dan strain mikobakterium atipik pada 67 biakan. Di Indonesia sendiri, dari 84 biakan aspirasi kelenjar getah bening yang dilakukan di Rumah Sakit Hasan Sadikin berhasil tumbuh 23 biakan dimana 10 biakan ditumbuhi Mycobacterium tuberculosis sedangkan 13 biakan ditumbuhi mikobakterial atipik (Chyntia, 2005).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Jha (2001) terhadap 56 pasien limfadenitis TB didapatkan bahwa kelompok umur yang paling sering adalah 11-20 tahun (23 pasien), dengan umur rata-rata adalah 23,7 tahun. Didapatkan 24 pria dan 32 wanita (1:1,3). Kelenjar yang paling banyak terlibat adalah kelenjar limfe servikal sebanyak 49 pasien, sedangkan sisanya melibatkan juga kelenjar aksilaris dan inguinal. Pada kelenjar servikal dijumpai pembengkakan kelenjar multipel terkonglumerasi pada 23 orang, tunggal diskret pada 18 orang, dan multipel diskret pada sembilan orang. Abses dan sinus dijumpai pada masing-masing tiga orang.
Dari 147 kasus limfadenitis TB yang diteliti oleh Cook (2004) dari tahun 1990 sampai 2000 didapatkan 68% penderita adalah wanita dengan tingkat insidensi 1,17 per 100.000 orang. Manifestasi klinis terbanyak adalah pembesaran kelenjar limfe servikal tunggal (80%).
Berdasarkan penelitian dari Maharjan (2009) dari 155 kasus dengan pembesaran kelenjar leher, 83 kasus (54%) adalah limfadenitis TB, 52 kasus (33%) adalah limfadenitis reaktif dan 17 (11%) kasus adalah metastasis. Mayoritas pasien adalah dewasa sehat, berusia antara 8-71 tahun. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita pada penelitian ini. Kelenjar getah bening segitiga posterior adalah yang paling banyak terlibat yaitu 35 kasus (42%) dan regio preaurikular adalah yang paling sedikit yaitu 1 kasus (1%). Lima puluh kasus (18%) didapati adanya abses.
Peneliti tertarik untuk mengangkat topik mengenai karakteristik penderita limfadenitis tuberkulosis karena peneliti ingin mengetahui karakteristik penderita limfadenitis tuberkulosis sehingga dengan mengetahui karakteristik penderita yang bisa didapatkan melalui wawancara dan pemeriksaan fisik kita dapat mencurigai adanya infeksi tuberkulosis pada kelenjar getah bening dan dapat membedakannya dengan penyakit lain yang bermanifestasi klinis sebagai pembesaran kelenjar getah bening.
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita limfadenitis tuberkulosis di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun 2011.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita limfadenitis tuberkulosis berdasarkan umur, jenis kelamin, dan ada atau tidaknya gejala sistemik.
b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita limfadenitis tuberkulosis berdasarkan ukuran, jumlah, konsistensi, dan ada atau tidaknya ulkus pembesaran kelenjar getah bening.
1.4. Manfaat Penelitian
a.
Untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai jumlah dan
profil penderita limfadenitis tuberkulosis yang menjalani pemeriksaan
biopsi aspirasi di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara sehingga dapat meningkatkan tingkat
kecurigaan masyarakat terhadap adanya infeksi TB berdasarkan
manifestasi klinis.
b.
Untuk memberikan informasi kepada Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara mengenai karakteristik penderita limfadenitis
tuberkulosis ditinjau dari umur, jenis kelamin, ada atau tidaknya gejala
sistemik, ukuran, jumlah, konsistensi pembesaran kelenjar, dan ada atau
tidaknya ulkus.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening. Jadi, limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009).
Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula (Dorland, 1998). Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377 S.M.) menyebutkan istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya (Mohaputra, 2009). Penyakit ini juga sudah dikenal sejak zaman raja-raja Eropa pada zaman pertengahan dengan nama “King’s evil”, dimana dipercaya bahwa sentuhan tangan raja dapat menyembuhkannya (McClay, 2008). Infeksi
M.tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung tuberkulosis ke kulit dari
struktur dasar atau terpajan melalui kontak dengan tuberkulosis disebut dengan
scrofuloderma (Dorland, 1998).
2.2. Epidemiologi
Selama beberapa abad tuberkulosis merupakan salah satu penyakit terparah pada manusia. Dari semua penyakit infeksi, tuberkulosis masih merupakan penyebab kematian tersering. WHO memprediksikan insidensi penyakit tuberkulosis ini akan terus meningkat, dimana akan terdapat 12 juta kasus baru dan 3 juta kematian akibat penyakit tuberkulosis setiap tahun. Sepertiga dari peningkatan jumlah kasus baru disebabkan oleh epidemi HIV, dimana tuberkulosis menyebabkan kematian pada satu orang dari tujuh orang yang menderita AIDS (Ioachim, 2009).
pernapasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi (Depkes, 2007).
Tuberkulosis dapat melibatkan berbagai sistem organ di tubuh. Meskipun TB pulmoner adalah yang paling banyak, TB ekstrapulmoner juga merupakan salah satu masalah klinis yang penting. Istilah TB ekstrapulmoner digunakan pada tuberkulosis yang terjadi selain pada paru-paru. Berdasarkan epidemiologi TB ekstrapulmoner merupakan 15-20% dari semua kasus TB pada pasien HIV-negatif, dimana limfadenitis TB merupakan bentuk terbanyak (35% dari semua TB ekstrapulmoner). Sedangkan pada pasien dengan HIV-positif TB ekstrapulmoner adalah lebih dari 50% kasus TB, dimana limfadenitis tetap yang terbanyak yaitu 35% dari TB ekstrapulmoner (Sharma, 2004).
Limfadenitis TB lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan perbandingan 1,2:1 (Dandapat, 1990). Berdasarkan penelitian terhadap data demografik 60 pasien limfadenitis TB didapat 41 orang wanita dan 19 orang pria dengan rentang umur 40,9 ± 16,9 (13 – 88) (Geldmacher, 2002). Penelitian lainnya terhadap 69 pasien limfadenitis TB didapat 48 orang wanita dan 21 orang pria dengan rentang umur 31,4 ± 13,1 (14 – 60) (Jniene, 2010).
2.3. Etiologi
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria tergolong dalam famili Mycobactericeae dan ordo Actinomyceales. Spesies
patogen yang termasuk dalam Mycobacterium kompleks, yang merupakan agen penyebab penyakit yang tersering dan terpenting adalah Mycobacterium tuberculosis. Yang tergolong dalam Mycobacterium tuberculosae complex adalah : 1. M. tuberculosae, 2. M.
bovis, 3. M. caprae, 4. M. africanum, 5. M. Microti, 6. M. Pinnipedii, 7. M.canettii
Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan epidemiologi (Raviglione, 2010).
Basil TB adalah bakteri aerobik obligat berbentuk batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 µm dan tidak berspora. Pada media buatan berbentuk kokoid dan
filamentous tampak bervariasi dari satu spesies ke spesies lain. Mycobacteria termasuk M.tuberculosis tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan Gram dan hanya dapat diwarnai
asam (Raviglione, 2010; Jawetz, 2004). M.tuberculosis mudah mengikat pewarna Ziehl-Neelsen atau karbol fuksin (Kumar, 2004).
Dinding bakteri Mikobakterium kaya akan lipid yang terdiri dari asam mikolat, lilin, dan fosfat. Muramil dipeptida yang membuat kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma. Lipid inilah yang bertanggung jawab pada sifat tahan asam bakteri Mikobakterium. Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam bakteri ini (Brooks, 2004).
Bakteri ini mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana. Penambahan CO2 meningkatkan pertumbuhan. Aktivitas biokimia tidak khas dan laju pertumbuhannya lebih lambat daripada kebanyakan bakteri. Waktu replikasi basil tuberkulosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berproliferasi dengan baik pada temperatur 22-23°C, dan tidak terlalu bersifat tahan asam bila dibandingkan dengan bentuk patogennya (Brooks, 2004).
2.4. Patogenesis
Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner dan TB ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). TB primer sering terjadi pada anak-anak sehingga sering disebut child-type tuberculosis, sedangkan TB post-primer (sekunder) disebut juga adult-type tuberculosis karena sering terjadi pada orang dewasa, walaupun faktanya TB primer dapat juga terjadi pada orang dewasa (Raviglione, 2010).
Basil tuberkulosis juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut sebagai TB ekstrapulmoner. Menurut Raviglione (2010), organ ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran kemih, tulang, meningens, peritoneum, dan perikardium.
hilus, dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Pada orang yang mempunyai imunitas baik, 3 – 4 minggu setelah infeksi akan terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam makrofag membentuk suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon. Fokus Ghon bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut dengan kompleks Ghon. Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, fokus Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap basil TB. Kedua, fokus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit (Datta, 2004).
Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya imunitas seluler akan membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada TB primer, basil TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ (Datta, 2004). Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim paru (Mohapatra, 2009).
Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher (Datta, 2004).
2.5. Manifestasi Klinis
Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis, kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal, aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis (Mohapatra, 2004). Berdasarkan penelitian oleh Geldmacher (2002) didapatkan kelenjar limfe yang terlibat yaitu: 63,3% pada kelenjar limfe servikalis, 26,7% kelenjar mediastinal, dan 8,3% pada kelenjar aksila, dan didapatkan pula pada 35% pasien pembengkakan terjadi pada lebih dari satu tempat. Menurut Sharma (2004), pada pasien dengan HIV-negatif maupun HIV-positif, kelenjar limfe servikalis adalah yang paling sering terkena, diikuti oleh kelenjar limfe aksilaris dan inguinalis.
Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, tunggal maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak nyeri dan berkembang secara lambat dalam hitungan minggu sampai bulan, dan paling sering berlokasi di regio servikalis posterior dan yang lebih jarang di regio supraklavikular (Mohapatra, 2004). Keterlibatan multifokal ditemukan pada 39% pasien HIV-negatif dan pada 90% pasien HIV-positif. Pada pasien HIV-positif, keterlibatan multifokal, limfadenopati intratorakalis dan intraabdominal serta TB paru adalah sering ditemukan (Sharma, 2004). Beberapa pasien dengan limfadenitis TB dapat menunjukkan gejala sistemik yaitu seperti demam, penurunan berat badan, fatigue dan keringat malam. Lebih dari 57% pasien tidak menunjukkan gejala sistemik (Mohapatra, 2004). Terdapat riwayat kontak terhadap penderita TB pada 21,8% pasien, dan terdapat TB paru pada 16,1% pasien (Mohapatra, 2004).
Menurut Jones dan Campbell (1962) dalam Mohapatra (2004) limfadenopati tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima stadium yaitu:
1. Stadium 1, pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan diskret.
2. Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke jaringan sekitar oleh karena adanya periadenitis.
pembesaran kelenjar yang cepat atau (iii) koinsidensi dengan infeksi HIV. Abses kelenjar limfe dapat pecah, dan kemudian kadang-kadang dapat terjadi sinus yang tidak menyembuh secara kronis dan pembentukan ulkus. Pembentukan fistula terjadi pada 10% dari limfadenitis TB servikalis (Mohapatra, 2004). Berdasarkan penelitian oleh Jniene (2010) dari 69 pasien limfadenitis TB didapat 11 orang dengan pembengkakan kelenjar yang nyeri dan 6 orang dengan adanya pembentukan fistula. Terdapat juga 10 orang dengan pembengkakan kelenjar yang disertai adanya tanda-tanda inflamasi tetapi tidak disertai oleh adanya fistula. Secara klasik, sinus tuberkulosis mempunyai pinggir yang tipis, kebiru-biruan, dan rapuh dengan pus cair yang sedikit. Skrofuloderma adalah infeksi mikobakterial pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung infeksi TB ke kulit dari struktur dibawahnya atau oleh paparan langsung terhadap basil TB (Mohapatra, 2004).
Limfadenitis TB mediastinal lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada dewasa limfadenitis mediastinal jarang menunjukkan gejala. Manifestasi yang jarang terjadi pada pasien dengan keterlibatan kelenjar limfe mediastinal termasuk disfagia, fistula
oesophagomediastinal, dan fistula tracheo-oesophageal. Pembengkakan kelenjar limfe
mediastinal dan abdomen atas juga dapat menyebabkan obstruksi duktus toraksikus dan
chylothorax, chylous ascites ataupun chyluria. Pada keadaan tertentu, obstruksi biliaris
Gambar 2.1. Sistem Limfatik di Leher
2.6. Diagnosis
Untuk mendiagnosa limfadenitis TB diperlukan tingkat kecurigaan yang tinggi, dimana hal ini masih merupakan suatu tantangan diagnostik untuk banyak klinisi meskipun dengan kemajuan teknik laboratorium. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pewarnaan BTA, pemeriksaan radiologis, dan biopsi aspirasi jarum halus dapat membantu dalam membuat diagnosis awal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan pengobatan sebelum diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan kultur (Bayazit, 2004). Juga penting untuk membedakan infeksi mikobakterium tuberkulosis dengan non-tuberkulosis.
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis TB :
a. Pemeriksaan mikrobiologi
Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus (Mohapatra, 2009). Berbagai media dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook, dan Bactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil kultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab tersering, diikuti oleh M.bovis (Bayazit, 2004).
b. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan intradermal ini (Mantoux Test) dilakukan untuk menunjukkan adanya reaksi imun tipe lambat yang spesifik untuk antigen mikobakterium pada seseorang. Reagen yang digunakan adalah protein purified derivative (PPD). Pengukuran indurasi dilakukan 2-10 minggu setelah infeksi. Dikatakan positif apabila terbentuk indurasi lebih dari 10 mm, intermediat apabila indurasi 5-9 mm, negatif apabila indurasi kurang dari 4 mm (Mohapatra, 2009).
c. Pemeriksaan Sitologi
Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggunakan biopsi aspirasi kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan biopsi aspirasi untuk menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99% (Kocjan, 2001). CT scan dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan intraabdominal (Sharma, 2004). Pada pemeriksaan sitologi akan terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis kaseosa.
Muncul kesulitan dalam pendiagnosaan apabila gambaran konvensional seperti sel epiteloid atau Langhans giant cell tidak ditemukan pada aspirat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2008), bahwa gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik dapat digunakan sebagai tambahan karakteristik tuberkulosis selain gambaran epiteloid dan Langhans giant cell. Didapati bahwa aspirat dengan gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik, dapat memberikan hasil positif tuberkulosis apabila dikultur.
d. Pemeriksaan Radiologis
dengan TB paru pada 14-20% kasus. Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa, yaitu sekitar 15% kasus (Bayazit, 2004).
USG kelenjar dapat menunjukkan adanya lesi kistik multilokular singular atau multipel hipoekhoik yang dikelilingi oleh kapsul tebal (Bayazit, 2004). Pemeriksaan dengan USG juga dapat dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran kelenjar (infeksi TB, metastatik, lymphoma, atau reaktif hiperplasia). Pada pembesaran kelenjar yang disebabkan oleh infeksi TB biasanya ditandai dengan fusion tendency, peripheral
halo, dan internal echoes (Khanna, 2011).
Pada CT scan, adanya massa nodus konglumerasi dengan lusensi sentral, adanya cincin irregular pada contrast enhancement serta nodularitas didalamnya, derajat homogenitas yang bervariasi, adanya manifestasi inflamasi pada lapisan dermal dan subkutan mengarahkan pada limfadenitis TB (Bayazit, 2004).
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
[image:31.595.112.503.195.406.2]3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian Karakteristik Pasien Limfadenitis TB
3.2. Definisi operasional
1. Umur adalah lama waktu perjalanan hidup pasien dari sejak dilahirkan sampai sekarang yang dinyatakan dalam satuan tahun. Umur dibagi dalam tiga kategori, yaitu < 20 tahun, 20 – 50 tahun, dan > 50 tahun. Data diperoleh dari wawancara. Skala pengukuran adalah skala interval.
2. Jenis kelamin adalah ciri pasien berdasarkan kategori pria atau wanita. Data diperoleh dari wawancara. Skala pengukuran adalah skala nominal.
3. Gejala sistemik adalah gejala yang dialami pasien, meliputi demam, keringat malam, dan penurunan berat badan. Gejala sistemik dibagi dalam dua kategori, yaitu ada atau tidak. Data diperoleh dari wawancara. Skala pengukuran adalah skala nominal.
4. Ukuran pembesaran kelenjar adalah bilangan yang menunjukkan diameter terbesar pembesaran kelenjar yang diukur dengan menggunakan penggaris dalam satuan cm (centimeter). Dibagi dalam dua kategori, yaitu < 2 cm dan ≥ 2 cm. Data diperoleh dari pemeriksaan klinis. Skala pengukuran adalah skala interval.
Limfadenitis TB Karakteristik Pasien :
1. Umur
2. Jenis kelamin 3. Gejala sistemik
4. Ukuran pembesaran kelenjar 5. Jumlah pembesaran kelenjar
5. Jumlah pembesaran kelenjar adalah bilangan yang menyatakan banyaknya pembesaran kelenjar dibagi dalam dua kategori yaitu single atau multiple. Data diperoleh dari pemeriksaan klinis. Skala pengukuran adalah skala nominal.
6. Konsistensi pembesaran kelenjar adalah kepadatan pembesaran kelenjar yang meliputi keras atau kenyal. Data diperoleh dari pemeriksaan klinis. Skala pengukuran adalah skala nominal.
7. Ulkus adalah lesi atau kerusakan pada jaringan kulit yang disertai dengan pembentukan pus, dibagi dalam dua kategori yaitu ada atau tidak. Data diperoleh dari pemeriksaan klinis. Skala pengukuran adalah skala nominal.
8. Nyeri adalah rasa sakit atau tidak nyaman yang dirasakan pasien saat pembengkakan kelenjar ditekan, dibagi dalam dua kategori yaitu ada atau tidak. Data diperoleh dari pemeriksaan klinis. Skala pengukuran adalah skala nominal.
9. Limfadenitis TB adalah infeksi pada kelenjar getah bening oleh Mycobacterium
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study dimana pengambilan data dilakukan hanya sekali saja pada tiap pasien.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi FK USU.
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai November 2011.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien limfadenitis TB yang dibiopsi aspirasi di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi FK USU dari bulan Juli sampai Oktober 2011.
4.3.2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien limfadenitis TB yang dibiopsi aspirasi di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi FK USU dari bulan Juli sampai Oktober 2011 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi :
- Penderita limfadenitis TB yang dibiopsi aspirasi di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi FK USU.
- Bersedia mengikuti penelitian
Kriteria eksklusi :
- Tidak bersedia mengikuti penelitian
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dengan mengambil data primer penderita limfadenitis TB yang dibiopsi aspirasi di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi FK USU melalui wawancara dan pemeriksaan klinis.
4.5. Teknik Analisis Data
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang berlokasi di Gedung Abdul Hakim lantai 1, Jalan Dr. Mansyur Nomor 5 Medan, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru.
[image:35.595.112.514.298.689.2]
5.2. Karakteristik Responden
Tabel 5.2.1. Karakteristik Responden
Karakteristik N % Frekuensi
Jenis Kelamin Laki-laki Wanita 8 9 47,1 52,9 Umur <20 20 – 50 >50 7 9 1 41,2 52,9 5,9 Gejala Sistemik Ada Tidak ada 14 3 82,4 17,6 Ukuran <2 cm ≥2 cm 4 13 23,5 76,5 Jumlah Single Multiple 5 12 29,4 70,6 Konsistensi Keras Kenyal 0 17 0 100 Ulkus Ada Tidak ada 1 16 5,9 94,1 Nyeri Ada Tidak ada 5 12 29,4 70,6
responden (81,3%) ada mengalami gejala sistemik yang meliputi demam, penurunan berat badan, atau keringat malam.
Berdasarkan pembesaran kelenjarnya, terdapat 76,5% responden dengan pembesaran kelenjar ≥2 cm, 76,5% responden dengan pembesaran kelenjar yang multiple
[image:36.595.159.469.296.392.2]dan tidak disertai nyeri, dan 94,1% responden dengan pembesaran kelenjar yang tidak disertai ulkus. Semua responden mempunyai pembesaran kelenjar dengan konsistensi kenyal.
Tabel 5.2.2. Distribusi Frekuensi Gejala Sistemik terhadap Jenis Kelamin
Gejala Sistemik
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
N % n %
Ada 8 47,1 6 35,3
Tidak ada 0 0 3 17,6
Dari table 5.2.2 diketahui bahwa penderita limfadenitis tuberkulosis yang mengeluhkan gejala sistemik sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, dengan jumlah 8 orang (47,1).
Tabel 5.2.3. Distribusi Frekuensi Gejala Sistemik terhadap Umur
Gejala Sistemik
Usia
<20 20 – 50 >50
N % N % N %
Ada 7 41,2 6 35,3 1 5,9
Tidak ada 0 0 3 17,6 0 0
[image:36.595.127.496.503.603.2]Tabel 5.2.4. Distribusi Frekuensi Gejala Sistemik terhadap Ukuran Pembesaran Kelenjar
Gejala Sistemik
Ukuran pembesaran kelenjar
≥2 cm <2 cm
N % n %
Ada 11 64,7 3 17,6
Tidak ada 2 11,8 1 5,9
Dari table 5.2.4. diketahui bahwa penderita limfadenitis tuberkulosis yang mengeluhkan gejala sistemik sebagian besar memiliki pembesaran kelenjar yang berukuran ≥2 cm, dengan jumlah 11 orang (64,7%).
Tabel 5.2.5. Distribusi Frekuensi Gejala Sistemik terhadap Jumlah Pembesaran Kelenjar
Gejala Sistemik
Jumlah pembesaran kelenjar
Single Multiple
N % N %
Ada 5 29,4 9 52,9
Tidak ada 0 0 3 17,6
Tabel 5.2.6. Distribusi Frekuensi Umur terhadap Ukuran Pembesaran Kelenjar
Umur
Ukuran pembesaran kelenjar
≥2 cm <2 cm
N % N %
<20 6 35,3 1 5,9
20 – 50 7 41,2 2 11,8
>50 0 0 1 5,9
Dari table 5.2.6. didapatkan bahwa penderita limfadenitis tuberkulosis yang berumur 20 – 50 tahun sebagian besar memiliki pembesaran kelenjar berukuran ≥2 cm, dengan jumlah 7 orang (41,2%).
Tabel 5.2.7. Distribusi Frekuensi Umur terhadap Jumlah Pembesaran Kelenjar
Gejala Sistemik
Jumlah pembesaran kelenjar
Single Multiple
N % N %
<20 3 17,6 4 23,5
20 – 50 2 11,8 7 41,2
>50 0 0 1 5,9
[image:38.595.159.469.373.490.2]Tabel 5.2.8. Distribusi Frekuensi Umur terhadap Jenis Kelamin
Umur
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
N % N %
<20 5 29,4 2 11,8
20 – 50 2 11,8 7 41,2
>50 1 5,9 0 0
Dari table 5.2.8. didapatkan bahwa penderita limfadenitis tuberkulosis yang berumur 20 – 50 tahun sebagian besar berjenis kelamin perempuan, dengan jumlah 7 orang (41,2%).
Tabel 5.2.9. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin terhadap Ukuran Pembesaran Kelenjar
Jenis Kelamin
Ukuran pembesaran kelenjar
≥2 cm <2 cm
N % n %
Laki-laki 6 35,3 2 11,4
Perempuan 7 41,2 2 11,4
[image:39.595.157.466.392.489.2]Tabel 5.2.10. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin terhadap Jumlah Pembesaran Kelenjar
Jenis Kelamin
Ukuran pembesaran kelenjar
Single Multiple
N % n %
Laki-laki 2 11,8 6 35,3
Perempuan 3 17,6 6 35,3
Dari table 5.2.10. didapatkan bahwa penderita limfadenitis tuberkulosis yang berjenis kelamin perempuan sebagian besar memiliki pembesaran kelenjar yang multiple, dengan jumlah 6 orang (35,3%).
5.3. Pembahasan
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penderita limfadenitis tuberkulosis pada umumnya berusia 20 – 50 tahun dengan jumlah 9 orang (52,9%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa rentang umur penderita limfadenitis tuberkulosis adalah 31,4 ± 13,1 (Jniene, 2010). Hasil penelitian lain juga menyimpulkan rentang umur penderita limfadenitis tuberkulosis berkisar 40,9 ± 16,9 (Geldmacher, 2002).
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penderita limfadenitis tuberkulosis mayoritas adalah wanita dengan jumlah 9 orang (52,9%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa limfadenitis tuberkulosis lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria (Jniene, 2010).
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis mayoritas berdiameter ≥2 cm (Narang, 2005).
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas penderita limfadenitis tuberkulosis memiliki pembesaran kelenjar yang multiple, dengan jumlah 12 orang (70,6%). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa pembesaran kelenjar yang multiple hanya berkisar 39% pada penderita yang HIV-negatif dan 90% pada penderita yang HIV-positif (Sharma, 2004). Menurut asumsi peneliti hal ini terjadi karena pada saat pemeriksaan peneliti tidak mengetahui dan tidak membedakan apakah pasien tersebut HIV-negatif atau HIV-positif.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa semua penderita limfadenitis tuberkulosis memiliki pembesaran kelenjar dengan konsistensi kenyal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa ciri khas pembengkakan kelenjar getah bening yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis adalah kenyal dan pembentukan abses (Khan, 2011).
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas penderita limfadenitis tuberkulosis memiliki pembesaran kelenjar tanpa disertai adanya ulkus, dengan jumlah 16 orang (94,1%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa pembentukan ulkus atau fistula hanya terjadi pada 10% limfadenitis tuberkulosis servikalis (Mohapatra, 2004). Penelitian lain juga menyimpulkan dari 69 pasien limfadenitis tuberkulosis yang diteliti terdapat hanya 6 orang yang disertai dengan pembentukan ulkus atau fistula (Jniene, 2010).
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Penderita limfadenitis tuberkulosis yang dibiopsi aspirasi di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi sebagian besar berumur 20 – 50 tahun (52,9%), berjenis kelamin wanita (52,9%), mempunyai gejala sistemik (82,4%).
2. Penderita limfadenitis tuberkulosis yang dibiopsi aspirasi di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi sebagian besar memiliki pembesaran kelenjar yang berdiameter
≥2cm (76,5%), berjumlah multiple (70,6%), berkonsistensi kenyal (100%), tanpa disertai adanya ulkus (94,1%), dan tanpa disertai adanya nyeri (70,6%).
6.2 SARAN
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:
1. Diharapkan kepada masyarakat agar lebih memperdalam pengetahuannya mengenai limfadenitis tuberkulosis dan segera memeriksakan diri apabila terdapat pembengkakan kelenjar getah bening. Tidak adanya tuberkulosis paru bukan berarti tidak mengalami limfadenitis tuberculosis.
DAFTAR PUSTAKA
Bayazit, Y. A., Bayazit, N., Namiduru, M., 2004. Mycobacterial Cervical
Lymphadenitis. ORL; 66:275-80.
Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse, Stephen A., 2004. Mikrobiologi
Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg. Edisi 23. Jakarta: EGC,
325-330.
Chyntia, M., Paula, R. L., 2005. Limfadenitis Mikobakterium Atipik pada
Penderita yang Secara Histopatologis Tersangka Limfadenitis
Tuberkulosa Leher: Perbedaan Hasil Uji Tuberkulin, Gambaran
Radiologis Paru, Resistensi terhadap Tuberkulostatika dengan
Limfadenitis
Tuberkulosa. Litbang Depkes. Available from:
[accessed 19 Februari
2011]
Clevenbergh, P., et al., 2010. Lymph Node Tuberculosis in Patients from Regions
with Varying Burdens of Tuberculosis and HIV Infection. Presse
Med;39:e223-230.
Cook, V. J., Manfreda, J., Hershfield, E. S., 2004. Tuberculous Lymphadenitis in
Manitoba: Incidence, Clinical Characteristic and Treatment. Can Respir J;
11(4):279-86.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 13-14.
Dorland., 1998. Dorland’s Pocket Medical Dictionary. Jakarta: EGC, 974.
Geldmacher, H., Taube, C., Kroeger, C., Magnussen, H., Kirsten, D. K., 2002.
Assessment of Lymph Node Tuberculosis in Northern Germany: A
Clinical Review. Chest; 121:1177-82.
Grange, J., Collins, C., Yates, M., 1982. Bacteriological Survey of Tuberculous
Lymphadenitis in South-East England:1973-80. Journal of Epidemiology
and Community Health; 36: 157-61.
Ioachim, M. L., Medeiros, L. J., 2009. Ioachim’s Lymph Node Pathology. 4
thEdition. Philadelphia: Lip pincott Williams & Wilkins, 130-134.
Jawahar, M., S., 2000. Scrofula Revisited: An Update On the Diagnosis and
Management of Tuberculosis of Superficial Lymph Nodes. Indian J
Pediatr; 67(2):S28-33.
Jniene, A., et al. 2010. Epidemiological, Therapeutic and Evolutionary Profiles in
Patients with Lymph Node Tuberculosis. Tuberkuloz ve Toraks Dergisi,
58(4):366-74.
Khanna, R., et al. 2011. Usefulness of Ultrasonography for the Evaluation of
Cervical Lymphadenopathy. World Journal of Surgical Oncology; 9(29).
Lubis, H.M.N.D., Lubis,H.M.L., Lisdine, Hastuti, N.W. 2008. Dark Specks and
Eosinophiic Granular Necrotic Material as Differentiating Factors between
Tuberculous and Nontuberculous Abcesses. Indonesian Journal of
Pathology 2008; 17(2) : 49 -52
Maharjan, M., Hirachan S., Kafle, P. K., Bista, M., Shrestha, S., Toran, K. C.,
2009. Incidence of Tuberculosis in Enlarged Neck Nodes, Our Experience.
Kathmandu Univ Med J; 7(25):54-8.
McClay, J. E., Lewis, M. R., 2008. Scrofula. Departement of Otolaryngology and
Facial Plastic Surgery. Available From:
2011]
Mohapatra, P., R., Janmeja, A., K., 2009. Tuberculous Lymphadenitis. JAPI;57:
585-90.
Raviglione, M. C., O’Brien, R. J., 2010. Tuberculosis. In: Loscalzo, J. Harrison’s
Pulmonary and Critical Care Medicine. New York: The McGraw-Hill
Companies, 122-123.
Sharma, S., K., Mohan, A., 2004. Extrapulmonary Tuberculosis. Indian J Med
Res; 120: 316-53.
Varaine, F., Henkens, M., Grouzard, V., 2010. Tuberculosis. 5
thRevised Edition.
Paris: Medecins Sans Frontieres, 23-24.
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN “Informed Consent”
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :……….
Umur :……….
Pekerjaan :……….
Alamat :……….
Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, serta memahaminya, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian yang berjudul “Karakteristik Penderita Limfadenitis Tuberkulosis di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2011”. Demikianlah surat perjanjian ini saya perbuat tanpa paksaan dan apabila di kemudian hari saya mengundurkan diri, kepada saya tidak akan dituntut apapun.
Medan, ……… 2011 Yang membuat pernyataan,
LEMBAR PENJELASAN
Penelitian ini akan dilakukan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu wawancara dan pemeriksaan fisik. Masing-masing orang/pasien akan diwawancarai kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik.
1. Wawancara
Pasien akan diwawancarai/ditanya secara langsung mengenai nama, umur, jenis kelamin, dan ada atau tidak gejala sistemik. Gejala sistemik yang ditanyakan adalah ada atau tidak mengalami demam, penurunan berat badan, dan keringat malam. Data hasil wawancara diisi pada lembar wawancara.
2. Pemeriksaan fisik
Lampiran 2
LEMBAR WAWANCARA
1.
Nama
:
2.
Umur
:
3.
Jenis kelamin
:
Lampiran 3
Lembar Pemeriksaan
No. Nama Umur Jenis Kelamin
Ukuran Pembesaran Kelenjar
Jumlah Pembesaran Kelenjar
Konsistensi Pembesaran Kelenjar
Lampiran 7
DATA INDUK
Nama Umur
Jenis Kelamin
Gejala
Sistemik Ukuran Jumlah Konsistensi Ulkus Nyeri
Kategori Umur
Veronika Nababan 21 Perempuan Ada 3 Multipel Kenyal Tidak Ada Ada 20-50
Yuki Sitohang 18 Laki-laki Ada 3 Single Kenyal Tidak Ada Tidak Ada <20
Erick Ongko 18 Laki-laki Ada 3 Multipel Kenyal Tidak Ada Tidak Ada <20
Anita Rahmah 17 Perempuan Ada 2 Multipel Kenyal Tidak Ada Tidak Ada <20
Aan 8 Laki-laki Ada 2 Multipel Kenyal Tidak Ada Tidak Ada <20
Dwi Kurnia 7 Perempuan Ada 2 Single Kenyal Tidak Ada Tidak Ada <20
Doli Diansyah 23 Laki-laki Ada 3 Multipel Kenyal Ada Ada 20-50
Samina br Karo 45 Perempuan Ada 3 Single Kenyal Tidak Ada Tidak Ada 20-50
M. Hasbi 35 Laki-laki Ada 3 Multipel Kenyal Tidak Ada Ada 20-50
Ruth 23 Perempuan Tidak Ada 2 Multipel Kenyal Tidak Ada Ada 20-50
Ester Simbolon 43 Perempuan Ada 2 Multipel Kenyal Tidak Ada Tidak Ada 20-50
Irma Harfianty 20 Perempuan Ada 1 Single Kenyal Tidak Ada Tidak Ada 20-50
Harry Gabriel 4 Laki-laki Ada 1 Single Kenyal Tidak Ada Tidak Ada <20
Sarianti Pane 23 Perempuan Tidak Ada 2 Multipel Kenyal Tidak Ada Tidak Ada 20-50
Lase br Ginting 72 Laki-laki Ada 1 Multipel Kenyal Tidak Ada Tidak Ada >50
Mastari 21 Perempuan Tidak Ada 1 Multipel Kenyal Tidak Ada Ada 20-50